MODEL OF INDUSTRIAL RELATIONS DISPUTES SETTLEMENT IN EMPLOYMENT LAW AFTER BIRTH OF LAW NUMBER 2 OF 2004
MODEL PENYELESAIAN PERSELISIHAN HUBUNGAN INDUSTRIAL DALAM HUKUM KETENAGAKERJAAN SETELAH LAHIRNYA UNDANG-UNDANG NOMOR 2 TAHUN 2004
Ujang Charda S.
Fakultas Hukum Universitas Subang Email: [email protected]
Info Artikel:
Diterima: 25 Desember 2016 |Disetujui: 06 Februari 2017 |Dipublikasikan: 30 Maret 2017
Abstrak
Penyelesaian perselisihan hubungan industrial dalam hukum ketenagakerjaan setelah
Kata Kunci:
lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial;
Hubungan Industrial dikenal dengan model penyelesaian secara sukarela melalui Ketenagakerjaan;
bipartit, konsiliasi, mediasi, dan arbitrase; dan model penyelesaian secara wajib, Penyelesaian Perselisihan.
yaitu melalui Pengadilan Hubungan Industrial. Selain itu, adanya pembatasan bahwa hanya penyelesaian perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja saja yang dapat diajukan kasasi ke Mahkamah Agung tanpa melalui prosedur banding.
MODEL OF INDUSTRIAL RELATIONS DISPUTES SETTLEMENT IN EMPLOYMENT LAW AFTER BIRTH OF LAW NUMBER 2 OF 2004
Abstract
Keywords:
Resolving industrial disputes in employment law after the enactment of Act Number 2 of 2004 concerning Industrial Relations Dispute Settlement known as the model of voluntary bipartite
Settlement of Disputes; settlement, conciliation, mediation and arbitration; and models of settlement shall, through Industrial Relations; the Industrial Relations Court. In addition, the restriction that only the rights and settlement Employment. of disputes over termination of employment that can be filed cassation to the Supreme Court
without going through the appeal procedure.
ISSN Jurnal Wawasan Yuridika
2549-0664 (print)
Jurnal Wawasan Yuridika
A. PENDAHULUAN
Pembangunan ketenagakerjaan mempunyai banyak dimensi dan keterkaitannya tidak hanya dengan kepentingan tenaga kerja sebelum, selama, dan sesudah masa kerja, tetapi juga dengan kepentingan pengusaha, pemerintah, dan masyarakat. Untuk itu, diperlukan pengaturan yang menyeluruh dan komprehensif, antara lain mencakup perencanaan tenaga kerja, pengembangan sumber daya manusia, perluasan kesempatan kerja, pelayanan penempatan kerja, pembinaan hubungan industrial, peningkatan perlindungan tenaga kerja, serta peningkatan produktivitas dan daya saing tenaga kerja di Indonesia. Atas dasar itu, maka pemerintah memberikan perhatian kepada tenaga kerja agar mampu mengembangkan diri secara menyeluruh dan terpadu yang diarahkan pada peningkatan kompetensi dan kemandirian yang diharapkan dapat bekerja sama dengan mitranya, yaitu pengusaha.
Tenaga kerja mempunyai peran ganda dalam pembangunan, yaitu: Pertama, tenaga kerja sebagai pelaku pembangunan berperan meningkatkan produktivitas nasional dan kesejahteraan masyarakat. Oleh karena itu, tenaga kerja harus diberdayakan supaya mereka memiliki nilai lebih dalam arti lebih mampu, lebih terampil dan lebih berkualitas, agar dapat berdaya guna secara optimal dalam pembangunan nasional dan mampu bersaing dalam era
global. Kemampuan, keterampilan, dan keahlian tenaga kerja perlu terus menerus ditingkatkan melalui perencanaan dan program ketenagakerjaan termasuk pelatihan, pemagangan dan pelayanan penempatan tenaga kerja. Kedua, tenaga kerja sebagai tujuan pembangunan perlu memperoleh perlindungan dalam semua aspek, termasuk perlindungan untuk memperoleh pekerjaan di dalam dan di luar negeri, perlindungan hak- hak dasar pekerja, perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, serta perlindungan upah dan jaminan sosial sehingga menjamin rasa aman, tentram, terpenuhinya keadilan, serta terwujudnya kehidupan yang sejahtera lahir dan batin, selaras, serasi, dan seimbang. 1
Berkaitan dengan pembinaan hubungan industrial dan peningkatan perlindungan kerja, ini merupakan sesuatu yang penting dalam rangka pengembangan pembangunan nasional dalam sistem hubungan industrial yang menekankan pada kemitraan dan kesamaan kepentingan sehingga dapat memberdayakan dan mendayagunakan tenaga kerja secara optimal, melindungi hak-hak dan kepentingan tenaga kerja, menjamin kesempatan dan perlakuan yang sama tanpa diskriminasi, menciptakan hubungan kerja yang harmonis, menciptakan ketenangan berusaha, meningkatkan produktivitas perusahaan, meningkatkan kesejahteraan pekerja dan keluarganya, memberikan kepastian
1 Ujang Charda S., PPHI Secara Non Litigasi, Kertas Kerja pada Diskusi Terbatas Bentuk-bentuk Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial pada Fakultas Hukum Universitas Subang, Subang, 2006, hlm. 2.
hukum bagi pekerja, dan pada akhirnya pekerja dengan pengusaha, berpotensi mewujudkan masyarakat Indonesia yang
menimbulkan perbedaan pendapat, maju dan sejahtera.
bahkan perselisihan antara kedua belah Kenyataannya tidaklah mudah pihak. 4 Perselisihan di bidang hubungan menciptakan hubungan industrial yang
industrial yang selama ini dikenal dapat harmonis, dan bahkan bukannya tercipta
terjadi mengenai hak yang telah ditetapkan hubungan industrial yang tenang, dalam
atau mengenai keadaan ketenagakerjaan arti tenang bekerja dan tenang berusaha
yang belum ditetapkan, baik dalam tetapi malah keteganganlah yang sering
perjanjian kerja, peraturan perusahaan, timbul dalam pelaksanaan hubungan perjanjian kerja bersama maupun industrial tersebut. Ketegangan antara peraturan perundang-undangan. 5 Di sisi pekerja dan pengusaha sering memicu
lain perselisihan hubungan industrial terjadinya perselisihan hubungan dapat terjadi oleh pemutusan hubungan industrial yang diakibatkan karena kerja dengan model penyelesaian diatur banyaknya kepentingan yang saling dalam Undang-Undang Nomor 12 Tahun bertentangan. Konflik kepentingan itu
1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja terjadi apabila dalam melaksanakan atau
di Perusahaan Swasta, ternyata tidak efektif mengejar kepentingannya seseorang lagi untuk mencegah serta menanggulangi merugikan orang lain dan dalam kasus-kasus pemutusan hubungan kerja. kehidupan bersama konflik itu tidak
Sementara itu, model penyelesaian dihindarkan. 2 Oleh karena itu, terjadinya
dari perselisihan hubungan industrial perselisihan ini tentunya akan mengganggu
mempergunakan Undang-Undang Nomor dan mempengaruhi keseimbangan
22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian tatanan manusia dalam masyarakat, Perselisihan Perburuhan sebagai dasar sehingga manusia selalu berusaha hukumnya, ternyata tidak dapat lagi untuk menciptakan keseimbangan mengakomodasi perkembangan- guna terciptanya suasana tertib, damai
perkembangan yang terjadi, karena dan aman yang merupakan jaminan hak-hak pekerja perseorangan belum kelangsungan hidupnya. Keseimbangan
terakomodasi untuk menjadi pihak dalam tatanan manusia dalam masyarakat yang
perselisihan hubungan industrial. 6 terganggu harus dipulihkan kembali ke
Hal lainnya yang sangat mendasar keadaan semula (restitutio in integrum). 3 adalah dengan ditetapkannya putusan Hubungan industrial yang merupakan
Panitia Penyelesaian Perselisihan keterkaitan kepentingan antara Perburuhan Pusat (P4P) sebagai objek
2 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar), Liberty, Yogyakarta, 1996, hlm. 4. 3 Ibid . 4 Penjelasan Umum Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan
Industrial. 5 Ibid .
6 Ibid .
Jurnal Wawasan Yuridika
Jurnal Wawasan Yuridika
sengketa tata usaha negara sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1986 tentang Peradilan Tata Usaha Negara. Dengan adanya ketentuan ini, maka jalan yang ditempuh, baik oleh pekerja maupun pengusaha untuk mencari keadilan menjadi semakin panjang. Di sisi lain, ditawarkan model penyelesaian di luar pengadilan melalui konsiliasi dan arbitrase yang pada umumnya telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, namun Undang- Undang ini hanya berlaku di bidang sengketa perdagangan. 7
Sementara itu, di era industrialisasi masalah perselisihan hubungan industrial semakin meningkat dan kompleks, sehingga diperlukan institusi dan mekanisme penyelesaian hubungan industrial yang cepat, tepat, adil, dan murah, harmonis, dinamis, serta berkeadilan, sehingga perlu ditetapkan model penyelesaian perselisihan hubungan industrial yang diatur dengan undang- undang yang dapat mengakomodir penyelesaian semua bentuk perselisihan hubungan industrial, baik secara litigasi maupun non litigasi, seperti halnya dalam hubungan industrial apabila terjadi perselisihan. Oleh karena itu, lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial merupakan jawaban atas perbedaan pendapat yang
mengakibatkan pertentangan antara pekerja dengan pengusaha, karena adanya perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, maupun perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh dalam satu perusahaan.
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Perselisihan Hubungan Industrial
Manusia sebagai mahluk hidup memperlihatkan dua aspek yang tidak dapat dipisahkan satu dari yang lainnya. Aspek yang satu adalah sebagai mahluk individu dan aspek lainnya adalah sebagai anggota masyarakat dalam kebersamaan dengan manusia-manusia individual lainnya. Oleh karena itu, Sudiman Kartohadiprodjo, mengemukakan: 8
“Manusia dilahirkan dan hidup tidak terpisahkan satu sama lain, melainkan berkelompok. Hidup berkelompok ini merupakan senjata bagi manusia untuk mempertahankan hidupnya, baik terhadap bahaya dari dalam, kelaparan yang harus diberantas dengan mencari dan memperoleh bahan makanan, maupun yang datang dai luar yang berupa manusia dan bukan manusia (hewan buas, bencana alam dan sebagainya). Unsur-unsur yang terdapat dalam diri manusia ada empat, yaitu raga, rasa, ratio, rukun. Manusia dalam hidupnya sekarang bertugas dan akan berusaha mempergunakan keempat unsurnya sebaiknya-baiknya, berarti masing- masing unsur dengan sebaik-baiknya, maupun satu sama lain dalam satu
7 Pasal 5 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999. 8 Sudiman Kartohadiprodjo dalam Johannes Ibrahim, Pengimpasan Pinjaman (Kompensasi) dan Asas Kebebasan Berkontrak dalam Perjanjian Kredit Bank, Utomo, Bandung, 2003, hlm. 14.
keseimbangan yang sebaiknya, Mengingat banyaknya kepentingan, sehingga terdapat ketentraman, terlebih kepentingan antar pribadi tidak keseimbangan (evenwich) harmoni di
mustahil terjadi konflik antar sesama antaranya”.
manusia, dikarenakan kepentingannya saling bertentangan. Konflik kepentingan
Pengamatan dan penghayatan terjadi apabila dalam pelaksanaan
terhadap kehidupan manusia kepentingan orang lain dirugikan. Agar
menunjukkan bahwa di dalam diri manusia kepentingan pribadi tidak terganggu
terdapat naluri self preservasi, yaitu naluri dan merasa aman untuk memenuhi
untuk mempertahankan eksistensinya kepentingan harus dicegah karena akan
atau kehadirannya di dunia, baik sebagai mengganggu keseimbangan tatanan
manusia individu maupun sebagai
masyarakat.
mahluk hidup. Naluri self preservasi dalam Manusia diciptakan oleh Tuhan Yang
kenyataan kehidupan sehari-hari selalu Maha Pengasih untuk hidup bersama
berhadapan dengan atau dihadapkan dengan manusia lainnya (bermasyarakat).
pada berbagai bahaya yang mengancam Sikap pandang yang demikian ini bertolak
eksistensi manusia, karena di dalam dari kesadaran tentang sifat kondrati
dirinya terdapat naluri self preservasi, maka manusia sebagai sebagai individu dan
setiap manusia akan terdorong melakukan sekaligus sebagai mahluk sosial, yang
berbagai usaha untuk menghindari atau kepentingan-kepentingannya merupakan
melawan dan mengatasi bahaya-bahaya suatu kesatuan bulat yang harus
itu. Segala sesuatu yang diperlukan dikembangkan secara seimbang, selaras,
oleh manusia untuk mempertahankan dan serasi. 11 Dalam hidup bermasyarakat
eksitensinya disebut kebutuhan atau kepentingan. 9
ini mereka saling menjalin hubungan yang apabila diteliti jumlah dan sifatnya
Kepentingan-kepentingan itu tidak terhingga banyaknya. 12 Hal tersebut
merupakan pribadi atau kepentingan merupakan suatu kenyataan alam bahwa
antar pribadi. Kepentingan-kepentingan manusia itu selalu dijumpai hidup dengan
pribadi dapat diupayakan pemenuhannya sesama manusia. Manusia mempunyai
masing-masing tanpa saling bertemu sifat untuk hidup berkumpul dengan
ataupun berbenturan, namun kadang-
sesamanya. 13
kadang kepentingan antar pribadi dapat
bertemu dan benturan satu sama lain. 10
9 Ibid., hlm. 14-15. 10 Sudjono Dirdjosisworo, Pengantar Ilmu Hukum, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 1999, hlm. 134. 11 Ibid . 12 Retnowulan Sutantio & Oeripkartawinata, Hukum Acara Perdata dalam Teori dan Praktek, Mandar Maju, Bandung,
1997, hlm. 1. 13 Marhaenis Abdul Hay, dasar-dasar Ilmu Hukum, Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, hlm. 20, mengemukakan
bahwa faktor-faktor yang mendorong agar manusia hidup bermasyarakat adalah kebutuhan biologis, perasaan nasib, persamnaan kepentingan, persamaan biologis, persamnaan tujuan.
Jurnal Wawasan Yuridika
Jurnal Wawasan Yuridika
Di dalam kenyataannya sekarang bahwa manusia dilahirkan oleh manusia, maka dengan demikian manusia sejak lahir ke dunia telah bergaul dengan manusia yang lainnya dalam suatu wadah yang diberi nama masyarakat. Salah satu tujuan manusia hidup bermasyarakat adalah untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Untuk memenuhi kebutuhan tersebut manusia yang satu dengan manusia yang lainnya melakukan hubungan dan kadang-kadang dalam hubungan tersebut seringkali diwarnai dengan perselisihan untuk memenuhinya. Untuk menjembatani masalah yang terjadi di dalam masyarakat peran hukum tidak bisa dilepaskan, oleh karena itu tepat kiranya apa yang dikemukakan oleh Cicero bahwa ubi societas, ibi ius, yang berarti di mana
ada masyarakat, di situ ada hukum. 14
Di dalam Sosiologi kita telah mengetahui bahwa perselisihan merupakan masalah yang umum dalam kehidupan manusia, dalam tiap interaksi tertentu akan terdapat reaksi, soalnya apakah reaksi-reaksi itu masing- masing dapat mengendalikan sehingga pertemuannya dapat mencapai titik persamaan yang selanjutnya dapat mewujudkan keterpaduan yang terjalin dengan harmonis, searah dan setujuan. Suatu kebijakan yang telah diberikan kepada kelompok manusia akan diterima
dengan reaksi yang berbeda, ada yang merasa puas ada pula yang kurang puas. Kelompok yang kurang puas tingkat kepuasannyapun berbeda-beda. Demikian pula dengan yang kurang puas pada kelompok yang lainnya. 15
Dalam perusahaan yang merupakan lingkungan masyarakat kerja tertentu, hubungan ketenagakerjaan tidak bisa lepas dari pengertian-pengertian di atas. Suatu kebijaksanaan pengusaha yang telah dipertimbangkan dengan matang akan diterima oleh para pekerja dengan rasa puas dan rasa kurang puas. Mereka yang kurang merasa puas ini mengandung benih-benih perselisihan antara pemberi kebijaksanaan dengan mereka, dan apabila kurang puas diekspos serta dikembangkan akan terjadi kegoncangan dalam perusahaan yang mana kegoncangan ini harus segera diatasi dengan jalan musyawarah. Dengan demikian, perusahaan akan dapat melangsungkan produksi sebagaimana yang telah direncanakan. Jadi, masalah timbulnya perselisihan antara pengusaha dengan para pekerja berpokok pangkal karena adanya perasaan-perasaan kurang puas tersebut. Pengusaha memberikan kebijaksanaan yang menurut pertimbangannya sudah mantap dan akan diterima oleh para pekerja. 16
14 Cicero dalam C.F.G. Sunarjati Hartono, Kapita Selekta Perbandingan Hukum, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1989, hlm. 96. Lihat juga Lili Rasjidi & I. B. Wyasa Putra, Hukum sebagai Suatu Sistem, Mandar Maju, Bandung, 2003,
hlm. 53. 15 Ibid .
16 Gunawi Kartasapoetra, et. al., Hukum Perburuhan di Indonesia Berlandaskan Pancasila, Sinar Grafika Persada, Jakarta, 1994, hlm. 246-247.
Berdasarkan kasus-kasus perselisihan Hanitijo mengemukakan, bahwa konflik industrial, penyebab utama yang sering
adalah situasi (keadaan) di mana dua ditemui di banyak perusahaan dapat atau lebih pihak-pihak memperjuangkan dikelompokkan dalam empat kategori: 17 tujuan mereka masing-masing yang tidak
a. Tuntutan non-normatif, yaitu dapat dipersatukan dan di mana tiap-tiap yang berhubungan dengan hal-hal pihak mencoba meyakinkan pihak lain yang tidak diatur dalam peraturan
mengenai kebenaran tujuannya masing- perundangan dan perjanjian kerja
bersama. 19 masing.
b. Tuntutan normatif, yaitu tuntutan Joni Emirson juga mengemukakan terhadap hak-hak yang telah diatur
pengertian tentang konflik/perselisihan, dalam peraturan perundangan dan
sebagai berikut: 20
hak-hak yang telah telah disepakati dalam perjanjian kerja bersama atau
“Adanya pertentangan atau peraturan perusahaan;
ketidaksesuaian antara para pihak
c. Keterlibatan pihak ketiga, seperti yang akan dan sedang mengadakan pekerja/buruh dari perusahaan lain
hubungan atau kerjasama. Dalam atau serikat pekerja/serikat buruh
konflik dapat (afiliasi lain) yang memprovokasi
pengertian
ini,
dimaknakan sebagai suatu kondisi di pekerja/buruh
mana pihak yang satu menghendaki perselisihan; dan
sehingga
terjadi
agar pihak lain berbuat atau tidak berbuat sesuai dengan yang
d. Tekanan dari beberapa pekerja di dalam perusahaan yang memaksa
diinginkan, tetapi pihak lain menolak pekerja lain agar ikut berunjuk rasa.
keinginan itu”.
Atas dasar uraian di atas, maka Asyhadi mengemukakan juga manusia dalam hubungan antar pribadi,
pengertian perselisihan yang dilihat dari tidak dapat dilepaskan dari interaksi atau
aspek psikologis, yaitu: “Perselisihan hubungannya satu sama lain dalam rangka
merupakan luapan emosi yang memenuhi kebutuhan/kepentingannya,
mempengaruhi hubungan seseorang dengan orang lain”. baik bersifat jasmani maupun rohani. 21
Dalam melakukan hubungan dengan Di dalam pada Pasal 1 angka 22 manusia lain sudah pasti terjadi persamaan
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 jo. dan perbedaan-pebedaan dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor kepentingan, pandangan, dan perbedaan
2 Tahun 2004 dirumuskan pengertian ini dapat melahirkan perselisihan, perselisihan hubungan industrial sebagai
pertentangan atau konflik. 18 Ronny berikut:
17 Ibid . 18 Ibid . 19 Ronny Hanitijo dalam Lalu Husni, Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial Melalui Pengadilan & di Luar Pengadilan, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 2. 20 Joni Emerson dalam Ibid., hlm. 21. 21 Asyhadi dalam Abdul Khakim, Pengantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia Berdasarkan Undang-Undang Nomor
13 Tahun 2003, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2003, hlm. 89.
Jurnal Wawasan Yuridika
“Perbedaan pendapat yang tetapi malah keteganganlah yang sering mengakibatkan pertentangan timbul dalam pelaksanaan hubungan antara pengusaha atau gabungan
pengusaha dengan pekerja/buruh industrial tersebut. Ketegangan antara atau serikat pekerja/serikat buruh,
pekerja dan pengusaha sering memicu karena adanya perselisihan mengenai
terjadinya perselisihan hubungan
hak, perselisihan kepentingan dan industrial yang diakibatkan karena perselisihan pemutusan hubungan banyaknya kepentingan yang saling kerja serta perselisihan antara serikat
bertentangan. Konflik kepentingan itu pekerja/serikat buruh hanya dalam
satu perusahaan”. terjadi apabila dalam melaksanakan atau mengejar kepentingannya seseorang
Pengertian di atas mencerminkan merugikan orang lain dan dalam dapat dirasakan cukup memenuhi rasa
kehidupan bersama konflik itu tidak keadilan, apakah pekerja itu masuk 23 dihindarkan.
serikat pekerja atau tidak, dan kalau Sementara itu, bentuk-bentuk terjadi perselisihan hubungan industrial
perselisihan hubungan industrial pada tetap mendapatkan perlindungan dari dasarnya dapat dibedakan ke dalam 2
Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 24 (dua) bagian, yaitu: dan Undang-Undang 2 Tahun 2004.
a. Perselisihan industrial menurut Atas dasar pengertian tersebut,
sifatnya:
1) dapat ditarik unsur-unsur dari konflik/ Perselisihan kolektif, yaitu perselisihan yang terjadi antara perselisihan tersebut adalah: 22 pengusaha/majikan dengan serikat
a. Adanya pihak-pihak (dua orang atau pekerja/ serikat buruh, karena lebih).
tidak adanya persesuaian paham
b. Tujuan yang berbeda, yakni pihak mengenai hubungan kerja, syarat- yang satu menghendaki agar pihak
syarat kerja dan/atau keadaan yang lain berbuat/bersikap sesuai
perburuhan.
dengan yang dikehendakinya.
2) Perselisihan perseorangan, yaitu
c. Pihak yang lain menolak keinginan perselisihan antara pekerja/buruh tersebut atau keinginan itu tidak dapat
yang tidak menjadi anggota serikat dipersatukan.
pekerja/serikat buruh dengan pengusaha/majikan.
b. Perselisihan industrial menurut Kenyataannya tidaklah mudah
jenisnya:
menciptakan hubungan industrial yang
1) Perselisihan hak, yaitu harmonis, dan bahkan bukannya tercipta
perselisihan yang timbul hubungan industrial yang tenang, dalam
antara pengusaha/majikan atau kumpulan pengusaha dengan
arti tenang bekerja dan tenang berusaha serikat pekerja/serikat buruh,
22 Lalu Husni, Penyelesaian .... Op. Cit., hlm. 3. 23 Sudikno Mertokusumo, Mengenal … Op. Cit., hlm. 4. 24 Hartono Widodo & Judiantoro, Segi Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, Rajawali Pers, Jakarta, 1992,
hlm. 12.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
hubungan kerja yang dilakukan oleh kerja bersama tidak memenuhi isi
salah satu pihak.
dari perjanjian kerja tersebut atau melangggar ketentuan hukum
Perselisihan antar serikat pekerja/ yang berlaku bagi hubungan
kerja yang telah mereka sepakati serikat buruh adalah perselisihan antara bersama.
serikat pekerja/serikat buruh lain hanya
2) Perselisihan kepentingan, yaitu dalam satu perusahaan, karena tidak pertentangan antara pengusaha/
adanya persesuaian paham mengenai majikan atau gabungan serikat
pekerja/serikat buruh sehubungan keanggotaan, pelaksanaan hak dan dengan tidak adanya persesuaian
kewajiban keserikat pekerjaan. pendapat mengenai syarat- syarat kerja dan/atau keadaan
2. Model Penyelesaian Perselisihan
perburuhan.
Hubungan Industrial dalam Hukum Ketenagakerjaan Indonesia
Sementara itu, dalam Pasal 2 Pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004 Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menyebutkan beberapa jenis perselisihan (disingkat UUD 1945) menegaskan, bahwa hubungan industrial, yaitu: Negara Indonesia adalah Negara Hukum.
a. Perselisihan hak, yaitu perselisihan Artinya bahwa Negara Kesatuan Republik
yang timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan Indonesia adalah negara yang berdasar pelaksanaan atau penafsiran terhadap
atas hukum (rechtsstaat), tidak berdasar atas ketentuan peraturan perundang-
kekuasaan (machtstaat), dan pemerintahan undangan, perjanjian kerja, peraturan
berdasarkan sistem konstitusi (hukum perusahaan, atau perjanjian kerja
bersama. dasar), bukan absolutisme (kekuasaan
b. Perselisihan kepentingan, yaitu yang tidak terbatas). Konsekuensi dari perselisihan yang timbul dalam Pasal 1 ayat (3) tersebut mengandung 3 hubungan kerja karena tidak adanya
(tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjung persesuaian pendapat mengenai pembuatan, dan atau perubahan oleh setiap warga negara, yaitu supremasi
syarat-syarat kerja yang ditetapkan hukum dan di samping itu adalah dalam perjanjian kerja, atau peraturan
kesetaraan di hadapan hukum, dan perusahaan, atau perjanjian kerja penegakkan hukum dengan cara-cara
bersama. yang tidak bertentangan dengan hukum. 25
c. Perselisihan pemutusan hubungan kerja, yaitu perselisihan yang timbul
Penegasan ini mengandung arti, karena tidak adanya kesesuaian bahwa negara termasuk di dalamnya
25 Ujang Charda S., “Reaktulisasi Supremasi Hukum dalam Merekonstruksi Lembaga Peradilan Menuju Indonesia Baru”, Jurnal Jurista Insentif’06, Vol. 1 No. 1, Kopertis Wilayah IV Jabar – Banten, Bandung, 2006,
hlm. 59. Lihat Juga Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945 , Disampaikan dalam Symposium Nasional yang dilakukan oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional, Departemen Kehakiman dan HAM, Jakarta, 2003, hlm. 3-4.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
dari segi filosofis maksud rule of law bukan harus dapat dipertanggungjawabkan hanya menegakkan hukum yang berlaku secara hukum. Tekanan pada hukum saja, tetapi juga hukum yang ditegakkan itu (recht) di sini dihadapkan sebagai lawan
secara materiil harus mengandung unsur dari kekuasaan (macht). Prinsip sistem ini
keadilan. Dengan kata lain, menegakkan di samping akan nampak dalam rumusan
rule of law berarti menegakkan hukum. pasal-pasalnya, juga jelas sejalan dan Hukum itu sendiri bertujuan untuk merupakan pelaksanaan dari pokok-
menjaga keseimbangan dari segala pokok pikiran yang terkandung dalam
macam kepentingan yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945 yang diwujudkan
masyarakat 28 agar keseimbangan dapat oleh cita-cita hukum yang dijiwai UUD
dijaga diperlukan adanya penegakkan 1945 dan hukum dasar yang tidak tertulis.
hukum yang didasarkan pada asas Sesuai dengan semangat dan penegasan
keadilan dan persamaan kedudukan di pembukaan UUD 1945 bahwa negara depan hukum. Oleh sebab itu, diperlukan hukum yang dimaksud bukanlah sekedar
adanya peradilan yang bebas dan tidak negara hukum dalam arti formil, pengertian
memihak, yaitu peradilan yang terpisah negara hukum menurut UUD 1945 adalah
dan tidak di bawahi oleh atau dipengaruhi negara hukum dalam arti luas, yaitu
kekuasaan lain, khususnya kekuasaan negara hukum dalam arti materiil, dengan
eksekutif. 29
landasan dan semangat negara hukum Berdasarkan uraian di atas, hukum dalam arti materiil itu. Setiap tindakan
mempunyai kekuasaan tertinggi di negara negara harus mempertimbangkan Indonesia dan salah satu ciri negara hukum dua kepentingan atau landasan, yaitu
adalah kekuasaan kehakiman yang bebas kegunaannya (doematigheid) dan landasan
dan tidak memihak. Implementasi dari hukumnya (rechtmatigheid). 26 ciri tersebut telah ditetapkan dalam Pasal
24 UUD 1945 hasil amandemen, yang bahwa dalam negara hukum terdapat
Sudargo Gautama mengemukakan,
berbunyi:
pembatasan yang jelas mengenai kekuasaan “(1) Kekuasaan kehakiman merupakan negara. 27 Negara tidak dapat bertindak
kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan
sewenang-wenang, tindakan negara guna menegakkan hukum dan
terhadap warganya dibatasi oleh hukum.
keadilan.
Inilah yang disebut oleh ahli-ahli hukum (2) Kekuasaan kehakiman dilakukan Inggris dengan rule of law. Dalam negara
oleh sebuah Mahkamah Agung demokrasi rule of law harus dilaksanakan
dan badan peradilan yang berada
26 Ibid., hlm. 8. 27 Ibid., hlm. 14. 28 Surojo Wignyodipuro, Pengantar Ilmu Hukum, Gunung Agung, Jakarta, 1982, hlm. 9. 29 Achmad Rustandi, Rule of Law Persi Islam, Al-Maa’rif, Bandung, 1977, hlm. 7.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
Kebebasan dalam melaksanakan peradilan militer, lingkungan
peradilan tata usaha negara, wewenang yudisial tidak mutlak dan oleh sebuah Mahkamah sifatnya, karena tugas dari hakim adalah Konstitusi.
menegakkan keadilan berdasarkan (3) Badan-badan lain yang fungsinya
Pancasila dengan jalan menafsirkan dan berkaitan dengan kekuasaan
kehakiman diatur dalam undang- mencari dasar-dasar serta asas-asas yang undang”.
menjadi landasannya melalui perkara- perkara yang dihadapinya, sehingga
Perubahan UUD 1945 telah keputusannya mencerminkan perasaan keadilan bangsa dan rakyat Indonesia. membawa perubahan dalam kehidupan 32
ketatanegaraan khususnya dalam Di dalam Pasal 18 Undang-Undang pelaksanaan kekuasaan kehakiman. Nomor 48 Tahun 2009 disebutkan, bahwa Mengingat perubahan mendasar yang kekuasaan kehakiman dilakukan oleh dilakukan dalam UUD 1945 khususnya
sebuah Mahkamah Agung dan badan mengenai penyelenggaraan kekuasaan peradilan yang berada di bawahnya dalam kehakiman, 30 maka lahirlah Undang-
lingkungan peradilan umum, lingkungan Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang
peradilan agama, lingkungan peradilan Kekuasaan Kehakiman. Kekuasaan militer, lingkungan peradilan tata usaha
kehakiman adalah kekuasaan negara negara, dan oleh sebuah Mahkamah yang merdeka untuk menyelenggarakan
Konstitusi.
peradilan guna menegakkan hukum Selain keempat lingkungan peradilan dan keadilan berdasarkan Pancasila, sebagaimana disebutkan di atas, demi terselenggaranya Negara Hukum
tidak menutup kemungkinan adanya Republik Indonesia. Jaminan kekuasaan
pengadilan khusus/spesialisasi dalam kehakiman yang bebas dari pengaruh
masing-masing lingkungan peradilan. pihak-pihak di luar kekuasaan kehakiman
Dalam lingkungan peradilan umum, dalam menegakkan hukum dan keadilan
misalnya dapat diadakan pengkhususan menurut K. Wantjik Saleh memang sudah
berupa Pengadilan Lalu Lintas, Pengadilan selayaknya, karena perbuatan mengadili
Anak, Pengadilan Ekonomi, Pengadilan adalah perbuatan yang luhur untuk Niaga, Pengadilan Hak Asasi Manusia, memberikan suatu putusan terhadap suatu
dan Pengadilan Hubungan Industrial. perkara yang harus didasarkan kepada
Pengadilan Hubungan Industrial kebenaran, kejujuran, dan keadilan. Oleh
merupakan pengadilan khusus yang
30 Hadi Setia Tunggal, Undang-Undang Kejaksaan Republik Indonesia (Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2004), Harvarindo, Jakarta, 2005, hlm. iii.
31 K. Wantjik Saleh, Kehakiman dan Peradilan, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1977, hlm. 17. 32 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia, Liberty, Yogyakarta, 1998, hlm. 92-93.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
perundang-undangan. Perselisihan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
kepentingan ini pada tingkat pertama Kewenangan dari Pengadilan Hubungan
dan terakhir diputus oleh Pengadilan Industrial adalah kewenangan mutlak
Hubungan Industrial pada Pengadilan atau kompetensi absolut dari Pengadilan
Umum (tidak dimintakan kasasi ke Hubungan Industrial sebagaimana Mahkamah Agung), hal ini dimaksudkan disebutkan dalam Pasal 56 Undang-
untuk menjamin penyelesaian yang cepat, Undang Nomor 2 Tahun 2004, yakni
tepat, adil, dan murah.
Pengadilan Hubungan Industrial Perselisihan mengenai pemutusan bertugas dan berwenang memeriksa dan
hubungan kerja (PHK) merupakan memutus: 33 perselisihan yang terjadi karena para
a. Di tingkat pertama mengenai pihak atau salah satu pihak tidak sepaham perselisihan hak.
mengenai PHK yang dilakukan. Sebelum
b. Di tingkat pertama dan terakhir lahirnya Undang-Undang Nomor 2 Tahun mengenai perselisihan kepentingan.
c. Di tingkat pertama mengenai 2004 proses penyelesaiannya cukup perselisihan pemutusan hubungan panjang, oleh karena itu melalui undang- kerja.
undang ini sekarang disederhanakan
d. Di tingkat pertama dan terakhir dengan penanganan pertama pada mengenai perselisihan antara serikat pekerja/serikat buruh dalam satu
Peradilan Perselisihan Industrial di perusahaan.
lingkungan Peradilan Umum, dan dimungkinkan mengajukan kasasi pada
Perselisihan hak merupakan Mahkamah Agung. Hal ini dimaksudkan perselisihan normatif yang ditetapkan untuk memberikan kesempatan bagi para dalam perjanjian kerja, perjanjian pihak yang tidak puas dengan putusan kerja bersama, peraturan perusahaan, Pengadilan Hubungan Industrial untuk atau peraturan perundang-undangan, memeriksa kembali sengketa tersebut maka penyelesaiannya tidak diberikan pada peradilan yang lebih tinggi, karena kepada konsiliasi maupun arbitrase, persoalan PHK merupakan persoalan tetapi sebelum diajukan ke Pengadilan
yang kompleks. Oleh karena itu, landasan Hubungan Industrial terlebih dahulu pengujiannya selain ketentuan dalam melalui mediasi. Sementara perselisihan
KUH Perdata khususnya menyangkut kepentingan merupakan perselisihan perjanjian, juga ketentuan-ketentuan yang terjadi akibat perbedaan pendapat
hukum publik (Undang-Undang atau kepentingan mengenai keadaan Ketenagakerjaan). ketenagakerjaan yang belum diatur dalam
Perselisihan antara serikat perjanjian kerja, perjanjian kerja bersama,
pekerja di perusahaan merupakan
33 Pasal 2 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
dalam perselisihan hubungan industrial. sebelumnya. Perselisihan itu lahir untuk
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 mengantisipasi perselisihan yang terjadi
yang selama ini digunakan sebagai antar serikat pekerja/serikat buruh tingkat
dasar hukum penyelesaian perselisihan perusahaan yang timbul karena lahirnya
hubungan industrial hanya mengatur Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2000
penyelesaian perselisihan hak dan tentang Serikat Pekerja/Serikat Buruh.
perselisihan kepentingan secara kolektif, Lingkup perselisihan yang terjadi tidak
sedangkan penyelesaian perselisihan akan terlalu kompleks, yakni berkisar
hubungan industrial pekerja/buruh secara mengenai keanggotaan, keabsahan atau
perseorangan belum terakomodasi. Oleh kewenangan dari serikat pekerja/serikat
karena itu, muncullah Undang-Undang buruh tersebut dalam membuat perjanjian
Nomor 2 Tahun 2004.
kerja bersama dengan pihak pengusaha. Menurut Undang-Undang Nomor 2 Sama halnya dengan perselisihan Tahun 2004 pada prinsipnya penyelesaian kepentingan, perselisihan antar serikat
perselisihan hubungan industrial dapat pekerja ini di tingkat pertama dan terakhir
ditempuh melalui 2 (dua) alternatif, ditangani oleh Pengadilan Hubungan yaitu: Industrial pada Peradilan Umum. Hal
a. Menyerahkan perselisihan itu secara ini dimaksudkan untuk tercapainya
sukarela pada seorang juru atau dewan pemisah. Penyelesaian seperti
peradilan yang cepat, murah dan biaya
34 ringan ini disebut juga dengan penyelesaian (justice delayed, justice denied). sukarela (voluntary arbitration), yaitu
Peraturan perundang-undangan dapat melalui mediasi, konsiliasi, dan yang mengatur tentang penyelesaian
arbitrase.
perselisihan hubungan industrial
b. Menyerahkan perselisihan itu kepada Pengadilan Hubungan Industrial.
selama ini ternyata belum mewujudkan Penyelesaian ini lazim disebut penyelesaian perselisihan secara
penyelesaian wajib (compulsory cepat, tepat, adil, dan murah. Undang-
arbitration).
undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan
Pada dasarnya setiap perselisihan yang selama ini digunakan sebagai hubungan industrial wajib diselesaikan dasar hukum penyelesaian perselisihan
secara bipartit sebelum mencapai hubungan industrial dirasa tidak dapat
pada tingkat Pengadilan Hubungan lagi mengakomodasi perkembangan-
Industrial. Para pihak dalam bipartit ini perkembangan yang terjadi, karena hak-
terdiri dari wakil pengusaha dan wakil hak pekerja/buruh perseorangan belum
pekerja dan atau serikat pekerja. Bila
34 Munir Fuady, Arbitrase Nasional Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 11.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
nama mediator yang tersedia di kantor dipilih mewakili unit-unit kerja dan atau
pemerintah setempat, kemudian secara kelompok profesional. Bila terdapat lebih
tertulis mengajukan permintaan untuk dari satu serikat pekerja, wakil mereka di
membantu menyelesaikan perselisihan bipartit ditetapkan secara proporsional.
mereka. Dalam 7 (tujuh) hari setelah Kesepakatan atau kompromi menerima permintaan penyelesaian yang dicapai di bipartit dirumuskan perselisihan, mediator sudah harus dalam bentuk persetujuan bersama mempelajari dan menghimpun informasi dan ditandatangani oleh para pihak yang diperlukan, kemudian segera paling yang berselisih. Bila satu pihak tidak
lambat pada hari kedelapan mengadakan melaksanakan persetujuan bersama pertemuan atau sidang mediasi. Untuk tersebut, pihak yang dirugikan dapat itu, mediator dapat memanggil saksi dan mengajukan permohonan penetapan atau saksi ahli. eksekusi kepada Pengadilan Hubungan
Bila pengusaha dan pekerja atau Industrial di Pengadilan Negeri setempat
serikat pekerja mencapai kesepakatan, walaupun tidak diatur secara khusus kesepakatan tersebut dirumuskan dalam dalam undang-undang, serikat-serikat persetujuan bersama yang ditandatangani pekerja di perusahaan dapat membentuk
oleh para pihak yang berselisih diketahui forum komunikasi antar serikat pekerja.
oleh mediator. Bila pengusaha dan Penyelesaian perselisihan antar serikat atau serikat pekerja tidak mencapai pekerja dianjurkan dilakukan secara kesepakatan, dalam waktu paling lama bipartit dalam forum ini bila mereka
10 (sepuluh) hari setelah sidang mediasi enggan menyelesaikan di bipartit yang
pertama, mediator harus sudah membuat telah ada.
surat anjuran tertulis kepada pihak- Apabila secara bipartit gagal, maka
pihak yang berselisih. Kemudian dalam para pihak atau salah satu pihak dapat
10 (sepuluh) hari setelah menerima menempuh alternatif penyelesaian secara
anjuran tertulis tersebut, para pihak yang tripartit melalui penyelesaian sukarela berselisih harus sudah menyampaikan (voluntary arbitration) yang terdiri dari:
pendapat secara tertulis kepada
a. Mediasi oleh Mediator mediator menyatakan menyetujui atau Di setiap kantor pemerintah menolaknya. yang bertanggung jawab di bidang
Bila pihak-pihak yang berselisih ketenagakerjaan diangkat beberapa orang
menerima anjuran mediator, kesepakatan pegawai sebagai mediator yang berfungsi
tersebut dirumuskan dalam persetujuan melakukan mediasi menyelesaikan bersama. Bila anjuran tersebut ditolak, perselisihan antara pengusaha dengan maka pihak yang menolak menganjukan pekerja. Atas kesepakatan bersama, gugatan kepada Pengadilan Hubungan pengusaha dan pekerja atau serikat pekerja
Industrial setempat. Untuk itu, mediator
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
tidak mencapai kesepakatan, konsiliator maka seluruh proses mediasi diselesaikan
sudah menyampaikan anjuran tertulis. paling lama dalam waktu 40 (empat puluh)
Pengusaha dan pekerja harus sudah hari kerja.
menyampaikan pernyataan menerima
b. Konsiliasi oleh Konsiliator atau menolak anjuran konsiliator paling
Konsiliator adalah anggota lama dalam waktu 14 (empat belas) masyarakat yang telah berpengalaman hari. Bila kedua belah pihak menerima di bidang hubungan industrial dan anjuran, perjanjian kerja bersama untuk menguasai peraturan perundang-
itu diselesaikan dalam waktu 5 (lima) undangan ketenagakerjaan yang ditunjuk
hari. Bila pengusaha dan pekerja menolak oleh Menteri melakukan konsiliasi dan
anjuran, pihak yang menolak menggugat anjuran tertulis kepada pengusaha dan
pihak yang lain ke Pengadilan Hubungan pekerja atau serikat pekerja menyelesaikan
Industrial. Secara keseluruhan, konsiliator perselisihan kepentingan dan perselisihan
harus menyelesaikan satu kasus pemutusan hubungan kerja. Daftar perselisihan maksimum dalam waktu konsiliator untuk wilayah kerja disediakan
40 (empat puluh) hari. Dalam proses di kantor pemerintah yang bertanggung
konsiliasi, konsiliator dapat memanggil jawab di bidang ketenagakerjaan. Atas
saksi dan saksi ahli. Pemerintah membayar kesepakatan para pihak yang berselisih,
konsiliator, serta biaya perjalanan dan pengusaha dan pekerja atau serikat akomodasi saksi dan saksi ahli. pekerja memilih dan meminta konsiliator
c. Arbitrase oleh Arbiter dari daftar konsilitor setempat untuk
Arbitrase merupakan salah satu bentuk menyelesaikan perselisihan mereka penyelesaian perselisihan hubungan mengenai kepentingan atau pemutusan
industrial yang didasarkan pada proses hubungan kerja.
yuridisial sebagaimana dikemukakan oleh Sama halnya dengan mediator, Priyatna Abdurrasyid, sebagai berikut: konsiliator harus menghimpun informasi
“Arbitrase adalah suatu proses yang diperlukan selama dalam waktu 7
pemeriksaan suatu sengketa yang dilakukan secara yudisial seperti yang
(tujuh) hari setelah menerima permintaan dikehendaki oleh para pihak yang
konsiliasi, dan paling lambat pada hari bersengketa dan pemecahannya akan kedelapan sudah memulai usaha konsiliasi.
didasarkan kepada bukti-bukti yang Paling lama dalam waktu 14 (empat belas) 35 diajukan oleh para pihak”.
hari sesudah sidang konsiliasi pertama, kesepakatan pengusaha dan pekerja
Penyelesaian melalui arbitrase dalam sudah dirumuskan dalam perjanjian koridor masyarakat yang sadar hukum,
35 Priyatna Abdurrasyid dalam Sudiarto & Zaeni Asyhadie, Mengenal Abitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian Sengketa Bisnis, RajaGrafindo Persada, Jakarta, 2004, hlm. 28-29.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
alternatif penyelesaian sengketa”. sama yang lain, dan di masa depan yang
Sementara itu, Pasal 59 Undang- dekat kuantitas dan kompleksitas perkara,
Undang Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan terutama perkara-perkara ketenagakerjaan
sebagai berikut:
akan sangat tinggi. Metode penyelesaian ”(1) Arbitrase merupakan cara sengketa lewat arbitrase telah menjadi
penyelesaian suatu sengketa perdata di luar pengadilan yang
suatu wacana alternatif yang dapat didasarkan pada perjanjian
menyelesaikan sebagian kecil dari begitu arbitrase yang dibuat secara banyak benang kusut yang dihadapi oleh
tertulis oleh para pihak yang orang-orang yang berkecimpung di bidang
bersengketa. (2) Putusan arbitrase bersifat final
ketenagakerjaan, karena berbenturan dan mempunyai kekuatan dengan tembok-tembok hukum yang
hukum tetap dan mengikat para kusam, kelam, kaku, dan menyeramkan.
pihak.
Oleh karena itu, Undang-Undang Nomor (3) Dalam hal para pihak tidak
2 Tahun 2004 diharapkan akan menjadi melaksanakan putusan arbitrase secara sukarela, putusan
tonggak sejarah progresivitas hukum, dilaksanakan berdasarkan
khususnya yang berkenaan dengan aspek- perintah ketua pengadilan negeri aspek formalitas dan hukum acara dalam
atas permohonan salah satu pihak penyelesaian perselisihan hubungan
yang bersengketa”.
industrial. Penyelesaian perselisihan hubungan
Selanjutnya, Pasal 60 Undang-Undang industrial melalui arbitrase dikategorikan
Nomor 48 Tahun 2009 menyatakan sebagai sebagai Alternative Dispute Resolution berikut: (ADR) , 36 yaitu kehendak bebas yang diatur
”(1) Alternatif penyelesaian sengketa merupakan lembaga penyelesaian
dari pihak-pihak yang bersengketa untuk sengketa atau beda pendapat
menyelesaikan perselisihannya di luar melalui prosedur yang disepakati hakim negara. 37 Penyelesaian cara ini juga
para pihak, yakni penyelesaian diakui dalam Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal
di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi,
60 Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. 38
konsiliasi, atau penilaian ahli.
(2) Penyelesaian sengketa melalui Undang-Undang Nomor 48 Tahun 2009
Pasal 58
alternatif penyelesaian sengketa menyatakan, bahwa: ”Upaya penyelesaian
sebagaimana dimaksud pada ayat sengketa perdata dapat dilakukan di luar
(1) hasilnya dituangkan dalam kesepakatan tertulis.
36 Ada beberapa bentuk Arbitration Disputes Resolution (ADR), selain arbitrase, yaitu mediasi, dan konsiliasi. 37 Suyud Margono, “Pelembagaan Altenative Dispute Resolution (ADR) di Indonesia”, Prospek dan Pelaksanaan Arbitrase di Indonesia (Mengenang Alm. Prof. Dr. Komar Kantaatmadja), Citra Aditya Bakti, Bandung, 2001, hlm. 21. 38 Ketentuan mengenai arbitrase dan penyelesaian sengketa di luar pengadilan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 58, Pasal 59, dan Pasal 60 diatur dalam undang-undang.
Jurnal Wawasan Yuridika
(3) Kesepakatan tertulis sebagaimana
4) Para pihak dapat menentukan dimaksud pada ayat (2) bersifat
pilihan hukum untuk menyelesaikan final dan mengikat para pihak
masalahnya serta proses dan tempat untuk dilaksanakan dengan itikad
penyelenggaraan arbitrase. baik”.
5) Putusan arbitrase merupakan putusan yang mengikat para pihak dan dengan melalui tata cara (prosedur)
Dalam praktik sengketa yang muncul sederhana saja ataupun langsung diserahkan kepada masing-masing pihak,
dapat dilaksanakan.
apakah akan melalui proses peradilan atau menggunakan cara penyelesaian
Di dalam praktik, penyelesaian lain, seperti arbitrase. Dalam kenyataanya
perselisihan hubungan industrial melalui terhadap perselisihan hubungan industiral
arbitrase tidak begitu diminati. Kendala para pihak yang berselisih menginginkan
yang muncul selain bersifat teknis, sistem penyelesaian sederhana, cepat, dan
psikologis juga masalah kepercayaan biaya ringan atau formal procedure and can
terhadap profesionalisme arbiter, tidak
be put in motion quickly. Dalam arti lain, mudah untuk menentukan arbiter yang
bahwa model penyelesaian perselisihan dapat diterima oleh kedua belah pihak. hubungan industrial tetap berada dalam
Jika penyelesaiakan melalui arbitrase jalur sistem hukum atau formal yang
tidak dikehendaki, baik oleh salah satu dibenarkan oleh hukum. Penyerahan pihak atau kedua belah pihak, maka para
kepada arbiter dinyatakan dengan pihak dapat meminta kepada Kantor surat perjanjian antara kedua belah Kementerian Ketenagakerjaan setempat pihak di hadapan Pegawai Kementerian
dengan tembusan kepada LPPHI Daerah Ketenagakerjaan.
disertai bukti-bukti perundingan untuk Secara teoritis penyelesaian diselesaikan melalui pemerantaraan.
perselisihan melalui arbitrase mempunyai Berdasarkan fakta empiris tersebut, banyak keuntungan, di antaranya: 39 tentunya penyelesaian perselisihan
1) Dijamin kerahasiaan sengketa para hubungan industrial di luar pengadilan pihak.
melalui arbitrase dapat dijadikan sebagai
2) Dapat dihindari kelambatan yang diakibatkan karena hal prosedural dan
alternatif, mengingat penyelesaian administratif.
sengketa melalui pengadilan banyak
3) Para pihak dapat memilih arbiter yang kelemahannya, baik inherent maupun menuut keyakinannya mempunyai
tidak, antara lain karena penyelesaiannya pengetahuan, pengalaman serta
latar belakang yang cukup mengenai yang berbelit-belit dan cost and time masalah yang disengketakan, jujur,
consuming. Oleh karena itu, wajar jika dan adil.
39 Muhammad Aulia Gislir, “Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Melalui Arbitrase” , Jurnal Keadilan, Vol. 3 No.
4 , Jakarta, Tahun 2003/2004, hlm. 9-10.
Jurnal Wawasan Yuridika Jurnal Wawasan Yuridika
kedua belah pihak tidak mencapai titik cepat dan biaya ringan (justice delayed,
perdamaian, arbiter melanjutkan sidang- justice denied).
sidang arbitrase dengan mengundang Arbitrase adalah penyelesaian kedua belah pihak dan bila perlu perselisihan oleh seorang atau tiga mengundang saksi. Secara keseluruhan, orang arbiter yang atas kesepakatan arbiter wajib menyelesaikan perselisihan para pihak yang berselisih diminta hubungan industrial dalam waktu 30 (tiga menyelesaikan perselisihan kepentingan,
puluh) hari kerja sejak penandatanganan perselisihan pemutusan hubungan kerja
surat perjanjian penunjukan arbiter. dan perselisihan antara serikat pekerja.
Atas persetujuan kedua belah pihak Dalam hal pihak yang berselisih memilih
yang berselisih, arbiter hanya dapat
3 (tiga) orang arbiter, dalam 3 (tiga) hari memperjuangkan waktu penyelesaian masing-masing pihak dapat menunjuk
paling lama 14 (empat belas) hari kerja. seorang arbiter dan paling lambat 7 Putusan arbiter merupakan putusan yang (tujuh) hari sesudah itu, kedua arbiter
bersifat akhir, tetap dan mempunyai tersebut menunjuk arbiter ketiga sebagai
kekuatan hukum yang mengikat para Ketua Majelis Arbiter. Sama halnya pihak yang berselisih. Bila salah satu pihak dengan juru atau dewan pemisah dalam
tidak melaksanakan keputusan arbitrase, Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1957,
pihak yang dirugikan dapat mengajukan arbiter menurut Undang-Undang Nomor
permohonan kepada Pengadilan Negeri
2 Tahun 2004 ini harus memenuhi syarat untuk memerintahkan pihak tersebut tertentu yang ditetapkan oleh pemerintah
melaksanakan keputusan arbitrase (final dan didaftar di Kantor Pemerintah yang
and binding) sebagai undang-undang. 40 membidangi ketenagakerjaan.
Dalam waktu paling lama 30 (tiga Dalam hal kesepakatan memilih puluh) hari sejak keputusan arbiter, penyelesaian arbitrase, pengusaha dan
salah satu pihak dapat mengajukan pekerja atau serikat pekerja membuat
permohonan peninjauan kembali kepada surat perjanjian arbitrase yang antara lain
Mahkamah Agung, hanya apabila: 41 memuat pokok persoalan perselisihan
1) Surat atau dokumen yang diajukan yang diserahkan kepada arbiter, jumlah
dalam pemeriksaan, ternyata diakui atau terbukti palsu.
arbiter yang akan dipilih dan kesiapan
2) Pihak lawan terbukti secara sengaja untuk tunduk pada dan menjalankan
menyembunyikan dokumen yang keputusan arbitrase. Arbiter pertama-
bersifat menentukan dalam peng- tama mengupayakan penyelesaian secara
ambilan keputusan.
40 Sudargo Gautama, Undang-Undang Arbitrase Baru 1999, Citra Aditya Bakti, Bandung, 1999, hlm. 128. 41 Lihat Pasal 40 Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2004.
Jurnal Wawasan Yuridika
3) Keputusan arbitrase terbukti didasar- mediasi dan arbitrase adalah mediasi kan pada tipu muslihat pihak lawan.
itu pada pokoknya merupakan suatu
4) Putusan melampaui kewenangan prosedur negosiasi, sedangkan arbitrase arbiter.
5) Putusan bertentangan dengan itu pada pokoknya merupakan suatu peraturan perundang-undangan.
proses pertimbangan (penentuan). Para arbitrator dan mediator
Di dalam sejarah penyelesaian memerlukan keahlian yang berbeda, perselisihan hubungan industrial di tetapi mereka memiliki beberapa Indonesia, arbitrase merupakan satu-
persyaratan penting yang sama, baik para satunya cara penyelesaian perselisihan
arbitrator maupun para mediator, harus hubungan industrial secara sukarela, memiliki kepentingan dari perselisihan namun dengan disahkannya Undang-
itu (diperlukan pernyataan tidak akan ada Undang Nomor 2 Tahun 2004, telah beda kepentingan, sebelum dia menerima menawarkan bentuk lain penyelesaian
setiap penugasan), mereka tidak memiliki perselisihan hubungan industrial secara
prefensi di antara beberapa kemungkinan sukarela yang bukan hanya arbitrase,
hasil dari perselisihan itu, mereka harus tetapi juga konsiliasi dan mediasi. tidak memihak, seimbang dan adil dalam menjalankan proses. Ketiga bentuk penyelesaian sukarela 42 tersebut untuk masa yang akan datang