Dampak Kenaikan Harga BBM. doc

Dampak Kenaikan Harga BBM
Sudah bisa dipastikan, kenaikan BBM akan merugikan masyarakat. Pengguna BBM
seperti pengendara motor dan mobil akan langsung merasakannya. Transportasi umum juga
sudah pasti akan menaikkan ongkos jasanya, sehingga pengguna transportasi umum juga
akan segera merasakan dampaknya. Lalu, para pengguna transportasi umum kemungkinan
akan beralih ke sepeda motor untuk berhemat, sehingga kenaikan harga BBM pun akan
membunuh transportasi umum. Semuanya akan kejepit.
Tapi tidak hanya sektor transportasi yang akan terkena dampaknya. Dalam Peraturan Presiden
No. 15 Tahun 2012 Tentang Harga Jual Eceran dan Konsumen Pengguna Jenis Bahan Bakar
Tertentu, disebutkan beberapa kategori pengguna BBM bersubsidi selain transportasi. Mereka
adalah usaha perikanan yang terdiri dari nelayan dan pembudi daya ikan skala kecil; usaha
pertanian kecil dengan luas maksimal 2 hektar; usaha mikro; dan pelayanan umum seperti
krematorium. Semua pengguna ini akan terkena dampak kenaikan harga BBM.
Logikanya mirip dengan dampak di sektor transportasi. Kita ambil contoh petani kecil
tanaman pangan. Harga tanaman pangan para petani ini akan naik, karena ongkos produksi
untuk memproduksi tanaman pangannya akan naik akibat kenaikan harga BBM. Artinya, para
pembeli tanaman pangan para petani ini akan terkena dampaknya. Lalu, dengan lumayan
banyaknya tanaman pangan impor, ada kemungkinan para pembeli tanaman pangan si petani
akan beralih ke tanaman pangan impor. Akibatnya, kenaikan harga BBM pun akan
membunuh usaha pertanian si petani kecil.
Kenaikan BBM memang cenderung akan menaikkan harga barang-barang lain atau inflasi.

Para ahli pun sudah memprediksinya, meski dengan angka yang beragam. Pengamat ekonomi
Aviliani, misalnya, menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan mengakibatkan tingkat
inflasi nasional tahun ini menjadi 6,5%. "Apabila kenaikan BBM berkisar Rp1.500 sampai
Rp2.000 kemungkinan inflasi akan bertambah sekitar 1 hingga 2 persen sehingga inflasi
nasional akan naik menjadi sekitar 6,5%," ungkap Aviliani seperti dikutip Antaranews.com
(25/2).
Meski demikian, pemerintah dan para ideolognya (ekonom neoliberal) menyatakan yang
sebaliknya. Mereka menyatakan bahwa kenaikan harga BBM tidak akan berdampak ke
masyarakat banyak. Kemudian, berangkat dari problematika konsumsi BBM, mereka juga
menyatakan bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak positif pada penghematan
konsumsi BBM. Mari kita periksa argumentasi mereka ini.

Pengguna BBM: Rakyat Miskin vs. Kelas Menengah
Para pendukung kenaikan harga BBM bersubsidi menyatakan bahwa kenaikan harga
BBM tidak akan berdampak banyak pada rakyat miskin, karena konsumsi BBM rakyat
miskin itu kecil. Sebaliknya, beban terbesar kenaikan harga BBM ada pada kelas menengah
ke atas, karena mereka lah yang mengkonsumsi bagian terbesar dari BBM bersubsidi melalui
mobil pribadi mereka. Argumen ini bukan hanya diajukan sekarang, tapi juga pada kenaikan
harga BBM yang lalu. Dengan asumsi bahwa pengguna terbesar BBM bersubsidi adalah
sektor transportasi, mari kita lihat data jumlah kendaraan bermotor di Indonesia menurut

jenisnya:

Tabel 1
Jumlah Kendaraan Bermotor Menurut Jenis Kendaraan (unit), 2008-2010
Jenis
Kendaraan
Mobil
Penumpang
Bus
Truk
Sepeda Motor
Total

2008
Jumlah

%

2009
Jumlah


%

2010*)
Jumlah

%

7.695.500

12,39

8.111.508

12,04

8.828.114

11,45


2.138.439
4.569.519
47.683.681
62.087.139

3,44
7,36
76,80
100,00

2.238.790
4.610.400
52.433.132
67.393.139

3,32
6,84
77,80
100,00


2.351.297
4.818.280
61.133.032
77.130.723

3,05
6,25
79,26
100,00

*) Angka sementara
Sumber: BPS, Statistik Indonesia 2011
Dari data di atas, kita bisa lihat bahwa jumlah kendaraan bermotor yang terbanyak adalah
sepeda motor dengan persentase rata-rata sekitar 77,95% dari seluruh kendaraan bermotor
yang ada di Indonesia. Sementara, mobil penumpang, meski menempati urutan yang kedua,
tapi jumlahnya jauh di bawah sepeda motor. Persentase rata-rata mobil penumpang dari
keseluruhan kendaraan bermotor di Indonesia hanya sekitar 11,96%. Data di atas memang
hanya sampai tahun 2010, tapi karena ada pola yang mirip selama 2008-2010, kita bisa
berasumsi bahwa pola serupa pun terjadi sampai tahun 2012.
Tanpa pengolahan data lebih lanjut saja, kita sudah bisa mencurigai pendapat para pendukung

kenaikan harga BBM bahwa konsumsi BBM kelas menengah ke atas lebih besar dari
konsumsi BBM rakyat miskin. Pasalnya, jumlah kendaraan bermotor yang terbanyak adalah
sepeda motor dan sepeda motor itu banyak digunakan oleh rakyat miskin. Tapi baiklah, kita
memang tidak bisa mengasumsikan bahwa semua pemilik sepeda motor itu rakyat miskin,
karena ada juga kelas menengah ke atas yang memiliki sepeda motor.
Karena keterbatasan data, kita asumsikan saja bahwa semua pemilik mobil itu adalah kelas
menengah ke atas. Dan bahwa 1 mobil dimiliki oleh 1 orang kelas menengah ke atas.
Kemudian, tiap kelas menengah ke atas pemilik mobil juga memiliki 1 sepeda motor. Dengan
demikian, di tahun 2010, kita dapati jumlah sepeda motor rakyat miskin adalah 61.133.032 8.828.114 = 52.304.918 sepeda motor. Kalau kita asumsikan bahwa 1 rakyat miskin memiliki
1 sepeda motor, maka kita dapati jumlah sepeda motor rakyat miskin itu sama dengan jumlah
pemiliknya.
Sekarang, dengan mengasumsikan bahwa semua kelas menengah ke atas yang memiliki
mobil serta semua rakyat miskin yang memiliki sepeda motor adalah pengguna aktif BBM,
maka kita dapati jumlah pengguna BBM dari kelas menengah ke atas adalah 8.828.114 orang,
sementara pengguna BBM dari rakyat miskin adalah 52.304.918 orang. Dengan kata lain,
jumlah rakyat miskin yang menggunakan BBM jauh lebih banyak dari jumlah kelas
menengah ke atas yang menggunakan BBM.
Memang betul bahwa jumlah rakyat miskin pengguna BBM yang lebih banyak dari jumlah
kelas menengah ke atas pengguna BBM bukan berarti konsumsi BBM rakyat miskin itu
secara otomatis lebih besar dari konsumsi BBM kelas menengah ke atas. 1 orang pengguna


mobil yang menghabiskan 40 liter bensin seminggu akan lebih besar konsumsi BBM-nya
daripada 3 orang pengguna sepeda motor yang per orangnya menghabiskan 10 liter bensin
seminggu (30 liter untuk 3 orang). Tapi, perbandingan jumlah pengguna BBM yang kelas
menengah ke atas dengan rakyat miskin itu tidak kecil. Mungkinkah 8.828.114 orang
pengguna mobil konsumsi BBM-nya lebih besar dari 52.304.918 orang pengguna sepeda
motor?

Kenaikan Harga BBM Tidak Sebabkan Penghematan BBM
Sekarang, mari kita ke argumen kedua dari para pendukung kenaikan BBM, yaitu
bahwa kenaikan harga BBM akan berdampak pada penghematan BBM. Argumen ini,
misalnya, terlihat dalam tulisan Anggito Abimanyu, "Kenaikan Harga BBM", yang
diterbitkan di Kompas.com, 1 Maret 2012. Menurutnya, "Berbeda dengan tahun 2005 dan
2008, kenaikan harga subsidi saat ini tidak hanya disebabkan oleh kenaikan harga dunia,
tetapi juga oleh melonjaknya konsumsi BBM bersubsidi."
Ia kemudian melanjutkan, "sudah banyak studi yang membuktikan bahwa kenaikan harga
BBM akan diikuti dengan penurunan konsumsi BBM." Begitu pula, ketika membahas
pengalaman kenaikan harga BBM tahun 2005, ia menyatakan "Dengan kenaikan harga BMM
juga terjadi penghematan konsumsi BBM," meski tanpa menampilkan data apapun mengenai
hal itu. Intinya, logika Anggito adalah demikian, bahwa kenaikan harga BBM akan

menyelesaikan problem pemborosan BBM yang menjadi salah satu penyebab kenaikan
subsidi BBM yang konon menjepit anggaran pemerintah.
Pertanyaannya, betulkah kenaikan harga BBM akan mendisiplinkan pemborosan BBM? Mari
kita lihat data-data dalam Tabel 2 tentang konsumsi BBM bersubsidi di Indonesia 2005-2010.
Di sini, yang saya masukkan sebagai BBM bersubsidi hanyalah mogas (motor gasoline atau
bensin), solar dan minyak tanah, karena ketiga jenis BBM itulah yang sering disebutkan
dalam berbagai peraturan negara tentang penetapan harga eceran BBM (subsidi). Begitu pula,
di sini diasumsikan bahwa jumlah total dari ketiga jenis BBM ini disubsidi.
Tabel 2
Konsumsi BBM Bersubsidi di Indonesia 2005-2010 (Barel)
Tahun Mogas

Solar

2005
2006
2007
2008
2009
2010


175.518.000
164.656.000
166.448.000
175.148.000
173.134.000
174.669.000

101.867.000
99.458.000
105.940.000
114.796.000
129.255.000
148.575.000

Minyak
Tanah
67.395.000
59.412.000
58.672.000

46.836.000
28.332.000
18.093.000

BBM
Bersubsidi
344.780.000
323.526.000
331.060.000
336.780.000
330.721.000
341.337.000

Jumlah
Penduduk
227.303.175
229.918.547
232.461.746
234.951.154
237.414.495

239.870.937

BBM Bersubsidi
Per Kepala
1,52
1,41
1,42
1,43
1,39
1,42

Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM dan Bank Dunia.
Tahun 2008 adalah tahun di mana rezim SBY menaikkan harga BBM. Pada bulan Mei 2008,
pemerintah menaikkan harga minyak tanah dari Rp2.000 menjadi Rp2.500, harga premium
dinaikkan dari Rp4.500 menjadi Rp6.000, dan harga minyak solar dinaikkan dari Rp4.300
menjadi Rp5.500. Tapi dari data di Tabel 2, kita lihat, tidak ada perbedaan yang signifikan

dalam konsumsi BBM bersubsidi antara tahun 2008 dengan tahun-tahun lainnya. Bahkan
konsumsi mogas dan solar di tahun 2008 lebih besar daripada tahun 2006 dan 2007. Padahal
pada tahun 2006 dan 2007, harga premium masih Rp4.500, dan harga minyak solar masih
Rp4.300.
Harus diakui bahwa konsumsi BBM Indonesia memang problematik. Konsumsi BBM kita
sudah melebihi produksi BBM dalam negeri, sehingga untuk menutup gap antara konsumsi
dan produksi, kita harus mengimpor BBM dari luar. Kita bisa lihat ini dalam data-data dalam
Tabel 3 mengenai produksi, konsumsi dan impor BBM Indonesia. Artinya, kita memang
perlu mendisiplinkan konsumsi BBM Indonesia. Celakanya, pemerintah mengajukan solusi
yang keliru. Kenaikan harga BBM bukan hanya tidak mengurangi konsumsi BBM, tapi juga
menyengsarakan kita sebagai rakyat. Dengan kata lain, kenaikan harga BBM, sudah tidak
menyelesaikan masalah, menimbulkan malapetaka pula.
Tabel 3
Produksi, Konsumsi dan Impor BBM Indonesia 2005-2010
(Ribu Barel)
Tahun
2005
2006
2007
2008
2009
2010

Produksi BBM
268.529
257.821
244.396
251.531
246.289
241.156

Konsumsi BBM
397.802
374.691
383.453
388.107
379.142
388.241

Impor BBM
164.842
131.765
149.479
153.105
137.817
146.997

Sumber: diolah dari data Kementrian ESDM.
Saat ini hanya sedikit negara yang masih memberikan subsidi bahan bakar minyak
(BBM) kepada rakyatnya. Dengan subsidi itulah, harga BBM masih bisa murah di tengah
lonjakan harga minyak dunia. VP Komunikasi PT Pertamina Mochamad Harun mengatakan,
saat ini dengan harga BBM Rp 4.500 per liter, Indonesia masuk dalam jajaran negara yang
harga BBM-nya termurah di dunia.
’’Indonesia ada di urutan ke tujuh,’’ ujarnya di Jakarta Senin (19/3).
Menurut Harun, negara yang masih memberikan subsidi besar sehingga harga BBM-nya bisa
sangat murah adalah negara-negara penghasil minyak yang melimpah. ’’Hanya Indonesia
negara net importer yang masih memberikan subsidi besar untuk BBM,’’ tuturnya.
Indonesia masuk golongan negara net importer karena konsumsi BBM-nya lebih tinggi
daripada produksi minyaknya. Akibatnya, Indonesia harus mengimpor minyak atau BBM
untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Sebagai gambaran, dengan tingkat produksi
minyak 900 ribu barel per hari, kebutuhan minyak/BBM Indonesia 1,3 juta per hari. Dengan
begitu, setiap hari Indonesia harus mengimpor 400 ribu barel minyak/BBM.
Harun menyebut, negara-negara dengan harga BBM termurah adalah Venezuela, Iran, Arab
Saudi, Qatar, Kuwait, Uni Emirat Arab dan Indonesia. Produksi minyak negara lain itu jauh
lebih besar daripada Indonesia. Jumlah penduduknya pun lebih sedikit daripada Indonesia.
Jadi, sangat pantas jika mereka memberikan subsidi untuk BBM murah,

Laporan sedikit berbeda disampaikan perusahaan asuransi asal Inggris, Staveley Head, yang
dirilis akhir 2011. Dalam surveinya, Staveley Head menyebutkan daftar 10 negara dengan
harga BBM termurah di dunia. Perbedaan data itu bisa terjadi karena harga BBM naik turun
sesuai dengan nilai mata uang (kurs) di masing-masing negara. Dalam laporan Staveley
Head, Indonesia tidak masuk dalam daftar.
Sementara itu, berbeda dengan pengusaha-pengusaha lain yang menuntut kompensasi atas
rencana kenaikan harga BBM bersubsidi, asosiasi pengusaha kapal yang tergabung dalam
INSA justru sebaliknya. Mereka meminta kapal niaga diwajibkan membeli BBM nonsubsidi.
”Meski menurut Perpres Nomor 15/2012 kapal niaga masih mendapatkan BBM bersubsidi
agar anggaran negara tidak defisit, kami meminta angkutan niaga diwajibkan memakai BBM
nonsubsidi daripada diberi subsidi malah salah sasaran,” ujar Ketua Umum INSA Carmelita
Hartoto Senin (19/3). Dia mengaku, penyaluran BBM bersubsidi selama ini tidak banyak
dinikmati kapal niaga.
Akhir Januari lalu, INSA telah mengirim surat kepada Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) untuk mendukung agar subsidi BBM dihapus. Meski porsi biaya BBM
terhadap total biaya operasional kapal bisa 40 persen.