KONSEP HIKMAT AL-TASYRÎ’ SEBAGAI ASAS EKONOMI DAN KEUANGAN BISNIS ISLAM MENURUT ALI AHMAD AL-JURJAWI (1866-1961M) DALAM KITAB HIKMAT AL-TASYRÎ’ WA FALSAFATUHU
KONSEP HIKMAT AL-TASYRÎ’ SEBAGAI ASAS EKONOMI DAN KEUANGAN BISNIS ISLAM MENURUT ALI AHMAD AL-JURJAWI (1866-1961M) DALAM KITAB HIKMAT AL-TASYRÎ’ WA FALSAFATUHU
1 2 SUDIRMAN M. JOHAN, 3 NURHADI, AKHMAD MUJAHIDIN
4 AHMAD ROFIQ, 5 MAWARDI MUHAMMAD SALEH
UIN Sultan Syarif Kasim Riau, 2 STAI Al-Azhar Pekanbaru
4 UIN Wali Songo Semarang.
alhadicentre@yahoo.co.id
Abstract
Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961) a modernist from the Egyptian city of Jarja. Al-Jurjawi lived in a time of shock, known as the Egyptian revolution from the clutches of France. European colonization of the Islamic world (Egypt), which tends to manage the economy with a conventional (secular) system. These conditions affect the construction of scholarship which is occupied by Al-Jurjawi, plus the difficulty of finding the ideal books, especially regarding Islamic law and wisdom or secrets that exist in Islamic teachings. Starting from such a situation Al-Jurjawi much got the idea of philosophy and thought and determined to write a book that discusses the wisdom of Islamic Shari’ah, which is named Hikmat al-Tasyrî ’wa Falsafatuhu. Then how kosep wisdom al-Tashrî ’became the economic and financial principles of Islamic business according to Al-Jurjawi in the book. The result, the concept of wisdom al-Tasyrî ’Al-Jurjawi is amazing wisdom, astonishing mind and satisfy the heart of the shari’ah of the divine religion aims to know God, inhumanizing, knowing how to worship and Think about it by establishing the law necessary to be done amar ma’ruf nahi mungkar and benefit servants of the world and the hereafter. The reason for wisdom of al-Tashrî ’as the economic and financial principle in Islamic business according to Al-Jurjawi, to realize submission to the Shari’ah of Allah; preserving the Sunnah of the Prophet; keep away from the forbidden; foster moral development; realizing brotherhood and unity. All according to Al-Jurjawi contains benefit the world and the hereafter, in an effort to know God by worshiping and ma’ruf nahi munkar and morally noble character. It is embodied in the concept of hablum minnallâh wa
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
minannâs. Benefit as the principle of innovation of economic and financial activities in contemporary Islamic business according to the researchers lies in the wisdom of ihyâu al-Mawât his Al-Jurjawi is to innovate in business for benefit people.
Keyword : Concept, Wisdom of Al-Tashrî’, Islamic Financial Economics Business Principles, Ali Ahmad Al-Jurjawi, Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
PENDAHULUAN
solusi bagi Sistem Ekonomi Syarî‘ ah
memberikan
permasalahan ekonomi keuangan diawali pada masa Muhammad saw.
yang muncul baik pada skala mikro Pada masa itu, semua persoalan
maupun makro, merancang akad- ekonomi merujuk pada ketentuan
akad syarî‘ ah untuk kebutuhan syariat (nash qur’an dan hadis)
produk-produk bisnis di berbagai (Nurhadi: 2018; Idris Ismail, 2017: 1;
keuangan syari’ah, Didiek, 2013: 1; Daud, 2012: 23).
lembaga
mengawal dan menjamin seluruh Setelah Nabi wafat, lalu digantikan
produk perbankan dan keuangan oleh Abu Bakar, Umar, Usman dan
syarî‘ ah dijalankan sesuai syarî‘ ah. Ali, berlanjut ke dinasti-dinasti dalam
tegnologi kekhalifahan dalam Islam, yang
Perkembangan
berkemabangnya ditutup dengan kekhalifahan Turki
mengakibatkan
transaksi bisnis ekonomi yang Usmani. Runtuhnya kekhalifahan
sangat inovasi. Kehadiran inovasi Turki Usmani, tidak disadari menjadi
tersebut dalam rangka memenuhi awal keruntuhan ekonomi Islam
masyarakat yang (Daud, 2012: 23). Ekonomi Syarî‘ ah
kebutuhan
cenderung moderen dan global. baru muncul kembali pada tahun
Sesuai khittahnya, syariat Islam 1963, dengan berdirinya bank tanpa
tujuan untuk bunga di desa Mit Ghamr Mesir oleh
mempunyai
kemashlahatan umat dunia akhirat. Abdu al-Hamid An-Nagar (Ahmad
Oleh karena itu, maqâshid al- Najjar) (Ahmad, 1972: 19; Syafi’I,
syarî’ah versi al-Syathibi dan al- 2011: 19; Abbas, 2013: 109-110;
Jurjawi sangat penting sebagai Muhammad, 2014: 19; Anif, 2014:
dasar rekontruksi inovasi produk 27). Ini menjadi awal mula dan dasar
akad dalam melengkapi ekonomi berdirinya
dan bisnis syarî‘ ah dengan tujuan syarî‘ ah moderen di dunia (Anif,
lembaga
keuangan
gerakan ekonomi Islam dapat 2014: 24).
dijalankan dalam masyarakat sesuai Ekonomi dan bisnis syarî‘ ah
dengan maqâshid al-Syarî’ah yaitu perkembangannya sejalan dengan
kemashlahatan sesuai syariat. Maka prinsip-prinsip syarî‘ ah. Oleh karena
menurut peneliti, prinsip utama itu, keterlibatan
dalam formulasi ekonomi Islam dan ekonomi syarî‘ ah menjadi urgen
ulama dalam
produk keuangan adalah Mashlahah (penting), yaitu untuk berijtihad
(Nurhadi: 2018; Ali, 1994 M/ 1414 H:
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
5; Faisal, 2006: 7; Sabariyah, 2011: dan hadis), sehingga menghidupkan 12).
kembali muamalah ekonomi Islam, Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-
yang menurut al-Jurjawi selama 1961) seorang modernis dari kota
beberapa dekade pada masa Jarja’ Mesir. Al-Jurjawi menuangkan
kehidupan beliau, perekonomian ide filsafat serta pemikiran dalam
didominasi dan kitabnya yang banyak membahas
ummat
oleh sistem tentang
terkontaminasi
konvensional (bunga riba), misalnya rahasia-rahasia syariat Islam, yang
hikmah-hikmah
atau
sistem ekonomi kapitalis, sosialis diberi nama Hikmat al-Tasyrî’ wa
dan sekuleris. Keinginannya untuk Falsafatuhu. Al-Jurjawi di dalam
mengembalikan kembali sistem kitabnya, tidak menggunakan istilah
ekonomi Islam yang sudah runtuh maqâshid al-Syarî’ah melainkan
diakibatkan sekulerisme didunia mengunakan istilah Hikmat al-Tasyrî’
Islam, beliau tuangkan dalam (Sabariyah, 2011: 2). Menurut ulama
hikmat al-Tasyri’ Ushûl Fiqih, Hikmat al-Tasyrî’ di
kitabnya
wafalsafatuhu pada juz dua sub identifikasikan sebagai maqâshid al-
muamalah dan Syarî’ah sebagaimana pendapat
pembahasan
transasksi ekonomi dan keuangan Ibnu Rusdiy (Muhammad, 1301 H:
(muamalah iqtishadiyah). 8), Ibnu Qayyîm al-Jauziyyah (Ibnu
Menurut peneliti kitab al- Qayyim, 1996: 37), Ibnu Asyûr (Ibnu
Jurjawi yang sangat menarik untuk Asyur, 2001: 3; Irfandi, 2014: 7;
dipelajari dan diteliti, uniknya beliau Andriyaldi, 2014: 25), Yûsûf al-
dalam menulis kitab tersebut tidak Qardlâwi (Yusuf, 2006: 17), Wahbah
secara detail al-Zuhaili (Wahbah, 1986: 1017;
menjelaskan
menggunakan metode seperti apa Ghofar, 2009: 119) dan Jaser Auda
dalam menetapkan Hikmat al-Tasyrî’ (Jasser, 2008: 5; Galuh, 2014: 56).
Syarî’ah), Dalam Menurut peneliti Maqâshid al-
(Maqâshid
penelitian ini setiap kalimat atau Syarî’ah sangat penting sehingga
kata-kata Hikmat al-Tasyrî’ atau ulama menjadikannya pokok ilmu
Syariah dipersamakan yang berdiri sendiri (Muhammad
Hikmah
dengan kata atau kalimat Maqâshid Ibnu, 2001: 190-194). Studi tentang
Syariah, Illat, Makna, Ma’akhizd, maqâshid
Mahâsin, Asrâr, Hakikat, Manfaat, dilakukan para ulama dengan
al-Syarî’ah
banyak
Mashlahah dan Filsafat Hukum berbagai pendekatan (Ibnû Qayyîm,
Sehingga pada satu 1996: 37). Di antara ulama yang
Islam.
pembahasan ditemukan al-Jurjawi membahas hikmat al-Tasyrî’ adalah
menggunakan Nash al-Qur’an dan Ali Ahmad al-Jurjawi (Al-Muzakkir,
al-Hadits, dilain kajian menggunakan 2017: 6).
dalil al-Qur’an saja. Pada bab lain Menurut
terkadang hanya menggunakan pengungkapan
al-Jurjawi,
Hadis saja, bahkan terkadang tidak tersebut
hikmah-hikmat
menggunakan dalil apapun kecuali keniscayaan, agar umat Islam
menjadi
sebuah
ijtihad pemikiran saja (Filasafat kembali kepada khittah (al-Qur’an
Hukum Islam/Logika Filsafat). Model
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
inilah yang menjadi penasaran Jadi, kata tersebut dapat diartikan peneliti yang berkeinginan menggali
sebagai “tujuan” atau “beberapa metode
tujuan”. Sedangkan al-Syarî’ah¸ menetapkan hikmah syariah atau
al-Jurjawi
dalam
merupakan bentuk subyek dari akar hikmat al-Tasyri’ lewat karyanya itu,
kata syara’a yang artinya adalah apalagi jika di tinjua dalam bab
jalan menuju sumber air sebagai Muâmalah
Iqtishâdiyah tentu sumber kehidupan (Ibn Manzur, t.th: tambah menarik untuk diteliti.
175). Syarî’ah secara bahasa juga Berdasarkan latar belakang
berarti:
inilah, maka penulis akan meneliti
kitab al-Jurjawi dalam menetapkan yang berarti jalan menuju sumber hikmat al-tasyrî’ sebagai asas
air. Jalan menuju sumber air ini ekonomi
dapat juga dikatakan sebagai jalan maqâshid bisnis dalam hikmah
dan keuangan
atau
kearah sumber pokok kehidupan muamalah. Ruang lingkup hikmah
(Asafri, 1996: 61). Menurut Al Izz bin syarî‘ ah ekonomi dan bisnis akan
Abdul Salam, maqâshid syariah difokuskan pada bisnis keuangan
syariat itu semuanya syarî‘ ah. Permasalahan utama yang
adalah
mengandung nilai maslahah yang menjadi fokus dalam penelitian ini,
bertujuan menolak kejahatan atau bagaimana konsep hikmat al-Tasyrî’
menarik kebaikan (Al-Izzuddin, t.th: menurut Ali Ahmad al-Jurjawi dan
9). Menurut Al Khadimi, maqashid mengapa Ali Ahmad al-Jurjawi
syariah adalah sebagai prinsip Islam menawarkan konsep hikmat al-
yang lima yaitu menjaga agama, Tasyrî’ sebagai asas ekonomi dan
jiwa, akal, keturunan dan harta keuangan dalam bisnis Islam seperti
(Nuruddin, 1998: 50). Menurut Satria dalam kitab Hikmat al-Tasyri’ wa
Effendi M. Zein, maqasid al-syari’ah Falsafatuhu.
adalah tujuan Allah dan Rasul-Nya dalam merumuskan hukum-hukum
LANDASAN TEORI
Islam.
1. Konsep Maqâsid
al-
Tujuan itu dapat ditelusuri
Syarî’ah
dalam ayat-ayat al-Qur’an dan hadis
1.1. Subtansi
dan
sebagai alasan logis bagi rumusan
Perkembangan
suatu hukum yang berorientasi
kemaslahatan manusia Maqâsid al-Syarî’ah ditinjau
Maqâsid al-Syarî’ah
kepada
(Satria, 2005: 233; La Jamaa, 2011: dari lughâwiy (bahasa), terdiri dari
1255). Kaitan dengan maqâshid dua kata, yakni maqâsid dan al-
syarî’ah tersebut, Imam al-Syathibiy Syarî’ah. Maqâsid adalah bentuk
mempergunakan kata yang berbeda- jama’ dari maqâsid yang berarti
beda yaitu maqâshid syarî’ah, al- kesengajaan atau tujuan (Nurhadi:
al-Syar’iyyah fi al- 2018; Hans Wehr, 1980: 767). Kata
maqâshid
Syarî’ah, dan maqâshid min syar’i maqshud-maqâsid
al-Hukm. Meskipun dengan kata- Nahwu disebut dengan maf’ûl bih
dalam
Ilmu
kata yang berbeda, Asafri Jaya Bakri yaitu sesuatu yang menjadi obyek.
berpendapat bahwa kata tersebut
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
mengandung tujuan yang sama,
1.2. Mashlahah dan Penerapan
yaitu tujuan hukum yang diturunkan
Maqâshid dalam Bisnis
oleh Allâh swt. Ungkapan al-
Syarî`ah
Syâthibîy: “Sesungguhnya syari’at Berdasarkan asumsi bahwa itu
rumusan ekonomi dan bisnis kemashlahahan manusia di dunia
bertujuan
mewujudkan
syari’ah adalah mashlahah. Dalam dan di akhirat” dan “Hukum-hukum
buku hasil penelitian yang ditulis disyari’atkan untuk kemashlahahan
oleh Asafri Jaya Bakri, beliau hamba”, Kemaslahatan yang akan
mengemukakan al-mashâlih al- diwujudkan itu menurut al-Syâtibîy
mursâlah dan az-zâri’ah sebagai terbagi kepada tiga tingkatan, yaitu
ijtihad dengan corak kebutuhan dharuriyat, kebutuhan
metode
penalaran istihlah yang harus hajiyat, dan kebutuhan tahsiniyat
dikembangkan dengan menunjukkan (Abû Ishâq, 1997: 324; Asafri, 1996:
urgensi pertimbangan Maqâshid al- 63-64).
Memberikan pengertian Syarî’ah di dalam metode tersebut bahwa kandungan Maqâshid al-
(Asafri, 1996: 142). Oleh karena itu, Syarî’ah adalah kemashlahahan
menurut penulis perlu kiranya umat manusia. Menurut istilah,
membahas mashlahah (Asafri, 1996: ulama Ushul Fiqih adalah makna
142) lebih lanjut kaitannya dengan dan tujuan yang dikehendaki syara’
bisnis syari’ah dalam mensyariatkan suatu hukum
ekonomi
dan
(Yusdani, 2017 Jam 20.05 Wib). bagi kemashlahahan umat manusia,
Dalam pemikiran ushul fiqih disebut juga dengan asrâr asy-
terdapat tiga cara menentukan syari’ah yaitu rahasia-rahasia yang
legalitas mashlahah (Asafri, 1996: terdapat di balik hukum yang
144-146), yaitu:
ditetapkan oleh syara’, berupa
1) Mashlahah yang legalitasnya kemashlahahan bagi umat manusia,
berdasarkan tunjukan dari baik di dunia maupun di akhirat
suatu nash, baik al-Qur’an (Abdul Aziz, 1996: 1108). Oleh
maupun hadits (mashlahah karena itu, Asafri Jaya Bakri
mu’tabârah). Misalnya, dalam memandang
ayat al-Qur’an yang QS. maqâshid
bahwa
kandungan
Surat al-Baqarah, ayat 275. kemashlahahan.
syarî’ah
adalah
2) Mashlahah yang ditolak itu, melalui maqâshid syarî’ah tidak
Kemashlahahan
legalitasnya oleh al-Syarî’ hanya dilihat dalam arti teknis
(mashlahah mulghah). belaka, tetapi dalam upaya dinamika
Artinya sesuatu yang dilihat dan pengembangan hukum dilihat
sebagai suatu sebagai susuatu yang mengandung
manusia
kemashlahahan, akan tetapi nilai filosofis dari hukum-hukum yang
bertentangan dengan al- di syari’atkan Allâh swt terhadap
seperti yang manusia (Nurhadi: 2018; Asafri,
syari’
ditunjukkan oleh nash di 1996: 65-66).
atas.
Maka alasan penerapan kemashlahahan demikian
tidak bisa
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
dibenarkan.
yang bertentangan dengan syara’. pengembangan harta atau
Misalnya,
Mashlahah yang sangat urgen untuk usaha secara ribawi dalam
dijadikan pengembangan kajian ayat al-Qur’an QS. Surat al-
Hukum Islam juga berhubungan Nisa’, ayat 161.
dengan masalah-masalah ekonomi
3) Mashlahah
dan bisnis syari’ah (Asafri, 1996: terdapat legalitas nash baik
yang
tidak
149). Mashlahah al-Mursalah ini terhadap
dapat dijadikan sebagai sumber maupun ketidakberlakuannya
keberlakuan
hukum dengan mengacu kepada (mashlahah
Maqâshid al- Artinya mashlahah yang tidak
al-mursâlah).
pengembangan
telah dijelaskan diperintahkan di dalam al-
Syarî’ah
sebelumnya, yaitu Maqâshid al- Qur’an dan hadîts, akan
Dlarûriyât, Maqâshid al-hajiyat, dan tetapi tidak bertentangan
Maqâshid al-Tahsinîyât, sehingga terhadap
benar-benar Mislanya, pendirian bank
keduanya.
kemashlahahan
terwujud dalam kehidupan umat syari’ah (Heri, 2008: 43)
manusia (Yusdani, 2017 Jam 20.05 sebagai
pemilik modal dan pekerja.
2. Penelitian yang Relevan
Dalam al-Qur’an dan hadîts Sejauh penelusuran penulis, tidak ada perintah untuk
yang membahas mendirikan
penelitian
mengenai hikmah syarî‘ ah dalam Perbankan Syari’ah, akan
Lembaga
ekonomi dan keuangan Islam tetapi keberadaannya tidak di
menurut Ali Ahmad al-Jurjawi belum larang oleh al-Qur’an dan
ada. Terdapat sebuah buku yang hadîts.
penulis temukan yang sangat erat Lembaga
Keberadaan
kaitannya dengan penelitian ini, yaitu mendatangkan manfaat bagi
Perbankan
Maqâshid Bisnis dan Keuangan masyarakat dan manfaat
Islam (sintesis fiqih dan ekonomi) tersebut tidak bertentangan
Adiwarman, 2016). dengan nash seperti prinsip
(Oni
dan
Sedangkan penelitian studi naskah bagi
al-Tasyrî’ wa mudhârabah) (Yazid, 2009:
Falsafatuhu karangan Imam Ali 101) di antara kedua belah
Ahmad al-Jurjawi dalam bentuk pihak akan mendapatkan
disertasi belum peneliti temukan. manfaat dari hasil kerja sama
demikian, peneliti tersebut (Nurhadi: 2018;
Meskipun
menemukan sebuah Tesis yang Yusdani, 2017 Jam 20.05
ditulis oleh Sabariah Mahasiswi Wib).
Universitas Islam Dari tiga mashlahah di atas,
Pascasarjana
Negeri Sultan Syarif Kasim Riau dapat dikatakan bahwa tidak semua
lulusan tahun 2011 dengan Judul: mashlahah itu dibenarkan oleh
“Kerangka Berpikir Ali Ahmad al- syara’, tetapi ada juga mashlahah
Jurjawi Menetapkan hikmat al-Tasyrî’
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
pada Kitab Hikmat al-Tasyrî’ Wa Rahasia hukum Islam sering juga Falsafatuh. Dalam tesis tersebut
disebut dengan asrâr al-Ahkâm penulis mengupas logika berpikir
atau hikmah at-tasyri. Rahasia istinbath hikmat al-Tasyrî’/Syarî’ah
hukum Islam terdapat dalam Islam dari kajian epistimologi,
segala aspek ajaran Islam yang sedangkan disertasi ini membahas
digambarkan dalam al-Daruriyat hikmat al-Tasyrî’ dalam lingkup
yaitu menjaga hikmat al-Tasyri’ sebagai asas
al-khamsah,
agama, menjaga jiwa, menjaga ekonomi
akal, menjaga keturunan dan Islam/Syarî‘ ah dan relevansinya
dan
keuangan
menjaga harta (Achmad, 2015). dengan
penelitian ini kontemporer. Tesis Sabariah diatas
mengemukakan hikmat al-Tasyrî’ sangat memberi inspirasi, kontribusi
perspektif Ali Ahmad al-Jurjawi di dan pemikiran serta teori yang dapat
kaitkan dengan hikmah sebagai menjadi rujukan awal peneliti untuk
asas ekonomi dan keuangan membangun
dalam bisnis Islam. pendukung. Tesis Muzakkir berjudul
kerangka
berpikir
b. Internasional Jurnal oleh Zulkifly “Hikmat Muâmalah Perspektif Ali
bin Muda, Maqâshid al-Syarî’ah Ahmad al-Jurjawi Dalam Kitab
dan Kefatwaan: Pengharmonian Hikmat al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu,
Fatwa Demi Kepentingan Insan lulusan tahun 2017, membahas
dan Alam, Jabatan Mufti Negeri tentang muâmalah al-Ahwâl al-
Terengganu. Dalam artikel ini Syakhshiyah, sedangkan muâmalah
disimpulkan bahwa ijtihâd amat Iqtishâdiyah belum dibahas. Inilah
diperlukan pada masa kini akibat perbedaan
munculnya berbagai masalah Aghnam Shofi dalam penelitiannya
penelitian
penulis.
dan persoalan-persoalan baru yang berjudul: “Puasa Menurut
yang tidak ada dalam Nash, dan Syekh Ali Ahmad al-Jurjawi dalam
ada pada zaman kitab
belum
Islam membuka Falsafatuhu”, fakultas usuluddin IAIN
Rasûlullâh.
ruang untuk berijtihad dan umat Walisongo Seamarang tahun 2004.
Islam membutuhkan para ulama Penelitian ini hanya membahas
membahas masalah hikmah puasa saja, tentu hal ini
untuk
tersebut (perkara kontemporer). sangat berbeda dengan penelitian ini
Umat Islam bertanggungjawab yang
mencari dan berijtihad tentang ekonomi dan transaksinya. Berikut
lebih dikaitkan
dengan
masalah-masalah baru, dengan ini, penulis membahas beberapa
merujuk pada kaedah Maqâshid penelitian dan artikel jurnal yang
sehingga para dapat dijadikan teori pembanding
al-Syarî’ah,
Mujtahîd Kontemporer dapat atau pendukung, di antaranya
menyelesaikan persoalan adalah:
muâmalah pada saat ini (Zulkifly,
a. Achmad Musyahid, Hikmat At-
Tasyri Dalam Daruriyyah Al-
c. Arif Wibowo, Islamic Finance-04 Hamzah,
berisikan
tentang
Maqâshid
al-Syarî’ah: The
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
Ultimate Objective of Syaria. fikih. Kaidah fikih yang dominan Dalam artikel ini disebutkan
digunakan ialah kaidah yang pentingnya
peran Maqâshid menyatakan bahwa asal hukum dalam mengembangkan dan
urusan muamalat dibolehkan memberikan kepastian hukum
selama tidak ada dalil yang syarî‘ ah tentang keuangan
mengharamkannya. Kaidah yang Islam (Arif, t.th: website online).
sangat umum ini, seringkali
d. M. Atho Mudzhar, Revitalisasi digunakan tanpa disertai dengan Maqâshid al-Syarî’ah dalam
kaidah lain yang lebih khusus, Pengembangan
sehingga mengesankan fatwa Syarî‘ ah di Indonesia (Studi
Ekonomi
DSN-MUI cenderung permisif Kasus atas Fatwa-fatwa DSN-
atau liberal, dan kurang dari MUI Tahun 2000-2006), Dosen
sudut argumennya (Wijhat al- Fakultas Syarî‘ ah dan Hukum
meskipun mungkin UIN Jakarta. Tulisan ini menguji
Nazâr),
masih abash (M. Atho, 2006). konsep Maqâshid al-Syarî’ah
Haron, Mekanisme yang direvitalisasi sebagai hujjah
e. Sudin
Kepatuhan Syarî‘ ah di Berbagai dalam 53 fatwa Dewan Syarî‘ ah
Negara dalam Karya Islamic Nasional (DSN) Majelis Ulama
Banking Rules and Regulations, Indonesia
terbitan Pelanduk Publication dikeluarkan
(MUI)
yang
1997. Artikel ini 2000-2006. Inti dari Maqâshid al-
menjelaskan konsep mekanisme Syarî’ah adalah Mashlahah, oleh
syarî‘ ah di karena itu metode pengujiannya
pelaksanaan
berbagai negara Timur Tengah dilakukan dengan mencermati
dan ringkasan perbandingan penggunaan kaidah-kaidah fikih
berbagai Dewan yang terkait dengan mashlahah
fatwa
di
Pengawas Syarî‘ ah sejumlah dalam fatwa-fatwa DSN-MUI.
Bank Islam di Timur Tengah Studi ini menemukan bahwa
(Sudin, 1997). dalam 50 dari 53 fatwa DSN-MUI dicantumkan kaidah fikih sebagai
HASIL DAN PEMBAHASAN
dasar pertimbangannya,
1. Pemikiran Ali Ahma Al-
sebelumnya telah dilengkapi
Jurjawi Tentang Hikmat Al-
dengan argumen Nash al-Quran
Tasyrî’
dan Hadis, serta Ijma’ dan Qiyas.
1.1. Ta’rif (Pengertian)
Terdapat 11 jenis kaidah fikih
Hikmat Al-Tasyrî’
yang digunakan,
Syariat Islam datang untuk tercantum satu kaidah dan
minimal
hamba. Dalam maksimal lima kaidah dalam
kemashlahatan
syariat ada hikmah, rahasia hukum sebuah
Islam sering juga disebut dengan penggunaan kaidah fikih secara
fatwa.
Frekuwensi
asrâr al-ahkâm (Nurhadi: 2018; keseluruhan sebanyak 134 kali,
Supriyadi, 2010: 15; Depag RI, sehingga setiap fatwa rata-rata
,1997: 550) atau asrâr al-Tasyri atau menggunakan 2 s/d 5 kaidah
hikmat al-Tasyri. Asrâr jika ditinjau
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
dari sebab-sebab
yang terkandung dalam surah al- disyariatkan dinamakan asrâr al-
hukum
Baqarah ayat 269. Ketiga: Hikmah Tasyri atau rahasia pembinaan
dengan pengertian kenabian atau hukum dan jika ditinjau dari segi
Nubuwwah. Hal ini terdapat dalam materi hukum dinamakan asrâr al-
surat an-Nisa’ ayat 54. Dari ahkâm atau rahasia hukum Islam
beberapa pengertian hikmah di atas, (Achmad Musyahid, 2015: 223).
penulis menyimpulkan bahwa kata Asrâr al-Ahkâm disebut juga dengan
merealisasikan rahasia hukum Islam, ada juga yang
hikmah
dan menolak menamankan dengan hikmat al-
kemaslahatan
kerusakan dan merupakan tujuan Tasyri’ (Asrâr al-Tasyri’) atau hikmat
akhir dari pensyari’atan hukum. al-Syar’i (Asrâr al-Syari’ah). Hikmah
Sejalan dengan pemahaman hikmah rahasia hukum Islam bagian tidak
dalam ayat al-Quran yaitu menggali terpisahkan dari filsafat hukum Islam
rahasia yang terdapat dalam syariat itu sendiri dan asrar al-ahkam
Islam (Sabariyah: 78; Abdul Karim, merupakan cabang dari falsafah
2001: 201; Abdul Wahab, 2004: 64- hukum Islam (Nurhadi: 2018; M.
70; Ar-Raisuni, 2017 jam 13.10 Wib; Hasbi, 976: 38-39).
Forum Kalimsada: 7-12). Hikmah adalah pengetahuan
Perbedaan filsafat dengan mengenai hakikat sesuatu dan
hikmah, filsafat adalah langkah pengetahuan mengenai sesuatu
untuk mengetahui hakikat segala dalam hakikat itu, baik faedah
sesuatu sesuai dengan kemampuan maupun manfaat yang terkandung
manusia. Maka puncaknya adalah didalamnya. Pengetahuan tersebut
berkata dan berbuat sesuai dengan mendorong pengetahuan manusia
apa yang diketahui (al-falsafah tentang hakikat untuk melakukan
awwaluha mahabbatu al-‘ulum, wa suatu perbuatan. Hikmah yang
awsathuha ma‘rifatu haqa’iqi al- mendorong untuk melakukan suatu
mawjudat bi-hasabi at-thaqati l- perbuatan atau sebagai Filsafat
insaniyyah wa akhiruha al-qawl wa Praktis (Juhaya, 1989: 3).
al-‘amal bi-ma yuwafiqu al-‘ilma)’ Al-Qur’an
(Syamsuddin, 2018.Jam22.00.Wib). menggunakan kata hikmah ini
sendiri
Berbeda dengan hikmah, filsafat sebanyak 20 kali dengan tiga
tidak terkandung keharusan adanya pengertian yaitu (Juhaya, 2008: 35):
pengetahuan tentang ketuhanan, Pertama: Hikmah dalam pengertian
tentang manfaat dan faedah sesuatu al-Istibshâr fi al-umûr yaitu penelitian
yang direnungkan atas dasar wahyu terhadap segala sesuatu secara
dari Allah. Sedangkan hikmah cermat dan mendalam dengan
mengharuskan hal itu semua menggunakan akal dan penalaran.
(Supriyadi: 17; Juhaya: 4 dan 6). Hikmah dengan pengertian ini
Filsafat hukum Islam sendiri dapat terdapat dalam surat al-Imran ayat
dibagi menjadi tiga macam, yaitu: 164.
1. Falsafah asy-syari’ah, yang memahami rahasia-rahasia hukum
Kedua: Hikmah
berarti
mengungkapkan masalah dan maksud-maksudnya. Seperti
ibadah, muammalah, jinayah
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
dan ‘uqabah dari materi Syarî’ah al-Islâmi min jihât al-Nash hukum
(syarî’ah dilihat dari sumbernya) dan syari’ah mencakup asrar al-
Islam.
Falsafah
as-Syarî’ah min jihât al-Tasassu’ wa ahkam,
al-Syumûliyyah (tasyri’ dilihat dari ahkam, mahasin al-ahkam
khasha’ilah
al-
pembahasan dan dan thawabi’ al-ahkam.
keluasaan
kandungannya).
Tipe pertama
2. Falsafah Tasyri’, yaitu filsafat terbatas pada syarî’ah yang dibentuk yang memancarkan hukum
pada zaman Nabi Muhammad saw islam,
yaitu al-Qur’an dan as-Sunnah. memeliharanya.
menguatkan
dan
Sedangkan tasyri’ tipe kedua tasyri’ meliputi ushul al-
Falsafah
mencakup Ijtihad Sahabat, Tabi’in ahkam, maqasid al-ahkam
dan ulama sesudahnya (Umar dan qawa’id al-ahkam.
Sulaiman, 1991: 21). Maka syarî’ah
3. Hikmah at-Tasyri
tidak terbatas pada pembentukan al- Falsafatuh,
wa
Qur’an dan as-Sunnah saja, akan mendalam
yaitu
kajian
syarî’ah juga meliputi tentang
pemikiran, gagasan, dan Ijtihâd dalam mengamalkan hukum
prilaku
mukallaf
ulama pada waktu tertentu atau Islam
kurun tertentu (Muhammad Kamil, undang dan jalan kehidupan
sebagai
undang-
1989: 65), perbuatan manusia dan yang lurus (Nurhadi: 2018;
hasil pemikirannya disebut dengan Tajul , 2008: 55-56).
istilah tasyri’ wad’iy (Saebani: 49; Kata kedua dari hikmat al-
Juhaya, 1997; 7; Sabariyah: 80). Tasyri adalah al-Tasyri’ atau syariah
Kata Hikmat al-Tasyrî’ adalah (H. Mohammad, 2010: 53). Kata
gabungan dari kata hikmah dan kata Syara’a (syariah) bentuk mashdar
Tasyri’. Setelah dibahas pengertian dari
masing-masing kata, kata Hikmat al- sedangkan tasyri’ bentuk mashdar
syara’a (tanpa
tasydid),
Tasyrî’ dapat dipahami sebagai dari syarra’a (bertasydid) (Syah Wali,
jawaban dari pertanyaan apa yang 2005: 27). Pengetahuan tentang
suatu hukum syarî’ah
memotivasi
kepada manusia tentang cara, proses, dasar dan
adalah
pengetahuan
disyari’atkan
(Ibrahim Basyuni, 1942: 237; Ismail tujuan Allah swt menetapkan hukum
Muhammad, 1991: 13). Secara bagi tindak tanduk manusia dalam
umum al-Tasyri’ meliputi ketiga kehidupan
yaitu Ibadah, kehidupan keduniaan. Sedangkan
Muamalah dan Akhlak (Ibrahim pengetahuan tentang syari’at berarti
Basyuni, 1942: 237). Maka Hikmat Pengetahuan tentang hakikat dan
al-Tasyrî’ berarti menjawab semua rahasia dari hukum-hukum syara’
pertanyaan tentang memotivasi hal- yang telah ditetapkan oleh Allah swt
hal yang berhubungan dengan (Nurhadi: 2018; Ismail Muhammad,
Ibadah, Muamalah dan Akhlak yang 1991: 13).
kepada manusia. Secara umum syarî’ah dapat
diperintahkan
kata hikmah dibedakan menjadi dua yaitu as-
Sebenarnya
menunjukan pengertian tersebut.
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
Namun, menggabungkan kata tasyrî’ dapat mencegah segala akan
gangguan kejiwaan, misalnya pensyari’atan hukum Taklîfi kepada
lebih
menekankan
stress serta memberikan manusia (Sabariyah: 83; Sa’di Abu:
ketenangan yang tinggi, 97). Hikmat
al-Tasyri’ secara mensucikan diri dari sederhana dapat diartikan sebagai
perbuatab keji dan mungkar hikmah diciptakan, dibuat, dan
berdampak pada ditetapkannya
serta
perbuatan yang positif (Nurhadi: 2018; Achmad Musyahid:
hukum
Islam
(Nurhadi: 2018; Djamil: 263). 225).
Asrar Al-Ahkam Metode Penggalian Hikmat
Wasail
Hikmat Al-Tasyrî’). Al-Tasyrî’ (Manhaj Asrar Al-Ahkam).
(Aspek
aspek-aspek yang Penggalian hikmat al-Syar’i atau
Sedangkan
mengungkapkan rahasia hukum Asrar al-Ahkam diperlukan metode
Islam dapat diketahui melalui 2 (dua) yang dapat mengungkap segala
sudut, yaitu sudut kebahasaan atau rahasia-rahasia hukum, para ulama’
pun sudut ma’nanya, yaitu: 1). Sudut mengadakan
Bahasa, yaitu menerangkan hukum pendekatan untuk
berbagai
macam
Islam dengan melihat teks ayat atau rahasia-rahasia itu, adapun metode
mengungkap
hadits yang teliti. 2). Sudut Ma’na, yang dikembangkan adalah sebagai
yaitu menerangkan rahasia hukum berikut:
islam dengan melihat konteks
1) Metode Ta’lili atau Metode makna pada ayat atau hadits yang Qiyasi: Metode Ta’lili atau
diteliti.
Metode Qiyasi, yaitu suatu Dhawabit Asrar Al-Ahkam metode penggalian hukum-
(Wilayah Hikmat Al-Tasyrî’). Menurut hukum
ibnu Rusdy, Asrar al-Ahkam hanya penganalisaan Illat (Motif)
islam
melalui
berlaku bagi hukum-hukum amaliah hukum (Ahmad Azhar, 1984:
lahiriyah, belum sampai pada 135).
aqidah. Karena hukum aqidah
2) Metode Ta’wili:
diharuskan memakai dalil-dalil yang Ta’wili
Metode
qoth’i yang tidak dipertentangkan, penggalian rahasia-rahasia
adalah
Metode
baik dari golongan orang-orang hukum
Rosikh ilmunya maupun orang penyuguhan hukum islam
islam
melalui
awam. Sedangkan hukum amali dengan berpijak pada arti
dapat dikembangkan dibalik yang aslinya.
lahiriyah
melalui metode-metode baik metode
3) Metode Hikmi: Metode Hikmi Qiyasi, ta’wili maupun menerangkan adalah Metode pencarian
yang dicapai rahasia
hikmah-hikmah
walaupun setiap ulama’ berbeda pengungkapan
hukum
melalui
diperoleh dalam hikmah yang terkandung di
mengungkapkan rahasia hukum dalamnya.
tersebut (Nurhadi: 2018; Ash- mengapa
Misalnya,
disyari’atkan
Shiddieqy: 393).
shalat, karena sholat itu
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
dan bermuamalah dengan mendefenisikan Hikmat al-Tasyrî’
Ali Ahmad
Al-Jurjawi
menetapkan hukum-hukum dengan menggunakan kata دﺻﻘﯾ
diperlukan agar (bertujuan),
yang
terlaksana amar ma’ruf nahi disyari’atkan syari’at adalah untuk
menurutnya,
mungkar dan kemashlahatan (Ali Ahmad, 1994 M/ 1414 H: 5; Ali
hamba di dunia dan akhirat. Ahmad,terJ. Faisal, 2006: 7):
Ta’rif Maqashid Syariah menurut Ad-
Dahlawi dalam kitab Hujjatullah al-
Bâlighah sebagaimana dikutip Yahya
Sai’di dalam kitabnya Tauzhif
Maqashid Syariah fi Fahmi al-Qur’an
wa Tafsirihi adalah (Yahya Sai’di,
t.th: 526):
Artinya: Ilmu asrar agama (rahasia-
rahasia
agama) yang
membahas tentang hukum-
hukum yang berlaku dan
asrar
(rahasia) khusus
tentang
amal-amal dan
keajaiabanya (Syah Wali,
2005: 22). Dari ungkapan Al-Jurjawi di atas
Maka inti teori maqashid Dahlawi maka dapat peneliti simpulkan
tentang pembagian bahwa defenisi Hikmat al-Tasyri’
adalah
menjadi maqashid (maqashid
maqashid
ammah, khassah dan Juziyyah. menurut peneliti adalah:
al-Raisuni terminology
tentang
maqashid al-Syariah
(Ahmad ar-Raisuni, 1992: 13):
Artinya: Maqashid syariah adalah Artinya: Hikmat al-Tsyri’ adalah
tujuan-tujuan yang diletakkan hikmah-hikmah
syariat untuk merealisasikan menakjubkan
yang
kemaslahatan umat manusia mencengangkan akal pikiran
dan
(Ahmad al-Raisuni, 1995: 7). serta memuaskan hati dari
Wahbah al-Zuhaily mendefinisikan syaiat-syaiat agama samawi
al-Syariah (Wahbah, yang
mengetahui cara beribadah
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
pemberlakuan syariat dan
beberapa rahasia (khusus) Artinya: Maqashid syariah adalah
terkandung dalam Makna-makna dan tujuan
yang
setiap produk hukumnya (Ilal yang dititikberatkan dalam
bin Abdul, 1999 M). semua hukum atau sebagian
Ibnu ‘Asyur mengatakan maqashid besarnya atau ialah maksud
al-Syariah al-‘Ammah: dari syariat dan rahasia-
rahasia yang diletakkan oleh
syari’ dalam setiap hokum
Artinya: Maqashid syariah ammah mendefenisikan maqashid sama
Khalifah Babkrin
Husain,
memakmurkan dengan Wahbah al-Zuhaili hanya
adalah
kehidupan di bumi, menjaga saja ditambah dengan kalimat
ketertiban di dalamnya, (Nurhadi: 2018):
senantiasa menjaga stabilitas kemaslahatan alam dengan
tanggungjawab manusia
menciptakan lingkungan
yang sehat, berlaku adil dan Artinya: Makna-makna dan tujuan
tindakan yang yang dititikberatkan dalam
berbagai
bermanfaat bagi semua
dapat
lapisan seluruh penghuni sebagian besarnya atau
hukum
atau
bumi (Muhammad Thahir, ialah maksud dari syariat
1996 M: 51). dan rahasia-rahasia yang
Muhammad Al-Yubi, diletakkan oleh syari’ dalam
Mwenurut
Maqashid Syariah adalah: setiap hukum, ibarat yang
lain yaiyu ruh umum yang
mengalir pada nilai hukum,
ungkapan hukumnya dan Artinya: Maqâshid syarî’ah adalah tercapai kekhususanya dan
makna-makna dan hikmah- dibangun
hikmah yang telah ditetapkan dasarnya dan terpenuhinya
dari
dasar-
oleh Allah dalam syariatnya metode dasar pendapat
baik yang khusus atau umum hukumnya (Khalifah, 1421
yang
bertujuan untuk
H / 2000 M: 6). merealisasikan ‘Alal
kemaslahatan hamba maqashid al-syariah (Allal Al-Fasy,
al-Fasi
mendefinisikan
(Muhammad Sa’adi, 1998: 1993: 36):
35-37).
Menurut Yusuf al-Qardlawi dalam
fiqih maqashidnya Artinya: Maqashid al-Syariah adalah
kitab
(Nurhadi: 2018): tujuan
(umum)
dari
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
Artinya: Maqashid syariah (hikmah
tasyri’) adalah hujjah yang
kuat dan illatnya yang penuh Artinya:
makna-makna dan hikmah- Hikmah-hikmah
hikmah dan rahasia-rahasia menjadi tujuan ditetapkannya
yang
dari syariat-syariat untuk hukum (nash) tidak hanya
mencapai keberhasilan memakai zharir makna yang
hubungan baik dengan Allah tidak sesuai (Yusuf, 2007 M:
Manusia dan 15).
dan
kemashlahatan dan Definisi maqashdi ulama klasik,
kebahagiaan hamba dalam seperti Izuddin dan Syathibi (Izuddin,
hidupnya dan sesudah mati 2000 M: 314; Ibu Taimiyah: 1398;
(akhirat).
Ibnu Taimiyah: 54; Umar: 16-17): Pengertian Hikmat al-Tasyrî’
yang dikemukakan oleh Ali Ahmad
al-Jurjawi diatas sedikit berbeda
dengan
pengertian Maqâshid
Syarî’ah secara umum dari ulama
lainya, menurutnya Hikmat al-Tasyrî’
kemaslahatan atau menolak
kemudharatan, namun intinya sama,
yaitu hikmah dan makna tentang
syariat untuk kemashlahatan umat
(Nurhadi: 2018; Sabariyah: 103).
Pengertian Hikmat al-Tasyrî’ yang
dikemukakan
al-Jurjawi lebih
aplikatif. Ada empat aspek yang Abdul Wahhab Khallaf, seorang
menjadi fokus perhatian Ali Ahmad pakar ushûl fiqh, menyatakan bahwa
al-Jurjawi ketika menjelaskan Hikmat nash-nash syarî’ah itu tidak dapat
al-Tasyrî’, keempat aspek tersebut di dipahami secara benar kecuali oleh
antaranya:
1) Memperkokoh keyakinan maqâshid syarî’ah (tujuan hukum)
seseorang yang
mengetahui
kepada Allah swt (tauhid) (Abd al-Wahab, 1968: 198).
(Suryan, 2008: 40) Definisi maqashid syariah
(maqâshid (hikmah
wahîdiyah/khalîqiyah/tau tawarkan
tasyri’)
yang peneliti
hîdiyah). menurut peneliti adalah:
keimanan kepada Allah
swt
dalam bentuk
melaksanakan ibadah
(syari’at) (maqâshid ‘Ibâdiyah).
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
3) Melakukan amar makruf Kedua kelompok besar dalam nahi
Hikmat al-Tasyrî’ al-Jurjawi ini, berakhlak
mungkar
dan
bersumber dari firman Alah swt (maqîshid khulûqiyah).
mulia
dalam surah al-Imran ayat 112:
preventif/pencegahan kemungkaran
(maqâshid
waqâ’iyyah). Artinya: Mereka diliputi kehinaan di
Berdasarkan penjelasan di mana saja mereka berada,
atas, tujuan
utama
dari
jika mereka disyariatkannya
berpegang kepada tali manusia
adalah
agar
(agama) Allah dan tali menghambakan dirinya kepada Allah
(perjanjian) dengan manusia swt dalam bentuk beribadah kepada-
(Departemen Agama RI, Nya. Ibadah itu sendiri adalah tujuan
2002: 65). Allah swt menciptakan jin dan
Ayat diatas dapat dibagi menjadi dua manusia (Depag RI: 862) dan tujuan
kelompok, yaitu:
di balik rahasia penciptaan langit
Tabel I
dan bumi (Depag RI: 947).
Qawâid Maqâshidiyah dengan
Dari empat defenisi Hikmat
Maqâshid Syariah
al-Tasyrî’ yang dikemukakan oleh al-
dan Hikmat al-Tasyri’ dengan
Jurjawi di atas apabila dikaitkan
Mashlahah
dengan posisi manusia sebagai makhluk sosial di bumi ini dapat
dibagi dalam dua kelompok besar:
membuktikannya dengan
ibadah, adalah dua hal
yang sangat
manusia dengan Allah
sang khalik (Depag RI: Esensi dari Hikmat al-Tasyri’ dan 460).
Maqâshid als-Syariah adalah al-
2) Tujuan
Mashlahah keempat: Amar makruf nahi
ketiga
dan
Konsep (kerangka) berpikir pencegahan adalah dua
mungkar
dan
al-Jurjawi ini hal yang terkait dari
Ali
Ahmad
sesungguhnya adalah konsep dasar hubungan
memahami Islam (Nurhadi: 2018; dengan manusia (Depag
manusia
Sabariyah: 143-145). Aqidah, Ibadah RI: 156).
dan Akhlak adalah tiga hal utama
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
ajaran Islam yang mempunyai semua ibadah yang diperintahkan hubungan Interaktif tidak dapat
dan menjauhi semua perbuatan dipisahkan satu dengan yang lain.
yang dilarang. Dengan satu tujuan Dalam
ahir mampu membuat manusia umpamakan sebatang pohon yang
kontek ini
Islam
di
butuh terhadap syari’at bukan gambaran idealnya terdiri dari akar,
karena ketakutan dan keterpaksaan batang dan buah. Aqidah sebagai
(Nurhadi: 2018; Sabariyah: 145). akar, ibadah sebagai batang dan
Keunggulan konsep hikmat al-Tasyrî’ akhlak sebagai buah (Sabariyah:
al-Jurjawi adalah lebih aplikatif dan 106). Korelasi antara ketiga unsur
sesuai dengan kemodrenan, yang Iman, Ibadah dan Akhlak ini secara
manusia haus dengan Kausalitatif. Iman sebagai akar akan
mana
motivasi beribadah, sehinnga hikmat menumbuhkan
al-Tasyrî’ al-Jurjawi ini lebih aplikatif batang akan menghasilkan Akhlak
Ibadah
sebagai
motivatif, diharapkan buah dari sebagai buah. Dari perumpamaan ini
ibadah adalah amar ma’ruf nahi terlihat bahwa aqidah memegang
mngkar.
peran sentral bagi keIslaman
perbandingan seseorang (Nurhadi: 2018; Suryan,
Sebagai
tentang konsep hikmat al-Tasyri’ al- 2008: 38). Perumpamaan ini dapat
Jurjawi, peneliti memaparkan sedikit di gambarkan dalam pohon Islam
konsep maqashid syariah atau asrar sebagai berikut:
ahkam Waliyullah Ad-Dahlawi dalam
Gamabar I: Skema Pohon Islam Metodologi al-Jurjawi dalam
Hujjatullah al-Baligha. memahami hikmat al-Tasyrî’ ini
kitabnya
Dahlawi syari’at sangat relevan dengan kondisi
Menurut
sebagaimana dipahaminya memiliki kekinian, manusia haus dengan
tujuan jelas yaitu kemaslahatan penjelasan syari’at yang dalam dan
beliau menggunakan dapat memotivasi manusia dalam
manusia,
akhirat sebagai poin penjelasan atas memahami
dan
mengamalkan
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
hubungan antara eksistensi duniawi balasan kebiakan di akhirat, tetapi dan akhirat. Baginya, syari’at di lihat
juga berdimensi sosial (kesholihan sebagai sebuah desakan alami
sosial). Pemahaman yang semacam kemanusiaan yang harus terjadi
ini menunjukan peran akal/ nalar dalam sejarah sebagai entitas yang
dalam memahami syari’at sehingga berasal dari kehendak Allah karena
dapat diketahui rahasia-rahasianya Allah ingin melindungi makhluknya,
(Syah Wali, 2005: 28). manusia dan yang lain, baik dalam
Imam Dahlawi menjelaskan kehidupan ini dan dari hukuman
bahwa sesungguhnya pembebanan neraka. Melalui syari’at, Allah juga
kewajiban-kewajiban agama akan membalas tindakan individual
memiliki makna batin (rahasia). Ia di dunia dengan pahala yang tidak
mendasarkan pada surat al-Ahzab terbatas di akhirat dan dengan
33: 72-73 (Syah Wali, 2005: 53-54), demikian proses perkembangan
yang artinya: ”Sesungguhnya kami masyarakat Islam adalah memberi
mengemukakan amanat penjelasan dari Realitas Akhirat. Hal
telah
kepada langit, bumi dan gunung- ini merupakan konsekuensi alami
gunung, maka semuanya enggan dari utilitas besar atas tanggung
untuk memikul amanat itu dan jawab di dunia ini. Dahlawi
khawatir akan mencontohkan syari’at shalat, zakat
mereka
mengkhianatinya, dan dipikullah dan
oleh manusia. ”kewajiban shalat disyariatkan untuk
puasa sebagai
Sesungguhnya manusia itu Amat mengingat Allah dan berkomunikasi
zalim dan Amat bodoh. Sehingga secara
mengazab orang-orang dengan-Nya, sebagaimana firman
munafik laki-laki dan perempuan dan Allah swt., ”Dirikanlah sholat untuk
orang-orang musyrikin laki-laki dan mengingatku” (Depag RI: 477) juga
perempuan; dan sehingga Allah sebagai tindakan persiapan untuk
taubat orang-orang kelak memandang Tuhan swt. di
menerima
mukmin laki-laki dan perempuan. kehidupan yang akan datang”. Zakat
dan adalah Allah Maha Pengampun disyariatkan agar manusia terhidar
lagi Maha Penyayang” (Depag RI: dari sifat pelit yang hina dan agar
kebutuhan orang miskin terpenuhi. Bagi umat Islam, Allah Puasa disyariatkan agar setiap
mewajibkan shalat, ibadah haji, muslim
dan kewajiban- dirinya dan agar mereka senantiasa
menyadari
kerendahan
puasa, zakat
lainnya. Kewajiban- menundukkan jiwa” (Syah Wali,
kewajiban
kewajiban tersebut memiliki makna 2005: 27). Syari’at sholat, zakat,
batin (rahasia atau hikmah) yang puasa, haji, kisas, huhud dan jihad
bertujuan untuk kebahagiaan dan dipahami oleh Dahlawi tidak hanya
kemaslahatan bagi umat Islam itu berdimensi
sendiri, demikian juga pendapat (kesholihan individu) selain sebagai
ketuhanan
saja
Dahlawi (Syah Wali, 2005: 27-28). bentuk ketundukan makhluk kepada
Mencari sebab-sebab perbedaan penciptanya sehingga memperoleh
pendapat ulama dalam memahami
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
teks syar’i dan mencari makna batin dan perbuatan lainnya termasuk yang terdapat dalam ketentuan
pelengkap atau penyempurna bagi syari’at merupakan metode Dahlawi
perbuatan lain (Nurhadi: 2018; Syah dalam melakukan istinbat al ahkam.
Wali: 238).
Untuk menyikapi hadits-hadits yang Dari kedua teori maqashid berbeda, Dahlawi menggariskan
syariah kedua tokoh (al-Jurjawi dan bahwa prinsip dasar yang di
al-Dahlawi), keduannya mempunyai gunakan
kemiripan tentang hikmat al-Tasyri mengamalkan semua hadis kecuali
adalah
berusaha
dan Asrar al-Ahkam, terwujud dalam jika terdapat pertentangan yang
kemashlahatan hamba dunia dan menghalangi pengamalan hadis-
keduanya juga hadis tersebut. Pada dasarnya tidak
akhirat.
Teori
mengarah kepada ayat 112 surah al- mungkin ada pertentangan antara
Imran di atas, yang intinya menjadi hadis-hadis kecuali dari sudut
dua kelompok, yaitu: pandang kita. Dengan demikian, jika
Tabel II
ada dua hadis yang tampaknya
Skema Qawaid dan Maqâshid
bertentang tentang suatu perbuatan
Syariah dan Hikmat al-Tasyri’
Nabi, misalnya seorang sahabat
Serta Asrar Al-Ahkam dengan
mengatakan bahwa Nabi saw
Mashlahah
mengerjakan sesuatu dan sahabat lain mengatakan bahwa Nabi saw
mengerjakan sesuatu yang lain, maka sesungguhnya tidak ada
pertentang antara keduanya. Kedua
perbuatan tersebut bisa dianggap
sebagai perbuatan yang dibolehkan,
yakni jika keduanya termasuk
kebiasaan umum dan tidak berkaitan
dengan ajaran agama. Pemahaman
lain, bisa jadi bahwa salah satu dari
kedua perbuatan itu dianjurkan
(mustahab) sedangkan yang lain Esensi dari Hikmat al-Tasyri’ dan kebolehan
Maqâshid als-Syariah adalah al- perbuatan pertama menghasilkan
(mubah),
karena
Mashlahah kedekatan kepada Allah sedangkan
yang kedua tidak. Jika keduanya Teori keduanya juga akan integral termasuk perbuatan ibadah, maka
dengan teori gelombang zikir salah satu perbuatan itu mungkin
makrifatullah:
dianjurkan (nadb) atau diwajibkan
Al-Fikra: Jurnal Ilmiah Keislaman, Vol. 17, No. 1, Januari – Juni , 2018 (147 – 189)
Gambar III: Skema Toeri Gelombang Zikir Makrifatullah
Makrifat
Syariat
melahirkan hikmh-hikmah akhlak Proses keempat gelombang tersebut
yang mulia kepada sesama dan sampai pada tatanan hablum
sang khalik. Skemanya akan terlihat minallah dan hablum minnas, lalu
sebagai berikut (Nurhadi: 2018): Hikmah tasyri’ adalah hubungan
pertikal antara manusia dengan maksudnya adalah asal pada tiap penciptanya yang tentu tidak akan
sesuatu (muamalah) adalah boleh terlepas dari sesamanya, artinya
ada dalil yang maqashid syariah dari suatu syariat
sehingga
keharamannya. semata-mata untuk mengendalikan
menunjukkan
Didukung dengan kaedah sejenis badan dari hawa nafsu, dengan cara
berikut:
perhalus jiwa dengan mengisi jiwa
asal pada setiap dengan zikir dan ingat kepada
maknanya
muamalah adalah halal. Inti dari segala
kaedah ini adalah kemashlahatan demikian akan menentramkan ruh
nikmat Allah,
dengan
hamba dunia akhirat (Nurhadi: dalam jiwa dan raga, maka akan
sampailah pada titik akhir yaitu Menurut peneliti teori integral makrifatullah dengan segala kemaha
zikir makrifatullah sucianya dan kebijaksanaannya
gelombang
kemashlahatan hamba yang penuh dengan hikmah (akhlak)
dengan
kelapangan sehingga tercapai dan terbuka pintu-
dalam
(kemubahan/kebolehan) hukum pintu mukasyafah (tirai rahasia) alam
muamalah ekonomi kecuali ada dalil semesta. Jika di hubungkan dengan
yang mengharamkanya sebagai kegiatan ekonomi akan tergambar
mana sejalan dengan kaedah fiqih dalam skema sebagai berikut
dan usul fiqih di atas, maka menurut (Nurhadi: 2018):
peneliti hikmah tasyri’ perspektif al- (muamalah iqtishadiyah) dengan
ekonomi bisnis
Jurjawi sebagai asas ekonomi dan kaedah
keuangan dalam bisnis Islam,
muamalah sebagai berikut: ﻰ ِﻓ ُل ْﺻ َﻷ َا
terletak pada kemashlahatan hikmah
Sudirman M. Johan, Nurhdi, Akhmad Mujahidin, Ahmad Rofiq, Mawardi
Muhammad Saleh; Konsep Hikmat Al-Tasyrî’ sebagai Asas Ekonomi dan Keuangan Bisnis Islam Menurut Ali Ahmad Al-Jurjawi (1866-1961M) dalam Kitab Hikmat Al-Tasyrî’ Wa Falsafatuhu
ihya al-Mawat (menhidupkan tanah
yang kosong). Secara filosofis ihyau
al-mawat adalah
upaya
menghidupakan lahan mati/kosong
yang tidak berproduksi/bermanfaat
menjadi berproduksi
Umar Muhammad Jabahuji dalam menghidupkanya
sehingga
kitabnya Maqashid Syariah al-Islami memproduktifkanya
atau
hanya membahas empat macam kemashlahatan
adalah
saja yaitu, illat, hikmah, mashlahah manfaatnya
dan
banyak
dan munasbah serta makna (Umar orang/manusia
bagi
banyak
Muhammad: 22-28). Namun sasaran menyatakan
teori
ekonomi
penelitian ini lebih ekonomi
pada beberapa memproduksi, mendistribusi dan
pengertian kata tersebut, seperti menkonsumsi
(Muhammad bin Farhun, 1301H: 8; hidup manusia. Sedangkan dalam
untuk
kebutuhan
Wahbah, 1986: 646; Ahmad al- ekonomi
Raisuni: 18). 3; Nurizal Ismail, 2014: kontemporer kemaslahatan terletak
dalam berinovasi produk ekonomi
a. Illat.
ushul fiqh hikmah ihyau al-mawat al-Jurjawi