BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA - Analisis Hukum Terhadap Perlindungan Hak Penumpang Pesawat Udara Pada Pt. Lion Air Medan

BAB II PENGANGKUTAN PENUMPANG MELALUI PENGANGKUTAN UDARA A. Pengangkutan dan Pengaturan Hukumnya Kata pengangkutan sering diganti dengan kata “transportasi” pada kegiatan

  sehari-hari. Pengangkutan lebih menekankan pada aspek yuridis sedangkan transportasi lebih menekankan pada aspek kegiatan perekonomian, akan tetapi keduanya memiliki makna yang sama yaitu sebagai kegiatan pemindahan dengan menggunakan alat angkut. Secara etimologis, transportasi berasal dari bahasa latin, yaiu transportare, trans berarti seberang atau sebelah lain dan portare berarti mengangkut atau membawa. Dengan demikian, transportasi berarti mengangkut atau membawa sesuatu ke sebelah lain atau dari suatu tempat ke tempat yang lain. Hal ini berarti bahwa transportasi merupakan jasa yang diberikan, guna menolong orang atau barang untuk dibawa ke suatu tempat lain lainya. Sehingga transportasi dapat di defenisikan sebagai usaha dan kegiatan mengangkut atau membawa barang dan/atau penumpang dari suata tempat ke

   tempat lainnya.

  Sedangkan kata “Pengangkutan” berasal dari kata “angkut” yang artinya bawa atau muat dan kirimkan. Jadi pengangkutan diartikan sebagai pengangkutan dan pembawaan barang atau orang, pemuatan dan pengiriman barang atau orang, barang atau orang yang diangkut dari suatu tempat ke tempat yang lain dengan 12 selamat, walaupun demikian diperlukan suatu alat sebagai sarana pengangkut.

  

Rustam Kamaluddin, Ekonomi Transportasi;Karakteristik, Teori dan Kebijakan,Ghalia

Indonesia, Jakarta,2003, hlm.14.

  Abdulkadir Muhammad mendefenisikan Pengangkutan sebagai proses kegiatan pemindahan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat lain dengan menggunakan berbagai jenis alat pengangkut yang diatur undang-

   undang sesuai dengan angkutan dan kemajuan teknologi.

  Poerwosutjipto,H.M.N mengatakan bahwa: “Pengangkutan adalah perjanjian timbal-balik antara pengangkut dengan pengirim dimana pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari satu tempat ke tempat tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim

  .

  

  mengikatkan diri untuk membayar uang angkutan” Defenisi lain mengenai pengangkutan adalah perjanjian timbal balik antara pengangkut dengan pengirim, dimana pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat, sedangkan pengirim mengikatkan diri

   untuk membayar uang angkutan.

  Sutio Usman Adji, dkk menyampaikan bahwa hukum pengangkutan tidak lain adalah sebuah perjanjian timbal balik, pada mana pihak pengangkut mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan tertentu, seangkan pihak lainnya (pengirim penerima; pengirim atau penerima; penumpang) berkeharusan untuk menunaikan pembayaran biaya

   tertentu untuk pengangkutan tersebut.

  Menurut Abdulkadir Muhammad hukum pengangkutan niaga ialah

   keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan niaga.

  Akan tetapi menurut Hasim Purba defenisi tersebut hanya membatasi pada bidang niaga (perdata) saja, sedangkan cakupan hukum pengangkutan itu tidak hanya menyangkut hal-hal yang bersifat perniagaan (perdata, private) akan tetapi juga meliputi hal-hal yang menyangkut publik. Dua bidang hukum yaitu hukum publik dan hukum private merupakan sesuatu yang secara simultan mengilhami asas-asas hukum pengangkutan tersebut. Sehingga defenisi hukum pengangkutan itu 13 Abdulkadir Muhammad, Arti Penting dan Strategi Multimoda Pengangkutan niaga di Indonesia, Prespektif Hukum Bisnis di Era Globalisasi , Genta Press, Yogyakarta, 2007, hlm.1. 14 HMN. Purwosutjipto, Pengertian Pokok Hukum Dagang Indonesia, 3, Hukum Pengangkutan , Djambatan, Jakarta,2001, hlm.2. 15 16 Kamus Hukum, Citra Umbara, Bandung,2008, hlm.333.

  Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Pustaka Bangsa Perss, Medan,2005, hlm.4. 17 sebagai keseluruhan peraturan baik yang bersifat publik maupun perdata (private)

   yang mengatur segala sesuatu yang bekaitan dengan kegiatan pengangkutan.

  Agar dapat memahami konsep pengangkutan secara komprehensif, perlu dikaji terlebih dahulu aspek-aspek yang tersirat dalam konsep pengangkutan.

  Konsep pengangkutan meliputi tiga aspek, yaitu : 1.

  Pengangkutan sebagai usaha (business) 2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement)

   3.

  Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process). Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan yang berkahir dengan pencapaian tujuan pengangkutan. Tujuan kegiatan usaha pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan/atau laba, tujuan kegiatan perjanjian pengangkutan adalah memperoleh hasil realisasi yang diinginkan oleh pihak-pihak, dan tujuan kegiatan pelaksanaan pengangkutan adalah memperoleh keuntungan dan tiba dengan selamat di tempat tujuan. Ketiga aspek pengangkutan tersebut menyatakan kegiatan untuk mencapai tujuan yang diinginkan pelakunya. Tanpa kegiatan tidak mungkin tujuan dapat dicapai.

  Peraturan hukum pengangkutan adalah keseluruhan peraturan hukum yang mengatur tentang jasa pengangkutan. Istilah peraturan hukum (rule of law) dalam defenisi ini meliputi semua ketentuan : a.

  Undang-Undang Pengangkutan b.

  Perjanjian Pengangkutan c. Konvensi Internasional Pengangkutan; dan d.

  Kebiasaan dalam pengangkutan kereta api, darat, perairan, dan

   penerbangan. 18 19 Hasim Purba, Op.cit, hlm.7. 20 Abdlkadir Muhammad, Op.cit, hlm.1. Peraturan hukum tersebut meliputi juga asas hukum, norma hukum, teori hukum, dan praktik hukum pengangkutan. Asas hukum pengangkutan merupakan landasan filosofis (fundamental norm) yang menjadi dasar ketentuan-ketentuan pengangkutan yang menyatakan kebenaran, keadilan, dan kepatutan yang diterima oleh semua pihak. Kebenaran, keadilan, dan kepatutan juga menjadi tujuan yang diharapkan oleh pihak-pihak. Asas tersebut dijelmakan dalam bentuk ketentuan- ketentuan (rules) yang mengatur pengangkutan niaga. Asas hukum sebagai landasan filosofis ini digolongkan sebagai filasafat hukum (legal philosophy) mengenai pengangkutan.Norma hukum pengangkutan merupakan rumusan ketentuan-ketentuan dalam undang-undang, perjanjian, konvensi internasional, dan kebiasaan yang mengatur tentang pengangkutan. Norma hukum pengangkutan berfungsi mengatur dan menjadi pedoman perilaku atau perbuatan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan. Fungsi pengaturan ini mengarahkan pihak-pihak yang berkepentingan dalam pengangkutan untuk mencapai tujuan yang dikehendaki, yaitu tiba ditempat tujuan dengan selamat, aman, bermanfaat, nilai guna meningkat, dan mengguntungkan semua pihak.Teori hukum pengangkutan merupakan kajian pengembangan hukum pengangkutan yang bertujuan untuk memperoleh manfaat yang sangat berguna bagi masyarakat dalam mewujudkan kesejahteraan. Teori hukum pengangkutan adalah serangkaian ketentuan undang-undang atau perjanjian mengenai pengangkutan yang direkontruksikan sedemikian rupa sehingga menggambarkan proses kegiatan pengangkutan. Praktek hukum pengangkutan merupakan rangkaian peristiwa mengenai pengangkutan. Rangkaian peristiwa tersebut merupakan proses pemuatan ke dalam alat pengangkutan, pemindahan ke tempat tujuan yang telah

ditentukan, dan penurunan/pembongkaran di tempa tujuan. Proses rangkaian

   perbuatan ini dapat diamati secara nyata pada setiap pelaksanaan pengangkutan.

  Pengangkutan melingkupi pengangkutan darat dengan kereta api, pengangkutan darat dengan kendaraan umum, pengangkutan perairan dengan kapal, dan pengangkutan udara dengan pesawat udara. Pengangkutan darat dengan kereta api diatur dengan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 2007 Nomor 65). Kereta api adalah sarana perkeretaapiaan dengan tenaga gerak, baik berjalan sendiri maupun dirangkaikan dengan sarana perkeretaapian lainnya, yang akan ataupun sedang bergerak dijalan rel yang terkait dengan perjalanan kereta api sesuai dengan Pasal 1 angka 2 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2007. Pada saat undang-undang ini mulai berlaku, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 1992 tentang Perkeretaapian (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 47; Tambahan Lembaran Negara Nomor 3479) dicabut dan dinyatakan tidak berlaku lagi. Undang-Undang Nomor 23

   Tahun 2007 mulai berlaku pada tanggal 25 April 2007.

  Pengangkutan darat dengan kereta api diadakan berdasarkan perjanjian antara Badan Penyelenggaraan Pengangkutan dan penumpang atau pemilik barang. Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan antara pengangkut dan penumpang atau pengirim seperti yang terdapat pada Pasal 132 dan 141 Undang-Undang Nomor

  23 Tahun 2007. Karcis Penumpang diterbitkan atas nama (on name), artinya setiap pemegang karcis yang namanya tercantum dalam karcis itu berhak untuk diangkut. Surat pengangkutan barang diterbitkan atas nama (on name), artinya 21 22 Ibid , hlm. 6.

  setiap pemegang yang namanya tercantum pada surat pengangkutan barang adalah pemilik dan berhak untuk menerima barang. Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang atas nama tidak dapat dialihkan kepada pihak lain karena

   ada kaitannya dengan asuransi yang melindungi dalam hal terjadi musibah.

  Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diatur dengan Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49). Karena sudah tidak sesuai lagi dengan kebutuhan yang berkembang kini, undang-undang ini kemudian tidak diberlakukan lagi dan diganti dengan Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 96) yang mulai berlaku sejak diundangkan pada tanggal 22 Juni 2009. Menurut ketentuan undang-undang yang baru tersebut, kendaran bermotor adalah setiap kendaraan yang digerakkan oleh peralatan mekanik berupa mesin selain kendaraan yang berjalan diatas rel. kendaraan bermoto umum adalah setiap kendaraan yang digunakan untuk pengangkut barang dan/atau orang yan dipungut bayaran seperti yang tercantum pada Pasal 1 angka 8 dan 10 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009. Pada saat mulai berlakunya undang-undang ini, Undang- Undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan dinyatakan tidak berlaku lagi.

  Pengangkutan darat dengan kendaraan umum diadakan dengan perjanjian antara perusahaan pengangkutan umum dan penumpang atau pemilik barang.

  Karcis penumpang dan surat pengangkutan barang merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. Karcis 23 Ibid , hlm. 9. penumpang diterbitkan atas nama (on name), artinya tidak dapat dialihkan dengan menyerahkan karcis penumpang kepada pihak lain. Demikian juga surat pengangkutan barang diterbitkan atas nama (on name), artinya tidak dapat dialihkan kepada pihak lain. Penerbitan dokumen pengangkutan atas nama ada kaitannya dengan perlindungan asuransi terhadap pemegangnya dalam hal terjadi musibah. Pemegang dokumen pengangkutan adalah orang yang berhak

   memperoleh santunan atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi.

  Pengangkutan orang dengan kendaraan bermotor umum yang melayani trayek tetap lintas batas negara, antarkota antarprovinsi, dan antarkota dalam provinsi harus dilengkapi dengan dokumen. Dokumen pengangkutan orang sebagaimana dimaksud diatas meliputi tiket penumpang umum untuk angkutan dalam trayek, tanda pengenal bagasi, dan manifes. Pengangkutan barang dengan kendaraan bermotor umum wajib dilengkapi dengan dokumen yang meliputi suatu perjanjian pengangkutan dan surat muatan barang sesuai dengan Pasal 166 Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009.

  Pengangkutan perariran dengan kapal diatur dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran. Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008, pelayaran adalah salah satu kesatuan sistem terdiri atas pengangkutan di perairan, kepelabuhan, keselamaan, dan keamanan, serta perlindungan linkungan maritim. Pengangkutan di perairan adalah kegiatan pengangkutan dan/atau memindahkan penumpang dan/atau barang dengan menggunakan kapal. Kapal adalah kendaraan air dengan bentuk dan jenis tertentu, yang digerakkan dengan tenaga angin, tenaga mekanik, energi lainnya, ditarik 24 atau ditunda, termask kendaraan yang berdaya dukung dinamis, kendaraan dibawah permukaan air, serta alat apung dan bangunan terapung yang tidak berpindah-pindah terdapat dalam Pasal 1 angka 3 dan 36 Undang-Undang Nomor

  17 Tahun 2008.Selain itu, pengangkutan perairan juga diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia, yaitu Buku II Bab V tentang Perjanjian Carter Kapal: Bab VA tentang Pengangkutan Barang dan Bab V tentang Pengankutan Penumpang. Peraturan undang-undang dalam KUHD Indonesia masih dinyatakan berlaku, karena bersifat lex generalis. Karcis penumpang dan dokumen pengangkutan di perairan merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan di perairan antara perusahaan pengankut perairan dan penumpang atau pemilik barang, dengan pembayaran biaya pengangkutan.

  Dokumen pengangkutan barang pada pengangkutan di perairan disebut

  

konosemen (bill of landing). Karcis penumpang diteritkan atas nama, sedangkan

  konosemen dapat diterbitkan atas nama (on name), atas tunjuk (to bearer), atau atas pengganti (to order). Dengan demikian, konosemen (bill of landing) dapat

   diperjualbelikan dan digolongan sebagai surat berharga.

  Pengangkutan udara dengan pesawat diatur dengan Undang-Undang Nomor 1 tahun 2009 tentang Penerbangan melalui Lembaran Negara Tahun 2009 Nomor 1. Pengangkutan Udara adalah setiap kegiatan yang menggunakan pesawat untuk mengangkut penumpang, kargo, dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang 25 dan/atau kargo dengan pesawat udara dengan imbalan bayaran atau dalam bentuk

   imbalan jasa yang lain.

  Pengangkutan udara diadakan dengan perjanjian antara perusahaan pengangkutan udara dan penumpang atau pemilik barang. Tiket penmpang dan tiket bagasi merupakan tanda bukti telah terjadi perjanjian pengangkutan dan pembayaran biaya pengangkutan. Tiket Penumpang dan tiket bagasi diterbitkan atas nama dan karena itu tidak boleh dialihkan atau diserahkan kepada orang lain. Pihak yang berhak untuk diangkut adalah orang yang namanya tercantum dalam tiket penumpang tersebut termasuk bagasinya. Dalam hal terjadinya musibah, pemegang dokumen pengangkutan udara adalah orang yang berhak atas santunan

   atau ganti kerugian dari perusahaan asuransi.

  Selain itu ketentuan hukum mengenai pengangkutan udara juga diatur dalam Ordonansi Pengangkutan Udara (Luchtvervoer Ordonantie – Stb.1939 No.

  100), Peraturan Pemerintah Republik Indonesia 3 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 40 Tahun 1995 tentang Angkutan Udara dan Peraturan Menteri Nomor 77 Tahun 2011 tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara.

  Pengangkutan menganut Asas hukum pengangkutan yang merupakan landasan filosofis yang diklasifikasikan menjadi dua yaitu : asas hukum publik dan asas hukum perdata. Asas hukum public adalah landasan hukum pengangkutan yang berlaku dan berguna bagi semua pihak, yaitu pihak-pihak dalam pengangkutan, pihak ketiga yang berkepentingan dengan pengangkutan, 26 27 Ibid , hlm.12.

   Ibid ., dan pihak pemerintah (negara). Asas hukum publik meliputi : asas manfaat, asas adil dan merata, asas kepentingan umum, asas keterpaduan, asas tegaknya hukum, asas percaya diri, asas keselamatan penumpang, asas berwawasan lingkungan hidup, asas kedaulatan negara, asas kebangsan.Asas hukum perdata merupakan landasan hukum pengangkutan yang hanya berlaku dan berguna bagi kedua pihak dalam pengangkutan yaitu pengangkut dan penumpang atau pemilik barang. Asas hukum perdata meliputi : asas perjanjian, asas koordinatif, asas campuran, asas retensi, asas pembuktian dengan dokumen.

  Secara umum dinyatakan bahwa setiap pengangkutan bertujuan untuk tiba di tempat dengan selamat, dan meningkatkan nilai guna bagi penmpang ataupun barang yang diangkut. Tiba ditempat tujuan artinya proses pemindahan dari suatu tempat ke tempat tujuan lain berlangsung tanpa hambatan dan kemacetan sesuai yang direncanakan. Dengan selamat artinya penumpang dalam keadaan sehat, tidak mengalami bahaya yang menyebabkan luka, sakit, atau meninggal dunia.

  Jika yang diangkut adalah barang, selamat artinya nilai sumber daya manusia dan barang ditempat tujuan menjadi lebih tinggi bagi kepentingan mansusia dan pelaksanaan pembangunan.

B. Perjanjian Pengangkutan Udara

  Perjanjian pengangkutan udara (Luchtvervoer-overeenkomst) dalam arti yang sempit adalah suatu perjanjian antara seorang pengangkut udara dengan pihak penumpang atau pihak pengirim barang untuk mengangkut penumpang atau barang dengan pesawat udara, dengan imbalan bayaran atau suatu prestasi lain.Dalam arti yang luas suatu perjanjian angkutan udara dapat merupakan sebagian dari suatu pejanjian pemberian jasa dengan pesawat udara. Abdulkadir Muhammad membagi konsep pengangkutan menjadi tiga yaitu : 1.

  Pengangkutan sebagai usaha (business) 2. Pengangkutan sebagai perjanjian (agreement) 3. Pengangkutan sebagai proses penerapan (applying process)

  Pengangkutan sebagai perjanjian selalu didahului oleh kesepakatan antara pihak pengangkut dan penumpang atau pengirim. Kesepakatan tersebut biasanya pada dasarnya berisi kewajiban dan hak pengangkut dan penumpang

  

  atau pengirim. Perjanjian pengangkutan adalah persetujuan dimana pengangkut melibatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan penumpang dan/atau barang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat dan penumpang atau pemilik barang megikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan . Menurut pasal 1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata untuk sahnya suatu perjanjian maka harus memenuhi 4 syarat yaitu : Sepakat mereka yang mengikatkan dirinya; kecakapan unruk membuat suatu perjanjian; suatu hal

  

  tertentu; suatu sebab yang halal. Perjanjian pengangkutan selalu diadakan secara lisan, tetapi didukung oleh dokumen yang membuktikan bahwa perjanjian sudah terjadi dan mengikat.

  Perjanjian pengangkutan udara adalah perjanjian antara pengangkut dan pihak penumpang dan/atau pengirim kargo untuk mengangkut penumpang dan/atau kargo dengan pesawat udaran dengan imbalan jasa yang lain. Dalam perjanjian pengangkutan udara terdapat dokumen pengangkutan udara, yang terdiri dari : 28 29 Ibid ., hlm.2.

1. Tiket penumpang pesawat udara; 2.

  Pas masuk pesawat udara (boarding Pass); 3. Tanda pengenal bagasi (baggage identification/ claim bag); 4. Surat muatan udara (airways bill).

  

Tiket adalah dokumen berbentuk cetak melalui proses elektronik atau

  bentuk lainnya, yang merupakan salah satu alat bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara penumpang dan pengangkut, hak penumpang untuk menggunakan pesawat udara atau diangkut dengan pesawat udara. Tiket penumpang pesawat udara adalah suatu tanda bukti bahwa seseorang telah membayar uang angkutan dan akibatnya berhak naik pesawat udara sebagai penumpang. Perjanjian pengangkutan udara bersifat konsensual, yang adanya perjanjian itu pertama kali harus dibuktikan dengan tiket penumpang. Bila tiket penumpang ini tidak ada, salah dibuat, atau hilang, maka perjanjian pengangkutan udara dapat dibuktikan dengan alat pembuktian lain. Adapun tiket penumpang pesawat udara berisi : a)

  Tempat dan tanggal pemberian;

  b) Tempat pemberangkatan dan tempat tujuan

  c) Pendaratan yang direncanakan dengan mengingat hak pengangkut untuk mengadakan perubahan-perubahan bila perlu; d)

  Nama dan alamat pengangkut udara;

  e) Pemberitahuan bahwa pengangkutan udara tunduk pada ketentuan- ketentuan tanggung jawab yang diatur dalam OPU dan Undang-Undang.

  

30 Freddy Luth Purba, Op.cit.,

  31

  Tiket penumpang hanya dapat dipergunakan oleh orang yang namanya tertera di atasnya, dan tidak dapat dipergunakan orang lain. Tiket penumpang harus disesuaikan dengan identitas penumpang pada saat masuk ke ruang tunggu untuk menaiki pesawat.

  Pas masuk pesawat udara (boarding pass) adalah sebuah dokumen berbentuk cetak melalui proses elektronik yang berisi jam penerbangan untuk masuk ke ruang tunggu dan menunggu pesawat untuk terbang.

  Tanda pengenal bagasi (baggage identification/ claim bag) merupakan tanda bukti penitipan barang, yang nanti bila penumpang turun dari pesawat

  

  terbang, barang bagasi itu akan dibawa kembali. Tanda pengenal bagasi dibuat dua rangkap, satu ditempelkan ke tiket penumpang, satu lagi ditempelkan di bagasi. Tiket bagasi berisi nomor seri yang sama dengan tiket penumpang, jumlah kilo dan beratnya. Bila penumpang menginginkan (biasanya barang yang bernilai tinggi daripada batas tanggung jawab pengangkut untuk bagasi), nilai bagasi tersebut dinyatakan pada waktu penyerahan kepada pengangkut, dan akan dicatat pada waktu penyerahan kepada pengangkut, dan akan dicatat serta disimpan oleh

   awak pesawat, dengan biaya tambahan.

  Surat muatan udara (airway bill) adalah dokumen cetak, melalui proses elektronik atau bentuk lainnya, yang merupakan salah satu bukti adanya perjanjian pengangkutan udara antara pengirim kargo dan pengangkut, dan hak penerima

  

  kargo untuk mengambil kargo. Surat Muatan Udara biasanya dipakai untuk pengiriman kargo atau barang. 32 33 Ibid ., 34 E. Saefullah Wiradipradja, Op.cit., hlm.61.

  Abdulkadir Muhammad, Op.cit., hlm.11.

C. Tanggung Jawab Pengangkut dalam Pengangkutan Udara

  Terjadinya pengangkutan udara tidak lepas dari adanya pihak-pihak didalamnya. Pihak-pihak dalam angkutan udara terdiri atas, pengangkut, penumpang, pengirim dan penerima.Secara umum, dalam kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) Indonesia tidak dijumpai defenisi pengangkutan, kecuali dalam pengangkutan laut. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengangkut adalah pihak yang mengikat diri untuk menyelenggarakan pengangkutan orang (penumpang) dan/atau barang.

  Singkatnya pengangkut adalah penyelenggara pengangkutan. Maka pada pengangkutan udara pengangkut adalah pihak maskapai penerbangan yang menyelenggarakan pengangkutan udara.

  Pengangkut menurut Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan, pada Pasal 1 ayat 26 adalah badan usaha angkutan udara niaga, pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang melakukan kegiatan angkutan udara niaga berdasarkan ketentuanundang-undang ini, dan/atau badan usaha selain badan usaha angkutan udara niaga yang membuat kontrak perjanjian udara niaga.

  Penumpang adalah orang yang mengikat yang mengikat diri untuk membayar biaya pengangkutan dan atas dasar ini ia berhak untuk memperoleh kasa pengangkutan. Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. Sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan, penumpang harus mampu melakukan perbuatan hukum atau mampu membuat perjanjian seperti yang termuat dalam

   Pasal 1320 KUH Perdata.

  Pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar biaya pengangkutan barang dan atas dasar berhak memperoleh pelayanan pengangkutan dari pengangkutan udara niaga. Penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong sebagai subjek hukum pengangkutan.

  Subjek hukum merupakan orang atau badan yang dikenakan hak dan kewajiban. Seperti apa yang telah diketahui subjek hukum pengangkutan adalah pihak yang secara langsung terikat dalam perjanjian dan pihak yang tidak secara langsung terikat dalam perjanjian.Pelaksanaan pengangkutan udara tidak terlepas dari hak dan kewajiban para pihaknya. Dalam mewujudkan hak dan kewajiban para pihak tidak boleh terdapat tumpang tindih, semua harus dilakukan seadil- adilnya. Perjanjian pengangkutan tidak hanya mengatur hak dan kewajiban pengangkut tetapi juga penumpang, pengirim, dan penerima.

  Tanggung jawab pengangkut dalam pengangkutan udara adalah pengangkut udara bertanggung jawab untuk kerugian sebagai akibat dari luka atau jejas (lichamelijke letsel) pada tubuh penumpang, bila :

  a) Kecelakaan yang menimbulkan kerugian itu ada hubungannya dengan pengangkut udara; b)

  Terjadi diatas pesawat terbang;

35 Ibid ., hlm.65.

  c) Selama jangka waktu antara naik dan turun dari pesawat terbang seperti yang terdapat dalam Pasal 24 ayat (1) OPU. Kalau luka itu menimbulkan kematian si penumpang, maka ahli waris penumpang yang sah, dapat menuntut ganti kerugian yang dinilai sesuai kedudukan, kekayaan dan keadaan yang bersangkutan.

  Pengangkut bertanggung jawab terhadap kerugian yang terjadi sebagai akibat kemusnahan, kehilangan atau kerusakan bagasi atau barang muatan penumpang bila :Peristiwa yang menyebabkan kerugian itu terjadi selama pengangkutan udara;Termasuk “selama pengangkutan udara” ialah selama bagasi atau barang muatan itu ada dibawah pengawasan pengangkut, baik di lapangan terbang, di dalam pesawat atau diluar lapangan terbang;Waktu pengangkutan udara tidak meliputi pengangkutan di darat, laut atau sungai, yang dilaksanakan di luar suatu lapangan terbang terdapat dalam Pasal 25 OPU.

  Ganti kerugian yang harus dibayarkan pengangkut bila bagasi atau barang muatan itu :Hilang seluruhnya atau sebagian, diperhitungkan harga barang yang semacam dan sama sifatnya di tempat tujuan, pada waktu atau barang atau bagasi itu seharusnya diserahkan, dikurangi dengan jumlah uang yang karena barangnya tidak ada itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 26 OPU. Bila rusak, diperhitungkan harga barang sebagai diatas, dikurangi dengan harga barang yang rusak, dan sisanya dikurangi pula dengan jumlah uang, yang karena kerusakan itu tidak perlu dibayar, yakni mengenai uang angkutan dan biaya-biaya lain terdapat dalam Pasal 27 OPU.Terlambat datang ditempat tujuan. Hal ini tidak hanya mengenai barang muatan bagasi, tetapi juga mengenai penumpang, kecuali kalau ada perjanjian lain

   terdapat dalam Pasal 28 OPU.

  Pengangkut udara wajib mengangkut orang dan/atau kargo pos setelah disepakatinya perjanjian pengangkutan udara. Pengangkut udara wajib memberikan pelayanan yang layak terhadap setiap pengguna jasa pengangkutan udara sesuai dengan perjanjian pengangkutan udara yang telah disepakati. Sebagai imbalan, pengangkut berhak memperoleh sejumlah uang jasa atau uang sewa yang disebut sebagai biaya pengangkutan udara.

Dokumen yang terkait

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Penerbangan Domestik (Studi Pada Pt. Garuda Indonesia Airlines Tbk)

11 219 131

Analisis Hukum Terhadap Perlindungan Hak Penumpang Pesawat Udara Pada Pt. Lion Air Medan

5 103 102

Pengaruh Ekuitas Merek Terhadap Loyalitas Konsumen (Studi Kasus Pada Penumpang Pesawat Lion Air Rute Domestik Di Bandara Polonia Medan)

4 90 131

Perlindungan Hukum Terhadap Barang-Barang Milik Penumpang Dalam Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air, Medan)

3 107 89

TANGGUNG JAWAB PERUSAHAAN PENGANGKUTAN UDARA TERHADAP PENUMPANG DALAM HAL TERJADI KETERLAMBATAN PENERBANGAN

0 9 54

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Dan Tanggung Jawab Negara Malaysia Terhadap Penumpang Pesawat Mh 370 Ditinjau Dari Hukum Internasional

0 0 21

Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Penerbangan Domestik (Studi Pada Pt. Garuda Indonesia Airlines Tbk)

1 1 7

BAB II PRINSIP-PRINSIP ANGKUTAN UDARA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG A. Perjanjian Pengangkutan Udara dan Penumpang Menurut Hukum - Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Penerbangan Domestik (Studi Pada Pt. Garuda Indonesia

0 0 35

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Penerbangan Domestik (Studi Pada Pt. Garuda Indonesia Airlines Tbk)

0 2 15

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA A. Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pem

0 0 32