BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA A. Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara - Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pem

BAB II TINJAUAN MENGENAI PENGANGKUTAN UDARA A. Asas dan Tujuan Diselenggarakannya Pengangkutan Udara Peran pengangkutan khusunya sektor penerbangan tentu tidak terlepas dari

  sektor ekonomi yang mana pembangunan memerlukan jasa berupa angkutan yang cukup dan memadai. Apabila tidak ada pengangkutan sebagai suatu sarana penunjang maka tidak dapat diharapkan tercapainya hasil yang memuaskan dalam usaha pengembangan ekonomi di suatu negara. Bagaimanapun tingkatan perkembangan ekonomi di suatu negara dalam hal menyusun sistem transportasi nasional atau menetapkan policy transportasi nasional harus menentukan lebih dahulu tujuan apa saja yang memerlukan jasa angkutan dalam sistem transportasi nasional.

  Tujuan-tujuan yang ingin diwujudkan dalam rangka pengembangan ekonomi ialah:

  1. Meningkatkan pendapatan nasional, disertai dengan distribusi yang merata

  7 antara penduduk, bidang-bidang usaha dan daerah-daerah.

  2. Meningkatkan jenis dan jumlah barang jadi dan jasa yang dapat dihasilkan para konsumen, industri dan pemerintah.

  3. Mengembangkan industri nasional yang dapat menghasilkan devisa serta men-supply pasaran dalam negeri.

  4. Menciptakan dan memelihara tingkatan kesempatan kerja bagi 7 masyarakat.

  

H.A. Abbas Salim, Manajemen Transportasi, Jakarta, Rajawali Pers, 1993, hal 1.

  16 Pengangkutan ataupun transportasi memegang peran yang cukup penting atas tujuan pengembangan ekonomi tersebut. Selain itu terdapat juga tujuan- tujuan yang sifatnya non ekonomis, seperti untuk menaikkan integritas bangsa serta memperkuat ketahanan nasional. Jadi terlihat bahwa tujuan ekonomis dan non ekonomis tidak selalu dapat sejalan menuju arah yang sama. Misalkan saja kebijakan transportasi ditujukan untuk peningkatan integritas bangsa, dapat

  8 berbeda dengan kebijakan dalam rangka meningkatkan efisiensi ekonomi.

  Diselenggarakannya pengangkutan dalam hal ini penerbangan dibangun berdasarkan beberapa asas dan tujuan, yakni terdapat dalam UURI No. 1 Tahun 2009 Tentang Penerbangan Pasal 2 dan 3 antara lain adalah: Penerbangan diselenggarakan berdasarkan asas:

  a). Manfaat;

  b). Usaha bersama dan kekeluargaan;

  c). Adil dan merata;

  d). Keseimbangan, keserasian, dan keselarasan;

  e). Kepentingan umum;

  f). Keterpaduan;

  g). Tegaknya hukum;

  h). Kemandirian; i). Keterbukaan dan anti monopoli; j). Berwawasan lingkungan hidup; k). Kedaulatan negara; 8 Ibid, hal 2. l). Kebangsaan; dan m). Kenusantaraan.

  Tujuan diselenggarakannya penerbangan antara lain: 1). Mewujudkan penyelenggaraan penerbangan yang tertib,teratur, selamat, aman, nyaman, dengan harga yang wajar,dan menghindari praktek persaingan usaha yang tidak sehat;

  2). Memperlancar arus perpindahan orang dan/atau barang melalui udara dengan mengutamakan dan melindungi angkutan udara dalam rangka memperlancar kegiatan perekonomian nasional;

  3). Membina jiwa kedirgantaraan; 4). Menjunjung kedaulatan negara; 5). Menciptakan daya saing dengan mengembangkan teknologi dan industri angkutan udara nasional; 6). Menunjang, menggerakkan, dan mendorong pencapaian tujuan pembangunan nasional; 7). Memperkukuh kesatuan dan persatuan bangsa dalam rangka perwujudan

  Wawasan Nusantara; 8). Meningkatkan ketahanan nasional; 9). Mempererat hubungan antarbangsa.

  Salah satu tujuan diselenggarakannya penerbangan yaitu memperlancar kegiatan perekonomian nasional, hal ini terkait dengan hubungan antara transportasi dengan produksi dalam kegiatan ekonomi, yaitu: a. Dengan tidak tersedianya transportasi masyarakat tidak akan mengecam keuntungan dari produksi.

  b. Oleh karena itu, harus diusahakan pemanfaatan alat angkut seefektif serta seefisien mungkin.

  c. Dengan efektif dan efisien pengelolaan moda transportasi akan

  9 memberikan dampak makro dan mikro terhadap Pembangunan Ekonomi.

  Pengangkutan udara salah satunya berdasarkan asas manfaat, ini berhubungan dengan transportasi dalam kehidupan masyarakat. Yang berarti transportasi udara ini bermanfaat bagi masyarakat, dalam arti hasil-hasil produksi dan bahan-bahan baku suatu daerah dapat dipasarkan kepada perusahaan industri.

  Setelah itu, barang jadi yang telah diproduksi dijual oleh produsen kepada masyarakat atau perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam bidang pemasaran.

  Dalam rangka mengangkut bahan-bahan baku dan barang-barang jadi sudah pasti

  10 diperlukan jasa transportasi yang salah satunya ialah transportasi udara.

B. Subjek dan Objek Pengangkutan Udara

  Perkembangan hidup manusia dari zaman dahulu hingga saat ini dapat terlihat dari sisi pengangkutannya, pada zaman dahulu kegiatan pengangkutan tidak begitu vital seperti sekarang ini. Saat ini pengangkutan begitu penting peranannya dalam berbagai segi kehidupan masyarakat, mulai dari anak-anak yang pergi ke sekolah sampai orang tuanya yang pergi ke kantor untuk bekerja. Aktivitas seperti itu biasanya menggunakan transportasi sebagai sarana untuk 9 10 Ibid, hal 13 Ibid, hal 11.

  bepergian, berdasarkan itu peranan pengangkutan tepat apabila disebut penting dalam kehidupan masyarakat pada waktu sekarang ini.

  Pengangkutan didefinisikan sebagai perpindahan tempat, baik mengenai benda-benda maupun orang, karena perpindahan itu mutlak dibutuhkan dalam

  11 rangka mencapai dan meninggikan manfaat serta efisien.

  Dalam buku M.N. Nasution pengangkutan didefinisikan sebagai pemindahan barang dan manusia dari tempat asal menuju tempat tujuannya.

  Selanjutnya dijelaskan bahwa proses pengangkutan tersebut merupakan gerakan dari tempat asal, dimana kegiatan angkutan itu dimulai, ke tempat tujuan, dan ke

  12

  mana kegiatan pengangkutan diakhiri. Selanjutnya, menurut penulis pengangkutan adalah suatu kegiatan orang, penumpang maupun barang yang mempunyai tempat tujuan dengan menggunakan sebuah sarana yang dapat bergerak menuju tempat tujuan tersebut.

  Pengangkutan sebagai salah satu sektor perhubungan memiliki keterkaitan dengan ilmu hukum sebagai suatu ilmu yang dipelajari oleh penulis. Lalu, pengangkutan tersebut pun memerlukan suatu peraturan untuk mengatur segala kegiatannya. Untuk itu akan sedikit diuraikan mengenai definisi hukum pengangkutan itu sendiri. Dimulai dari arti ilmu hukum, menurut Stone ilmu hukum adalah penyelidikan oleh para ahli hukum tentang norma-norma, cita-cita dan teknik-teknik hukum dengan menggunakan pengetahuan yang diperoleh dari

  13

  berbagai disiplin di luar hukum yang mutakhir. Selanjutnya pengertian dari 11 Sinta Uli, Pengangkutan Suatu Tinjauan Hukum Multimoda Transport Angkutan Laut, Angkutan Darat dan Angkutan Udara , Medan, USU Press, 2006, hal 20. 12 13 M.N. Nasution, Op,Cit., hal 3.

  

Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, Bandung, PT. Citra Aditya Bakti, 2000, hal 11. hukum menurut E. Utrecht, hukum adalah himpunan petunjuk hidup (perintah atau larangan) yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat yang seharusnya ditaati oleh anggota masyarakat dan jika dilanggar dapat menimbulkan tindakan

  

14

dari pihak pemerintah dari masyarakat itu.

  Maka dari itu, hukum pengangkutan merupakan ketentuan yang mengatur tentang segala aktivitas pengangkutan yang wajib ditaati bagi setiap yang terlibat di dalam aktivitas itu. Menurut Sution Usman Adji, dkk hukum pengangkutan adalah sebuah perjanjian timbal balik, dimana pihak pengangkut mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang ke tempat tujuan yang dituju, sementara pihak lainnya (pengirim-penerima; pengirim atau penerima; penumpang) mempunyai kewajiban untuk melakukan pembayaran

  15 biaya tertentu dalam rangka pengangkutan tersebut.

  Sektor perhubungan selaku sektor penunjang mempunyai peranan yang cukup penting dalam keberhasilan program pembangunan nasional, perhubungan memerlukan suatu sistem penyelenggaraan angkutan yang dapat melayani distribusi produksi pertanian, industri, pemindahan tenaga kerja, penyebaran dan pemerataan penduduk, menghubungi kota besar maupun kecil serta daerah-daerah pedesaan yang terpencil sekalipun. Pihak pemerintah kemudian mempercayakan penyediaan jasa angkutan udara yang sangat diperlukan oleh masyarakat kepada pihak perhubungan udara. Dalam rangka melayani dan menanggapi permintaan

  14 15 Chainur Arrasjid, Dasar-Dasar Ilmu Hukum, Jakarta, Sinar Grafika, 2000, hal 21.

  Hasim Purba, Hukum Pengangkutan di Laut, Medan, Pustaka Bangsa Press, 2005, hal 7. akan jasa angkutan udara, maka diperlukan suatu sistem penyelenggaraan

  16 angkutan udara, baik domestik maupun internasional.

  Pengertian angkutan udara menurut Pasal 1 angka 13 UU Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan adalah setiap kegiatan dengan menggunakan pesawat udara untuk mengangkut penumpang, kargo dan/atau pos untuk satu perjalanan atau lebih dari satu bandar udara ke bandar udara yang lain atau beberapa bandar udara. Penumpang biasanya mendominasi untuk diangkut melalui angkutan udara, sementara itu barang-barang yang sifatnya segar, relatif ringan dan bernilai tinggi juga diangkut oleh jasa angkutan udara. Dalam hal kegiatannya, angkutan udara tersebut memerlukan suatu sarana yakni airport ataupun airways. Pengertian dari

  airways ini adalah suatu jalan yang diperuntukkan bagi pesawat terbang yang

  melalui ruang udara atau angkasa sepanjang mana pesawat terbang dijalankan untuk bergerak atau terbang dari satu pelabuhan ke pelabuhan lainnya. Sedangkan

  

airport atau bandar udara yakni suatu tempat yang digunakan untuk keperluan

landing dan take off bagi pesawat-pesawat terbang atau tempat yang dipergunakan

  secara teratur untuk menerima serta menerbangkan penumpang maupun, muatan

  17 barang yang diangkut oleh pesawat tersebut lewat udara.

  Subjek di dalam proses berkegiatan angkutan udara ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam rangka penyelenggaraan angkutan udara. Sementara yang menjadi objeknya adalah proses penyelenggaraan pengangkutan udara itu sendiri. Berdasarkan pendapat H.M.N Purwosutjipto, pihak-pihak dalam pengangkutan terbagi atas pengangkut dan pengirim. Pengangkut adalah orang yang 16 K. Martono, Hukum Udara, Angkutan Udara dan Hukum Angkasa,Bandung,Penerbit Alumni,1987, hal 59. 17 Sinta Uli, Op.Cit, hal 86.

  mengikatkan diri untuk menyelenggarakan pengangkutan barang dan/atau orang dari suatu tempat ke tempat tujuan tertentu dengan selamat. Sementara itu kebalikan dari pihak pengangkut ialah pengirim yaitu pihak yang mengikatkan dari untuk membayar uang angkutan, dimaksudkan juga ia memberikan muatan.

  Abdulkadir Muhammad berpendapat bahwa, subjek hukum pengangkutan adalah pendukung kewajiban dan hak dalam hubungan hukum pengangkutan, yaitu pihak-pihak yang terlibat secara langsung dalam proses perjanjian sebagai pihak dalam perjanjian pengangkutan. Subjek hukum pengangkutan dapat berstatus badan hukum, persekutuan bukan badan hukum, dan perseorangan. Berikut adalah

  18

  penjelasan dari beberapa subjek dalam pengangkutan: 1). Pengangkut (Carrier)

  Pada perjanjian pengangkutan barang, pihak pengangkut yakni pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan, barang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif angkutan sesuai yang telah disepakati. Pada perjanjian pengangkutan penumpang, pihak pengangkut yaitu pihak yang berkewajiban memberikan pelayanan jasa angkutan penumpang dan berhak atas penerimaan pembayaran tarif (ongkos) angkutan sesuai ketentuan yang telah ditetapkan. 2). Pengirim ( Consigner)

  Kitab Undang-Undang Hukum Dagang Indonesia tidak mengatur definisi pengirim secara umum. Akan tetapi, dilihat dari pihak dalam perjanjian pengangkutan, pengirim adalah pihak yang mengikatkan diri untuk membayar 18

  http://mell-benu.blogspot.com/2012/04/buku-ajar-hukum-pengangkutan.html diakses tanggal 15 November 2012. pengangkutan barang dan atas dasar itu dia berhak memperoleh pelayanan pengangkutan barang dari pengangkut.

  3). Penumpang ( Passanger ) Penumpang merupakan pihak yang berhak untuk memperoleh pelayanan jasa angkutan penumpang dan berkewajiban untuk membayar tarif angkutan sesuai yang ditetapkan. Menurut perjanjian pengangkutan, penumpang mempunyai dua status, yaitu sebagai subjek karena dia adalah pihak dalam perjanjian dan sebagai objek karena dia adalah muatan yang diangkut. 4). Penerima ( Consignee )

  Pihak penerima barang yakni sama dengan pihak pengirim dalam hal pihak pengirim dan penerima adalah merupakan subjek yang berbeda. Namun terkadang pihak pengirim barang juga adalah sebagai pihak yang menerima barang yang diangkut di tempat tujuan. Dalam perjanjian pengangkutan, penerima mungkin pengirim sendiri, mungkin juga pihak ketiga yang berkepentingan. Dalam hal penerima adalah pengirim, maka penerima adalah pihak dalam perjanjian pengangkutan. Dalam penerima adalah pihak ketiga yang berkepentingan, penerima bukan pihak dalam perjanjian pengangkutan, melainkan sebagai pihak ketiga yang berkepentingan atas barang kiriman, tetapi tergolong juga sebagai subjek hukum pengangkutan. Adapun kriteria penerima menurut perjanjian, yaitu :

  1. Perusahaan atau perorangan yang memperoleh hak dari pengirim barang;

  2. Dibuktikan dengan penguasaan dokumen pengangkutan; 3. Membayar atau tanpa membayar biaya pengangkutan.

  5). Ekspeditur Ekspeditur dijumpai dalam perjanjian pengangkutan barang, dalam bahasa

  Inggris disebut cargo forwarder. Ekspeditur digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengirim atau pengangkut atau penerima barang. Ekspeditur tersebut berfungsi sebagai pengantara dalam perjanjian pengangkutan yang bertindak atas nama pengirim.

  6). Agen Perjalanan ( Travel Agent) Agen perjalanan biasanya dikenal dalam perjanjian pengangkutan penumpang. Agen perjalanan digolongkan sebagai subjek hukum pengangkutan karena mempunyai hubungan yang sangat erat dengan pengangkut, yaitu perusahaan pengangkutan penumpang. Agen perjalanan berfungsi sebagai agen (wakil) dalam perjanjian keagenan (agency agreement) yang bertindak untuk dan atas nama pengangkut. Agen perjalanan adalah perusahaan yang kegiatan usahanya mencarikan penumpang bagi perusahaan pengangkutan, dalam hal pembahasan skripsi ini yaitu pesawat udara.

  Kesalahan dalam penanganan reservasi berpotensi menimbulkan terjadinya ketidaknyamanan ataupun terjadinya complain dari penumpang yang akhirnya berdampak pada citra perusahaan sehingga berpeluang hilangnya pendapatan perusahaan penerbangan. Mengenai yang menjadi tanggung jawab dari Agen Perjalanan sebagai kode etik dalam penanganan reservasi adalah

  19

  sebagai berikut:

19 Agus Irianto, Managing Airline Reservation System,Jakarta, Rajawali Pers,2009, hal 69-71.

  a). Mematuhi ketentuan yang berlaku untuk setiap pemesanan baru (new booking) , pembatalan maupun perubahan.

  b). Booking hanya boleh dilakukan atas permintaan penumpang.

  c). Jika telah dilengkapi sarana online computer (automated), harus tunduk pada ketentuan yang tertera dalam perjanjian penggunaan automated

  system tersebut.

  d). Tiket atau dokumen berharga lainnya harus dikeluarkan sesuai dengan status reservasi yang telah dimiliki.

  e). Tidak diperbolehkan mengeluarkan tiket dengan status confirmed, sebelum mendapat konfirmasi dari perusahaan penerbangan.

  f). Untuk permintaan group, diberikan time limit untuk pemberian nama- nama penumpang serta waktu pembelian tiket.

  Masuk ke pembahasan mengenai objek pengangkutan, pengertian dari objek adalah segala sasaran yang digunakan untuk mencapai tujuan. Sasaran yang dimaksud dalam hal ini pada pokoknya meliputi barang muatan, alat pengangkut, dan biaya angkutan. Jadi objek hukum pegangkutan adalah barang muatan, alat pengangkut, dan biaya yang digunakan untuk mencapai tujuan hukum pengangkutan niaga, yaitu terpenuhinya kewajiban dan hak pihak-pihak secara benar, adil, dan bermanfaat. Berikut adalah penjelasan mengenai objek-objek pengangkutan:

  1. Barang Muatan (Cargo): Barang muatan yang dimaksud adalah barang yang sah dan dilindungi oleh Undang-Undang. Dalam pengertian barang yang sah termasuk juga hewan. Secara fisik barang muatan dibedakan menjadi 6 golongan, yaitu : 1). Barang berbahaya (bahan-bahan peledak); 2). Barang tidak berbahaya; 3). Barang cair (minuman); 4). Barang berharga; 5). Barang curah (beras, semen,minyak mentah); dan 6). Barang khusus.

  Dari jenisnya, barang muatan dapat dibedakan sebagai berikut, yakni :

  a). General cargo , adalah jenis barang yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepaknya dalam bentuk unit-unit kecil.

  b). Bulk cargo , adalah jenis barang yang dimuat dengan cara menempatkannya ke dalam kapal atau tanki.

  c). Homogeneous cargo , adalah barang dalam jumlah besar yang dimuat dengan cara membungkus dan mengepaknya.

  2. Alat pengangkut ( Carrier) Pengangkut berarti pengusaha yang menjalankan perusahaan pengangkutan, memiliki alat pengangkut sendiri, atau menggunakan alat pengangkut milik orang lain dengan perjanjian sewa. Alat pengangkut di atas atas rel disebut kereta api yang dijalankan oleh masinis. Alat pengangkut di darat disebut kendaraan bermotor yang dijalankan oleh supir. Alat pengangkut di perairan disebut kapal yang dijalankan oleh nahkoda. Sedangkan alat pengangkut di udara disebut pesawat udara yang dijalankan oleh pilot. Masinis, supir, nahkoda, dan pilot bukan pengangkut, melainkan karyawan perusahaan pengangkutan berdasarkan perjanjian kerja yang bertindak untuk kepentingan dan atas nama pengangkut.

  3. Biaya pengangkutan (Charge/Expense) Tarif adalah salah satu yang menjadi objek dari pengangkutan, pemerintah menerapkan tarif yang berorientasi kepada kepentingan dan kemampuan masyarakat luas. Dengan berpedoman pada struktur dan golongan tarif tersebut, perusahaan umum, kereta api, perusahaan angkutan umum, perusahaan laut niaga, dan perusahaan udara niaga menetapkan tarif berorientasi kepada kelangsungan dan pengembangan usaha badan penyelenggara dalam rangka meningkatkan mutu pelayanan serta perluasan jaringan angkutan. Faktor-faktor yang mempengaruhi cost of services atau ongkos menghasilkan jasa yaitu:

  1. Jarak yang harus ditempuh dari tempat asal ke tempat tujuannya;

  2. Volume dan berat daripada muatan barang yang diangkut;

  3. Risiko dan bahaya dalam pengangkutan, berhubung karena sifat barang yang diangkut, sehingga diperlukan alat-alat service yang spesial; dan

  4. Ongkos-ongkos khusus yang harus dikeluarkan berhubung karena berat

  20 dan ukuran barang yang diangkut yang ”luar biasa” sifatnya.

  20 http://mell-benu.blogspot.com/2012/04/buku-ajar-hukum-pengangkutan.html diakses tanggal 15 November 2012.

C. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Pengangkutan Udara

  Pada dasarnya hukum ditujukan untuk mengatur hubungan antar anggota masyarakat yang menimbulkan ikatan-ikatan antara individu dengan individu dan antara individu dengan masyarakat. Ikatan tersebut menimbulkan hak dan kewajiban. Yang dapat memperoleh hak dan kewajiban dari hukum adalah manusia (persoon). Maka dari itu, manusia oleh hukum diakui sebagai pendukung hak dan kewajiban. Manusia sebenarnya mempunyai hak serta kewajiban untuk melakukan suatu tindakan ataupun peristiwa hukum. Sebagai contoh yaitu mengadakan persetujuan-persetujuan, perkawinan, dan memberikan hibah.

  Begitupun dalam hal pengangkutan udara, yakni pihak pengangkut sebagai penyedia jasa dan pihak penumpang sebagai pengguna jasa, masing-masing

  21 memiliki hak dan kewajiban.

  Berikut adalah hak dan kewajiban pengangkut dan penumpang pada

  22

  pengangkutan udara:

  1. Hak Pengangkut Berdasarkan Ordonansi Pengangkutan Udara 1939 yang menjadi hak dari pengangkut, yaitu sebagai berikut: a) Dalam Pasal 7 ayat (1) disebutkan, Setiap pengangkut barang berhak untuk meminta kepada pengirim untuk membuat dan memberikan surat yang dinamakan "surat muatan udara". Setiap pengirim berhak untuk meminta 21 kepada pengangkut agar menerima surat tersebut. 22 Chainur Arrasjid, Op.Cit., hal 120.

  Ahmad Zazili, Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Pada Transportasi Udara Niaga Berjadwal Nasional , Tesis,Program Magister Ilmu Hukum, Program Pascasarjana, Universitas Diponegoro, Semarang, 2008, hal 54. b) Pasal 9 menyebutkan, Bila ada beberapa barang, pengangkut berhak meminta kepada pengirim untuk membuat beberapa surat muatan udara.

  c) Selanjutnya Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia menolak untuk menerima barang-barang atau untuk membayar apa yang harus dibayamya, atau bila barang-barang tersebut disita, pengangkut wajib menyimpan barang-barang itu di tempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak. Dan pada ayat (2) Pengangkut wajib memberitahukan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya.

  Selain dari hak-hak yang diatur dalam Ordonansi Pengangkutan Udara yang telah disebutkan, masih ada hak-hak yang lain dari pengangkut seperti hak untuk menolak pelaksanaan atau mengangkut penumpang yang tidak jelas identitasnya. Hal tersebut dapat ditemukan di dalam tiket pesawat yang menyatakan bahwa hak pengangkut untuk menyerahkan penyelenggaraan atau pelaksanaan perjanjian angkutan kepada perusahaan penerbangan lain, serta mengubah tempat-tempat pemberhentian yang telah disepakati.

  23

  2. Kewajiban Pengangkut Pada umumnya kewajiban pengangkut menyelenggarakan pengangkutan barang atau penumpang beserta bagasinya dan menjaganya dengan sebaik- baiknya hingga sampai ke tempat tujuan. Namun demikian, di dalam Ordonansi

23 Ibid

  Pengangkutan Udara 1939 disebutkan kewajiban pengangkut dalam angkutan udara, diantaranya ialah:

  24

  a) Pasal 8 ayat (3), Pengangkut harus menandatangani surat muatan udara segera setelah barang-barang diterimanya.

  b) Pasal 16 ayat (2), Bila barang sudah tiba di pelabuhan udara tujuan, pengangkut berkewajiban untuk memberitahu kepada penerima barang, kecuali bila ada Perjanjian sebaliknya.

  c) Pasal 17 ayat (1), Bila penerima tidak datang, bila ia menolak untuk menerima barang-barang atau untuk membayar apa yang harus dibayamya, atau bila barang-barang tersebut disita, pengangkut wajib menyimpan barang-barang itu di tempat yang cocok atas beban dan kerugian yang berhak.

  d) Pasal 17 ayat (2), Pengangkut wajib memberitahukan kepada pengirim, dan dalam hal ada penyitaan, juga kepada penerima, secepat-cepatnya dengan telegram atau telepon, atas beban yang berhak tentang penyimpanan itu dan sebab-sebabnya.

  3. Hak Penumpang Pihak penumpang dalam perjanjian angkutan udara pada dasarnya mempunyai suatu hak untuk diangkut ke tempat tujuan dengan pesawat udara dalam perjanjian angkutan udara yang telah disepakati. Berdasarkan Undang- Undang Perlindungan Konsumen Pasal 4, hak Penumpang sebagai pengguna jasa yang berarti dapat disebut sebagai konsumen antara lain: 24 Ibid a). Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa.

  b). Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan.

  c). Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa.

  d). Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan.

  e). Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.

  f). Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.

  g). Hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif.

  h). Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya. i). Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.

  4. Kewajiban Penumpang Kewajiban-kewajiban Penumpang sebagai salah satu pihak yang termasuk dalam perjanjian angkutan udara yakni sebagai berikut: a) Membayar uang angkutan sebagai timbal balik atas jasa yang telah digunakan.

  b) Mematuhi petunjuk-petunjuk dari pengangkut udara atau dari pegawai- pegawainya yang berwenang untuk itu.

  c) Menunjukan tiket kepada pegawai-pegawai pengangkut udara setiap saat apabila diminta.

  d) Tunduk kepada peraturan-peraturan pengangkut udara mengenai syarat- syarat umum perjanjian angkutan muatan udara yang disetujuinya.

  e) Memberitahukan kepada pengangkut udara tentang barang-barang berbahaya atau barang-barang terlarang yang dibawa naik sebagai bagasi tercatat atau sebagai bagasi tangan,termasuk pula barang-barang terlarang

  25 yang ada pada dirinya.

  Sementara itu berdasarkan UU Perlindungan Konsumen Pasal 5 kewajiban Penumpang sebagai konsumen jasa angkutan udara adalah: 1). Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan;

  2). Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau jasa; 3). Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; 4). Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut.

25 Ibid., hal 56.

D. Manfaat serta fungsi jasa angkutan udara

  Setiap proses kegiatan dalam pengangkutan udara ini pada dasarnya mempunyai fungsi dan manfaat bagi segala aspek kehidupan manusia. Dalam rangka mendukung mobilitas barang dan orang sebagai pengguna jasa angkutan udara, maka peran pengangkutan udara dituntut agar menjadi suatu sistem yang baik dan terpadu.

  Dalam kehidupan sehari-hari kebutuhan terhadap angkutan adalah bagian yang integral. Peningkatan kehidupan masyarakat yang tumbuh dan berkembang menuntut kemajuan sistem angkutan untuk dapat menyediakan kebutuhan masyarakat yang semakin tinggi mobilitasnya. Transportasi ataupun perangkutan itu bukanlah suatu tujuan melainkan sarana untuk mencapai tujuan. Selanjutnya, kegiatan orang-orang berkaitan dengan produksi barang serta jasa untuk mencukupi kebutuhan yang bermacam-macam mengharuskan untuk penggunaan transportasi itu sendiri. Maka dari itu dapat dilihat beberapa manfaat dari

  26

  perangkutan yakni:

  1. Manfaat dari segi ekonomi Transaksi ekonomi masayarakat, sangat erat hubungannya dengan produksi, dan distribusi. Dan kegiatan tersebut akan membutuhkan sarana perangkutan (transportasi), dengan sarana transportasi bahan baku untuk keperluan produksi akan dibawa ke tempat produksinya. Kemudian calon pembeli atau konsumen pun akan datang ke pasar dengan menggunakan transportasi pula.

  26 http://waterforgeo.blogspot.com/2011/01/fungsi-dan-manfaat-transportasi.html diakses tanggal 23 Oktober 2012. Selanjutnya, manfaat transportasi dalam pertukaran barang menimbulkan berbagai pengaruh, di antaranya ialah: (a) Pada umumnya pertukaran barang adalah transaksi dagang antara dua kelompok yaitu penjual dan pembeli. Tanpa keberadaan pengangkutan, kedua kelompok ini bersama-sama hanya dalam satu kelompok kecil sehingga keuntungan perdagangan akan terbatas.

  (b) Persediaan barang yang berbeda-beda di pasar dapat untuk disamakan (c) Perpindahan barang dari satu tempat yang persediaan barangnya banyak ke tempat yang langka akan barang tersebut akan menyamakan harga barang yang bersangkutan. (d) Dengan luasnya wilayah persediaan barang tersebut, persaingan para penjual meningkat dan harga dapat bertahan dalam suatu tingkatan yang wajar atau semestinya. (e) Pertukaran barang yang dilakukan oleh kelompok masyarakat menimbulkan komunikasi antar pihak-pihak yang terlibat hubungan perdagangan, dan (f) Diseragamkannya harga-harga barang di berbagai tempat.

  27

  2. Manfaat dari segi sosial Pada dasarnya manusia adalah makhluk sosial yang saling berinteraksi satu sama lain, tidak jarang keberadaan antara satu kelompok dengan kelompok masyarakat yang lainnya berada dalam jarak yang cukup jauh, sehingga memerlukan suatu sarana untuk dapat menuju ke tempat jauh itu. 27 M.N. Nasution, Op.Cit., hal 9.

  Keberadaan transportasi sangat membantu untuk kepentingan-kepentingan sosial dalam rangka memberikan kemudahan dalam pelaksanaannya yaitu:

  1. Pelayanan perorangan atau kelompok

  2. Pertukaran dan penyampaian informasi

  3. Perjalanan untuk liburan

  28 4. Sebagai sarana untuk menyambung silaturrahmi.

  Setelah mencermati beberapa uraian diatas bahwa pengangkutan ini kaya akan manfaat, jika mengkaitkannya dalam dunia perdagangan kegiatan pengangkutan adalah suatu proses dipindahkannya barang dari produsen ke agen atau grosir yang kemudian diteruskan kepada konsumen yang membelinya.

  Sementara itu dalam hal pengangkutan orang, proses pengangkutan digunakan untuk memindahkan penumpang dari suatu tempat menuju ke tempat tujuan.

  Maka dari itu karena jasa pengangkutan barang dan penumpang memungkinkan

  29 untuk bergerak dari tempat asalnya ke tempat yang menjadi tujuan akhirnya.

  Menurut analisis penulis, selain dari uraian diatas manfaat dari pengangkutan khususnya pengangkutan udara ini dapat pula untuk meningkatkan nilai dari suatu barang. Misalkan saja sepatu buatan Indonesia yang di ekspor ke luar negeri seperti negara Singapura, pada umumnya nilai dari sepatu tersebut menjadi lebih tinggi karena mempunyai kualitas ekspor dimana yang membelinya kemungkinan adalah orang-orang luar negeri yang bukan orang Indonesia.

  Apabila membahas mengenai fungsi dari jasa angkutan udara, menurut prinsipnya ada beberapa fungsi produk jasa angkutan udara yang harus tercapai, 28 29 Ibid, hal 10.

  Hasim Purba, Op.Cit., hal 5. yakni dengan melaksanakan penerbangan yang aman (safety), melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur (regularity), melaksanakan penerbangan yang nyaman (comfortable), serta melaksanakan penerbangan yang ekonomis.

  a) Melaksanakan penerbangan yang aman (safety) Faktor keselamatan merupakan di atas segala-galanya dimana perusahaan penerbangan harus mengutamakan hal itu dalam rangka pengoperasian pesawat dari suatu rute ke rute lain. Semua yang terlibat dalam penerbangan baik itu penumpang, awak pesawat, dan barang-barang harus sungguh diperhatikan akan keselamatannya. Maka dari itu, kepercayaan akan didapatkan oleh perusahaan

  30 penerbangan tersebut dari masyarakat sebagai pengguna jasa.

  Tindakan-tindakan yang dilakukan perusahaan penerbangan sebagai penunjang keselamatan pesawat yang akan dioperasikan antara lain:

  1. Pesawat tersebut harus memenuhi syarat, seperti laik terbang, yang dibuktikan dengan certificate of airworthiness dari pihak yang berwenang.

  2. Release sheet oleh dinas teknik perusahaan tersebut (crew qualified).

  3. Membuat rencana penerbangan, yang mencakup arah penerbangan ke mana, bahan bakar yang dibawa, ketinggian terbang, dan lain-lainnya.

  4. Air traffic control yang baik pada stasiun bandar udara tertentu.

  5. Adanya peta-peta dan navigation bag yang lengkap.

  b) Melaksanakan penerbangan yang tertib dan teratur (regularity) Jadwal penerbangan menjadi salah satu hal yang penting dalam pengoperasian pesawat udara karena hal tersebut harus dilaksanakan sesuai yang 30 M.N. Nasution, Op.Cit., hal 202. telah ditentukan secara tepat dan teratur serta sesuai dengan waktu yang para penumpang inginkan, itu sangat dibutuhkan demi menjamin kepuasan penumpang dan citra perusahaan penerbangan sehingga kelangsungan hidup perusahaan dapat

  31 terjaga dan dipertahankan.

  c) Melaksanakan penerbangan yang nyaman (comfortability)

  Comfortability ini dimaksudkan agar penumpang mendapatkan

  kenyamanan selama penerbangan, tentunya ini menjadi tugas perusahaan penerbangan untuk mewujudkannya. Maka, pelayanan terbaik haruslah didapat oleh penumpang, pelayanan tersebut maksudnya ialah pada saat calon penumpang mengadakan hubungan dengan perusahaan penerbangan sampai penumpang tiba di tempat yang ditujunya. Apabila hal tersebut terus dipertahankan, secara otomatis penumpang akan merasa puas terhadap pelayanan dari perusahaan penerbangan tersebut.

  d) Melaksanakan penerbangan yang ekonomis (economy for company) Jika safety dan passenger comfort telah terpenuhi serta berjalan dengan baik, selanjutnya tiba saatnya bagi perusahaan penerbangan untuk menikmati hasil dari pengoperasian pesawat terbang yang telah dijalankan. Di samping telah melakukan penghematan-penghematan biaya di segala aspek dan bidang serta hasil penjualan yang tinggi, maka perbandingan di antara revenue dan cost akan lebih terlihat. Semaksimal mungkin keuntungan akan dicapai dan efisiensi perusahaan akan terus meningkat sehingga asas kontiunitas bisa untuk dipertahankan. Dengan begitu, perusahaan dapat melakukan ekspansi atau 31 Ibid, hal 203. semacam perluasan, pembaruan armada dan memaksimalkan frekuensi penerbangan, di dalam maupun luar negeri. Dengan dijalankannya keempat fungsi jasa angkutan tersebut secara efektif maka daya saing suatu perusahaan penerbangan dapat bertambah serta dapat pula meningkatkan pendapatan

  32 perusahaan penerbangan.

E. Pelaksanaan Pengangkutan udara

  Melihat perkembangan angkutan udara di Indonesia, hal tersebut tidak terpisahkan daripada sejarahnya, seperti sejarah angkutan Belanda yang pada saat itu masih menduduki Indonesia. Setelah Perang Dunia I, negara-negara di Eropa yang termasuk di dalamnya Belanda berlomba-lomba untuk menghubungkan daerah jajahan mereka dengan negerinya. (mother country). Dalam menghubungkan negerinya dengan daerah jajahan, Belanda mengadakan penerbangan pertama ke Indonesia pada tanggal 1 Oktober 1924, yang dilakukan oleh Kapten penerbang yang bernama A.N.G. Thomassen. Penerbangan itu mendarat di Cililitan, yang namanya sekarang adalah Halim Perdana Kusuma

  

International Airport. Pada tanggal 24 November 1924 Thomassen mendarat

  dengan menggunakan pesawat terbang jenis Fokker 7b. Sementara itu, penerbangan komersial pertama dilakukan oleh KLM (Koninklijke Luchtvaart ) yang kembali ke Belanda tanggal 23 Juli 1927. Perusahaan

  Maatschappij

  tersebut bertugas untuk menghubungkan Netherlands dan East Indies (Indonesia) sebagai angkutan udara internasional. Dalam hal angkutan dalam negeri East 32 Ibid, hal 204.

  Indies

  (Indonesia) sebuah perusahaan penerbangan “The Royal Air Transportation

  Company

  ” diberikan suatu kepercayaan untuk mendirikan “Koninklijke

  Nederlands Indische Luchtvaart Maatschappij

  ” (KNILM) yang diberikan hak

  33

  monopoli untuk melakukan angkutan udara di Indonesia (Hindia Belanda) Pasca kemerdekaan Indonesia Direktorat Penerbangan Sipil, seksi

  Angkutan Udara Angkatan Udara Republik Indonesia, yang diketuai A.R Soehoed, mengirimkan R1001 “Seulawah’ ke Calcutta, India. Pengiriman tersebut dalam tujuan untuk overhaul dan menambah tangki bensin agar penerbangan lebih jauh dapat dilakukan. Dikarenakan peristiwa perang saat itu, pesawat tersebut tidak memungkinkan untuk kembali ke Indonesia, sehingga pesawat itu diterbangkan ke birma agar beroperasi di sana. Operasi penerbangan yang dilaksanakan di Birma, adalah penerbangan niaga dengan konsesi penerbangan carter. Penerbangan tersebut merupakan angkutan udara komersial

  34 yang pertama dilakukan oleh bangsa Indonesia.

  Mengenai pelaksanaan angkutan udara, apabila terkait dengan persetujuan penerbangan dapat merujuk pada peraturan Direktur Jenderal Perhubungan Udara Nomor SKEP/195/IX/2008, yang mengatur ketenutan bahwa setiap persetujuan terbang untuk angkutan udara niaga berjadwal yang dilaksanakan di luar persetujuan yang telah diterbitkan, atau angkutan udara tidak berjadwal, atau angkutan udara bukan niaga, atau penerbangan lintas wilayah udara Indonesia oleh pesawat udara asing atau pendaratan teknis bukan untuk tujuan komersial pesawat udara asing, atau penerbangan tanpa penumpang umum untuk ke dan dari 33 34 K.Martono, 1987, Op.Cit., hal 60.

  Ibid, hal 61. luar negeri yang menggunakan pesawat udara dengan kapasitas lebih dari 30 tempat duduk, persetujuan terbang itu hanya berlaku untuk 1 kali penerbangan, sedangkan persetujuan terbang untuk angkutan udara niaga berjadwal yang dilaksanakan di luar persetujuan yang telah diterbitkan, atau angkutan udara tidak berjadwal, atau angkutan udara bukan niaga atau penerbangan lintas wilayah udara Indonesia oleh pesawat udara asing, atau pendaratan teknis bukan untuk tujuan komersial pesawat udara asing, atau penerbangan tanpa penumpang umum untuk ke dan dari luar negeri yang menggunakan pesawat udara dengan kapasitas maksimum 30 tempat duduk diberikan untuk lebih dari 1 kali penerbangan dengan jangka waktu 30 hari kalender terhitung sejak tanggal persetujuan terbang itu

  35 diberikan.

  Berdasarkan Pasal II Peraturan Dirjen Perhubungan Udara Nomor SKEP/251/XII/2008, setiap pemegang persetujuan terbang harus memberikan laporan atas pelaksanaan persetujuan terbang kepada Direktur Jenderal Perhubungan Udara, Kepala Kantor Wilayah Departemen Perhubungan yang sekarang bernama Dinas Perhubungan, Kepala Kantor Administrator Bandar Udara atau Kepala Bandar Udara secara periodik setiap tanggal 10 bulan yang berikutnya dengan memuat keterangan tanggal pelaksanaan penerbangan, jenis dan tipe pesawat udara, nomor penerbangan (dikecualikan bagi kegiatan angkutan udara niaga tidak berjadwal dan bukan niaga), rute penerbangan, nomor izin persetujuan terbang, penumpang yang diangkut ataupun berat barang yang diangkut serta keterangan atau remarks sesuai dengan tujuan penerbangan. 35 H.K. Martono, 2011, Op.Cit., hal 119-120. Apabila terdapat perusahaan angkutan udara niaga dan pemegang izin kegiatan angkutan udara bukan niaga yang tidak patuh terhadap ketentuan seperti tidak memberikan laporan diancam dengan hukuman sanksi administratif yang berupa penolakan penyelesaian permohonan persetujuan terbang yang diajukan untuk jangka waktu 30 hari.

36 Beberapa ketentuan yang mengatur kegiatan pelaksanaan angkutan udara

  ini diantaranya : (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2009 tentang Penerbangan.

  (2) Luchtverkeersverordening (S. 1936

  • – 426), peraturan ini mengatur lalu lintas udara, contohnya: tentang penerangan, tanda-tanda dan isyarat- isyarat yang harus dipergunakan dalam penerbangan dan lain-lain.

  (3) Verordening Toezicht Luchtvart (S. 1936

  • – 425), yang adalah suatu peraturan pengawasan atas penerbangan dan mengatur antara lain pengawasan atas personal penerbangan, syarat jasmani, surat tanda kecakapan sebagai ahli mesin dan ahli radio serta pengawasan atas materil (penerbangan).

  (4) Luchtvaart quarantaine Ordonantie (S. 1939

  • – 149, jo. S. 1939 – 150), antara lain mengatur persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pencegahan disebarkannya penyakit menular oleh penumpang-penumpang pesawat terbang.

36 Ibid, hal 120.

  (5) Luchtverveor ordonnantie (S. 1939

  • – 100), yakni Ordonansi Pengangkutan Udara, mengatur mengenai pengangkutan penumpang, bagasi penumpang dan pengangkutan barang serta pertanggungjawaban pengangkutan udara.

37 Serta peraturan-peraturan lain yang terkait dengan peraturan-peraturan yang telah disebutkan di atas.

  Sistem pengawasan lalu lintas udara menjadi suatu hal yang cukup penting dalam pelaksanaan angkutan udara Federal Aviation Administration (FAA) sebagai telah menentukan bahwa untuk pengawasan lalu lintas udara sebagai pembantu navigasi di dalam kegiatan penerbangan menggunakan beberapa pemakaian peralatan yaitu:

  • Radio signal stations (sinyal stasiun-stasiun radio)
  • Radar -

  Instrument landing systems

  • Air route traffic control centers
  • Airport traffic controls towers (menara-menara pengawas lalu lintas udara)
  • Continous weather reporting (pengamatan cuaca)
  • Peraturan –peraturan untuk faslitas-fasilitas penerbangan.

  Di dalam dunia penerbangan lalu lintas udaranya didasarkan ke dalam 2 tipe, antara lain: a). Penerbangan VFR (Visual Flight Rules), adalah penerbangan yang dilaksankan jika cuaca benar-benar baik sehingga 100% penerbangan

37 Sinta Uli, Op.Cit., hal 87.

  dilakukan secara visuil (karena dapat melihat dan dilihat). Dalam hal tanggung jawab berada pada sang pilot.

  38

  b). Penerbangan IFR (Instrument Flight Rules), adalah penerbangan yang dilaksanakan apabila keadaan tidak memungkinkan jika penerbangan dilakukan dengan visual saja, contohnya: cuaca buruk (kabut) dan lalu lintas udara sedang ramai. Dalam hal tanggung jawabnya berada pada petugas-petugas dari Air Traffic Control untuk memerintahkan pilot mengatur pesawatnya dalam route penerbangan serta ketinggian yang diperlukan.

39 Dalam hal pelaksanaan angkutan udara yang memuat barang khusus dan

  berbahaya ketentuannya diatur dalam Pasal 136 sampai dengan Pasal 139 UURI Nomor 1 Tahun 2009. Berdasarkan Pasal 136 UU tentang Penerbangan No. 1 Tahun 2009, angkutan barang khusus seperti hewan, ikan, tanaman, buah-buahan, sayur-mayur, daging, peralatan olahraga, alat musik, dan barang berbahaya wajib memenuhi persyaratan keselamatan dan keamanan penerbangan. Barang yang dikategorikan khusus karena sifat, jenis dan ukurannya memerlukan penanganan khusus, sedangkan barang berbahaya dapat berbentuk bahan cair, bahan padat, ataupun bahan berbentuk gas yang dapat membahayakan kesehatan, keselamatan jiwa, dan harta benda, serta keselamatan dan keamanan penerbangan.

  40 Dikarenakan jumlah maskapai penerbangan di Indonesia semakin

  meninggi jumlahnya, oleh karena itu perusahaan Ground Handling sebagai 38 Achmad Zainuddin, Selintas Pelabuhan Udara, Yogyakarta, Penerbit Ananda, 1983, hal 29. 39 Ibid, hal 30. 40 H.K. Martono, Op.Cit., hal 74. penyedia jasa dituntut untuk lebih meningkatkan mutu dan kualitas pelayanannya kepada penumpang, pesawat dan crewnya. Sebagai bagian dari pelaksanaan kegiatan angkutan udara perusahaan Ground Handling menyediakan dua bentuk pelayanan kepada penumpang yaitu Pre Flight Service dan Post Flight Service.

  Pre flight service adalah kegiatan penanganan terhadap penumpang, bagasi,

  kargo, pos dan pesawat sebelum keberangkatan (di bandara asal), sedangkan post

  flight adalah kegiatan penanganan terhadap penumpang, bagasi, kargo, mail dan pesawat setelah penerbangan (di bandara tujuan).

  Prosedur Pelayanan Check In

  Pelayanan check in counter adalah proses lanjutan dari pelayanan

  

ticketing , dimana penumpang melakukan proses pelaporan keberangkatannya di

Bandar Udara yang meliputi pelaporan penumpang dan bagasinya.

  Standar pelaksanaan pekerjaan check in counter antara lain sebagai berikut: 1.

Dokumen yang terkait

Analisis Yuridis Penerapan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 92 Tahun 2011 Tentang Tanggung Jawab Pengangkut Angkutan Udara Atas Keterlambatan Dan Pembatalan Jadwal Keberangkatan Penumpang Angkutan Udara (Studi Pada PT. Sriwijaya Air Medan)

4 114 100

Tanggung Jawab Perusahaan Penerbangan Terhadap Orang Dan Barang Dalam Pengangkutan Udara Ditinjau Dari Undang-Undang No. 1 Tahun 2009

3 143 98

Prinsip Tanggung Jawab Pengangkut Dalam Pengangkutan Laut Menurut Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran

12 141 80

Tanggung Jawab Perusahaan Ekspedisi Muatan Pesawat Udara Dalam Perjanjian Angkutan Kargo Melalui Pengangkutan Udara

24 158 102

Analisis Hukum Mengenai Penerapan Asas Piercing The Corporate Veil Atas Tanggung Jawab Direksi Pada Sebuah Perseroan Terbatas Menurut Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2007 Tentang Perseroan Terbatas

1 19 68

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG HUKUM UDARA INTERNASIONAL MENURUT KONVENSI CHICAGO 1944 A. Sejarah Hukum Udara Internasional - Tinjauan Yuridis Hukum Udara Internasional Dalam Kasus Jatuhnya Pesawat Tempur Rusia Akibat Penembakan Turki

0 0 29

BAB III PENYELENGGARAAN PENGANGKUTAN UMUM DAN PENGATURAN HUKUMNYA A. Pengaturan Hukum Pengangkutan Darat Dengan Kendaraan Bermotor Dalam UU Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas Angkutan Jalan - Tinjauan Yuridis Keberadaan Kendaraan Bermotor (Mobil) Pri

0 0 49

BAB II PENYELENGGARAAN JASA ANGKUTAN UMUM PADA PENGANGKUTAN DARAT A. Perjanjian Pengangkutan - Tinjauan Yuridis Keberadaan Kendaraan Bermotor (Mobil) Pribadi Berplat Hitam Sebagai Angkutan Umum Menurut Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 Tentang Lalu Lintas

0 0 14

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PENGANGKUTAN BARANG A. Pengertian dan Pengaturan Perjanjian Hukum Pengangkutan A.1. Pengertian Pengangkutan Secara Umum - Pelaksanaan Angkutan Barang Dengan Peti Kemas Ditinjau Dari Aspek Yuridis (Studi pada PT Masaji Tatanan

0 0 26

BAB II PRINSIP-PRINSIP ANGKUTAN UDARA DAN PERLINDUNGAN HUKUM TERHADAP PENUMPANG A. Perjanjian Pengangkutan Udara dan Penumpang Menurut Hukum - Perlindungan Hukum Terhadap Penumpang Angkutan Udara Dalam Penerbangan Domestik (Studi Pada Pt. Garuda Indonesia

0 0 35