BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Mioma uteri - Perbedaan Ekspresi Reseptor Estrogen Dan Reseptor Progesteron Pada Jaringan Mioma Dan Miometrium Normal

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Mioma uteri

  Mioma uteri merupakan tumor pelvis yang paling sering pada wanita. Tumor jinak ini berasal dari miometrium uterus dan secara histopatologi ditandai dengan sel-sel otot polos seperti kumparan yang membentuk nodul dengan batas yang tegas. Mioma uteri mempunyai onset puncak pada dekade ketiga dan keempat kehidupan dan

  20

  menyebabkan gejala pada 20-25% wanita usia reproduktif. Prevalensi mioma uteri pada wanita kulit adalah sebesar 9% dan pada wanita Afrika- Amerika 16%. Tetapi hanya sepertiga wanita yang didiagnosa pada saat operasi yang memang sebelumnya sudah didiagnosa sebagai mioma uteri, yang menunjukkan bahwa mioma tersebut tidak terdeteksi

  21

  sebelumnya atau tidak adanya gejala yang dialami oleh pasien. Insidensi kumulatif mioma uteri pada usia 50 tahun adalah 70% pada wanita kulit

  20

  putih dan 80% pada wanita Afrika-Amerika. Angka kejadian mioma uteri

  22 Sedangkan di Indonesia kasus mioma uteri ditemukan sebesar 2,39% -

  4 11,70% dari semua penderita ginekologi yang dirawat.

  Studi pertama dari patologi tumor ini dilakukan pada tahun 1793, dan miomektomi abdominal pertama dilaporkan pada tahun 1838. Dengan kemajuan dalam pembedahan dan anastesia, pada awal tahun 1900-an

  1 telah banyak dilakukan operasi karena mioma uteri. Insidensi mioma uteri meningkat dengan bertambahnya usia. Pada usia 25 – 30 tahun insidensi mioma uteri hanya 0.31 per 1000 wanita, tetapi pada usia 45 – 50 tahun insidensinya meningkat 20 kali menjadi 6.2 per 1000 wanita. Kesempatan untuk terdiagnosa mioma uteri meningkat sejalan dengan usia sampai usia 50 tahun, kemudian setelah itu menurun dengan tajam. Selain usia Obesitas juga meningkatkan resiko mioma uteri sebesar 18% setiap peningkatan berat badan 10 kg dan terdapat peningkatan resiko mioma sebanyak 2.3 pada wanita dengan indeks

  21 massa tubuh diatas kuartil.

  Risiko terjadinya mioma uteri menurun dengan peningkatan paritas dan peningkatan usia saat kehamilan aterm. Nulli paritas merupakan faktor resiko untuk terjadinya mioma uteri dan dengan adanya kehamilan, akan mengurangi waktu paparan terhadap unopposed estrogen. Data menunjukkan bahwa penurunan resiko berkisar dari 20 sampai 50% pada

  

7

  wanita yang melahirkan minimal 1 kali. Wanita dengan 2 kali hamil cukup bulan mempunyai resiko setengah kali menjadi mioma. Merokok menurunkan resiko (dengan menurunkan kadar estrogen), dan obesitas resiko mioma yang lebih rendah berhubungan dengan faktor yang menurunkan kadar estrogen, termasuk kurus, merokok, dan latihan, pemakaian kontrasepsi oral tidak berhubungan dengan peningkatan

  22

  resiko mioma uteri. Terdapat anggapan sedikit peningkatan resiko mioma berhubungan dengan usia menars yang dini (7-9 tahun). Siklus menstruasi yang dini dapat meningkatkan jumlah pembelahan sel yang dialami miometrium selama usia reproduktif, yang menyebabkan peningkatan resiko terjadinya mutasi gen yang mengontrol proliferasi

  3 miometrium.

  Diperkirakan sekitar lebih dari 40% saudara tingkat pertama dari wanita yang menderita mioma akan menderita mioma uteri juga dalam

  23

  kehidupannya. Hal ini mungkin tanpa gejala, dan jumlah serta lokasinya sulit diprediksi. Sementara mioma umum terjadi pada semua ras, tampaknya wanita kulit hitam memiliki insidensi yang sedikit lebih tinggi daripada etnis lain. Di Amerika, wanita kulit hitam mempunyai resiko 3-9

  4,23,24

  kali lebih tinggi menderita mioma uteri. Mioma uteri ini menimbulkan masalah besar dalam kesehatan dan terapi yang paling efektif belum ditemukan, karena sedikit sekali informasi mengenai etiologi mioma uteri

  1 itu sendiri.

2.2 Patogenesis

  Mioma uteri merupakan neoplasma jinak yang muncul dari otot polos uterus. Penyebab pasti mioma uteri sampai saat ini masih belum ditemukan. Meyer dan De Snoo mengajukan teori Cell Nest atau teori sel-sel otot yang matur. Mioma uteri dipercaya berasal dari mutasi somatik pada sel miometrium, hasil dari kegagalan proses pertumbuhan. Beberapa penelitian Glucose-6-phospate dehydrogenase menunjukkan bahwa mioma uteri berasal dari monoklonal. Tumor tumbuh sebagai klon abnormal secara genetik muncul dari sel progenitor tunggal (tempat asal

  22,23,25,26,27 mulanya proses mutasi). Perbedaan kecepatan pertumbuhan dapat menunjukkan perbedaan sitogenetik yang muncul pada masing-masing tumor. Mioma uteri multipel dalam satu uterus tidak berkaitan secara klonal satu dengan yang lainnya, masing–masing mioma tumbuh secara individual. Kehadiran mioma uteri multipel (dimana memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi dibandingkan yang tunggal) dianggap merupakan predisposisi genetik terhadap pembentukan mioma uteri. Namun, warisan mioma uteri dalam keluarga masih belum diteliti dengan baik. Tidak pasti apakah

  22 mioma uteri tumbuh secara individu atau berasal dari mioma yang lain.

  Asal dari mioma uteri belum sepenuhnya dipahami, studi sitogenetik telah menghasilkan beberapa petunjuk tentang bagaimana dan mengapa mioma ini berkembang. Tiap tumor berkembang dari sel otot tunggal, yaitu progenitor miosit, dengan demikian tiap mioma adalah monoklonal. Analisis sitogenetik telah menunjukkan bahwa mioma mempunyai kelainan kromosom multipel. Semakin besar mioma, semakin banyak akan terdeteksi kelainan kariotip. Menariknya, kelainan kromosom dari mioma mempunyai perubahan kluster yang luar biasa. Duapuluh belas persen melibatkan delesi kromosm 7. Duabelas persen melibatkan delesi kromosom 12. Regio yang terkena pada kromosom 12 juga

  28 abnormal pada banyak jenis tumor solid lainnya.

  Salah satu teori yang diajukan sabagai penyebab mioma uteri adalah adanya peningkatan kadar estrogen dan progesteron yang menyebabkan peningkatan tingkat mitosis dan meningkatkan kemungkinan mutasi somatik. Hal lain yang menyokong adalah adanya temuan peningkatan kadar RE dan RP yang bermakna pada jaringan

  

3,12

mioma daripada miometrium normal.

  Jaringan mioma manusia mengandung jumlah sel stem yang lebih sedikit daripada miometrium normal. Namun, sel stem yang berasal dari jaringan mioma, dengan mutasi MED 12 (suatu mediator yang mengkode gen), yang menunjukkan bahwa minimal diawali dengan satu genetic hit yang merubah sel stem miometrium, dan interaksi selanjutnya dengan

  2 jaringan miometrium disekitrarnya untuk membentuk mioma.

  Model eksperimen in vivo menunjukkan bahwa pertumbuhan mioma manusia bergantung pada estrogen dan progesteron yang memerlukan adanya sel stem somatik multipoten. Dibandingkan dengan populasi sel mioma atau dengan sel miometrium normal, sel stem mioma mengekspresikan kadar RE dan RP yang rendah. Pertumbuhan sel stem mioma memerlukan adanya sel-sel miometrium dengan kadar RE dan RP dan ligannya yang lebih tinggi, yang menunjukkan bahwa kerja hormon streroid pada sel stem mioma diperantarai oleh sel-sel miometrium dalam

  2 sel sekitarnya mendukung kemampuan self-renewal dari sel stem mioma.

  Jaringan miometrium normal dan mioma mengandung pool sel dengan kapasitas untuk self-renewal, yang disebut dengan sel stem.

  Suatu populasi sel stem bertanggung jawab terhadap proliferasi sel-sel otot polos miometrium normal (Gambar 1A) yang tampak pada proses pembesaran fisiologis dari uterus selama kehamilan. Sel-sel miometrium yang matur mengekspresikan kadar RE- α dan RP yang lebih tinggi daripada sel-sel stem. Dengan demikian kemungkinan proliferasi sel-sel yang bergantung pada estrogen dan progesteron secara primer di perantarai oleh RE-

  α dan RP yang ada pada sel-sel yang matur. Faktor parakrin seperti ligan WNT, yang dikeluarkan oleh sel-sel matur bekerja pada sel stem untuk merangsang self-renewal dan proliferasi mereka.

  (dikutip dari 2) Gambar 1. Tumorigenesis mioma uteri Suatu benturan genetik (genetic hit) seperti mutasi dari MED 12 atau pengaturan ulang kromosom mempengaruhi HMGA2 (suatu protein yang dapat mempengaruhi proses pada sel seperti difrensiasi, kematian, pertumbuhan dan proliferasi), yang dapat merubah sel-sel stem miometrum menjadi sel-sel stem mioma (Gambar 1B). Sel-sel mioma ini dapat memperbarui diri sendiri dan mulai membelah secara tidak terkendali sampai berdifrensiasi menjadi sel otot polos mioma. Selama proses ini sel-sel otot polos mioma memperoleh banyak abnormalitas epigenetik dan fenotipik. RE-

  α dan RP terkonsentrasi secara primer pada sel-sel mioma yang matur dan melewatkan sinyal estrogenik atau progestogenik pada sel stem melalui mekanisme parakrin. Sel stem mioma tunggal yang bertransformasi pada akhirnya menjadi mioma yang jinak dengan batas yang tegas, dimana meluas dalam jaringan miometrium (Gambar 1C). Pembentukan matriks ekstraselular

  

2

berkontribusi terhadap ekspansi tumor.

  Karena konsentrasi RE- α dan RP sangat tinggi pada sel-sel miometrium dan sel-sel mioma matur dibandingkankan dengan sel-sel stem mioma melalui reseptor hormon pada sel-sel matur dengan cara parakrin. Estrogen dan progesteron dapat meningkatkan sekresi ligan WNT, yang bekerja melalui famili frizzeled reseptor yang mengaktivasi jalur β-catenin-TCF (T-cell Transcription Factor), yang selanjutnya menginduksi produksi dari TGF-

  β pada sel-sel matur dan menyebabkan pembentukan matriks ekstraselular yang berlebihan. Pada sel stem, MED12 yang non-mutan bekerja sebagai modifier fisiologis dari kerja β- catenin, sedangkan MED12 yang mutan (atau absennya MED12) dapat menyebabkan kegagalan untuk menyelesaikan fungsi ini. Absennya MED12 atau adanya bentuk MED12 yang mutan pada sel-sel stem juga dihubungkan dengan meningkatnya ekspresi reseptor TGF- β, yang menyebabkan aktivasi dari downstream sinyalnya. Ini kemudian mengaktivasi protein famili SMAD dan mitogen-activated protein kinase (MAPK), yang memediasi proliferasi dan self-renewal sel stem

  2 (gambar 2).

  Gambar 2.Interaksi antara hormon ovarium , β-Catenin dan jalur TGF-β, dan MED12 (dikutip dari 2) pada sel mioma

2.3 Hormon steroid

  Secara umum estrogen, progesteron dan androgen merupakan hormon yang banyak berperan dalam sistem reproduksi wanita. ketiga hormon ini diproduksi oleh ovarium. Bahan dasar pembentukan hormon– hormon ini adalah kolesterol dan proses pembentukan hormon–hormon, disebut juga steroidogenesis ini dibantu oleh beberapa enzim dan protein regulator. Kemudian hormon steroid ini akan aktif dan bekerja pada organ

  29 target.

  Gambaran yang mencolok dari mioma uteri adalah ketergantungan mereka pada hormon steroid ovarium, estrogen dan progesteron. Aktivitas ovarium penting untuk pertumbuhan mioma, dan kebanyakan mioma menyusut setelah menopause. Peningkatan dan penurunan yang tajam pada produksi estrogen dan progesteron yang berhubungan dengan kehamilan yang sangat dini dan periode paska melahirkan mempunyai pengaruh yang dramatis pada pertumbuhan mioma. GnRH analog, yang menekan aktivitas ovarium dan mengurangi kadar estrogen dan progesteron yang bersirkulasi, menyusutkan mioma

  10 dan mengurangi perdarahan dari uterus.

  Umumnya reseptor-reseptor hormon steroid mempengaruhi transkripsi gen. Reseptor steroid meregulasi transkripsi gen melalui dengan DNA. Peran estrogen yang penting adalah memodifikasi aktifitas hormonnya sendiri dan yang lainnya dengan mempengaruhi konsentrasi reseptor. Estrogen meningkatkan respon jaringan target untuknya sendiri dan terhadap progesteron serta androgen dengan meningkatkan

  29 konsentrasi reseptornya sendiri. Estrogen dapat meningkatkan pertumbuhan mioma uteri memalui up-regulation dari ekspresi EGFR dan PDGF dan dengan down-regulating

ekspresi aktivin dan miostatin. Demikian juga dengan progesteron dapat

mempengaruhi pertumbuhan mioma uteri dengan up-regulating ekspresi EGF dan TGF- β3. Sebaliknya, progesteron juga dapat menghambat

pertumbuhan mioma dengan down-regulating ekspresi IGF-I. Peranan

sebenarnya dari steroid seks, bagaimana mereka berinteraksi dengan

faktor pertumbuhan dan bagaimana mereka mempengaruhi atau

mengatur pertumbuhan mioma belum dapat dimengerti. Namun, dengan

menggunakan konsep kemampuan seks steroid mempengaruhi

pertumbuhan, beberapa antagonis progesteron / anti progestin, SPRMs

(selective progesterone receptor modulators) dan SERMs (selective

estrogen receptor modulators) telah diajukan mempunyai potensi

  

11

terapeutik untuk penanganan mioma.

  (dikutip dari 11) Gambar 3. Regulasi hormon steroid terhadap faktor pertumbuhan Beberapa bukti klinis dan biokimiawi menunjukkan peranan progesteron dalam patogenesis mioma uteri. Telah ditunjukkan bahwa progesteron dapat merangsang aktivitas mitosis dan proliferasi mioma. Kawaguchi dkk (1989) menemukan peningkatan aktivitas mitosis pada mioma pada fase sekresi siklus menstruasi yang menunjukkan bahwa pertumbuhan mioma dipengaruhi oleh kadar progesteron. Tiltman (1985) melaporkan bahwa pemberian medroksiprogesteron asetat meningkatkan aktivitas mitosis mioma secara bermakna dibandingkan dengan kelompok yang tidak diobati. Pengobatan dengan antagonis progesteron RU-486 (mifepriston) telah dilaporkan untuk merangsang regresi mioma dengan mengurangi immunoreaktivitas RP, yang menunjukkan pengaruh langsung anti progesteron. Sebaliknya, progestin dapat menghambat pengecilan mioma yang diinduksi GnRH agonis. Brandon dkk (1993) menunjukkan peningkatan mRNA RP dan kadar protein pada mioma bersamaan dengan peningkatan proliferasi yang berhubungan dengan antigen Ki-67 dibandingkan terhadap miometrium normal, yang menunjukkan hubungan dari sinyal yang diperantarai progesteron dengan

  30 memegang peranan penting dalam pertumbuhan mioma uteri.

  Pada jaringan perifer (kulit dan jaringan lemak) dan ovarium, aromatase mengkatalisasi pembentukan estrogen, yang mencapai jaringan mioma melalui sirkulasi. Selain itu, aromatase pada jaringan mioma mengubah androstenedion yang berasal dari adrenal atau ovarium menjadi estrogen secara lokal. Estrogen yang poten secara biologis, estradiol, menginduksi produksi dari RP dengan cara berikatan dengan RE-

  α. RP penting sebagai respon dari jaringan mioma terhadap progesteron yang disekresikan oleh ovarium. Progesteron dan RP sangat diperlukan terhadap pertumbuhan tumor, meningkatkan proliferasi sel dan survival dan meningkatkan pembentukan matriks ekstraselular. Pada ketiadaan progesteron dan RP, estrogen dan RE-

  α tidak mencukupi untuk pertumbuhan mioma. Pewarnaan imunuhistokimia pada jaringan mioma menunjukkan lokalisasi nukleus dari RE- α atau RP pada sel-sel otot polos. Faktanya bahwa aromatase inhibitor atau antiprogestin yang dapat mengecilkan ukuran tumor menunjukkan dukungan dari mekanisme ini

  

2

dari pertumbuhan mioma (gambar 4).

2.4 Reseptor Estrogen

  Reseptor estrogen (RE) merupakan anggota dari super famili reseptor nukleus, dimana kebanyakan berasal dari sumber yang sama (gambar 5). Super famili ini terdiri dari 18 anggota reseptor, yang dibagi menjadi reseptor nukleus kelas I dan kelas II. Reseptor nukleus kelas I reseptor progesteron A dan B (RP A/B) reseptor glukokortikoid (RG),

  31 reseptor mineralokortikoid (RM), dan reseptor androgen (RA).

  (dikutip dari 2) Gambar 4. Efek biologis dari estrogen dan progesteron pada jaringan mioma

  (RAR a/b/c), reseptor retinoid X (RRX a/b/c), reseptor vitamin D (RVD), reseptor peroxisome proliferator activated receptor (PPAR a/c/d) dan reseptor thyroid (RT a/b). Semua reseptor dari super famili reseptor nukleus menghambat faktor transkripsi, dimana menjadi aktif saat

  31 berikatan dengan ligan mereka yang sama asalnya.

  (dikutip dari 31) Gambar 5. Super famili reseptor nukleus

  17β - estradiol (estrogen) merupakan ikatan ligan utama pada RE-

  α/β. Estrogen disekresikan kedalam pembuluh darah oleh korteks kelenjar adrenal dan gonad serta memegang peranan yang menonjol dalam memperantarai perkembangan seksual, fungsi reproduksi, proliferasi dan difrensiasi dari berbagai jaringan melalui RE. Sebagai contoh, interaksi Estrogen/RE-

  α bertanggung jawab untuk proliferasi payudara dan jaringan uterus yang dirangsang estrogen. RE- α pertama sekali diisolasi pada tahun 1962, dan gen yang berhubungan di klon pada tahun yang sama dan berlokasi pada lengan panjang dari kromosom 6 (6q24-q27; sekarang 6q25.1). Tiga dekade kemudian pada tahun 1993, RE-

  α pertama tikus percobaan diciptakan dan menemukan bahwa perkembangan mungkin tanpa RE- α. Pada waktu itu, hanya RE-α yang difikirkan menjadi reseptor yang memperantarai respon pada estrogen, tetapi pada tahun 1996 telah di klon REβ dan berlokasi pada kromosom

  31 14 (14q23.2). Estrogen berikatan dengan afinitas yang tinggi pada RE, sementara hasil metabolik estrogen seperti estron dan estriol, berikatan dengan afinitas yang lebih rendah. Aksi estrogenik dapat dipengaruhi secara farmakologi oleh anti estrogen dan SERMs. SERMs yang pertama sekali di coba adalah tamoxifen pada tahun 1970 dan sampai sekarang tamoxifen menunjukkan pengaruh pada terapi ajuvan dari kanker

  31 payudara dengan RE (+) pada wanita premenopause.

  Uterus merupakan jaringan target yang sensitif terhadap estrogen memiliki kedua reseptor dalam jumlah yang banyak. Namun reseptor ini juga ditemukan di jaringan yang lain, contoh RE- α banyak dijumpai juga pada ginjal, hati dan jantung. RE-

  β juga dijumpai pada jaringan otak, paru,

  22,26 saluran pencernaan dan folikel ovarium.

  Pada seluruh sel endometrium dan miometrium, ekspresi RE mencapai maksimum pada fase folikuler akhir. Selama fase luteal awal, ekspresi RE menurun, diikuti dengan peningkatan pada pertengahan dan akhir fase luteal. Perubahan ini menggambarkan perubahan siklus estradiol. Walaupun RE-

  β dijumpai pada endometrium manusia, namun α dan memperlihatkan perubahan yang

  22 minimal selama siklus menstruasi.

  Lingkungan dalam mioma uteri bersifat hiperestrogenik dan hipersensitif terhadap estrogen. Mioma uteri menciptakan lingkungan hiperestrogeniknya sendiri, yang diperlukan untuk pertumbuhan dan pemeliharaan mereka (mioma uteri). Mioma uteri memiliki RE dan RP yang lebih banyak daripada sekelilingnya (jaringan miometrium

  18,25,26,27

  normal) sehingga mioma uteri mengikat estrogen lebih banyak dan mioma uteri juga sangat sedikit merubah estradiol menjadi estron lemah. Tidak dijumpai perbedaan RE yang signifikan berdasarkan ukuran

  32 massa mioma uteri.

  Selain itu, teori mengenai kadar aromatase sitokrom 450 yang lebih tinggi pada mioma dibandingkan dengan miosit normal. Aromatase sitokrom 450 merupakan kelompok enzim yang terlibat dalam biosintesis hormon steroid juga aktivasi metabolik karsinogen. Isoform sitokrom yang spesifik ini mengkatalisasi konversi androgen menjadi estrogen pada beberapa jaringan. Diduga sel-sel mioma uteri mensintesis estrogen in-

  18

situ. Estrogen dapat menyebabkan pembesaran tumor dengan

  22,25 meningkatkan produksi matriks ekstraseluler.

  Bukti akumulatif mendukung konsep bahwa estrogen sangat berhubungan dengan tumorigenesis dan pertumbuhan mioma. Estrogen menggunakan efek fisiologinya pada sel-sel target dengan berikatan pada reseptor nukleus spesifik yaitu RE-

  α dan RE-β. RE-β dapat dianggap homolog dengan RE- α pada daerah ikatan DNA dan daerah ligand- α dan

  RR- β diekspresikan pada miometrium dan mioma. Sakaguchi dkk (2003) melaporkan bahwa kadar mRNA RE- α dan RE-β pada miometrium berubah selama siklus menstruasi, tetapi kadar mRNA RE-

  α lebih menonjol daripada mRNA RE- β. Dua orang penulis telah melaporkan bahwa kadar mRNA RE-

  α dan RE-β meningkat pada mioma dibandingkan dengan miometrium. Telah dilaporkan bahwa baik RE- α dan RE-β dapat menstimulasi transkripsi dari gen target, walaupun aktivasi dari RE- β lebih

  30

  rendah daripada RE- α.

2.5 Reseptor Progesteron

  Reseptor progesteron (RP) terdapat dalam 2 bentuk yang berbeda yang disebut dengan RP-A dan RP-B. Fungsi reseptor ini sebagai faktor transkiripsi yang diaktivasi-ligan, tetapi isoform kedua reseptor menunjukkan fungsi biologi yang berbeda. RP-B berfungsi sebagai aktivator transkripsional dari gen yang responsif progesteron, sedangkan RP-A bertindak sebagai repressor ligan dependen yang poten dari aktivitas transkripsional RP-B dalam promoter dan konteks sel dimana RP- A tidak aktif sebagai aktivator transkripsional. Terdapat hubungan yang kompleks antara jalur sinyal RE dan RP sebagaimana yang ditunjukkan dengan observasi bahwa estrogen dapat menginduksi ekspresi RP pada sel-sel miometrium pada monyet, dan mentransformasi miosit hamster, serta meningkatkan transkripsi dari gen RP-B pada sel-sel kanker payudara wanita, sementara isoform kedua RP dapat bertindak sebagai represor ligan dependen yang poten dari aktivitas RE. kemudian,

  30 estrogen.

  RP-A dan RP-B telah diidentifikasi pada jaringan mioma dan miometrium normal. Dua peneliti telah menunjukkan bahwa kandungan RP-A dan RP-B lebih tinggi pada jaringan mioma daripada miometrium normal dengan kandungan RP-A yang lebih dominan secara bermakna daripada RP-B. Namun, Viville dkk (1997) gagal menemukan perbedaan antara konsentrasi mRNA yang mengkode RP-A dan RP-B pada mioma dan miometrium normal, yang menunjukkan kontrol post translasi. Selain itu, GnRH agosis men down-regulate ekspresi imunoreaktif RP, RP-A dan RP-B, dan kadar mRNA RP di jaringan mioma. Menariknya, Fujimoto dkk (1998) menemukan over ekspresi relatif dari mRNA RP-B pada permukaan mioma, yang menunjukkan bahwa ekspresi yang dominan dari RP-B pada bagian ini menunjukkan fenotip yang diaktivasi untuk proliferasi progestasional yang berhubungan dengan pertumbuhan mioma. Namun, masih belum diketahui apakah tingginya RP-A berhubungan dengan berkurangnya responsiveness progesteron terhadap

  30 sel-sel mioma.

2.6 Peranan faktor pertumbuhan pada mioma uteri

  Pada uterus normal, pengaruh estrogen dan progestin pada mioma diperantarai oleh faktor pertumbuhan. EGF diekspresikan berlebih pada mioma, reseptor EGF terdapat pada mioma dan pengobatan dengan GnRH agonis (dan hipogonadisme) menurunkan konsentrasi EGF pada mioma (tetapi tidak pada miometrium normal). IGF-I dan IGF-II dan berlebih pada mioma. Mioma mengekspresikan lebih banyak IGF-II dan sedikit IGFBP-3 daripada miometrium, suatu situasi yang akan meningkatkan availabilitas dan aktivitas faktor pertumbuhan pada tumor. Sel-sel mioma menseksresikan lebih banyak protein yang berhubungan dengan hormon paratiroid (faktor pertumbuhan lainnya) daripada miometrium normal. Seperti endometrium dan miometrium, mioma mensekresikan prolaktin, dan prolaktin berfungsi pada uterus sebagai

  22 faktor pertumbuhan.

  Salah satu konsekuensi dari perubahan ekspresi faktor pertumbuhan pada mioma adalah abnormalitas vaskulatur, yang ditandai dengan pleksus vena yang berdilatasi. Gambaran morfologi ini mungkin hasil dari regulator vaskular spesifik dari angiogenesis, seperti faktor pertumbuhan fibroblast dan vascular endothelial growth factor. Perubahan ini mungkin berkontribusi terhadap perdarahan menstrual yang berat yang

  22 berhubungan dengan mioma submukosa.

2.7. Imunohistokimia reseptor estrogen dan reseptor progesteron

  Imunohistokimia / Immunohistochemistry (IHC) adalah sebuah metoda pemeriksaan dengan menggunakan prinsip antibodi dengan spesifikasi yang tinggi untuk menunjukkan lokasi dan keberadaan sebuah protein dalam jaringan, yang biasanya dilakukan untuk penelitian, dan

  33 tujuan diagnostik atau prognostik.

33 Prinsip IHC meliputi langkah :

  a. Deparafinisasi dan rehidrasi

  b. Aktivasi antigen

  c. Penghambatan peroksidase endogen

  d. Inkubasi antibodi primer

  e. Inkubasi antibodi skunder

  f. Deteksi antibodi

g. Counter staining h. Mounting slide.

  i. Interpretasi slide.

  Penilaian IHC diinterpretasikan berdasarkan gabungan antara kualitas intensitas ikatan antigen dengan antibodi yang terbentuk di sitoplasma atau inti sel dengan persentase sel yang terwarnai dalam

  34

  lapang pandang. Diantara metode penilaian IHC tersebut adalah :

  1. H score, merupakan penjumlahan dari persentase sel yang terwarnai lemah, persentase sel yang terwarnai sedang dikalikan dengan dua, dan persentase sel yang terwarnai kuat dikalikan

  34,35 dengan tiga. Penilaian ini memberikan skor dari 0 – 300.

  2. Allred score, merupakan penjumlahan dari skor persentase sel yang terwarnai (0 = tidak terwarnai, 1 = terwarnai < 1%, 2 = 1-10%, 3 = 10-33%, 4 = 33-67%, 5 = 67-100%) dan skor dari intensitas sel yang terwarnai (0 = tidak terwarnai, 1 = terwarnai lemah, 2 = terwarnai sedang, 3 = terwarnai kuat). Penilaian ini memberikan

  36,37 skor dari 0 – 8.

  3. Intensitas warna pada sel, merupakan derajat intesitas sel yang terwarnai, dengan nilai : negatif (-) jika tidak ada sel yang terwarnai,

  38 (+++) jika sel terwarnai kuat.

  Gambar 6. Ekspresi reseptor estrogen (kiri) dan reseptor progesteron (kanan) pada (dikutip dari 36) mioma uteri.

Tabel 2.1. Faktor pertumbuhan dan protein yang berhubungan pada miometrium dan mioma manusia : keberadaan, kerja dan pengaturan seks steroid

  11

2.8 Hipotesis Penelitian

  Hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Ekspresi RE pada mioma lebih tinggi daripada miometrium normal.

  2. Ekspresi RP pada mioma lebih tinggi daripada miometrium normal.

2.9 Kerangka Teori

  Miosit Normal Inisiator tumor

  (faktor genetik ?) Mutasi somatik

  Usia

  IMT Paritas

  Miosit yang bermutasi

  Induksi reseptor estrogen Induksi reseptor progesteron Estrogen Progesteron

  Produksi faktor pertumbuhan Induksi reseptor faktor pertumbuhan Produksi matriks esktraselular Mitogenesis

  

Ekspansi Klonal

Mioma

2.10 Kerangka Konsep Ekspresi reseptor estrogen dan reseptor progesteron pada miometrium Miometrium Mioma uteri normal Usia

  IMT Paritas Variabel tergantung Variabel bebas Variabel perancu (tidak diteliti)