BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Konsep Keluarga 2.1.1 Pengertian Keluarga - Hubungan Antara Dukungan Keluarga Terhadap Kepatuhan Ibu Melaksanakan Imunisasi Dasar Pada Anak Di Desa Tigabolon Kecamatan Sidamanik Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Keluarga

  2.1.1 Pengertian Keluarga

  Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga serta beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di satu atap dalam keadaaan saling ketergantungan. Keluarga adalah dua atau lebih individu yang bergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam suatu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut perannya masing-masing serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Menurut Friedman (1998), keluarga merupakan satu atau lebih individu yang tergabung karena ikatan tertentu untuk saling membagi pengalaman dan melakukan pendekatan emosional serta mengidentifikasi diri mereka sebagai bagian dari keluarga.

  2.1.2 Tipe Keluarga

  Tipe keluarga dapat dikelompokkan menjadi enam bagian yaitu : a.

  Keluarga Inti (nuclear family) terdiri dari suami, istri, dan anak-anak, baik karena kelahiran maupun adopsi.

  b.

  Keluarga Besar (extended family) terdiri dari keluarga inti ditambah keluarga yang lain (hubungan darah) misalnya kakek, nenek, bibi, paman, sepupu termasuk keluarga modern, seperti orang tua tunggal, keluarga tanpa anak, serta keluarga pasangan sejenis.

  c.

  Keluarga berantai (social family) keluarga yang terdiri dari wanita dan pria yang menikah lebih dari satu kali.

  9 d.

  Keluarga asal (family of origin) merupakan suatu unit keluarga tempat asal seseorang dilahirkan.

  e.

  Keluarga komposit (composite family) adalah keluarga dari perkawinan poligami dan hidup bersama.

  f.

  Keluarga tradisional dan nontradisional, dibedakan menurut ikatan perkawinan. Keluarga tradisional diikat oleh perkawinan sedangkan, keluarga non tradisional tidak diikat oleh perkawinan (Sudiharto, 2007).

2.1.3 Struktur Keluarga

  Struktur keluarga ada bermacam-macam, diantaranya adalah : 1.

  Patrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ayah.

  2. Matrilineal adalah keluarga sedarah yang terdiri dari anak saudara sedarah dalam beberapa generasi, dimana hubungan itu disusun melalui jalur garis ibu.

  3. Patrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah suami.

  4. Matrilokal adalah sepasang suami istri yang tinggal bersama keluarga sedarah istri.

  5. Keluarga kawin adalah hubungan suami istri sebagai dasar bagi pembinaan keluarga dan beberapa sanak saudara yang menjadi bagian keluarga karena adanya hubungan dengan suami atau istri (Setiadi, 2006).

  2.1.4 Fungsi keluarga

  Setiap anggota keluarga memiliki kebutuhan dasar fisik, pribadi dan sosial yang berbeda. Menurut Friedman (1998) bahwa keluarga memiliki 5 fungsi dasar, yaitu : a.

  Fungsi Afektif Merupakan fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain.

  b.

  Fungsi Sosialisasi Merupakan fungsi mengembangkan dan tempat melatih anak untuk berkehidupan sosial sebelum meninggalkan rumah untuk berhubungan dengan orang lain di luar rumah.

  c.

  Fungsi Reproduksi Merupakan fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

  d.

  Fungsi Ekonomi Merupakan fungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu dalam meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  2.1.5 Peran Keluarga

  Berbagai peran yang terdapat dalam keluarga adalah sebagai berikut: 1.

  Peran Ayah : sebagai suami dari istri dan anak-anak, berperan sebagai pencari nafkah, pendidik, pelindung dan pemberi rasa aman sebagai kepala keluarga, sebagai anggota kelompok sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya.

  2. Peran Ibu : sebagi istri dan ibu dari anak-anaknya, ibu mempunyai peranan untuk mengurus rumah tangga, sebagai pengasuh dan pendidik anak-anaknya, pelindung dan sebagai salah satu kelompok dari peranan sosialnya serta sebagai anggota masyarakat dari lingkungannya. Di samping itu juga ibu dapat berperan sebagai pencari nafkah tambahan dalam keluarganya.

  3. Peran Anak : anak-anaknya melaksanakan peranan psiko sosial sesuai dengan tingkat perkembangannya baik fisik, mental, sosial dan spiritual. (Effendi, 1998).

2.2 Konsep Dukungan Keluarga

2.2.1 Defenisi Dukungan Keluarga

  Dukungan keluarga merupakan suatu proses hubungan antara keluarga dengan lingkungan sosialnya (Friedman, 1998). Dukungan sosial adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tahu bahwa ada orang lain yang memperhatikan, menghargai dan mencintainya (Cohen & Syme, 1996 dalam Setiadi, 2008). Anggota keluarga sangat membutuhkan dukungan dari keluarganya karena hal ini akan membuat individu tersebut merasa dihargai dan anggota keluarga siap memberikan dukungan untuk menyediakan bantuan dan tujuan hidup yang ingin dicapai individu (Friedman, 1998).

  Menurut Sarwono (2003) dukungan adalah suatu upaya yang diberikan kepada orang lain, baik moril maupun materil untuk memotivasi orang tersebut dalam melaksanakan kegiatan. Menurut Santono (2001) dukungan yaitu suatu usaha untuk menyokong sesuatu atau suatu daya upaya untuk membawa sesuatu.

  Bailon dan Maglaya dalam Setiadi (2008) menyatakan, bahwa keluarga adalah dua atau lebih individu yang tergabung karena hubungan darah, perkawinan atau adopsi. Mereka hidup dalam satu rumah tangga, melakukan interaksi satu sama lain menurut peran masing-masing, serta menciptakan dan mempertahankan suatu budaya. Dukungan keluarga merupakan suatu proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan berbeda-beda pada setiap tahap siklus kehidupan (Friedman, 1998).

  Sudiharto (2007), menyatakan setiap anggota keluarga mempunyai struktur peran formal dan informal, misalnya ayah mempunyai peran formal sebagai kepala keluarga dan pencari nafkah.Struktur keluarga meliputi kemampuan berkomunikasi, kemampuan keluarga saling berbagi, kemampuan sistem pendukung diantara anggota keluarga, kemampuan perawatan diri dan kemampuan menyelesaikan masalah. Menurut Bugges dalam Friedman (1998) keluarga terdiri dari orang-orang yang disatukan oleh ikatan perkawinan, darah dan ikatan adopsi. Para anggota sebuah keluarga biasanya hidup bersama-sama dalam satu rumah tangga, atau jika mereka hidup secara terpisah, mereka tetap menganggap rumah tangga tersebut sebagai rumah mereka. Anggota keluarga berinteraksi dan berkomunikasi satu sama lain dalam peran-peran sosial keluarga suami isteri, ayah dan ibu, anak laki-laki dan anak perempuan. Keluarga sama-sama menggunakan kultur yang sama, yaitu kultur yang diambil dari masyarakat dengan beberapa ciri unik tersendiri.

2.2.2. Fungsi keluarga

  Menurut Friedman (1998), terdapat lima fungsi keluarga, yaitu : 1. Fungsi afektif (The Affective Function) adalah fungsi keluarga yang utama untuk mengajarkan segala sesuatu untuk mempersiapkan anggota keluarga berhubungan dengan orang lain. Fungsi ini dibutuhkan untuk perkembangan individu dan psikososial anggota keluarga.

  2. Fungsi sosialisasi yaitu proses perkembangan dan perubahan yang dilalui individu yang menghasilkan interaksi sosial dan belajar berperan dalam lingkungan sosialnya. Sosialisasi dimulai sejak lahir. Fungsi ini berguna untuk membina sosialisasi pada anak, membentuk norma-norma tingkah laku sesuai dengan tingkat perkembangan anak dan dan meneruskan nilai-nilai budaya keluarga.

3. Fungsi reproduksi (The Reproduction Function) adalah fungsi untuk mempertahankan generasi dan menjaga kelangsungan keluarga.

  4. Fungsi ekonomi (The Economic Function) yaitu keluarga berfungsi untuk memenuhi kebutuhan keluarga secara ekonomi dan tempat untuk mengembangkan kemampuan individu meningkatkan penghasilan untuk memenuhi kebutuhan keluarga.

  5. Fungsi perawatan atau pemeliharaan kesehatan (The Health Care Function) adalah untuk mempertahankan keadaan kesehatan anggota keluarga agar tetap memiliki produktivitas yang tinggi. Fungsi ini dikembangkan menjadi tugas keluarga di bidang kesehatan.

  Tetapi dengan berubahnya zaman, fungsi keluarga dikembangkan menjadi : 1. Fungsi ekonomi, yaitu keluarga diharapkan menjadi keluarga yang produktif yang mampu menghasilkan nilai tambah ekonomi dengan memanfaatkan sumber daya keluarga.

  2. Fungsi mendapatkan status sosial, yaitu keluarga yang dapat dilihat dan dikategorikan strata sosialnya oleh keluarga lain yang berbeda di sekitarnya.

  3. Fungsi pendidikan, yaitu keluarga mempunyai peran dan tanggungjawab yang besar terhadap pendidikan anak-anak nya untuk menghadapi kehidupan dewasanya.

  4. Fungsi sosialisasi bagi anak nya, yaitu orang tua atau keluarga diharapkan mampu menciptakan kehidupan sosial yang mirip dengan luar rumah.

  5. Fungsi pemenuhan kesehatan, yaitu keluarga diharapkan dapat memenuhi kebutuhan dasar primer dalam rangka melindungi dan pencegahan terhadap penyakit yang mungkin dialami oleh keluarga.

  6. Fungsi religius, yaitu keluarga merupakan tempat belajar tentang agama dan mengamalkan ajaran agama.

  7. Fungsi rekreasi, yaitu keluarga merupakan tempat untuk melakukan kegiatan yang dapat mengurangi ketegangan akibat berada di luar rumah.

  8. Fungsi reproduksi, yaitu bukan hanya mengembangkan keturunan tetapi juga tempat untuk mengembangkan fungsi reproduksi secara menyeluruh, diantaranya seks yang sehat dan berkualitas serat pendidikan seks bagi anak- anak.

  9. Fungsi afektif, yaitu keluarga merupakan tempat yang utama untuk pemenuhan kebutuhan psikososial sebelum anggota keluarga berada di luar rumah. Dari beberapa fungsi keluarga diatas, ada tiga fungsi pokok keluarga terhadap anggota keluarga nya, antara lain asih, yaitu memberikan kasih sayang, perhatian dan rasa aman, kehangatan kepada anggota keluarga sehingga memungkinkan mereka tumbuh dan berkembang sesuai usia dan kebutuhan nya. Sedangkan asuh, yaitu menuju kebutuhan pemeliharaan dan perawatan anak agar kesehatannya selalu terpelihara sehingga diharapkan mereka menjadi anak-anak yang sehat baik fisik, mental, sosial dan spiritual. Dan asah, yaitu memenuhi kebutuhan pendidikan anak sehingga siap menjadi manusia dewasa yang mandiri dalam mempersiapkan masa depannya.

2.2.3 Komponen Dukungan Keluarga

  Friedman (1998) menjelaskan bahwa keluarga memiliki beberapa fungsi dukungan yaitu a. Dukungan informasional keluarga adalah sebagai sebuah kolektor dan diseminator (penyebar) informasi tentang dunia menjelaskan tentang pemberian saran, sugesti, informasi yang dapat digunakan mengungkapkan suatu masalah. Manfaat dari dukungan ini adalah dapat menekan munculnya suatu stressor karena informasi yang diberikan dapat menyumbangkan aksi sugesti yang khusus pada individu. Aspek- aspek dalam dukungan ini adalah nasehat, usulan, saran, petunjuk dan pemberian informasi, b. Dukungan penilaian keluarga bertindak adalah sebuah bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah, sebagai sumber dan validator indentitas anggota keluarga diantaranya memberikan support, penghargaan, perhatian.

  c. Dukungan instrumental keluarga merupakan sebuah sumber pertolongan praktis dan konkrit, diantaranya kesehatan bayi dalam hal kebutuhan makan dan minum, istirahat, terhindarnya bayi dari berbagai penyakit

  d. Dukungan emosional keluarga sebagai tempat yang aman dan damai untuk istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadap emosi. Aspek-aspek dari dukungan emosional meliputi dukungan yang diwujudkan dalam bentuk afeksi, adanya kepercayaan, perhatian, mendengarkan dan didengarkan (Akhmadi, 2009).

2.2.4 Sumber Dukungan Keluarga

  Ada dua sumber dukungan keluarga yaitu sumber natural dan sumber artificial. Dukungan sosial keluarga mengacu kepada dukungan sosial yang dipandang oleh keluarga sebagai sesuatu yang dapat diakses/diadakan untuk keluarga (dukungan sosial bisa atau tidak digunakan, tetapi anggota keluarga memandang bahwa orang yang bersifat mendukung selalu siap memberikan pertolongan dan bantuan jika diperlukan). Dukungan sosial keluarga dapat berupa dukungan sosial kelurga internal, seperti dukungan dari suami/istri atau dukungan dari saudara kandung atau dukungan sosial keluarga eksternal (Friedman, 1998).

  2.2.5 Manfaat Dukungan Keluarga

  Dukungan sosial keluarga adalah sebuah proses yang terjadi sepanjang masa kehidupan, sifat dan jenis dukungan sosial berbeda-beda dalam berbagai tahap-tahap siklus kehidupan. Namun demikian, dalam semua tahap siklus kehidupan, dukungan sosial keluarga membuat keluarga mampu berfungsi dengan berbagai kepandaian dan akal. Sebagai akibatnya, hal ini meningkatkan kesehatan dan adaptasi keluarga (Akhmadi, 2009)

  Friedman (1998) menyimpulkan bahwa baik efek-efek penyangga (dukungan sosial menahan efek-efek negatif dari stres terhadap kesehatan) dan efek-efek utama (dukungan sosial secara langsung mempengaruhi akibat-akibat dari kesehatan) pun ditemukan. Sesungguhnya efek-efek penyangga dan utama dari dukungan sosial terhadap kesehatan dan kesejahteraan boleh jadi berfungsi bersamaan. Secara lebih spesifik, keberadaan dukungan sosial yang adekuat terbukti berhubungan dengan menurunnya mortalitas, lebih mudah sembuh dari sakit dan dikalangan kaum tua, fungsi kognitif, fisik dan kesehatan emosi (Akhmadi, 2009).

  2.2.6 Faktor Yang Mempengaruhi Dukungan Keluarga

  Menurut Friedman (1998), ada bukti kuat dari hasil penelitian yang menyatakan bahwa keluarga besar dan keluarga kecil secara kualitatif menggambarkan pengalaman-pengalaman perkembangan. Anak-anak yang berasal dari keluarga kecil menerima lebih banyak perhatian dari pada anak-anak dari keluarga yang besar. Selain itu, dukungan yang diberikan orangtua (khususnya ibu) juga dipengaruhi oleh usia. Faktor-faktor yang mempengaruhi dukungan keluarga lainnya adalah kelas sosial ekonomi orangtua. Kelas sosial ekonomi disini meliputi tingkat pendapatan atau pekerjaan orang tua dan tingkat pendidikan. Dalam keluarga kelas menengah, suatu hubungan yang lebih demokratis dan adil mungkin ada, sementara dalam keluarga kelas bawah, hubungan yang ada lebih otoritas atau otokrasi. Selain itu orang tua dengan kelas sosial menengah mempunyai tingkat dukungan, afeksi dan keterlibatan yang lebih tinggi dari pada orang tua dengan kelas sosial bawah (Akhmadi, 2009).

2.3 Kepatuhan Ibu

2.3.1 Definisi Kepatuhan

  Kepatuhan (ketaatan) sebagai tingkat penderita melaksanakan cara pengobatan dan perilaku yang disarankan oleh dokternya atau yang lain. Kepatuhan adalah perilaku positif pasien dalam mencapai tujuan kesehatan.bahkan jika hal tersebut bisa menimbulkan resiko mengenal kesehatanya (Taylor, 1991).

  Patuh adalah suka menurut perintah, taat pada perintah atau aturan. Sedangkan kepatuhan adalah perilaku sesuai aturan dan berdisiplin. Seseorang dikatakan patuh berobat bila mau datang ke petugas kesehatan yang telah ditentukan sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan serta mau melaksanakan apa yang dianjurkan oleh petugas.

  Menurut Kelman perubahan sikap dan perilaku individu dimulai dengan tahap kepatuhan, identifikasi kemudian baru menjadi internalisasi. Mula-mula individu mematuhi anjuran atau instruksi petugas tanpa kerelaan untuk melakukan tindakan tersebut dan seringkali karena ingin menghindari hukuman/sanksi jika tidak patuh atau untuk memperoleh imbalan yang dijanjikan jika mematuhi anjuran tersebut tahap ini disebut tahap kesediaan, biasanya perubahan yang terjadi dalam tahap ini bersifat sementara, artinya bahwa tindakan itu dilakukan selama masih ada pengawasan petugas. Tetapi begitu pengawasan itu mengendur atau hilang, perilaku itupun ditinggalkan.

  Pengawasan itu tidak perlu berupa kehadiran fisik petugas atau tokoh otoriter, melainkan cukup rasa takut terhadap ancaman sanksi yang berlaku, jika individu tidak melakukan tindakan tersebut. Dalam tahap ini pengaruh tekanan kelompok sangatlah besar, individu terpaksa mengalah dan mengikuti perilaku mayoritas kelompok meskipun sebenarnya dia tidak menyetujuinya. Namun segera setelah dia keluar dari kelompok tersebut, kemungkinan perilakunya akan berubah menjadi perilakunya sendiri.

  Kepatuhan individu berdasarkan rasa terpaksa atau ketidak pahaman tentang pentingnya perilaku yang baru itu dapat disusul dengan kepatuhan yang berbeda, yaitu kepatuhan demi menjaga hubungan baik dengan petugas kesehatan atau tokoh yang menganjurkan perubahan tersebut (change agent). Biasanya kepatuhan ini timbul karena individu merasa tertarik atau mengagumi petugas atau tokoh tersebut, sehingga ingin mematuhi apa yang dianjurkan atau diinstruksikan tanpa memahami sepenuhnya arti dan mamfaat dari tindakan tersebut, tahap ini disebut proses identifikasi.

  Meskipun motivasi untuk mengubah perilaku individu dalam tahap ini lebih baik dari pada dalam tahap kesediaan, namun motivasi ini belum dapat menjamin kelestarian perilaku itu karena individu belum dapat menghubungkan perilaku tersebut dengan nilai-nilai lain dalam hidupnya, sehingga jika dia ditinggalkan petugas atau tokoh idolanya itu maka dia merasa tidak perlu melanjutkan perilaku tersebut. Perubahan perilaku individu baru dapat menjadi optimal jika perubahan tersebut terjadi melalui proses internalisasi, dimana perilaku yang baru itu dianggap bernilai positif bagi diri individu dan diintegrasikan dengan nilai-nilai lain dari hidupnya. Proses internalisasi ini dapat dicapai jika petugas atau tokoh merupakan seseorang yang dapat dipercaya (kredibilitasnya tinggi) yang dapat membuat individu memahami makna dan penggunaan perilaku tersebut serta membuat mereka mengerti akan pentingnya perilaku tersebut bagi kehidupan mereka sendiri.

2.3.2 Manfaat Kepatuhan

  Kepatuhan adalah tingkah pasien melaksanakan cara pencegahan dan perilaku yang disarankan oleh dokter atau petugas yang lain. Kepatuhan sulit diukur karena tergantung pada banyak faktor, diantaranya para ibu yang sering tidak mengakui bahwa mereka tidak melakukan imunisasi pada bayinya yang dianjurkan dokter dan petugas yang lain, untuk itu diperlukan pendekatan yang baik dengan ibu agar dapat mengetahui kepatuhan mereka dalam melaksanakan imunisasi pada bayinya.

  Taylor (1991) mengatakan ketidakpatuhan sebagai suatu masalah medis yang berat secara umum ketidak patuhan meningkatkan resiko berkembangnya masalah kesehatan karena akan memperpanjang dan memeperburuk kesakitan. Setiap orang dapat menjadi tidak patuh kalau situasinya memungkinkan untuk itu. Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa ibu yang tidak patuh dalam melaksanakan imunisasi pada bayinya, bahwa ibu yang tidak patuh dipandang sebagai orang yang benar-benar tidak patuh terhadap kesehatan bayinya, sedangkan yang patuh adalah orang yang benar-benar bertanggung jawab terhadap kesehatan bayinya Imunisasi sebagai pencegahan penyakit yang diberikan kepada bayi dan balita, menurut aturannya harus diberikan sesuai umur dan jenis imunisasi yang sedang dibutuhkan oleh bayi dan balita. Namun karena berbagai alasan misalnya pengetahua dan sikap ibu dalam melaksanakan imunisasi pada anaknya sering terjadi ketidakpatuhan sehingga pemberian imunisasi pada anaknya tersebut tercapai.

2.3.3 Faktor - faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan

  Dalam hal kepatuhan Carpenito L.j. (2000) berpendapat bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat kepatuhan adalah segala sesuatu yang dapat berpengaruh positif sehingga penderita tidak mampu lagi mempertahankan kepatuhanya, sampai menjadi kurang patuh dan tidak patuh. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi kepatuhan diantaranya: 1.

  Pengetahuan Pengetahuan merupakan hasil tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan pengindraan terhadap suatu obyek tertentu, dari pengalaman dan penelitian terbukti bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Notoatmodjo, 2007).

  Menurut fungsinya pengetahuan merupakan dorongan dasar untuk ingin tahu, untuk mencari penalaran, dan untuk mengorganisasikan pengalamannya. Adanya unsur pengalaman yang semula tidak konsisten dengan apa yang diketahui oleh individu akan disusun, ditata kembali atau diubah sedemikian rupa, sehingga tercapai suatu konsistensi. Semakin tinggi tingkat pengetahuan, semakin baik pula ibu melaksanakan imunisasi pada bayi dan balitanya (Azwar, 2007).

  2. Usia Usia adalah umur yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai saat akan berulang tahun. Semakin cukup umur, tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan, masyarakat yang lebih dewasa akan lebih dipercaya daripada orang yang belum cukup tinggi tingkat kedewasaannya. Hal ini sebagai akibat dari pengalaman dan kematangan jiwanya. Semakin dewasa seseorang, maka cara berfikir semakin matang dan teratur melakukan imunisasi pada bayi dan balitanya (Notoatmodjo, 2007).

  3. Dukungan Keluarga Keluarga adalah unit terkecil masyarakat yang terdiri atas 2 orang atau lebih, adanya ikatan persaudaraan atau pertalian darah, hidup dalam satu rumah tangga berinteraksi satu sama lain, mempertahankan satu kebudayaan (Effendy, 2006). Ibu yang mempunyai bayi dan balita sangat membutuhkan dukungan dari orang-orang terdekatnya, yaitu keluarga, dukungan dapat ditujukan melalui sikap yaitu dengan: a.

  Menjelaskan pada ibu fungsi imunisasi pada bayi serta menjelaskan apa dampak pada bayi dan balita yang tidak mendapatkan imunisasi b.

  Mengingatkan jadwal imunisasi.

  c.

  Memberikan motivasi pada ibu untuk melakukan imunisasi pada bayinya. Motivasi ibu dalam pelaksanaan imunisasi pada bayi dan balitanya akan semakin teratur jika mendapat dukungan besar dari keluarga. karena keluarga merupakan orang yang terdekat yang dapat memberika motivasi pada proses imunisasi.

  4. Tingkat ekonomi Tingkat ekonomi merupakan kemampuan finansial untuk memenuhi segala kebutuhan hidup, akan tetapi ada kalanya ibu yang mempunyai bayi dan balita yang bekerja dan tidak bekerja namun biasanya ada sumber keuangan lain yang bisa digunakan untuk membiayai semua kebutuhan hidupnya sehingga belum tentu tingkat ekonomi menengah ke bawah akan mengalami ketidakpatuhan dan sebaliknya tingkat ekonomi baik tidak terjadi ketidakpatuhan.

  5. Perilaku sehat. Perilaku sehat dapat di pengaruhi oleh kebiasaan, oleh karena itu perlu dikembangkan suatu strategi yang bukan hanya untuk mengubah perilaku tetapi juga dapat mempertahankan perubahan tersebut. Sikap pengontrolan diri membutuhkan pemantauan terhadap diri sendiri, evaluasi diri dan penghargaan terhadap diri sendiri terhadap perilaku yang baru tersebut.

  6. Modifikasi faktor lingkungan dan sosial Hal ini berarti membangun dukungan sosial dari keluarga dan teman-teman, kelompok-kelompok pendukung dapat dibentuk untuk membantu kepatuhan terhadap program imunisasi. Lingkungan berpengaruh besar pada pelaksanaan imunisasi, lingkungan yang harmonis dan positif akan membawa dampak yang positif pula pada ibu dan bayinya, kebalikannya lingkungan negatif akan membawa dampak buruk pada pada ibu sehingga tidak melaksanakan imunisasi pada bayi dan balitanya.

2.4 Imunisasi

  2.4.1 Pengertian Imunisasi

  Imunisasi berasal dari kata imun, kebal atau resisten. Anak di imunisasi berarti diberikan kekebalan terhadap suatu penyakit tertentu. Anak kebal atau resistan terhadap suatu penyakit, tetapi belum tentu kebal terhadap penyakit yang lain. Imunisasi adalah usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah terhadap penyakit tertentu. Vaksin adalah bahan yang dipakai untuk merangsang pembentukan zat anti yang dimasukkan kedalam tubuh melalui suntikan, seperti vaksin BCG, DPT, Campak dan polio (Muslihatun, 2010).

  2.4.2 Tujuan Imunisasi

  Program imunisasi bertujuan untuk menurunkan angka kesakitan dan kematian dari penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi. Pada saat ini penyakit- penyakit tersebut adalah disentri, tetanus, batuk rejan (pertusis), campak (measles), polio dan tubercoluse. Tujuan dari pemberian imunisasi adalah untuk mencegah penyakit infeksi tertentu, apabila terjadi penyakit tidak akan terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat menimbulkan cacat dan kematian.

  Tujuan dalam pemberian imunisasi, antara lain : 1.

  Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang dan menghilangkan penyakit tertentu di dunia

2. Melindungi dan mencegah penyakit-penyakit menular yang sangat berbahaya bagi bayi dan anak.

  3. Menurunkan angka morbiditas dan mortalitas serta dapat mengurangi kecacatan akibat penyakit tertentu.

  4. Menurunkan morbiditas, mortalitas dan cacat serta bila mungkin didapat eradikasi sesuatu penyakit dari suatu daerah atau negeri.

  5. Mengurangi angka penderita suatu penyakit yang sangat membahayakan kesehatan bahkan bisa menyebabkan kematian pada penderitanya. Beberapa penyakit yang dapat dihindari dengan imunisasi yaitu seperti campak, polio, difteri, tetanus, batuk rejan, hepatitis B, gondongan, cacar air, TBC, dan lain sebagainya.

  6. Mencegah terjadinya penyakit tertentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit tertentu pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentudari dunia seperti pada imunisasi campak 7. Mencegah terjadinya penyakit tetentu pada seseorang, dan menghilangkan penyakit pada sekelompok masyarakat (populasi) atau bahkan menghilangkan penyakit tertentu dari dunia seperti pada imunisasi cacar (Maryunani, 2010).

  2 .4.3 Manfaat Imunisasi Manfaat imunisasi bagi anak dapat mencegah penyakit, cacat, dan kematian.

  Sedangkan manfaat bagi keluarga adalah dapat menghilangkan kecemasan dan mencegah biaya pengobatan yang tinggi bila anak sakit. Bayi dan anak yang mendapat imunisasi dasar lengkap akan terlindungi dari beberapa penyakit berbahaya dan akan mencegah penularan disekitarnya. Imunisasi akan meningkatkan kekebalan tubuh bayi dan anak sehingga mampu melawan penyakit yang dapat dicegah dengan vaksin tersebut. Di dunia selama tiga dekada United Nations Chilldrenw Funds

  (UNICEF) telah menggalakkan program vaksinasi untuk anak-anak di negara berkembang dengan pemberian bantuan vaksinasi Difteri, campak, pertusis, polio, tetanus, dan TBC. Bila dibandingkan risiko kematian anak yang menerima vaksin dengan yang tidak menerima vaksin kira-kira 1:9 sampai 1:4 ( Yeyeh Rukiyah, 2010).

2.4.4 Macam-macam Imunisasi

  Imunitas atau kekebalan, dibagi dalam dua hal, yaitu aktif dan pasif. Aktif adalah bila tubuh anak ikut menyelenggarakan terbentuknya imunitas, sedangkan pasif adalah apabila tubuh anak tidak bekerja membentuk kekebalan, tetapi hanya menerimanya saja.

  1. Imunisasi aktif Imunisasi aktif adalah pemberian kuman atau racun kuman yang sudah dilemahkan atau dimatikan dengan tujuan untuk merangsang tubuh memproduksi antibodi sendiri.

  Contonya : imunisasi polio atau campak. Imunisasi aktif ini dilakukan dengan vaksin yang mengandung :

  • Kuman-kuman mati (misalnya : vaksin cholera
    • – typhoid / typhus abdomi nalis – paratyphus ABC, vaksin vertusis batuk rejan).

  • Kuman-kuman hidup diperlemah (misalnya : vaksin BCG terhadap tuberkulosis).
  • Virus-virus hidup diperlemah (misalnya : bibit cacar, vaksin poliomyelitis)
  • Toxoid (= toksin = racun dari pada kuman yang dinetralisasi: toxoid difteri, toxoid tetanus).

  Vaksin diberikan dengan cara disuntikkan atau per-oral melalui mulut maka pada pemberin vaksin tersebut tubuh akan membuat zat-zat anti terhadap penyakit yang bersangkutan, oleh karena itu dinamakan imunisasi aktif, kadar zat-zat dapat diukur dengan pemeriksaan darah, dan oleh sebab itu menjadi imun (kebal) terhadap penyakit tersebut. Pemberian vaksin akan merangsang tubuh membentuk antibodi.

  Untuk itu dalam imunisasi aktif terdapat empat macam kandungan yang terdapat dalam setiap vaksinnya, antara lain : Antigen merupakan bagian dari vaksin yang berfungsi sebagai zat atau mikroba guna terjadinya semacam infeksi buatan, yang dapat berupa poli sakarida, toxoid, atau virus yang dilemahkan atau bakteriyang dimatikan.

  a. Pelarut dapat berupa air steril atau berupa cairan kultur jaringan.

  b. Preservatif, stabiliser, dan antibiotik yang berguna untuk mencegah tumbuhnya mikroba sekaligus untuk stabilisasi antigen.

  c. Adjuvans yang terdiri atas garam aluminium yang berfungsi untuk imunogenitas antigen.

  2. Imunisasi Pasif Imunisasi pasif merupakan pemberian zat (imunoglobulin), yaitu suatu zat yang dihasilkan melalui suatu proses infeksi yang dapat berasal dari plasma manusia atau binatang yang digunakan untuk mengatasi mikroba yang diduga sudah masuk dalam tubuh yang terinfeksi (Hidayat, 2008).

2.4.5 Sasaran Imunisasi

  Program imunisasi di Indonesia merupakan program unggulan untuk mencegah angka kematian pada bayi, anak dibawah tiga tahun, bawah lima tahun, program ini akan mencakup beberapa jenis imunisasi, sementara sasaran dari program itu sendiri antara lain mencakup : Bayi dibawah umur 1 tahun (0-11 bulan).

2.4.6 Jenis - jenis Imunisasi Dasar

  Imunisasi dasar adalah imunisasi pertama yang perlu diberikan pada semua orang, terutama bayi dan anak sejak lahir untuk melindungi tubuhnya dari penyakit- penyakit yang berbahaya.

  1. Imunisasi BCG (Bacillus Celmette Guerin)

  a. pengertian Imunisasi BCG adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit tuberkulosis (TBC), yaitu penyakit paru-paru yang sangat menular.

  b. Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi BCG adalah satu kali dan tidak perlu diulang

  (boster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga anti bodi yang dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga memerlukan pengulangan.

  c. Usia pemberian imunisasi Sedini mungkin atau secepatnya, tetapi pada umumnya di bawah 2 bulan. Jika diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan dilakukan tes Mantoux (tuberkulin) terlebih dahulu untuk mengetahui apakah bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium

  

Tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tes-nya negative. Jika ada

  penderita TB yang tinggal serumah atau sering datang kerumah, segera setelah lahir bayi di imunisasi BCG. d. Cara pemberian imunisasi Cara pemberian imunisasi BCG adalah melalui intradermal dengan lokasi penyuntikan pada lengan kanan atas (sesuai anjuran WHO) atau penyuntikan pada paha.

  e. Tanda keberhasilan Imunisasi Timbul indurasi (benjolan) kecil dan eritema (merah) di daerah bekas suntikan setelah satu atau dua minggu kemudian, yang berubah menjadi pustule, kemudian pecah menjadi ulkus (luka). Tidak menimbulkan nyeri dan tidak diiringi panas (demam). Luka ini akan sembuh sendiri dan meninggalkan tanda parut. Jikapun indurasi (benjolan) tidak timbul, hal ini tidak perlu dikhawatirkan. Karena kemungkinan cara penyuntikan yang salah, mengingat cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk kedalam kulit. Jadi, meskipun benjolan tidak timbul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunsasi tidak perlu diulang, karena di daerah endemi TB, infeksi alamiah akan selalu ada. Dengan kata lain akan mendapat vaksinasi alamiah.

  f. Efek samping Imunisasi Umumnya tidak ada namun, pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau leher bagian bawah (diselangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha). dan biasanya akan sembuh sendiri.

  g. Kontra Indikasi Imunisasi Imunisasi BCG tidak dapat diberikan pada anak yang berpenyakit TB atau menunjukan uji Mantoux positif atau pada anak yang mempunyai penyakit kulit yang berat / menahun.

  2. Imunisasi DPT (diphtheria, pertusis, tetanus)

  a. Pengertian Imunuisasi DPT merupakan imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap beberapa penyakit berikut ini:

  • Penyakit difteri, yaitu radang tenggorokan yang sangat berbahaya karena menimbulkan tenggorokan tersumbat dan kerusakan jantung yang menyebabkan kematian dalam beberapa hari saja.
  • Penyakit pertusis, yaitu radang paru (pernapasan), yang disebut juga batuk rejan atau batuk 100 hari. Karena sakitnya bisa mencapai 100 hari atau 3 bulan lebih. Gejalanya sangat khas, yaitu batuk yang bertahap, panjang dan lama disertai bunyi “whoop”/ berbunyi dan diakhiri dengan muntah, mata dapat bengkak atau penderita dapat meninggal karena kesulitan bernapas.
  • Penyakit tetanus, yaitu penyakit kejang otot seluruh tubuh dengan mulut terkunci / terkancing sehingga mulut tidak bisa membuka atau dibuka.

  b. Pemberian Imunisasi dan usia pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi 3 kali (paling sering dilakukan), yaitu pada usia 2 bulan, 4 bulan dan 6 bulan. Namun, bisa juga ditambahkan 2 kali lagi, yaitu 1 kali di usia 18 bulan dan 1 kali di usia 5 tahun. Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT.

  c. Cara Pemberian Imunisasi Cara pemberian imunisasi melalui suntikan intra muskuler (I.M atau i.m).

  d. Efek Samping Imunisasi Biasanya, hanya gejala-gejala ringan, seperti sedikit demam dan rewel selama 1-2 hari, kemerahan, pembengkakan, agak nyeri atau pegal-pegal pada tempat suntikan, yang akan hilang sendiri dalam beberapa hari, atau bila masih demam dapat diberikan obat penurun panas bayi atau bisa juga dengan memberikan minum cairan lebih banyak dan tidak memakaikan pakaian terlalu banyak.

  e. Kontra Indikasi Imunisasi Imunisasi DPT tidak dapat diberikan pada anak-anak yang mempunyai penyakit atau kelainan saraf, baik bersifat keturunan atau bukan, seperti epilepsi, menderita kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak, anak- anak yang sedang demam / sakit keras dan yang mudah mendapat kejang dan mempunyai sifat alergi, seperti eksim atau asma.

  3. Imunisasi Polio

  a. Pengertian

  • Imunisasi Polio adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan terhadap penyakit poliomyelitis, yaitu penyakit radang yang menyerang saraf dan dapat mengakibatkan lumpuh kaki.
  • Imunisasi Polio adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit poliomyelitis yang dapat menyebabkan kelumpuhan pada anak. (Kandungan vaksin polio adalah virus yang dilemahkan).

  b. Pemberian Imunisasi Bisa lebih dari jadwal yang telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal atau Pekan Imunisasi Nasional. Tetapi jumlah dosis yang berlebihan tidak akan berdampak buruk, karena tidak ada istilah overdosis dalam imunisasi. c. Usia Pemberian Imunisasi Waktu pemberian polio adalah pada umur bayi 0-11 bulan atau saat lahir (0 bulan), dan berikutnya pada usia bayi 2 bulan, 4 bulan, dan 6 bulan. Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DPT.

  d. Cara Pemberian Imunisasi Pemberian imunisasi polio melalui oral / mulut (Oral Poliomyelitis vaccine/OPV). Di luar negeri, cara pemberian imunisasi polio ada yang melalui suntikan (Inactivated

  Poliomyelitis Vaccine/IPV ).

  e. Efek Samping Imunuisasi Hampir tidak ada efek samping hanya sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot dan kasusnya biasanya jarang terjadi.

  f. Kontra

  • – indikasi Imunisasi Sebaiknya pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, seperti demam tinggi (diatas 38C) ditangguhkan. Pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan tidak diberikan imunisasi polio. Demikian juga anak dengan dengan penyakit HIV/AIDS, penyakit kanker atau keganasan, sedang menjalani pengobatan steroid dan pengobatan radiasi umum, untuk tidak diberikan imunisasi polio.

  4. Imunisasi Campak

  a. Pengertian Imunisasi campak adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit campak (morbili/measles). Kandungan vaksin campak ini adalah virus yang dilemahkan. Sebenarnya, bayi sudah mendapat kekebalan campak dari ibunya. Namun seiring bertambahnya usia, antibodi dari ibunya semakin menurun sehingga butuh antibodi tambahan lewat pemberian vaksin campak. Penyakit campak mudah menular, dan anak yang daya tahan tubuhnya lemah gampang sekali terserang penyakit yang disebabkan virus morbili ini. Namun, untungnya campak hanya diderita sekali seumur hidup. Jadi sekali terkena campak, setelah itu biasanya tidak akan terkena lagi.

  b. Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi campak adalah satu kali.

  c. Usia Pemberian Imunisasi Imunisasi campak diberikan 1 kali pada usia 9 bulan, dan dianjurkan pemberiannya sesuai jadwal. Selain karena antibodi dari ibu sudah menurun di usia bayi 9 bulan, penyakit campak umumnya menyerang anak usia balita. Jika sampai usia 12 bulan anak belum mendapatkan imunisasi campak, maka pada usia 12 bulan ini anak harus diimunisasi MMR (Measles Mumps Rubella).

  d. Cara Pemberian Imunisasi Cara pemberian imunisasi campak adalah melalui subkutan (s.c)

  e. Efek Samping Imunisasi Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi, mungkin terjadi demam ringan dan terdapat efek kemerahan / bercak merah pada pipi di bawah telinga pada hari ke 7

  • – 8 setelah penyuntikan. Kemungkinan juga terdapat pembengkakan pada tempat penyuntikan.

  f. Kontra Indikasi Imunisasi Kontra indikasi pemberian imunisasi campak adalah anak : - Dengan penyakit infeksi akut yang disertai demam.

  • Dengan penyakit gangguan kekebalan.
  • Dengan penyakit TBC tanpa pengobatan.
  • Dengan kekurangan gizi berat.
  • Dengan penyakit keganasan.
  • Dengan kerentanan tinggi terhadap protein telur, kanamisin dan eritromisin (antibiotik).

  5. Imunisasi Hepatitis B

  a. Pengertian

  • Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang diberikan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis B, yaitu penyakit infeksi yang dapat merusak hati.
  • Imunisasi Hepatitis B adalah imunisasi yang digunakan untuk mencegah terjadinya penyakit hepatitis, yang kandungannya adalah HbsAg dalam bentuk cair.

  b. Pemberian Imunisasi Frekuensi pemberian imunisasi hepatitis B adalah 3 kali.

  c. Usia Pemberian Imunisasi Sebaiknya diberikan 12 jam setelah lahir. Dengan syarat kondisi bayi dalam keadaan stabil, tidak ada gangguan pada paru-paru dan jantung. Kemudian dilanjutkan pada saat bayi berusia 1 bulan, dan usia antara 3

  • – 6 bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap hepatitis B, selain imunisasi yang diberikan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan dengan immunoglobulin anti hepatitis B dalam waktu sebelum usia 24 jam.
d. Cara Pemberian Imunisasi Cara pemberian imunisasi hepatitis B adalah dengan cara intramuskuler (I.M atau i.m) di lengan deltoid atau paha anterolateral bayi (antero : otot-otot dibagian depan, lateral : otot bagian luar). Penyuntikan dibokong tidak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.

  e. Efek Samping Imunisasi Umumnya tidak terjadi jikapun terjadi (sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada tempat suntikan, yang disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam waktu dua hari.

  f. Tanda Keberhasilan Tidak ada tanda klinis yang dapat dijadikan patokan. Tetapi dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui pemeriksaan darah atau mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia setahun bila kadarnya diatas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun diatas 500 tahan selama 5 tahun diatas 200 tahan selama 3 tahun. Tetapi bila angkanya 100 maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angka nol bayi harus disuntik ulang 3 kali lagi.

  h. Tingkat Kekebalan Cukup tinggi umumnya, setelah 3 kali suntikan lebih dari 95 % bayi mengalami respon imun yang cukup (Maryunani, 2010).

2.4.7 Jadwal pemberian imunisasi

  • BCG Imunisasi BCG ini diberikan sejak lahir. Apabila usia >3 bulan harus dilakukan uji tuberkulin terlebih dahulu, BCG diberikan apabila uji tuberkulin negatif.
  • Hepatitis B Imunisais hepatitis B diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, dilanjutkan pada usia 1 dan 3 sampai 6 bulan. Interval dosis minimal 4 minggu.
  • Polio Imunisasi polio-0 diberikan pada saat kunjungan pertama. Untuk bayi yang lahir dirumah bersalin atau rumah sakit Oral Polio Vaccine (OPV) diberikan pada saat bayi dipulangkan (untuk menghindari transmisi virus vaksin kebayi lain).
  • DPT Imunisasi diberikan pada usia lebih ≥ 6 minggu, secara terpisah atau secara kombinasi dengan hepatitis B.
  • Campak Imunisasi campak -1 diberikan pada usia 9 bulan (Proverawati & Andhini, 2010).

2.5 Landasan Teori

  Salah satu kunci keberhasilan imunisasi dasar pada anak adalah adanya dukungan dari keluarga yakni Suami, Mertua, dan Anak. dukungan ini berupa pemberian informasi kepada ibu tentang imunisasi dasar pada anak, menemani ibu saat pergi ke posyandu untuk mendapatkan imunisasi pada anaknya serta membantu ibu merawat bayi selama ibu bekerja.

  Caplan (1976) dalam friedman (1998) mengemukakan bahwa keluarga memiliki fungsi yaitu dukungan informasional, dukungan penilaian, dukungan instrumental, dan dukungan emosional.

  2.6 Kerangka Konsep

  Berdasarkan uraian - uraian dan juga teori-teori yang telah disebutkan sebelumnya, maka dapat disusun kerangka konsep sebagai berikut:

   Variabel Independen Variabel Dependent Dukungan Keluarga Informasional

  • Kepatuhan ibu melaksanakan
  • >Penilaian imunisasi dasar pada anak Instrument
  • Emosional

  2.8 Hipotesis Penelitian

  Ada hubungan antara dukungan keluarga terhadap kepatuhan ibu melaksanakan imunisasi dasar pada anak.