BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. PENGETAHUAN 1. - Pengetahuan dan Sikap Bidan Tentang Penanganan Retensio Plasenta di RSU Bandung Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

1. Pengertian pengetahuan

  Pengetahuan bukanlah hanya sekedar pertemuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui, tetapi pengetahuan adalah persatuan antara subjek yang mengetahui dengan objek yang diketahui. Namun dalam pertemuan ini subjek tidak melebur menjadi subjek. Pengetahuan pada hakekatnya yang dituntut atau yang ingin dicapai tujuannya adalah mencapai kebenaran. Dengan mengetahui yang benar kita dapat mengetahui yang salah tanpa terlebih dahulu mengetahui yang benar (Agustrisno, 2005).

  Menurut Notoadmojo (2003, hal : 128), pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Karena dari pengalaman dan penelitian ternyata perilaku yang disadari oleh pengetahuan akan lebih langgeng dari pada prilaku oleh pengetahuan.

  Dan menurut Notoadmojo, mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut terjadi proses yang berurutan:

  1. Kesadaran, di mana orang tersebut menyadari dalam arti mengetahui terlebih dahulu terhadap stimulus (objek).

  2. Merasa tertarik, terhadap stimulus atau objek tersebut. Disini sikap mulai timbul.

  3. Menimbang-nimbang, terhadap baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi dirinya, hal ini berarti sikap responden mulai baik lagi.

4. Mencoba, dimana subjek mulai mencoba melakukan sesuatu sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh stimulis.

  A

  5. dopsi, dimana subjek telah berprilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

2. Beberapa Cara Memperoleh Pengetahuan

  Dari cara yang telah digunakan kebenaran pengetahuan sepanjang sejarah, dapat dikelompokkan menjadi dua, yakni : a). Cara tradisional untuk memperoleh pengetahuan Cara-cara penemuan pengetahuan pada periode ini, antara lain meliputi : 1.

  Cara coba salah (trial and error) Cara coba-coba ini dilakukan dengan menggunakan kemungkinan dalam memecahkan masalah dan apabila kemungkinan tersebut tidak berhasil, dicoba kemungkinan yang lain.

  2. Cara kekuasaan atau otoritas Dimana pengetahuan diperoleh berdasarkan pada otoritas dan kekuasaan, baik tradisi, otoritas pimpinan agama, maupun ahli ilmu pengetahuan.

  3. Berdasarkan pengalaman pribadi Hal ini dilakukan dengan cara mengulang kembali pengalaman yang diperoleh dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi pada masa lalu.

  4. Melalui cara pikiran Yaitu manusia telah mampu menggunakan penalarannya dalam memperoleh pengetahuan.

  b). Cara modern dalam memperoleh ilmu pengetahuan Cara baru atau modern dalam memperoleh pengetahuan pada dewasa ini lebih sistematis, logis, dan ilmiah. Cara ini disebut metode penelitian ilmiah. Kriteria metode ilmiah ini terdiri dari :

  1. Berdasarkan fakta dikumpulkan maupun dianalisis hendaknya berdasarkan fakta-fakta atau, bukan berdasarkan pemikiran-pemikiran sendiri atau dugaan-dugaan.

  2. Bebas dari prasangka Penggunaan fakta hendaknya berdasarkan bukti yang lengkap dan objektif.

  3. Menggunakan prinsip analisis Fakta atau data yang diperoleh melalui penggunaan metode ilmiah tidak hanya apa adanya. Fakta serta kejadian-kejadian tersebut harus dicari sebab akibatnya dengan menggunakan prinsip analisis.

  4. Menggunakan hipotesis Hipotesis atau dugaan (bukti) sementara diperlukan untuk memandu jalan pikiran kearah tujuan yang ingin dicapai. Dengan hipotesis peneliti akan dipandu jalan pikirannya ke arah mana hasil penelitianya akan dianalisis.

  5. Menggunakan ukuran objektif Pelaksanaan penelitian atau pengumpulan data harus menggunakan ukuran- ukuran yang objektif. (Notoatmodjo, 2005).

3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Pengetahuan a.

  Pendidikan Pendidikan berarti bimbingan yang diberikan seseorang terhadap perkembangan orang lain menuju ke arah cita-cita tertentu yang menentukan manusia untuk berbuat dan mengisi kehidupan untuk mencapai keselamatan dan kebahagian. Pendidikan diperlukan untuk mendapatkan informasi misalnya hal-hal yang menunjang kesehatan sehingga dapat meningkatkan kualitas hidup (Notoadmojo, 2003).

  b.

  Pekerjaan keburukan yang harus dilakukan terutama untuk mejunjang kehidupanya dan kehidupan keluarga. Pekerjaan bukanlah sumber kesenangan, tetapi lebih banyak merupakan cara mencari nafkah yang membosankan, berulang dan banyak tantangan.

  Sedangkan bekerja umumnya merupakan kegiatan menyita waktu. Bekerja bagi ibu- ibu akan mempunyai pengeruh terhadap kehidupan keluarga.

  c.

  Umur Menurut Elisabeth Bh yang dikutip dalam Nursalam (2008), usia adalah umur individu yang terhitung mulai saat dilahirkan sampai berulang tahun.

B. SIKAP

1. Pengertian Sikap

  Sikap merupakan reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek. Sikap tidak dapat dilihat langsung, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. maka sikap merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu.

  2. Tingkatan Sikap

  Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap terdiri dari berbagai tingkatan, yaitu: a.

  Menerima (receiving), diartikan bahwa orang (subjek) mau dan b.

  Merespons (responding), yaitu memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. karena dengan suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, lepas pekerjaan itu benar atau salah berarti orang menerima ide tersebut.

  c.

  Menghargai (volving), yaitu Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan dengan orang lain terhadap suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  d.

  Bertanggung jawab (responsibel), yaitu Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilihnya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi (Notoatmodjo, 2007).

  3. Unsur (Komponen) Sikap

  Menurut Yusuf (2006) unsur (komponen) yang membentuk struktur sikap, yaitu: a.

  Komponen kognitif (komponen perceptual), yaitu komponen yang berkaitan dengan pengetahuan, pandangan keyakinan, yaitu hal-hal yang berhubungan dengan bagaimana persepsi orang terhadap objek sikap. Merupakan representasi apa yang dipercayai oleh individu pemilik sikap. Berisi persepsi dan kepercayaan yang dimiliki individu mengenai sesuatu. Seringkali komponen kognitif disamakan dengan pandangan (opini) apabila menyangkut masalah issu atau problem controversial.

  b.

  Komponen afektif (komponen emosional), yaitu komponen yang Rasa senang merupakan hal yang positif, sedangkan rasa tidak senang merupakan hal yang negatif. Komponen ini menunjukkan arah sikap, yaitu positif dan negatif. Merupakan perasaan individu terhadap objek sikap dan menyangkut masalah emosi. Aspek emosional ini yang biasanya berakar paling dalam sebagai komponen sikap dan merupakan aspek yang paling bertahan terhadap pengaruh yang mungkin akan mengubah sikap seseorang.

  

komponen afeksi disamakan dengan perasaan yang dimiliki terhadap sesuatu.

  c.

  Komponen konatif (komponen perilaku, atau action component, yaitu komponen yang berhubungan dengan kecendrungan bertindak terhadap objek sikap. Komponen ini menunjukan intensitas sikap, yaitu menunjukan besar kecilnya kecendrungan bertindak atau berperilaku seseorang terhadap objek sikap. Merupakan aspek kecendrungan berperilaku sesuai dengan sikap yang dimiliki seseorang. Berisi tendensi untuk bertindak atau bereaksi terhadap sesuatu dengan cara-cara tertentu dan berkaitan dengan objek yang akan dihadapi.

4. Kategori Sikap

  Menurut Heri Purwanto, sikap terdiri dari: 1) Sikap Positif, kecendrungan tindakan adalah mendekati, menyenangi, menghadapkan objek tertentu.

  2) Sikap Negatif, terdapat kecendrungan untuk menjauhi, menghindari, membenci, tidak menyukai objek tertentu.

C. BIDAN

  Bidan merupakan profesi yang diakui secara internasional maupun nasional dengan sejumlah praktisi di seluruh dunia. Pengertian bidan dan bidangnya Midwives (ICM) tahun 1972 dan International Federation of International Gynecologist and Obstetritian (FIGO) tahun 1973, WHO dan badan lainnya. Pada tahun 1980 pada pertemuan dewan di Kobe, ICM menyempurnakan defenisi tersebut yang kemudian disahkan oleh FIGO (1991) dan WHO (1992).

  Menurut Kepmenkes No. 900/MENKES/SK/VII/2002 : Bidan adalah seorang wanita telah mengikuti program pendidikan kebidanan dan lulus ujian sesuai dengan persyaratan yang berlaku. Dan Menurut IBI : Bidan adalah seorang wanita yang telah mengikuti dan menyelesaikan pendidikan yang telah diakui pemerintah dan lulus ujian sesuai pemerintah dan lulus ujian sesuai persyaratan yang berlaku, dicatat (registrasi), diberi izin secara sah untuk menjalankan praktik (Estiwidani, dkk, 2008).

  Bidan dikenal sebagai professional yang bertanggung jawab yang bekerja sebagai mitra perempuan dalam memberikan dukungan yang diperlukan, asuhan dan saran selama kehamilan, peroide persalinan, dan postpartum, melakukan pertolongan persalinan di bawah tanggung jawabnya sendiri, serta memberikan perawatan pada bayi baru lahir dan bayi. Asuhan ini termasuk tindakan pencegahan, promosi persalinan normal, deteksi komplikasi pada ibu dan anaknya, akses untuk perawatan medis atau pertolongan semestinya , serta pemberian tindakan kedaruratan.

  Bidan memiliki tugas penting dalam konseling dan pendidikan kesehatan, tidak hanya untuk wanita tapi juga keluarga dan masyarakat. Tugas ini meliputi pendidikan antenatal dan persiapan menjadi orang tua dan dapat meluas hingga kesehatan perempuan, kesehatan seksual atau reproduksi , dan perawatan anak. Bidan dapat praktik dimana sajaa termasuk di rumah, masyarakat, rumah sakit, atau unit kesehatan. Dalam melaksanakan profesinya bidan memiliki peran sebagai pelaksana , pengelola, pendidik , dan peneliti.

  Peran Sebagai Pelaksana Sebagai pelaksana , bidan memiliki tiga kategori tugas , yaitu tugas mandiri, tugas kolaborasi, dan tugas ketergantungan.

  2. Peran Sebagai Pengelola Sebagai pengelola bidan memiliki 2 tugas, yaitu tugas pengembangan pelayanan dasar kesehatan dan tugas partisipasi dalam tim.

  3. Peran Sebagai Pendidik Sebagai pendidik memiliki 2 tugas , yaitu sebagai pendidik dan penyuluhan kesehatan bagi klien serta pelatih dan pembimbing kader.

  4. Peran Sebagai Peneliti Bidan melakukan investigasi atau penelitian terapan dalam bidang kesehatan baik secara mandiri maupun berkelompok (Soepardan.2008.hlm . 38).

D. RETENSIO PLASENTA

1. Defenisi

  Retensio plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam setelah bayi lahir (Prawirohardjo, 2005). Plasenta dianggap mengalami “retensi” bila belum dilahirkan batas waktu tertentu setelah bayi dilahirkan dalam 30 menit setelah penatalaksanaan aktif dan dalam 1 jam setelah penatalaksanaan menunggu (Chapman, 2006).

2. Etiologi / Penyebab Retensio Plasenta

  Secara fungsional dapat terjadi karena his kurang kuat (penyebab terpenting), dan plasenta sukar terlepas karena tempatnya (insersi disudut tuba), bentuknya Sebab-sebabnya plasenta belum lahir bisa juga oleh karena :

  a) plasenta belum lepas dari dinding uterus b) plasenta sudah lepas, akan tetapi belum dilahirkan. Apabila plasenta belum lahir sama sekali, tidak terjadi perdarahan; jika lepas sebagian, terjadi perdarahan yang merupakan indikasi untuk mengeluarkannya.

  Plasenta belum lepas dari dinding uterus karena:

  a) Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta (plasenta adhesiva)

  b) Plasenta melekat erat pada dinding uterus oleh sebab vili korialis menembus desidua sampai miometrium-sampai di bawah peritoneum (plasenta akreta- perkreta).

  c) Plasenta yang sudah lepas dari dinding uterus akan tetapi belum keluar, disebabkan oleh tidak adanya usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III, sehingga terjadi lingkaran konstriksi pada bagian bawah uterus yang menghalangi keluarnya plasenta (inkarserasio plasenta) (Tiarahma,2011).

Tabel 2.1. Menurut Jenis Retensio Plasenta

  

Gejala Separasi / Akreta Plasenta Plasenta

Parsial Inkarserata Akreta

  Konsistensi unterus Kenyal Keras Cukup Tinggi fundus Sepusat 2 jari dibawah Sepusat pusat

  Bentuk uterus Diskoid Agak globuler Diskoid Perdarahan Sedang – banyak Sedang Sedikit/tidak ada

  Tali pusat Terjulur sebagian Terjulur Tidak terjulur Ostium uteri Terbuka Konstriksi Terbuka

  Separasi plasenta Lepas sebagian Sudah lepas Melekat seluruhnya Syok Sering Jarang Jarang sekali

3. Anatomi Plasenta

  Plasenta berbentuk bundar atau hampir bundar dengan diameter 15 sampai 20 cm dan tebal lebih kurang 2.5 cm. beratnya rata-rata 500 gram. Tali-pusat berhubungan dengan plasenta biasanya di tengah (insertio sentralis). Umumnya plasenta terbentuk lengkap pada kehamilan lebih kurang 16 minggu dengan ruang amnion telah mengisi seluruh kavum uteri. Bila diteliti benar, maka plasenta sebenarnya berasal dari sebagian besar dari bagian janin, yaitu vili koriales yang berasal dari korion, dan sebagian kecil dari bagian ibu yang berasal dari desidua basalis.

  Darah ibu yang berada di ruang interviller berasal dari spiral arteries yang berada di desidua basalis. Pada sistole darah disemprotkan dengan tekanan 70-80 mmHg seperti air mancur ke dalam ruang interviller sampai mencapai chorionic plate, pangkal dari kotiledon-kotiledon janin. Darah tersebut membasahi semua vili koriales dan kembali perlahan-lahan dengan tekanan 8 mmHg ke vena-vena di desidua. Plasenta berfungsi: sebagai alat yang memberi makanan pada janin, mengeluarkan sisa metabolisme janin, memberi zat asam dan mengeluarkan CO2, membentuk hormon, serta penyalur berbagai antibodi ke janin.

  a) Anamnesis, meliputi pertanyaan tentang periode prenatal, meminta informasi mengenai episode perdarahan postpartum sebelumnya, paritas, serta riwayat multipel fetus dan polihidramnion. Serta riwayat pospartum sekarang dimana plasenta tidak lepas secara spontan atau timbul perdarahan aktif setelah bayi dilahirkan.

  b) Pada pemeriksaan pervaginam, plasenta tidak ditemukan di dalam kanalis servikalis tetapi secara parsial atau lengkap menempel di dalam uterus.

  Penilaian retensio plasenta harus dilakukan dengan benar karena ini menentukan sikap pada saat bidan akan mengambil keputusan untuk melakukan manual plasenta, karena retensio plasenta bisa disebabkan oleh beberapa hal antara lain : a)

  Plasenta adhesive adalah implantasi yang kuat dari jonjot korion plasenta sehingga menyebabkan kegagalan mekanisme separasi fisiologis.

  b) Plasenta akreta adalah implantasi jonjot korion plasenta hingga mencapai sebagian lapisan miometrium. Perlekatan plasenta sebagian atau total pada dinding uterus.

  c) Plasenta inkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta sehingga mencapai / melewati lapisan miometrium.

  d) Plasenta perkreta adalah implantasi jonjot korion plasenta yang menembus lapisan miometrium hingga mencapai lapisan serosa dinding uterus. e) Plasenta inkar serata adalah tertahannya plasenta di dalam kavum uteri, disebabkan oleh kontraksi ostium uteri (Rukiyah . 2010.hlm. 299).

  Pemisahan plasenta ditimbulkan dari kontraksi dan retraksi myometrium sehingga mempertebal dinding uterus dan mengurangi ukuran area plasenta. Area plasenta menjadi lebih kecil, sehingga plasenta mulai memisahkan diri dari dinding uterus dan tidak dapat berkontraksi pada area pemisahan bekuan darah retro plasenta terbentuk. Berat bekuan darah ini menambah pemisahan kontraksi uterus berikutnya akan melepaskan keseluruhan plasenta dari uterus dan mendorongnya keluar vagina disertai dengan pengeluaran selaput ketuban dan bekuan darah retroplasenta (Rukiyah. 2010.hlm. 297). Menurut Rohani ,dkk (2011), ada dua metode untuk pelepasan plasenta, yaitu:

1. Metode schultze

  Metode yang lebih umum terjadi, plasenta terlepas dari satu titik dan merosot ke vagina melalui lubang dalam kantong amnion, permukaan fetal plasenta muncul pada vulva dengan selaput ketuban yang mengikuti dibelakang seperti payung terbalik saat terkelupas dari dinding uterus . permukaan maternal plasenta tidak terlihat dan bekuan darah dalam kantong yang terbalik, kontraksi dan retraksi otot uterus yang menimbulkan pemisahan plasenta juga menekan pembuluh darah dengan kuat dan mengontrol perdarahan. Hal tersebut mungkin terjadi karena ada serat otot oblik di bagian atas segmen uterus.

  2. Metode Duncan Plasenta turun melalui bagian samping dan masuk ke vulva dengan pembatas lateral terlebih dahulu seperti kancing yang memasuki lubang baju, bagian plasenta tidak berada dalam kantong. Pada metode ini, kemungkinan terjadinya bagian selaput ketuban yang tertinggal lebih besar karena selaput ketuban tersebut tidak terkelupas semua selengkap metode schultze. Metode yang berkaitan dengan plasenta letak rendah di dalam uterus. Proses pelepasan berlangsung lebih lama dan darah hilang sangat banyak (karena hanya ada sedikit serat oblik di bagian bawah segmen). Fase pengeluaran plasenta adalah sebagai berikut : 1.

  Kustner Dengan meletakkan tangan disertai tekanan pada /di atas simfisis, tali pusat ditegangkan, maka bila tali pusat masuk berarti plasenta belum lepas, tetap bila diam atau maju berarti plasenta sudah lepas.

  2. Klein Sewaktu ada his, rahim didorong sedikit, bila tali pusat kembali berarti plasenta belum lepas , tetapi bila diam atau turun berarti plasenta sudah lepas.

  3. Strassman Tegangkan tali pusat dan ketok pada fundus, bila tali pusat bergetar berarti plasenta belum lepas, tetapi bila tidak bergetar berarti plasenta sudah lepas.

  Normalnya, pelepasan plasenta ini berkisar ¼ - ½ jam sesudah bayi lahir. Namun bila terjadi banyak perdarahan atau bila pada persalinan sebelumnya ada riwayat perdarahan postpartum, maka tidak boleh menunggu, sebaiknya plasenta dikeluarkan dengan tangan. Selain itu, bila perdarahan sudah lebih dari 500 cc atau satu nierbeken, sebaiknya plasenta langsung dikeluarkan.

  Tanda-tanda lepasnya plasenta adalah sebagai berikut : 1. Bentuk uterus berubah menjadi globular dan terjadinya perubahan tinggi fundus Tali pusat memanjang 3.

  Semburan darah tiba-tiba.

  6. Diagnosis a.

  Fundus uteri tinggi b. Perdarahan pascapersalinan c. Tidak adanya tanda-tanda pelepasan plasenta (Liu.2008.hlm. 246).

  7. Proses penatalaksanaan aktif kala III

  a) Penatalaksaan aktif Kala III pada semua ibu bersalin pervaginam.

  b) Amati adanya gejala dan tanda retensio plasenta, apabila perdarahan yang terjadi sebelum plasenta lahir lengkap sedangkan uterus tidak berkontraksi biasanya disebabkan oleh retensio plasenta

  c) Bila plasenta tidak lahir dalam 15 menit setelah bayi lahir, ulangi penataksanaan aktif Kala III dengan memberikan oksitosin 10 IU IM dan teruskan penegangan tali pusat terkendali. Teruskan melakukan penatalaksanaan aktif Kala III selama 15 menit atau lebih, jika plasenta masih belum lahir lakukan penegangan tali pusat terkendali untuk terakhir kalinya.

  d) Bila plasenta belum lahir juga, maka plasenta harus dilahirkan secara manual.

  Setelah melakukan langkah-langkah di atas dan plasenta belum juga lahir, segera rujuk ke rumah sakit bila ibu mengalami perdarahan hebat.

8. Penatalaksanaan disesuaikan dengan jenis retensio yang terjadi : 1.

  Separasi Parsial a.

  g.

  Siapkan peralatan dan bahan yang dibutuhkan untuk menghilangkan konstriksi serviks dan melahirkan plasenta.

  b.

  Tentukan diagnosis kerja melalui anamnesis, gejala klinik, dan pemeriksaaan.

  Segera atasi bila terjadi komplikasi perdarahan hebat, infeksi , dan syok neurogenik).

  h.

  Beri antibiotik profilaksis (ampicilin 2 g IV/ peroral + metronidazole 1 g peroral).

  Lakukan tranfusi darah bila diperlukan.

  Tentukan jenis retensio yang terjadi karena berkaitan dengan tindakan b.

  f.

  Restorasi cairan untuk mengatasi hipovolemia.

  e.

  Bila traksi terkontrol gagal untuk melahirkan plasenta, lakukan manual plasenta secara hati-hati dan halus (melahirkan plasenta yang melekat erat secara paksa dapat menyebabkan perdarahan atau perforasi).

  d.

  Pasang infuse dan masukkan oksitosin 20 unit dalam 500 cc NC/RL dengan 40 tetes per menit. Bila perlu, dikombinasikan dengan misoprostol 400 mg rectal )sebaiknya tidak menggunakan ergometrin karena kontraksi tonik yang timbul dapat mengakibatkan plasenta terperangkap dalam kavum uteri.

  c.

  Regangkan tali pusat dan minta pasien untuk meneran. Bila ekspulsi tidak terjadi, coba traksi terkontrol tali pusat.

2. Plasenta Inkarserata a.

  c.

  Pilih fluothane atau eter untuk kontsriksi serviks yang kuat, tetapi siapkan infuse oksitosin 20 IU dalam 500 ml NS/RL dengan tetesan 40 tetesan permenit untuk mengantisipasi gangguan kontraksi yang disebabkan bahan d.

  Bila prosedur anastesi tidak tersedia, tetapi serviks dapat dilalui oleh cunam ovum, lakukan maneuver skrup untuk melahirkan plasenta. Untuk prosedur tersebut, berikan analgetik (tramadol 100 mg IV atau pethidine 50 mg IV) dan sedative (diazepam 5mgIV) pada tabung terpisah.

3. Plasenta Akreta

  Tanda penting untuk di diagnosis pada pemeriksaan luar adalah ikutnya fundus/korpus apabila tali pusat ditarik. Pada pemeriksaan dalam sulit ditentukan tepi plasenta karena implantasi yang dalam. upaya yang dpat dilakuakn pada fasilitas pelayanan dasar adalah menentukan diagnosis, stabilisasi pasien, dan rujuk ke rumah sakit rujukan karena kasus ini memerlukan tindakan operatif (Rohani.2011.hlm.218).

9. Prosedur Manual Plasenta

  Menurut Rukiyah, dkk (2010), Prosedur manual plasenta terdiri dari : 1.

  Pasang set dan cairan infuse, jelaskan pada ibu prosedur dan tujuan tindakan, lanjutkan anastesia verbal atau analgesia per rectal, siapkan dan jalankan prosedur pencegahan infeksi.

  2. Tindakan penetrasi ke dalam kavum uteri : pastikan kandung kemih dalam keadaan kosong , jepit tali pusat dengan klem pada jarak 5-10 cm dari vulva, tegangkan dengan satu tangan sejajar lantai.

  3. Secara obstetrik masukan tangan lainnya (punggung tangan menghadap ke bawah) ke dalam vagina dengan menelusuri sisi bawah tali pusat. Setelah menacapai bukaan serviks, kemudian minta seorang asisten / penolong lain untuk memegangkan klem tali pusat kemudian pindahkan tangan luar untuk menahan fundus uteri. Sambil menahan fundus uteri, masukkan tangan ke dalam hingga ke kavum uteri sehingga mencapai tempat implantasi plasenta, bentangkan tangan obstetric menjadi datar seperti memberi salam (ibu jari merapat ke jari telunjuk dan jari-jari lainnya merapat). Tentukan implantasi plasenta, temukan tepi plasenta paling bawah. Bila plasenta berimplantasi di korpus belakang, tali pusat tetap disebelah atas dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara plasenta dan dinding uterus dimana punggung tangan mengahadap ke bawah (posterior ibu).

  5. Bila di korpus depan maka pindahkan tangan ke sebelah atas tali pusat dan sisipkan ujung jari-jari tangan diantara placenta dan dinding uterus dimana punggung tangan menghadap ke atas (anterior ibu).

  6. Setelah ujung-ujung jari masuk diantara plasenta dan dinding uterus maka perluas pelepasan plasenta dengan jalan menggeser plasenta ke tangan (cranial ibu) hingga semua perlekatan plasenta terlepas dari dinding uterus.

7. Sementara satu tangan masih di dalam kavum uteri, lakukan eksplorasi untuk menilai tidak ada plasenta yang tertinggal.

  8. Pindahkan tangan luar dari fundus ke supra simpisis (tahan segmen bawah uterus) kemudian instruksikan asisten / penolong untuk menarik tali pusat sambil tangan dalam membawa plasenta keluar (hindari adanya percikan darah).

  9. Lakukan penekanan (dengan tangan yang menahan supra simpisis) uterus ke arah dorso cranial setelah plasenta dilahirkan dan tempatkan plasenta di dalam wadah yang telah disediakan. Lakukan tindakan pencegahan infeksi dengan cara: dekontaminasi sarung tangan (sebelum dilepaskan) dan peralatan lain yang digunakan . lepaskan dan rendam sarung tangan dan peralatan lainnya di dalam larutan clorin 0,5% selama 10 menit. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih mengalir.

  Keringkan tangan dengan handuk bersih dan kering.

  11. Lakukan pemantauan pasca tindakan : periksa kembali tanda vital ibu, catat kondisi ibu dan buat laporan tindakan, tuliskan rencan pengobatan, tindakan yang masih diperlukan dan asuhan lanjutan.

  12. Beritahu pada ibu dan keluarganya bahwa tindakan telah selesai tetapi ibu harus masih memerlukan pemantauan dan asuhan lanjutan. Lanjutan pemantauan ibu hingga 2 jam pasca tindakan sebelum pindah ke ruang gawat gabung.

10. Penanganan Retensio Plasenta Menurut Tingkatan

  Sebelum melakukan penanganan sebaiknya menegetahui beberapa hal dan tindakan retensio plasenta yaitu : retensio plasenta dengan perdarahan langsung melakuan manual plasenta, retensio plasenta tanpa perdarahan.

  1. Di tempat bidan : setelah dapat memastikan keadaan umum pasien segera memasang infuse dan memberikan cairan, merujuk penderita ke pusat dengan fasilitas cukup untuk mendapatkan penanganan yang lebih baik. Memeberikan tranfusi proteksi dengan antibiotik. Memepersiapkan plasenta manual dengan legeartis dalam pengaruh narkosa.

  2. Tingkat Polindes : penanganan retensio plasenta dari tingkatan desa sebelumnya persiapan donor darah yang tersedia dari warga setempat yang telah di pilih dan dicocokkan dengan donor darah pasien. Diagnosis yanglakukan stabilisasi dan uterotonika antibiotika serta rujuk untuk kasus berat.

  3. Tingkat Puskesmas : diagnosis lakukan stabilisasi kemudian lakukan plasenta manual untuk kasus risiko rendah rujuk kasus berat dan berikan uterotonika antibiotika.

  4. Tingkat Rumah Sakit : diagnosis stabilisasi plasenta manual histerektomi transfusi uterotonika antibiotika kedaruratan komplikasi.

11. Penanganan Secara Umum

  a) Jika plasenta terlihat dalam vagina , mintalah ibu untuk mengejan, jika anda dapat merasakan plasenta dalam vagina , keluarkan plasenta tersebut.

  b) Pastikan kandung kemih sudah kosong. Jika diperlukan lakukan kateterisasi kandung kemih.

  c) Jika plasenta belum keluar, berikan oksitosin 10 unit I.M. jika belum dilakukan pada penanganan aktif kala III.

  d) Jangan berikan ergometrin karena dapat meneyebakan kontraksi uterus yang tonik, yang bisa memperlambat penegeluaran plasenta.

  e) Jika plasenta belum dilahirkan setelah 30 menit pemberian oksitosin dan uterus terasa berkontraksi, lakukan penarikan tali pusat kembali.

  f) Jika traksi pusat terkendali belum berhasil, cobalah untuk melakukan pengeluaran plasenta secara manual. g) Jika perdarahan terus berlangsung, lakukan uji pembekuan darah sederhana.

  Kegagalan terbentuknya pemebekuan setelah 7 menit atau adanya bekuan lunak yang dapat pecah dengan mudah menunjukkan adanya koagulopati. antibiotik untuk metritis. i) sewaktu suatu bagian dari plasenta satu atau lebih lobus tertinggal, akan menyebabkan uterus tidak dapat berkontraksi secara efektif. j) Raba bagian dalam uterus untuk mencari sisa plasenta. Eksplorasi manual uterus menggunakan tekhnik yang serupa dengan tehnik yang digunakan untuk mengeluarkan plasenta yang tidak keluar. k) keluarkan sisa plasenta dengan tangan, cunam ovum, atau kuret besar. l) jika perdarahan berlanjut, lakukan uji pembekuan darah.

  Cara lain penanganan retensio plasenta

  Segera setelah bayi lahir, cek bayi kedua. Setelah dipastikan tidak ada bayi kedua, suntikkan oksitosin 10 IU secara Intra Muskular di 1/3 paha atas lateral.

  Lakukan Peregangan Tali Pusat Terkendali (PTT). 15 menit setelah bayi lahir, plasenta belum lahir juga, suntikkan kembali oksitosin dosis kedua 10 IU secara I.M di 1/3 paha atas lateral sebelah lainnya. Kembali lakukan PTT ulang ketika ada his. 15 menit plasenta belum lahir juga, periksa perdarahan. Jika terdapat perdarahan aktif diagnosa kasus tersebut adalah retensio plasenta. Jika tidak terdapat perdarahan aktif, maka diagnosa kasus tersebut adalah akreta plasenta.

  Pasang infus RL 500cc + oksitosin 10 IU drip, 40 TPM. Berikan propenit supp untuk meredakan nyeri. Gunakan sarung tangan ginekologi (sarung tangan panjang). Regangkan tali pusat dengan tangan kiri, tangan kanan meyusuri tali pusat secara obstetrik masuk kedalam vagina. Setelah tangan kanan sampai di serviks, minta asisten untuk memegang tali pusat, dan tangan kiri penolong berada di fundus.

  Tangan kanan terus menyusuri tali pusat hingga bertemu dengan pangkal tali menempel jari telunjuk. Carilah bagian plasenta yang sudah terlepas. Lepaskan plasenta dengan cara menyisir mulai dari bagian plasenta yang terlepas dengan sisi ulna (sisi kelingking). Setelah semua plasenta terlepas, bawa plasenta sedikit kedepan. Tangan kanan kembali kebelakang untuk mengeksplorasi ulang apakah plasenta sudah terlepas semua. Jika teraba licin, berarti plasenta sudah terlepas semua.

  Keluarkan plasenta dengan tangan kanan. Tangan kiri pindah diatas supra simpisis untuk menahan agar tidak terjadi inversio uteri. Setelah plasenta keluar dari uterus, tangan kiri mendorong uterus di atas simpisis kearah dorso kranial untuk mengembalikan posisi uterus ke tempat semula. Setelah plasenta keluar, segera lakukan masase 15 kali searah jarum jam.

12. Upaya Preventif Retensio Plasenta Oleh Bidan

  Upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh bidan adalah dengan promosi untuk meningkatkan penerimaan keluarga berencana, sehingga memperkecil terjadi retensio plasenta. Meningkatkan penerimaan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan yang terlatih. Pada waktu melakukan pertolongan persalinan kala III tidak diperkenankan untuk melakukan massase dengan tujuan mempercepat proses persalinan plasenta. Massase yang tidak tepat waktu dapat mengacaukan kontraksi otot rahim dan melakukan pelepasan plasenta.

13. Peran dan Sikap Bidan

A. Peran Bidan

  • Meskipun usaha melahirkan palsenta telah dilakukan , bila plasenta
  • Bila tidak ada kegawatan, penanganan konvensional restensio plasenta adalah pengangkatan digital dengan anastesi di kamar operasi. Biasanya dilakukan dengan blok regional tetapi kadang dapat dipakai anestesi umum.
  • Bila tidak ada bantuan medis dan dalam keadaan gawat, pengangkatan manual plasenta dapat dilakukan oleh bidan.

  Bila kehilangan darah ibu normal/ minimal maka bidan dapat mencoba sebagai berikut:

  • Menyusui bayi. Ini akan merangsang oksitosin alami, yang bisa membantu uterus berkontraksi.
  • Penarikan tali pusat terkontrol. Bila oksitoksin telah diberikan, bidan harus melakukan beberapa usaha untuk melahirkan plasenta dengan melakukan penarikan pada tali pusat dan mendukung/ melindungi uterus.
  • Posisi maternal. Bantulah ibu untuk tetap tegak, seperti jongkok / berlutut atau duduk di atas toilet atau pispot.
  • Beri semangat usaha mengejan.
  • Kandung kemih teraba. Kebanyakan ibu tidak mampu berkemih tanpa bantuan pada kala ni, bila kandung kemih dapat teraba, diskusikan kepada ibu untuk pemasangan kateter untuk mengosongkan kandung kemih.
  • Injeksi vena umbilicus. Bukti dari penelitian Cochrane menyatakan bahwa menginjeksi larutan oksitosin ke vena umbilicus mengurangi perlunya pengangkatan manual (Chapman.2006.hlm. 272).

  B. Sikap umum bidan a) Memperhatikan keadaan umum penderita.

  • Apakah anemis
  • Bagaimana jumlah perdarahannya
  • Keadaan umum penderita : tekanan darah, nadi, dan suhu • Keadaan fundus uter : kontraksi dan tinggi fundus uteri.

  b) Mengetahui keadaan plasenta.

  • Apakah plasenta inkarsera
  • Melakukan tes plasenta lepas : metode Kusnert, metode Klein, metode Strassman, metode Manuaba.

  c) Memasang infuse dan memberikan cairan pengganti.

  C. Sikap khusus bidan.

  a. Retensio plasenta dengan perdarahan

Dokumen yang terkait

Pengetahuan dan Sikap Bidan Tentang Penanganan Retensio Plasenta di RSU Bandung Medan Tahun 2014

0 54 92

Pengetahuan Bidan Tentang Manual Plasenta di Kecamatan S.T.M. Hulu Tahun 2008

0 38 50

Sikap dan Tindakan Bidan Terhadap Penanganan Retensio Plasenta di Desa Terjun Kecamatan Medan Marelan Medan

1 39 67

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perlengketan Plasenta - Faktor-Faktor yang Memengaruhi Bidan dalam Penanganan Perlengketan Plasenta pada Ibu Bersalin di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara Tahun 2012

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pengetahuan Remaja Putri tentang Anemia - Hubungan Pengetahuan dan Sikap Remaja Putri Tentang Anemia dengan Pola Makan untuk Pencegahan Anemia di SMA Swasta Bina Bersaudara Medan Tahun 2014

0 2 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan - Hubungan Pengetahuan Ibu Menyusui Dengan Pemberian ASI Eksklusif di Kelurahan Sei Sikambing Medan Tahun 2012

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Seksual Remaja di SMK Pencawan Medan Tahun 2014

0 0 22

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Diare 1. Pengertian Diare - Pengaruh Pendidikan Kesehatan Tentang Pencegahan Diare Terhadap Pengetahuan dan Sikap Ibu Bayi di Posyandu Anggrek IX Wilayah Kerja Pustu Balam Kecamatan Medan Sunggal Tahun 2013

0 0 21

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Pengetahuan 1. Pengertian Pengetahuan (Knowledge) - Pengetahuan dan Sikap Ibu Nifas Tentang Penerapan Metode Kanguru Pada Bayi Berat Badan Lahir Rendah di RSU. Pirngadi Medan Tahun 2014

0 0 18

Pengetahuan dan Sikap Bidan Tentang Penanganan Retensio Plasenta di RSU Bandung Medan Tahun 2014

0 0 28