BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengetahuan - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Siswa Tentang Seksual Remaja di SMK Pencawan Medan Tahun 2014

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengetahuan

  2.1.1 Pengertian Pengetahuan merupakan hasil dari tahu dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui penginderaan manusia yaitu indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba.

  Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga, pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang.(Notoadmodjo, 2002).

  2.1.2 Tingkat Pengetahuan

  1. Tahu (Know) Tahu artinya sebagai mengingat sesuatu materi yang dipelajari sebelumnya yakni mengingat kembali secara spesifik dari seluruh badan yang dipelajari atau yang dirangsang yang telah diterimanya.Oleh karena sebab itu, tahu merupakan tingkatan pengetahuan yang paling rendah.Misalnya dapat menyebutkan, mendefinisikan, menyatakan dan lain sebagainya.

  2. Pemahaman (Comprehension) Memahami diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan benar tentang objek yang diketahui dan dapat menginterprestasikan materi tersebut secara benar. Misalnya dapat menyimpulkan, meramalkan, menjelaskan dan lain sebagainya dari objek yang dipelajari.

  3. Aplikasi (Application) Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi sebenarnya, maksudnya dapat menggunakan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip dan sebagainya dalam konteks atau situasi yang lain, misalnya dapat menggunakan rumus statistik dalam perhitungan hasil penelitian dan lain-lain.

  4. Analisis (Analysis) Analisis adalah suatu kemampuan untuk menjabarkan materi atau suatu objek kedalam komponen-komponen tetapi masih didalam suatu struktur organisir tersebut dan masih ada kaitannya satu sama lainnya. Misalnya dapat menggambarkan, mengelompokkan dan sebagainya.

  5. Sintetis (Synthesis) Sintetis menunjukan suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang ada misalnya dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkas, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap suatu teori atau rumusan- rumusan yang telah ada.

  6. Evaluasi (Evaluation) Evaluasi berkaitan dengan kemampuan untuk melakukan penilaian terhadap suatu materi atau objek.Penilaian-penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria yang telah ada.Misalnya dapat membandingkan antara anak yang cukup gizi dengan anak yang kekurangan gizi, dapat mengenali terjadinya wabah diare disuatu tempat, dapat menafsirkan sebab- sebab mengapa ibu-ibu tidak mau ikut KB dan Sebagainya.

  2.1.3 Cara memperoleh pengetahuan

  1. Cara tradisional Meliputi cara coba-coba (Trial and Error), berdasarkan kekuasaan atau otoritas, melalui pengalaman pribadi, melalui jalan pikiran.

  2. Cara modern Pengetahuan yang diperoleh dengan cara metode penelitian ilmiah, yang bersifat sistematis, logis dan ilmiah.

2.2 Sikap

  2.2.1 Pengertian Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup terhadap stimulus atau objek.Manisfestasi sikap itu tidak dapat langsung dilihat, tetapi hanya dapat ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup.Sikap secara nyata menunjukan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu. Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam perilaku karena dipengaruhi oleh faktor-faktor yang mendukung yaitu latar belakang, pengalaman individu, motivasi, status kepribadian dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003)

  Menurut G. W. Allport 1935 sikap adalah keadaan mental dan saraf dari kesiapan, yang diatur melalui pengalaman yang memberikan pengaruh dinamik/terarah terhadap respon individu pada semua objek dan situasi yang berkaitan dengannya.

  Menurut Newcomb, menyatakan bahwa sikap itu merupakan kesiapan atau kesediaan untuk bertindak, dan bukan merupakan pelaksanaan motif tertentu. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktifitas, akan tetapi merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku.

  2.2.2 Komponen sikap Allport (1954) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai tiga komponen pokok, yaitu :

  1. Kepercayaan (Keyakinan), ide, dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (Tend to behive) Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (Total

  

attitude ). Dalam sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi

  memegang peranan penting (Notoatmodjo, 2003)

  2.2.3 Tingkatan Sikap Sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : 1.

  Menerima (receiving) Menerima diartikan bahwa orang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespons (responding)

  Memberikan jawaban apabila ditanya, mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu usaha untuk menjawab pertanyaan atau mengerjakan tugas yang diberikan, terlepas dari pekerjaan itu benar atau salah, adalah berarti bahwa orang menerima ide tersebut.

  3. Menghargai (valving).

  Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  4. Bertanggung Jawab (responsible) Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang telah dipilih nya dengan segala resiko merupakan sikap yang paling tinggi.

  2.2.4 Pengukuran Sikap Sikap tidak bisa diukur dengan melihat secara langsung.Hanya dapat dilihat dengan open - ended question (pengukurann sikap secara verbal) yaitu menanyakan langsung kepada seseorang untuk mengetahui sikapnya (Azwar, 1997). Berikut ini adalah uraian mengenai beberapa diantara banyak metode pengungkapan sikap yang secara historic telah dilakukan orang yaitu : a. Observasi Perilaku

  Sikap ditafsirkan dari bentuk perilaku yang nampak. Dengan kata lain untuk mengetahui sikap seseorang terhadap sesuatu kita dapat memperhatikan perilakunya, sebab perilaku merupakan salah satu indikator individu

  b. Penanyaan langsung Wajar kalau banyak yang beranggapan bahwa sikap seseorang dapat diketahui dengan menanyakan langsung pada yang bersangkutan.

  c. Pengungkapan langsung Suatu versi metode penanyaan langsung adalah pengungkapan langsung secara tertulis yang dapat dilakukan dengan aitem tunggal maupun aitem ganda (Ajen, 1998).Prosedur pengungkapan langsung dengan aitem tunggal sangat sederhana.Responden diminta menjawab langsung suatu pertanyaan sikap tertulis dengan memberi tanda setuju atau tidak setuju.Dengan menggunakan aitem ganda adalah teknik diferensi sematic dirancang untuk mengungkapkan efek atau perasaan yang berkaitan dengan sutau objek sikap (Azwar, 1991).

  2.2.5 Skala Sikap Sikap dapat diukur dengan mempergunakan Skala Likert, yaitu : merupakan metode penskalaan pernyataan sikap yang menggunakan distribusi responden sebagai dasar penentuan nilai skalanya. Kelompok uji coba ini hendaknya memiliki karakteristik yang semirip mungkin dengan karakteristik individu yang hendak diungkapkan sikapnya.Skala Likert dipergunakan untuk mengukur sikap yang terdiri dari komponen sangat setuju, setuju, tidak setuju, sangat tidak setuju.(Arikunto, 1997).

  2.2.6 Teori perubahan sikap

  1. Teori keseimbangan Keadaan keseimbangan atau ketidakseimbangan selalu melibatkan tiga unsur yaitu : individu, orang lain, dan objek sikap. Teori keseimbangan menunjukan kepada suatu situasi dimana hubungan antara unsur-unsur yang ada berjalan harmonis sehingga tidak terdapat tekanan untuk mengubah keadaan.

  2. Teori kesesuaian Merupakan pernyataan hubungan penilaian yang bersifat menolak atau tidak membenarkan, kesesuaian dengan sikapnya.

  3. Teori konsisten Orang akan membuat sesuatu dengan sikapnya, sedangkan berbagai tindakannyapun akan bersesuaian dengan yang lain (Azwar, 2007).

2.3 Remaja

  2.3.1 Pengertian Remaja menurut WHO memberikan definisi tentang remaja yang lebih bersifat konseptual.Dalam definisi tersebut dikemukakan tiga kriteria, yaitu biologis, psikologis dan sosial ekonomi.Maka secara lengkap definisi tersebut berbunyi sebagai berikut.Remaja adalah suatumasa ketika.

  1. Individu berkembang dari saat pertama kali ia menunjukan tanda tanda seksual sekundernya sampai saat ia mencapai kematangan seksual.

  2. Individu mengalami perkembangan psikologis dan pola identifikasi dari kanak-kanak menjadi dewasa.

  3. Terjadi peralihan dari ketergantungan sosial-ekonomi yang penuh kepada keadaan yang relatif lebih mandiri (Sarwono, 2006).Menurut WHO membagi kurun usia dalam dua bagian yaitu remaja awal 10-14 tahun dan remaja akhir 15-20 tahun, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) menetapkan usia 15-24 tahun sebagai usia pemuda(youth). Sedangkan di Indonesia batasan remaja hal ini dikemukakan dalam sensus penduduk 1980 tentang pemuda adalah kurun usia 12-24tahun.

  Remaja ditinjau dari sudut perkembangan fisik, dalam ilmu kedokteran dan ilmu-ilmu lain yang terkait (seperti biologi dan ilmu faal) remaja dikenal sebagai suatu tahap perkembangan fisik dimana alat-alat kelamin manusia mencapai kematangannya. Secara anatomis berarti alat-alat kelamin khususnya dan keadaan tubuh pada umumnya memperoleh bentuknya yang sempurna dan secara faali alat- alat kelamin tersebut sudah berfungsi secara sempurna pula. Pada akhir dari peran perkembangan fisik ini akan terjadi seorang pria yang berotot dan berkumis/berjanggut yang mampu menghasilkan beberapa ratus juta sel mani (spermatozoa) setiap kali ia berejakulasi (memancarkan air mani), atau seorang wanita setiap bulannya mengeluarkan sebuah sel telur dari indung telurnya.

  Remaja ditinjau dari sudut pandang masyarakat Indonesia, mendefenisikan remaja untuk masyarakat Indonesia sama sulitnya dengan menetapkan defenisi remaja secara umum. Masalahnya adalah karena Indonesia terdiri dari berbagai macam suku, adat, dan tingkatan social-ekonomi maupun pendidikan. Kita biasa menjumpai masyarakat golongan atas yang sangat terdidik dan menyerupai masyarakat di negara-negara Barat dan kita bisa menjumpai masyarakat semacam masyarakat di Samoa. Dengan kata lain, tidak ada profil remaja Indonesia yang seragam dan berlaku secara nasional.

  2.3.2 Ciri-ciri usia remaja Seorang remaja berada pada batas peralihan kehidupan anak dan dewasa.

  Tubuhnya kelihatan sudah dewasa, akan tetapi bila di perlukan seperti orang dewasa ia gagal menunjukkan kedewasaannya. Berikut ciri-ciri usia remaja :

1. Masa pra pubertas usia 12-13 tahun :

  Peralihan dari masa kanak-kanak ke masa pubertas Ciri-ciri nya : - Tidak suka diperlakukan sebagai anak kecil lagi.

  • Mulai bersifat kritis 2.

  Masa pubertas usia 14-16 tahun : Masa remaja awal.

  Ciri-ciri nya : - Mulai cemas dan bingung dengan tentang perubahan fisiknya.

  • Memperhatikan penampilan
  • Sikapnya tidak menentu/plin plan
  • Suka berkelompok dengan teman sebaya dan senasib 3.

  Masa akhir pubertas, usia 17-18 tahun :Peralihan pada masa pubertas kemasa adolence Ciri-ciri nya :

  • Pertumbuhan fisik sudah mulai matang tetapi kedewasaan psikologis nya belum tercapai.
  • Proses kedewasaan jasmaniah pada remaja putri lebih awal dari remaja putra.

4. Periode remaja adolence usia 19-21 tahun :

  Merupakan masa akhir remaja, beberapa sifat pada masa ini :

  • Perhatiannya tertutup pada hal-hal realitas
  • Mulai menyadari akan realitas
  • Sikapnya mulai jelas tentang hidup - Mulai tampak bakat dan minatnya (Sarwono, 2006).
Dalam proses penyesuaian diri menuju ke dewasaan, ada 3 tahap perkembangan remaja :

  1. Remaja awal (early adolescence) Seorang remaja pada tahap ini masih terheran-heran akan perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuhnya sendiri dan dorongan- dorongan yang menyertai perubahan-perubahan itu. Mereka mengembangkan fikiran-fikiran baru, cepat tertarik pada lawan jenis dan mudah terangsang secara erotis. Dengan dipegang saja bahunya oleh lawan jenis, ia sudah berfantasi erotik. Kepekaan yang berlebihan ini ditambahkan dengan berkurangnya kendali terhadap ego yang menyebabkan para remaja awal ini sulit mengerti dan dimengerti orang dewasa.

  2. Remaja madya (middle adolescence) Pada tahap ini remaja sangat membutuhkan kawan-kawan.ia senang kalau banyak teman yang menyukainya. Ada kecenderungan

  "narcistic", yaitu mencintai diri sendiri dengan menyukai teman-teman yang punya sifat-sifat yang sama dengan dirinya. Selain itu ia berada dalam kondisi kebingungan karena ia tidak tahu harus memilih yang mana : peka atau tidak peduli, ramai-ramai atau sendiri, optimis atau pesimis, idealis atau materialis dan sebagainya. Remaja pria harus membebaskan diri dari Oedipoes Complex (perasaan cinta pada ibu sendiri pada masa kanak-kanak) dengan mempererat hubungan dengan kawan-kawan dari lain jenis.

3. Remaja akhir (late adolescence)

  Tahap ini adalah masa konsolidasi menuju periode dewasa dan ditandai dengan pencapaian 5 hal, yaitu: a.

  Minat yang makin mantab terhadap fungsi-fungsi intelek.

  b.

  Egonya mencari kesempatan untuk bersatu dengan orang-orang lain dan dalam pengalaman-pengalaman baru.

  c.

  Terbentuknya identitas seksual yang tidak berunah lagi.

  d.

  Egosentrisme (terlalu memusatkan perhatian pada diri sendiri) diganti dengan keseimbangan antara kepentingan diri sendiri dan orang lain.

  e.

  Tumbuh "dinding" yang memisahkan diri pribadinya (private self) dan masyarakat umum.

  2.3.3 Karakteristik Remaja Hurlock (2006) berpendapat, bahwa semua periode yang penting selama masa kehidupan mem[punyai karakteristik senditri. Begitupun masa remaja mempunyai cirri-ciri tertentu yang membedakannya denagn periode masa kanak-kanak dan dewasa. Ciri-ciri tersebut antara lain :

1. Masa remaja sebagai periode masa penting

  Masa remaja dipandang sebagai periode yang penting daripada periode lain karena akibat yang langsung terhadap sikap dan perilaku, serta akibat-akibat jangka panjangnya.

  2. Masa remaja sebagai periode peralihan Artinya, apa yang sudah terjadi pada masa sebelumnya akan menimbulkan bekasnya pada apa yang terjadi pada masa sekarang dan apa yang akan terjadi di masa yang akan datang.

  3. Masa remaja sebagai periode perubahan Aada 4 perubahan besar yang terjadi pada remaaja, yaitu perubahan emosi peran, minat pola perilaku dan sikap menjadi ambivalen.

  4. Masa remaja adalah masa yang banyak masalah Masalah remaja sering menjadi masalah yang sulit diatasi.Hal ini karena remaja tidak bisa menyelesaikan masalahnya tanpa meminta bantuan oranglain sehingga terkadang penyelesaian masalah tidak sesuai dengan yang diharapkan.

  5. Masa remaja adalah masa mencari identitas Identitas diri yang dicari remaja berupa kejelasan siapa dirinya dan apa peran mereka di tengah masyarakat.

  6. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan kekuatan Ada stigma dari masyarakat bahwa remaja adalah anak yang tidak rapi, tidak dapat dipercaya, cenderung perilaku merusak sehingga menyebabkan orang dewasa harus membimbing dan mengawasi kehidupan remaja.

  7. Masa remaja sebagai masa yang tidak realistik Remaja cenderung memandang kehidupan melalui kacamatanya sendiri, baik dalam melihatdirinya maupun orang lain.

  8. Masa remaja adalah ambang masa dewasa

  Dengan berlalunya usia belasan, remaja yang semakin matang berkembang dan berusaha memberi kesan seseorang yang hampir dewasa. Ia akan memusatkan dirinya pada perilaku yang dihubungkan dengan status orang dewasa, misalnyadalam berpakaian dan bertindak

  2.3.4 Perubahan universal pada remaja Secara umum remaja memiliki empat perubahan :

  1. Meningginya emosi, yang intensitasnya bergantung pada tingkatperubahan fisik dan psikologis yang terjadi. Karena perubahan emosibiasanya terjadi lebih cepat selama masa awal remaja.

  2. Perubahan tubuh, minat dan peran yang diharapkan oleh kelompoksosial, menimbulkan masalah baru bagi remaja muda. Masalah yangtimbul lebih banyak dan sulit diselesaikan dibandingkan denganmasalah yang dihadapi sebelumnya.

  3. Dengan berubahnya minat dan pola perilaku maka nilai-nilai jugaberubah.

  Apa yang terjadi pada masa kanak-kanak dianggap penting,sekarang setelah hampir dewasa tidak penting lagi.

  4. Sebagian besar remaja bersikap ambivalence terhadap setiapperubahan.

  Mereka menginginkan dan menuntut kebebasan, tetapimereka sering takut untuk bertanggung jawab akan akibatnya danmeragukan kemampuan mereka untuk dapat mengatasi tanggungjawab tersebut. (Hurlock, 1980). Dan adapun pengalamannya mengenai alam dewasa masih belum banyak karena itu sering terlihat pada mereka adanya :

  1. Kegelisahan : keadaan yang tidak tenang menguasai diri si remaja. Mereka mempunyai banyak macam keinginan yang tidak selalu dapat dipenuhi. Di satu pihak ingin mencari pengalaman, karena di perlukan untuk menambah pengetahuan dan keluwesan dalam tingkah laku. Di pihak lain mereka merasa diri belum mampu melakukan berbagai hal.

  2. Pertentangan : pertentangan-pertentangan yang terjadi di dalam diri mereka juga menimbulkan kebingungan baik bagi diri mereka sendiri maupun orang lain. Pada umumnya timbul perselisihan dan pertentangan pendapat dan pandangan antara si remaja dan orang tua.

  3. Berkeinginan besar mencoba segala hal yang belum diketahuinya. Mereka ingin mengetahui macam-macam hal melalui usaha-usaha yang dilakukan dalam berbagai bidang.

  4. Keinginan mencoba sering pula diarahkan pada diri sendiri maupun terhadap orang lain. Keinginan mencoba ini tidak hanya dalam bidang penggunaan obat-obatan akan tetapi meliputi segala hal yang berhubungan dengan fungsi-fungsi ketubuhan. Akhirnya penjelajahan ketubuhan bias menyebabkan pengalaman dengan akibat yang tidak selalu menyenangkan misalnya kehamilan, yang menghentikan karier, prestasi sekolah yang justru diidamkankan pemuda-pemudi.

  5. Keinginan menjelajah kea lam sekitar pada remaja lebih luas. Bukan hanya lingkungan dekatnya saja yang ingin diselidiki, bahkan lingkungan yang lebih luas lagi.

  6. Menghayal dan berfantasi, keinginan menjelajah lingkungan tidak selalu mudah disalurkan. Pada umumnya keinginan menjelajah mengalami pembatasan khususnya dari segi keuangan.

  7. Aktifitas berkelompok : anatara keinginan yang satu dengan keinginan yang lain sering timbul tantangan, baik dari keinginan untuk berdiri sendiri tetapi kenyataannya belum mampu hidup terlepas dari keluarga, maupunb dari keinginan menjelajah alam, menggali misteri yang ada dalam lingkungan alam tetapi terbatasnya biaya, materi serta kesanggupan remaja. (Ny.Singgih D. dan Gunarsa, Singgih D.2003)

2.4 Perilaku Seksual Remaja

  2.4.1 Pengertian Perilaku seksual ialah perilaku yang melibatkan sentuhan fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap hubungan intim, yang biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri.(Budi Rajab, 2007)

  Sedangkan menurut Prof. Dr. Sarlito Wirawan Sarwono perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baikdengan lawan jenisnya maupun dengan sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksual nya bisa berupa orang lain, orang dalam hayalan atau diri sendiri, sebagian dari tingkah laku itu memang tidak berdampak apa-apa, terutama jika tidak ada akibat fisik atau sosial yang dapat ditimbulkannya. Akan tetapi, pada sebagian perilaku seksual yang lain, dampaknya bisa cukup serius, seperti perasaan bersalah, depresi, marah, misalnya pada para gadis yang terpaksa menggugurkan kandungan nya.

  Permasalahan seksualitas yang umum dihadapi remaja adalah masalah dorongan seksual. Bila dorongan seks terlalu besar sehingga menimbulkan konflik yang kuat, maka dorongan seks tersebut cenderung untuk dimenangkan dengan berbagai dalih sebagai pembenaran diri. Perkembangan organ seksual mempunyai pengaruh yang kuat dalam minatremaja terhadap lawan jenis. Ketertarikan antar lawan jenis ini kemudian berkembang kepada kencan yang lebih serius. Akhirnya, rasa ingin tahuyang sangat kuat mengalahkan pemahaman tentang norma, kontrol diri dan pemikiran rasional sehingga tampil dalam bentuk perilaku coba-coba berhubungan seks yang akhirnya malah bikin ketagihan.(Budi Rajab, 2007)

  Perilaku seksual harus dibedakan dengan hubungan seksual karenaselama ini sering kali ada kesalahan pengertian dalam memaknai keduanya. Perilaku seksual itu tidak semuanya negatif, tapi malah mengandung hal-hal yang positif. Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan jenis. Perilaku seksual inisangat luas sifatnya, misalnya : berdandan, melirik, merayu, menggoda dan sebagainya. Perilaku seksual, merupakan hasil interaksi kepribadian dengan lingkungan sekitarnya.

  2.4.2 Bentuk-Bentuk Perilaku Seksual Astuti dalam Lilia, 2004 memberi gambaran secara rinci bentuk-bentuk perilaku seksual pranikah dapat diuraikan sebagai berikut:

  1. Bersentuhan, misalnya menyentuh jari atau tangan, berpegangan tangan.

  2. Memeluk, misalnya memeluk bahu serta tubuh pasangan lebih didekatkan memeluk pinggang tubuh pasangan lebih dirapatkan.

  3. Berciuman, misalnya cium pipi dan dahi, cium bibir secara singkat, cium bibir secara intens dan lama.

  4. Saling meraba, misalnya meraba atau diraba payudara baik diluar maupun didalam pakaian, saling menempelkan alat kelamin baik menggunakan pembatas pakaian maupun tidak menggunakan pembatas pakaian, menggesek-gesekkan alat kelamin.

  5. Bersenggama yaitu masuknya penis kedalam vagina yang kemudian memberikan rangsangan hingga keduanya mencapai orgasme.

2.4.3 Hal yang mendasari perilaku seks pada remaja 1.

  Harapan untuk kawin dalam usia yang relatif muda (20 tahun).

  2. Semakin derasnya arus informasi yang didapat menimbulkan rangsangan seksual remaja terutama remaja di daerah perkotaan, yangmendorong remaja untuk melakukan hubungan seks dimana akhirnya memberikan dampak terjadinya penyakit hubungan seks dan kehamilan diluar perkawinan pada remaja. (Manuaba, 1998).

  2.4.4 Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perilaku seksual Perilaku seksual terjadi karena beberapa faktor yaitu : 1.

  Tekanan yang datang dari teman pergaulannya.

  Lingkungan yang telah dimasuki oleh seorang remaja dapat juga berpengaruh untuk menekan temannya yang belum melakukan hubungan seksual.Keinginan untuk dapat diterima oleh lingkungan pergaulannya begitu besar, sehingga dapat mengalahkan semua nilaiyang didapat, baik dari orang tua maupun dari sekolahnya.

  2. Adanya tekanan dari pacarnya.

  Karena kebutuhan seseorang untuk mencintai dan dicintai, seseorang harus rela melakukan apa saja terhadap pasangannya, tanpa memikirkan resiko yang nanti dihadapinya.

  3. Adanya kebutuhan badaniah Seks menurut beberapa ahli merupakan kebutuhan dasar yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan seseorang. Jadi, wajar saja jika semua orang, tidak terkecuali remaja menginginkan hubungan seks ini, sekalipun akibat dari perbuatannya tersebut tidak sepadan dibandingkan dengan resiko yang akan mereka dihadapi.

  4. Rasa penasaran Pada usia remaja, rasa keingintahuannya begitu besar terhadap seks.Apalagi jika teman-temannya mengatakan bahwa seks terasa nikmat, ditambah lagi adanya segala informasi yang tidak terbatas masuknya.Maka, rasa penasaran tersebut semakin mendorong mereka untuk lebihjauh lagi melakukan berbagai macam percobaan sesuai dengan yang diharapkannya.

  5. Pelampiasan diri Faktor ini tidak hanya datang dari diri sendiri.Misalnya, karena terlanjur berbuat, seorang remaja perempuan biasanya berpendapat bahwa sudah tidak ada lagi yang dapat dibanggakan dalam dirinya.Maka, dengan pikirannya tersebut, ia akan merasa putus asa lalu mencari pelampiasan yang akan semakin menjerumuskannya ke dalam pergaulan bebas.

6. Lingkungan keluarga

  Bagi seorang remaja, mungkin aturan yang diterapkan oleh kedua orangtuanya tidak berdasarkan kepentingan kedua belah pihak (orangtua dan anak). Akibatnya remaja tersebut merasa tertekan, sehingga ingin membebaskan diri dengan menunjukan sikap sebagai pemberontak, yang salah satunya dalam masalah seks. Menurut Sarwono, dapat disimpulkan masalah seksualitas pada remaja timbul karena faktor-faktor berikut :

1. Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual

  (libido seksualitas) remaja. Peningkatan hasrat seksual ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku seksual tertentu.

  2. Akan tetapi penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia perkawinan, baik secara hukum oleh karena adanya undang-undang tentang perkawinan yang menetapkan batas usia menikah (sedikitnya 16 tahun untuk wanita dan 19 tahun untuk pria), maupun karena norma sosial yang makin lama makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan, pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain).

  3. Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Bahkan larangannya berkembang lebih jauh kepada tingkah- tingkah laku yang lain seperti berciuman dan masturbasi. Untuk remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecendrungan untuk melanggar saja larangan-larangan tersebut.

  4. Kecenderungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan seksual melalui media massa yang dengan adanya teknologi canggih (video casette, foto copy, satelit palapa, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang sedang dalam periode ingin tahu dan ingin mencoba, akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa, khusunya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.

  5. Orang tua sendiri, baik karena ketidaktahuannya mampu karena sikapnya yang masih mentabukan pembicaraan mengenai seks dengan anak jadi tidak terbuka terhadap anak, malah cenderung membuat jarak dengan anak dalam masalah yang satu ini.

  6. Di pihak lain, tidak dapat diingkari adanya kecenderungan pergaulan yang makin bebas antara pria dan wanita dalam masyarakat, sebagai akibat berkembangnya peran dan pendidikan wanita sehingga kedudukan wanita makin sejajar dengan pria.

  2.4.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi remaja

  1. Pengalaman Seksual Makin banyak pengalaman mendengar, melihat dan mengalami hubungan seksual, maka makin kuat stimulasi yang dapat mendorong munculnya perilaku seksual.Misalnya : - Media massa (film, internet, gambar atau majalah porno).

  • Obrolan dari teman atau pacar tentang pengalaman seks.
  • Melihat orang-orang yang tengah berpacaran atau melakukan hubungan seksual.

  2. Faktor kepribadian Seperti harga diri, kontrol diri, tanggung jawab, kemampuan membuat keputusan dan nilai-nilai yang dimiliki. Kemampuan untuk melihat diri sendiri secara objektif ("self objectivication") yang ditandai dengan kemampuan untuk mempunyai wawasan tentang diri sendiri ("self insight") dan kemampuan untuk menangkap humor ("sense of humor") termasuk yang menjadikan dirinya sendiri sebagai sasaran. Ia tidak marah jika dikritik dan di saat-saat yang diperlukan ia bisa melepaskan diri dari dirinya sendiri sebagai orang luar.

3. Pemahaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan

  Orang yang memiliki penghayatan yang kuat tenang nilai-nilai keagamaan, integritas yang baik juga cenderung mampu menampilkan perilaku seksual yang selaras dengan nilai yang diyakininya serta mencari kepuasan dari perilaku yang produktif.

  4. Berfungsinya keluarga dalam menjalankan fungsi kontrol, penanaman nilai moral dan keterbukaan komunikasi.

  5. Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi.

  Remaja yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsionaltentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilakuserta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkandorongan seksual secara sehat dan bertanggung jawab.

2.5 Kerangka Konsep.

  • Umur -
  • Tempat tinggal
  • Uang saku
  • Media massa (cetak, elektronik)
  • Keluarga -

Gambar 2.1 Kerangka Konsep

  Berdasarkan kerangka konsepdiatas dijelaskan bahwa karakteristik (umur, jenis kelamin, tempat tinggal dan uang saku) serta sumber informasi (media massa, keluarga, guru) akan mempengaruhi pengetahuan, pengetahuan akan mempengaruhi sikap yang akan diambil dan sikap akan mempengaruhi perilaku seksual remaja.

  Karakteristik

  Jenis kelamin

  Sumber informasi

  Guru Seksual

  Remaja Pengetahuan Sikap