BAB II KERANGKA TEORI 2.1 Teori - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Studi Tentang Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk Aliran Kepercayaan “Parmalim” Di Kota Medan)

BAB II KERANGKA TEORI

2.1 Teori

  Secara umum, teori adalah sebuah sistem konsep abstrak yang mengindikasikan adanya hubungan diantara konsep-konsep tersebut yang membantu kita memahami sebuah fenomena. Sehingga bisa dikatakan bahwa suatu teori adalah suatu kerangka kerja konseptual untuk mengatur pengetahuan dan menyediakan suatu cetak biru untuk melakukan beberapa tindakan selanjutnya.

  Dalam Nazir (1983:19), Kerlinger mendefinisikan teori sebagai sebuah set konsep atau construct yang berhubungan satu dengan lainnya, suatu set dari proporsi yang mengandung suatu pendangan sistematis dari fenomena.

  Untuk memperoleh pemahaman yang sama atas konsep-konsep yang digunakan dalam penelitian ini dan menjadi kerangka berfikir bagi peneliti, maka berikut beberapa konsep yang dianggap relevan dengan kasus penelitian yang dibahas.

2.1.1 Kebijakan Publik

2.1.1.1 Pengertian Kebijakan Publik

  Secara etimologi, kebijakan publik terdiri atas dua kata, yaitu kebijakan dan publik. Dari kedua kata yang saling berkaitan tersebut, oleh Graycar dalam Kaban (2008:59) kebijakan dapat dipandang dari empat perspektif, yaitu filosofis, produk, proses, dan kerangka kerja. Sebagai suatu konsep filosofis, kebijakan

  

9 dipandang sebagai serangkaian prinsip atau kondisi yang diinginkan. Sebagai suatu produk, kebijakan diartikan sebagai serangkaian kesimpulan atau rekomendasi. Sebagai suatu proses, kebijakan menunjuk pada cara dimana melalui cara tersebut suatu organisasi dapat mengetahui apa yang diharapkan darinya yaitu program dan mekanisme dalam mencapai produknya. Sedangkan sebagai suatu kerangkan kerja, kebijakan merupakan suatu proses tawar-menawar dan negoisasi untuk merumuskan isu-isu dan metode implementasinya.

  Sedangkan W. Wilson dalam bukunya Parsons (2008:15) memandang hal lain dari makna modern gagasan “kebijakan” (policy), yaitu seperangkat aksi atau rencana yang mengandung tujuan politik yang berbeda dengan makna “administration”. Kata policy mengandung makna kebijakan sebagai rationale, sebuah manifestasi dari penilaian yang penuh pertimbangan. Lebih lanjut Wayne Parsons memberi definisi kebijakan adalah usaha untuk mendefinisikan dan menyusun basis rasional untuk melakukan atau tidak melakukan tindakan.

  Selanjutnya, masih dalam bukunya Parsons pengertian kebijakan tampak lebih jelas dari definisi yang dikemukakan oleh Anderson yaitu bahwa istilah “kebijakan” atau “policy” dipergunakan untuk menunjuk perilaku seorang aktor (misalnya seorang pejabat, suatu kelompok, maupun suatu lembaga pemerintah) atau melihat aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu. Sedangkan Charles O.

  Jones (1994) melihat kata kebijakan sering digunakan dan dipertukarkan maknanya dengan tujuan, program, keputusan, hukum, proposal, dan maksud

  

besar tertentu. Pergantian makna tersebut menurut Jones memang bukanlah

  masalah, hanya saja biasanya dalam hubungan atau kaitan teknis atau administratif tertentu kata ini mempunyai acuan khusus yang hanya dimengerti oleh kelompok tertentu.

  Sementara itu, gagasan tentang publik berasal dari Bahasa Inggris yaitu

  

public yang berarti (masyarakat) umum dan juga rakyat. Menurut Parsons

  (2008:3), publik itu sendiri berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial, atau setidaknya oleh tindakan bersama.

  Jika digabungkan, rumusan kebijakan publik yang dikemukakan Thomas R. Dye adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan (Winarno. 2002:15). Sedikit berbeda dengan Wildavsky, dalam Kusumanegara (2010) yang mendefinisikan kebijakan publik merupakan suatu hipotesis yang mengandung kondisi-konsisi awal dari aktivitas pemerintah dan akibat-akibat yang bisa diramalkan. Selanjutnya, menurut Anderson dalam Winarno (2002) sifat kebijakan publik sebagai arah tindakan dapat dipahami secara lebih baik bila konsep ini dirinsi menjadi beberapa kategori, seperti tuntutan-tuntutan kebijakan (policy demands), keputusan-keputusan kebijakan (policy decisions), pernyataan-pernyataan kebijakan (policy statements), hasil- hasil kebijakan (policy outputs), dan dampak-dampak kebijakan (outcomes).

  Dari definisi-definsi di atas, penulis menyimpulkan bahwa kebijakan publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan dalam memenuhi kepentingan orang banyak.

2.1.1.2 Tahapan Kebijakan Publik

  Proses analisis kebijakan adalah serangkaian aktivitas intelektual yang dilakukan di dalam proses kegiatan yang pada dasarnya bersifat politis. Aktivitas politis tersebut dijelaskan sebagai proses pembuatan kebijakan dan divisualisasikan sebagai serangkaian tahap yang saling bergantung yang diatur menurut urutan waktu: penyusunan agenda kebijakan, formulasi kebijakan, adopsi kebijakan, implementasi kebijakan, dan penilaian kebijakan (Williaam Dunn : 2003:22). Sedangkan aktivitas perumusan masalah, peramalan (forecasting), rekomendasi kebijakan, pemantauan (monitoring), dan evaluasi kebijakan adalah aktivitas yang lebih bersifat intelektual.

  Dalam memecahkan masalah yang dihadapi kebijakan publik, lebih lanjut Dunn mengemukakan tahapan analisis yang harus dilakukan, yaitu:

  1. Penetapan agenda kebijakan (agneda setting) Perumusan masalah dapat memasok pengetetahuan yang relevan dengan kebijakan yang mempersoalkan asumsi-asumsi yang mendasari definisi masalah dan memasuki proses pembatan kebijakan melalui penyusunan agenda. Perumusan masalah dapat membantu menemukan asumasi-asumsi yang tersembunyi, mendiagnosis peyebab-penyebabnya, memetakan tujuan-tujuan yang memungkinkan, memadukan pandangan-pandangan yang bertentangan, dan merancang peluang-peluang kebijakan yang baru. Perumus kebijakan harus difasilitasi berupa dukungan sosial, dukungan politik, dukungan budaya.

  2. Formulasi Kebijakan

  Dalah tahap formulasi kebijakan, peramalan dapat menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang masalah yang akan terjadi di masa mendatang sebagai akibat dari diambilnya alternatif, termasuk tidak melakukan sesuatu.

  3. Adopsi Kebijakan Pada tahap ini, pengambil kebijakan terbantu dalam rekomendasi yang membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang manfaat atau biaya dari berbagai alternatif yang akibatnya di masa mendatang telah diestimasikan melalui peramalan.

  4. Implementasi Kebijakan Pemantauan atau monitoring menyediakan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang akibat dari kebijakan yang diambil sebelumnya terhadap pengambil kebijakan pada tahap implementasi kebijakan. Pemantauan membantu menilai tingkat kepatuhan, menemukan akibat- akibat yang tidak diinginkan dari kebijakan dan program, mengidentifikasi hambatan dan rintangan implementasi, dan menemukan leatk pihak-pihak yang bertanggung jawab pada setiap tahap kebijakan. Proses implementasi membutuhkan fasilisatsi, seperti tim, lembaga, peraturan, dan sumberdaya.

  5. Evaluasi Kebijakan Evaluasi kebijakan membuahkan pengetahuan yang relevan dengan kebijakan tentang ketidaksesuaian antara kinerja kebojakan yang diharapkan dengan yang benar-benar dihasilkan.

2.1.2 Implementasi Kebijakan

  Pemerintah membuat kebijakan publik karena ada sesuatu hal yang urgen dan berpengaruh dengan kepentingan publik. Kebijakan ini tentunya harus ditentukan secara tepat dan efektif bagi kelangsungan hidup publik. Hessel Nogi S. Tangkilisan (2003:2) berpendapat bahwa jika sebuah kebijakan diambil secara tepat, maka kemungkinan kegagalan pun masih bisa terjadi, jika proses implementasi tidak tepat. Bahkan sebuah kebijakan yang brilian sekalipun jika diimplementasikan buruk bisa gagal untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan para perancangnya.

  Dalam Solichin(1990:4), Thomas R. Dye mengatakan public policy is

  

whatever governments do, why they do it, and what different it makes. Dari

  definisi tersebut, Dye tampak berfokus pada pendeskripsian dan penjelasan tentang sebab dan akibat terhadap tindakan yang dilakukan pemerintah. Kebijakan publik yang sudah diabuat dengan tepat harus dapat diimplementasikan dengan baik bila ingin mencapai sasaran yang ditargetkan.

  Hal yang paling penting dalam proses kebijakan adalah pengimplementasiannya. Secara etimologi, implementasi berasal dari bahasa Inggris, yaitu to implement, it means to provide the means for carrying out

  

( menyediakan sarana untuk melakukan sesuatu) dan to give practical effect to

( untuk menimbulkan dampak/akibat terhadap sesuatu). Sesuatu yang dimaksud

  dilakukan untuk menimbulkan dampak atau akibat berupa undang-undang, peraturan pemerintah, keputusan peradilan dan kebijakan yang dibuat oleh lembaga-lembaga pemerintah dalam kehidupan kenegaraan.

  Dalam Syaukani, Gaffar dan Rasyid, M. Ryaas (2002:295) Pressman dan Wildavsky merumuskan implementasi sebagai proses interaksi diantara perangkat tujuan dan tindakan yang mampu untuk meraihnya, serta serangkaian aktifitas langsung dan diarahkan untuk menjadikan program berjalan, dimana aktifitas tersbut mencakup: a.

  Organisasi: pembentukan atau penataan kembali sumber daya, unit- unit serta metode untuk menjadikan program berjalan; b.

  Interpretasi: menafsirkan agar program menjadi rencana dan pengrahan yang teoat untuk dapat diterima dan dilaksnakan; c.

  Penerapan: ketentuan rutin dari pelayanan, pembayaran, atau lainnya yang dapat disesuaikan dengan tujuan atau perlengkapan program.

  Sedangkan Mazmanian dan Sebatier, dalam Solichin (1991:51) mengatakan bahwa makna implementasi adalah apa yang senyatanya terjadi sesudah suatu program dinyatakan berlaku atau dirumuskan merupakan dokus perhatian implementasi kebijakan, yakni kejadian-kejadian dan kegiatan-kegiatan yang timbul sesudah disahkannya usaha-usaha untuk mengadministrasikannya maupun untuk menimbulkan akibat/dampak nyata pada masyarakat atau kejadian- kejadian.

  Dari penjelasan tentang kebijakan di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa implementasi kebijakan merupakan elemen terpenting dalam tahapan kebijakan dengan tidak mendiskreditkan tahapan yang lain. Implementasi kebijakan adalah rangkaian eksekusi dari kebijakan yang sudah ditetapkan yang akan menghasilkan dampak dari eksekusi kebijakan tersebut.

2.1.2.1 Model Implementasi Kebijakan

  Dalam implementasi kebijakan publik, dikenal beberapa model implementasi kebijakan, yaitu (Tangkilisan, 2003:20):

  a. Model Gogin

  Untuk mengimplementasikan kebijakan dengan model Gogin ini dapat mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tujuan-tujuan formal pada keseluruhan implementasi, yaitu: 1) bentuk dan isi kebijakan, termasuk didalamnya kemampaun kebijakan untuk menginstruksikan proses implementasi, 2) kemampuan organisasi dengan segala sumber daya berupa dana mauoun insentif laiina yang akan mendukung implementasi secara efektif, dan 3) pengaruh lingkungan dari masyarakat dapat berupa karakteristik, motivsai, kecenderungan hubungan antara warga masyarakat, termasuk pola komunikasinya.

  b. Model Grindle

  Grindel menciptakan model implementasi sebagai kaitan antara tujuan kebijakan dan hasil-hasilnya, selanjutnya pada model ini hasil kebijakan yang dicapai akan dipengaruhi oleh isi kebijakan yang terdiri dari:

  1) Kepentingan-kepentingan yang dipengaruhi

  2) Tipe-tipe manfaat

  3) Derajat perubahan yang diharapkan

  4) Letak pengambilan keputusan

  5) Pelaksanaan program

  6) Sumber daa yang dilibatkan Isi sebuah kebijakan akan menunjukkan posisi pengambilan keputusan oleh sejumlah besar pengambilan keputusan, sebaliknya ada kebijakan tertentu yang lainnya hanya ditentukan oleh sejumlah kecil unit pengambil kebijakan.

  Selanjutnya pengaruh dalam konteks lingkungan yang teridiri dari: 1)

  Kekuasaan, kepentingan dan strategi aktor yang terlibat 2)

  Karakteristik lembaga penguasa 3)

  Kepatuhan dan daya tanggap Karenanya setiap kebijakan perlu mempertimbangan konteks atau lingkaran dimana tindakan administrasi dilakukan. Intensitas keterlibatan para perencana, politisasi, pengusaha, kelompok sasaran dan para pelaksana kebijakan akan bercampur baur mempengaruhi efektivitas implementasi.

  Gambar 2.1: Model Implementasi Kebijakan Grindle Sumber: Grindle, 1980:15

  c. Model Van Meter dan Van Horn

  Model kebijakan yang dikemukan oleh Van Meter dan Van Horn dipengaruhi oleh enam faktor, yaitu: 1)

  Standar kebijakan dan sasaran yang menjelaskan rincian tujuan keputusan kebijakan secara menyeluruh 2)

  Sumber daya kebijakan berupa dana pendukung implementasi 3)

  Komunikasi inter organisasi dan kegiatan pengukuran digunakan oleh pelaksana untuk memakai tujuan yang hendak dicapai.

  4) Karakteristik pelaksana, arinya karakteristik organisasi faktor krusial yang menentukan berhasil tidaknya suatu program.

  5) Kondisi sosial ekonomu dan politik yang dapat mempengaruhi hasil kebijakan

  6) Sikap pelaksana dalam memahami kebijakan yang akan ditetapkan

  Van Meter dan Van Horn menegaskan bahwa pada dasarnya kinerja dari implementasi kebijakan adalah penilaian atas tingkat ketercapaian standar dan sasaran kebijakan tersebut (Samodra, 1994:19).

  d. Model Edward III

  Menurut George C. Edward III ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan, yaitu faktor komunikasi, sumber daya, struktur birokasi, dan disposisi (Subarsono, 2005:90).

1. Struktur Birokrasi

  Struktur organisasi yang bertugas mengimplementasikan kebijakan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap implementasi kebijakan. Salah satu dari aspek struktur yang paling penting dari setiap organisasi adalah adanya rincian tugas dan prosedur pelayanan yang telah disusun oleh organisasi. Rincian tugas dan prosedur pelayanan menjadi pedoman bagi implementor dalam bertindak. Selain itu struktur orgnisasi yang terlalu panjang akan cenderung melemahkan pengawasan dan menimbulkan red-tape, yakni prosedur birokrasi yang rumit dan kompleks. Pada akhirnya menyebabkan aktivitas organisasi tidak fleksibel.

2. Komunikasi

  Persyaratan pertama bagi implementasi kebijakan yang efektif adalah bahwa mereka yang melaksanakan keputusan harus mengethaui apa yang harus mereka lakukan. Keputusan-keputusan kebijakan dan perintah-perintah harus diteruskan kepada personil yang tepat sebelum keputusan dan perintah-perintah tersebut dapat diikuti. Tentu saja, komunikasi harus akurat dan harus dimengerti dengan cermat. Secara umum Edwards membahas tida indikator penting dalam proses komunikasi kebijakan, yakni: 1.

  Transmisi, yaitu penyaluran komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali terjadi masalah dalam penyaluran komunikasi, yaitu adanya salah pengertian yang disebabkan banyaknya tingkatan birokrasi yang harus dilalui dalam proses komunikasi, sehingga apa yang diharapkan terdistorsi di tengah jalan.

2. Kejelasan, yakni komunikasi yang diterima oleh pelaksana kebijakan harus jelas dan tidak membingungkan atau tidak ambigu/mendua.

3. Konsistensi, yakni perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan.

  Jika perintah yang diberikan sering berubah-ubah, maka dapat menimbulkan kebingungan bagi pelaksana di lapangan.

3. Sumber Daya

  Sumber daya adalah faktor yang paling penting dalam implementasi kebijakan agar efektif. Sumber daya tersebut dapat berwujud sumber daya manusia, yakni kompetensi implementor, dan sumber daya finansial. Tanoa adanya sumber daya, kebijakan hanya tinggal di kertas menjadi dokumen saja.

  Indikator-idnikator yang digunakan untuk melihat sejauh mana sumberdaya mempengaruhi implementasi kebijakan adalah:

  1. Staf. Sumber daya utama implementasi kenijakan adalah staf atau pegawai. Kegagalan sering terjadi dalam implementasi kebijakan, salah satunya disebabkan oleh staf/pegawai yang tidak cukup memadai, mencukupi, ataupun tidak kompeten dalam bidangnya.

  2. Informasi. Dalam implementasi kebijakan, informasi mempunyai dua bentuk, yakni pertama, informasi yang berhubungan dengan cara melaksanakan kebijakan. Kedua, informasi mengenai data kepatuhan dari para pelaksana terhadap peraturan dan regulasi pemerintah yang telah ditetapkan.

  3. Fasilitas. Fasilitas fisik merupakan faktor penting dalam implementasi kebijakan. Implementor mungkin mempunyai staf yang mencukupi, kapabel, dan kompeten, tetapi tanpa adanya fasilitas pendukung

  (sarana dan prasarana) maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan berhasil.

4. Disposisi

  Disposisi adalah watak dan karakteristik yang dimiliki oleh implementor seperti komitmen, kejujuran dan sifat demokratis. Apabila implementor memiliki disposisi yang baik, makan dia akan dapat menjalankan kebijakan dengan baik pula seperti yang diinginkan oleh pembuat kebijakan. Ketika implementor memiliki sifat atau perspektif yang berbeda dengan pembuat kebijakan, maka proses implementasi kebijakan juga menjadi tidak efektif. Faktor-faktor yang menjadi perhatian Edward III mengenai disposisi dlam implementasi kebijakan terdiri atas:

  1. Pengangkatan birokrasi. Sikap pelaksana akan menimbulkan hambatan-hambatan yang nyata terhadap implementasi kebijakan bila personel yang ada tidak melaksanakan kebijakan yang diinginkan oleh pejabat-pejabat yang lebih atas. Karena itu, pengangkatan dan pemilihan personel pelaksana kebijakan haruslah orang-orang yang memiliki dedikasi pada kebijakan yang telah ditetapkan, lebih khusus lagi pada kepentingan warga masyarakat.

2. Insentif meupakan salah satu teknik yang disarankan untuk mengatasi maslaha sikap para pelaksana kebijakan dengan memanipulasi insentif.

  Pada dasarnya orang bergerak berdasarkan kepentingan dirinya sendiri, maka memanipulasi insentif oleh para pembuat kebijakan mempengaruhi tindakan para pelaksana kebijakan. Dengan cara menambah keuntungan atau biaya tertentu mungkin akan menjadi faktor pendorong yang membuat pada pelaksana menjalankan perintah dengan baik. Hal ini dilakukan sebagai upaya memenuhi kepentingan pribadi atau organisasi.

Gambar 2.2 Model Implementasi Edward III

  Sumber : George III Edward :implemeting public policy, 1980

2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Beberapa peneliti telah tertarik meneliti kasus agama lokal di Indonesia.

  Misalnya Hasse J peneliti Sekolah Pasca Sarjana UGM, meneliti tentang Kebijakan Negara terhadap Agama Lokal “Towani Tolotang” di Kabupatena Sidrai, Sulawesi Selatan (2010). Dari hasil penelitiannya diketahui bahwa Towani Tolotang menghadapi diskriminasi dari dua arah, yaitu pertama dari pemerintah melalui berbagai peraturan yang membatasi pergerakan Towani Tolotang dalam mengembangkan ajaran-ajaranya, dan kedua dari masyarakat yang tidak menginginkan Towani Tolotang tetap eksis. Dalam penelitian ini, Hasse menemukan bahwa mereka yang ingin mendapatkan layanan publik sebagaimana warga negara yang lain berafiliasi pada agama Hindu yang dianggap mirip.

  Dalam penelitiannya yang lain, Penaklukan Negara Atas Agama Lokal, Kasus Towani Tolotang di Sulawesi Selatan, Hasse J (2012) mengungkapkan bahwa negara telah menempatkan agama pada posisi yang selalu diatur. Bahkan memposisikan agama sebagai sebuah entitas penting yang harus dikendalikan. Demikian pula, dalam tulisan ini dapat ditemukan bagaimana respons masyarakat lokal terhadap keberadaan agama lokal sehingga agama lokal tidak hanya ditempatkan pada posisi yang diatur, tetapi juga selalu digugat oleh lingkungan di sekitarnya.

   Kiki Muhamad Hakiki, (2011) dalam penelitiannya yang diberi judul

  Politik Identitas Agama Lokal, studi Kasus Aliran Kebatinan, menunjukkan bahwa penganut agama lokal tidak takut bahkan pindah kepercayaan meski kerap kali peganut agama formal mengklaim mereka sesat. Namun, yang menarik dari hasil penelitiannya itu bahwa agama resmi secara tidak sadar, sering bercampur keyakinan dengan kepercayaan agama lokal.

  Seorang sarjana sosial, jurusan antropologi FISIP USU yang baru-baru ini mengakhiri status mahasiswanya mendapatakan gelarnya dengan skrispi berjudul “Parmalim, Studi Deskriptif tentang Strategi Adaptasi Penganut Agama Malim di Kota Medan”. Penelitian dengan metode kualitatif tersebut menunjukkan bahwa strategi adaptasi penganut agama Malim dalam mempertahankan eksistensinya di kota Medan tergolong ke dalam adaptasi autoplastis. Adaptasi penganut agama 2 Malim sudah terbuka terhadap masyarakat tempat dia bermukim.

  Peneliti dari IAIN Raden Intan Lampung.

3 Mohammad Rosyid , secara khusus melakukan penelitian tentang layanan

  khusus bagi pemeluk agama lokal. Penelitian yang fokus pada layanan pendidikan bagi Masyarakat Samin, pemeluk agama Adam ini menunjukkan bahwa praktik pendidikan belum mengakomodir kebutuhan pendidikan khusus bagi pemeluk agama lokal. Praktik pendidikan rumahan pada dasarnya pendidikan mengakomodir kebutuhan masyarakat Samin, akan tetapi, produk hukum tentang homeschooling belum ada. Dengan demikian, ia menyimpulkan bahwa pendidikan formal adalah solusi yang harus dipenuhi untuk pelayanan pendidikan bagi pemeluk agama Samin.

  Dari penelusuran penelitian yang membahas tentang agama lokal di Indonesia, maka penelitian yang membahas secara spesifik tentang pelayanan publik terhadap agama lokal Parmalim di kota Medan belum pernah diteliti. Oleh karena itu, perlu diteliti dengan harapan hasil penelitian dapat memberikan kontribusi bagi penganut agama Parmalim dalam memenuhi hak-haknya sebagai warga negara serta pemerintah dalam membuat kebijakan.

2.3 Kebijakan Pengosongan Kolom Agama di KTP

2.3.1 Undang-Undang No 23 Tahun 2006 Tentang Administrsai Kependudukan

  Undang-undang no 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan disahkan oleh Prsedien Republik Indonesia, Susilo Bambang Yudhoyono, pada

  29 Desember 2006, di Jakarta. Disahkannya undang-undang ini merupakan salah 3 satu bentuk perwujudan kewajiban negara untuk memberikan perlindaungan dan

  Dosen Peneliti Sekolah Tinggi Islam Negeri Kudus Jawa Tengah pengakuan terhadap penentuan status pribadi dan status hokum atas setiap peristiwa kependudukan dan peristiwa penting yang dialami oleh penduduk Indonesia yang berada di dalam dan/atau di luar wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. Selain itu, ditetapkannya undang-undang ini diharapkan dapat memberikan pelayanan yang professional dan mengkatkan kesadaran penduduk dalam hal kepentingan data kependudukan.

  Di samping hal tersebut di atas, kehadiran undang-undang ini merupakan implikasi dari tuntutan masyarakat minoritas Indonesia yang mendapat perlakuan diskriminatif dalam akses layanan publik. Mereka adalah golongan dari aliran kepercayaan, seperti Parmalim yang terdapat di Kota Medan. Sudah sekian lama para golongan aliran kepercayaan melakukan penuntutan pengakuan negara atas kepercayaan mereka sebagai agama agar mendapat perlakuan yang sama serta tempat yang sama di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yang sama- sama diperjuangkan oleh nenek moyang kita, baru pada tahun 2006 mereka dari golongan aliran kepercayaan merasa lega, meski belum sepenuhnya.

  Tuntutan para penganut aliran kepercayaan adalah pengakuan atas kepercayaan mereka sebagai agama sebagaimana yang lain yang dianggap sebagai agama resmi Indonesia. Namun, menurut undang-undang no 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan, dalam pasal 64, para penganut kepercayaan hanya boleh mengosongkan kolom agama di KTP mereka, bukan mengisi kolom agama sesuai aliran kepercayaan yang mereka anut. Pasal 64 ayat (2) undang- undang tersebut berbunyi, “keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi penduduk yang agamanya belum dikaui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.” Dari isi ayat ini, dapat disimpulkan bahwa penghayat kepercayaan hanya boleh mengosongkan kolom agama mereka di KTP, bukan mengisinya sesuai dengan aliran kepercayaan yang dianut. Tentunya ini menjadi identitas bagi mereka penganut kepercayaan di Indonesia.

  KTP atau Kartu Tanda Penduduk merupakan kartu identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Instansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia. KTP dikeluarkan oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil di wilayah yang bersangkutan bagi warga negara Indonesia dan Orang Asing yang memiliki Izin Tinggal Tetap yang sudah berusia 17 (tujuh belas) tahun ke atas atau sudah kawin atau pernah kawin. KTP berlaku selama 5 tahun dan disesuaikan dengan tanggal dan bulan kelahiran si pemegang KTP. Sebuah KTP memuat Nomor Induk Kependudukan, Nama, Tempat/Tangga Lahir, Jenis Kelamin, Alamat, Agama, Pekerjaan, Golongan Darah, Masa Berlaku, Kewarganegaraan, Foto Pemilik KTP, Tanda Tangan pemegang KTP dan Kepala Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil yang mengeluarkan.

  KTP yang memuat hal-hal tersebut di atas harus diisi dengan jujur sesuai dengan peraturan perundang-undangan. UU Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan Pasal 64 ayat (1) mengatur tentang muatan KTP, yaitu KTP mencantumkan gambar lambang Garuda dan peta wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia, memuat keterangan tentang NIK, nama, tempat tanggal lahir, laki-laki atau perepuan, agama, status perkawinan, golongan darah, alamat, pekerjaan, kewarnageraan, pas foto, masa berlaku, tempat dan tanggal dikeluarkan KTP, tandatangan pemegang KTP, serta memuat nama dan nomor induk pegawai pejabat yang menandatanganinya. Untuk mengisi kolom agama dalam KTP, pasal 64 ayat (2) menyebutkan keterangan tentang agama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bagi Penduduk yang agamanya belum diakui sebagai agama berdasarkan ketentuan Peraturan Perundang-undangan atau bagi penghayat kepercayaan tidak diisi, tetapi tetap dilayani dan dicatat dalam database kependudukan.

  Selain sebagai identitas, KTP juga berfungsi sebagai alat untuk dapat mengakses layanan publik. Maka dalam Pasal 63 ayat (5) UU Nomor 23 Tahun 2006 menyebutkan Penduduk yang telah memiliki KTP wajib membawa pada saat berpergian. Karena seseorang yang hendak mengurus Surat Izin Bermotor atau SIM harus menunjukkan KTP, jika tidak ada KTP maka permintaan tidak akan diproses. Demikian juga jika hendak melamar pekerjaan, si pelamar wajib memiliki KTP atau hendak menikmati layanan pesawat terbang.

2.3.2 Peraturan Daerah Kota Medan No 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang No 23 Tahun 2006 Tentang Admnistrasi Kependudukan

  Suatu undang-undang yang diterbitkan harus ditindaklanjuti dengan aturan pelaksanaannya, baik secara nasional maupun daerah. Secara nasional, Pelaksanaan Udang-undang No 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 37 Tahun 2007. Sedangkan lingkup daerah, setiap daerah provinsi membuat peraturan daerah tersendiri untuk menjamin pelaksanaan undang-undang tersebut. Di Kota Medan, pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminsitrasi Kependudukan diatur dalam Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.

  Di dalam peraturan daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminsitrasi Kependudukan, disebutkan bahwa pendaftaran penduduk memiliki tujuan; menjamin Legalitas Identitas Setiap Penduduk dan terselenggaranya Tertib Administrasi pemerintahan Bidang Kependudukan dan Catatan sipil.

KARTU TANDA PENDUDUK (KTP)

  Kartu Tanda Penduduk (KTP) merupakan alat bukti sah dan menjadi dasar dalam proses pelayanan masyarakat dan merupakan keterangan jati diri penduduk yang menjelaskan tentang nama, jenis kelamin, tempat tanggal lahir, status perkawinan, pekerjaan, alamat, golongan darah dan agama. KTP sebagai bukti diri (legitimasi) bagi setiap penduduk dalam wilayah Negara Republik Indonesia. Adapun persyaratan yang harus di penuhi adalah sebagai berikut: 1.

  Surat Pengantar dari Kepala Lingkungan 2. Kartu Keluarga Asli 3. Pasphoto berwarna terbaru ukuran 3x 4=2 lembar 4. KTP yang habis masa berlakunya bagi perpanjangan KTP 5. KTP yang rusak untuk penggantiann KTP baru 6. Surat Keterangan dari kepolisian untuk penggantian KTP yang hilang

7. Mengisi formulir KTP model F1.21

  Di dalam peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Administrasi Kependudukan tidak disebutkan sama sekali tentang teknis pengosongan kolom agama pada KTP aliran kepercayaan di Kota Medan.

  Sehingga dapat disimpulkan bahwa syarat dan teknis penerbitan KTP bagi agama resmi dan aliran kepercayaan tidak memiliki perbedaan.

2.3.3 Peraturan Walikota Nomor 24 Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010

  Peraturan walikota adalah sebuah peraturan yang diterbitkan oleh walikota sebagai petunjuk teknis dalam mengimplementasikan suatu peraturan daerah.

  Peraturan walikota Medan Nomor 24 Tahun 2010 mengatur tentang pelaksanaan Peraturan Daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

  Peraturan walikota Medan Nomor 1 Tahun 2010 memuat tiga pasal, yaitu:

  Pasal 1 Pelaksanaan peraturan daerah Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasu Kependudukan diserahkan kepada Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan. Pasal 2 Hal-hal yang menyangkut teknis pelaksanaan Peraturan Daerah ini akan diatur lebih lanjut dengan Peraturan Walikota

  Pasal 3 Peraturan Walikota ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Peneliti telah melakukan penelusuran terkait dengan bunyi pasal 2 peraturan walikota di atas, tetapi tidak menemukan. Sehingga hal ini memperkuat kesimpulan penulis bahwa teknis dan syarat pengurusan KTP, baik bagi penganut agama resmi maupun Aliran Kepercayaan, tidak memiliki perbedaan, sebagimana telah diatur dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006 tentang Adminstrasi Kependudukan, Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2007 tentang Pelaksanaan Undang-undang Nomor 23 Tahun 2006, dan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan.

2.4 Agama Lokal “Parmalim”

  Parmalim merupakan satu dari sekian banyak agama lokal yang dikelompokkan oleh Negara Republik Indonesia sebagai aliran kepercayaan kepada Tuhan Yang Maha Esa berdasarkan nomor Inventarisasi: 1.136/F3.N.1.1/1980. Parmalim tumbuh dan berkembang di Provinsi Sumatera Utara dan terutama dianut oleh Suku Batak Toba. Parmalim menyembah Tuhan Debata Mulajadi Nabolon sebagai Tuhan pencipta manusia, langit, bumi, dan segala isinya. Sejak dahulu kala, terdapat beberapa kelompok Parmalim, namun kelompok terbesar terdapat di Huta Tinggi, Kecamatan Laguboti, Kabupaten Toba Samosir sekaligus di Huta Tinggi inilah pusat Parmalim se-Sumatera Utara.

  Parmalim yang saat ini dipimpin oleh Raja Marnangkok Naipospos memiliki jemaat mencapai 5324 jiwa termasuk yang bukan orang Batak. Mereka tersebar di 40 cabang di Indonesia, salah satunya di Kota Medan. Di Medan, Parsantian (cabang dari Bale Partonggoan) terdapat di Jl. Air Bersih Ujung Medan Denai sebagai rumah ibadah. Saat ini, jumlah penganut Ugamo Malim di Kota Medan terdapat 83 kepala keluarga dan 373 jiwa.

  Secara harfiah parmalim adalah sebuah kata yang diawali dengan awalan kata par, yang berarti “penganut atau orang yang menganut ajaran” sedangkan

  

malim dalam bahasa Batak adalah suci atau bersih rohani, tidak bernoda dan

  bermoral tinggi, maka Parmalim adalah pengikut ajaran malim yang suci dan bermoral tinggi. Parmalim sebenarnya adalah suatu identitas pribadi sementara kelembagannya disebut dengan Ugamo Malim. Pada masyarakat kebanyakan, Parmalim sebagai identitas pribadi lebih populer dari Ugamo Malim sebagai identitas lembaganya.

  Parmalim menyebut agamanya dengan sebutan Ugamo Malim yang merupakan agama asli suku bangsa Batak Toba, dan merupakan kelanjutan agama lama. Dasar kepercayaan agama ini adalah melakukan titah-titah yang dipercayai berasal dari Debata Mulajadi Nabolon (Tuhan Yang Maha Esa) sebagai pencipta manusia, langit, dan bumi, segala isi alam semesta serta roh nenek moyang orang Batak Toba. Segala perintah dan ajaran Debata Mulajadi Nabolon disampaikan melalui Raja Nasiak Bagi, yaitu: Sisingamangaraja XII yang disebut juga sebagai Nabi Parmalim. Sisingamangaraja XII adalah salah satu wujud roh yang diyakini kesaktiannya, karena dialah yang “maningahon adat dohot uhum” (menyampaikan adat dan hukum) kepada keturunannya .

2.5 Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil

  Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Kota Medan adalah intansi yang bertugas dalam hal melayani urusan kependudukan di kota Medan. Dinas ini beralamat di Jl. Iskandar Muda No. 270 Medan. Adapun fungsi DisDukcapil Kota Medan adalah.

1. Merumuskan kebijakan teknis dibidang kependudukan dan catatan sipil;

  2. Menyelenggarakan urusan pemerintahan dan pelayanan umum dibidang kependudukan dan catatan sipil;

  3. Pembinaan dan pelaksanaan tugas dibidang kependudukan dan catatan sipil;

4. Mendokumentasikan hasil pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; 5.

  Menjamin kerahasiaan dan keamanan data atas peristiwa kependudukan dan peristiwa penting;

  6. Melakukan verifikasi dan validasi data dan informasi yang disampaikan oleh penduduk dalam pelayanan pendaftaran penduduk dan pencatatan sipil; 7. Menyediakan data Agregat Kependudukan dan Catatan Sipil; 8. Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh Kepala Daerah.

  Salah satu bidang yang diurusi Dinas ini adalah Bidang Kependudukan. Bidang Kependudukan dipimpin oleh seoarang Kepala Bidang yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Dinas. Bidang Kependudukan mempunyai tugas melaksanakan sebagai tugas dinas dibidang pelayanan dan pendaftaran penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing. Untuk melaksanakan tugasnya Bidang Kependudukan mempunyai fungsi:

  • Menyusun rencana kegiatan kerja
  • • Registrasi Penduduk Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing

  dan pemberian Nomor Induk Kependudukan(NIK)

  • • Melaksanakan kegiatan pendaftaran dan pencatatan adminstrasi penduduk

  Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing

  • Mengumpulkan dan mengelola bahan pelayanan pendaftaran penduduk

  Warga Negara Indonesia (WNI) dan Orang Asing

  • • Melaksanakan kegiatan penerbitan Kartu keluarga (KK) dan Kartu Tanda

  Penduduk (KTP)

  • • Mengelola pendaftaran dan pencatatan mutasi penduduk Warga Negara

  Indonesia (WNI) dan Orang Asing

  • Melaksanakan tugas0tugas lain yang diberikan oleh Kepala Dinas sesuai dengan bidang tugasnya. Bidang Kependudukan terdiri dari:
  • >Seksi Registrasi Penduduk dan Nomor Induk Kependud
  • Seksi Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk •

  Seksi Mutasi Penduduk Setiap Seksi dipimpin oleh seoarang Kepla Seksi yang dalam melaksanakan tugasnya berada dibawah dan bertanggung jawab kepada Kepala

  Bidang. Seksi Registrasi Penduduk dan Nomor Induk Kependudukan mempunyai tugas memverifikasi dan memvalidasi formulir bio data penduduk dan merekam data ke dalam database kependudukan untuk mendapatkan NIK. Seksi Mutasi Penduduk mempunyai tugas memeriksa dan meneliti/pindah datang, merekam data ke dalam data base kependudukan, menertibkan surat keternagan pindah/pindah datang antar kabupaten/kota dalam satu propinsi dan pindah/pindah datang antar propinsi. Seksi Kartu Keluarga dan Kartu Tanda Penduduk mempunyai tugas memverifikasi dan memvalidasi data penduduk dan kelengkapan berkas persyaratan, merekam data kedalam database, menerbitkan KK dan KTP.

  Dalam hal pengurusan KTP, terdapat SOP sebagai pedoman pedoman.

Gambar 2.3 SOP Pengurusan KTP

  Sumber:

2.6 Definisi Konsep

  Konsep adalah istilah dan definisi yang digunakan untuk menggambarkan secara abstrak kejadian, keadaan kelompok, atau individu yang menjadi pusat perhatian ilmu sosial. Tujuannya adalah untuk memudahkan pemahaman dan menghindari terjadinya interpretasi ganda dari variabel yang diteliti (Singarimbun 1995:37).

  Oleh karena itu, untuk mendapatkan batasan yang jelas dari masing- masing konsep yang akan diteliti, maka penulis mengemukakan definisi konsep dari penelitian, yaitu: 1.

  Kebijakan publik adalah seperangkat putusan yang telah ditetapkan pemerintah untuk dilakukan dan tidak dilakukan dalam memenuhi kepentingan orang banyak.

  2. Implementasi kebijakan publik adalah serangkaian eksekusi atas kebijakan yang telah ditetapkan yang akan menghasilkan dampak sebagai konsekuensi dari eksekusi atas kebijakan yang telah ditetapkan tersebut. Implementasi kebijakan dapat diamati dengan menggunakan faktor-faktor berikut: a.

  Struktur organisasi pelaksana kebijakan, dengan melihat SOP organisasi; b.

  Komunikasi dalam organisasi yang mencakup transmisi perintah, kejelasan perintah, serta konsistensi perintah; c.

  Sumber daya, yaitu bagaimana keadaan staf, informasi, serta fasilitas yang dimiliki oleh organisasi pelaksana kebijakan d.

  Disposisi; yaitu melihat bagaimana pengangkatan pegawai serta perihal insentif dalam organisasi pelaksana kebijakan;

  3. Agama lokal “Parmalim” adalah orang-orang penganut ajaran malim yang suci dan bermoral tinggi yang belum diakui sebagai agama dalam lingkup NKRI yang tinggal di sekitaran Istana Parmalim Jalan Air Bersih, Medan Menteng.

  4. KTP atau Kartu Tanda Penduduk adalah identitas resmi Penduduk sebagai bukti diri yang diterbitkan oleh Intansi Pelaksana yang berlaku di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

2.7 Sistematika Penulisan

  Hasil penelitian nantinya akan dilaporkan dengan sistematika sebagai berikut:

  BAB I : Pendahuluan Bab ini memuat latar belakang, fokus masalah, perumusan

  masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, definisi konsep, dan sistematika penulisan.

  BAB II : Kerangka Teori Bab ini berisi semua teori yang diangap penting dan memiliki

  hubungan dengan teori yang diperlukan selama melakukan penelitian, baik di lapangan maupun dalam analisis data.

  Bab III : Metode Penelitian Bab ini memuat bentuk penelitian, lokasi penelitian, informan penelitian, teknik pengumpulan data, dan teknik analisis data. BAB IV : Deskripsi Lokasi Penelitian Bab ini memuat tentang gambaran atau karakteristik lokasi

  penelitian

  BAB V : Penyajian Data Bab ini memuat hasil penelitian yang diperoleh dari lapangan dan

  dokumentasi yang akan dianalisis, serta memuat pembahasan atau interpretasi dari data-data ang disajikan pada bab sebelumnya.

  BAB VI : Analisis Data Bab ini berisi data yang diperoleh dari hasil penelitian dan memberikan interpretasi atas permasalahan yang akan diteliti. BAB VII : Penutup Bab ini memuat kesimpulan dan saran yang diperoleh atas hasil penelitian yang telah dilakukan.

Dokumen yang terkait

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

7 150 212

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 1 Tahun 2010 Tentang Penyelenggaraan Administrasi Kependudukan (Studi Tentang Pengosongan Kolom Agama Pada Kartu Tanda Penduduk Aliran Kepercayaan “Parmalim” Di Kota Medan)

8 91 141

Penerapan Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 3 Tahun 2014 Tentang Kawasan Tanpa Rokok Berdasarkan Hukum Administrasi Negara (Studi Di Kota Medan)

13 140 63

Implementasi Peraturan Daerah Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan Ditinjau dari Hukum Administrasi Negara (Studi Kota Medan)

1 46 79

Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan No.11 Tahun 2011 Tentang Penyelenggaraan Reklame Ditinjau Dari Perspektif Hukum Administrasi Negara (Studi Kasus Dinas Pendapatan Kota Medan)

0 53 81

2.1 Kerangka Teori - Proses Pelaksanaan Peraturan Walikota Medan Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Rincian Tugas Pokok Dan Fungsi BadanPenanaman Modal Kota Medan (Studi Pada Pengawasan Badan Penanaman Modal Kota Medan)

0 0 62

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kebijakan Publik - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

0 3 36

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Implementasi Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 11 Tahun 2011 Tentang Pajak Reklame (Studi Tentang Penerbitan Izin Reklame di Kota Medan)

0 0 12

Politik Anggaran Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Pajak Daerah (Studi Kasus: Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan)

0 0 23

Politik Anggaran Dalam Penyusunan Peraturan Daerah Kota Medan Tentang Pajak Daerah (Studi Kasus: Peraturan Daerah Kota Medan Nomor 7 Tahun 2011 Tentang Pajak Hiburan)

0 1 24