Penggunaan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Terfermentasi oleh Aspergillus niger Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Bali (Bos sondaicus)

TINJAUAN PUSTAKA Pelepah dan Daun Kelapa Sawit

  Pelepah kelapa sawit meliputi helai daun, setiap helainya mengandung lamina dan midrib, ruas tengah, petiol dan kelopak pelepah. Helai daun berukuran 55 cm hingga 65 cm dan mencakup dengan lebar 2,5 cm hingga 4 cm. Setiap pelepah mempunyai lebih kurang 100 pasang helai daun. Jumlah pelepah yang dihasilkan meningkat 30 - 40 batang ketika berumur 3 - 4 tahun.

  (http/www.wikipedia.org).

  Pelepah sawit dapat diperoleh sepanjang tahun bersamaan panen tandan buah segar. Pelepah kelapa sawit dipanen 1 – 2 pelepah/panen/pohon. Setiap tahun dapat menghasilkan 22 – 26 pelepah/ tahun dengan rataan berat pelepah daun sawit 4 – 6 kg/pelepah, bahkan produksi pelepah dapat mencapai 40 – 50 pelepah/pohon/tahun dengan berat sebesar 4,5 kg/ pelepah (Hutagalung dan Jalaluddin, 1982; Umiyasih et al., 2003). Hasil panen pelepah ini merupakan potensi yang cukup besar sebagai pakan ternak ruminansia.

  Penggunaan pelepah daun sawit dalam pakan telah dicobakan pada sapi pedaging dan perah ternyata dapat diberikan sebesar 30 - 40% dari keseluruhan pakan (Devendra, 1977).

  Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit berdasarkan hasil analisis proksimat dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 1. Kandungan gizi pelepah daun kelapa sawit

  Zat nutrisi Kandungan a

  Bahan kering 26,07

  b

  Protein kasar 5,02

  a

  Lemak kasar 1,07

  a

  BETN 39,82

  a

  TDN 45,00

  a

  Ca 0,96

  a

  P 0,08

  c

  Energi (MCal/ME) 56,00

  a

  Serat kasar 50,94

   Sumber : a. Wartat Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2003).

  b. Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU (2003).

  c. Balai Penelitian Bioteknologi Tanaman Pangan Bogor (2000).

  Tingkah kecernaan bahan kering pelepah daun kelapa sawit pada sapi mencapai 45%. Demikian daun kelapa sawit dapat digunakan sebagai sumber atau pengganti pakan hijauan. Namun, adanya lidi pada pelepah daun kelapa sawit akan menyulitkan ternak dalam mengkonsumsinya. Masalah tersebut dapat diatasi dengan pencacahan yang dilanjutkan dengan pengeringan dan penggilingan. Pemanfaatan pelepah daun sawit sebagai bahan pakan ruminansia disarankan tidak melebihi 30%. Untuk meningkatkan konsumsi dan kecernaan pelepah daun sawit, dapat ditambahkan produk samping lain dari kelapa sawit. Pemberian pelepah daun sawit sebagai bahan pakan dalam jangka panjang, dapat menghasilkan kualitas karkas yang baik (Balitnak, 2003).

  Sapi Bali

  Sapi bali adalah sapi asli Indonesia sebagai hasil domestikasi dari banteng liar yang telah berjalan lama. Kapan dimulainya proses penjinakan banteng belum diketahui dengan jelas, demikian pula dengan mengapa lebih terkenal di Indonesia sebagai sapi bali dan bukannya sapi banteng mengingat dalam keadaan liar dikenal sebagai banteng. Pendapat yang bisa dirujuk adalah dijinakkan di Jawa dan Bali (Herweijer, 1947; Meijer, 1962; Pane, 1990 dan 1991). Bangsa sapi mempunyai klasifikasi taksonomi dari phylum chordata, sub phylum vertebrata,

  class mamalia, ordo artiodactyla, sub ordo ruminantia, famili bovidae, genus bos, spesies Bos Indicus (Williamson and Payne, 1993).

  Sistem Pencernan Ternak Ruminansia

  Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, fermentatif dan hidrolisis. Proses mekanik terdiri dari mastikasi atau pengunyahan dalam mulut dan gerakan - gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh konstraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara fermentatif dilakukan oleh mikroorganisme rumen sedangkan secara hidrolisis dilakuakan oleh jasad renik dengan cara penguraian dalam rumen (Tillman et al., 1991).

  Proses utama dari pencernaan adalah secara mekanik, enzimatik ataupun mikrobial. Proses mekanik terdiri dari mastikasi ataupun pengunyahan dalam mulut dan gerakan – gerakan saluran pencernaan yang dihasilkan oleh kontraksi - kontraksi otot sepanjang usus. Pencernaan secara enzimatik atau kimiawi dilakukan oleh enzim yang dihasilkan oleh sel – sel dalam tubuh hewan yang berupa getah – getah pencenaan. Mikroorganisme hidup dalam beberapa bagian dari saluran pencernaan yang sangat penting dalam pencernaan ruminansia. Pencernaan oleh mikroorganisme ini juga dilakukan secara enzimatik yang enzimnya dihasilkan oleh sel – sel mikroorganisme (Tillman et. al.,1991).

  Pertumbuhan dan aktivitas mikroba selulolitik yang efisien, sama halnya dengan mikroba rumen lain, membutuhkan sejumlah energi, nitrogen, mineral dan faktor lain (misalnya vitamin). Selanjutnya dinyatakan pula bahwa energi merupakan faktor essensial utama yang digunakan untuk pertumbuhan mikroba rumen. Mikroba rumen menggunakan energi untuk hidup pokok, teristimewa untuk melakukan transport aktif (Bamualim dan Wirdahayati. 2003).

  Rangkuti et al. (1985) menyatakan bahwa ruminansia mempunyai empat lambung yaitu rumen, retikulum, omasum dan abomasum. Smith dan Mangkoewidjojo (1988) menyatakan bahwa pada waktu lahir abomasum merupakan bagian utama, tetapi begitu susu diganti dengan rumput, rumen tumbuh sampai 80% kapasitas lambung. Retikulum dan omasum berkembang pada waktu yang sama (Tillman et al., 1991). Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas) (Parakkasi, 1995).

  Kemampuan mencerna bahan makanan ditentukan oleh beberapa faktor seperti jenis ternak, komposisi kimia makanan dan penyiapan makanan. Lebih lanjut dijelaskan bahwa daya cerna suatu bahan makanan tergantung pada keserasian zat-zat makanan yang terkandung didalamnya (Tillman et. al., 1991).

  Protein merupakan suatu zat makanan yang essensial bagi tubuh ternak dan tersediaan protein yang cukup menyebabkan aktivitas dan pertumbuhan mikoorganisme meningkat sehingga proses pencernaan dan konsumsi juga meningkat (Bamualim dan Wirdahayati. 2003).

  Pencernaan Sapi

  Pencernaan adalah rangakaian proses yang terjadi terhadap pakan yang dikonsumsi alat pencernaan sampai memungkinkan terjadi penyerapan di usus.

  Ternak ruminansia mampu memanfaatkan pakan berkadar serat kasar tinggi sebagai sumber nutrien untuk produksinya (Parakkasi, 1995).

  Hewan ruminansia memiliki perut besar, beruang dan kebanyakan kegiatan pencernaan dilakukan oleh mikroba yang tinggal didalam perut besar.

  Bagian terbesar dari lambung ruminansia adalah rumen, yang berfungsi sebagai tempat fermentasi. Rumen mengandung populasi mikrobial terdiri dari bakteri, protozoa dan jamur memfermentasikan makanan yang ditelan. Keuntungan lain fementasi rumen ialah kemampuan mikroba rumen mensintesa asam amino dan pencernaan protei microbial. Lebih kurang 60 - 70% pakan ruminansia terdiri dari karbohidrat. Dalam makanan kasar terdapat selulosa, hemiselulosa dan lignin (Tillman dkk., 1991).

  Pakan Ternak Sapi

  Pakan sapi pada dasarnya merupakan sumber pembangun tubuh. Untuk memproduksi protein tubuh, sumbernya adalah protein pakan, sedangkan energi yang diperlukan bersumber dari pakan yang konsumsi, sehingga pakan merupakan kebutuhan utama dalam pertumbuhan ternak. Pertumnbuhan ternak sangat tergantung dari imbangnan protein energi yang bersumber dari pakan yang dikonsumsi (Yassin dan Dilaga, 1993).

  Pakan yang diberikan jangan sekedar dimaksukkan untuk mengatasi lapar atau sebagai pengisi perut saja melainkan harus benar-benar bermanfaat untuk kebutuhan hidup, membentuk sel - sel baru, mengganti sel - sel yang rusak dan untuk produksi (Widayati dan Widalestari, 1996). Pakan adalah semua bahan yang biasa diberikan dan bermanfaaat bagi ternak serta tidak menimbulkan pengaruh negatif terhadap tubuh ternak. Pakan yang diberikan harus berkualitas tinggi yaitu mengandung zat - zat yang diperlukan oleh tubuh ternak seperti air, karbohidrat, lemak, protein dan mineral (Parakkasi, 1995).

  Limbah sendiri memang menjadi masalah yang sangat serius. Berbagai penanganan telah dilakukan tetapi tetap saja menjadi masalah. Bila ternak dapat memanfaatkan limbah - limbah tersebut sebagai bahan pakan ternak tentunya sangat membantu pemecahan masalah. Berbagai jenis limbah memiliki potensi besar sebagian besar sebagai bahan pakan ternak. Diantaranya adalah sampah - sampah sisa rumah tangga, restoran, hotel, limbah pertanian, limbah peternakan, limbah industri makanan dan limbah perikanan (Widayati dan Widalestari, 1996).

  Teknologi pengolahan limbah pertanian dan limbah agroindustri menjadi pakan lengkap dengan metode processing yang terdiri dari : Perlakuan pencacahan (chopper) untuk merubah ukuran partikel dan tekstur bahan agar konsumsi ternak lebih efisien, perlakuan pengeringan (drying) dengan panas matahari atau dengan alat pengeringan untuk menurunkan kadar air bahan, proses pencampuran (mixing) dengan menggunakan alat pencampuran (mixer) dan perlakuan penggilingan dengan alat giling hammer mill dan terakhir proses pengemasan (Wahyono dan hardianto, 2004).

  Wahyono dan Hardianto (2004) menyatakan kebutuhan nutrisi pakan sapi untuk tujuan produksi (pembibitan dan penggemukan) dapat dilihat pada Tabel 1.

  Tabel 2. Kebutuhan nutrisi pakan sapi

  Tujuan Produksi Uraian Bahan ( %) Pembibitan Penggemukan

  Kadar Air

  12

  12 Bahan Kering

  88

  88 Protein Kasar 10,4 12,7 Lemak Kasar 2,6 3,0 Serat Kasar 19,6 18,4 Kadar Abu 6,8 8,7 TDN 64,2 64,4

  Sumber : Wahyono dan Hardianto (2004)

  Protein pakan tertentu akan dimanfaatkan secara tidak langsung oleh ternak melalui pertumbuhan mikroba rumen yang lebih dahulu memanfaatkan.

  Setelah sampai di intestinal, protein akan dicerna dan diserap. Sebaiknya mikrobia itu tidak langsung memanfaatkan protein pakan kualitas tinggi bernilai biologi tinggi dan keceranaan protein tinggi, karena tidak ekonomis dan menjadi rendah. Sebaiknya, pakan yang memiliki nilai biologi protein tinggi bisa diserap langsung di usus kecil (konsep protein by pass).

  Konsentrat

  Ternak ruminansia membutuhkan konsentrat untuk mengisi kekurangan makanan yang diperolehnya dari hijauan. Pemberian konsentrat pada sapi tidak sama dengan hewan lainnya (Novirma, 1991). Konsentrat adalah pakan yang memiliki protein dan energi yang cukup tinggi PK

  ≥ 18%. Pada ternak yang digemukkan semakin banyak konsentrat dalam pakan akan semakin baik asalkan konsumsi serat kasar tidak kurang dari 15 % BK pakan. Oleh karena itu, banyaknya pemberian pakan konsentrat adalah formula pakan harus terbatas agar tidak terlalu gemuk (Siregar, 1994). Pemberian konsentrat terlalu banyak akan meningkatkan konsentrasi energi pakan yang dapat menurunkan tingkat konsumsi sehingga tingkat konsumsi energi sendiri dapat berkurang (Parakkasi, 1995).

  Aspergillus niger Aspergillus niger merupakan salah satu spesies yang paling umum dan mudah diidentifikasi dari genus Aspergillus, famili Moniliaceae, ordo Monoliales

dan kelas Fungi imperfecti. Aspergillus niger dapat tumbuh dengan cepat,

diantaranya digunakan secara komersial dalam produksi asam sitrat, asam glukonat dan pembuatan beberapa enzim seperti amilase, pektinase,

amiloglukosidase dan sellulase. Aspergillus niger dapat tumbuh pada suhu

35 - 37ºC (optimum), 6 - 8ºC (minimum), 45 - 47ºC (maksimum) dan memerlukan oksigen yang cukup (aerobik). Aspergillus niger memiliki bulu dasar berwarna putih atau kuning dengan lapisan konidiospora tebal berwarna coklat gelap sampai hitam. Kepala konidia berwarna hitam, bulat, cenderung memisah menjadi bagian-bagian yang lebih longgar dengan bertambahnya umur. Konidiospora memiliki dinding yang halus, hialin tetapi juga berwarna coklat (Suharto, 2003).

  Garam

  Semua herbivora akan suka memakan garam apabila disediakan dalam bentuk jilatan (lick) atau dalam bentuk halus dalam tempat mineral. Oleh karena hewan suka akan garam maka biasanya garam dipakai sebagai campuran fosfor atau mineral mikro dan senyawa lain misalnya obat parasit (Tillman et. al., 1991).

  Na dan Cl untuk memenuhi kebutuhan produksi optimum (termasuk untuk unggas). Hampir semua bahan makanan nabati (khususnya hijauan tropis) mengandung Na dan Cl relatif lebih kecil dibanding bahan makanan hewani (Parakkasi, 1995).

  Onggok

Dalam pengolahan ubi kayu menjadi tepung tapioka dihasilkan limbah yang disebut onggok. Ketersediaan onggok sangat bergantung pada jumlah varietas dan mutu ubi kayu yang diolah menjadi tapioka, efisiensi proses ekstraksi pati dan penanganannya. Jumlah onggok yang dihasilkan sebesar 50% dari ubi kayu yang diolah . Moertinah (1994) menyatakan bahwa dalam pengolahan ubi kayu menghsilkan 15 - 20% pati, 5-20 % onggok kering sedangkan onggok basah yang dihasilkan 70-79%. Kandungan nutrisi onggok dapat dilihat pada Tabel 3.

  Tabel 3. Kandungan nutrisi onggok kering Zat nutrisi Kandungan Bahan kering

  90.17 Protein kasar 2.893 Lemak kasar 0.676 Serat kasar 8.264

TDN 77.249

  Sumber : Moertinah (1984) Urea

  Urea adalah merupakan senyawa kimia yang mengandung 40 – 45% nitrogen mikroorganisme yang terdapat dalam saluran pencernaan ternak dapat dikombinasikan N dalam urea dengan C, H

  2 dan O 2 yang terdapat dalam

  karbohidrat dan membentuk asam amino. Oleh karena itu urea dapat digunakan sebagai sebagai sumber nitrogen pada ternak ruminansia (Kartadisastra, 1997).

  Dedak padi

  Dedak padi adalah bahan pakan yang diperoleh dari pemisahan beras dengan kulit gabahnya melalui proses penggilingan padi dari pengayakan hasil ikutan dari penumbukan padi. Dedak merupakan hasil ikutan dalam proses pengolahan gabah menjadi beras yang mengandung bagian luar yang tidak tebal, tetapi tercampur dengan penutup beras. Hal ini mempengaruhi tinggi atau rendahnya kandungan serat kasar dedak (Parakkasi, 1995). Tabel 4. Kandungan nilai gizi dedak padi Kandungan Zat

  Nilai gizi Bahan kering

  89,1 Protein kasar

  13,8 Serat kasar

  11,2 Lemak kasar

  8,2 TDN 64,3 Sumber : Tillman et. al., (1991).

  Bungkil Kelapa

  Bungkil kelapa adalah pakan ternak yang berasal dari sisa pembuatan minyak kelapa. Bahan pakan ini mengandung protein nabati dan sangat potensial untuk meningkatkan kualitas karkas (Parakkasi, 1995). Kandungan nilai gizi dari bungkil kelapa ini dapat dilihat pada Tabel 5.

  Tabel 5. Kandungan nilai gizi bungkil kelapa Kandungan nutrisi Kadar zat

  Bahan kering

  84.40 Protein kasar

  21.00 TDN

  81.00 Serat kasar

  15.00 Lemak kasar

  1.80 Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2000)

  Bungkil Inti Sawit

  Bungkil inti sawit dapat diberikan sebesar 40% dalam pakan domba tanpa memberikan efek samping yang merugikan Devendra (1997). Didukung juga oleh Batubara et al., (1993) yang mengatakan bahwa bungkil inti sawit dapat digunakan sebesar 40% dalam pakan domba ditambah dengan penggunaan molases sebesar 20%. Tabel 6. Kandungan nilai nutrisi bungkil inti sawit Zat Nutrisi Kandungan (%) Berat kering

  91.11 Abu

  5.18 Protein kasar

  15.40 Lemak kasar

  7.71 Serat kasar

  10.50 TDN 81.00 ME (Cal/g)

  2810

  Sumber : Laboratorium Ilmu Pakan Ternak Departemen Peternakan FP USU (2005) Molasses

  Molasses dapat digunakan sebagai pakan ternak. Keuntungan penggunaan molasses untuk pakan ternak adalah kadar karbohidrat tinggi (48 - 60% sebagai gula), kadar mineral cukup dan disukai ternak. Tetes juga mengandung vitamin B kompleks dan unsur - unsur mikro yang penting bagi ternak seperti kobalt, boron, jodium, tembaga dan seng sedangkan kelemahannya ialah kaliumnya yang tinggi dapat menyebabkan diare jika dikonsumsi terlalu banyak (Rangkuti et al., 1985).

  Molasses atau tetes tebu merupakan hasil sampingan pabrik gula tebu yang berbentuk cairan hitam kental. Molasses dapat digunakan sebagai bahan pakan ternak yang berenergi tinggi (Rangkuti et al., 1985). Tabel 7. Kandungan nilai gizi molasses

  Kandungan zat Nilai gizi Bahan kering

  67,5 Protein kasar

  3,4 Serat kasar

  0,38 Lemak kasar

  0,08 Calsium 1,5 Phospor 0,02 TDN 56,7 Sumber : Laboratorium Ilmu Makanan Ternak Departemen Peternakan FP-USU, Medan (2005).

  Ultra Mineral

  Parakkasi (1995) menyatakan bahwa untuk memenuhi kebutuhan mineral, mungkin dapat diusahakan bila ruminan bersangkutan dapat mengkonsumsi hijauan yang cukup. Hijauan tropis umumnya relatif mengandung kurang mineral (terutama di musim kemarau) maka umumnya ruminan di daerah tropis cenderung defisiensi mineral.

  Banyak faktor yang dapat mempengaruhi kebutuhan mineral pada ternak. Diantaranya adalah bangsa ternak, umur, jenis kelamin, pertumbuhan, kesuburan berkembang biak, laktasi, iklim, pakan, kandungan mineral tanah, keseimbangan hormonal dan kegiatan fali di dalam tubuh (Sumopraswoto, 1993).

  Fermentasi

  Fermentasi sering didefenisikan sebagai proses pemecahan karbohidrat dan asam amino secara anaerob, yaitu tanpa memerlukan oksigen. Namun dapat juga dilakukan secara aerob (Sembiring, 2006).

  Proses fermentasi tidak akan tidak akan berlangsung tanpa adanya enzim katalis spesifik yang akan dapat dikeluarkan oleh mikroorganisme tertentu. Proses fermentasi mikroorganisme memperoleh sejumlah energy untuk pertumbuhannya dengan jalan merombak bahan yang memberikan zat-zat hara atau mineral bagi mikroorganisme seperti hidrat arang, protein, vitamin dan lain - lain.

  Fermentasi makanan adalah kondisi perlakuan dan penyimpanan produk dalam lingkungan dimana beberapa tipe organisme dapat berkembang biak dengan baik sekali. Proses fermentasi makanan dapat dilakukan melalui kultur media padat, semi padat atau media cair, sedangkan kultur terendam dilakukan dengan menggunakan medis cair dalam biorektor atau fermentor. Melalui fermentasi terjadi pemecahan subtrat oleh enzim - enzim tertentu terhadap bahan yang tidak dapat dicerna, misalnya selulosa dan hemiselulosa menjadi gula sederhana. Selama proses fermentasi terjadi pertumbuhan kapang yang dihasilkan oleh protein hasil metabolisme dari kapang sehingga terjadi peningkatan kadar protein (Sembiring, 2006).

  Konsumsi Pakan

  Konsumsi pakan antara lain dipengaruhi oleh bobot hidup ternak. Semakin tinggi bobot hidup ternak, konsumsi bahan kering pakan semakin tinggi pula.

  Selain karena bobot hidupnya yang berbeda, konsumsi pakan yang berbeda ini juga dikarenakan bangsa ternak yang berbeda (Kearl, 1982). Sesuai dengan pendapat Sumadi et al. (1991), bangsa ternak dapat mempengaruhi konsumsi pakan karena kecepatan metabolisme pakan pada setiap bangsa ternak berbeda apabila mendapat pakan dengan kualitas yang sama. Tillman et al. (1993), konsentrat merupakan bahan pakan ternak yang mudah dicerna sehingga laju aliran pakan dalam saluran pencernaan lebih cepat dan memungkinkan ternak untuk menambah konsumsi pakan. Tingkat perbedaan konsumsi dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain faktor ternak (bobot badan, umur, tingkat kecernaan pakan, kualitas pakan dan palatabilitas) (Parakkasi, 1995).

  Jumlah konsumsi bahan kering pakan dipengaruhi beberapa variabel meliputi palatabilitas, jumlah pakan yang tersedia dan komposisi kimia serta kualitas bahan pakan. Parakkasi (1995) menyatakan ketersediaan zat makanan yang dibutuhkan oleh mikroba rumen untuk menjalankan fungsi yang normal harus mendapatkan perhatian khusus misalnya pertambahan suplai sumber N pada bahan makanan yang rendah proteinnya akan meningkatkan konsumsi dari bahan pakan tersebut. Variasi kapasitas produksi disebabkan oleh makanan pada berbagai jenis ternak ditentukan oleh konsumsi (60%), kecernaan (25%) dan konversi hasil pencernaan produk yaitu sekitar 15%.

  Konsumsi bahan kering memiliki korelasi positif terhadap konsumsi bahan organiknya yaitu apabila konsumsi bahan kering tinggi maka dapat mengakibatkan konsumsi bahan organiknya juga tinggi. Bahan kering terdiri dari bahan organik dan abu sehingga besarnya konsumsi bahan organik berbanding lurus dengan besarnya konsumsi bahan kering (Kamal, 1994). Bahan organik berkaitan erat dengan bahan kering karena bahan organik merupakan bagian dari bahan kering Sutardi (1980). Sebagian besar bahan organik merupakan komponen bahan kering Tillman et al. (1991). Kandungan komponen serat kasar yang lebih tinggi akan memperlarnbat laju alir nutrien dalarn saluran pencemaan, sekaligus mengakibatkan makin lamanya waktu tinggal pakan dalam saluran pencemaan (Ketellars dan Tolkarnp, 1992).

  Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Konsumsi

  Tillman et al., (1991), nilai koefisien cerna tidak tetap untuk setiap bahan pakan atau setiap ekor ternak, tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu :

  1. Komposisi kimiawi Daya cerna berhubungan erat dengan komposisi kimiawinya. Serat kasar berisi selulosa, hemiselulosa dan lignin. Selulosa dan hemiselulosa dapat dicerna oleh ternak ruminansia secara enzimatis.

  2. Pengolahan makanan Beberapa perlakuan terhadap bahan pakan seperti pemotongan, penggilingan dan pelayuan mempengaruhi daya cerna. Penggilingan yang halus dari hijauan menambah kecepatan jalannya bahan makanan melalui usus sehingga menyebapkan pengurangan daya cerna 5 - 15%.

  3. Jumlah pakan yang diberikan Penambahan jumlah pakan yang dimakan ternak akan mempercepat arus makanan ke dalam usus, sehingga mengurangi daya cerna. Penambahan jumlah pakan sampai dua kali lipat dari jumlah kebutuhan hidup pokok mengurangi daya cerna 1 - 2% penambahan yang lebih besar akan menyebabkan daya cerna akan semakin turun.

  4. Jenis ternak Ternak ruminansia dapat mencerna serat kasar yang tinggi karena N metaboliknya lebih tinggi sehingga daya cerna protein pada ruminansia lebih rendah dibandingkan non ruminansia, disamping adanya peran mokroorganisme yang terdapat pada rumen.

  Aspek Daya Cerna

  Daya cerna (digestibility) adalah bagian zat makanan dari makanan yang tidak diekskresikan dalam feses, biasanya dinyatakan dalam bentuk bahan kering dan apabila dinyatakan dalam persentase disebut “koefisien cerna” (Tillman et

  al ., 1991). Daya cerna suatu bahan makanan tidak hanya dipengaruhi oleh

  komposisi suatu pakan tetapi juga dipengaruhi kompsisi suatu makanan yang lain yang ikut dikonsumsi bersama pakan tersebut. Setiap bahan makanan mungkin mempengaruhi daya cerna bahn lain. Hal ini disebut “efek asosiasi”. Cara yang lebih baik adalah dengan menambahkan secara bertingkat dari bahan makanan yang sedang diteliti untuk menentukan pengaruh pakan basal terhadap daya cerna basal yang sedang diteliti (Tillman et al., 1991).

  Serat kasar mempunyai pengaruh terbesar terhadap daya cerna. Dinding sel tanaman terutama terdiri dari selulosa dan hemiselulosa yang akan sukar dicerna terutama bila mengandung lignin. Tanaman tua biasanya mengandung serat kasar yang tinggi dan diiringi penambahan lignifikasi dari selulosa dan hemiselulosa pada dinding sel (Tillman et al., 1993). Menurut Tomaszewska (1988) bahwa tingkat konsumsi sangat dipengaruhi oleh koefisien cerna, kualitas paka, fermentasi dalam rumen serta status fisiologi ternak. Kualitas pakan ditentukan oleh tingkat kecernaan zat - zat makanan yang terkandung pada pakan tersebut. Zat makanan yang terkandung dalam pakan tidak seluruhnya tersedia untuk tubuh ternak, sebagian akan dikeluarkan lagi melalui feses. Kecernaan pakan pada ternak ruminansia sangat erat hubungannya dengan jumlah mikroba dalam rumen. Henson and Maiga (1997) yang menyatakan bahwa pemberian konsentrat yang mengandung nutrisi yang lengkap akan mengaktifkan mikrobia rumen sehingga meningkatkan jumlah bakteri proteolitik dan naiknya deaminasi yang mengakibatkan meningkatnya nilai cerna pakan.

  Menurut Tillman et al. (1993) kecernaan dapat diartikan banyaknya atau jumlah proporsional zat - zat makanan yang ditahan atau diserap oleh tubuh.

  Zat makanan yang terdapat di dalam feses dianggap zat makanan yang tidak tercerna dan tidak diperlukan kembali (Cullison 1978). Kecernaan dapat dipengaruhi oleh tingkat pemberian pakan, spesies hewan, kandungan lignin bahan pakan, defisiensi zat makanan, pengolahan bahan pakan, pengaruh gabungan bahan pakan dan gangguan saluran pencernaan (Church and Pond, 1988). Jenis kelamin, umur dan strain mempunyai pengaruh terhadap daya cerna protein dan asamasam amino, tetapi pengaruhnya tidak konsisten (Doeschate dkk., 1993).

  Tingkat kecernaan suatu pakan menggambarkan besarnya zat - zat makanan yang tersedia yang dapat dimanfaatkan oleh ternak untuk proses hidup pokok (maintenance), pertumbuhan, produksinya maupun reproduksi (Ginting, 1992). Tinggi rendahnya kecernaan zat - zat makanan pada ternak bergantung aktifitas mikroorganisme yang berada dalam tubuh ternak.

  Mikroorganisme ini berfungsi dalam mencerna serat kasar yaitu sebagai pencerna selulosa juga hemiselulosa dan pati (Apriyadi, 1999). Schneider dan Flatt (1975) yang menyatakan bahwa kecernaan nutrisi tinggi bila nilainya 70%, dan rendah bila nilainya lebih kecil dari 50%. Penentuan kecernaan dari suatu pakan harus diketahui terlebih dahulu dua hal yang pening yaitu jumlah nutrisi yang terdapat dalam pakan dan jumlah nutrisi yang dapat dicerna dan dapat diketahui bila pakan telah mengalami proses pencernaan (Tillman et al., 1991).

Dokumen yang terkait

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 44 60

Penggunaan Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Terfermentasi oleh Aspergillus niger Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik pada Sapi Bali (Bos sondaicus)

0 48 66

Analisis Usaha Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Fermentasi dengan Aspergilus niger dan Limbah Pabrik Kelapa Sawit Terhadap Sapi Bali Jantan

1 76 47

Pemanfaatan Pelepah Daun Kelapa Sawit Amoniasi Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pada Sapi Brahman Cross

0 26 61

Pelepah dan Daun Kelapa Sawit Terfermentasi oleh Aspergillus niger Dalam Konsentrat Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum Pada Sapi iiiBali (Bos sondaicus)

0 38 67

Suplementasi Blok Multinutrisi terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum pada Sapi Bali (Bos sondaicus)

4 75 67

Pemanfaatan Pelepah Sawit Dan Hasil Ikutan Industri Kelapa Sawit Terhadap Kecernaan Bahan Kering Dan Bahan Organik Pada Sapi Peranakan Simental

0 43 52

Penggunaan Mikroba Lokal Terhadap Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Tongkol Jagung In Vitro

0 1 11

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 1 13

Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik Ransum yang Mengandung Pelepah Daun Kelapa Sawit dengan Perlakuan Fisik, Kimia, Biologis dan Kombinasinya Pada Domba

0 1 12