Analisis Diskriminan Kualitas Pelayanan Pasar Tradisional pada Pasar yang Tertata dengan Baik dan Belum Tertata dengan Baik

  DOCUMENT SCORE of 100

  97 Analisis Diskriminan

Kualitas Pelayanan

  8 PLAGIARISM Pasar %

  1 Tradisional_FINAL

  6 Contextual Spelling

  Misspelled Words

  5 Commonly Confused Words

  1 No errors

Grammar

  1 Punctuation

  Comma Misuse within Clauses

  1

  1 Sentence Structure

  Incomplete Sentences

  1 No errors

Style

  No errors Vocabulary enhancement

Analisis Diskriminan Kualitas Pelayanan Pasar Tradisional_FINAL

  Seminar Nasional dan Call for Paper Dies Natalis FEB USU 2016 Seminar Nasional dan Call for Paper Dies Natalis FEB USU 2016 FEB USU 2016 FEB USU 2016 ANALISIS DISKRIMINAN KUALITAS PELAYANAN PASAR TRADISIONAL PADA PASAR YANG TERTATA DENGAN BAIK DAN BELUM TERTATA DENGAN BAIK Arlina Nurbaity Lubis1), Prihatin Lumbanraja2) 1)Manajemen, Universitas Sumatera Utara email:arlinalubis10@gmail.com 2)Manajemen, Universitas Sumatera Utara email:Titinlumbanraja@yahoo.com Abstrak – Revitalisasi pasar dapat tereliasasi dengan membentuk loyalitas pelanggan. Loyalitas pelanggan adalah hasil akhir dari pengalaman jasa yang dirasakan pengunjung pasar melalui kualitas pelayanan yang diberikan pasar. Saat ini, daya saing pasar tradisional berada di bawah daya saing pasar modern yang saat ini sedang tumbuh dengan pesatnya. Di wilayah kota medan, hampir setiap jalan utama memiliki gerai ritel pasar modern. Pemerintah sendiri sudah memiliki program revitalisasi pasar salah satunya dengan menertibkan pasar- pasar tradisional yang menimbulkan pro-kontra dalam pelaksanaannya. Penelitian dilakukan dengan memperhatikan dua kelompok pasar tradisional, antara pasar yang sudah tertata dengan baik dengan yang belum tertata dengan baik. Sebanyak 200 sampel dari empat pasar tradisional dengan karakteristik terpilih berpartisipasi beda rata-rata dan analisis deskriminan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terjadi perbedaan persepsi yang signifikan antara pasar yang sudah tertata dengan baik dengan yang belum tertata dengan baik. Pasar yang sudah tertata dengan baik akan memberikan tingkat kualitas pelayanan yang dipersepsikan lebih baik oleh pengunjung.

  Hasil analisis diskriminan menunjukkan bahwa faktor yang sangat dipegnaruhi oleh program revitalisasi pasar melalui penertiban pasar berdampak besar pada persepsi bukti fisik layanan serta reliabilitas pelayanan yang diberikan. Rumus diskriminan dapat memprediksi secara tepat sebanyak 93.5% dari observasi yang dilakukan. Model diskriminan sangat kuat dalam menjelaskan perbedaan yang terjadi.

  Kata Kunci: Revitalisasi Pasar, Kualitas Pelayanan, Analisis Diskriminan, Uji Beda Selisih, Tata Pasar PENDAHULUAN Konsep pasar sudah sangat berkembang pesat. Pada mulanya, pasar adalah tempat pertemuan antara penjual dengan pembeli. Kemudian, pengertian ini bergeser menjadi pertemuan penawaran dan permintaan yang menghasilkan titik keseimbangan, kuantitas serta harga keseimbangan. Ciri utama dari pasar tradisional adalah tawar menawar antara penjual dengan pembeli dalam menentukan keseimbangan harga dan kuantitas dengan menawarkan win-win solution pada kedua pihak. Mekanisme pasar yang pesat berkembang di masyarakat saat ini adalah pasar modern dimana tidak lagi memiliki mekanisme tawar menawar dalam menentukan kesepakatan. Pembeli sudah ditawarkan produk dengan harga tetap yang tidak dapat dinegosiasikan. Pembeli seolah dipaksa untuk menerima harga yang ditawarkan.

  Selain itu, konsep pasar mulai beralih ke mekanisme pasar online (e-market) yang semakin menekan keberadaan pasar tradisional. perekonomian masyarakat dan menggerakkan roda pembangunan. Meskipun demikian, popularitas pasar tradisional semakin meredup jika dibandingkan dengan pertumbuhan pasar-pasar modern seperti pasar swalayan dan ritel-ritel pasar. Pasar modern di bawah naungan perusahaan lain memiliki standar kriteria yang harus dipenuhi sehingga tidak semua kalangan pedagang dapat memasarkan atau menitipkan barangnya melalui swalayan ataupun ritel tersebut. Dengan demikian, jika pasar tradisional tidak lagi dapat bertahan, akan sangat banyak kerugian dalam perekonomian setempat terganggu. Secara umum, pasar modern dipersepsikan lebih baik dari pasar tradisional. Dari segi bukti fisik, misalnya, pasar tradisional identik dengan ketidaknyamanan, basah, kumuh, berbau tidak sedap bahkan tidak tertata rapi. Di lain pihak, pasar modern menata teratur produk-produknya. Produk tersebut disusun secara rapi, bersih, asri, bahkan disertai perlengkapan pendukung seperti penyejuk ruangan.Tawaran-tawaran ini mendorong daya saing pasar modern menjadi lebih tinggi dari pasar tradisional.

  Nielsen (2004) mengungkapkan bahwa pertumbuhan pasar modern di Indonesia pada hingga pada tahun tersebut mencapai 31,4% per tahun. Angka ini jauh lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan pasar tradisional yang bergerak pada kisaran 8% per tahun. Jika situasi ini dibiarkan, suatu saat pasar tradisional akan menghilang dari kehidupan masyarakat, terlepas dari manfaat yang diberikannya bagi masyarakat, khususnya pedagang kecil. Di Medan sendiri, ada 50 pasar tradisional yang menyokong lebih dari 37ribu kepala keluarga. Jika pasar tradisional menghilang, lebih dari 37ribu kepala keluarga ditambah dengan tenaga kerja yang dibawanya mengalami kesulitan.

  Revitalisasi pasar tradisional sangat memerlukan loyalitas. Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa konsumen yang puas akan melakukan tiga hal, (1) repurchase yaitu dengan melakukan pembelian ulang di pasar tradisional tersebut; (2) retain, dengan tidak beralih ke toko-toko modern yang mulai tumbuh di wilayahnya; dan (3) recommendation, mengajak orang lain untuk berbelanja di pasar tradisional. Tiga indikator loyalitas ini memegang tradisional di lingkungan masyarakat. Upaya pencapaian loyalitas itu sendiri, erat kaitannya dengan kualitas layanan. Loyalitas datang sebagai bentuk kepuasan. Kepuasan adalah hasil dari perbandingan antara ekspektasi dengan kenyataan yang dirasakan pelanggan (Wirtz et al., 2012). Konsumen yang puas melahirkan loyalitas. Kepuasan pelayanan adalah hasil evaluasi dari kualitas layanan itu sendiri. Oleh karena itu, penting untuk memahami kualitas pelayanan yang diberikan oleh pasar tradisional.

  II. TUJUAN PENELITIAN Pasar tradisional merupakan penyokong perekonomian masyarakat, pusat ekonomi masyarakat, serta menggerakkan roda perekonomian dan pembangunan yang berkelanjutan. Upaya revitalisasi pasar memerlukan perhatian pemerintah, terutama dalam mengelola loyalitas pelanggan yang mulai beralih ke pasar-pasar modern.

  Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi karakteristik kualitas pelayanan dari pasar tradisional yang belum tertata rapi dengan pasar tradisional yang lebih tertata rapi. Persepsi pelanggan atas kualitas pelayanan adalah kunci dalam menghasilkan kepuasan yang membawa pada loyalitas pelanggan. Loyalitas adalah target yang harus dicapai dalam revitalisasi pasar tradisional. Basis penilaian kualitas pelayanan adalah melalui persepsi pelanggan. Kualitas pelayanan yang dievaluasi dalam penelitian ini adalah dimensi kualitas pelayanan yang dikemukakan oleh Parasuraman et al., (1988), yaitu reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibility.

  STUDI LITERATUR

  3.1. Pasar Tradisional Pasar secara umum dikenal sebagai tempat bertemunya penjual dengan pembeli, penawaran dengan permintaan yang menghasilkan transaksi barang atau jasa melalui kesepakatan harga dan kuantitas barang atau jasa yang dibeli/ditawarkan. Dalam konsep tersebut, pasar adalah pusat dari segala aktivitas transaksi dalam perekonomian. berbentuk non-fisik, misalnya pasar melalui dunia maya, bahkan transaksi melalui pembicaraan telefon. Pasar secara fisik sendiri, secara garis bersar terbagi dalam dua kelompok, yaitu pasar tradisional dan pasar modern.

  Perbedaan utama dari pasar tradisional dengan pasar modern adalah proses tawar-menawar yang terjadi antara penjual dengan pembeli. Pasar modern sudah tidak mengenal istilah tawar-menawar. Barang-barang yang dijual di pasar modern harus melalui inspeksi standar mutu dan dijual dengan price tag yang merupakan harga tetap bagi produk yang ditawarkan. Sebaliknya, pada pasar tradisional, belum ada inspeksi standar mutu yang jelas, membuat setiap pedagang dapat menawarkan semua produknya serta terjadi tawar menawar yang menghasilkan kesepakatan harga untuk mencapai win-win solution antara penjual dengan pembeli. Faktor ini lah yang membuat revitalisasi pasar tradisional menarik. Pemerintah Kota Medan (2013) mendata bahwa di seluruh wilayah Kota Medan terdapat 50 pasar tradisional yang masih aktif. Program Pemerintah Kota Medan mengupayakan penertiban wilayah pasar tradisional yang terkadang menimbulkan kemacetan lalu lintas. Dalam situasi ini, kategori pasar tradisional di Kota Medan dapat dibedakan menjadi pasar tradisional yang belum tertata rapi dengan pasar tradisional yang sudah tertata rapi.

  Karakteristik utama yang membedakan kedua kelompok ini adalah tata pasar yang tertib. Pasar yang sudah tertata rapi tidak memakan bahu jalan umum serta sudah mulai memiliki gedung-gedung permanen tempat pedagang memasarkan produknya. Pasar yang belum tertata rapi umumnya masih memakan bahu jalan sehingga menimbulkan kemacetan, serta membentangkan dagangannya tidak pada tempak yang semestinya.

  3.2. Konsep Kepuasan Robbins dan Judge (2013) menyatakan bahwa kepuasan adalah perasaan positif yang dirasakan seseorang berdasarkan apa yang dialaminya. Kotler dan Keller (2012) menyatakan bahwa kepuasan dipahami sebagai post service experience. Apabila pengalaman yang dirasakan konsumen dalam konsumsi jasa melebihi atau setidaknya sama mengkonsumsi jasa tersebut, mereka akan merasakan kepuasan. Sebaliknya, bila ekspektasi lebih besar dari pengalaman yang dirasakan setelah mengkonsumsi jasa, konsumen akan mengalami ketidakpuasan. Tjiptono (2006) menyatakan bahwa kepuasan ini dipengaruhi oleh faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi persepsi konsumen pada konsumsi jasa yang dilakukan. Salah satu faktor penting dalam evaluasi kepuasan dalam pelayanan adalah kualitas pelayanan yang diberikan pemberi jasa tersebut.

  Pada pasar tradisional, konsumen berinteraksi langsung dengan pemberi layanan, yaitu pasar dan pedagang di dalamnya. Kepuasan konsumen atau pengunjung pasar akan terevaluasi setelah pengunjung merasakan pelayanan yang diberikan pasar (service encounter). Dengan demikian, kualitas pelayanan menjadi penting dalam menciptakan kepuasan yang mengarah pada loyalitas dan kesuksesan revitalisasi pasar.

  3.3. KUALITAS PELAYANAN Konsep dari kualitas pelayanan yang hingga saat ini masih secara luas digunakan dalam mengukur kualtias pelayanan adalah kualitas pelayanan yang diberikan oleh Parasuraman et al. (1988). Konsep ini juga masih digunakan hingga saat ini. Tjiptono (2006) dan Wirtz et al.,(2012) memberikan dimensi dalam mengukur kualitas pelayanan dari suatu jasa sebagai berikut: Reliability, yaitu pemberian layanan yang dijanjikan dengan akurat dan selalu konsisten dengan harapan konsumen. Responsiveness, yaitu pemberian layanan yang diberikan para staff untuk membantu serta menanggapi permintaan konsumen dengan cepat dan sigap Assurance, yaitu pemberian layanan yang memberikan kepastian pelayanan yang diberikan kepada pelanggan dengan menjamin layanan yang diberikan. Emphaty, yaitu pemberian layanan dengan memposisikan diri pemberi layanan dalam sudut pandang konsumen, mengerti konsumen, membangun relasi serta komunikasi

  Tangibility, yaitu keadaan fisik yang menjadi bukti fisik pemberian layanan.

  METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan dengan mengelompokkan pasar tradisional dalam kategori pasar tradisional yang belum tertata rapi dan pasar tradisional yang sudah tertata rapi dengan dasar kepadatan pasar saat service encounter di masing-masing pasar terjadi. Setiap kategori diwakilkan oleh dua pasar tradisional yang mencerminkan secara jelas kategori pengelompokan yang dilakukan. Pasar tradisional yang belum tertata rapi diwakilkan oleh Pasar Tradisional Simpang Limun (SM Raja) dan Pasar Tradisional Sukatamai (Sukaramai). Pasar tradisional yang sudah tertata rapi diwakilkan oleh Pasar Petisah Medan (Petisah) dan Pasar Ikan Lama (Pajak Ikan Lama). Karakteristik pembeda antara keduanya adalah keteraturan tata pasar yang mempengaruhi mobilitas masyarakat. Data pada penelitian dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner terstruktur yang diturunkan berdasarkan teori dan konsep-konsep kualitas pelayanan (Parasuraman et al. 1988; Writz et al., 2012). Dimensi yang digunakan adalah reliability, responsiveness, assurance, empathy, dan tangibility. Setiap butir pernyataan diukur dengan menggunakan 5-point Liker scaleyang mengukur tingkat kesetujuan pada kualitas pelayanan yang diberikan. Penelitian dilakukan dengan menggunakan 200 sampel yang tersebar secara proporsional pada wilayah yang tetapkan sebagai lokasi penelitian. Data yang terkumpul dianalisis dengan metode analisis diskriminan dengan bantuan SPSS.

  V. PEMBAHASAN Persepsi atas kualitas pelayanan yang diberikan pasar pada dasarnya bersifat personal. Hal ini mengindikasikan bahwa preferensi setiap individu akan mempengaruhi persepsinya atas suatu hal, misalnya pada pelayanan yang diberikan.

  Akan tetapi, persepsi bersifat universal (Hammermesh, dapat dikelompokkan sebagai outlier dari penilaian yang dilakukan individu-individu lain secara umum. Secara rata- rata, hasil persepsi pengunjung pasar tradisional di kedua pasar tersebut adalah sebagai berikut: Tabel 1 Rata-Rata Persepsi Pengunjung atas Kualitas Pelayanan Tabel 1 menginformasikan bahwa terdapat perbedaan yang signifikan secara rata-rata antara pasar tradisional yang belum tertata rapi dengan pasar tradisional yang sudah tertata rapidalah hal persepsi kualitas pelayanan pasar.

  Pada umumnya, pasar tradisional yang sudah tertata rapi lebih mampu memberikan kualitas pelayanan yang lebih baik daripada pasar tradisional yang belum tertata rapi. Perbedaan yang paling nyata adalah dari sisi bukti fisik dari pelayanan yang diberikan. Pasar tradisional yang tertata lebih rapi dan tertib dipersepsikan lebih baik oleh pengunjung.

  Data penelitian, secara lebih lanjut lagi, dianalsis dengan menggunakan analisis diskriminan. Tabel 2 dan Tabel 3 menunjukkan analysis awal dari analsisi diskriminan yang dilakukan.

  Tabel 2 Unstandardized Canonical Discriminant Function Coefficient Tabel 2 menunjukkan korelasi yang kuat antara fungsi diskriminan dengan tingkat perbedaan yang terjadi pada dimensi kualitas pelayanan (canonical correlation = 0.852). Fungsi diskriminan, berdasarkan hasil penelitian dapat dirumuskan sebagai berikut: Z = -9.094 +0.789Reliability – 0.034Responsiveness+ 0.186Assurance+0.221Empathy+1.993Tangibility dilakukan dengan mengevaluasi Wilks' Lambda Distribution dari analisis diskriminan yang ditunjukkan dalam Tabel 3.

  Table 3 Wilks' Lambda Distribution Test of Function(s)

  1 Wilks' Lambda .273 Chi-square 253.536 df

  5 Sig.

  .000 Nilai dari Wilks' Lambda berkisar antara 0 hingga 1.

  Semakin rendah nilai lambda tersebut, semakin baik kemampuan model dalam memberikan karakteristik pembeda dari kelompok yang diajukan. Nilai Lambda 0.273 mengindikasikan model sangat baik dalam mengevaluasi karakteristik perbedaan antara kelompok pasar yang diajukan. Oleh karena nilai Chi-square dalam penelitian signifikan (sig = 0.000), maka dapat dinyatakan secara generalisasi bahwa perbedaan karakteristik yang terjadi adalah nyata membedakan kelompok pasar tersebut.

  Persamaan diskriminan yang dirumuskan dalam penelitian mengindikasikan bahwa perbedaan antara kedua pasar jelas terlihat (constant = -9.094). Perbedaan dari dimensi tangible dari kualitas pelayanan adalah faktor pembeda yang paling kuat dari kedua jenis pasar, diikuti oleh kemampuan pasar memberikan empati kepada pelanggan.

  Karakteristik yang hanya sedikit menunjukkan pembeda adalah responsiveness dari pelayanan yang diberikan.

  Table 4 Classification Matrix Tabel 4 memberikan informasi bahwa sebanyak 93.5% dari menggunakan model analisis diskriminan yang dilakukan. Angka ini mengindikasikan model sudah sangat baik dalam memberikan karakteristik pembeda antara kualitas pelayanan yang terjadi di pasar tradisional. Table 5 Standardized Canonical Discriminant Function Coefficient Service Quality Coefficient Reliability .261 Responsiveness

  • .016 Assurance .098 Empathy .100 Tangibility .943 Tabel 5 memberikan informasi kemampuan relatif dari masing-masing dimensi kualitas pelayanan dalam membedakan kelompok dari pasar tradisional. Dimensi kualitas pelayanan yang sangat jelas membedakan bentuk pasar tradisional adalah dimensi tangibility, diikuti dimensi reliability. Dimensi yang hampir tidak memberikan perbedaan secara analisis diskriminan adalah dimensi responsiveness. Table 6 Group Centroids Based on Formula Z

  Class Function at Group Centroids Pasar tradisional yang belum tertata rapi

  • 1.622 Pasar tradisional yang sudah tertata rapi 1.622 Tabel 6 mengindikasikan bahwa klasifikasi pasar dalam formula diskriminan Z, apabila nilai Z < 0, maka karakteristik pasar tersebut terkelompok dalam pasar tradisional yang belum tertata rapi, dan apabila nilai Z > 0, maka karakteristik pasar terkelompok dalam pasar
selanjutnya dalam upaya revitalisasi pasar sebaiknya dilakukan secara berbeda antara pasar tradisional yang sudah dan yang belum tertata rapi.

  VI. DISCUSSION Penelitian ini hendak memahami secara lebih mendalam tentang dua hal. Pertama, apakah persepsi dari kualitas pelayanan yang dirasakan pengunjung pasar tradisional berbeda antara pasar tradisional yang sudah tertata rapi dengan yang belum tertata rapi. Upaya pemerintah dalam menggalang kerapian pasar tradisional sering sekali mengundang pro-kontra. Kedua, peneliti tertarik untuk membahas model diskriminan agar dapat dikembangkan dalam membantu pengambilan keputusan revitalisasi pasar yang lebih baik lagi.

  Penelitian ini memberikan bukti empiris bahwa persepsi kualitas pelayanan dari pengunjung pasar tradisional berbeda secara signifikan dari setiap dimensi kualitas pelayanan yang diajukan. Pasar yang sudah tertata rapi dipersepsikan lebih baik dari segala aspek oleh pengunjung. Temuan ini sudah menjawab dengan baik tujuan pertama dari penelitian. Temuan ini sejalan dengan temuan penelitian sebelumnya yang menyatakan bahwa image dan kondisi pasar mempengaruhi perilaku konsumen dalam memilih man loyal terhadap suatu pasar (Kuusik, 2007; Doherty dan Nelson, 2008; Ray dan Chiagouris, 2008; Rahadi, 2012). Temuan ini mendukung program pemerintah dalam upaya penertiban pasar-pasar tradisional.

  Hasil analisis klasifikasi pasar berdasarkan model diskriminan memberikan informasi bahwa sebanyak 93.5% dari sampel terkategori secara tepat melalui model diskriminan yang dirumuskan dalam penelitian. Angka ini terkategori dalam kelompok prediktor yang sangat baik dalam mengelompokkan pasar tradisional tersebut. Dengan demikian, tujuan penelitian kedua telah tercapai. Model diskriminan yang diperoleh dalam penelitian adalah prediktor yang sangat baik dalam mengevaluasi kualitas pelayanan antar pasar yang telah tertata dengan baik dan yang belum. Faktor pembeda yang sangat kuat terjadi pada persepsi tangibility dari kualitas pelayanan. Reliabilityjuga sangat dipengaruhi pada kondisi pasar yang lebih rapi. antara pasar yang tertata rapi dengan baik dengan yang belum. Dengan demikian, kualitas pelayanan akan dipersepsikan lebih baik pada pasar yang sudah tertata dengan rapi.

  Dalam upaya revitalisasi pasar, loyalitas harus dapat diciptakan. Kualitas pelayanan harus terus ditingkatkan agar dapat mencapai target kepuasan dan loyalitas pelanggan (Hafeez dan Muhammad, 2012; IvanauskienÄ— dan VolungÄ—naitÄ—, 2014; Nguyen et al., 2016). Penelitian menunjukkan bahwa kualitas pelayanan akan dipersepsikan pada pasar yang sudah tertata dengan rapi. Program pemerintah dalam merapikan pasar harus lebih didukung dan diedukasi ke masyarakat. Masyarakat menolak program penertiban pasar karena belum mampu memproyeksikan manfaat dari penertiban yang dilakukan. Dalam jagka panjang, penertiban yang dilakukan dapat meningkatkan pertumbuhan pasar tradisional. Pasar tradisional memiliki nilai pembeda, kemampuan tawar menawar yang memberikan kemudahan bagi konsumen dalam mencari harga keseimbangan. Daya tarik pasar tradisional akan meningkat dan mampu bersaing dengan maraknya ritel pasar modern yang tumbuh pesat, khususnya di jalan-jalan utama Kota Medan.

  VIII. KESIMPULAN Penelitian ini memberikan bukti empiris yang jelas bahwa terdapat perbedaan persepsi kualitas pelayanan antara pasar tradisional yang sudah tertata dengan baik dengan yang belum tertata dengan baik. Pada umumnya, pasar yang sudah tertata dengan baik akan memberikan kualitas pelayanan yang dipersepsikan lebih baik oleh pengunjung.

  Dengan demikian, penting untuk meningkatkan penertiban operasi pasar-pasar tradisional dalam upaya revitalisasi pasar dan meningkatkan daya saing dengan pasar modern yang marak tumbuh di lingkungan masyarakat.

  Implikasi dari temuan ini dalam pengambilan keputusan program pemerintah adalah fokus pada penertiban pasar- pasar tradisional di Kota Medan. Masyarakat, khususnya pedagang pasar tradisional, harus disosialisasikan tentang peranan penting dalam penertiban pasar tradisional, khususnya dalam hal penyampaian manfaat-manfaat yang yang sangat kuat antara pasar yang tertata rapi dan dan tidak adalah bukti fisik layanan dari pasar tradisional tersebut. Tampilan pasar yang asri mendorong persepsi yang lebih baik. Dengan demikian, sangat penting peranan penertiban pasar dalam revitalisasi pasar. Penelitian ini memiliki beberapa keterbatasan yang perlu diperhatikan. Pertama, ukuran sampel dalam penelitian relatif terbatas dengan hanya mengambil perwakilan dua pasar tradisional pada masing-masing klasifikasi yang dilakukan. Pada penelitian selanjutnya, sangat diharapkan validitas silang dengan menggunakan jumlah sampel dan jangkauan pasar yang lebih luas lagi. Selain itu, penelitian ini menggunakan data yang bersifat subjektif dari responden. Meskipun sebelumnya sudah ditekankan bahwa subjektivitas pada suatu objek bersifat universal, namun tidak menutup kemungkinan bahwa pengunjung pasar menyembunyikan perasaannya yang sebenarnya saat mengisi kuesioner penelitian. Pembaca diharapkan memahami isi penelitian ini dengan memperhatikan keterbatasan dalam penelitian.

  REFERENSI Badan Penelitian dan Pengembangan Wilayah Kota Medan. 2013. Survey Kepuasan Pelanggan terhadap Pasar Tradisional Kota Medan. Medan: Badan Penelitian dan Pengembangan Kota Medan. 1 Doherty, S., dan Nelson, R. 2008. Customer loyalty to 2 food retailers in Northern Ireland: ‘devoted loyals ' or 3

  ‘promiscuous switchers'?, International Journal of Consumer Studies, 349-355.

  Hafeez, Samraz dan Bakhtiar Muhammad. 2012. The Impact of Service Quality, Customer Satisfaction and 4 Loyalty Programs on Customer's Loyalty: Evidence from

  Banking Sector of Pakistan, International Journal of Business and Social Science 3(16), 200-209 Hamermesh, Daniel S. 2011. Beauty Pays: Why Attractive 5 People Are More Successful. New Jersey: Princeton

  University Press, Kindle Edition

  Relations between Service Quality and Customer Loyalty: 6 An Empirical Investigation of Retail Chain Stores in Emerging Markets, American International Journal of Social Science 3 (2), 113-120 Kotler, Philip dan Kevin Lane Keller. 2012. Marketing Management, 14th Edition. New Jersey: Prentice Hall.

  Nguyen, The Ninh, Hoang Long Nguyen, Tuan Khanh Cao, dan Thi Thu Hoai Phan. 2016. The Influence of 7 Service Quality on Customer Loyalty Intentions: A Study in the Vietnam Retail Sector, Asian Social Science 12(2),

  112-119. Doi: 10.5539/ass.v12n2p112 Nielsen, A.C. 2004. Pasar Tradisional Bakal Tergusur, Koran Tempo 20 Agustus 2004, www.tempo.co 8 Parasuraman, A., Zeithaml, V.A., dan Berry, L.L. 1988. A 10 Multiple Item Scale for Measuring Consumer Perception 9 of Service Quality, Journal of Retailing 64, 12-40

  Robbins, Stephen P., dan Timothy A. Judge. 2013. Organizational Behaviour, 15th Edition. New Jersey: 11 Prentice Hall , E-book Edition

  Rahadi, Aswin. 2012. Factors Related to Repeat Consumption Behaviour: A Case Study in Traditional Market in Bandung and Surrounding Region, Procedia - Social and Behavioral Sciences 36, 529 - 539. Doi: 10.1016/j.sbspro.2012.03.058 Ray, I., & Chiagouris, L. 2008. Customer retention: 12 examining the roles of store affect and store loyalty as mediators in the management of retail strategies. Journal of Strategic Marketing, 1-20.

  Tjiptono, Fandy. 2006. Pemasaran Jasa. Malang: Bayumedia Publishing Wirtz, Jochen, Patricia Chew, dan Christopher Lovelock. 13 2012. Essentials of Services Marketing, 2nd Edition.

  Jurong: Pearson Education South Asia Pte Ltd Biodata Penulis Arlina Nurbaity Lubis, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 1996. Memperoleh gelar Master Of Bussiness Administrastion (MBA) di Universiti Kebangsaan Malaysia (UKM) Selangor Malaysia, lulus tahun 2001.

  Brawijaya Malang pada tahun 2007. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

  Prihatin Lumbanraja, memperoleh gelar Sarjana Ekonomi (SE), Jurusan Manajemen Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 1985. Memperoleh gelar Magister Science (MSi) Program Pasca Sarjana Magister Pengembangan Wilayah Desa Universitas Sumatera Utara, lulus tahun 1996. Memperoleh gelar Doktor Ilmu Manajemen di Universitas Brawijaya Malang pada tahun 2007. Saat ini menjadi Dosen di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Sumatera Utara.

  1 [ dan Dan ]

  →

  2 [ loyals loyal ] 3

  [ ? , ]

  4 Unoriginal text: 8 words

  5 Unoriginal text: 8 words

  6 www.aijssnet.com/journals/Vol_3_No_… Unoriginal text: 8 words 7 buscompress.com/uploads/3/4/9/8/34… Unoriginal text: 8 words

  8 [ dan Dan ] 910 Unoriginal text: 8 words [ Multiple Item Multiple-Item ]

  →

  11 [ Prentice Hall Prentice-Hall ]

  →

  12 [ affect effect ]

  →

  13 Missing verb