BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku - Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku

2.1.1. Batasan Perilaku

  Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Manusia sebagai salah satu mahluk hidup mempunyai aktifitas yang dapat dibagikan menjadi dua kelompok yaitu aktivitas yang dapat dilihat oleh orang lain dan aktivitas yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Menurut seorang ahli psikologi Skinner yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) beliau mendapati bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus (rangsangan dari luar). Oleh sebab itu perilaku manusia terjadi melalui proses Stimulus, Organisme, dan Respons, sehingga teori Skinner disebut teori “S-O-R”. Teori Skinner juga menjelaskan adanya 2 jenis respons yaitu :

  a) Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditunjukkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respon yang relatif tetap misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan dan sebagainya.

  b) Operant respon atau instrumental respon yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain. Skinner dalam Notoatmodjo (2003) juga mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Ia membedakan dengan dua bentuk yaitu :

  a) Perilaku tertutup (covert behaviour)

Perilaku ini adalah respons yang masih belum dapat dilihat oleh orang lain.

Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi,

pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk

"unobservable behavior" atau "covert behavior" yang dapat diukur adalah

pengetahuan dan sikap.

  b) Perilaku terbuka (overt behaviour)

  Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau "observable behavior". Yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.1.2. Domain Perilaku

  Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (seorang ahli psikologi pendidikan) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 tingkat ranah yakni :

  a) Kognitif (cognitive)

  b) Afektif (affective)

  c) Psikomotor (psychomotor)

  Dalam perkembangannya, teori Blum ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

1. Pengetahuan (knowledge)

  Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb). Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

  Adapun tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, diantaranya : 1). Tahu (know) sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa buah jeruk banyak mengandung vitamin C, penyakit demam berdarah ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti, dan sebagainya. Untuk mengetahui dan mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan. 2). Memahami (comprehension) Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya tersebut. 3). Aplikasi (application) Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.

  4). Analisis (analysis) Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahuinya. 5). Sintetis (synthesis) Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.

  Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat (Notoatmodjo, 2003).

  Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

2. Sikap (attitude)

  Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :

  1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek.

  2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

  3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave). Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting. Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu : a)

  Menerima (receiving)

  Menerima diartikan apabila subjek mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.

  b) Merespon (responding)

  Merespon diartikan apabila subjek memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

  c) Menghargai (valuing)

  Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

  d) Bertanggung jawab (responsible)

  Bertanggung jawab diartikan apabila subjek tersebut berani mengambil resiko terhadap apa yang diyakininya ataupun sesuatu yang telah dipilihnya dan hal ini merupakan sikap yang paling tinggi.

  Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu berupa pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

3. Tindakan (practice)

  Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam satu tindakan (overt

  

behavior ). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan

faktor pendorong atau situasi kondisi yang memungkinkan.

  Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan, yaitu :

  1. Persepsi (perception) Adanya pengenalan dan pemilihan berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat.

  Mengikuti contoh atau melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar merupakan indikator praktek tingkat kedua.

  3. Mekanisme (mechanism) Sesuatu yang sudah merupakan kebiasaan dan telah melakukannya dengan benar secara otomatis sudah mencapai praktek tingkat tiga.

  4. Adopsi (adoption) Sudah memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

  Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.

2.1.3. Proses Adopsi Perilaku

  Menurut penelitian Rogers (1947) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut telah terjadi proses yang berurutan, yakni : a. Awarness : Menyadari akan suatu stimulus atau objek.

  b. Interest : Dimana seseorang mulai tertarik terhadap suatu stimulus atau objek.

  c. Evaluation : Membandingkan baik tidaknya suatu stimulus atau objek terhadap dirinya sendiri.

  d. Trial : Mulai mencoba perilaku baru. dan sikapnya terhadap suatu stimulus.

2.2. Determinan Perilaku

  Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

  Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni: a.

  Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat emosional, tingkat kecerdasan, dan lain-lain.

  b.

  Faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, dan ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003). Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

  1. Pemikiran dan perasaan Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan), dan lain-lain.

  2. Orang penting sebagai referensi Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia lakukan ataupun katakan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti kepala suku, guru, kepala desa, dan lain-lain.

  3. Sumber-sumber daya Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya waktu, uang, tenaga kerja, keterampilan, dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

  4. Kebudayaan Norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut dengan kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap perilaku.

  Kebudayaan selau berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia.

  Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal atau faktor lingkungan.

  Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, yang faktor yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu sebagai berikut : 1.

  Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya.

  2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

  3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.

  Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

  Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

  1. Perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya, ataupun ekonomi dimana ia beraktifitas. Perubahan terencana (planned change) ialah perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

  3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesedian untuk berubah yang berbeda-beda.

2.3. Informasi Arti kata informasi adalah suatu berita yang mengandung maksud tertentu.

  Manusia memiliki pengetahuan dan pengalaman yang selalu ingin dibagikan kepada orang lain. Pengalaman atau pengetahuan yang dikomunikasikan kepada orang lain tersebut merupakan pesan atau informasi. Jadi, pesan atau informasi menuntut adanya kehadiran pihak lain (Maryono, 2008). Diperkuat oleh Kusrini (2007) yang mengatakan bahwa informasi adalah suatu data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi. Sebuah data belum memiliki nilai sedangkan informasi sudah memiliki nilai yang manfaatnya lebih besar dibanding biaya untuk mendapatkannya. Kemudahan seseorang dalam hal untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

  Informasi yang berkualitas memiliki 3 kriteria, yaitu : 1.

  Akurat (accurate) Informasi harus bebas dari kesalahan, tidak bias ataupun menyesatkan. mencerminkan maksudnya.

  2. Tepat pada waktunya (timeliness) Informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat. Di dalam pengambilan keputusan, informasi yang sudah usang tidak lagi bernilai. Bila informasi datang terlambat sehingga pengambilan keputusan terlambat dilakukan, hal itu dapat berakibat fatal.

  3. Relevan (relevance) Informasi yang disampaikan harus mempunyai keterkaitan dengan maslaah yang akan dibahas dengan informasi tersebut dan harus bermanfaat bagi pemakainya. Di samping karakteristik, nilai informasi juga ikut menentukan kualitasnya. Nilai informasi (value of

  information) ditentukan oleh dua hal, yaitu manfaat dan biaya untuk

  mendapatkannya

2.4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Pendidikan Seks 1.

  Umur Umur adalah lamanya waktu hidup terhitung dari sejak lahir sampai dengan sekarang (ulang tahun terakhir). Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa artinya semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi orang yang belum tinggi kedewasaannya.

  Menurut Anonim (2011) bahwa usia memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2. Jenis Kelamin

  Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Anonim, 2013).

  3. Pendidikan Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan berupa bimbingan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang didapat terutama dalam hal kesehatan (Anonim, 2011).

  4. Pekerjaan memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anderson dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung.

  5. Media massa (cetak dan elektronik) Media massa adalah sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan dengan sangat bervariasi yang paling banyak digunakan dalam komunikasi massa (Notoatmodjo, 2003). Kemunculan berbagai media massa memiliki dua pengaruh, yaitu pengaruh positif dan negatif. Dengan adanya media massa maka komunikator dapat menyampaikan pesan-pesannya kepada sasaran untuk meningkatkan pengetahuan yang akhirnya dapat berubah kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo,2005).

2.5. Remaja

  2.5.1. Pengertian Masa Remaja

  Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri yang bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Agustiani, 2009).

  2.5.2. Ciri-ciri Masa Remaja

  Menurut Jahja (2011), ciri-ciri masa remaja yaitu: 1.

  Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm & stress.

  2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai dengan kematangan seksual.

  3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.

  4. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa.

  5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan yang terjadi.

2.5.3. Perkembangan Masa Remaja

  Menurut Agustiani (2009) masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orangtuanya. Beberapa yang menjadi alasan yaitu:

  1. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan dapat menjauhkan ia dari keluarganya.

  2. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda. Ini berarti pengaruh orangtua pun melemah.

  3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhan maupun seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul dapat menakutkan, membingungkan, dan menjadi sumber perasaan salah dan frustasi.

  4. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama dengan nasihat orangtua.

2.5.4. Tahap Perkembangan Masa Remaja

  Menurut Jahja (2011), bahwa tahap perkembangan masa remaja adalah sebagai berikut:

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

  Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orangtua. Fokus pada tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun) Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru.

  Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

  Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dalam tahap ini.

2.6. Pendidikan Seks

2.6.1. Pengertian Pendidikan Seks

  Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan (Sarwono, 2011). Pendidikan tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks dengan mengutamakan pendidikan tingkah laku yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan, sebab hal yang dipentingkan adalah pendidikannya, bukan seksnya, walaupun pada pendidikan seks memang tidak dapat dihindari pembahasan pengetahuan tentang seks dalam arti keilmuan (seksologi) (Wuryani, 2008). Pendidikan seks merupakan proses pembudayaan diri sendiri dalam kehidupan bersama orang lain, yang harus ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat (Tukan, 1993).

  Wuryani (2008) mengatakan bahwa supaya informasi tentang seks dapat dipahami dengan baik oleh anak, maka orangtua harus bersikap jujur berdasarkan pengalaman mereka sendiri dalam perkawinan yang memuaskan dan membahagiakan, sehingga anak mengetahui bagaimana perilaku dua orang yang saling berbeda itu terhadap satu sama lain: saling menunjukkan cinta, saling menghormati, dan saling menghargai. Sebelum orangtua memberikan pendidikan yaitu pengetahuan tentang perkembangan psikoseksual pada anak-anak terutama dalam masa remaja.

  Ada beberapa catatan mengenai hal ini:

  1. Masa remaja adalah masa yang paling penting daibandingkan dengan masa kanak-kanak ditinjau dari sudut psikoseksual. Pada masa remaja ini anak perempuan sudah mulai haid pertama dan anak laki-laki mulai mimpi basah dengan perubahan rohaniah dan kejiwaan (tubuh, roh dan jiwa).

  2. Pada gadis mulai umur 10 atau 11 tahun perubahan yang mulai tampak yaitu buah dada yang membesar dan tumbuh bulu-bulu di bagian ketiak dan kemaluannya. Pada anak laki-laki perubahan dimulai kira-kira 1 atau 2 tahun kemudian, yaitu pada umur 11-14 tahun yaitu ditandai dengan bertambah besarnya buah pelir dan zakar, juga bertumbuhnya bulu-bulu di ketiak dan kemaluannya. Tanda lain yaitu membesarnya tulang kerongkongan yang menyebabkan perubahan pada suaranya.

  3. Di bidang rohaniah terjadi peubahan-perubahan besar yaitu dengan memiliki tanggung jawab yang besar namun pada masa ini anak berada dalam masa krisis yang tidak bisa begitu saja menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena adanya perasaan mudah gelisah, tidak tenang, murung, mudah tersinggung dan marah, daan kurang berkonsentrasi.

  4. Pada umur sekitar 13 atau 14 tahun, anak remaja belum mempunyai kontak yang intim dengan orang lain. Tetapi pada umur 15 tahun ataupun sebelumnya mulai menunjukkan adanya perubahan. Dimana anak laki-laki

  5. Tanpa kita sadari anak sudah masuk ke masa antara 17-22 tahun yaitu pada masa adolensia yang sudah mengarah menuju kedewasaan.

2.6.2. Tujuan Pendidikan Seks

  Tujuan pendidikan seks adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dengan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu sebagai suatu yang menjijikkan atau kotor. Dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu atau ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, akan tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang.

2.7. Kerangka Konsep Penelitian Faktor-faktor Predisposisi :

  Pengetahuan

  • Sikap -

  Umur

  • Jenis Kelamin -
  • Orangtua siswa dalam

  Pendidikan

  • pemberian informasi mengenai pendidikan seks

  Pekerjaan

  Faktor Pendukung :

  • (cetak dan elektronik)

  Media massa

  Keterangan : Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan perilaku orangtua dalam memberikan informasi mengenai pendidikan seks. Dari skema diatas dapat dilihat berdasarkan teori Lawrence Green bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perilaku disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor-faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dan faktor pendukung yaitu sumber informasi yang diperoleh melalui media massa seperti media cetak dan elektronik. Selanjutnya kedua faktor tersebut akan memengaruhi orangtua siswa dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks di SMP Santo Thomas 3 Medan.

Dokumen yang terkait

Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013

8 176 133

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Pengertian Perilaku - Gambaran Karakteristik dan Sosial Budaya Keluarga Tentang PerilakuMerokok Siswa Laki-Laki SMA Negeri 1 Bukit Kabupaten Bener Meriah Aceh Pada Tahun 2015

0 0 32

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Remaja 2.1.1. Definisi Remaja - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 2 49

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 26

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku Kesehatan 2.1.1. Pengertian Perilaku Kesehatan - Gambaran Pengetahuan dan Sikap Masyarakat Dalam Pemanfaatan Pelayanan Kesehatan Gigi dan Mulut di Poli Gigi Puskesmas Medan Tuntungan Tahun 2015

0 0 35

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku 2.1.1. Hubungan Arsitektur, Lingkungan dan Perilaku - Physical Traces Pada Ruang Terbuka Publik (Studi Kasus: Lapangan Merdeka)

0 1 28

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Komunikasi (Communication) - Hubungan Komunikasi Orangtua dan Anak Serta Kontrol Diri Siswa dengan Perilaku Seks Pranikah di SMA Prayatna Medan

0 0 37

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Perilaku - Perilaku Suami Dalam Merawat Ibu Masa Nifas di Klinik Niar Medan Amplas Tahun 2012

0 1 18

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Perilaku 2.1.1. Ruang Lingkup Perilaku Kesehatan - Gambaran Perilaku Tenaga Kesehatan Terhadap Pelayanan Prima di Puskesmas Tomuan Kecamatan Siantar Timur Kota Pematangsiantar Tahun 2012

0 0 31

Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 I. Kata Pengantar - Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013

0 0 31