Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013

(1)

PERILAKU ORANGTUA SISWA SMP SANTO THOMAS 3

MEDAN DALAM PEMBERIAN INFORMASI

MENGENAI PENDIDIKAN SEKS

TAHUN 2013

SKRIPSI

Oleh :

STEVANNY MANURUNG

NIM. 091000076

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(2)

PERILAKU ORANGTUA SISWA SMP SANTO THOMAS 3

MEDAN DALAM PEMBERIAN INFORMASI

MENGENAI PENDIDIKAN SEKS

TAHUN 2013

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat

Oleh :

STEVANNY MANURUNG

NIM. 091000076

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2013


(3)

(4)

ABSTRAK

Kebutuhan untuk memahami seks yang baik dan benar menunjukkan bahwa pendidikan seks diperlukan. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan pemberian informasi tentang masalah seksual dengan menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan komitmen dalam diri seorang anak. Peranan orangtua sangatlah diperlukan dalam perubahan diri seorang anak, terutama dalam hal pemberian informasi yang benar tentang seks khususnya pada masa pubertas. Pentingnya pendidikan seks ini, hendaknya diterapkan dalam pendidikan informal yaitu dimulai dari keluarga.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode kuantitatif. Jumlah sampel sebanyak 77 responden dari 397 total populasi yaitu dengan menggunakan teknik proportional random sampling kemudian sampel di simple random sampling agar jelas pembagian sampelnya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung kepada orangtua siswa dengan menggunakan alat bantu kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 40-44 tahun sebanyak 39,0%, jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 49 orang (63,6%), pendidikan terakhir responden adalah SMA/sederajat sebanyak 58,4% dan pekerjaan responden sebagai wiraswasta sebanyak 35,1%. Tingkat pengetahuan responden termasuk dalam kategori baik sebanyak 47 orang (61,0%). Demikian juga halnya dengan tingkatan sikap responden termasuk dalam kategori baik sebanyak 52 orang (67,5%). Sementara tingkatan tindakan responden termasuk dalam kategori cukup yaitu sebanyak 50 orang (64,9%).

Berdasarkan hasil penelitian maka perlunya dibentuk sebuah komunitas Ibu-ibu bagi para orangtua agar dapat lebih meningkatkan pemahamannya mengenai pendidikan seks.


(5)

ABSTRACT

The need to understand the sex is good and right shows that sex education is needed. Sex education is teaching efforts, raising awareness and providing information about sexual issues with instilling moral values, ethics, and commitment in a child. The role of parents is necessary in a child's self changes, especially in terms of providing correct information about sex especially during puberty. The importance of sex education, informal education should be implemented in the beginning of the family.

The purpose of this study is to describe the behavior of the parents of SMP St. Thomas 3 Medan in the provision of information about sex education. This is a descriptive study with quantitative methods. The total sample of 77 respondents of 397 the total population using proportional random sampling technique then sampled in simple random sampling in order to clear the division of the sample. Data was collected through interviews directly to parents by using the questionnaire tool.

The results showed that the majority of respondents aged 40-44 years with as many as 39.0% of respondents are recent high school education / equivalent as much as 58.4% of respondents as self-employed and work as much as 35.1%. The level of knowledge of respondents included in both categories as many as 47 people (61.0%). Similarly, the level of respondents' attitudes included in both categories as many as 52 people (67.5%). While the level of respondents included in the category of action quite as many as 50 people (64.9%).

Based on the research results need to establish a community of mothers for parents in order to further improve its understanding of the sex education.


(6)

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Stevanny Nicea Novel Manurung Tempat/Tanggal Lahir : Makassar/20 Nopember 1990 Agama : Kristen Protestan

Status Perkawinan : Belum Kawin Nama Ayah : Esron Manurung Nama Ibu : Hermin Mamusung

Jumlah Bersaudara : 4 (anak kedua dari lima bersaudara)

Alamat Rumah : Jl. Gaperta Gg. Gudang No.12 Helvetia Medan Riwayat Pendidikan

1. SD Negeri 1 Tebing Tinggi : Tahun 1996-2002 2. SLTP Negeri 1 Tebing Tinggi : Tahun 2002-2005 3. SMA Santo Thomas 3 Medan : Tahun 2005-2008 4. Fakultas Kesehatan Masyarakat USU : Tahun 2009-2013 Riwayat Organisasi

1. POMK FKM USU : Tahun 2009-2010 2. Student Entrepreneurship Centre : Tahun 2011-2012


(7)

KATA PENGANTAR

Puji Tuhan penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yesus Kristus karena atas berkat dan kasih karunia-Nya yang telah memberikan kesehatan dan kekuatan kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini yang berjudul “Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013”

Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan material dan moril dari berbagai pihak oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Ibu Namora Lumongga, MSc, PhD dan Bapak Drs. Alam Bakti Keloko, M.Kes selaku dosen pembimbing skripsi saya yang dengan sabar dan penuh kasih membimbing dan mengarahkan penulis mulai dari awal sampai berakhirnya skripsi ini.

2. Bapak Drs. Tukiman, MKM dan Bapak Drs. Eddy Syahrial, MS selaku dosen penguji yang telah banyak memberi saran dan masukan dalam menyempurnakan skripsi ini menjadi lebih baik.

3. Bapak Drs. Tukiman, MKM selaku Ketua Departemen Pendidikan Kesehatan dan Ilmu Perilaku Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Ibu Dra. Lina Tarigan Apt, MS selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing dari awal perkuliahan hingga selesainya.


(8)

5. Bapak Dr. Drs. Surya Utama, MS selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

6. Seluruh Dosen dan Staf Pegawai Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara yang telah membantu dalam urusan administrasi demi kelancaran skripsi ini.

7. Bapak Drs. Ares Hasugian selaku Kepala Sekolah SMP Santo Thomas 3 Medan dan seluruh Staf Pegawai SMP Santo Thomas 3 Medan yang telah banyak membantu penulis dalam melakukan penelitian atas skripsi ini dari awal hingga akhir.

8. Yang terkasih Ayahanda Esron Manurung dan Ibunda Hermin Mamusung dan seluruh keluarga yang telah mendoakan dan memberikan pengorbanan baik moril maupun materil dalam perkuliahan serta dalam penulisan skripsi ini.

9. Yang terkasih kakak penulis Regina Mustika Seni Manurung, SPd, dan adik-adik penulis Samuel Erick Jansen Manurung, Timothy Eldo Reign Manurung dan Truicello Carla Giselle Manurung yang telah setia menghibur, menguatkan dan berdoa bagi keberhasilan penulis.

10.Yang tercinta Agung Zakaria Saragih, Amd yang selalu setia memberikan masukan, mendoakan dan memberikan penguatan bagi keberhasilan penulis. 11.Sobat setia penulis Lasmanora Oktavia Hutabarat, SSi, Nora Febrini Manik, SS,

Trisna Sutanti Sinambela, S.Kep. atas dukungan doa maupun masukan-masukannya selama penyusunan skripsi ini.

12.Teman-teman penulis Esteria Siahaan, Ade Lubis, Surya Getsemane, Devi Sembiring dan Elita Farida Sitompul yang turut mendoakan keberhasilan penulis.


(9)

Adapun selama dalam penulisan skripsi ini penulis melalui berbagai tantangan dan cobaan namun semua proses demi proses dapat dilalui dengan baik yaitu dengan adanya kepercayaan, keyakinan dan ketekunan. Juga penulis menyadari satu hal bahwa selama dalam menulis skripsi bukan hanya ilmu yang dicari dan didapat namun juga pelajaran hidup yakni mau dan rela mengikuti proses kepribadian dan mental untuk menjadi pejuang yang tangguh. Yakin dan percayalah bahwa kesukaran dan penderitaan itulah kebanggaan hidup dimana untuk mencapai yang namanya peninggian dan kebesaran. Tiada hal yang sempurna di dunia ini untuk itu dengan segala kerendahan hati penulis sungguh menerima kritik dan saran yang dapat membangun skripsi ini. Biarlah skripsi ini bermanfaat bagi kita semua. Amen.

Medan, Agustus 2013


(10)

DAFTAR ISI

HALAMAN PENGESAHAN ... i

ABSTRAK ... ii

ABSTRACK ... iii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iv

KATA PENGANTAR ... v

DAFTAR ISI ... ix

DAFTAR TABEL ... xi

DAFTAR GAMBAR ... xvi

DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1.Latar Belakang ... 1

1.2.Perumusan Masalah ... 12

1.3.Tujuan Penelitian ... 12

1.3.1. Tujuan Umum ... 12

1.3.2. Tujuan Khusus ... 12

1.4.Manfaat Penelitian ... 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 14

2.1. Konsep Perilaku ... 14

2.1.1. Batasan Perilaku ... 14

2.1.2. Domain Perilaku ... 15

2.1.3. Proses Adopsi Perilaku ... 20

2.2. Determinan Perilaku ... 20

2.3. Informasi ... 23

2.4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Pendidikan Seks ... 25

2.5. Remaja ... 27

2.5.1. Pengertian Masa Remaja ... 27

2.5.2. Ciri-ciri Masa Remaja ... 27

2.5.3. Perkembangan Masa Remaja ... 27

2.5.4. Tahap Perkembangan Masa Remaja ... 28

2.6. Pendidikan Seks ... 29

2.6.1. Definisi Pendidikan Seks ... 29

2.6.2. Tujuan Pendidikan Seks ... 31

2.7. Kerangka Konsep Penelitian ... 32

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 33

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian ... 33

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 33

3.3. Populasi dan Sampel ... 33

3.3.1. Populasi ... 33

3.3.2. Sampel ... 34

3.4. Metode Pengumpulan Data ... 36

3.4.1. Data Primer ... 36


(11)

3.5. Definisi Operasional ... 36

3.6. Aspek pengukuran dan Instrumen ... 37

3.6.1. Aspek pengukuran ... 37

3.6.2. Instrumen ... 40

3.7. Teknik Analisis Data dan Pengolahan Data ... 40

3.7.1. Analisis data ... 40

3.7.2. Pengolahan data ... 40

BAB IV HASIL PENELITIAN... 42

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 42

4.1.1. Letak Geografis ... 42

4.2. Hasil Analisis Univariat ... 42

4.2.1. Berdasarkan Karakteristik Responden ... 43

4.2.2. Berdasarkan Pengetahuan Responden ... 44

4.2.3. Kategori Tingkatan Pengetahuan ... 51

4.2.4. Berdasarkan Sikap Responden ... 52

4.2.5. Kategori Tingkatan Sikap ... 54

4.2.6. Berdasarkan Tindakan Responden ... 55

4.2.7. Kategori Tingkatan Tindakan ... 65

BAB V PEMBAHASAN ... 67

5.1. Karakteristik Responden ... 67

5.1.1. Gambaran Karakteristik Umur ... 67

5.1.2. Gambaran Karakteristik Jenis Kelamin ... 68

5.1.3. Gambaran Karakteristik Pendidikan ... 68

5.1.4. Gambaran Karakteristik Pekerjaan ... 70

5.2. Pengetahuan Responden ... 71

5.2.1. Gambaran Pengetahuan ... 71

5.3. Sikap Responden ... 73

5.3.2. Gambaran Sikap ... 73

5.4. Tindakan Responden ... 75

5.3.2. Gambaran Tindakan ... 75

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ... 78

6.1. Kesimpulan... 78

6.2. Saran ... 79

DAFTAR PUSTAKA


(12)

DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Tabel Perhitungan Sampel ... 35 Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Responden

Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 43 Tabel 4.2. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Masa

Remaja Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 44 Tabel 4.3. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tahap

Perkembangan Masa Remaja Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 45 Tabel 4.4. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Masa

Pubertas Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai

Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 45 Tabel 4.5. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian Seks

Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 46 Tabel 4.6. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Pengertian

Pendidikan Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 46 Tabel 4.7. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Manfaat

Pendidikan Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 47 Tabel 4.8. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Tujuan Pendidikan

Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 48


(13)

Tabel 4.9. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Aspek Penting Dalam Pendidikan Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi

Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 48 Tabel 4.10. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Peran Orangtua

Selaku Memiliki Remaja Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 49 Tabel 4.11. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Bagaimana

Orangtua Dalam Mengontrol Pergaulan Anak Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 49 Tabel 4.12. Distribusi Pengetahuan Responden Tentang Perkembangan

Remajanya Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai

Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 50 Tabel 4.13. Distribusi Kategori Tingkatan Pengetahuan Responden

Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 51 Tabel 4.14. Distribusi Sikap Responden Dalam Pemberian Informasi

Mengenai Pendidikan Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi

Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 52 Tabel 4.15. Distribusi Kategori Tingkatan Sikap Responden Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 54 Tabel 4.16. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Adanya Kemauan

Untuk Memberikannya Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013.. ... 55 Tabel 4.17. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya

Memberikan Informasi Mengenai Pendidikan Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013.. 55


(14)

Tabel 4.18. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Jika Pernah Memberikan Informasi Apakah Kepada Anak Laki-laki Atau Perempuan Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 56 Tabel 4.19. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Diberikan

Pertama Sekali Pada Saat Umur Berapa Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 .. 57 Tabel 4.20. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya

Memberikan Informasi Dasar Tentang Permasalahan Seksualitas (Misalnya Informasi Darimana Datangnya Bayi) Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013.. ... 58 Tabel 4.21. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Hal-hal Yang

Tidak Diperbolehkan di Depan Umum (Seperti Menggunakan Pakaian Ketat/Minim Saat Berada di Luar Rumah) Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013.. 58 Tabel 4.22. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya

Memberikan Informasi Mengenai Organ Reproduksi dan Fungsinya Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai

Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 59 Tabel 4.23. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Penjelasan

Tentang Bahaya Aborsi dan Seks Bebas Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 59 Tabel 4.24. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Pernah Tidaknya

Memberikan Informasi Mengenai Penyakit Kelamin Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 59 Tabel 4.25. Distribusi Tindakan Responden Bahwa Pendidikan Seks Dapat

Mencegah Perilaku Seks Bebas Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 60


(15)

Tabel 4.26. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Apakah Orangtua Selalu Memantau Perkembangan Anak Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 60 Tabel 4.27. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Apakah Orangtua

Selalu Menasehati dan Membatasi Anak Dalam Bergaul dengan Lawan Jenis Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... ... 61 Tabel 4.28. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Apakah Orangtua

Mengetahui Anak Belum Pernah/Sudah/Sedang Berpacaran Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 ... 61 Tabel 4.29. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Apakah Orangtua

Mengetahui Anak Belum/Sudah Pernah Berciuman Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013 .. 61 Tabel 4.30. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Apakah Orangtua

Mengetahui Anak Belum/Sudah Pernah Membaca Buku/Majalah/Tabloid Porno atau Menonton Video Porno Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013. ... 62 Tabel 4.31. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Apakah Orangtua

Mengetahui Anak Sudah Pernah Melakukan Onani/Masturbasi Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013.. ... 62 Tabel 4.32. Distribusi Tindakan Responden Berdasarkan Jika Mengetahui

Hal Tersebut Apakah Membiarkan Hal Itu Terjadi Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 63 Tabel 4.33. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Apakah Orangtua

Akan Memberi Masukan Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013.. ... 63


(16)

Tabel 4.34. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Apakah Ada Batasan Dalam Berkomunikasi Dengan Anak Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 63 Tabel 4.35. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Apakah

Membicarakan Seks Adalah Hal Yang Sangat Tabu Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 64 Tabel 4.36. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Memberikan

Pengetahuan Mengenai Pendidikan Seks Itu Sangat Penting Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... ... 64 Tabel 4.37. Distribusi Tindakan Responden Mengenai Setujukah Orangtua

Apabila Pendidikan Seks Tidak Hanya Diterapkan Dalam Lingkungan Rumah Namun Juga Termasuk di Lingkungan Sekolah Sebagai Pendidikan Informal Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 65 Tabel 4.38. Distribusi Kategori Tingkatan Tindakan Responden Dalam

Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Terhadap Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun 2013... 65


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

LAMPIRAN 1 Kuesioner Penelitian

LAMPIRAN 2 Master Olah Data Komputer LAMPIRAN 3 Output Olah Data Komputer

LAMPIRAN 4 Surat Permohonan Izin Penelitian dari FKM USU

LAMPIRAN 5 Surat Keterangan Telah Selesai Melakukan Penelitian dari SMP Santo Thomas 3 Medan


(18)

ABSTRAK

Kebutuhan untuk memahami seks yang baik dan benar menunjukkan bahwa pendidikan seks diperlukan. Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan pemberian informasi tentang masalah seksual dengan menanamkan nilai-nilai moral, etika, dan komitmen dalam diri seorang anak. Peranan orangtua sangatlah diperlukan dalam perubahan diri seorang anak, terutama dalam hal pemberian informasi yang benar tentang seks khususnya pada masa pubertas. Pentingnya pendidikan seks ini, hendaknya diterapkan dalam pendidikan informal yaitu dimulai dari keluarga.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran perilaku orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks. Penelitian ini bersifat deskriptif dengan metode kuantitatif. Jumlah sampel sebanyak 77 responden dari 397 total populasi yaitu dengan menggunakan teknik proportional random sampling kemudian sampel di simple random sampling agar jelas pembagian sampelnya. Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara secara langsung kepada orangtua siswa dengan menggunakan alat bantu kuesioner.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar responden berumur 40-44 tahun sebanyak 39,0%, jenis kelamin responden adalah perempuan sebanyak 49 orang (63,6%), pendidikan terakhir responden adalah SMA/sederajat sebanyak 58,4% dan pekerjaan responden sebagai wiraswasta sebanyak 35,1%. Tingkat pengetahuan responden termasuk dalam kategori baik sebanyak 47 orang (61,0%). Demikian juga halnya dengan tingkatan sikap responden termasuk dalam kategori baik sebanyak 52 orang (67,5%). Sementara tingkatan tindakan responden termasuk dalam kategori cukup yaitu sebanyak 50 orang (64,9%).

Berdasarkan hasil penelitian maka perlunya dibentuk sebuah komunitas Ibu-ibu bagi para orangtua agar dapat lebih meningkatkan pemahamannya mengenai pendidikan seks.


(19)

ABSTRACT

The need to understand the sex is good and right shows that sex education is needed. Sex education is teaching efforts, raising awareness and providing information about sexual issues with instilling moral values, ethics, and commitment in a child. The role of parents is necessary in a child's self changes, especially in terms of providing correct information about sex especially during puberty. The importance of sex education, informal education should be implemented in the beginning of the family.

The purpose of this study is to describe the behavior of the parents of SMP St. Thomas 3 Medan in the provision of information about sex education. This is a descriptive study with quantitative methods. The total sample of 77 respondents of 397 the total population using proportional random sampling technique then sampled in simple random sampling in order to clear the division of the sample. Data was collected through interviews directly to parents by using the questionnaire tool.

The results showed that the majority of respondents aged 40-44 years with as many as 39.0% of respondents are recent high school education / equivalent as much as 58.4% of respondents as self-employed and work as much as 35.1%. The level of knowledge of respondents included in both categories as many as 47 people (61.0%). Similarly, the level of respondents' attitudes included in both categories as many as 52 people (67.5%). While the level of respondents included in the category of action quite as many as 50 people (64.9%).

Based on the research results need to establish a community of mothers for parents in order to further improve its understanding of the sex education.


(20)

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Manusia sebagai makhluk seksual tidaklah pernah bisa luput karena disaat berbicara masalah seputar seks rasanya tidak akan ada habis-habisnya. Hanya kematian yang dapat mencegahnya, karena masalah seks akan tetap hidup dan akan terus hidup (Dianawati, 2006). Manusia sebagai makhluk hidup yang sempurna, tidak dapat dipungkiri adalah makhluk seksual. Jika diterjemahkan, seksualitas adalah bagaimana seseorang merasakan dan mengekspresikan sifat dasar dan ciri-ciri seksual yang khusus (Nugraha, 2007).

Seksual dimulai dengan beberapa perubahan pubertas selama masa remaja dan dilanjutkan seluruhnya dalam kehidupan dewasa (Nugraha, 2007). Oleh karena itu, dalam hal ini yang paling berperan penting adalah remaja. Masa remaja adalah suatu masa peralihan dari anak-anak ke dewasa, bukan hanya dalam artian psikologis tetapi juga fisik. Pada masa ini individu mengalami berbagai perubahan, baik fisik maupun psikis. Perubahan yang tampak jelas adalah perubahan fisik, dimana tubuh berkembang pesat sehingga mencapai bentuk tubuh orang dewasa yang disertai pula dengan berkembangnya kapasitas reproduktif. Bahkan perubahan-perubahan fisik yang terjadi itulah yang merupakan gejala primer dalam pertumbuhan remaja, sedangkan perubahan-perubahan psikologis muncul antara lain sebagai akibat dari perubahan-perubahan fisik itu (Sarwono, 2011).


(21)

Saat remaja dalam masa perkembangannya, mulai memasuki masa-masa yang disebut masa pubertas. Pada masa inilah remaja mengalami perubahan sistem hormon seksual yaitu berkembangnya organ-organ reproduksi yang membuat perubahan dalam perkembangan seks sekunder remaja baik pada perempuan maupun pada laki-laki. Pada umumnya, pada masa ini remaja putri mengalami haid/menstruasi pertama, dan remaja putra mengalami mimpi basah, sehingga organ-organ fisik dapat mencapai taraf kematangan yang memungkinkan berfungsinya sistem reproduksi dengan sempurna (Dariyo, 2007). Selain itu, perkembangan sistem hormonal menyebabkan perubahan seksual yaitu dengan menimbulkan dorongan-dorongan dan perasaan-perasaan baru. Keseimbangan hormonal yang baru menyebabkan individu merasakan hal-hal yang belum pernah dirasakan sebelumnya (Agustiani, 2009).

Kematangan seks menandakan bahwa adanya perubahan hormon, sehingga dorongan seks semakin meluap. Perlunya bimbingan yang benar tentang perubahan ini saat dorongan itu muncul karena jika dibiarkan akan semakin liar. Akibatnya, para remaja ingin melampiaskannya dengan mencari bacaan atau film-film porno, bahkan ada juga yang dengan sengaja melakukan hubungan seksual dengan pekerja seks komersial ataupun melakukan masturbasi (Dianawati, 2006).

Adanya kebutuhan setiap orang terutama remaja pada khususnya untuk dapat memahami seks dengan baik dan benar merupakan petunjuk bahwa pendidikan seks diperlukan. Seperti yang kita ketahui, sebagaimana masyarakat itu selalu berkembang dan mengalami perubahan, yang termasuk pula perubahan nilai dan moralitas serta pandangan terhadap seks. Seks merupakan suatu bahan pembicaraan yang sangat


(22)

peka karena sangat dibutuhkan, namun di pihak lain orang berusaha untuk menutup-nutupinya. Sebenarnya masalah seks tidak perlu ditutup-tutupi, namun juga tidak lantas dibicarakan secara terbuka di tempat umum karena seks bukanlah hal yang tabu, sekalipun dibicarakan di dalam keluarga, antara orangtua dan anak-anaknya (Wuryani, 2008).

Pada dasarnya, pendidikan seks sudah dikenal sejak saat seseorang dilahirkan. Seseorang yang terlahir, baik laki-laki maupun perempuan, akan terus mengalami perkembangan seksual secara fisik dari anak-anak sampai memasuki usia remaja yang dipengaruhi oleh hormon seks (laki-laki dan perempuan). Seiring dengan berlalunya waktu, perkembangan fisikoseksual (termasuk biologis dan fisiologis) diikuti dengan adanya perkembangan psikoseksual. Kedua perkembangan itu harus berjalan seimbang karena dapat mempengaruhi kehidupan seksualnya ketika memasuki gerbang perkawinan (Dianawati, 2006).

Pendidikan seksualitas itu dimulai dari manusia itu sendiri yang bertujuan mengartikan penghayatan kehidupan seksual manusia yang berarti manusia menjelaskan dan memberikan informasi tentang seksualitas manusia serta meneguhkan makna atau menafsirkan nilai manusiawi terhadap seksualitas tersebut (Tukan, 1993). Pendidikan seks adalah upaya pengajaran, penyadaran dan pemberian informasi tentang masalah seksual. Salah satu informasi yang diberikan adalah pengetahuan tentang fungsi organ reproduksi dengan menanamkan moral, etika, komitmen agar tidak terjadi 'penyalahgunaan' organ seksual tersebut. Dengan begitu maka remaja pun akan mampu mengendalikan dirinya (Wahyuningsih, 2012).


(23)

Pentingnya peran orangtua dalam hal ini akan sangat mendukung perilaku remaja terhadap perubahan yang terjadi pada dirinya. Pada saat sesama orangtua saling memperdebatkan penting tidaknya membicarakan masalah seks pada anak-anaknya, permasalahan yang dibahas di media cetak, elektronik, dan dalam kehidupan sehari-hari juga berkaitan dengan masalah seks ini. Dengan melihat begitu besar perhatian seseorang terhadap kebutuhan seksualnya, berarti masyarakat kita sudah mulai menyadari pentingnya mendapatkan pengetahuan seks secara jelas dan terbuka. Pendidikan seks tidaklah terbatas jangkauannya karena dimulai dari usia anak-anak, remaja, sampai orangtua. Dalam hal ini dapat dilihat betapa pentingnya peran orangtua dalam menyikapi persoalan-persoalan yang ada serta perlunya untuk lebih terbuka (Dianawati, 2006).

Banyak pihak beranggapan bahwa membicarakan seks kepada anak remajanya adalah hal yang tabu sehingga hal yang ditakutkan adalah pendidikan seks justru akan memancing anak dan remaja untuk tertarik berhubungan seksual. Padahal, secara ilmiah sudah terbukti sebaliknya. Remaja yang diberikan pendidikan seks yang tepat justru menunda berhubungan seksual (Anna, 2012).

Anggapan kebanyakan orangtua bahwa membicarakan masalah seks adalah sesuatu hal yang tabu inilah yang seharusnya dihilangkan karena dapat menghambat penyampaian pengetahuan seks yang seharusnya sudah dapat dimulai dari segala usia. Selain itu, kemungkinan besar para orangtua merasa kuatir jika si anak mengetahui lebih banyak masalah seksualitas, karena akan semakin meningkatkan rasa penasaran dan keberaniannya untuk mempraktikkan seks tersebut. Padahal hal itu dapat


(24)

mencegah pengaruh dari luar untuk memenuhi rasa ingin tahu si anak yang tidak perlu dilakukan namun perlu diketahuinya. Pasalnya, setiap anak yang sehat pasti ingin sekali mengetahui perkembangan dan perbedaan anggota tubuhnya dengan orang lain, ingin merasakan dan mengetahui arti ciuman dan sentuhan seperti yang sering dilihatnya, baik di TV atau lingkungan sekitarnya. Bisa juga anak tersebut ingin mengetahui perasaan, khayalan seksual, dan proses terjadinya reproduksi yang mungkin masih membingungkannya. Jika hal itu terjadi, maka disitulah peran serta orangtua yang berkontribusi besar dalam menangani problema yang terjadi (Dianawati, 2006).

Arti pendidikan seks disini adalah agar dapat membantu para remaja laki-laki dan perempuan untuk mengetahui risiko dari sikap seksual mereka dan mengajarkan pengambilan keputusan seksualnya secara dewasa, sehingga tidak menimbulkan hal-hal yang merugikan diri sendiri maupun orangtuanya. Jika para orangtua secara arif dan bijaksana dalam menyikapi permasalahan yang dialami oleh anak-anak dan lingkungan sekitarnya, maka arti seks itu sendiri akan berubah menjadi sangat indah dan sangat berarti bagi kelangsungan hidup manusia (Dianawati, 2006).

Pentingnya memberikan pendidikan seks bagi remaja sudah seharusnya kita pahami. Karena pada dasarnya usia remaja merupakan masa transisi, dimana pada masa ini terjadinya perubahan baik fisik, emosional, maupun seksual (Dianawati, 2006). Adapun aspek yang penting untuk disampaikan dalam pendidikan seks adalah anatomi tubuh, sistem reproduksi manusia, kesehatan dan perilaku. Selama ini ilmu tentang aspek-aspek tersebut diberikan dalam kurikulum biologi/IPA (Ilmu


(25)

Pengetahuan Alam). Penjelasan anatomi tubuh antara laki-laki dan perempuan berbeda bentuk dan fungsi, sistem reproduksi dapat mulai berlangsung sejak akil balig (pada perempuan sejak telah mendapatkan menstruasi) (Arum, 2012).

Survei oleh WHO tentang pendidikan seks membuktikan bahwa pendidikan seks bisa mengurangi atau mencegah perilaku hubungan seks sembarangan yang berarti pula mengurangi tertularnya penyakit akibat hubungan seks bebas. Pendidikan seks yang benar harus memasukkan unsur-unsur hak azazi manusia, juga nilai-nilai kultur dan agama diikutsertakan di dalamnya sehingga akan merupakan pendidikan akhlak dan moral juga (Zuhra, 2011).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat menunjukkan bahwa 68 persen orangtua tak pernah berusaha menjelaskan masalah seks pada anak-anaknya. Kebanyakan dari mereka merasa malu untuk menjelaskannya. Bahkan sekitar 47 persen orangtua percaya bahwa sekolah memiliki tanggung jawab penuh untuk mengajarkan anak tentang hubungan seksual. Hasil ini diketahui berdasarkan survei yang dilakukan oleh CouponCodes4u pada 2.305 orangtua yang memiliki setidaknya satu anak berusia di atas 12 tahun. Sekitar 44 persen orangtua beralasan bahwa mereka terlalu malu untuk mendiskusikan seks dengan anak. Sekitar 27 persen mengatakan bahwa mereka menjauhi topik itu karena alasan agama. Sementara 11 persen orangtua tak mau menjelaskan hal itu karena tak percaya bahwa anak membutuhkan pelajaran seksual. Uniknya, 15 persen orangtua percaya anggota keluarga lain seperti kakak bisa menjadi rujukan bagi anak mereka untuk belajar tentang seks. Lebih dari seperlima percaya anak mereka bisa belajar dari teman-temannya. Sementara lebih dari 11


(26)

persen orangtua merasa televisi dan internet bisa memberikan pelajaran tentang seks pada anak (Ananda, 2013).

Meski diskusi mengenai seks dengan anak adalah salah satu hal yang ditakuti orangtua, namun lebih dari 62 persen orangtua setuju bahwa pendidikan seks penting bagi anak. Hanya 18 persen orangtua mengaku bahwa mereka sendiri baru mendapatkan pelajaran itu saat dewasa. Sekitar 49 persen orang tua berpikir anak harus mulai memahami seks ketika berusia 10 atau 15 tahun. Sekitar 37 persen orangtua juga percaya bahwa mengajarkan tentang seks secara langsung pada anak juga bisa mencegah anak untuk mencari informasi dari sumber lain, yang bisa jadi salah dan mendorong mereka melakukan hal yang tak benar (Ananda, 2013).

Dalam memberikan pendidikan seks, sebaiknya orangtua melakukannya sesuai dengan usia anak. Saat anak berusia balita misalnya, bisa diajarkan mengenai anggota tubuhnya. Anak biasanya juga mulai bertanya dari mana bayi berasal. Disinilah bisa memberikan penjelasan dengan cerita yang sesuai dengan pemahamannya, tidak perlu terlalu detail dan rumit. Karena ketika anak beranjak remaja sekitar 12-14 tahun, dorongan seksual di masa puber biasanya mulai meningkat. Disinilah orangtua harus berperan mengajarkan anak mengenai sistem reproduksi dan cara kerjanya. Jelaskan pada anak konsekuensi jika mereka melakukan hubungan seks terlalu dini (Anonim, 2013).


(27)

Menurut psikolog dan sex educator Ninuk Widyantoro, yang terpenting sebelum memberikan pendidikan seks pada anak adalah menetapkan tujuan yang jelas, yaitu mempersiapkan anak secara bertahap agar siap menghadapi berbagai perubahan fisik dan emosional yang menyangkut seksualitasnya dan bisa melewati fase-fase hidupnya dengan selamat. Selain itu, ancaman pelecehan seksual, pergaulan bebas, kehamilan di luar nikah pada usia dini, gempuran informasi melalui media massa, serta penularan penyakit Infeksi Menular Seksual (IMS) dan HIV/AIDS tentu menjadi alasan kuat untuk membekali anak dengan pendidikan seks, agar mereka bisa melindungi diri dan berpikir sebelum bertindak (Anonim, 2013).

Sebelum memulai memberikan pendidikan seks, orangtua perlu bekal pengetahuan yang cukup mengenai seksualitas karena ada orangtua yang bahkan tidak mengerti perbedaan antara seks dan seksualitas. Seks hanyalah perbedaan biologis antara pria dan wanita. Sedangkan seksualitas lebih luas dari itu, antara lain mencakup kebersihan genital, ketertarikan pada lawan jenis, timbulnya nafsu birahi, hingga orientasi seksual. Disamping itu, orangtua juga perlu memiliki keterampilan komunikasi, menyangkut cara berbicara dan bahasa tubuh seperti halnya berbicara dengan nada yang manis pada anak bukan menggurui atau menakut-nakuti selain itu juga harus lebih bersikap santai. Seks bukanlah sesuatu yang jorok atau dosa tetapi sesuatu yang normal, karena melalui hubungan sekslah kelangsungan hidup manusia terpelihara. Berbicara soal seksualitas bukan cuma seputar hubungan intim pria dan wanita, tapi bisa juga tentang kesehatan dan perkembangan emosi (Anonim, 2013).


(28)

Studi yang digagas oleh organisasi kesehatan reproduksi The Guttmacher Institute telah membuktikan pentingnya pendidikan seks pada kalangan remaja. Para ahli menganalisa data sekitar 4.691 remaja Amerika Serikat berusia 15-24 tahun yang diperoleh dari National Survey of Family Growth antara tahun 2006 hingga 2008. Pertanyaan dalam survei tersebut antara lain berusaha menggali apakah para remaja memiliki bekal formal mengenai bagaimana menolak seks dan juga metode kontrasepsi. Para remaja itu juga menjawab pertanyaan tentang pengalaman pertama mereka melakukan seks vaginal (Anna, 2012).

Hasil survei menunjukkan, sekitar dua pertiga remaja putri dan 55 persen remaja pria pernah mendapatkan informasi mengenai pentingnya kontrasepsi dan mengatakan tidak pada hubungan seks. Sekitar 20 persen menjawab mereka hanya belajar bagaimana menunda seks dan 16 persen perempuan dan 24 persen anak laki-laki mengatakan mereka tidak mendapatkan pendidikan seks. Kelompok terakhir, yakni yang tidak mendapat pendidikan seks ternyata memiliki perilaku seksual yang paling buruk. Dari kelompok ini, lebih dari 80 persen mengaku mereka berhubungan seks sebelum berusia 20 tahun. Selain itu, remaja yang mendapatkan pendidikan seks mengaku mereka menggunakan kontrasepsi saat berhubungan seks pertama kali. Mereka juga cenderung memiliki pasangan yang "lebih sehat", yakni kekasih yang usianya sepantar atau tidak lebih dari tiga tahun (Anna, 2012).

Survei yang dipimpin oleh Trisha Mueller, pakar penyakit menular dari pusat penelitian di Atlanta. Sebanyak 2.019 remaja berusia 15-19 menjadi responden. Sebanyak 59% remaja putri yang mendapat pendidikan seks mengatakan mereka


(29)

tidak berhubungan seks sebelum berusia 15 tahun. Sedangkan remaja pria, 71% orang yang mendapat pendidikan seks mengatakan tidak berhubungan seks sebelum usia 15 tahun. Pada kelompok remaja berisiko tinggi seperti keturunan Afrika Amerika dan yang tinggal di daerah kota, pendidikan seks memberikan hasil lebih baik. Sekitar 88% mengatakan tidak berhubungan seks sama sekali sebelum usia 15 tahun. Remaja pria lulusan sekolah menengah dan mendapat pendidikan seks tercatat tiga kali lebih memperhatikan penggunaan alat kontrasepsi dibanding mereka yang tidak mendapat pendidikan seks (Ginjow, 2012).

Pendidikan seks masih menjadi kontroversi patut tidaknya untuk dimasukkan dalam kurikulum di sekolah walaupun sebenarnya pendidikan seks di sekolah sudah ada sejak tahun 1950-an di negara Swiss dan Swedia, sedangkan di negara Perancis, Jerman dan Polandia sejak tahun 1970-an (Arum, 2012). Pada usia remaja, seorang anak belum dapat bertanggung jawab sepenuhnya. Hal-hal yang mereka lakukan hanya merupakan kesenangan sesaat. Ketidakjelasan pendidikan seks dari orangtuanya akan menimbulkan berbagai masalah yang mengacu pada gangguan seksual ketika memasuki kehidupan seksual yang sebenarnya dengan pasangannya. Karenanya sangat dibutuhkan bimbingan dari orangtua yang memang sudah seharusnya memiliki kedekatan hubungan dengan si anak.

Orangtua haruslah mengerti dan memahami terlebih dahulu jika terjadi perubahan dalam diri anaknya, sehingga anak pun merasa mendapatkan perhatian dan kasih sayang dari orangtuanya. Dengan begitu, mereka tanpa segan dan malu akan membicarakan semua persoalan yang dihadapinya (Dianawati, 2006). Karena kelompok remaja (12 - 18 tahun) adalah kelompok yang rentan untuk mengadaptasi


(30)

informasi yang muncul. Mereka haus informasi dan selalu merasa ingin tahu akan sesuatu yang baru. Disinilah peran/bimbingan dari orangtua dan guru sangat diperlukan. Tetapi di sisi lain, orangtua maupun guru masih banyak yang malu dan merasa tabu untuk memberikan pendidikan seks pada anak mereka (Arum, 2012). Tidak ada pengaruh yang signifikan dari pendidikan seks terhadap sikap mengenai seks pranikah (Yuniarti, 2007).

Hasil penelitian menunjukkan 86,7% orangtua di Lingkungan XVII Kelurahan Tanjung Rejo, Medan memiliki persepsi positif tentang pendidikan seks bagi remaja. Dari hasil penelitian ini dapat diinterpretasikan bahwa orangtua mendukung pendidikan seks bagi remaja (Bukit, 2005). Penelitian yang dilakukan mengenai Perilaku Keluarga Terhadap Pendidikan Seks Bagi Remaja di Kelurahan Sibuluan Nauli Sibolga bahwa dari 46 responden didapat pada pengetahuan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja, responden yang memiliki pengetahuan baik yakni 38 orang (82,60%), sedangkan 8 orang responden memiliki pengetahuan cukup (17,39%). Sikap keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja memiliki sikap positif yakni 46 orang (100%). Pada tindakan keluarga terhadap pendidikan seks bagi remaja, responden yang memiliki tindakan baik ada 39 orang (84,78%), sedangkan 7 orang (15,21%) memiliki tindakan yang cukup (Azni, 2010). Berdasarkan penjelasan diatas maka peneliti merasa tertarik untuk melakukan penelitian untuk mengetahui bagaimana perilaku orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.


(31)

1.2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas, pada saat melakukan survei pendahuluan diketahui bahwasanya anak-anak (khususnya siswa SMP Santo Thomas 3 Medan) sering bermain game online di warnet terdekat (tepat berada di depan sekolah). Selain bermain mereka juga membuka situs lain yaitu situs porno. Juga didapat informasi bahwa rata-rata siswa (laki-laki) melakukan onani di kamar mandi. Maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana perilaku orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.

1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1.Tujuan Umum

Adapun tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui perilaku orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.

1.3.2.Tujuan Khusus

Adapun tujuan khusus dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui karakteristik yaitu umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.

2. Untuk mengetahui tingkatan pengetahuan orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.


(32)

3. Untuk mengetahui tingkatan sikap orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.

4. Untuk mengetahui tingkatan tindakan orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.

1.4. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat penelitian tentang “Perilaku Orangtua Siswa SMP Santo

Thomas 3 Medan Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks Tahun

2013” adalah sebagai berikut :

1. Sebagai bahan masukan bagi orangtua siswa untuk meningkatkan perilakunya dalam hal pemberian informasi mengenai pendidikan seks. 2. Sebagai bahan masukan bagi pihak sekolah mengenai perilaku orangtua

siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam pemberian informasi pendidikan seks tahun 2013.

3. Sebagai bahan referensi dalam pengembangan keilmuan khususnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara.

4. Menambah wawasan baru bagi penulis mengenai perilaku orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dalam hal pemberian informasi mengenai pendidikan seks tahun 2013.


(33)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Konsep Perilaku 2.1.1. Batasan Perilaku

Menurut Notoatmodjo (2003) perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati oleh pihak luar. Manusia sebagai salah satu mahluk hidup mempunyai aktifitas yang dapat dibagikan menjadi dua kelompok yaitu aktivitas yang dapat dilihat oleh orang lain dan aktivitas yang tidak dapat dilihat oleh orang lain. Menurut seorang ahli psikologi Skinner yang dikutip dari Notoatmodjo (2007) beliau mendapati bahwa perilaku merupakan respons atau reaksi seseorang terhadap suatu stimulus (rangsangan dari luar). Oleh sebab itu perilaku manusia terjadi melalui proses Stimulus, Organisme, dan Respons, sehingga teori Skinner

disebut teori “S-O-R”. Teori Skinner juga menjelaskan adanya 2 jenis respons yaitu :

a) Responden respon atau refleksif, yakni respons yang ditunjukkan oleh rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena menimbulkan respon yang relatif tetap misalnya makanan lezat akan menimbulkan nafsu untuk makan dan sebagainya.

b) Operant respon atau instrumental respon yakni respons yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus atau rangsangan yang lain.


(34)

Skinner dalam Notoatmodjo (2003) juga mengemukakan bahwa perilaku merupakan hasil hubungan antara perangsang (stimulus) dan respon. Ia membedakan dengan dua bentuk yaitu :

a) Perilaku tertutup (covert behaviour)

Perilaku ini adalah respons yang masih belum dapat dilihat oleh orang lain. Respons seseorang masih terbatas dalam bentuk perhatian, perasaan, persepsi, pengetahuan, dan sikap terhadap stimulus yang bersangkutan. Bentuk "unobservable behavior" atau "covert behavior" yang dapat diukur adalah pengetahuan dan sikap.

b) Perilaku terbuka (overt behaviour)

Perilaku terbuka ini terjadi bila respons terhadap stimulus tersebut sudah berupa tindakan, atau praktik ini dapat diamati orang lain dari luar atau "observable behavior". Yang dengan mudah dapat diamati atau dilihat oleh orang lain.

2.1.2. Domain Perilaku

Perilaku manusia sangatlah kompleks dan mempunyai bentangan yang sangat luas. Benyamin Bloom (seorang ahli psikologi pendidikan) dalam Notoatmodjo (2003) membagi perilaku manusia itu ke dalam 3 tingkat ranah yakni :

a) Kognitif (cognitive)

b) Afektif (affective)


(35)

Dalam perkembangannya, teori Blum ini dimodifikasi untuk pengukuran hasil pendidikan kesehatan, yakni :

1. Pengetahuan (knowledge)

Pengetahuan adalah hasil dari penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga, dsb). Tanpa pengetahuan seseorang tidak mempunyai dasar untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan terhadap masalah yang dihadapi.

Adapun tingkat pengetahuan di dalam domain kognitif mempunyai 6 tingkatan, diantaranya :

1). Tahu (know)

Tahu diartikan hanya sebagai recall (memanggil) memori yang telah ada sebelumnya setelah mengamati sesuatu. Misalnya : tahu bahwa buah jeruk banyak mengandung vitamin C, penyakit demam berdarah ditularkan melalui nyamuk Aedes Aegypti, dan sebagainya. Untuk mengetahui dan mengukur bahwa orang tahu sesuatu dapat menggunakan pertanyaan-pertanyaan.

2). Memahami (comprehension)

Memahami suatu objek bukan sekedar tahu terhadap objek tersebut, tidak sekedar dapat menyebutkan, tetapi orang tersebut harus dapat menginterpretasikan secara benar tentang objek yang diketahuinya tersebut. 3). Aplikasi (application)

Aplikasi diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain.


(36)

4). Analisis (analysis)

Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahuinya.

5). Sintetis (synthesis)

Sintesis menunjukkan suatu kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan dalam suatu hubungan yang logis dari komponen-komponen pengetahuan yang dimiliki. Dengan kata lain, sintetis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada.

6). Evaluasi (evaluation)

Evaluasi berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu objek tertentu. Penilaian ini dengan sendirinya didasarkan pada suatu criteria yang ditentukan sendiri atau norma-norma yang berlaku dimasyarakat (Notoatmodjo, 2003).

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2007).

2. Sikap (attitude)

Menurut Notoatmodjo (2003) sikap merupakan reaksi atau respons yang masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus atau objek. Allport dalam Notoatmodjo (2003) menjelaskan bahwa sikap itu mempunyai 3 komponen pokok :


(37)

1. Kepercayaan (keyakinan), ide dan konsep terhadap suatu objek. 2. Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek. 3. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave).

Ketiga komponen ini secara bersama-sama membentuk sikap yang utuh (total attitude).dalam penentuan sikap yang utuh ini, pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi memegang peranan penting.

Seperti halnya dengan pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tingkatan yaitu :

a) Menerima (receiving)

Menerima diartikan apabila subjek mau dan memperhatikan stimulus atau objek yang diberikan.

b) Merespon (responding)

Merespon diartikan apabila subjek memberikan jawaban atau tanggapan terhadap pertanyaan atau objek yang dihadapi.

c) Menghargai (valuing)

Menghargai diartikan apabila subjek dapat memberikan nilai yang positif terhadap objek atau stimulus. Mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah adalah suatu indikasi sikap tingkat tiga.

d) Bertanggung jawab (responsible)

Bertanggung jawab diartikan apabila subjek tersebut berani mengambil resiko terhadap apa yang diyakininya ataupun sesuatu yang telah dipilihnya dan hal ini merupakan sikap yang paling tinggi.


(38)

Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Secara langsung yaitu berupa pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek.

3. Tindakan (practice)

Suatu sikap belum tentu otomatis terwujud dalam satu tindakan (overt behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata diperlukan faktor pendorong atau situasi kondisi yang memungkinkan.

Tindakan dibedakan atas beberapa tingkatan, yaitu : 1. Persepsi (perception)

Adanya pengenalan dan pemilihan berbagai objek sehubungan dengan tindakan yang akan diambil merupakan praktek tingkat.

2. Respon terpimpin (guided response)

Mengikuti contoh atau melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar merupakan indikator praktek tingkat kedua.

3. Mekanisme (mechanism)

Sesuatu yang sudah merupakan kebiasaan dan telah melakukannya dengan benar secara otomatis sudah mencapai praktek tingkat tiga.

4. Adopsi (adoption)

Sudah memodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut adalah suatu praktek atau tindakan yang sudah berkembang dengan baik.

Pengukuran perilaku dapat dilakukan secara tidak langsung yakni dengan wawancara terhadap kegiatan-kegiatan yang telah dilakukan beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall). Pengukuran juga dapat dilakukan secara langsung yakni dengan mengobservasi tindakan atau kegiatan responden.


(39)

2.1.3. Proses Adopsi Perilaku

Menurut penelitian Rogers (1947) mengungkapkan bahwa sebelum orang mengadopsi perilaku baru, di dalam diri orang tersebut telah terjadi proses yang berurutan, yakni :

a. Awarness : Menyadari akan suatu stimulus atau objek.

b. Interest : Dimana seseorang mulai tertarik terhadap suatu stimulus atau objek.

c. Evaluation : Membandingkan baik tidaknya suatu stimulus atau objek terhadap dirinya sendiri.

d. Trial : Mulai mencoba perilaku baru.

e. Adoption : Telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikapnya terhadap suatu stimulus.

2.2. Determinan Perilaku

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Faktor penentu atau determinan perilaku manusia sulit untuk dibatasi karena perilaku merupakan resultansi dari berbagai faktor, baik internal maupun eksternal (lingkungan). Secara lebih terperinci perilaku manusia sebenarnya merupakan refleksi dari berbagai gejala kejiwaan seperti pengetahuan, kehendak, minat, motivasi, persepsi, sikap, dan sebagainya (Notoatmodjo, 2003).

Faktor-faktor yang membedakan respons terhadap stimulus yang berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan menjadi dua yakni:


(40)

a. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan yang bersifat bawaan, misalnya: umur, jenis kelamin, pekerjaan, tingkat pendidikan, tingkat emosional, tingkat kecerdasan, dan lain-lain.

b. Faktor eksternal, yakni lingkungan fisik, sosial, budaya, politik, dan ekonomi, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan faktor yang dominan mewarnai perilaku seseorang (Notoatmodjo, 2003).

Tim ahli WHO (1984) menganalisis bahwa yang menyebabkan seseorang itu berperilaku ada empat alasan pokok yaitu :

1. Pemikiran dan perasaan

Bentuk pemikiran dan perasaan ini adalah pengetahuan, kepercayaan, sikap, persepsi, kepercayaan-kepercayaan, dan penilaian-penilaian seseorang terhadap objek (dalam hal ini adalah objek kesehatan), dan lain-lain.

2. Orang penting sebagai referensi

Apabila seseorang itu penting bagi kita maka apapun yang ia lakukan ataupun katakan cenderung untuk kita contoh. Orang inilah yang dianggap kelompok referensi seperti kepala suku, guru, kepala desa, dan lain-lain. 3. Sumber-sumber daya

Yang termasuk adalah fasilitas-fasilitas misalnya waktu, uang, tenaga kerja, keterampilan, dan pelayanan. Pengaruh sumber daya terhadap perilaku dapat bersifat positif maupun negatif.

4. Kebudayaan

Norma, kebiasaan, nilai-nilai dan pengadaan sumber daya di dalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup yang disebut dengan


(41)

kebudayaan. Perilaku yang normal adalah salah satu aspek dari kebudayaan dan selanjutnya kebudayaan mempunyai pengaruh terhadap perilaku. Kebudayaan selau berubah, baik lambat ataupun cepat, sesuai dengan peradaban umat manusia.

Hal-hal yang mempengaruhi perilaku seseorang sebagian terletak dalam diri individu sendiri yang disebut sebagai faktor internal dan sebagian terletak di luar dirinya atau disebut dengan faktor eksternal atau faktor lingkungan.

Suatu teori lain dikembangkan oleh Lawrence Green yang telah dicoba untuk mengungkapkan determinan perilaku dari analisis faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku khususnya perilaku yang berhubungan dengan kesehatan, yang mengatakan bahwa kesehatan seseorang atau masyarakat dipengaruhi oleh dua faktor yakni faktor perilaku dan faktor di luar perilaku. Selanjutnya perilaku itu sendiri terbentuk dari 3 faktor, yaitu sebagai berikut :

1. Faktor-faktor predisposisi (predisposing factors), yang terwujud dalam pengetahuan, sikap, kepercayaan, keyakinan, nilai-nilai dan sebagainya. 2. Faktor-faktor pendukung (enabling factors), yang terwujud dalam

lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas-fasilitas atau sarana-sarana kesehatan misalnya puskesmas, obat-obatan, alat-alat kontrasepsi, jamban, dan sebagainya.

3. Faktor-faktor pendorong (reinforcing factors) yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan, atau petugas yang lain yang merupakan kelompok referensi dari perilaku masyarakat.


(42)

Disimpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, dan tradisi, dan sebagainya dari orang atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu, ketersediaan fasilitas, sikap dan perilaku para petugas terhadap kesehatan juga akan mendukung dan memperkuat terbentuknya perilaku.

Menurut WHO yang dikutip oleh Notoatmodjo (2003), perubahan perilaku dikelompokkan menjadi tiga yaitu :

1. Perubahan alamiah (natural change) ialah perubahan yang dikarenakan perubahan pada lingkungan fisik, sosial, budaya, ataupun ekonomi dimana ia beraktifitas.

2. Perubahan terencana (planned change) ialah perubahan ini terjadi karena memang direncanakan sendiri oleh subjek.

3. Perubahan dari hal kesediaannya untuk berubah (readiness to change) ialah perubahan yang terjadi apabila terdapat suatu inovasi atau program-program baru, maka yang akan terjadi adalah sebagian orang cepat mengalami perubahan perilaku dan sebagian lagi lamban. Hal ini disebabkan setiap orang mempunyai kesedian untuk berubah yang berbeda-beda.

2.3. Informasi

Arti kata informasi adalah suatu berita yang mengandung maksud tertentu. Manusia memiliki pengetahuan dan pengalaman yang selalu ingin dibagikan kepada orang lain. Pengalaman atau pengetahuan yang dikomunikasikan kepada orang lain tersebut merupakan pesan atau informasi. Jadi, pesan atau informasi menuntut adanya kehadiran pihak lain (Maryono, 2008). Diperkuat oleh Kusrini (2007) yang


(43)

mengatakan bahwa informasi adalah suatu data yang sudah diolah menjadi sebuah bentuk yang berarti bagi pengguna, yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan saat ini atau mendukung sumber informasi. Sebuah data belum memiliki nilai sedangkan informasi sudah memiliki nilai yang manfaatnya lebih besar dibanding biaya untuk mendapatkannya. Kemudahan seseorang dalam hal untuk memperoleh informasi dapat membantu mempercepat seseorang untuk memperoleh pengetahuan yang baru.

Informasi yang berkualitas memiliki 3 kriteria, yaitu : 1. Akurat (accurate)

Informasi harus bebas dari kesalahan, tidak bias ataupun menyesatkan. Akurat juga berarti bahwa informasi itu harus dapat dengan jelas mencerminkan maksudnya.

2. Tepat pada waktunya (timeliness)

Informasi yang datang pada penerima tidak boleh terlambat. Di dalam pengambilan keputusan, informasi yang sudah usang tidak lagi bernilai. Bila informasi datang terlambat sehingga pengambilan keputusan terlambat dilakukan, hal itu dapat berakibat fatal.

3. Relevan (relevance)

Informasi yang disampaikan harus mempunyai keterkaitan dengan maslaah yang akan dibahas dengan informasi tersebut dan harus bermanfaat bagi pemakainya. Di samping karakteristik, nilai informasi juga ikut menentukan kualitasnya. Nilai informasi (value of


(44)

information) ditentukan oleh dua hal, yaitu manfaat dan biaya untuk mendapatkannya

2.4. Faktor-faktor Yang Memengaruhi Pendidikan Seks

1. Umur

Umur adalah lamanya waktu hidup terhitung dari sejak lahir sampai dengan sekarang (ulang tahun terakhir). Dengan bertambahnya umur seseorang akan terjadi perubahan pada aspek fisik dan psikologis (mental), dimana pada aspek psikologi ini, taraf berpikir seseorang semakin matang dan dewasa artinya semakin cukup umur maka tingkat kematangan dan kekuatan seseorang akan lebih matang dalam berpikir dan bekerja. Dari segi kepercayaan masyarakat, seseorang yang lebih dewasa lebih dipercaya dari orang yang belum tinggi kedewasaannya.

Menurut Anonim (2011) bahwa usia memengaruhi terhadap daya tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya, sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik.

2. Jenis Kelamin

Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir. Seks berkaitan dengan tubuh laki-laki dan perempuan, dimana laki-laki memproduksikan sperma, sementara perempuan menghasilkan sel telur dan secara biologis mampu untuk menstruasi, hamil dan menyusui. Perbedaan biologis dan fungsi biologis laki-laki dan perempuan tidak dapat dipertukarkan diantara keduanya, dan fungsinya tetap


(45)

dengan laki-laki dan perempuan pada segala ras yang ada di muka bumi (Anonim, 2013).

3. Pendidikan

Pendidikan adalah suatu usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan berupa bimbingan di dalam dan di luar sekolah yang berlangsung seumur hidup. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi, baik dari orang lain maupun dari media massa sehingga semakin banyak pula pengetahuan yang didapat terutama dalam hal kesehatan (Anonim, 2011). 4. Pekerjaan

Pekerjaan adalah suatu kegiatan/aktivitas yang dilakukan seseorang untuk memperoleh imbalan guna memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Anderson dalam Notoatmodjo (2003), menyatakan bahwa struktur sosial yang salah satu diantaranya adalah pekerjaan menentukan dalam pemanfaatan pelayanan kesehatan. Lingkungan pekerjaan dapat menjadikan seseorang memperoleh pengalaman dan pengetahuan baik secara langsung maupun tidak langsung. 5. Media massa (cetak dan elektronik)

Media massa adalah sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan dengan sangat bervariasi yang paling banyak digunakan dalam komunikasi massa (Notoatmodjo, 2003). Kemunculan berbagai media massa memiliki dua pengaruh, yaitu pengaruh positif dan negatif. Dengan adanya media massa maka komunikator dapat menyampaikan pesan-pesannya kepada sasaran


(46)

untuk meningkatkan pengetahuan yang akhirnya dapat berubah kearah positif terhadap kesehatan (Notoatmodjo,2005).

2.5. Remaja

2.5.1. Pengertian Masa Remaja

Masa remaja dikenal sebagai salah satu periode dalam rentang kehidupan manusia yang memiliki beberapa keunikan tersendiri yang bersumber dari kedudukan masa remaja sebagai periode transisional antara masa kanak-kanak dan masa dewasa (Agustiani, 2009).

2.5.2. Ciri-ciri Masa Remaja

Menurut Jahja (2011), ciri-ciri masa remaja yaitu:

1. Peningkatan emosional yang terjadi secara cepat pada masa remaja awal yang dikenal sebagai masa storm & stress.

2. Perubahan yang cepat secara fisik yang juga disertai dengan kematangan seksual.

3. Perubahan dalam hal yang menarik bagi dirinya dan hubungan dengan orang lain.

4. Perubahan nilai, di mana apa yang mereka anggap penting pada masa kanak-kanak menjadi kurang penting karena telah mendekati dewasa. 5. Kebanyakan remaja bersikap ambivalen dalam menghadapi perubahan

yang terjadi.

2.5.3. Perkembangan Masa Remaja

Menurut Agustiani (2009) masa ini hampir selalu merupakan masa-masa sulit bagi remaja maupun orangtuanya. Beberapa yang menjadi alasan yaitu:


(47)

1. Remaja mulai menyampaikan kebebasan dan haknya untuk mengemukakan pendapatnya sendiri. Tidak terhindarkan, ini dapat menciptakan ketegangan dan perselisihan, dan dapat menjauhkan ia dari keluarganya.

2. Remaja lebih mudah dipengaruhi teman-temannya daripada ketika masih lebih muda. Ini berarti pengaruh orangtua pun melemah.

3. Remaja mengalami perubahan fisik yang luar biasa, baik pertumbuhan maupun seksualitasnya. Perasaan seksual yang mulai muncul dapat menakutkan, membingungkan, dan menjadi sumber perasaan salah dan frustasi.

4. Remaja sering menjadi terlalu percaya diri dan ini bersama-sama dengan emosinya yang biasanya meningkat, mengakibatkan ia sukar menerima nasihat orangtua.

2.5.4. Tahap Perkembangan Masa Remaja

Menurut Jahja (2011), bahwa tahap perkembangan masa remaja adalah sebagai berikut:

1. Masa remaja awal (12-15 tahun)

Pada masa ini individu mulai meninggalkan peran sebagai anak-anak dan berusaha mengembangkan diri sebagai individu yang unik dan tidak tergantung pada orangtua. Fokus pada tahap ini adalah penerimaan terhadap bentuk dan kondisi fisik serta adanya konformitas yang kuat dengan teman sebaya.


(48)

2. Masa remaja pertengahan (15-18 tahun)

Masa ini ditandai dengan berkembangnya kemampuan berpikir yang baru. Teman sebaya masih memiliki peran yang penting, namun individu sudah lebih mampu mengarahkan diri sendiri (self-directed). Pada masa ini remaja mulai mengembangkan kematangan tingkah laku, belajar mengendalikan impulsivitas, dan membuat keputusan-keputusan awal yang berkaitan dengan tujuan vokasional yang ingin dicapai. Selain itu penerimaan dari lawan jenis menjadi penting bagi individu.

3. Masa remaja akhir (19-22 tahun)

Masa ini ditandai oleh persiapan akhir untuk memasuki peran-peran orang dewasa. Selama periode ini remaja berusaha memantapkan tujuan vokasional dan mengembangkan sense of personal identity. Keinginan yang kuat untuk menjadi matang dan diterima dalam kelompok sebaya dan orang dewasa, juga menjadi ciri dalam tahap ini.

2.6. Pendidikan Seks

2.6.1. Pengertian Pendidikan Seks

Pendidikan seks adalah suatu informasi mengenai persoalan seksualitas manusia yang jelas dan benar, yang meliputi terjadinya pembuahan, kehamilan, tingkah laku seksual, hubungan seksual dan aspek-aspek kesehatan, kejiwaaan dan kemasyarakatan (Sarwono, 2011). Pendidikan tentang tingkah laku yang baik sehubungan dengan masalah-masalah seks dengan mengutamakan pendidikan tingkah laku yang baik dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemasyarakatan, sebab hal yang dipentingkan adalah pendidikannya, bukan seksnya, walaupun pada


(49)

pendidikan seks memang tidak dapat dihindari pembahasan pengetahuan tentang seks dalam arti keilmuan (seksologi) (Wuryani, 2008). Pendidikan seks merupakan proses pembudayaan diri sendiri dalam kehidupan bersama orang lain, yang harus ditempatkan dalam konteks keluarga dan masyarakat (Tukan, 1993).

Wuryani (2008) mengatakan bahwa supaya informasi tentang seks dapat dipahami dengan baik oleh anak, maka orangtua harus bersikap jujur berdasarkan pengalaman mereka sendiri dalam perkawinan yang memuaskan dan membahagiakan, sehingga anak mengetahui bagaimana perilaku dua orang yang saling berbeda itu terhadap satu sama lain: saling menunjukkan cinta, saling menghormati, dan saling menghargai. Sebelum orangtua memberikan pendidikan seks, mereka harus memperlengkapi diri terlebih dahulu dengan pengetahuan lain, yaitu pengetahuan tentang perkembangan psikoseksual pada anak-anak terutama dalam masa remaja.

Ada beberapa catatan mengenai hal ini:

1. Masa remaja adalah masa yang paling penting daibandingkan dengan masa kanak-kanak ditinjau dari sudut psikoseksual. Pada masa remaja ini anak perempuan sudah mulai haid pertama dan anak laki-laki mulai mimpi basah dengan perubahan rohaniah dan kejiwaan (tubuh, roh dan jiwa).

2. Pada gadis mulai umur 10 atau 11 tahun perubahan yang mulai tampak yaitu buah dada yang membesar dan tumbuh bulu-bulu di bagian ketiak dan kemaluannya. Pada anak laki-laki perubahan dimulai kira-kira 1 atau 2 tahun kemudian, yaitu pada umur 11-14 tahun yaitu ditandai dengan bertambah besarnya buah pelir dan zakar, juga bertumbuhnya bulu-bulu di ketiak dan


(50)

kemaluannya. Tanda lain yaitu membesarnya tulang kerongkongan yang menyebabkan perubahan pada suaranya.

3. Di bidang rohaniah terjadi peubahan-perubahan besar yaitu dengan memiliki tanggung jawab yang besar namun pada masa ini anak berada dalam masa krisis yang tidak bisa begitu saja menyesuaikan diri dengan lingkungannya karena adanya perasaan mudah gelisah, tidak tenang, murung, mudah tersinggung dan marah, daan kurang berkonsentrasi.

4. Pada umur sekitar 13 atau 14 tahun, anak remaja belum mempunyai kontak yang intim dengan orang lain. Tetapi pada umur 15 tahun ataupun sebelumnya mulai menunjukkan adanya perubahan. Dimana anak laki-laki mulai tertarik dengan perempuan dan sebaliknya.

5. Tanpa kita sadari anak sudah masuk ke masa antara 17-22 tahun yaitu pada masa adolensia yang sudah mengarah menuju kedewasaan.

2.6.2. Tujuan Pendidikan Seks

Tujuan pendidikan seks adalah untuk membentuk suatu sikap emosional yang sehat terhadap masalah seksual dengan membimbing anak dan remaja ke arah hidup dewasa yang sehat dan bertanggung jawab terhadap kehidupan seksualnya. Hal ini dimaksudkan agar mereka tidak menganggap seks itu sebagai suatu yang menjijikkan atau kotor. Dikatakan bahwa tujuan dari pendidikan seksual adalah bukan untuk menimbulkan rasa ingin tahu atau ingin mencoba hubungan seksual antara remaja, akan tetapi ingin menyiapkan agar remaja tahu tentang seksualitas dan akibat-akibatnya bila dilakukan tanpa mematuhi aturan hukum, agama dan adat istiadat serta kesiapan mental dan material seseorang.


(51)

2.7. Kerangka Konsep Penelitian

Keterangan :

Penelitian ini bermaksud untuk menggambarkan perilaku orangtua dalam memberikan informasi mengenai pendidikan seks. Dari skema diatas dapat dilihat berdasarkan teori Lawrence Green bahwa faktor-faktor yang memengaruhi perilaku disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor-faktor predisposisi yaitu pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan orangtua siswa SMP Santo Thomas 3 Medan dan faktor pendukung yaitu sumber informasi yang diperoleh melalui media massa seperti media cetak dan elektronik. Selanjutnya kedua faktor tersebut akan memengaruhi orangtua siswa dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks di SMP Santo Thomas 3 Medan.

Faktor-faktor Predisposisi :

- Pengetahuan - Sikap - Umur

- Jenis Kelamin - Pendidikan

- Pekerjaan Orangtua siswa dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks

Faktor Pendukung :

- Media massa (cetak dan elektronik)


(52)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian survei bersifat deskriptif dengan metode kuantitatif yang bertujuan untuk mengetahui Gambaran Perilaku Orangtua Siswa Dalam Pemberian Informasi Mengenai Pendidikan Seks di SMP Santo Thomas 3 Medan Tahun 2013.

3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan di SMP Santo Thomas 3 Medan yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto No.13A Medan pada bulan Mei 2013 - Juli 2013. Adapun alasan pemilihan lokasi adalah :

1. Berdasarkan survei awal yang dilakukan bahwa belum pernahnya dilakukan penelitian mengenai perilaku orangtua dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks.

2. Menurut pengakuan salah seorang siswa yang diwawancarai (baru saja tamat) bahwa terdapat beberapa siswa yang sering bermain game online di sekitar lingkungan sekolah diselingi membuka situs lain (situs porno) dan juga terdapat beberapa siswa laki-laki yang melakukan onani di kamar mandi.

3.3. Populasi dan Sampel 3.3.1. Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah orangtua dari siswa kelas VIII dan IX di SMP Santo Thomas 3 Medan tahun ajaran 2013/2014 yang berjumlah 397 siswa.


(53)

3.3.2. Sampel

Sampel yang digunakan adalah sebagian orangtua siswa kelas VIII dan IX. Cara menentukan sampel adalah, menurut Lemeshow (1997), sebagai berikut :

�= �

21− �/21− � .

�2 � −1 +21− �/2(1− �)

� = 1,96

2 0,5 10,5 . 397

0,12 3971 + 1,9620,5(10,5)

� = 0,96x397

3,96 + 0,9604

� = 77,45

� = 77

Keterangan : N= Besar Populasi (397) n = Jumlah sampel

d = Galat pendugaan 10% atau 0,1 Z = Tingkat kepercayaan (90% = 1,96) P = Proporsi Populasi (0,5)

Berdasarkan hasil perhitungan diatas, maka jumlah sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 77 orang. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara

proportional random sampling yaitu pengambilan sampel pada setiap strata (kelas) secara proportional agar setiap orang memiliki peluang yang sama untuk menjadi sampel serta mewakili setiap kelas VIII dan IX, kemudian sampel di simple random sampling agar jelas pembagian sampelnya.


(54)

Tabel 3.1. Tabel Perhitungan Sampel

No. Kelas Perhitungan sampel Keterangan

1. VIII-1 42

397 x 77 = 8,14

Dari total 42 siswa didapat sampel sebanyak 8 orang.

2. VIII-2 42

397 x 77 = 8,14

Dari total 42 siswa didapat sampel sebanyak 8 orang.

3. VIII-3 41

397�77 = 7,95

Dari total 41 siswa didapat sampel sebanyak 8 orang.

4. VIII-4 45

397�77 = 8,72

Dari total 45 siswa didapat sampel sebanyak 9 orang.

5. VIII-5 42

397�77 = 8,14

Dari total 42 siswa didapat sampel sebanyak 8 orang.

6. IX-1 46

397�77 = 8,92

Dari total 46 siswa didapat sampel sebanyak 9 orang.

7. IX-2 46

397�77 = 8,92

Dari total 46 siswa didapat sampel sebanyak 9 orang.

8. IX-3 47

397�77 = 9,11

Dari total 47 siswa didapat sampel sebanyak 9 orang.

9. IX-4 46

397�77 = 7,95

Dari total 46 siswa didapat sampel sebanyak 9 orang.


(55)

3.4. Metode Pengumpulan Data 3.4.1. Data Primer

Data primer yang diperlukan dalam penelitian ini diperoleh langsung dari orangtua siswa dengan cara mencari alamat siswa melalui catatan-catatan pegawai tata usaha sekolah setelah sampel tersebut didapat secara simple random sampling. Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan melakukan wawancara secara langsung kepada orangtua siswa dengan menggunakan alat bantu kuesioner yang telah disusun tentang perilaku orangtua siswa dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks.

3.4.2. Data Sekunder

Data sekunder didapatkan dengan mengumpulkan data siswa melalui catatan-catatan, arsip-arsip yang diperoleh peneliti melalui bagian tata usaha SMP Santo Thomas 3 Medan yaitu data-data mengenai jumlah siswa kelas VIII dan IX.

3.5. Defenisi Operasional

Defenisi operasional adalah unsur penelitian yang memberitahukan bagaimana caranya mengukur suatu variabel. Varibel dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor predisposisi meliputi: pengetahuan, sikap, umur, jenis kelamin, pendidikan, dan pekerjaan.

 Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui responden tentang pendidikan seks.


(56)

 Umur adalah lamanya waktu perjalanan hidup responden yang dihitung sejak ia lahir sampai pada pelaksanaan wawancara yang dinyatakan dalam satuan tahun.

 Jenis kelamin adalah perbedaan antara perempuan dan laki-laki secara biologis sejak seseorang lahir.

 Pendidikan adalah pendidikan formal terakhir yang pernah diikuti atau diselesaikan oleh responden ( telah mendapatkan ijazah).

 Pekerjaan adalah suatu kegiatan aktifitas seseorang untuk memeroleh penghasilan guna memenuhi kebutuhan hidupnya sehari-hari.

2. Faktor pendukung meliputi media massa.

 Media massa adalah sebagai alat bantu untuk menyampaikan pesan-pesan dengan sangat bervariasi.

3.6. Aspek Pengukuran dan Instrumen 3.6.1. Aspek Pengukuran

Aspek pengukuran dalam penelitian ini berdasarkan pada jawaban responden terhadap pernyataan yang telah disediakan dan disesuaikan dengan skor yang ada.

Cara pengukuran pada penelitian ini dilakukan melalui langkah-langkah sebagai berikut (Arikunto, 2006) :

1. Memberikan skor pada tiap butir pertanyaan 2. Menjumlahkan skor dari pertanyaan-pertanyaan

3. Memberikan penilaian 3 kategori yaitu baik, sedang, dan kurang baik sesuai dengan pengelompokkan skor.


(57)

1. Pengetahuan

Pengetahuan adalah segala sesuatu yang diketahui oleh orangtua tentang pendidikan seks yang diukur melalui kuesioner dengan 11 pertanyaan dari nomor 1-11 dengan total skor adalah 24. Adapun bobot penilaian sebagai berikut :

 Pada pertanyaan nomor 1-9 dalam pengukurannya bila responden menjawab semua pilihan benar maka diberi nilai 2, apabila responden hanya memilih 1 jawaban yang dianggap benar, maka diberi nilai 1 dan bila hanya memilih 1 jawaban yang dianggap benar, maka diberi nilai 0.

 Pada pertanyaan nomor 10 dan 11 dalam pengukurannya bila responden mampu memberi <2 jawaban diberi nilai 1, jika mampu memberi 2-3 jawaban diberi nilai 2 dan jika mampu member >3 jawaban diberi nilai 3.

Kriteria variabel :

1) Tingkat pengetahuan orangtua yang baik, apabila nilai yang diperoleh > 75% dari nilai tertinggi total nilai adalah 24 yaitu >18

2) Tingkat pengetahuan orangtua yang cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75 % dari nilai tertinggi total nilai adalah 24 yaitu 11-18

3) Tingkat pengetahuan orangtua yang kurang, apabila nilai yang diperoleh < 45 % dari nilai tertinggi total nilai adalah 24 yaitu < 11

2. Sikap

Sikap diukur melalui 10 pertanyaan dengan menggunakan skala Likert


(58)

dari responden terhadap semua pertanyaan yang diberikan. Nilai tertinggi dari seluruh pertanyaan adalah 4 dengan kriteria sebagai berikut :

Pernyataan Positif

Sangat setuju = 4

Setuju = 3

Kurang setuju = 2

Tidak setuju = 1

Pernyataan Negatif

Sangat setuju = 1

Setuju = 2

Kurang setuju = 3

Tidak setuju =4

Adapun skor tertinggi yang dapat dicapai responden adalah berjumlah 40. Cara menentukan kategori tingkat sikap responden mengacu pada persentase berikut (Arikunto, 2007) :

a. Sikap baik, apabila nilai yang diperoleh >75% nilai keseluruhan (>30) b. Sikap cukup, apabila nilai yang diperoleh 45-75% nilai keseluruhan (18-30) c. Sikap kurang, apabila nilai yang diperoleh (<18)

3. Tindakan

Variabel tindakan orangtua dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks berupa pertanyaan tertutup dengan 3 pilihan jawaban yaitu :

1. Ya 2. Tidak

Untuk mengetahui tindakan disusun pertanyaan sebanyak 21 pertanyaan dengan total skor 20. Untuk pertanyaan nomor 2 tidak diberi skor karena hanya memberikan


(59)

keterangan dari pertanyaan sebelumnya. Cara menentukan kategori tingkat tindakan responden mengacu pada persentase berikut (Arikunto, 2007) :

1. Tindakan baik, apabila skor jawaban >75% nilai keseluruhan jawaban (>15) 2. Tindakan cukup, apabila skor jawaban 45-75% nilai keseluruhan (9-15) 3. Tindakan kurang, apabila skor jawaban <45% nilai keseluruhan (<9)

3.6.2. Instrumen

Instrumen yang dipakai untuk pengumpulan data adalah berupa kuesioner yang dijadikan bahan/alat wawancara kepada orangtua siswa yang berisi tentang pertanyaan pengetahuan, sikap, dan tindakan orangtua siswa dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks di SMP Santo Thomas 3 Medan tahun 2013.

3.7. Teknik Analisis Data dan Pengolahan Data 3.7.1. Analisis Data

Analisis data yang digunakan adalah analisis univariat yang bertujuan untuk menampilkan data yang diperoleh yang disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi menurut berbagai variabel yang diteliti untuk menggambarkan perilaku orangtua siswa dalam pemberian informasi mengenai pendidikan seks.

3.7.2. Pengolahan Data

Pengolahan data dilakukan dengan cara manual dengan bantuan komputer dalam pengolahan data yang pelaksanaannya dilakukan dengan tahapan-tahapan sebagai berikut :


(1)

Pernah tidaknya memberikan informasi tentang hal-hal yg boleh dan tidak boleh dilakukan didepan umum

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 8 10.4 10.4 10.4

Ya 69 89.6 89.6 100.0

Total 77 100.0 100.0

Pernah tidaknya memberikan info mengenai organ reproduksi dan fungsinya Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 53 68.8 68.8 68.8

Ya 24 31.2 31.2 100.0

Total 77 100.0 100.0

Bahaya aborsi dan seks bebas

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 44 57.1 57.1 57.1

Ya 33 42.9 42.9 100.0

Total 77 100.0 100.0

Informasi penyakit kelamin Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 43 55.8 55.8 55.8

Ya 34 44.2 44.2 100.0


(2)

Pendidikan seks dapat mencegah terjadinya perilaku seks bebas Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 6 7.8 7.8 7.8

Ya 71 92.2 92.2 100.0

Total 77 100.0 100.0

Selalu memantau perkembangan anak Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 2 2.6 2.6 2.6

Ya 75 97.4 97.4 100.0

Total 77 100.0 100.0

Selalu menasehati dan membatasi anak dalam bergaul dengan lawan jenis Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 4 5.2 5.2 5.2

Ya 73 94.8 94.8 100.0

Total 77 100.0 100.0

Mengetahui anak pernah/belum/sedang berpacaran Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 51 66.2 66.2 66.2

Ya 26 33.8 33.8 100.0

Total 77 100.0 100.0

Mengetahui anak pernah/belum berciuman kening/pipi/bibir Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 61 79.2 79.2 79.2

Ya 16 20.8 20.8 100.0


(3)

Mengetahui anak pernah/belum membaca buku porno/menonton video porno Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 57 74.0 74.0 74.0

Ya 20 26.0 26.0 100.0

Total 77 100.0 100.0

Mengetahui anak pernah/belum onani atau masturbasi Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 63 81.8 81.8 81.8

Ya 14 18.2 18.2 100.0

Total 77 100.0 100.0

Jika tahu apakah membiarkan hal itu terjadi Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 1 1.3 1.3 1.3

Tidak 76 98.7 98.7 100.0

Total 77 100.0 100.0

Memberi masukan

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 26 33.8 33.8 33.8

Ya 51 66.2 66.2 100.0

Total 77 100.0 100.0

Ada batasan berkomunikasi tentang seksualitas dengan anak Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 49 63.6 63.6 63.6

Tidak 28 36.4 36.4 100.0


(4)

Seks adalah hal yang sangat tabu Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Ya 31 40.3 40.3 40.3

Tidak 46 59.7 59.7 100.0

Total 77 100.0 100.0

Setuju apabila pendidikan seks tidak hanya diterapkan di rumah tetapi di sekolah juga

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 9 11.7 11.7 11.7

Ya 68 88.3 88.3 100.0

Total 77 100.0 100.0

Memberikan pengetahuan mengenai pendidikan seks kepada anak adalah hal yang sangat penting

Frequency Percent Valid Percent

Cumulative Percent

Valid Tidak 13 16.9 16.9 16.9

Ya 64 83.1 83.1 100.0


(5)

(6)