BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Sabun - Pengaruh Suhu Dan Waktu Penyimpanan Terhadap Perubahan Warna, Kekuatan Parfum, Kadar Air, Alkali Bebas, Asam Lemak Bebas, Dan Bilangan Peroksida Pada Sabun Mandi Dan Sabun Cuci Padat

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

  Sabun adalah dari senyawa garam asam-asam lemak tinggi, seperti natrium stearat

  C

  17 H

  35 COO Na . Aksi pencucian dari sabun banyak dihasilkam dari kekuatan

  pengemulsian dan kemampuan menurunkan tegangan permukaaan dari air. Konsep ini dapat dipahami dengan mengingat kedua sifat dari anion sabun. Suatu gambaran dari stearat terdiri dari ion karboksil sebagai “kepala” dengan hidrokarbon yang panjang sebagai “ekor” (Rukaesih, 2004).

  Sabun merupakan produk pembersih untuk kulit manusia. Seperti detergen, sabun mempunyai gugus hidrofobik yang berinteraksi dengan minyak dan ujung anionik yang larut air. Mekanisme sabun mengangkat minyak/ lemak dari benda adalah molekul sabun larut dalam air dan ujung hidrofobik mengepung molekul minyak sedangkan ujung anion terlarut dalam air membentuk misel sehingga minyak terlepas dari benda.

  Garam natrium atau kalium yang dihasilkan oleh asam lemak dapat larut dalam air dikenal sebagai sabun. Sabun kalium disebut sabun lunak dan digunakan sebagai sabun untuk bayi. Asam lemak yang digunakan untuk sabun umumnya adalah asam palmitat atau stearat. Dalam industri, sabun tidak dibuat dari asam lemak tetapi langsung dari minyak yang berasal dari tumbuhan. Minyak adalah ester asam lemak tidak jenuh dengan gliserol. Melalui proses hidrogenasi dengan bantuan katalis Pt atau Ni, asam lemak tidak jenuh diubah menjadi asam lemak jenuh, dan melalui proses penyabunan dengan basa KOH dan NaOH akan terbentuk sabun dan gliserol (Poejiadi, 2007).

  Minyak nabati seperti sawit merupakan bahan utama pembuat sabun. Minyak hewani seperti lemak sapi dan babi juga sering dimanfaatkan untuk pembuatan sabun.

  • Molekul sabun terdiri atas rantai hidrokarbon dengan gugus COO pada ujungnya. Bagian hidrokarbon bersifat hidrofob artinya tidak suka pada air atau tidak mudah
  • larut dalm air, sedangkan gugus COO bersifat hidrofil, artinya suka akan air, jadi dapat larut dalam air. Oleh karena adanya dua bagian itu, molekul sabun tidak sepenuhnya larut dalam air, tetapi membentuk misel yaitu kumpulan rantai hidrokarbon dengan ujung yang bersifat hidrofil dibagian luar (Poejiadi, 2007).

  Sementara itu SNI (1994) menjelaskan bahwa sabun mandi merupakan pembersih yang dibuat dengan mereaksikan secara kimia antara basa natrium atau basa kalium dan asam lemak yang berasal dari minyak nabati dan atau lemak hewani yang umumnya ditambahkan zat pewangi atau antiseptik dan digunakan untuk membersihkan tubuh manusia dan tidak membahayakan kesehatan. Sabun tersebut dapat berwujud padat, lunak atau cair, berbusa dan digunakan sebagai pembersih.

2.1.1 Sejarah Sabun

  Tidak ada catatan pasti kapan sejarah pembuatan sabun dimulai. Pada waktu dahulu kala di tahun 600 SM masyarakat Funisia di mulut Sungai Rhone sudah membuat sabun dari lemak kambing dan abu kayu khusus. Mereka juga membarterkannya dalam berdagang dengan bangsa Kelt, yang sudah bisa membuat sendiri sabun dari bahan serupa.

  Pliny (dalam bukunya berjudul Historia Naturalis, 23 – 79) menyebut sabun sebagai bahan cat rambut dan salep dari lemak dan abu pohon beech yang dipakai masyarakat di Gaul, Perancis. Tahun 100 masyarakat Gaul sudah memakai sabun keras. Ia juga menyebut pabrik sabun di Pompei yang berusia 2000 tahun, yang belum tergali. Di masa itu sabun lebih sebagai obat. Baru belakangan ia dipakai sebagai pembersih, seperti kata Galen, ilmuwan Yunani, di abad II.

  Tahun 700-an di Italia membuat sabun mulai dianggap sebagai seni. Seabad kemudian muncul bangsa Spanyol sebagai pembuat sabun terkemuka di Eropa. Sedangkan Inggris baru memproduksi tahun 1200-an. Secara bersamaan Marseille, Genoa, Venice, dan Savona menjadi pusat perdagangan karena berlimpahnya minyak zaitun setempat serta deposit soda mentah. Akhir tahun 1700-an Nicolas Leblanc, kimiawan Perancis, menemukan larutan alkali dapat dibuat dari garam meja biasa. Sabun pun makin mudah dibuat, alhasil sabun terjangkau bagi semua orang. (Tambun, 2006)

2.1.2 Sifat – sifat Sabun:

  1. Sabun adalah garam alkali dari asam lemak sehingga akan dihidrolisis parsial oleh air. Karena itu larutan sabun dalam air bersifat basa.

  • CH (CH ) COONa + H O (CH ) COOH + OH

  3

  2

  16 2 →CH

  3

  2

  16

  2. Jika larutan sabun dalam air diaduk maka akan menghasilkan buih, peristiwa ini tidak akan terjadi pada air sadah. Dalam hal ini sabun dapat menghasilkan buih setelah garam-garam Mg atau Ca dalam air mengendap. CH

  3 (CH 2 )

16 COONa + CaSO4 → Na

  2 SO

4 + Ca(CH

3 (CH 2 )

  16 COO)

  2

  3. Sabun mempunyai sifat membersihkan. Sifat ini disebabkan proses kimia koloid, sabun (garam natrium dari asam lemak) digunakan untuk mencuci kotoran yang bersifat polar maupun non polar, karena sabun mempunyai gugus polar dan non polar. Molekul sabun mempunyai rantai CH (CH ) yang bertindak sebagai ekor yang

  3

  

2

  16

  • bersifat hidrofobik (tidak suka air) dan larut dalam zat organik sedangkan COONa sebagai kepala yang bersifat hidrofilik (suka air) dan larut dalam air. ( Pratiwi, 2013)

2.1.3 Kegunaan Sabun

  Kegunaan sabun ialah kemampuannya mengemulsi kotoran berminyak sehingga dapat dibuang dengan pembilasan. Kemampuan ini disebabkan oleh dua sifat sabun.

  Pertama, rantai hidrokarbon sebuah molekul sabun larut dalam zat-zat non-polar, seperti tetesan-tetesan minyak. Kedua, ujung anion molekul sabun, yang tertarik pada air, ditolak oleh ujung anion molekul-molekul sabun yang menyembul dari tetesan minyak lain. Karena tolak-menolak antara tetes-tetes sabun-minyak, maka minyak itu tidak dapat saling bergabung tetapi tetap tersuspensi. (Ralph J, Fessenden, 1992)

2.1.4 Jenis – jenis Sabun

  

Jenis sabun yang utama adalah sabun mandi dan sabun cuci, kedua jenis sabun ini dibuat

dengan beberapa cara.

  Ada beberapa cara untuk mengklasifikasikan sabun. Salah satunya adalah penggolongan berdasarkan bentuk fisik dan fungsi.

  1. Sabun batang Terbuat dari lemak netral yang padat dan dikeraskan melalui proses hidrogenasi. Jenis alkali yang digunakan adalah natrium hidroksida dan sukar larut dalam air.

  Kebanyakan orang mulai meninggalkan sabun batang karena alasan kurang higienis dan berisiko menjadi tempat perpindahan bakteri, namun sabun batang dipercaya irit dan memiliki wangi yang lebih tahan lama. Terbukti, sebesar 43% dari 100 orang

  Jenis sabun batangan yang disurvei masih menggunakan sabun batang hingga kini.

lainnya adalah sabun mandi kecantikan. Sabun mandi kecantikan adalah suatu produk

sabun untuk perawatan kecantikan kulit wajah dan tubuh dengan formulasi yang sesuai

untuk kulit. Memberikan zat-zat gizi dan nutrisi yang sangat diperlukan kulit dan

membantu memelihara kulit dengan mempertahankan kelembaban kulit serta membantu

pertumbuhan sel-sel baru jika terjadi kerusakan sel kulit. Pada sabun kecantikan busa

harus lembut dan sifat basanya lebih rendah. (Luis Spitz, 1996).

  2. Sabun cair Sabun jenis ini dibuat dari minyak kelapa jernih dan penggunaan alkali yang berbeda yaitu kalium hidroksida. Bentuknya cair dan tidak mengental pada suhu kamar. Sabun cair lebih digemari karena praktis dan mudah penyimpanannya, terutama bagi orang yang suka bepergian.

  3. Shower gel Sabun dengan kandungan emulsi berupa cocamide DEA, lauramide DEA, linoleamide DEA, dan oleamide DEA ini berfungsi sebagai substansi pengental untuk mendapatkan tekstur gel. Sabun jenis ini memang belum terlalu populer dan biasanya lebih sering digunakan oleh wanita yang hobi berendam karena menghasilkan busa yang cenderung lebih banyak.

  4. Sabun antisepik Mengandung bahan aktif antibacterial, seperti triclosan, triclocarban/ trichlorocarbamide, yang berguna untuk membantu membunuh bakteri dan mikroba, namun tidak efektif untuk menonaktifkan virus.

  2.1.5 Cara Kerja Sabun Sebagai Penghilangan Kotoran 1.

  Sabun di dalam air menghasilkan busa yang akan menurunkan tegangan permukaan sehingga kain menjadi bersih dan air meresap lebih cepat kepermukaan kain.

  2. Molekul sabun akan mengelilingi kotoran dengan ekornya dan mengikat molekul kotoran. Proses ini disebut emulsifikasi karena antara molekul kotoran dan molekul sabun membentuk suatu emulsi. Sedangkan bagian kepala molekul sabun didalam air pada saat pembilasan menarik molekul kotoran keluar dari kain sehingga kain menjadi bersih. ( Pratiwi, 2013)

  2.1.6 Pembuatan Sabun dalam Industri 1.

  Saponifikasi (Penyabunan) Pada proses saponifikasi trigliserida dengan suatu alkali, kedua reaktan tidak mudah bercampur. Reaksi saponifikasi dapat mengkatalisis dengan sendirinya pada kondisi tertentu dimana pembentukan produk sabun mempengaruhi proses emulsi kedua reaktan tadi, menyebabkan suatu percepatan pada kecepatan reaksi.

  Proses reaksi saponifikasi adalah proses mereaksikan minyak dan NaOH pada reaktor pada suhu ± 1250C dengan bantuan pemanas steam. Komposisi antara minyak dan NaOH dengan perbandingan 3 : 1, jika tidak maka akan didapati reaksi yang tidak setimbang sehingga akan didapat sabun yang kurang sempurna. Reaksi dilakukan selama 10 menit dengan bantuan agitator dan recycle pompa ke reaktor. Minyak dan NaOH yang berada dalam storage tank (tangki penyimpanan) diumpankan ke reaktor lalu diinjeksikan steam sebesar 2 bar, selanjutnya ditambahkan larutan garam NaCl (brine) 22%. Hal ini dilakukan guna memperkaya elektrolit sehingga hasil reaksi antara minyak dan NaOH mudah dipisahkan pada proses selanjutnya.

  O CH

  2 O C R

  1 CH

  2 OH R

  1 COONa

  O CH O C R

  2 + 3NaOH CH OH + R

  2 COONa

  O CH O C R CH OH R COONa

  2

  3

  2

  3 Trigliserida Natrium hidroksida Gliserol Asam Lemak

  Minyak yang direaksikan adalah campuran dari beberapa minyak (dalam satuan %b/%b) yang digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun yaitu palm oil, palm stearine, dan palm kernel oil dengan perbandingan yang berbeda-beda sesuai dengan formulasi yang telah ditetapkan untuk sabun yang akan diproduksi.

  Setelah reaksi sempurna maka sabun dipompakan ke static separator untuk memisahkan antara sabun dan gliserol. Gliserol yang didapat hasil proses saponifikasi ini yang dijadikan sebagai bahan baku untuk proses pembuatan gliserin yang disebut dengan spent lye dengan kemurnian gliserin 20-30%.

  Dalam static separator ini sabun akan terpisah dengan spent lye dan kemudian dilanjutkan atau dimasukkan ke washing coloumn sambil diumpankan fresh lye, untuk memisahkan sabun, half spent lye, magnesium, dan logam-logam lain yang terkandung di dalamnya. Half spent lye yang dihasilkan diumpankan kembali ke reaktor. Fresh lye (larutan pencuci) yang akan dimasukkan (dicampurkan) ke dalam washing coloumn ini terdiri dari larutan NaOH 48%, larutan NaCl 22%, dan air atau H2O. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

  Minyak dan lemak mempunyai sifat yang berbeda selama proses pembuatan sabun seperti laju penyabunan, jumlah alkali yang dibutuhkan untuk saponifikasi dan kekuatan elektrolit untuk penggaraman. Keduanya juga mempunyai hasil sabun setengah jadi dan gliserin yang bervariasi.

  2. Netralisasi Setelah sabun telah dipisahkan di washing coloumn selanjutnya dimasukkan ke Centrifuge (Cf). Didalam centrifuge ini sabun ini juga dipisahkan antara lye dan neat soap. Lye yang telah dipisahkan dikembalikan lagi ke washing coloumn sedangkan sabunnya dilanjutkan ke Neutralizer. Didalam neutralizer ini aditif yang dicampur adalah Palm Kernel Oil (PKO) dan EDTA (Ethylene Diamine Tetra Acetate). PKO ditambahkan dengan tujuan untuk memastikan kandungan kadar NaOH dalam neat soap sebesar 0,025% - 0,045%. dan selanjutnya di transfer ke Crutcher. Didalam crutcher ini neat soap masih dicampur aditif yaitu EDTA dan Turpinal, kemudian diaduk agar homogen kemudian dilanjutkan ke Feed Tank. (PT. Oleochem and Soap Industri, 2010)

  Reaksi asam basa antara asam dengan alkali untuk menghasilkan sabun berlangsung lebih cepat daripada reaksi trigliserida dengan alkali. Jumlah alkali (NaOH) yang dibutuhkan untuk menetralisasi suatu paduan asam lemak dapat dihitung sebagai berikut :

  NaOH = {berat asam lemak x 40) / MW asam lemak Berat molekul rata rata suatu paduan asam lemak dapat dihitung dengan persamaan :

  MW asam lemak = 56,1 x 1000/ AV Dimana AV (angka asam asam lemak paduan) = mg KOH yang dibutuhkan untuk menetralisasi 1 gram asam lemak

  3. Pengeringan Sabun Setelah feed tank telah terisi maka neat soap direcycle untuk tahap pengeringan (drying) dan kemudian direcycle dengan cara dipanaskan melalui Heat

  Exchanger (HE) dengan speed VLS 50% dan dengan speed feed tanknya 42% dengan tekanan 1,5 bar. Disetting secara perlahan-lahan. Setelah semuanya dalam kondisi yang telah disetting maka saatnya diumpankan (feeding) ke atomizer dengan menjaga tekanan dan temperatur agar jangan sampai drop. Sabun yang sudah dikeringkan dan didinginkan tersimpan pada dinding ruang vakum dan dipindahkan dengan alat pengerik sehingga jatuh di plodder, yang mengubah sabun ke bentuk lonjong panjang atau butiran yang kemudian disimpan dalam suatu wadah penyimpanan soap noodle dikenal dengan nama Silo. (PT. Oleochem & Soap Industri, 2010)

  Sabun banyak diperoleh setelah penyelesaian saponifikasi (sabun murni) yang umumnya dikeringkan dengan vacum spray dryer. Kandungan air pada sabun dikurangi dari 30-35% pada sabun murni menjadi 8-18% pada sabun butiran atau lempengan. Jenis jenis vacum spray dryer, dari sistem tunggal hingga multi sistem, semuanya dapat digunakan pada berbagai proses pembuatan sabun. Operasi vacum spray dryer sistem tunggal meliputi pemompaan sabun murni melalui pipa heat exchanger dimana sabun dipanaskan dengan uap yang mengalir pada bagian luar pipa. Dryer dengan mulai memperkenalkan proses pengeringan sabun yang lebih luas dan lebih efisien dari pada dryer sistem tunggal.

  4. Penyempurnaan Sabun Dalam pembuatan produk sabun batangan, sabun butiran dicampurkan dengan zat pewarna, parfum, dan zat aditif lainnya ke dalam mixer (analgamator). Campuran sabun ini kemudian diteruskan untuk digiling untuk mengubah campuran tersebut menjadi suatu produk yang homogen. Produk tersebut kemudian dilanjutkan ke tahap pemotongan. Sebuah alat pemotong dengan mata pisau memotong sabun tersebut menjadi potongan - potongan terpisah yang dicetak melalui proses penekanan menjadi sabun batangan sesuai dengan ukuran dan bentuk yang diinginkan. Proses pembungkusan, pengemasan, dan penyusunan sabun batangan merupakan tahap akhir. (Pratiwi, 2013)

2.2 Bahan Baku Utama Pembuatan Sabun

2.2.1 Minyak Atau Lemak

  Minyak dan lemak yang umum digunakan dalam pembuatan sabun adalah trigliserida dengan tiga buah asam lemak yang tidak beraturan diesterifikasi dengan gliserol. Masing- masing lemak mengandung sejumlah molekul asam lemak dengan rantai karbon panjang antara C

  12 (asam laurat) hingga C 18 (asam stearat) pada lemak jenuh

  dan begitu juga dengan lemak tak jenuh. Campuran trigliserida diolah menjadi sabun melalui proses saponifikasi dengan larutan natrium hidroksida membebaskan gliserol. Sifat-sifat sabun yang dihasilkan ditentukan oleh jumlah dan komposisi dari komponen asam asam lemak yang digunakan. Komposisi asam asam lemak yang sesuai dalam pembuatan sabun dibatasi panjang rantai dan tingkat kejenuhan. Pada umumnya, panjang rantai yang kurang dari 12 atom karbon dihindari penggunaanya karena dapat membuat iritasi pada kulit, sebaliknya panjang rantai yang lebih dari 18 atom karbon membentuk sabun yang sukar larut dan sulit menimbulkan busa. Terlalu besar bagian asam lemak tak jenuh menghasilkan sabun yang mudah teroksidasi bila terkena udara. Alasan-alasan diatas, faktor ekonomis dan daya jual menyebabkan lemak dan minyak yang dibuat menjadi sabun terbatas. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi.

  Asam lemak (fatty acid) adalah senyaw Bersama-sama dengapada makhluk hidup.

  Asam ini mudah dijumpai dalam minyak masak (goreng), atau lemak hewan dan menentukan nilai gizinya. Secara alami, asam lemak bisa berbentuk bebas (sebagai lemak yang terhidrolisis) maupun terikat sebagai

  Asam lemak tidak lain adalahatau asam karboksilat dengan rumus kimia R-COOH atau R-CO

2 H. Contoh yang cukup sederhana misalnya adalah

  H-COO,

  

  

  

7 C 3 -COOH (asam butirat) dan seterusnya mengikuti gugus alkil yang mempunyai ikatan valensi tunggal, sehingga membentuk rumus bangun alkana.

  Karena berguna dalam mengenal ciri-cirinya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak jenuh dan asam lemak tak jenuh. Asam lemak jenuh hanya memiliki di antara atom-atom karbon penyusunnya.

  Asam lemak merupaka dan dalam air terdisosiasi sebagian. Umumnya berfase cair atau padat pada suhu ruang (27° Celsius). Semakin panjang rantai C penyusunnya, semakin mudah membeku dan juga semakin sukar larut. Asam lemak jenuh bersifat lebih stabil (tidak mudah bereaksi) daripada asam lemak tak jenuh. Ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh mudah bereaksi dengan oksigen (mudah teroksidasi). Karena itu, dikenal istilabagi asam lemak.

  Keberadaan ikatan ganda pada asam lemak tak jenuh menjadikannya memiliki dua bentuk:emua asam lemak nabati alami hanya memiliki bentuk cis (dilambangkan dengan "Z", singkatan darizusammen). Asam lemak bentuk trans (trans fatty acid, dilambangkan dengan "E", singkatan dari bahasa Jerman entgegen) hanya diproduksi oleh sisa metabolisme hewan atau dibuat secara sintetis. Akibat polarisasi atom H, asam lemak cis memiliki rantai yang melengkung. Asam lemak trans karena atom H-nya berseberangan tidak mengalami efek polarisasi yang kuat dan rantainya tetap relatif lurus.

   serta sedikit

  . Bau yang kurang sedap muncul akibat campuran dari berbagai produk ini.

  12 COOH

  Asam lemak tidak jenuh : 1.

  16 COOH 69,4 383

  )

  2

  (CH

  3

  64 215 Stearat CH

  14 COOH

  3 (CH 2 )

  58 250,5 Palmitat CH

  3 (CH 2 )

  Karena mudah terhidrolisis dan teroksidasi pada suhu ruang, asam lemak yang dibiarkan terlalu lama akan turun nilai gizinya. Pengawetan dapat dilakukan dengan menyimpannya pada suhu sejuk dan kering, serta menghindarkannya dari kontak langsung dengan udara. Asam lemak jenuh : 1.

  44 225 Miristat CH

  10 COOH

  3 (CH 2 )

  Laurat CH

  3 COOH -16,6 118

  Asetat CH

  C)

  C) Titik Didih ( o

  o

Tabel 2.1 Asam Lemak Jenuh Dalam Minyak Sawit Jenis Asam Rumus Molekul Titik Cair (

  Bersifat non essensial 2. Dapat disintesis oleh tubuh 3. Padat pada suhu kamar 4. Diperoleh dari sumber zat hewani contoh mentega 5. Tidak ada ikatan rangkap

  Bersifat essensial 2. Tidak dapat diproduksi tubuh 3. Cair pada suhu kamar 4. Diperoleh dari sumber zat nabati contoh minyak goreng 5. Ada ikatan rangkap

Tabel 2.2 Asam Lemak Tidak Jenuh Dalam Minyak Sawit Titik Titik

  Jenis Rumus Molekul Cair Didih Asam o o (

  C) (

  C)

  Oleat CH

  3 (CH 2 )

  7 CH=CH(CH 2 )

7 COOH

  14 360 Linoleat CH

  3 (CH 2 )

4 CH=CHCH

  2 CH=CH(CH 2 )

  7 COOH

  5 230 Linolenat CH

  3 CH

  2 CH=CHCH

  2 CH=CHCH

  2 CH=CH(CH 2 )

  7 COOH

  11 231

2.2.2 Alkali

  Jenis alkali yang umum digunakan dalam proses saponifikasi adalah NaOH, KOH, Na

  2 CO 3 , NH

4 OH, dan ethanolamines. NaOH, atau yang biasa dikenal dengan soda

  kaustik dalam industri sabun, merupakan alkali yang paling banyak digunakan dalam pembuatan sabun keras. KOH banyak digunakan dalam pembuatan sabun cair karena sifatnya yang mudah larut dalam air. Na

  2 CO 3 (abu soda/natrium karbonat) merupakan

  alkali yang murah dan dapat menyabunkan asam lemak, tetapi tidak dapat menyabunkan trigliserida (minyak atau lemak).

  Ethanolamines merupakan golongan senyawa amin alkohol. Senyawa tersebut dapat digunakan untuk membuat sabun dari asam lemak. Sabun yang dihasilkan sangat mudah larut dalam air, mudah berbusa, dan mampu menurunkan kesadahan air.

  Sabun yang terbuat dari ethanolamines dan minyak kelapa menunjukkan sifat mudah berbusa tetapi sabun tersebut lebih umum digunakan sebagai sabun industri dan deterjen, bukan sebagai sabun rumah tangga. Pencampuran alkali yang berbeda sering dilakukan oleh industri sabun dengan tujuan untuk mendapatkan sabun dengan keunggulan tertentu.

2.3 Bahan-Bahan Pendukung Pembuatan Sabun

  Bahan baku pendukung digunakan untuk membantu proses penyempurnaan sabun hasil saponifikasi (pengendapan sabun dan pengambilan gliserin) sampai sabun menjadi produk yang siap dipasarkan. Bahan-bahan tersebut adalah NaCl (garam) dan bahan-bahan aditif.

  2.3.1 Garam (NaCl)

  NaCl merupakan komponen kunci dalam proses pembuatan sabun. Kandungan NaCl pada produk akhir sangat kecil karena kandungan NaCl yang terlalu tinggi di dalam sabun dapat memperkeras struktur sabun. NaCl yang digunakan umumnya berbentuk air garam (brine) atau padatan (kristal). NaCl digunakan untuk memisahkan produk sabun dan gliserin. Gliserin tidak mengalami pengendapan dalam brine karena kelarutannya yang tinggi, sedangkan sabun akan mengendap. NaCl harus bebas dari besi, kalsium, dan magnesium agar diperoleh sabun yang berkualitas.

  2.3.2 Bahan Aditif

  Bahan aditif merupakan bahan-bahan yang ditambahkan ke dalam sabun yang bertujuan untuk mempertinggi kualitas produk sabun sehingga menarik konsumen. Bahan-bahan aditif tersebut antara lain : builders, fillers inert, anti oksidan, pewarna, dan parfum.

a. Builders (Bahan Penguat)

  Builders digunakan untuk melunakkan air sadah dengan cara mengikat mineral- mineral yang terlarut pada air, sehingga bahan - bahan lain yang berfungsi untuk mengikat lemak dan membasahi permukaan dapat berkonsentrasi pada fungsi utamanya. Builder juga membantu menciptakan kondisi keasaman yang tepat agar proses pembersihan dapat berlangsung lebih baik serta membantu mendispersikan dan mensuspensikan kotoran yang telah lepas. Yang sering digunakan sebagai builder adalah senyawa - senyawa kompleks fosfat, natrium sitrat, natrium karbonat, natrium silikat atau zeolit.

  b. Fillers (Bahan Pengisi)

  Bahan ini berfungsi sebagai pengisi dari seluruh campuran bahan baku. Pemberian bahan ini berguna untuk memperbanyak atau memperbesar volume. Keberadaan bahan ini dalam campuran bahan baku sabun semata mata ditinjau dari aspek ekonomis. Pada umumnya, sebagai bahan pengisi sabun digunakan sodium sulfat. Bahan lain yang sering digunakan sebagai bahan pengisi, yaitu tetra sodium pyrophosphate dan sodium sitrat. Bahan pengisi ini berwarna putih, berbentuk bubuk, dan mudah larut dalam air.

  c. Coloring Agent ( Zat Pewarna)

  Bahan ini berfungsi untuk memberikan warna kepada sabun. Ini ditujukan agar memberikan efek yang menarik bagi konsumen untuk mencoba sabun ataupun membeli sabun dengan warna yang menarik. Biasanya warna warna sabun itu terdiri dari warna merah, putih, hijau maupun orange.

  d. Fragrance (Bahan Pewangi)

  Parfum termasuk bahan pendukung. Keberadaaan parfum memegang peranan besar dalam hal keterkaitan konsumen akan produk sabun. Artinya, walaupun secara kualitas sabun yang ditawarkan bagus, tetapi bila salah memberi parfum akan berakibat fatal dalam penjualannya. Parfum untuk sabun berbentuk cairan berwarna kekuning kuningan dengan berat jenis 0,9. Dalam perhitungan, berat parfum dalam gram (g) dapat dikonversikan ke mililiter. Sebagai patokan 1 g parfum = 1,1ml. Pada dasarnya, jenis parfum untuk sabun dapat dibagi ke dalam dua jenis, yaitu parfum umum dan parfum ekslusif.

  Parfum umum mempunyai aroma yang sudah dikenal umum di masyarakat seperti aroma mawar dan aroma kenanga. Pada umumnya, produsen sabun menggunakan jenis parfum yang ekslusif. Artinya, aroma dari parfum tersebut sangat khas dan tidak ada produsen lain yang menggunakannya. Kekhasan parfum ekslusif ini diimbangi dengan harganya yang lebih mahal dari jenis parfum umum. Beberapa nama parfum yang digunakan dalam pembuatan sabun diantaranya bouquct deep water, alpine, dan spring flower. (Fitri, 2013)

e. Antioksidan

  EDTA (ethylene diamine tetra acetate) ditambahkan dalam sabun untuk membentuk kompleks (pengkelat) ion besi yang mengkatalis proses degradasi oksidatif. Degradasi oksidatif akan memutuskan ikatan rangkap pada asam lemak membentuk rantai lebih pendek, aldehid dan keton yang berbau tidak enak. EDTA adalah reagen yang bagus, selain membentuk kelat dengan semua kation, kelat ini juga cukup stabil untuk metode titriametil. (Supena, 2007)

  Bahan antioksidan pada sabun juga dapat menstabilkan sabun terutama pada bau tengik atau rancid. Natrium silikat, natrium hiposulfid, dan natrium tiosulfat diketahui dapat digunakan sebagai antioksidan. Stanous klorida juga merupakan antioksidan yang sangat kuat dan juga dapat memutihkan sabun atau sebagai bleaching agent. (Farid Kurnia, 2009)

2.4 Kadar Air

  Keberadaan air dalam suatu produk sangat menentukan mutu produk tersebut tak terkecuali sabun padat. Splitz (1996) berpendapat kuantitas air yang terlalu banyak dalam sabun akan membuat sabun tersebut mudah menyusut dan tidak nyaman saat akan digunakan. Keberadaan air dan udara dapat memicu terjadinya oksidasi.

  Kataren (1986) menjelaskan bahwa proses oksidasi dapat berlangsung apabila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dan minyak atau lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida. Tingkat selanjutnya ialah terurainya asam- asam lemak disertai dengan konversi hidroksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Senyawa aldehid dan keton yang dihasilkan dari lanjutan reaksi oksidasi ini memiliki sifat mudah menguap seperti alkohol .

  2.5 Kadar Alkali Bebas (Dihitung Sebagai NaOH)

  Sabun dihasilkan melalui reaksi safonifikasi antara asam lemak dalam minyak/ lemak dengan alkali/ basa. Sabun yang baik adalah sabun yang dihasilkan dari reaksi yang sempurna antara asam lemak dan alkali dan diharapkan tidak terdapat residu/ sisa setelah reaksi . Namun tidak selamanya reaksi yang diharapkan dapat berlangsung sempurna. Untuk itu diperlukan pengujian kadar alkali setelah beraksi karena dalam pembuatan sabun padat ini digunakan alkali berupa NaOH maka kadar alkali bebas dihitung sebagai NaOH.

  Di dalam buku SNI (1994) dijelaskan bahwa alkali bebas ialah alkali dalam sabun yang tidak terikat sebagai senyawa. Kelebihan alkali dalam sabun mandi tidak boleh melebihi 0,1%. Kelebihan alkali pada sabun mandi dapat disebabkan jumlah alkali yang melebihi jumlah alkali yang digunakan untuk melakukan saponifikasi keseluruhan minyak menjadi sabun. Keberadaan alkali bebas yang berlebihan dapat membahayakan kulit.

  2.6 Kadar Asam Lemak Bebas

  Asam lemak bebas adalah bilangan yang menunjukkan banyaknya NaOH yang diperlukan untuk menetralkan asam lemak bebas didalam sabun. Maksudnya untuk menentukan kadar asam lemak bebas yang tidak bereaksi dengan alkali menjadi sabun. Penetapannya dilakukan dengan cara titrasi alkalimetri dengan larutan alkohol KOH sebagai penitarnya karena asam lemak dicari jumlahnya dimana jumlahnya ekivalen dengan asam dititar dengan alkali.

2.7 Bilangan Peroksida

  Bilangan peroksida merupakan jumlah miliekivalen peroksida per 1000 gram sampel, yang dioksidasi kalium iodida.

  Minyak atau lemak bersifat tidak larut dalam semua pelarut berair, tetapi larut dalam pelarut organik seperti misalnya : petroleum eter, dietil eter, alkohol panas, khloroform dan benzena. Dimana asam lemak rantai pendek sampai panjang rantai atom karbon sebanyak delapan bersifat larut dalam air. Makin panjang rantai sehingga akan terbentuk gugus karboksil yang tidak bermuatan. Kemudian dilakukan ekstraksi menggunakan pelarut non-polar seperti petroleum. Asam lemak jenuh sangat stabil terhadap oksidasi, akan tetapi asam lemak tidak jenuh sangat mudah terserang oksidasi. Dimana lemak tidak dapat meleleh pada satu titik suhu, akan tetapi lemak akan menjadi lunak pada suatu interval suhu tertentu. Hal ini disebabkan karena pada umumnya lemak merupakan campuran gliserida dan masing-masing gliserida mempunyai titik cair sendiri-sendiri (Tranggono & Setiaji, 1989).

  Molekul-molekul lemak yang mengandung radikal asam lemak tidak jenuh mengalami oksidasi dan menjadi tengik. Bau tengik yang tidak sedap tersebut disebabkan pembentukkan senyawa-senyawa hasil pemecahan hidroperoksida. Menurut teori yang sampai kini masih dianut orang sebuah atom hidrogen yang terikat pada suatu atom karbon yang letaknya disebelah atom karbon lain yang mempunyai ikatan rangkap dapat disingkirkan oleh suatu kuantum energi sehingga membentuk radikal bebas. Kemudian radikal ini dengan oksigen membentuk peroksida aktif yang dapat membentuk hidroperoksida yang bersifat sangat tidak stabil dan mudah pecah menjadi senyawa dengan rantai karbon yang lebih pendek oleh radiasi energi tinggi, energi panas, katalis logam, atau enzim. Senyawa dengan rantai C lebih pendek ini adalah asam-asam lemak, aldehid- aldehid, dan keton yang bersifat volatil dan menimbulkan bau tengik pada lemak (Winarno, 1997)

  Reaksi oksidasi bergantung pada banyak frekuensi reaksi dari lemak dalam bahan makanan. Ini biasanya terdiri oleh atmosfer oksigen, frekuensi yang sedikit oleh ozon, peroksida, logam dan agen oksidasi yang lain. Dalam penambahan untuk oksigen dan ozon, lemak dapat dirusak oleh pembentukan reaksi lain, seperti anion superoksida (O ) dan radikal (O ), radikal perhidrosilik (HO ), hidrogen peroksida dan

  2

  2

  2

  hidrosil radikal (HO). Asam peroksida diproduksi oleh autoxidasi dari aldehid, dan mungkin reaksi dengan molekul lain dari produk aldehid asam karboksilat.

  Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada lemak dan minyak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida dapat ditentukan dengan metode iodometri. Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium tiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa meskipun bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara (Ketaren, 1986).

  Pada proses oksidasi ini akan dihasilkan sejumlah aldehid, asam bebas dan peroksida organik. Untuk mengetahui tingkat ketengikan dari minyak atau lemak, dapat dilakukan dengan menggunakan jumlah peroksida yang telah terbentuk pada minyak atau lemak tersebut. Lemak tidak jenuh khususnya oleat ternyata lebih cepat tengik dibandingkan lemak jenuh. Lemak yang tengik menimbulkan rasa tidak enak, bahkan pada beberapa individu dapat menimbulkan keracunan ringan, dan dapat merusak zat-zat lain yang ada dalam makanan seperti karoten, vitamin A dan vitamin

  E. Kerusakan minyak dan lemak selain disebabkan oleh proses oksidasi dapat juga disebabkan oleh proses hidrolisa. Pada proses hidrolisa dihasilkan gliserida dari asam- asam lemak berantai pendek (C

  4 -C 12 ) sehingga akan terjadi perubahan rasa dan bau

  menjadi tengik. (Winarno, 1997)

  Menurut Buckle et al. (1997) ada dua tipe kerusakan yang utama pada minyak dan lemak, yaitu : a.

  Ketengikan terjadi bila komponen cita-rasa dan bau yang mudah menguap terbentuk sebagai akibat kerusakan oksidatif dari lemak dan minyak tak jenuh. Komponen-komponen ini menyebabkan bau dan cita-rasa yang tak diinginkan dalam lemak dan minyak produk-produk yang mengandung lemak dan minyak itu.

  b.

  Hidrolisa minyak dan lemak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat mempengaruhi cita-rasa dan bau daripada bahan itu. Hidrolisa dapat disebabkan oleh adanya air dalam lemak atau minyak atau karena kegiatan enzim.

  Menurut Soedarmo et al (1988), kerusakan karena proses hidrolisa terutama banyak terjadi pada minyak atau lemak yang mengandung asam lemak jenuh dalam jumlah cukup banyak seperti pada minyak kelapa yang mengandung asam laurat, sedangkan bau yang tengik ditimbulkan oleh asam lemak bebas yang terbentuk selama proses hidrolisa. Proses hidrolisa pada minyak atau lemak umumnya disebabkan oleh aktifitas enzim dan mikroba. Proses hidrolisa dapat dipercepat dengan kondisi kelembaban yang tinggi, kadar air tinggi serta temperatur tinggi. Proses hidrolisa pada minyak dan lemak akan menghasilkan ketengikan hidrolitik, dimana terjadi pembebasan asam-asam lemak yang mempengaruhi rasa dari minyak tersebut. Enzim yang dapat menimbulkan ketengikan hidrolitik adalah enzim lipase. Ketengikan pada minyak dan lemak nabati terjadi karena berkurangnya kandungan vitamin E (tocopherol) yang dapat berfungsi sebagai anti oksidan.

  Lemak netral murni tidak berbau, tidak ada rasa, dan umumnya tidak berwarna. Warna dari lemak dan minyak alami adalah karena adanya pigmen-pigmen yang bercampur atau larut dalam lemak. Bila lemak dibiarkan dalam waktu yang lama kontak langsung dengan udara dan lembab, khususnya ada cahaya dan panas, akan terjadi perubahan menjadi tengik. Perubahan ini terjadi karena proses oksidasi dan proses ini akan dipercepat dengan adanya logam-logam yang bersifat katalisator seperti Zn, Cu. (Soedarno & Girindra, 1988)

2.7.1 Titrasi Iodometri

  Pada titrasi iodometri, analit yang dipakai adalah oksidator yang dapat bereaksi dengan I- (iodide) untuk menghasilkan I

  

2 . I

2 yang terbentuk secara kuantitatif dapat

  dititrasi dengan larutan tiosulfat. Dari pengertian diatas maka titrasi iodometri adalah dapat dikategorikan sebagai titrasi kembali.

  Iodida adalah reduktor lemah dan dengan mudah akan teroksidasi jika direaksikan dengan oksidator kuat. Iodida tidak dipakai sebagai titrant hal ini disebabkan karena faktor kecepatan reaksi dan kurangnya jenis indikator yang dapat dipakai untuk iodide. Oleh sebab itu titrasi kembali merupakan proses titrasi yang sangat baik untuk titrasi yang melibatkan iodida.

  Senyawaan iodida umumnya KI ditambahkan secara berlebih pada larutan oksidator sehingga terbentuk I

  2 . I 2 yang terbentuk adalah equivalent dengan jumlah

  oksidator yang akan ditentukan. Jumlah I

  2 ditentukan dengan menitrasi I 2 dengan

  larutan standar tiosulfat (umumnya yang dipakai adalah Na

  2 S

  2 O 3 ) dengan indikator

  amilum jadi perubahan warnanya dari biru tua kompleks amilum I sampai warna ini

  2 tepat hilang. Reaksi yang terjadi pada titrasi iodometri untuk penentuan iodat adalah sebagai berikut :

  IO

  3 + 5 I + 6H 2 + H

  2 O

  → 3I

  2- 2- -

  I

  2 + 2S

  2 O 3 + S

  4 O

  6

  → 2I

  • Setiap mmol IO

  3 akan menghasilkan 3 mmol I 2 dan 3 mmol I 2 ini akan tepat 2- 2-

  bereaksi dengan 6 mmol S

  2 O 3 (1 mmol I 2 tepat bereaksi dengan 2 mmol S

  2 O

  3

  • 2-

  sehingga mmol IO ditentukan atau setara dngan 1/6 mmol S O Kita menitrasi

  3

  2

  3

  langsung antara tiosulfat dengan analit, alasannya adalah karena analit yang bersifat sebagai oksidator dapat mengoksidasi tiosulfat menjadi senyawaan yang bilangan oksidasinya lebih tinggi dari tetrationat dan umumnya reaksi ini tidak stoikiometri. Alasan kedua adalah tiosulfat dapat membentuk ion kompleks dengan beberapa ion logam seperti Besi(II).

  Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam melakukan titrasi Iodometri adalah sebagai berikut: Penambahan amilum sebaiknya dilakukan saat menjelang akhir titrasi, dimana hal ini ditandai dengan warna larutan menjadi kuning muda (dari oranye sampai coklat akibat terdapatnya I dalam jumlah banyak), alasannya

  2

  kompleks amilum- I

  2 terdisosiasi sangat lambat akibatnya maka banyak I 2 yang akan

  terabsorbsi oleh amilum jika amilum ditambahkan pada awal titrasi, alasan kedua adalah biasanya iodometri dilakukan pada media asam kuat sehingga akan menghindari terjadinya hidrolisis amilum. Titrasi harus dilakukan dengan cepat untuk meminimalisasi terjadinya oksidasi iodida oleh udara bebas. Pengocokan pada saat melakukan titrasi iodometri sangat diwajibkan untuk menghindari penumpukan tiosulfat pada area tertentu, penumpukkan konsentrasi tiosulfat dapat menyebabkan terjadinya dekomposisi tiosulfat untuk menghasilkan belerang. Terbentuknya reaksi ini dapat diamati dengan adanya belerang dan larutan menjadi bersifat koloid (tampak keruh oleh kehadiran S).

  2- +

  S

  2 O 3 + 2H

  2 SO 3 + S

  → H Pastikan jumlah iodida yang ditambahkan adalah berlebih sehingga semua analit tereduksi dengan demikian titrasi akan menjadi akurat. Kelebihan iodida tidak akan mengganggu jalannya titrasi redoks akan tetapi jika titrasi tidak dilakukan

  • dengan segera maka I dapat teroksidasi oleh udara menjadi I 2 .

  

2.7.2 Natrium Tiosulfat

  Larutan Natrium tiosulfat tidak stabil dalam waktu lama. Bakteri yang memakai belerang akhirnya masuk ke larutan itu, dan proses metaboliknya akan mengakibatkan

  2- 2-

  pembentukan SO , SO dan belerang koloidal. Belerang ini akan menyebabkan

  3

  4

  kekeruhan, bila timbul kekeruhan larutan harus dibuang. Biasanya air yang digunakan untuk menyiapkan larutan tiosulfat dididihkan agar steril, dan sering ditambahkan boraks atau natrium karbonat sebagai pengawet. Oksidasi tiosulfat oleh udara berlangsung lambat. Tetapi runutan tembaga sering kadang-kadang terdapat dalam air suling akan mengkatalisis oksidasi oleh udara. Tiosulfat diuraikan dalam larutan asam dengan membentuk belerang sebagai endapan mirip susu. (A.L. Underwood, 1986).

  Larutan standard yang digunakan dalam kebanyakan proses iodometri adalah natrium tiosulfat. Lazimnya garam ini dibeli sebagai pentahidrat, Na

  2 S

  2 O 3 .5H 2 O.

  Larutan tak boleh distandarisasikan berdasarkan penimbangan langsung, melainkan harus distandarisasikan terhadap standard primer.

  • 2-

  S O + 2H S O S O + S(s)

  2

  3

  2

  2

  3

  2

  2

  3

  → H → H Tetapi reaksi lambat dan tak terjadi bila tiosulfat dititrasikan ke dalam larutan iod yang asam, jika larutan diaduk dengan baik. Reaksi antara iod dan tiosulfat jauh lebih cepat daripada reaksi penguraian. Iod mengoksidasi tiosulfat menjadi ion tetrationat :

  2- + 2-

  4I

  2 + S

  2 O 3 + 5H

  2 O 4 + 10H

  → 8I- + 2SO Dalam larutan netral atau sedikit sekali basa, oksidasi menjadi sulfat itu tidak terjadi, jika digunakan iod sebagai titran. Banyak zat pengoksid kuat, seperti pereaksi dichromat, permanganat dan garam serium (IV), mengoksidasi tiosulfat menjadi sulfat, namun reaksinya tidak kuantitatif. (A.L. Underwood, 1986)

2.7.3 Kanji (Starch)

  Larutan kanji mudah terurai oleh bakteri, suatu proses yang dapat dihambat dengan jalan sterilisasi atau dengan penambahan suatu zat pengawet. Hasil peruraiannya memakai iodium dan berubah menjadi kemerah-merahan. Merkurium (II) iodida, asam borat atau asam furoat dapat digunakan sebagai pengawet. Kondisi yang menimbulkan hidrolisis atau koagulasi kanji hendaklah dihindari. Kepekaan indikator

  naiknya temperatur dan oleh beberapa zat organik, seperti metil dan

  berkurang dengan etil alkohol.

  Warna larutan iod 0,1 N cukup kuat sehingga iodium dapat bertindak sebagai indikator sendiri. Iodium juga memberikan warna ungu atau merah lembayung yang kuat kepada pelarut-pelarut seperti karbon tetraklorida atau kloroform, dan kadang- kadang hal ini digunakan untuk mengetahui titik akhir reaksi. Akan tetapi lebih umum digunakan suatu larutan (dispersi koloid) kanji, dari warna biru tua kompleks pati- iodium berperan sebagai uji kepekaan terhadap iodium.

  Kepekaan lebih besar dalam larutan sedikit sekali asam daripada dalam larutan netral dan lebih adanya ion iodida. Mekanisme yang tepat dari pembentukan kompleks itu belum diketahui. Tetapi diduga bahwa molekul iodium diikat pada permukaan β- amilosa, suatu konstituen- konstituen kanji lain, α-amilosa, atau amilopektin, membentuk kompleks kemerahan dimana warna tidak mudah dihilangkan. Oleh karena itu, kanji yang mengandung amilopektin sebaiknya tak digunakan. Produk

  (A.L. Underwood, 1986) komersial, “kanji larut” terdiri terutama β -amilosa.

2.8 Uji Organoleptik

  Menurut Soekarto (1981), penilaian dengan indera disebut penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang paling primitif. Penilaian dengan indera banyak digunakan untuk meneliti mutu komoditi hasil pertanian dan makanan. Penilaian cara ini banyak disenangi karena dapat dilaksanakan dengan cepat dan langsung. Kadang – kadang penilaian ini dapat memberikan hasil penelitian yang teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.

  Sistem penelitian organoleptik telah dapat dibakukan dan dijadikan alat penilai dalam laboratorium, dunia usaha dan perdagangan. Laboratorium penilaian organoleptik pun telah menjadi umum di industri maupun di lembaga-lembaga penelitian. Penelitian organoleptik telah pula digunakan sebagai metode dalam penelitian dan pengembangan. Untuk melaksanakan suatu penilaian organoleptik diperlukan panel. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subjektif. Orang yang menjadi anggota panel disebut panelis. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan dalam penilaian organoleptik yaitu :

  1. Pencicip perorangan (individual expert) Pencicip perorangan disebut juga pencicip tradisional. Pencicip demikian telah lama digunakan dalam industri-industri makanan seperti pencicip teh, kopi, es krim atau penguji bau pada industri minyak wangi (parfum).

  2. Panel pencicip terbatas Untuk menghindari ketergantungan pada seorang pencicip perorangan maka beberapa industri menggunakan 3 – 5 orang penilai yang mempunyai kepekaan tinggi yang disebut panel pencicip terbatas. Biasanya panel ini diambil dari personel laboratorium yang sudah mempunyai pengalaman luas akan komoditi tertentu. Penggunaan panel pencicip terbatas dapat mengurangi faktor kecenderungan (bias) dalam menilai rasa suatu komoditi. Dalam mengambil keputusan dilakukan secara musyawarah diantara anggota.

  3. Panel terlatih Anggota panel terlatih yaitu antara 15 – 25 orang. Tingkat kepekaan yang diharapkan tidak perlu setinggi panel pencicip terbatas. Untuk menjadi anggota panel ini perlu diseleksi dan yang terpilih kemudian dilatih. Panel terlatih ini juga berfungsi sebagai alat analisa, dan pengujian-pengujian yang dilakukan biasanya terbatas pada kemampuan membedakan.

  4. Panel tak terlatih Jika panel terlatih biasanya untuk menguji pembedaan (different test), maka panel tak terlatih umumnya untuk menguji kesukaan (preference test). Pemilihan anggota dilakukan bukan terhadap kepekaan calon anggota tetapi pemilihan itu lebih mengutamakan segi sosial seperti latar belakang pendidikan, asal daerah ekonomi, dalam masyarakat dan sebagainya.

  5. Panel konsumen Panel ini biasanya mempunyai anggota yang besar jumlahnya dari 30 sampai 1000 orang. Pengujiannya biasanya mengenai uji kesukaan (preference test) dan dilakukan sebelum pengujian pasar. Hasil uji kesukaan dapat digunakan untuk menentukan apakah suatu jenis komoditi dapat diterima oleh masyarakat.

  6. Panel agak terlatih Panel ini tidak dipilih menurut prosedur pemilihan panel terlatih, tetapi juga tidak diambil dari orang-orang awam yang tidak tahu menahu mengenai sifat-sifat sensorik dan penilaian organoleptik. Panelis dalam kategori ini mengetahui sifat-sifat sensorik dari contoh yang dinilai karena mendapat penjelasan atau sekedar latihan. Termasuk dalam kategori panel agak terlatih adalah sekelompok mahasiswa dan atau staf peneliti yang dijadikan panelis secara musiman atau hanya kadang-kadang. Panelis pada panel agak terlatih dipilih berdasarkan kepekaan dan keandalan penilaian. Jumlahnya berkisar antara 15 – 25 orang. Pengujian organoleptik dapat digolongkan dalam beberapa kelompok. Cara yang paling populer adalah kelompok pengujian pembedaan (different test) dan kelompok pengujian pemilihan (preference test). (Purnamawati, 2006)