Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri

(1)

PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT

SECARA TITRIMETRI

TUGAS AKHIR

OLEH:

HIJJATUL AHYAR

NIM 102410059

PROGRAM STUDI DIPLOMA III

ANALIS FARMASI DAN MAKANAN

FAKULTAS FARMASI

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT

SECARA TITRIMETRI

TUGAS AKHIR

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Ahli Madya Pada Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan

Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara

Oleh:

HIJJATUL AHYAR

NIM 102410059

Medan, April 2013 Disetujui Oleh: Dosen Pembimbing,

Prof. Dr. Julia Reveny. M. Si., Apt. NIP 195807101986012001

Disahkan Oleh: Dekan,


(3)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.

Adapun judul dari tugas akhir ini adalah “Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas Pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri”, yang dibuat sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Dalam menyelesaikan tugas akhir ini, penulis telah banyak mendapat bimbingan, bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, dengan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Bapak Prof. Dr. Sumadio Hadisahputra, Apt., selaku Dekan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

2. Ibu Prof. Dr. Julia Reveny, M.Si., Apt., yang telah membimbing dan mengarahkan penulis dalam pembuatan tugas akhir ini.

3. Bapak Prof. Dr. Jansen Silalahi, M.App.Sc., Apt., selaku Ketua Program Studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi USU.

4. Bapak Drs. I Gde Nyoman Suandi, M.M., Apt., selaku Kepala Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.

5. Ibu Lambok Oktavia SR, M.Kes., Apt., selaku koordinator pembimbing praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan. 6. Bapak dan Ibu seluruh staff di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di


(4)

7. Bapak dan Ibu dosen beserta seluruh staff program studi Diploma III Analis Farmasi dan Makanan Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Secara khusus, penulis mengucapkan terima kasih yang tiada terhingga kepada Ayahanda Abdul Halim Hasibuan dan Ibunda Ukhyar tercinta yang telah memberikan do’a, semangat dan motivasi sehingga penulisan tugas akhir ini dapat terselesaikan.

Kepada kakak ku Rahmah, adik-adik ku Waddah, Doli, Afifah yang penulis sayangi, penulis mengucapkan terima kasih atas do’a, semangat, dan motivasi yang telah diberikan, semoga kita selalu dalam lindungan Allah SWT.

Terima kasih kepada teman dekat dan sahabat penulis Tika, Nadya, Ely, Kiki, Dinda, Muja, Putri, yang selalu memberikan dukungan kepada penulis. Seluruh teman-teman mahasiswa Analis Farmasi dan Makanan angkatan 2010 yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.

Penulis berharap tugas akhir ini bermanfaat bagi semua pihak, penulis menyadari bahwa banyak kekurangan dalam penulisan laporan ini, untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang bersifat membangun. Akhir kata semoga Allah SWT melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.

Medan, April 2013 Penulis

Hijjatul Ahyar NIM 102410059


(5)

PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI ABSTRAK

Sabun mandi sediaan padat merupakan senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat yang digunakan apakah memenuhi persyaratan kadar asam lemak bebas yang diizinkan oleh pemerintah.

Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan menurut metode titrimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Kosmetika dan Alat Kesehatan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.

Dari hasil pengujian asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat secara titrimetri, diperoleh kadar asam lemak bebas sebesar 0,6260% pada sampel kode 03/D1; 1,5255% pada sampel kode 76/D1; dan 1,2316%, pada sampel kode 77/D1.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sabun mandi sediaan padat yang diperiksa mengandung kadar asam lemak bebas yang memenuhi persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia 06 – 3532 – 1994 yaitu maksimal 2,5 %.

Kata kunci: sabun mandi sediaan padat, penetapan kadar, asam lemak bebas, titrimetri


(6)

CONTENT DETERMINATION OF FATTY ACID-FREE BATH SOAP STOCKS ON THE SOLID TITRIMETRIC

ABSTRACT

Bath soap is a solid dosage form of sodium compounds with fatty acid that is used as a cleaning material body, solid, frothy, with or addition of another and does not cause irritation to the skin. Purpose of this test is to determine the levels of free fatty acids in the soap solid dosage used if it meets the requirements of the free fatty acid levels allowed by the government.

Determination of free fatty acid levels was performed according to titrimetric method and apparatus in accordance with the procedures used in the laboratory Cosmetics and Medical Devices in the Center for Drug and Food Medan.

From the test results of free fatty acids in the soap solid dosage titrimetri, free fatty acid levels obtained by 0.6260% in the sample code 03/D1; 1.5255% on 76/D1 code samples, and 1.2316%, the sample 77/D1 code.

The test results showed that the solid dosage soap examined free fatty acid content that meets the requirements according to Indonesian National Standard 06 - 3532-1994 is a maximum of 2.5%.


(7)

DAFTAR ISI

Halaman

Lembar Judul ... i

Lembar Pengesahan ... ii

Kata Pengantar ... iii

Abstrak ... v

Daftar Isi ... vi

Daftar Tabel ... viii

Daftar Lampiran ... ix

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

1.3 Manfaat ... 2

BAB II Tinjauan Pustaka ... 3

2.1 Sabun ... 3

2.1.1 Fungsi Sabun ... 3

2.1.2 Komposisi Sabun ... 3

2.1.3 Jenis-jenis Minyak atau Lemak pada Pembuatan Sabun ... 6

2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit ... 9

2.2 Sabun Mandi Padat ... 11

2.2.1 Syarat Mutu Sabun Mandi ... 12


(8)

2.3.1 Pembagian Lemak ... 15

2.3.2 Sifat Lemak ... 15

2.3.3 Sumber Lemak ... 17

2.4 Asam Lemak Bebas ... 17

2.5 Titrimetri ... 20

2.5.1 Penggolongan Titrimetri ... 20

2.5.2 Alkalimetri ... 22

BAB III METODE PERCOBAAN ... 24

3.1 Tempat Pengujian ... 24

3.2 Alat ... 24

3.3 Bahan ... 24

3.4 Prosedur ... 24

3.4.1. Pembuatan Pereaksi ... 25

3.4.2. Cara Pengujian Sampel ... 25

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 27

4.1 Hasil ... 27

4.2 Pembahasan ... 27

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 28

5.1 Kesimpulan ... 28

5.2 Saran ... 28

DAFTAR PUSTAKA ... 29


(9)

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi ... 13 Tabel 2. Data Hasil Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada

Sabun Mandi Sediaan Padat ... 27 Tabel 3. Data Pembakuan HCl 0,1 N ... 31 Tabel 4. Data Penimbangan Kadar Asam Lemak Bebas pada


(10)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran 1 Data Penimbangan dan Pembakuan HCl 0,1 N dan

KOH 0,1 N ... 31 Lampiran 2 Sampel Sabun Mandi Sediaan Padat ... 33 Lampiran 3 Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Asam Lemak


(11)

PENETAPAN KADAR ASAM LEMAK BEBAS

PADA SABUN MANDI SEDIAAN PADAT SECARA TITRIMETRI ABSTRAK

Sabun mandi sediaan padat merupakan senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit. Tujuan pengujian ini adalah untuk mengetahui kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat yang digunakan apakah memenuhi persyaratan kadar asam lemak bebas yang diizinkan oleh pemerintah.

Penentuan kadar asam lemak bebas dilakukan menurut metode titrimetri sesuai dengan prosedur dan alat yang digunakan di laboratorium Kosmetika dan Alat Kesehatan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan Medan.

Dari hasil pengujian asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat secara titrimetri, diperoleh kadar asam lemak bebas sebesar 0,6260% pada sampel kode 03/D1; 1,5255% pada sampel kode 76/D1; dan 1,2316%, pada sampel kode 77/D1.

Hasil pengujian menunjukkan bahwa sabun mandi sediaan padat yang diperiksa mengandung kadar asam lemak bebas yang memenuhi persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia 06 – 3532 – 1994 yaitu maksimal 2,5 %.

Kata kunci: sabun mandi sediaan padat, penetapan kadar, asam lemak bebas, titrimetri


(12)

CONTENT DETERMINATION OF FATTY ACID-FREE BATH SOAP STOCKS ON THE SOLID TITRIMETRIC

ABSTRACT

Bath soap is a solid dosage form of sodium compounds with fatty acid that is used as a cleaning material body, solid, frothy, with or addition of another and does not cause irritation to the skin. Purpose of this test is to determine the levels of free fatty acids in the soap solid dosage used if it meets the requirements of the free fatty acid levels allowed by the government.

Determination of free fatty acid levels was performed according to titrimetric method and apparatus in accordance with the procedures used in the laboratory Cosmetics and Medical Devices in the Center for Drug and Food Medan.

From the test results of free fatty acids in the soap solid dosage titrimetri, free fatty acid levels obtained by 0.6260% in the sample code 03/D1; 1.5255% on 76/D1 code samples, and 1.2316%, the sample 77/D1 code.

The test results showed that the solid dosage soap examined free fatty acid content that meets the requirements according to Indonesian National Standard 06 - 3532-1994 is a maximum of 2.5%.


(13)

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Sabun sudah menjadi salah satu kebutuhan yang sangat penting dalam kehidupan. Sabun pada umumnya dikenal dalam bentuk batangan. Jika kita mandi tanpa sabun, maka kita akan merasakan sesuatu yang kurang. Sabun sangat berperan dalam mengangkat benda asing di kulit kita. Sabun merupakan salah satu produk kecantikan yang dapat digunakan sebagai pembersih. Penggunaan sabun umumnya terkait dengan mengangkat kotoran yang menempel pada kulit, baik berupa kotoran keringat, lemak atau pun debu, serta mengangkat sel-sel kulit mati dan sisa-sisa kosmetik (Andreas, 2009).

Sabun mandi merupakan senyawa natrium atau kalium dengan asam lemak dari minyak nabati atau lemak hewani berbentuk padat, lunak atau cair, dan berbusa digunakan sebagai pembersih, dengan menambahkan zat wangi dan bahan lainnya yang tidak membahayakan kesehatan (Dalimunte, 2009).

Berdasarkan SNI 06 – 3532 – 1994 telah ditetapkan bahwa kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat adalah maksimal 2,5%. Jika lebih dari 2,5% maka dinyatakan tidak memenuhi syarat. Tugas akhir ini berjudul “Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Sabun Mandi Sediaan Padat Secara Titrimetri“. Adapun pengujian dilakukan selama penulis melakukan praktek kerja lapangan di Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan.


(14)

Analisis penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat dilakukan dengan metode titrimetri. Titrimetri atau analisis volumetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).

1.2Tujuan

Untuk mengetahui apakah kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat memenuhi persyaratan kadar asam lemak bebas yang diizinkan oleh pemerintah Indonesia berdasarkan Standar Nasional Indonesia (SNI).

1.3Manfaat

Memberikan informasi kepada pihak terkait dan masyarakat mengenai kadar asam lemak bebas yang terdapat pada sabun mandi sediaan padat.


(15)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Sabun

Sabun adalah garam alkali (Li, Na, atau K) dari asam lemak berantai panjang. Karena kebanyakan kotoran yang menempel pada permukaan berbentuk lapisan minyak tipis, sulit membuangnya kecuali bila lapisan minyak tersebut diemulsikan dulu dengan air (Wilbrahami, 1992).

Sabun dihasilkan dari proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam NaOH (minyak dipanaskan dengan NaOH) sampai terhidolisis sempurna. Asam lemak yang berikatan dengan natrium ini dinamakan sabun (Ketaren, 1996).

2.1.1 Fungsi Sabun

Fungsi sabun dalam anekaragam cara adalah sebagai bahan pembersih. Sabun menurunkan tegangan permukaan air, sehingga memungkinkan air itu membasahi bahan yang dicuci dengan lebih efektif, sabun bertindak sebagai suatu zat pengemulsi untuk mendispersikan minyak dan gemuk; dan sabun teradsorpsi pada butiran kotoran (Keenan, 1980).

2.1.2 Komposisi Sabun

Menurut Wasitaatmadja (1997), sabun biasanya mengandung: a. Surfaktan

Surfaktan (surface acting agent) merupakan senyawa organik yang dalam molekulnya memiliki sedikitnya satu gugus hidrofilik dan satu gugus hidrofobik.


(16)

Apabila ditambahkan ke suatu cairan pada konsentrasi rendah, maka dapat mengubah karakteristik tegangan permukaan dan antarmuka cairan tersebut Surfaktan merupakan bahan terpenting dari sabun. Lemak dan minyak yang dipakai dalam sabun berasal dari minyak kelapa (asam lemak C12), minyak zaitun

(asam lemak C16-C18), atau lemak babi. Penggunaan bahan berbeda menghasilkan

sabun yang berbeda, baik secara fisik maupun kimia. Ada sabun yang cepat berbusa tetapi terasa airnya kasar dan tidak stabil, ada yang lambat berbusa tetapi lengket dan stabil (Elefani, 2008; Wasitaatmadja (1997).

b. Pelumas

Untuk menghindari rasa kering pada kulit diperlukan bahan yang tidak saja meminyaki kulit tetapi juga berfungsi untuk membentuk sabun yang lunak, misal: asam lemak bebas, fatty alcohol, gliserol, lanolin, paraffin lunak, cocoa butter,

dan minyak almond, bahan sintetik ester asam sulfosuksinat, asam lemak isotionat, asam lemak etanolamid, polimer JR, dan carbon resin (polimer akrilat). Bahan-bahan selain meminyaki kulit juga dapat menstabilkan busa dan berfungsi sebagai peramas (plasticizers).

c. Antioksidan dan Sequestering Agents

Antioksidan merupakan zat yang mampu memperlambat atau mencegah proses oksidasi. Untuk menghindari kerusakan lemak terutama bau tengik, dibutuhkan bahan penghambat oksidasi, misalnya stearil hidrazid dan

butilhydroxy toluene (0,02% - 0,1%). Sequestering Agents dibutuhkan untuk mengikat logam berat yang mengkatalis oksidasi EDTA.


(17)

d. Deodorant

Deodorant adalah suatu zat yang digunakan untuk menyerap atau mengurangi bau menyengat pada badan Deodorant dalam sabun mulai dipergunakan sejak tahun 1950, namun oleh karena khawatir efek samping, penggunaannya dibatasi. Bahan yang digunakan adalah triklorokarbon, heksaklorofen, diklorofen, triklosan, dan sulfur koloidal (Nurdieni, 2013; Wasitaatmadja (1997).

e. Warna

Kebanyakan sabun toilet berwarna cokelat, hijau biru, putih, atau krem. Pewarna sabun dibolehkan sepanjang memenuhi syarat dan peraturan yang ada, pigmen yang digunakan biasanya stabil dan konsentrasinya kecil sekali (0,01-0,5%). Titanium dioksida 0,01% ditambahkan pada berbagai sabun untuk menimbulkan efek berkilau. Akhir-akhir ini dibuat sabun tanpa warna dan transparan.

f. Parfum

Isi sabun tidak lengkap bila tidak ditambahkan parfum sebagai pewangi. Pewangi ini harus berada dalam pH dan warna yang berbeda pula. Setiap pabrik memilih bau dan warna sabun bergantung pada permintaan pasar atau masyarakat pemakainya. Biasanya dibutuhkan wangi parfum yang tidak sama untuk membedakan produk masing-masing.

g. Pengontrol pH

Penambahan asam lemak yang lemah, misalnya asam sitrat, dapat menurunkan pH sabun.


(18)

h. Bahan Tambahan Khusus

Berbagai bahan tambahan untuk memenuhi kebutuhan pasar, produsen, maupun segi ekonomi dapat dimasukkan ke dalam formula sabun. Menurut Wasitaatmadja (1997), dikenal berbagai macam sabun khusus misalnya:

1. Superfatty yang menambahkan lanolin atau paraffin. 2. Transparan yang menambahkan sukrosa dan gliserin.

3. Antiseptik (medicated = carbolic) yang menambahkan bahan antiseptik, misalnya: fenol, kresol, dan sebagainya.

4. Sabun bayi yang lebih berminyak, pH netral, dan noniritatif.

5. Sabun netral, mirip dengan sabun bayi dengan sabun bayi dengan konsentrasi dan tujuan yang berbeda.

2.1.3 Jenis-jenis Minyak atau Lemak pada Pembuatan Sabun

Menurut Rohman (2009), beberapa jenis minyak atau lemak yang biasa dipakai dalam proses pembuatan sabun di antaranya:

1. Tallow

Tallow adalah lemak sapi atau domba yang dihasilkan oleh industri pengolahan daging sebagai hasil samping. Kualitas dari tallow ditentukan dari warna, titer (temperatur solidifikasi dari asam lemak), kandungan FFA (Free Fatty Acid), bilangan saponifikasi, dan bilangan iodin. Tallow dengan kualitas baik biasanya digunakan dalam pembuatan sabun mandi dan tallow dengan kualitas rendah digunakan dalam pembuatan sabun cuci. Oleat dan stearat adalah asam lemak yang paling banyak terdapat dalam tallow. Jumlah FFA dari tallow


(19)

berkisar antara 0,75-7,0%. Titer pada tallow umumnya di atas 40°C. Tallow dengan titer di bawah 40°C dikenal dengan nama grease.

2. Lard

Lard merupakan minyak babi yang masih banyak mengandung asam lemak tak jenuh seperti oleat (60-65%) dan asam lemak jenuh seperti stearat (35-40%). Jika digunakan sebagai pengganti tallow, lard harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu untuk mengurangi ketidakjenuhannya. Sabun yang dihasilkan dari lard berwarna putih dan mudah berbusa.

3. Palm Oil (minyak kelapa sawit)

Minyak kelapa sawit umumnya digunakan sebagai pengganti tallow. Minyak kelapa sawit dapat diperoleh dari pemasakan buah kelapa sawit. Minyak kelapa sawit berwarna jingga kemerahan karena adanya kandungan zat warna karotenoid sehingga jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun harus dipucatkan terlebih dahulu. Sabun yang terbuat dari 100% minyak kelapa sawit akan bersifat keras dan sulit berbusa. Maka dari itu, jika akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun, minyak kelapa sawit harus dicampur dengan bahan lainnya.

4. Coconut Oil (minyak kelapa)

Minyak kelapa merupakan minyak nabati yang sering digunakan dalam industri pembuatan sabun. Minyak kelapa berwarna kuning pucat dan diperoleh melalui ekstraksi daging buah yang dikeringkan (kopra). Minyak kelapa memiliki kandungan asam lemak jenuh yang tinggi, terutama asam laurat, sehingga minyak


(20)

kelapa tahan terhadap oksidasi yang menimbulkan bau tengik. Minyak kelapa juga memiliki kandungan asam lemak kaproat, kaprilat, dan kaprat.

5. Palm Kernel Oil (minyak inti kelapa sawit)

Minyak inti kelapa sawit diperoleh dari biji kelapa sawit. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak yang mirip dengan minyak kelapa sehingga dapat digunakan sebagai pengganti minyak kelapa. Minyak inti sawit memiliki kandungan asam lemak tak jenuh lebih tinggi dan asam lemak rantai pendek lebih rendah daripada minyak kelapa.

6. Palm Oil Stearine (minyak sawit stearin)

Minyak sawit stearin adalah minyak yang dihasilkan dari ekstraksi asam-asam lemak dari minyak sawit dengan pelarut aseton dan heksana. Kandungan asam lemak terbesar dalam minyak ini adalah stearin.

7. Marine Oil

Marine oil berasal dari mamalia laut (paus) dan ikan laut. Marine oil memiliki kandungan asam lemak tak jenuh yang cukup tinggi, sehingga harus dihidrogenasi parsial terlebih dahulu sebelum digunakan sebagai bahan baku. 8. Castor Oil (minyak jarak)

Minyak ini berasal dari biji pohon jarak dan digunakan untuk membuat sabun transparan.

9. Olive oil (minyak zaitun)

Minyak zaitun berasal dari ekstraksi buah zaitun. Minyak zaitun dengan kualitas tinggi memiliki warna kekuningan. Sabun yang berasal dari minyak zaitun memiliki sifat yang keras tapi lembut bagi kulit.


(21)

10.Campuran minyak dan lemak

Industri pembuat sabun umumnya membuat sabun yang berasal dari campuran minyak dan lemak yang berbeda. Minyak kelapa sering dicampur dengan tallow karena memiliki sifat yang saling melengkapi. Minyak kelapa memiliki kandungan asam laurat dan miristat yang tinggi dan dapat membuat sabun mudah larut dan berbusa. Kandungan stearat dan palmitat yang tinggi dari tallow akan memperkeras struktur sabun.

2.1.4 Efek Samping Sabun pada Kulit

Sabun digunakan untuk membersihkan kotoran pada kulit baik berupa kotoran yang larut dalam air maupun yang larut dalam lemak. Namun dengan penggunaan sabun kita akan mendapatkan efek lain pada kulit seperti berikut ini: a. Daya Pembengkakan dan Pengeringan Kulit

Kontak air (pH) pada kulit yang lama akan menyebabkan lapisan tanduk kulit membengkak akibat kenaikan permeabilitas kulit terhadap air. Cairan yang mengandung sabun dengan pH alkalis akan mempercepat hilangnya mantel asam pada lemak kulit permukaan sehingga pembengkakan kulit akan terjadi lebih cepat. Marchionini dan Schade (1928) yang meneliti hal tersebut menyatakan bahwa kelenjar minyak kulit berperan dalam membentuk keasaman kulit dengan pembentukan lapisan lemak permukaan kulit yang agak asam. Besarnya kerusakan lapisan lemak kulit yang terjadi bergantung pada: temperatur, konsentrasi, waktu kontak, dan tipe kulit pemakai. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat meningkatkan permeabilitas kulit sehingga mempermudah benda asing menembus kedalamnya. Bergantung pada lama kontak dan intensitas pembilasan,


(22)

maka cairan sabun dapat diabsorpsi oleh lapisan luar kulit sehingga dapat tetap berada di dalam kulit sesudah dibilas. Kerusakan lapisan lemak kulit dapat menambah kekeringan kulit akibat kegagalan sel kulit mengikat air. Pembengkakan kulit akan menurunkan pula kapasitas sel untuk menahan air sehingga kemudian terjadi pengeringan yang akan diikuti oleh kekenduran dan pelepasan ikatan antarsel tanduk kulit. Kulit tampak kasar, dan tidak elastis. Penambahan sabun dengan bahan-bahan pelumas (superfatty) dapat mengurangi efek ini (Wasitaatmadja, 1997).

b. Daya Antimikrobial

Sabun yang mengandung surfaktan, terutama kation, mempunyai daya antimikroba, apalagi bila ditambah bahan antimikroba. Daya antimikroba ini terjadi akibat kekeringan kulit, pembersihan kulit, oksidasi di dalam sel keratin, daya pemisah surfaktan, dan kerja mekanisme air (Wasitaatmadja, 1997).

c. Daya Antiperspirasi

Kekeringan kulit juga dibantu oleh penekanan perspirasi. Pada percobaan dengan larutan natrium lauril sulfat, didapat penurunan produksi kelenjar keringat antara 25-75% (Wasitaatmadja, 1997).

d. Lain-lain

Efek samping lain berupa dermatitis kontak iritan, dermatitis kontak alergik, atau kombinasi keduanya. Sabun merupakan iritan lemah. Penggunaan yang lama dan berulang akan menyebabkan iritasi. Pembuktian efek iritasi sering kontroversial. Uji tempel konvensional dengan larutan sabun tidak adekuat sebab menimbulkan reaksi eritema monomorfik dengan intensitas yang bervariasi.


(23)

Reaksi alergi terhadap deterjen sintetik lebih jarang, lebih mungkin terjadi secara kumulatif akibat penggunaan yang berulang pada kulit yang sensitif (Wasitaatmadja, 1997).

2.2 Sabun Mandi Padat

Sabun dihasilkan oleh proses saponifikasi, yaitu hidrolisis lemak menjadi asam lemak dan gliserol dalam kondisi basa. Pembuatan kondisi basa yang biasa digunakan adalah natrium hidroksida (NaOH) dan kalium hidroksida (KOH). Jika basa yang digunakan adalah NaOH, maka produk reaksi tersebut berupa sabun keras (padat), sedangkan basa yang digunakan berupa KOH maka produk reaksi berupa sabun cair (Dalimunthe, 2009).

Sabun mandi adalah senyawa natrium dengan asam lemak yang digunakan sebagai bahan pembersih tubuh, berbentuk padat, berbusa, dengan atau penambahan lain serta tidak menyebabkan iritasi pada kulit (SNI, 1994).

Sabun mandi merupakan garam logam alkali (Na) dengan asam lemak dan minyak dari bahan alam yang disebut trigliserida. Lemak dan minyak mempunyai dua jenis ikatan, yaitu ikatan jenuh dan ikatan tak jenuh dengan atom karbon 8-12 yang berikatan ester dengan gliserin. Secara umum, reaksi antara kaustik dengan gliserol menghasilkan gliserol dan sabun yang disebut dengan saponifikasi. Setiap minyak dan lemak mengandung asam-asam lemak yang berbeda-beda. Perbedaan tersebut menyebabkan sabun mempunyai sifat yang berbeda. Minyak dengan kandungan asam lemak rantai pendek dan ikatan tak jenuh akan menghasilkan sabun cair. Sedangkan rantai panjang dan jenuh menghasilkan sabun yang tak larut pada suhu kamar (Andreas, 2009).


(24)

Dalam pembuatan sabun, lemak dipanasi dalam ketel besi yang besar dengan larutan natrium hidroksida dalam air, sampai lemak itu terhidrolisis sempurna. Pereaksi semacam itu sering disebut penyabunan (latin, sapo adalah sabun), karena reaksi itu telah digunakan sejak zaman Romawi kuno untuk mengubah lemak dan minyak menjadi sabun. Kebanyakan sabun alamiah sekarang terbuat terutama dari empat lemak sapi, minyak palma, minyak kelapa dan minyak zaitun. Sabun itu diendapkan dengan penambahan garam. Kemudian diambil dengan disaring, dicuci, dan dicampur dengan zat warna parfum dan komponen istimewa lain. Setelah mengeras, dipotong-potong dan dicetak menjadi sabun yang lazim dijual (Keenan, 1980).

Garam asam lemak biasanya disebut sabun. Daya pembersih sabun bertumpu pada sifat amfipatik molekul sabun. Molekul-molekul sabun menghancurkan material berlemak yang menahan kotoran pada permukaan dengan megikatkan diri pada molekul-molekul lemak. Bagian-bagian polar dari molekul-molekul sabun yang bergabung menyebabkan kotoran dan partikel-partikel lemak menjadi mantap dalam larutan berair sehingga dapat dicuci lepas di dalam air (Page, 1989).

2.1.1 Syarat Mutu Sabun Mandi

Syarat mutu sabun mandi menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06-3235-1994 dapat dilihat pada Tabel 1.


(25)

Tabel 1. Syarat Mutu Sabun Mandi

No. U r a i a n Satuan Tipe I Tipe II Superfat 1. 2. 3. 4. 5. Kadar air Jumlah asam lemak Alkali bebas - Dihitung sebagai NaOH - Dihitung sebagai KOH Asam lemak bebas dan atau lemak netral Minyak mineral % % % % % - maks. 15 > 70 maks. 0,1 maks. 0,14 < 2,5 Negatif maks. 15 64 – 70

maks. 0,1 maks. 0,14 < 2,5 Negative maks. 15 > 70 maks. 0,1 maks. 0,14

2,5 – 7,5

Negatif (Acuan SNI 06-3235-1994 )

2.3 Lemak

Lemak adalah senyawa kimia yang tidak larut dalam air tetapi larut dalam pelarut organik. Lemak adalah campuran trigliserida. Trigliserida terdiri atas satu molekul gliserol yang berikatan dengan tiga molekul asam lemak. Digliserida terdiri dari gliserol yang mengikat dua molekul asam lemak sedangkan monogliserida hanya memiliki satu asam lemak (Gaman dan Serington, 1994).

Trigliserida dapat berwujud padat atau cair, dan hal ini tergantung dari komposisi asam lemak yang menyusunnya. Sebagian besar minyak nabati berbentuk cair karena mengandung sejumlah asam lemak tidak jenuh, yaitu asam oleat, linoleat atau asam linolenat dengan titik cair yang rendah. Lemak hewan pada umumnya berbentuk padat pada suhu kamar karena banyak mengandung


(26)

asam lemak jenuh, misalnya asam palmitat dan stearat yang mempuyai titik cair lebih tinggi (Ketaren, 1996).

Minyak/lemak merupakan senyawa lipid yang memiliki struktur berupa ester dari gliserol. Pada proses pembuatan sabun, jenis minyak atau lemak yang digunakan adalah minyak nabati atau lemak hewan. Perbedaan antara minyak dan lemak adalah wujud keduanya dalam keadaan ruang. Minyak akan berwujud cair pada temperatur ruang (± 28°C), sedangkan lemak akan berwujud padat. Minyak tumbuhan maupun lemak hewan merupakan senyawa trigliserida. Trigliserida yang umum digunakan sebagai bahan baku pembuatan sabun memiliki asam lemak dengan panjang rantai karbon antara 12 sampai 18. Asam lemak dengan panjang rantai karbon kurang dari 12 akan menimbulkan iritasi pada kulit, sedangkan rantai karbon lebih dari 18 akan membuat sabun menjadi keras dan sulit terlarut dalam air. Kandungan asam lemak tak jenuh, seperti oleat, linoleat, dan linolenat yang terlalu banyak akan menyebabkan sabun mudah teroksidasi pada keadaan atmosferik sehingga sabun menjadi tengik. Asam lemak tak jenuh memiliki ikatan rangkap sehingga titik lelehnya lebih rendah daripada asam lemak jenuh yang tak memiliki ikatan rangkap, sehingga sabun yang dihasilkan juga akan lebih lembek dan mudah meleleh pada temperatur tinggi (Rohman, 2009).

Minyak dan lemak yang telah dipisahkan dari jaringan asalnya mengandung sejumlah kecil komponen selain trigliserida, yaitu 1) lipid kompleks (lesithin, cephalin, fosfatida, dan glikolipid), 2) sterol, berada dalam keadaan bebas atau terikat dengan asam lemak, 3) asam lemak bebas, 4) lilin, 5) pigmen yang larut dalam lemak, dan 6) hidrokarbon (Ketaren,1996).


(27)

2.3.1 Pembagian Lemak

Menurut Budianto (2009), ada atau tidaknya ikatan rangkap yang dikandung asam lemak, maka asam lemak dapat dibagi menjadi:

1. Asam lemak jenuh (CnH2nO2), Saturated Fatty Acid (SFA)

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak yang mempunyai ikatan tunggal atom karbon (C) dimana masing-masing atom C ini akan berikatan dengan atom H. contohnya adalah asam butirat (C4), asam kaproat (C6), asam kaprilat (C8),

asam kaprat (C10).

2. Asam lemak Tak Jenuh Tunggal (MUFA, Mono Unsaturated Fatty Acid/C6H2NO2)

Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang selalu mangandung ikatan rangkap 2 atom C dengan kehilangan paling sedikit 2 atom H. contohnya adalah asam burat, asam palmitoleat (C12), asam oleat (C18).

3. Asam lemak Tak Jenuh Poli (PUFA, Poly Unsaturated Fatty Acid/CnH2n)2

Asam lemak tak jenuh dengan ikatan rangkap banyak merupakan asam lemak yang mengandung lebih dari 1 ikatan rangkap. Asam lemak ini akan kehilangan paling sedikit 4 atom H. contohnya adalah asam lemak linoleat (C18)

berikatan rangkap dua, asam lemak eleostear (C1) berikatan rangkap tiga.

2.3.2 Sifat Lemak

Menurut Gaman dan Serington (1992), sifat lemak sebagai berikut: a. Kelarutan

Lemak dan minyak tidak larut dalam air. Namun begitu, karena adanya suatu substansi tertentu, yang dikenal sebagai agensia pengemulsi, dimungkinkan


(28)

terbentuknya campuran yang stabil antara lemak dan air. Campuran ini dinamakan emulsi. Lemak dan minyak larut dalam pelarut organik seperti minyak tanah, eter dan karnon tetraklorida. Pelarut-pelarut tipe ini dapat digunakan untuk menghilangkan kotoran oleh gemuk pada pakaian.

b. Ketengikan

Ketengikan adalah istilah yang digunakan untuk menyatakan rusaknya lemak dan minyak. Pada dasarnya ada dua tipe reaksi yang berperan pada proses ketengikan.

1. Oksidasi

Ini terjadi sebagai hasil reaksi antara trigliserida tidak jenuh dan oksigen dari udara. Molekul oksigen bergabung pada ikatan ganda molekul trigliserida dan dapat terbentuk berbagai senyawa yang menimbulkan rasa tengik yang tidak sedap. Reaksi ini dipercepat oleh panas, cahaya dan logam-logam dalam konsentrasi amat kecil, khususnya tembaga.

2. Hidrolisis

Enzim lipase menghidrolisis lemak, memecahnya menjadi gliserol dan asam lemak.

Lemak + air lipase gliserol + asam lemak

Lipase dapat terkandung secara alami pada lemak dan minyak, tetapi enzim itu dapat diinaktivasi dengan pemanasan. Enzim ini dapat pula dihasilkan oleh mikroorganisme yang terdapat pada bahan makanan berlemak. Asam lemak bebas yang dihasilkan oleh reaksi ini dapat memberikan rasa dan bau tidak sedap.


(29)

c. Saponifikasi

Trigliserida bereaksi dengan alkali membentuk sabun dan gliserol. Proses ini dikenal sebagai saponifikasi. Natrium hidroksida adalah basa yang paling umum digunakan dalam pembuatan sabun tetapi kalium hidroksida dapat pula digunakan. Reaksi saponifikasi sebagai berikut:

O ‖

CH2 ― O ― C ― R CH2OH

O O

‖ ‖

CH ― O ― C ― R + 3NaOH CHOH + 3Na ― O― C ― R

O ‖

CH2 ― O ― C ― R CH2OH

Trilgliserida basa gliserol sabun (garam Na dari asam lemak)

2.3.3Sumber Minyak dan Lemak

Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan, mentega, margarin dan lemak hewan. Sumber lemak lain adalah kacang-kacangan, biji-bijian, daging, ayam, krim, susu, keju dan kuning telur serta makanan yang telah dimasak dengan minyak atau lemak (Almatsier, 2001).

2.4Asam Lemak Bebas

Asam lemak bebas merupakan asam lemak pada sabun yang tidak terikat sebagai senyawa natrium atau pun senyawa trigliserida (lemak netral). Tingginya asam lemak bebas pada sabun akan mengurangi daya membersihkan sabun, karena asam lemak bebas merupakan komponen yang tidak diinginkan dalam


(30)

proses pembersihan. Sabun pada saat digunakan akan menarik komponen asam lemak bebas yang masih terdapat dalam sabun sehingga secara tidak langsung mengurangi kemampuannya untuk membersihkan minyak dari bahan yang berminyak (Qisti, 2009).

Dalam reaksi hidrolisa, minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak tersebut (Ketaren, 1996).

O ‖ H2C – O – C – R

O H2C – OH O

‖ | ‖ HC – O – C – R + 3 HOH HC – OH + 3R – C – OH

|

O H2C – OH

‖ H2C – O – C – R

Gliserida gliserol asam lemak

Persamaan reaksi di atas adalah reaksi hidrolisa dari minyak atau lemak menurut Schwiter (1957). Proses hidrolisa yang sengaja, biasanya dilakukan dengan penambahan sejumlah basa. Proses itu dikenal sebagai reaksi penyabunan. Proses penyabunan ini banyak dipergunakan dalam industri. Minyak atau lemak dalam ketel, pertama-tama dipanasi dengan pipa uap dan selanjutnya ditambah alkali (NaOH), sehingga terjadi reaksi penyabunan. Sabun yang terbentuk dapat diambil dari lapisan teratas pada larutan yang merupakan campuran dari larutan


(31)

alkali, sabun dan gliserol. Dari larutan ini dapat dihasilkan gliserol yang murni melalui penyulingan (Ketaren, 1996).

Asam lemak bebas terbentuk karena proses oksidasi dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan penyimpanan. Dalam bahan pangan, asam lemak dengan kadar lebih besar dari 0,2 persen dari berat lemak akan mengakibatkan flavor yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh. Dengan proses netralisasi minyak sebelum digunakan dalam bahan pangan, maka jumlah asam lemak bebas dalam lemak dapat dikurangi sampai kadar maksimum 0,2 persen (Ketaren, 1996).

Netralisasi adalah suatu proses untuk memisahkan asam lemak bebas dari minyak atau lemak, dengan cara mereaksikan asam lemak bebas dengan basa atau pereaksi lainnya sehingga membentuk sabun (soap stock). Pemisahan asam lemak bebas dapat juga dilakukan dengan cara penyulingan yang dikenal dengan istilah de-asidifikasi. Netralisasi dengan kaustik soda (NaOH) banyak dilakukan dalam skala industri, karena lebih efisien dan lebih murah dibandingkan cara netralisasi lainnya. Selain itu penggunaan kaustik soda, membantu dalam mengurangi zat warna dan kotoran yang berupa getah dan lender dalam minyak (Ketaren, 1996).

Reaksi antara asam lemak bebas dengan NaOH adalah sebagai berikut: O O

‖ ‖

R – C + NaOH R – C + H2O

OH ONa


(32)

Sabun yang terbentuk dapat membantu pemisahan zat warna dan kotoran seperti fostatida dan protein, dengan cara membentuk emulsi. Sabun atau emulsi yang terbentuk dapat dipisahkan dari minyak dengan cara sentrifusi (Ketaren, 1996).

2.5 Metode Titrimetri

Titrimetri atau analisis volumetri adalah pemeriksaan jumlah zat yang didasarkan pada pengukuran volume larutan pereaksi yang dibutuhkan untuk bereaksi secara stoikiometri dengan zat yang ditentukan (Rivai, 1995).

2.5.1 Penggolongan Titrimetri

Menurut Rohman (2007), analisis secara titrimetri (volumetri) dapat digolongkan sebagai berikut:

a. Berdasarkan reaksi kimia

Berdasarkan reaksi yang terjadi selama titrasi, volumetri dapat dikelompokkan menjadi 4 jenis:

1. Reaksi asam-basa (asidi-alkalimetri = netralisasi)

Penetapan kadar ini berdasarkan pada perpindahan proton dari zat yang bersifat asam atau basa, baik dalam lingkungan air ataupun dalam lingkungan bebas air (TBA = titrasi bebas air).

2. Reaksi oksidasi-reduksi (redoks)

Dasar yang digunakan adalah perpindahan elektron. Penetapan kadar senyawa berdasarkan reaksi ini digunakan secara luas seperti permanganometri, serimetri, iodi-iodometri, iodatometri, serta bromatometri.


(33)

3. Reaksi pengendapan (presipitasi)

Penetapan kadar berdasarkan pada terjadinya endapan yang sukar larut misalnya pada penetapan kadar secara argentometri.

4. Reaksi pembentukan kompleks

Dasar yang digunakan adalah terjadinya reaksi antara zat-zat pengkompleks organik dengan ion logam menghasilkan senyawa kompleks yang mantap. Penetapan kadar yang menggunakan prinsip ini adalah metode kompleksometri. b. Berdasarkan cara titrasi

Teknik volumtri berdasarkan cara titrasinya dapat dikelompokkan menjadi: 1. Titrasi langsung

Cara ini dilakukan dengan melakukan titrasi langsung terhadap zat yang akan ditetapkan. Cara ini mudah, cepat, dan sederhana.

2. Titrasi kembali

Dilakukan dengan cara penambahan titran dalam jumlah berlebihan, kemudian kelebihan titran dititrasi dengan titran lain. Pada cara ini ada 2 sumber kesalahan karena menggunakan 2 titran sehingga kesalahan menjadi lebih besar. Disamping itu cara ini juga memakan waktu yang lama.

c. Berdasarkan jumlah sampel

Menurut Rohman (2007) berdasarkan jumlah sampel, teknik volumetri dibedakan menjadi:

1. Titrasi makro

− Jumlah sampel : 100 – 1000 mg − Volume titran : 10 – 100 ml


(34)

− Ketelitian buret : 0,02 ml 2. Titrasi semi mikro

− Jumlah sampel : 10 – 100 mg − Volume titran : 1 – 10 ml − Ketelitian buret : 0,001 ml 3. Titrasi mikro

− Jumlah sampel : 1 – 100 mg − Volume titran : 0,1 – 1 ml − Ketelitian buret : 0,001 ml 2.5.2 Alkalimetri

Alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk menghasilkan air yang bersifat netral. Netralisasi dapat juga dikatakan sebagai reaksi antara donor proton (asam) dengan penerima proton (basa). Alkalimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawa-senyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa (Rohman, 2007).

Titrasi Langsung Asam-Basa Dalam Larutan Air, menurut Rohman (2007): 1. Titrasi asam kuat/basa kuat

Pada awal titrasi perubahan nilai pH berlangsung lambat sampai menjelang titik ekivalen. Pada saat titik ekivalen, nilai pH meningkat secara drastis. Untuk mengamati titik akhir titrasi dapat digunakan indikator atau menggunakan metode elektrokimia.


(35)

Suatu indikator merupakan asam atau basa lemah yang berubah warna diantara bentuk terionisasinya dan bentuk tidak terionisasinya. Kisaran penggunaan indikator adalah 1 unit pH disekitar nilai pKa-nya. Sebagai contoh fenolftalein (pp), mempunyai pKa 9,4 (perubahan warna antara pH 8,4-10,4). Struktur fenolftalein akan mengalami penataan ulang pada kisaran pH ini karena proton dipindahkan dari struktur fenol dari pp sehingga pH-nya meningkat akibatnya akan terjadi perubahan warna.

2. Titrasi asam lemah dengan basa kuat dan titrasi basa lemah dengan asam kuat Jika sejumlah kecil volume asam kuat atau basa kuat ditambahkan pada basa lemah atau asam lemah maka nilai pH akan meningkat secara drastis sekitar 1 unit pH, di bawah atau di atas nilai pKa. Seringkali pelarut organik yang dapat campur dengan air, seperti etanol ditambahkan untuk melarutkan analit sebelum dilakukan titrasi.

3. Titrasi tidak langsung dalam pelarut air

Titrasi tidak langsung ini dapat dilakukan untuk titrasi asam kuat/basa kuat, titrasi asam lemah dengan basa kuat, ataupun titrasi basa lemah dengan asam kuat. Contoh yang paling umum dilakukan adalah titrasi asam lemah dengan basa kuat.


(36)

BAB III

METODE PERCOBAAN

3.1Tempat Pengujian

Pengujian penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat secara titrimetri dilakukan di Laboratorium Kosmetik, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Medan yang berada di Jalan Willem Iskandar Pasar V Barat I No. 2 Medan.

3.2Alat

Alat yang digunakan adalah erlenmeyer, timbangan analitik, mikoburet, beaker gelas, hot plate, pipet tetes, spatula, gelas ukur.

3.3Bahan

Bahan yang digunakan adalah alkohol netral, HCl 0,1 N dalam alkohol, KOH 0,1 N dalam alkohol.

3.4Prosedur

3.4.1Pembuatan Pereaksi

3.4.1.1 Pembuatan Alkohol Netral

Siapkan alkohol netral 200 ml masukkan kedalam beaker gelas 300 ml. Tambahkan 1 ml penunjuk fenolptalein. Kemudian netralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol.


(37)

3.4.1.2Pembakuan Larutan HCl 0,1 N (BM = 36,46)

Tiap 1000 ml larutan mengandung 36,46 gram HCl. Timbang seksama lebih kurang 0,075 gram baku primer natrium karbonat anhidrat yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 270ºC selama 1 jam. Larutkan dalam 10 ml air dan tambahkan 2 tetes merah metil LP. Tambahkan asam perlahan-lahan dari buret. Sambil diaduk hingga larutan berwarna merah muda pucat. Panaskan larutan hingga mendidih, dinginkan dan lanjutkan titrasi. Panaskan lagi hingga mendidih, dan titrasi lagi bila perlu hingga warna merah muda pucat tidak hilang dengan pendidihan lebih lanjut. Hitung normalitas larutan.

1 ml asam klorida 1N setara dengan 52,99 mg natrium karbonat anhidrat.

3.4.1.3Pembakuan Larutan KOH 0,1 N

Pembakuan ukur 5 ml asam klorida 0,5 N LV, encerkan dengan 10 ml air, tambahkan 2 tetes fenolftalein LP dan titrasi dengan larutan kalium hidroksida etanol hingga terjadi warna merah muda pucat yang mantap. Hitung normalitas larutan.

3.4.2 Cara Pengujian Sampel 3.4.2.1 Persiapan Uji Sampel

Contoh sabun yang akan diuji dipotong-potong halus secepat mungkin dan segara masukkan ke dalam botol bertutup asah dan campur serba sama dan segera digunakan untuk pengujian untuk menghindari kemungkinan menguapnya air.


(38)

3.4.2.2 Cara Uji Sampel

1. Siapkan alkohol netral dengan mendidihkan 100 ml alkohol dalam labu erlenmeyer 250 ml, tambahkan 0,5 ml penunjuk fenolptalein dan dinginkan sampai suhu 70ºC kemudian netralkan dengan KOH 0,1 N dalam alkohol. 2. Timbang dengan teliti lebih kurang 5 g contoh dan masukkan kedalam alkohol

netral diatas, tambahkan batu didih, pasang pendingin tegak dan panasi agar cepat larut diatas penangas air, didihkan selama 30 menit. Apabila larutan tidak bersifat alkalis (tidak berwarna merah), dinginkan sampai suhu 70ºC dan titar dengan larutan KOH 0,1 N dalam alkohol, sampai timbul warna merah yang tahan sampai waktu 15 detik. Bila contoh sabun mengandung banyak bagian yang tidak larut, agar tidak mengganggu, saring dahulu sebelum titrasi dilakukan.

Kadar asam lemak bebas dalam sampel dihitung dengan menggunakan rumus: kadar asam lemak bebas = V x N x 0,205

W x 100%.

Keterangan : V = KOH 0,1 N yang dipergunakan, ml N = Normalitas KOH yang dipergunakan W = Berat contoh, gram


(39)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1Hasil

Dari hasil pengujian penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat secara titrimetri, diperoleh hasil seperti yang tertera pada Tabel 2 berikut ini:

Tabel 2. Data Hasil Penetapan Kadar Asam Lemak Bebas pada Sabun Mandi Sediaan Padat.

No. Sampel Kadar Asam Lemak (%) 1. 03/D1 0,6260

2. 76/D1 1,5255 3. 77/D1 1,2316

4.2Pembahasan

Berdasarkan pengujian yang dilakukan, kadar asam lemak bebas yang diperoleh pada sampel kode 03/D1 0,6260%, sampel kode 76/D1 1,5255% dan sampel kode 77/D1 1,2316%. Dapat disimpulkan bahwa kadar asam lemak bebas yang terdapat dalam sabun mandi sediaan padat adalah kadar asam lemak bebas yang memenuhi syarat untuk digunakan. Karena berdasarkan penetapan Standar Nasional Indonesia 06 – 3532 – 1994 bahwa kadar asam lemak bebas pada sabun mandi padat yang dianalisis tersebut adalah maksimal 2,5%.

Pengujian ini menggunakan metode titrimetri dengan menggunakan pelarut alkohol netral, indikator yang digunakan fenolfthalein dan pentiter yang digunakan KOH 0,1 N dalam alkohol. Dimana titik akhir titrasi sampai timbul warna merah yang tahan sampai waktu 15 detik dan dapat diamati dengan baik.


(40)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil pengujian penetapan kadar asam lemak bebas pada sabun mandi sediaan padat secara titrimetri, diketahui bahwa sabun mandi sediaan padat yang diuji memenuhi persyaratan menurut Standar Nasional Indonesia (SNI) 06 – 3532 – 1994 yaitu kadar asam lemak bebas pada sabun mandi padat adalah tidak lebih dari 2,5%.

5.2 Saran

1. Perlu pengawasan yang baik pada saat proses pengujian sampai hasil diperoleh.

2. Instansi terkait melakukan sampling secara berkala pada produk sejenis untuk mengawasi kadar asam lemak bebas yang terkandung didalamnya.


(41)

DAFTAR PUSTAKA

Almatsier, S. (2001). Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Hal. 73.

Andreas, H. (2009). Membuat Sabun 2 Laporan Ilmiah. Diakses pada tanggal 1 April 2013.

Badan Standarisasi Indonesia. (1994). Standar Mutu Sabun Mandi SNI 06-3532- 1994. Jakarta: Badan Standar Nasional.

Budianto, M. (2009). Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Cetakan keempat. Malang: UMM Press. Hal. 41-43.

Dalimunte, N. (2009). Pemanfaatan Minyak Goreng Bekas Menjadi Sabun Mandi

Padat. Tesis. Medan: Program Studi Teknik Kimia pada Sekolah

Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Diakses pada tanggal 5 April 2013.

Elefani, D. (2008). Produksi Metil Ester Sulfonat Untuk Surfaktan.

Gaman, M.P., dan Serington, K.B. (1994). Ilmu Pangan: Pengantar Ilmu Pangan, Nutrisi dan Mikrobiologi. Edisi kedua. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press. Hal. 74-75, 77, 79-80.

Keenan, C. (1984). Kimia Untuk Universitas. Edisi keenam Jilid 2. Jakarta: Penerbit Erlangga. Hal. 398.

Ketaren, S. (1996). Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta: Universitas Indonesia. Hal. 4, 7, 28, 194, 206.

Nurdieni, R. (2013). Artikel Dilematis Deodoran.

Diakses pada tanggal 15 April 2013. Page, D. (1989). Prinsip-Prinsip Biokimia. Edisi kedua. Jakarta: Erlanggga. Hal.

195-196.

Qisti, R. (2009). Sifat Kimia Sabun Transparan Dengan Penambahan Madu Pada

Konsentrasi Yang Berbeda.


(42)

Rohman, A. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Hal. 124, 136, 140.

Rohman, S. (2009). Bahan Pembuatan Sabun. Diakses pada tanggal 1 April 2013.

Wasitaatmadja, S. (1997). Penuntun Ilmu Kosmetik Medik. Jakarta: Penerbit Universitas Indonesia. Hal. 98-103.

Wilbrahami, A. (1992). Pengantar Kimia Organik dan Hayati. Bandung: ITB. Hal. 143.


(43)

LAMPIRAN

Lampiran 1

Data Penimbangan dan Pembakuan HCl 0,1 N dan KOH 0,1 N Tabel 3. Data Pembakuan HCl 0,1 N

No. Pembakuan HCl Wadah + Zat (mg) Wadah + Sisa (mg) Berat Zat (mg) Volume Titrasi (ml) 1. I 23285,7 23210,1 75,6 10,15 2. II 38218,1 38140,7 77,4 10,28

I. Perhitungan Pembakuan HCl 1. Diketahui : N HCl = 0,1 N

1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat Perhitungan :

Vtitrasi x N =

Berat Zat (mg )

5,299 �� x 0,1 N

10,15 x N = 75,6

5,299 x 0,1

N = 0,1408 N 2. Diketahui : NHCl = 0,1 N

1 ml HCl 1N = 52,99 mg natrium karbonat anhidrat Perhitungan :

Vtitrasi x N =

Berat Zat (mg )

5,299 �� x 0,1 N

10,28 x N = 77,4

5,299 x 0,1

N = 0,1420 N Rata-rata Normalitas HCl = N1 + N2

2 =

0,1408 + 0,1420


(44)

II. Pembakuan KOH 0,5 N

1. Diketahui: Volume HCl = 5 ml Volume titrasi = 10,76 ml Normalitas HCl = 0,1414 N Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,76 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0657 N 2. Diketahui: Volume HCl = 5 ml

Volume titrasi = 10,19 ml Normalitas HCl = 0,1414 N Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,19 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0693 N Rata-rata Normalitas KOH = N1 + N2

2 =

0,0657 + 0,0693


(45)

Lampiran 2

Sampel Sabun Mandi Sediaan Padat

1. Nama sampel : Ratu Mas Sabun Badan Mangir Wadah/kemasan : Kotak

Pabrik : PT. Mustika Ratu Tbk Nomor registrasi : 18120500104

Waktu daluarsa : Agustus 2015

Komposisi : Sodium Palmate, Sodium Palm Kemelale, Sodium Chloride, EDTA, Glycerin, Aqua, Parfum, Murraya Exotica Leaf Powder, Curcuma Heyneana Root Powder, Butylene, Glycol, Glycyrhiza Glabra Root extract, Propylene glycol, Curcuma longa (Turmeric) Root extract, Ethanol, Cl 77492, Cl 19140, Cl 77491, Cl 77499 Kode sampel : 03/D1

2. Nama sampel : Extraderm Whitening Moisturizing Bath Soap Wadah/kemasan : Kotak

Pabrik : PT. Cahaya Subur Prima Nomor registrasi : 0201502922

Komposisi : Fatty Acid Salt, Calcium Carbonate, Glycerin, Sodium silicate, Titanium Dioxide, Water, Butylated Hydroxytoluen, Fragrance.


(46)

3. Nama sampel : Extraderm Whitening Bath Soap Wadah/kemasan : Kotak

Pabrik : PT. Cahaya Subur Prima Nomor registrasi : 0201502921

Komposisi : Fatty Acid Salt, Calcium Carbonate, Glycerin, Sodium silicate, Titanium Dioxide, Water, Butylated Hydroxytoluen, Fragrance, Cl 19140, Cl 42045


(47)

Lampiran 3

Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas

Tabel 4. Data Penimbangan Kadar Asam Lemak dalam Sabun Mandi Sediaan Padat

No. Sampel Percobaan

Pengamatan Wadah

+ Zat (gram) Wadah + Sisa (gram) Berat Zat (gram) Volume Titran (ml) 1. 03/D1 I 74,1588 73,1519 1,0069 0,49 II 75,2882 74,2841 1,0041 0,42 2. 76/D1 I 67,3553 66,3519 1,0034 1,10 II 64,1286 63,1275 1,0011 1,11 3. 77/D1 I 61,6214 60,6146 1,0068 0,99 II 64,1798 63,1759 1,0039 0,80

Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas

1. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Ratu Mas Sabun Badan Mangir

− Percobaan I

Kadar Asam Lemak Bebas = V x N x 0,205

berat contoh (g) x 100 %

= 0,49 � 0,0675 � 0,205

1,0069 x 100 %

= 0,6733 % − Percobaan II

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 0,42 � 0,0675 � 0,205

1,0041 x 100 %

= 0,5788 %

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 0,6733% + 0,5788%


(48)

2. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Extraderm Whitening Bath Soap

− Percobaan I

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 0,99 � 0,0675 �0,205

1,0068 x 100 %

= 1,3606 % − Percobaan II

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 0,80,06750,205

1,0039 x 100 % = 1,1026 %

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 1,3606%+1,1026%

2 = 1,2316 %

3. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Extraderm Whitening Moisturizing Bath Soap

− Percobaan I

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 1,10,06750,205

1,0034 x 100 % = 1,5169 %


(49)

− Percobaan II

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 1.110,06750,205

1,0011 x 100 % = 1,5342 %

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 1,5169%+ 1,5342%


(1)

1. Diketahui: Volume HCl = 5 ml Volume titrasi = 10,76 ml Normalitas HCl = 0,1414 N Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,76 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0657 N 2. Diketahui: Volume HCl = 5 ml

Volume titrasi = 10,19 ml Normalitas HCl = 0,1414 N Perhitungan:

Volume KOH x Normalitas KOH = Volume HCl x Normalitas HCl 10,19 x N.KOH = 5 x 0,1414 N

N.KOH = 0,0693 N Rata-rata Normalitas KOH = N1 + N2

2 =

0,0657 + 0,0693


(2)

Lampiran 2

Sampel Sabun Mandi Sediaan Padat

1. Nama sampel : Ratu Mas Sabun Badan Mangir Wadah/kemasan : Kotak

Pabrik : PT. Mustika Ratu Tbk Nomor registrasi : 18120500104

Waktu daluarsa : Agustus 2015

Komposisi : Sodium Palmate, Sodium Palm Kemelale, Sodium Chloride, EDTA, Glycerin, Aqua, Parfum, Murraya Exotica Leaf Powder, Curcuma Heyneana Root Powder, Butylene, Glycol, Glycyrhiza Glabra Root extract, Propylene glycol, Curcuma longa (Turmeric) Root extract, Ethanol, Cl 77492, Cl 19140, Cl 77491, Cl 77499 Kode sampel : 03/D1

2. Nama sampel : Extraderm Whitening Moisturizing Bath Soap Wadah/kemasan : Kotak

Pabrik : PT. Cahaya Subur Prima Nomor registrasi : 0201502922

Komposisi : Fatty Acid Salt, Calcium Carbonate, Glycerin, Sodium silicate, Titanium Dioxide, Water, Butylated Hydroxytoluen, Fragrance.


(3)

Wadah/kemasan : Kotak

Pabrik : PT. Cahaya Subur Prima Nomor registrasi : 0201502921

Komposisi : Fatty Acid Salt, Calcium Carbonate, Glycerin, Sodium silicate, Titanium Dioxide, Water, Butylated Hydroxytoluen, Fragrance, Cl 19140, Cl 42045


(4)

Lampiran 3

Data Penimbangan dan Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas

Tabel 4. Data Penimbangan Kadar Asam Lemak dalam Sabun Mandi Sediaan Padat

No. Sampel Percobaan

Pengamatan Wadah

+ Zat (gram) Wadah + Sisa (gram) Berat Zat (gram) Volume Titran (ml)

1. 03/D1 I 74,1588 73,1519 1,0069 0,49

II 75,2882 74,2841 1,0041 0,42

2. 76/D1 I 67,3553 66,3519 1,0034 1,10

II 64,1286 63,1275 1,0011 1,11

3. 77/D1 I 61,6214 60,6146 1,0068 0,99

II 64,1798 63,1759 1,0039 0,80

Perhitungan Kadar Asam Lemak Bebas

1. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Ratu Mas Sabun Badan Mangir

− Percobaan I

Kadar Asam Lemak Bebas = V x N x 0,205

berat contoh (g) x 100 %

= 0,49 � 0,0675 � 0,205

1,0069 x 100 %

= 0,6733 %

− Percobaan II

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 0,42 � 0,0675 � 0,205

1,0041 x 100 %

= 0,5788 %

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 0,6733% + 0,5788%


(5)

Soap

− Percobaan I

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 0,99 � 0,0675 �0,205

1,0068 x 100 %

= 1,3606 %

− Percobaan II

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 0,80,06750,205

1,0039 x 100 %

= 1,1026 %

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 1,3606%+1,1026%

2 = 1,2316 %

3. Kadar Asam Lemak Bebas Sabun Mandi Padat Extraderm Whitening Moisturizing Bath Soap

− Percobaan I

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 1,10,06750,205

1,0034 x 100 %


(6)

− Percobaan II

Kadar Asam Lemak Bebas = VxNx0,205

beratcontoh (g) x 100 %

= 1.110,06750,205

1,0011 x 100 %

= 1,5342 %

Rata – rata Kadar Asam Lemak Bebas = 1,5169%+ 1,5342%