MOTIVASI INTRINSIK, KECERDASAN GANDA, DAN SIKAP TERHADAP KEMAMPUAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KETURUNAN TIONGHOA Yulia Fitra Balai Bahasa Sumatera Utara yulfi-sakinahyahoo.com Abstrak - Motivasi Intrinsik, Kecerdasan Ganda, Dan Sikap Terhadap Kemampuan Ber

  Telangkai Bahasa dan Sastra, April 2014, 203-214 Tahun ke-8, No 1 Copyright ©2014, Program Studi Linguistik FIB USU, ISSN 1978-8266

  

MOTIVASI INTRINSIK, KECERDASAN GANDA, DAN SIKAP TERHADAP

KEMAMPUAN BERBAHASA INDONESIA SISWA KETURUNAN TIONGHOA

  Yulia Fitra

  

Balai Bahasa Sumatera Utara

  

  

Abstrak

Penelitian dengan judul Motivasi Intrinsik, Kecerdasan Ganda, Dan Sikap

Terhadap Kemampuan Berbahasa Indonesia Siswa Keturunan Tionghoa

bertujuan membuktikan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara

motivasi, kecerdasan ganda, dan sikap siswa terhadap kemampuan

berbahasa Indonesia siswa keturunan tionghoa. Penelitian ini disebut Riset

Investigasi Ex Post Facto, yang melibatkan atribut-atribut variabel yang

tidak memungkinkan terjadinya manipulasi. Atribut variabel adalah suatu

karakteristik yang dimiliki suatu subyek sebelum penelitian dimulai ( Donald

Ary, 1979 ). Istilah Ex Post Facto menandai bahwa dalam variabel yang

independan telah bertukar. Hipotesis digunakan untuk membuktikan adanya

korelasi (hubungan) antara sikap terhadap bahasa Indonesia dengan

Kemampuan berbahasa Indonesia (Ha), atau tidak adanya hubungan antara

sikap terhadap bahasa Indonesia dengan kemampuan berbahasa Indonesia

(H ). Koefisienkorelasi r pada Pearson Correlation adalah 0.149.Jika r

ditolak berarti terdapat korelasi hitung ≥ r table maka Ha diterima dan H

yang signifikan antara sikap dan kemampuan berbahasa Indonesia, namun

jika koefisien korelasi r hitung ≤ koefisien r pada table Pearson Correlation

maka Ha ditolak H diterima berarti tidak ada korelas idiantara kedua

variable tersebut.Data penelitian diambil dari siswa kelas XI SMA Sutomo I

Medandan SMA Budi Utomo Medan yang diasumsikan memiliki siswa

mayoritas keturunan Tionghoa. Sampel 10- 30 % dari seluruh jumlah siswa

yang menjadi populasi dalam penelitian ini dipilih dengan

mengelompokkannya dan hanya satu kelompok saja yang diamati. Jumlah

sampel yang digunakan di SMA Sutomo 1 Medan adalah 150 orang siswa.

Jumlah sample di SMA Budi Utomo sebanyak 100 orang siswa, yang terdiri

atas siswa jurusan IPA dan IPS. Hasil penelitian menunjukkan perhitungan

untuk mendapatkan nilai r dengan menggunakan SPSS, didapat nilai r yaitu

  • -0.212 pada level akurasi 0.01. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan

    yang signifikan antara sikap terhadap bahasa Indonesia dengan kemampuan

    berbahasa Indonesia pada siswa-siswa SMA keturunan tionghoa di kota

    Medan, hubungan tersebut adalah hubungan yang linier negatif. Berarti Ha

    diterima dan Ho ditolak, berarti hipotesis terbukti. Kata Kunci: Motivasi Intrinsik, Kecerdasan Ganda, Sikap Terhadap

   Kemampuan Berbahasa Indonesia

  Yulia Fitra PENDAHULUAN

  Penggunaan bahasa Indonesia sebagai bahasa persatuan bangsa hendaknya disadari oleh setiap komponen dari bangsa Indonesia. Tidak terkecuali etnis keturunan bangsa-bangsa lain seperti etnis arab, cina, eropa, maupun india ketika sudah menyatakan dirinya sebagai bangsa Indonesia maka haruslah dengan suka rela dan suka cita menjunjung tinggi bahasa Indonesia melalui pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai dengan semangat Sumpah Pemuda 1928, amanat Undang-undang Dasar 1945, terutama visi dan misi Pusat Bahasa.

  Terasa ironis, ketika diketahui bahwasanya antusias pelajar-pelajar keturunan Tionghoa (Cina) terhadap pelajaran bahasa Indonesia di sekolahnya dan pemakaian bahasa Indonesia di kehidupan sehari-hari sangat rendah. Hal ini dapat ditelusuri dari rendahnya kemampuan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pelajaran bahasa Indonesia yang telah ditetapkan dalam kurikulum nasional, dan rendahnya nilai pelajaran bahasa Indonesia para siswa setiap kali mereka menerima buku Hasil belajar (rapot).

  Hal yang demikian menggugah peneliti untuk mencari beberapa faktor yang cenderung mempengaruhi rendahnya kemampuan siswa keturunan Tionghoa dalam berbahasa Indonesia. Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar kemampuan berbahasa Indonesia siswa dalam penelitian ini yakni, motivasi dari dalam diri siswa (motivasi intrinsik), kecerdasan ganda (multiple Intelligencies yang dikemukakan Oleh Gardner (1983), dan sikap siswa dalam menanggapi penggunaan bahasa Indonesia.

  Permasalahan penelitian ini dapat diformulasikan dalam bentuk pertanyaan seperti berikut ini: Adakah hubungan yang signifikan antara motivasi intrinsik, kecerdasan ganda, dan sikap terhadap kemampuan berbahasa Indonesia siswa keturunan Tionghoa?

  Penelitian ini bertujuan untuk membuktikan ada tidaknya hubungan yang signifikan antara motivasi, kecerdasan ganda, dan sikap siswa terhadap kemampuan berbahasa Indonesia siswa keturunan tionghoa.

  KAJIAN PUSTAKA Teori Deskriptif

  Proses pembelajaran tidak hanya melibatkan ranah kognitif dalam pencapaian hasil belajar, tetapi yang lebih berpengaruh pada keberhasilan pebelajar adalah pemikiran atau perilaku, perasaan pebelajar terhadap suatu mata pelajaran tertentu. Pemikiran atau perilaku harus memiliki dua kriteria untuk diklasifikasikan sebagai ranah afektif (Andersen, 1981). Pertama, perilaku ini melibatkan perasaan dan emosi seseorang. Kedua, perilaku ini harus tipikal perilaku seseorang. Kriteria lain yang termasuk ranah afektif ini adalah: intensitas, arah, dan target. Intensitas menyatakan derajad atau kekuatan dari perasaan. Beberapa perasaan lebih kuat dari yang lain, misalnya cinta lebih kuat dari senang ataupun suka. Selain itu, sebagian orang kemungkinan memiliki perasaan yang lebih kuat dibanding yang lain.

  Ada 5 (lima) tipe karakteristik afektif yang penting, yaitu sikap, minat, konsep diri, nilai dan moral. Lima tipe afektif ini yang akan dibahas dalam pedoman ini, khususnya tentang penilaiannya. Pembahasan meliputi definisi konseptual, definisi operasional, dan penentuan indikator. Sesuai dengan karakteristik afektif yang terkait dengan mata pelajaran, masalah yang akan dibahas mencakup lima ranah, yaitu minat, sikap, nilai, dan moral.

  Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014

  Dalam penelitian ini karakteristik yang dianalisis adalah sikap dan minat siswa keturunan Tionghoa di kota Medan terhadap pelajara bahasa Indonesia serta hubungannya dengan kemampuan berbahasa Indonesia

  Menurut Fishbein dan Ajzen (1975), sikap adalah suatu pedisposisi yang dipelajari untuk merespon secara positif atau negatif terhadap suatu objek, situasi, konsep, atau orang. Objek sekolah adalah sikap peserta didik terhadap sekolah, sikap peseryta didik terhadap mata pelajaran. Ranah sikap didik ini penting untuk ditingkatkan (Popham,1999). Sikap pesrta didik terhadap mata pelajaran, misalnya bahasa Indonesia harus lebih positif setelah peserta didik mengikuti pelajaran harus lenih positif dibanding sebelum mengikuti pelajaran.

  Penelitian ini didasari pada aliran tripartite model, dimana sikap siswa nantinya akan diperoleh berdasarkan prinsip kognitif, afektif dan konatif (psikomotorik), melalui penyajian pernyataan-pernyataan dalam instrumen penelitian yang telah disusun oleh tim peneliti.

  Masyarakat Tionghoa di Kota Medan

  Orang-orang Tionghoa atau Cina sudah ada di kota Medan sejak Abad XIII. Hal ini dapat ditelusuri dari sisa peninggalan kerajaan Tionghoa di lingkungan IX Kelurahan Paya Pasir, Medan Marelan. Peninggalan yang masih tersisa adalah sebuah bangunan SD Inpres yang diobatkan menjadi SD Inpres Kota Cina. Kawasan ini pernah diteliti oleh Tim Arkeolog pimpinan Prof. Dr. Hasan Ambary dan Tengku Lukman Sinar, S.H. pada tahun 1997.

  Penelitian Tim Arkeolog tersebut menemukan dugaan bahwa kerajaan ini hancur akibat serangan kerajaan Majapahit tahun 1350. disamping itu, penduduk kena wabah akibat diserang lokan, kerang laut yang berukuran besar. Sehingga banyak sisa kepah dan kerang laut berukuran besar di tali air. Bahkan penduduk mengatakan kerajaan ini hancur akibat dampak letusan Gunung Sibayak, sehingga menenggelamkan Kota Cina ke dalam tanah.

  Bencana yang menenggelamkan kota ini membuat penduduk pindah ke daerah yang lebih aman. Persebaran orang-orang Cina dikerajaan Aru semakin banyak setelah Belanda menaklukkan kerajaan-kerajaan di Sumatera Timur. Belanda lalu mendirikan perkebunan tembakau dan pertambangan minayak, sehingga memerlukan buruh untuk dipekerjakannya. Pada waktu itulah didatangkan orang-orang Cina dari Tiongkok, orang Tamil dari India, dan orang Jawa dari pulau Jawa. Sejak saat itu terjadi benturan budaya pendatang dengan budaya Melayu yang menjadi tuan rumah kedatangan para buruh di Kota Medan.

  Benturan budaya telah menempatkan orang-orang Tioghoa sebagai kelompok suku yang mendapat perhatian lebih baik daripada penduduk asli oleh Belanda. Perlakuan istimewa ini berlanjut setelah Indonesia merdeka, sehingga orang-orang Tionghoa menjadi elite dan mengelompokkan diri dalam pergaulan antar sesamanya.oleh karena itu pemerintah menjalankan politik pembauran untuk mengatasi kesenjangan social dan ekonomi antara orang-orang Tionhoa dengan penduduk asli setempat. Bahkan pasca kerusuhan 1965, sekolah sekolah yang dikelola orang-orang Tionghoa dinasionalisasikan dan diharuskan menggunakan Bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pembelajaran di sekolah-sekolah tersebut dan bahkan diharuskan mengganti nama sekolah tersebut ke nama Indonesia.

  Yulia Fitra

  Di kawasan perkotaan sekolah-sekolah yang dikelola oleh orang-orang Tionghoa adalah SMA Sutomo, SMA Hangkesturi, SMA W.R. Supratman, SMA Wiyata Dharma, SMA Gajah Mada, SMA Letjen. S. Parman, SMA Wahidin, SMA Husni Thamrin, dan SMA Boddichitta. Sekolah pembauran lain seperti SMA Harapan Mandiri, SMA Monginsidi, SMA Iskandar Muda, dan SMA Supriadi menempati wilayah pinggiran kota. Bahkan ada sekolah pembauran yang dikelola pihak gereja seperti SMA Methodist dan SMA St. Thomas serta yang dikelola bersama antara orang-orang Tionghoa dengan orang-orang Minang, seperti SMA Budi Utomo dan SMA Amir Hamzah.

  Menurut Usman Pelly (1994), pada tahun 1930, suku Tionghoa merupakan penduduk terbanyak dikota Medan dengan jumlah 27.287 jiwa, sedangkan pada tahun 1980, suku Tionghoa menduduki urutan kedua setelah suku jawa, dengan jumlah penduduk 166.159 jiwa. Bahasa Hokkien dipergunakan oleh orang orang-orang Tionghoa yang banyak bermukim dipusat kota, seperti di kelurahan Sei. Rengas dan Pandau Hulu dengan sistem perekonomian dibidang perdagangan.

  METODOLOGI Jenis Penelitian

  Penelitian ini disebut Riset Investigasi Ex Post Facto, yang melibatkan atribut- atribut variabel yang tidak memungkinkan terjadinya manipulasi. Atribut variabel adalah suatu karakteristik yang dimiliki suatu subyek sebelum penelitian dimulai ( Donald Ary, 1979 ). Istilah Ex Post Facto menandai bahwa dalam variabel yang independan telah bertukar, penulis dihadapkan dengan masalah pencarian untuk menentukan urutan pengamatan. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan hubungan motifasi intrinsik, kecerdasan ganda, status sosial, dan kemampuan berbahasa.

  Populasi dan Sampel

  Populasi dari penelitian ini adalah siswa kelas XI SMA Sutomo I Medan. Dan SMA Budi Utomo Medan yang diasumsikan memiliki siswa mayoritas keturunan Tionghoa. Sampel 10- 30 % dari seluruh jumlah siswa yang menjadi populasi dalam penelitian ini akan dipilih dengan mengelompokkannya dan hanya satu kelompok saja yang akan diamati. Jumlah sampel yang akan digunakan di SMA Sutomo 1 Medan adalah 150 orang siswa. Jumlah sample di SMA Budi Utomo sebanyak 100 orang siswa, yang terdiri atas siswa jurusan IPA dan IPS.

  Definisi Operasional Penelitian

  Sikap adalah tanggapan atau reaksi positif ataupun negatif dari dalam diri siswa terhadap bahasa Indonesia. Kemampuan berbahasa Indonesia yakni kemampuan siswa menggunakan bahasa

  Indonesia dalam keempat keterampilan berbahasa, yakni membaca, menulis, menyimak dan berbicara.

  Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014 Variabel

  Studi ini menggunakan dua variabel, satu variabel adalah variabel bebas dan variabel lainnya sebagai variabel terikat. Variabel-variabel tersebut diatur sebagai berikut.

  1. Variabel Bebas: Sikap dengan simbol (x1), sikap dapat diukur melalui instrumen kuisioner. Definisi konseptual dari sikap adalah kecenderungan merespon secara konsisten baik menyukai atau tidak menyukai suatu objek. Instrumen sikap bertujuan untuk mengetahui sikap peserta didik terhadap suatu objek, misalnya kegiatan sekolah atau satu pelajaran tertentu di sekolah.

  2. Variabel Terikat: Kemampuan berbahasa dengan simbol (y), data didapatkan dengan tes kemampuan berbahasa . penilaiannya disebut (y).

  Prosedur Pengumpulan Data Instrumen Sikap Definisi Konseptual dari sikap adalah perasaan seseorang terhadap suatu objek.

  Sedangkan definisi operasionalnya adalah perasaan positif atau negatif terhadap suatu objek. Maka dari itu pertanyaan tentang sikap, meminta responden menunjukkan perasaan yang positif atau negatif terhadap suatu obejk, atau suatu kebijakan. Kata-kata yang sering digunakan pada pertanyaan sikap menyatakan arah perasaan seseorang; menerima

  • – menolak, menyenangi – tidak menyenangi, baik – buruk, diingini – tidak diingini. (Pedoman Pengembangan Instrumen dan Penilaian Ranah Afektif, Depdiknas, 2003-2004).

  Contoh Indikator sikap terhadap mata pelajaran bahasa Indonesia misalnya adalah: a. Membaca buku bahasa Indonesia

  b. Belajar bahasa Indonesia

  c. Interaksi dengan guru bahasa Indonesia

  d. Mengerjakan tugas bahasa Indonesia

  e. Diskusi tentang bahasa Indonesia

  f. Memiliki buku bahasa Indonesia Contoh Kuisioner:

  a. Saya senang membaca bahasa Indonesia

  b. Tidak semua orang harus belajar bahasa Indonesia

  c. Saya jarang bertanya pada guru tentang pelajaran bahasa Indonesia

  d. Saya tidak senang pada tugas pelajaran bahasa Indonesia

  e. Saya berusaha mengerjakan soal-soal bahasa Indonesia sebaik-baiknya

  f. Bahasa Indonesia penting untuk semua peserta didik Oleh karena penelitian ini mengacu pada tripatride model yang dikemukankan oleh Rosenberg dan Hovland (1960 dalam Ajzen,1988), menempatkan komponen afektif, kognitif dan psikomotorik. Jadi intrumen untuk mengukur sikap siswa harus mencakup indikator dari tigam komponen tersebut. Untuk mengukur kemampuan berbahasa, penulis

  Yulia Fitra

  akan memberikan tes kemampuan dari buku panduan yang berdasarkan kurikulum nasional.

  Indikator Sikap Siswa

  a. Komponen Kognitif yakni kepercayaan seseorang mengenai apa yang berlaku atau apa yang benar bagi objek sikap, b. Komponen Afektif yakni menyangkut masalah emosional subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap c. Komponen Konatif atau perilaku yakni menunjukkan bagaimana perilaku atau kecenderungan berperilaku yang ada dalam diri seseorang berkaitan dengan objek sikap yang dihadapinya.

  Angket

  Dalam penelitian ini yang digunakan adalah angket isian langsung, yaitu angket yang dikirimkan kepada responden dan dijawab langsung oleh responden. Menurut Gulo (2002:122), angket memiliki kunggulan, pertama, dapat digunakan untuk mengumpulkan data dari sejumlah responden yang menjadi sampel. Kedua, responden dapat lebih leluasa menjawab pertanyaan dan tidak dipengaruhi oleh orang lain. Ketiga, data yang dikumpulkan dapat lebih mudah dianalisis karena pertanyaan yang diajukan kepada setiap responden sama.

  Angket yang disusun dalam penelitian ini menggambarkan aspek kognitif, afektif dan konatif pada responden yang terdiri dari siswa SMA keturunan Tionghoa di

  • – Kota Medan. Variabel bebas (sikap) diungkap dengan kuesioner yang berisi pertanyaan pertanyaan dengan beberapa jawaban yang telah disediakan. Sampel yang digunakan sebanyak 250 orang siswa.

  Angket yang didistribusikan tim peneliti adalah butir angket dalam bentuk pilihan berganda (multiple choice) dengan empat buah opsi pilihan jawaban dengan bobot skala 4,3,2, dan 1. Pada opsi yang memiliki bobot 4 berarti sikap siswa terhadap bahasa Indonesia semakin positif, sedangkan opsi yang mengandung bobot satu berarti sikap siswa terhadap bahasa Indonesia sangat negative. Setiap satu butir angket memeiliki opsi pilihan jawaban a, b, c, dan d, yang masing-masing memiliki bobot 4,3,2, atau 1.

  Oleh karena itu, siswa yang memperoleh nilai angket dengan bobot yang tinggi mengindikasikan sikapnya terhadap bahasa Indonesia semakin positif, begitu pula sebaliknya jika seorang siswa yang memperoleh nilai angket dengan bobot yang rendah maka sikapnya terhadap bahasa Indonesia semakin negatif.

  TEMUAN DAN PEMBAHASAN Verifikasi Data

  Data tentang sikap siswa terhadap bahasa Indonesia diperoleh dari pendistribusian angket yang telah disusun oleh tim peneliti dan telah diuji validitas dan reliabilitasnya. Angket ini diujikan pada siswa SMA keturunan Tionghoa yang berada pada SMA SUTOMO I Medan dan SMA BUDI UTOMO Medan.

  Sedangkan data tentang kemampuan berbahasa Indonesia digunakan soal-soal uji pelajaran bahasa Indonesia dari kumpulan soal Ujian Nasional (UN) dengan persepsi bahwa soal-soal tersebut telah teruji validitas dan reliabilitasnya. Selain dari pada itu

  Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014

  80.00

  SI KAP SISWA KEMAPUAN BERBAHASA

  Missing N Mean St d. Error of Mean Median Mode St d. Deviation Variance Range Minimum Maximum Sum

  30 87 100 13344 19300 Valid

  25

  70

  62

  12.92 82.94 166.83

  9.11

  90

  48

  52.00

  terdapat dua alasan mengapa soal-soal UN tersebut digunakan oleh tim peneliti yaitu; (1) Untuk lebih praktis dan efisien, mengingat ketatnya system administrasi sekolah yang muridnya mayoritas keturunan Tionghoa, sehingga untuk mendapatkan nilai kemampuan pelajaran bahasa Indonesia siswa dari pihak guru mata pelajaran yang bersangkutan tidak dapat terpenuhi, (2) Soal-soal UN memuat materi-materi mata pelajaran bidang studi bahasa Indonesia yang dipelajari siswa dari kelas X sampai dengan kelas XII SMA. Soal- soal yang digunakan dalam penelitian ini berjumlah sepuluh butir yang memuat kemampuan membaca, dan menulis, sedangkan untuk keterampilan mendengar dan berbicara tidak dapat terlaksana oleh karena kendala administrasi yayasan sekolah tersebut yang tidak memberi cukup ruang bagi tim peneliti untuk mendapatkan data.

  77.20 .58 .82

  53.38

  

Tabel 1 : Deskripsi Data Awal Penelitian

250 250

  c. Nilai suku tengah atau Median perolehan siswa adalah 80

  b. Standar deviasi 12,92

  77,20 ini berarti kemampuan berbahasa Indonesia siswa cukup baik bahkan baik . Dimana nilai perolehan siswa yang tertinggi adalah 100, dan nilai perolehan siswa terendah adalah 30.

  a. Nilai rata-rata kemampuan berbahasa Indonesia siswa atau Mean adalah

  c. Nilai suku tengah nilai sikap siswa atau Median adalah 52.00 Kemudian untuk Kemampuan berbahasa Indonesia siswa data yang diperoleh adalah:

  b. Sedangkan standar deviasinya adalah 9,11

  Tabel 1 berikut ini menggambarkan data awal penelitian. Sikap siswa terhadap bahasa Indonesia tergambar jelas pada table berikut yakni: a. Rata-rata perolehan bobot nilai siswa terhadap angket sikap atau Mean adalah 53.38 ini berarti sikap seluruh siswa rata-rata cukup rendah atau cenderung negative, dengan NIlai perolehan siswa paling tinggi adalah 87 sedangkan nilai perolehan paling rendah adalah 25.

  Deskripsi Data

  INDONESIA

  Yulia Fitra

  Tabel berikut (Tabel 2) memperlihatkan distribusi Frekuensi data sikap siswa terhadap bahasa Indonesia. Dibagi ke dalam sepuluh kelas interval dapat terlihat bahwasanya interval kelas 46-52 memiliki frekuensi paling tinggi yakni 85 atau sama dengan 34 % dari seluruh siswa subjek penelitian. Ini berarti 34% siswa dari seluruh siswa mempunyai bobot nilai angket sikap pada interval nilai 46-52. Sedangkan untuk kelas interval yang lebih tinggi dari interval 60-66 yaitu kelas interval 67-73, 74-79, 80- 86, dan 87-93 jumlah frekuensinya adalah 69 atau 27.6%, berarti selebihnya adalah kelas interval berada dibawah kelas interval 53-59 atau 72.4% siswa dari seluruh siswa subjek penelitian mempunyai sikap rendah terhadap bahasa Indonesia.

  

Tabel 2 : Distribusi Frekuensi Data Sikap Siswa

Cumulative Kelas Interval Frekuensi Persen Persen

  25

  2

  0.8

  0.8

  • – 31

  32

  4

  1.6

  2.4

  • – 38

  39

  37

  14.8

  17.2

  • – 45

  46

  85

  34

  51.2

  • – 52

  53 – 59

  53

  21.2

  72.4

  60

  55

  22

  94.4

  • – 66

  67 – 73

  10

  4

  98.4

  74

  1

  0.4

  98.8

  • – 79

  80

  2

  0.8

  99.6

  • – 86

  87

  1 0.4 100

  • – 93 Tabel berikut ini secara khusus menggambarkan distribusi frekuensi data kemampuan berbahasa Indonesia. Data kemampuan berbahasa Indonesia dibagi kedalam sepuluh kelas interval. Dari table terlihat bahwa kelas interval 87-93 memeiliki frekuensi 75 atau sekitar 30% siswa dari seluruh siswa memiliki nilai yang sangat tinggi yakni 87- 93, kemudian interval kelas 66-72 , 73-79, 80-86,dan 93-100, jumlah frekuensinya adalah 210 atau 84% siswa memperoleh nilai baik yaitu lebih tinggi dari kelas interval 66-72.

  Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014

Tabel 3 : Distribusi Frekuensi Data Kemampuan Berbahasa Indonesia

Comulativ

  Kelas Interval Frekuensi Persen Persen

  30

  1

  0.4

  0.4

  • – 37 38 – 44

  1

  0.4

  0.8 45 – 51

  12

  4.8

  5.6

  52

  5.6

  • – 58

  59

  26

  10.4

  16

  • – 65 66 – 72

  71

  28.4

  44.4 73 – 79

  3

  1.2

  45.6

  80

  48

  19.2

  64.8

  • – 86

  87

  75

  30

  94.8

  • – 93

  93 – 100

  13 5.2 100

  Pengujian Persyaratan Analisis Uji Normalitas

  Pengujian normalitas data digunakan untuk menguji apakah data kontinu berdistribusi normal sehingga analisis dengan validitas, reliabilitas, korelasi dapat dilaksanakan.

  Kriteria Pengujian normalitas melalui Uji Lilliefors dalam SPSS adalah: Angka signifikasni (SIG) > 0.05, maka data berdistribusi normal Angka signifikansi (SIG) < 0.05, maka data tidak berdistribusi normal Dari hasil penghitungan uji normalitas table berikut ini:  angka signifikansi untuk kemampuan berbahasa Indonesia adalah 0.00 berarti < 0.05 berarti data tidak berdistribusi normal,  kemudian untuk data sikap siswa, angka signifikansinya adalah 0.00 berarti data tidak berdistribusi normal karena SIG < 0.05.

  Santoso (2002) mengatakan, untuk data yang tidak berdistribusi normal, data dapat diterima apa adanya, memang dianggap tidak normal dan tidak perlu dilakukan berbagai treatment. Untuk itu, alat analisis yang dipilih harus diperhatikan, seperti untuk multivariate mungkin faktor analisis tidak begitu mementingkan asumsi kenormalan. Atau pada kasus statistic univariat/ bivariat seperti penelitian ini, bisa dilakukan alat analisis non parametrik.

  Yulia Fitra Uji Homogenitas

  Apabila kita ingin membandingkan salah satu sifat data dari beberapa sample, maka hasil perbandingan akan lebih baik jika sifat-sifat data yang lain berada dalam keadaan yang relatif sama. Uji kesamaan ragam dalam SPSS menggunakan UJi Levene. Uji Levene dilakukan dengan menggunakan Analisis ragam terhadap selisih absolute dari setiap nilai pengamatan dalam sample dengan rata-rata sample yang bersangkutan.

  Uji Levene : Ha : ragam kedua sample sama H : ragam kedua sample tidak sama Taraf nyata α : 0.05

  Pengujian Hipotesa

  Hipotesis yang disusun pada penelitian ini adalah untuk membuktikan adanya korelasi (hubungan) antara sikap terhadap bahasa Indonesia dengan Kemampuan berbahasa Indonesia (Ha), atau tidak adanya hubungan antara sikap terhadap bahasa Indonesia dengan kemampuan berbahasa Indonesia (H ). Koefisien korelasi r pada Pearson Correlation adalah 0.149 . Jika r hitung ≥ r table maka Ha diterima dan H ditolak berarti terdapat korelasi yang signifikan antara sikap dan kemampuan berbahasa

Indonesia, namun jika koefisien korelasi r hitung ≤ koefisien r pada table Pearson

  Correlation maka Ha ditolak H diterima berarti tidak ada korelasi diantara kedua variable tersebut.

  Dari tabel berikut ini, perhitungan untuk mendapatkan nilai r dengan menggunakan SPSS, didapat nilai r yaitu -0.212 pada level akurasi 0.01. Ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara sikap terhadap bahasa Indonesia dengan kemampuan berbahasa Indonesia pada siswa-siswa SMA keturunan tionghoa di kota Medan, hubungan tersebut adalah hubungan yang linier negatif. Berarti Ha diterima dan Ho ditolak, berarti hipotesis terbukti.

  Hubungan linier negatif maksudnya, variable terikat mempunyai hubungan yang erat namun bertolak belakang dengan varibel bebas.

  Tabel 4. Korelasi Sikap dengan Kemampuan Berbahasa Indonesia KEMAPUAN BERBAHASA

  Variables Stat istics SIKAP SISWA

  INDONESIA SIKAP SISWA Pearson Correlation 1.000 -.212* * Sig. (2-tailed) . .001 N 250 250

  KEMAPUAN BERBAHASA Pearson Correlation

  • .212* * 1.000

  INDONESIA Sig. (2-tailed) .001 .

  N 250 250 * *. Correlation is signif icant at the 0.01 lev el (2-tailed).

  Telangkai Bahasa dan Sastra, Tahun Ke-8, No 1, April 2014

  Dari gambar grafik di bawah ini terlihat hubungan negatif tersebut, yakni semakin rendah sikap siswa terhadap bahasa Indonesia justeru kemampuan bahasa Indonesia dari pengujian soal-soal bahasa Indonesia malah semakin tinggi. 100 120 KEMAPUAN BERBAHASA INDONESIA 40 60

  80 20 20 SIKAP SISW A 30 40 50

60

70 80 90 Obs erved Linear

  A. Patricia, Richard- Amato, 1988, Making It Happen, New York: Longman Arikunto, Suharsimi, 1993. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi Aksara Arikunto, Suharsimi, 1998. Prosedur Penelitian, Jakarta: Rineka Cipta Ary, Donald, Lucy Chesar, 1979, Introduction to Research Education, Second Edition , New York: Holt Rinehart and Winston, Inc.

  Bloom, 1998, Taxonomy of Educational Objectives, USA: David McKay Comp.Inc. Djamarah dan Syaiful Bakri, 1994, Prestasi Belajar dan Kompetensi Guru, Surabaya: Usaha Nasional.

  Gagne, Robert M, 1998, (sebuah terjemaahan Abdillah Hanafi), Prinsip-prinsip Belajar untuk Pengajaran , Surabaya: Usaha Offset Printing. Harahap, Nasrun, dkk, 1979, Teknik Penilaian Hasil Belajar, Jakarta: Bulan Bintang. Azwar, Saifuddin, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, Jakarta: Pustaka Pelajar. Brown, H.Douglass, 2001, Teaching by Principles, San Fransisco: San Francicso State University. Good, Thomas, L, Jere E Brophy, Looking in Classroom, London: Harper & Row Publisher. Harmer, Jeremy, 2001, The Practice of English Language Teaching, London: Longman Mitchell, Rosamond, Florence Myles, 1998, Second Language Learning Theories, London: Arnold.

  Yulia Fitra

  Purwanto, Ngalim M, 1988, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung: Remaja Rosdakarya. Romizowski, 1981, Designing Instructional System, New York: Nichols Publishing Company. Slameto, 1995, Belajar dan Faktor-faktor yang Mempengaruhinya, Jakarta: Rineka Cipta. Snellbecker, Glenn E, 1974, Learning Theory, Instructional Theory, and Phsychoeducational Design , New York: Mc.Graw-Hill Inc. Sodikoen, Imam, 1989, Pengaruh Beberapa Faktor Terhadap Hasil Belajar Keterampilan Bola Basket Tingkat Dasar (Disertasi), Jakarta: PPs IKIP Jakarta. Santoso, Singgih, 2002, Buku Latihan SPSS Statistik Multivariat, Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia Jakarta. Sudjana, 1992, Metoda Statistika, Bandung: Tarsito Suryabarata, Sumadi, 2001, Psikologi Pendidikan, Jakarta: Rajawali.

  Usman, Husaini, dan R.Purnomo Setiady Akbar, 2006, Pengantar Statistika, Jakarta: Bumi Aksara Wijaya, 2000, Analisis Statistik dengan PROGRAM SPSS 10.0, Bandung: Alfabeta Bandung

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Analisis Perilaku Stakeholders Tingkat Desa tentang Pengembangan Desa Siaga Aktif di Kabupaten Deli SerdangTahun 2013

0 0 13

Sistem Pakar Mendiagnosa Hama dan Penyakit Tanaman Karet Menggunakan Metode Dempster Shafer Dan Forward Chaining

0 0 14

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1 Kecerdasan Buatan (Artificial Intelligence) - Sistem Pakar Mendiagnosa Hama dan Penyakit Tanaman Karet Menggunakan Metode Dempster Shafer Dan Forward Chaining

0 4 19

SISTEM PAKAR MENDIAGNOSA HAMA DAN PENYAKIT TANAMAN KARET MENGGUNAKAN METODE DEMPSTER SHAFER DAN FORWARD CHAINING SKRIPSI DAMORA AZRI MOHARA 131421045

0 0 12

2. Index.php - Sistem Pakar Menentukan Alat Kontrasepsi untuk Pasangan Suami Istri Menggunakan Metode Bayes dan Forward Chaining

0 0 12

SISTEM PAKAR MENENTUKAN ALAT KONTRASEPSI UNTUK PASANGAN SUAMI ISTRI MENGGUNAKAN METODE BAYES DAN FORWARD CHAINING SKRIPSI

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perilaku 2.1.1 Konsep Perilaku - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 26

BAB I PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG - Gambaran Perilaku Masyarakat Dalam Pola Pencarian Pengobatan di Desa Doloksaribu Lumban Nabolon, Kecamatan Uluan Kabupaten Toba Samosir Tahun 2015

0 0 9

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 - Sistem Pakar Diagnosis Penyakit Systemic Lupus Erythematosus (SLE) Menggunakan Metode Certainty Faktor dan Backward Chaining

0 0 15

SISTEM PAKAR DIAGNOSIS PENYAKIT SYSTEMIC LUPUS ERYTHEMATOSUS (SLE) MENGGUNAKAN METODE CERTAINTY FACTOR DAN BACKWARD CHAINING SKRIPSI DWI SEPTIANA SARI 131421044

1 1 12