BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana - Analisis Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan Pemberatan Yang Dilakukan Oleh Anak Sebagai Pelaku Kejahatan Dalam Perspektif

  BAB II Pengaturan Hukum Mengenai Tindak Pidana Pencurian Dengan

Pemberatan

A. Pasal 362 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana Pencurian dengan pemberatan, maksudnya adalah pencurian biasa yang diatur dalam pasal 362 disertai dalam keadaan memberatkan. Pencurian biasa yang diatur dalam pasal 362 KUHP memiliki pengertian

  35

  yaitu : “Barangsiapa mengambil sesuatu barang yang sama sekali atau sebagian termasuk kepunyaan orang lain, dengan maksud akan memiliki barang itu dengan melawan hak, dihukum, karena pencurian dengan hukuman penjara, selama-lamanya lima tahun atau sebanyak-banyaknya Rp.900- (K.U.H.P. 3

  5, 364, 366, 486)”

  Pasal 362 ini merupakan bentuk pokok dari pencurian, dengan unsur-unsur

  36

  yaitu : 1.

  Obyektif

  a) Mengambil

  b) Barang

  c) Yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain 2.

  Subyektif

  a) Dengan maksud

  b) Untuk memiliki c) Secara melawan hukum.

  A.d.1.

  Mengambil 35 36 R.Soesilo, Loc.Cit.

  Mochamad Anwar. 1980. Hukum Pidana Bagian Khusus (kuhp buku II). Bandung : Mengambil semula diartikan memindahkan barang dari tempat semula ke tempat lain. Ini berarti membawa barang dibawah kekuasaannya yang nyata.

  Perbuatan mengambil berarti perbuatan yang mengakibatkan barang dibawah kekuasaan yang melakukan atau yang mengakibatkan barang berada diluar

  37 kekuasaan pemiliknya.

  A.d.2.

  Barang yang seluruhnya atau sebahagian kepunyaan orang lain.

  Pengertian barang telah mengalami juga proses perkembangannya. Dari arti barang yang berjudul menjadi setiap barang menjadi bagian dari kekayaan.

  Semula barang ditafsirkan sebagai barang-barang yang berwujud dan dapat dipindahkan (barang bergerak). Tetapi kemudian ditafsirkan sebagai setiap bahagian dari harta benda seorang. Dengan demikian barang itu harus ditafsirkan sebagai sesuatu yang mempunyai nilai didalam kehidupan ekonomi dari seseorang.

  Perubahan pendapat ini disebabkan dengan peristiwa pencurian aliran listrik, dimana aliran listrik termasuk pengertian barang yang dapat menjadi obyek pencurian. Barang harus selurunya atau sebahagian kepunyaan orang lain. Barang tidak perlu kepunyaan orang lain pada keseluruhannya, sedangkan sebahagian dari brang saja dapat menjadi obyek pencurian. Jadi sebahagian lagi adalah kepunyaan pelaku sendiri. Barang yang tidak ada pemiliknya tidak dapat dijadikan obyek pencurian,

  38 yaitu barang-brang dalam keadaan res nullius dan res derelictae.

37 Ibid

  A.d.3.

  Dengan Maksud Untuk Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri Secara Melawan Hukum Dengan Maksud .

  Istilah ini terwujud dalam kehendak, keinginan atau tujuan dari pelaku

  39 untuk memiliki barang secara melawan hukum.

  A.d.4.

  Melawan Hukum.

  Perbuatan memiliki yang dikehendaki tanpa hak atau kekuasaan sendiri dari pelaku. Pelaku harus sadar, bahwa barang yang diambilnya adalah milik

  40 orang lain.

  A.d.5.

  Memiliki Barang Bagi Diri Sendiri.

  Memiliki bagi diri sendiri adalah setiap perbuatan penguasaan atas barang tersebut, melakukan tindakan atas barang itu seakan-akan pemiliknya, sedangkan ia bukan pemiliknya.

  Maksud memiliki barang bagi diri sendiri itu terwujud dalam berbagai jenis perbuatan, yaitu menjual, memakai, memberikan kepada orang lain, menggadaikan, menukarkan, merubahnya, dan sebagainya. Pendeknya setiap penggunaan atas barang yang dilakukan pelaku seakan-akan pemilik, sedangkan ia bukan pemilik.

  Maksud untuk memiliki barang itu tidak perlu terlaksana, cukup apabila maksud itu ada. Meskipun barang itu belum sempat dipergunakan, misalnya sudah tertangkap dulu, karena kejahatan pencurian telah selesai terlaksana dengan

  41 selesainya perbuatan mengambil barang. 39 40 Ibid , halaman.19.

  Ibid

  B. Pasal 363 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

  Pencurian dengan pemberatan memiliki unsur-unsur pencurian biasa yang pokok, pencurian dengan pemberatan merupakan (gequalificeerde diefstal) yang diterjemahkan sebagai pencurian husus dimaksudnka sebagai suatu pencurian

  42 dengan cara tertentu dan bersifat lebih berat.

  Pencurian dengan pemberatan diatur dalam pasal 363 Kitab Undang- Undang Hukum Pidana yaitu :

  43 1.

  Dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun : (1) Pencurian ternak. (2) Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar, kecelakaan kereta-api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang. (3)

  Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak. (4) Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama. (5)

  Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.

  42 43 Wirjono Prodjodikoro¸ Op.Cit., halaman.19.

  R.Sugandhi. 1981. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (K.U.H.P) Dengan

  2. Jika pencurian yang diterangkan dalam No. 3 disertai dengan salah satu hal yang diterangkan dalam No. 4 dan 5, maka dijatuhkan pidana penjara selama - lamanya Sembilan tahun.

  Dengan begitu pencurian dalam pasal tersebut dinamakan “pencurian berat” dan ancaman hukumannya pun lebih berat.

  (1) Pencurian ternak, hewan sebagaimana diatur diterangkan dalam pasal 101 ialah semua jenis binatang yang memamah biak (kerbau lembu, kambing dan sebagainya), binatang yang berkuku satu (kuda, keledai) dan babi. Anjing, kucing ayam, itik dan angsa tidak termasuk hewan, karena tidak memamah

  44

  biak, tidak berkuku satu dan bukan pula sejenis babi (2)

  Jika dilakukan pada waktu sedang terjadi bermacam-macam bencana, seperti kebakaran, peletusa, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam, kecelakaan kereta api, huru-hara pemberontakan atau bahaya perang.pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini diancam hukuman lebih berat, karena pada waktu semua sedang menyelamatkan jiwa dan raganya serta harta bendanya, si pelaku mempergunakan kesempatan itu untuk melakukan kejahatan, yang menandakan bahwa orang itu adalah rendah

  45 budinya.

  Pencurian yang dilakukan dalam waktu seperti ini perlu dibuktikan, bahwa antara terjadinya bencana dengan pencurian itu ada kaitan yang erat, sehingga dapat dikatakan bahwa pencuri tersebut mempergunakan kesempatan itu untuk mencuri, berbeda halnya seorang pencuri di dalam sebuah rumah 44 Ibid, halaman.378. bagian kota, yang kebetulan saja di bahagian kota itu terjadi kebakaran. Tindak pidana ini tidak dapat digolongkan dengan pencurian yang dimaksud oleh pasal ini, karena disini pencuri tidak sengaja menggunakan kesempatan peristiwa kebakaran yang terjadi waktu itu. (3)

  Pada waktu malam di dalam sebuah rumah atau perkarangan tertutup yang ada rumahnya dilakukan oleh orang yang berada di situ tanpa setahu atau tanpa izin yang berhak.

  a) Waktu malam sebagaimana dimaksud oleh pasal 98, adalah waktu antara matahari terbenam dan terbit kembali.

  b) Pengertian rumah di sini ialah bangunan yang dipergunakan sebagai tempat-tinggal siang dan malam. Gudang dan toko yang didiami pada waktu siang dan malam, tidak termasuk pengertian rumah. Sebaliknya gubug, garbing, kereta-api dan petak-petak kamar di dalam perahu, apabila didiami siang dan malam, termasuk dalam pengertian rumah.

  c) Perkarangan tertutup disini ialah dataran tanah yang pada disekelilingnya ada pagarnya (tembok, bambu, pagar tumbuh-tumbuhan yang hidup) dan tanda-tanda lain yang dapat dianggap sebagai batas.

  Untuk dapat dituntut dengan pasal ini si pelaku pada waktu melakukan pencurian itu harus masuk ke dalam rumah atau perkarangan tersebut. Apabila hanya menggaet saja dari jendela, tidak dapat

  46 digolongkan dengan pencurian dimaksud di sini.

  (4) Jika dilakukan oleh dua orang atau lebih secara bersama-sama. Supaya dapat dituntut menurut pasal ini, maka dua orang (atau lebih) itu harus bertindak bersama-sama sebagaiana dimaksud oleh pasal 55, dan tidak seperti halnya yang dimaksud oleh pasal 56, yakni yang seorang bertindak, sedang seorang

  

47

lainnya hanya sebagai pembantu saja.

  (5) Masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu, pencurian tersebut dilakukan dengan jalan membongkar, memecah, memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian palsu.

  a) Membongkar ialah mengadakan perusakan yang agak besar, misalnya membongkar tembok, pintu dan jendela dan sebagainya. Dalam hal ini harus ada sesuatu yang rusak, pecah dan sebagainya. Apabila pencuri hanya mengangkat daun pintu dari engselnya dan tidak terdapat kerusakan apa-apa, tidak dapa t diartikan “membongkar”.

  b) Memecah ialah membuat kerusakan yang agak ringan, misalnya memcah kaca jendela dan sebagainya.

  c) Memanjat, dalam pasal 99 KUHP adalah ke dalam rumah dengan melalui lubang yang sudah ada tetapi tidak untuk tempat orang lalu, atau dengan melalui lubang dalam tanah yang sengaja digali, demikian juga melalui selokan atau parit, yang gunanya sebagai penutup jalan.

  d) Anak kunci palsu , dalam pasal 100 KUHP adalah segala macam anak kunci yang tidak diperuntukan membuka kunci dari sesuatu barang yang dapat dikunci, seerti lemari, peti dan sebagainya, oleh yang berhak atas barang itu. Demikian juga anak kunci duplikat yang penggunaannya bukan oleh yang berhak, dapat dikatakan anak kunci palsu. Anak kunci asli yang telah hilang dari tangan yang berhak, apabila orang yang berhak itu telah membuat anak kunci lain untuk membuka kunci tersebut, dapat dikatakan pula anak kunci palsu. Dalam sebutan anak kunci palsu menurut pasal 100 ini, termasuk juga sekalian perkakas, walaupun bentuk tidak menyerupai anak kunci, misalnya kawat atau paku yang lazimnya tidak untuk membuka kunci, apabila alat itu digunakan oleh pencuri untuk membuka kunci, masuk pula dalam sebutan anak kunci palsu.

  e) Perintah palsu ialah perintah yang dibuat sedemikian rupa, seolah-olah perintah itu asli dan dikeluarkan oleh yang berwajib, padahal tidak asli.Pakaian palsu ialah pakaian yang dikenakan oleh orang yang tidak berhak itu. Misalnya seorang pencuri yang mengenakan pakaian seragam polisi dapat masuk ke dalam rumah seseorang, kemudian mencuri barang.

  f) Pakaian palsu di sini tidak saja pakaian jabatan pemerintah, tetapi boleh

  48 juga pakaian seragam perusahaan swasta.

  (6) Dalam ayat 1 sub (5) pasal ini antara lain dikatakan bahwa untuk dapat masuk ke tempat kejahatan itu pencuri tersebut melakukan perbuatan dengan jalan membongkar. Bukan yang diartikan jalan untuk ke luar. Jadi apabila si pencuri di dalam rumah sejak petang hari ketika pintu-pintu rumah itu sedang dibuka, kemudian ke luar pada malam harinya, setelah para penghuni rumah itu tidur nyenyak, dengan jalan membongkar, tidak dapat digolongkan dengan

  49 pencurian yang dimaksudkan di sini.

C. Sanksi

  Dari pengertian hukum pidana (pemidanaan) yang lebih sempit menjadi pidana di samping penindakan dan kebijaksanaan maka hukum pidana dapat disebut sebagai Hukum Sanksi. Pengertian sanksi dalam pembahasan ini adalah yang berupa penderitaan, nestapa, atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan secara badani. Penjatuhan tentang penderitaan, nestapa atau segala sesuatu yang tidak mengenakkan tadi, akan dirasakan kepada setiap orang yang karena perbuatannya telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain yang sudah barang tentu penentuan apakah seseorang itu telah dinyatakan sebagai pihak yang memperkosa kemerdekaan orang lain dinyatakan di dalam putusan hakim. Mengenai putusan hakim yang melegalkan sesuatu tidak legal itu sering disebut sebagai putusan yang condemnatoir, yaitu putusan hakim

  50 yang berisi penghukuman kepada salah satu pihak.

  Menurut Sudarto, sanksi atau pemidanaan itu kerap kali kata penghukuman. Penghukuman berasal dari kata dasar hukum, sehingga dapat diartikan sebagai menetapkan hukum atau memutuskan tentang hukumnya (berechten). Penghukuman dalam perkara pidana, sinonim dengan pemidanaan

  51 atau pemberian atau penjatuhan pidana oleh hakim.

  49 50 Ibid, halaman.381. 51 Waluyadi. 2003. Hukum Pidana Indonesia. Jakarta : Djambatan, halaman.29.

  Abul Khair Dan Mohammad Ekaputra. 2011. Pemidanaan. Medan : USU Press,

  52 Ada 3 teori tentang pemidanaan yaitu :

  a) Teori Absolut dasar dari pijakan dari teori ini adalah pembalasan. Inilah dasar pembenar dari penjatuhan penderitaan berupa pidana itu pada penjahat. Negara berhak menjatuhkan pidana karena penjahat tersebut telah melakukan penyerangan dan perkosaan pada hak dan kepentingan umum (pribadi, masyarakat atau negara) yang telah dilindungi. Oleh karena itu, ia harus diberikan pidana yang setimpal dengan perbuatan (berupa kejahatan) yang dilakukannya. Penjatuhan pidana yang pada dasarnya penderitaan pada penjahat dibenarkan karena penjahat telah membuat penderitaan bagi orang lain. Setiap kejahatan tidak boleh tidak harus diikuti oleh pidana bagi pembuatnya, tidak dilihat akibat-akibat apa yang dapat timbul dari penjatuhan pidana itu, tidak memperhatikan masa depan, baik terhadap diri penjahat maupun masyarakat. Menjatuhkan pidana tidak dimaksudkan untuk mencapai sesuatu yang praktis, tetapi bermaksud satu -satunya penderitaan bagi penjahat.

  b) Teori Relatif atau Teori Tujuan

  Teori relatif atau teori tujuan berpokok pangkal pada dasar bahwa pidana adalah alat untuk menegakkan tata tertib (hukum) dalam masyarakat. Tujuan pidana ialah tata tertib masyarakat, dan untuk menegakan tata tertib itu diperlukan pidana.

  Pidana adalah alat untuk mencegah timbulnya suatu kejahatan, dengan tujuan agar tata tertib masyarakat tetap terpelihara. Ditinjau dari sudut pertahanan 52 Adami Chazawi. 2002. Pelajaran Hukum Pidana 1. Jakarta : PTRajaGrafindo Persada, halaman.157. masyarakat itu tadi, pidana merupaan suatu terpaksa perlu (noodzakelijk) diadakan.

  Untuk mencapai tujuan ketertiban masyarakat tadi, maka pidana itu

  53

  mempunyai tiga macam sifat, yaitu : 1.

  Bersifat menakuti-nakuti 2. Bersifat memperbaiki 3. Bersifat membinasakan

  54 Oleh sebab itu terbagi jadi 2 (dua) macam yaitu :

  a) Teori pencegahan umum

  Pidana yang dijatuhkan pada penjahat ditujukan agar orang-orang (umum) menjadi takut untuk berbuat kejaatan. Penjahat yang dijatuhi pidana itu dijadian contoh oleh masyarakat agar masyarakat tidak meniru dan melakukan pebuatan yang serupa dengan penjahat itu.

  b) Teori pencegahan khusus

  Tujuan pidana ialah mencegah oelaku kejahatan yang dipidana agar ia tidak mengulang lagi kejahatan, dan mencegah agar orang yang telah berniat buruk untuk tidak mewujudkan niatnya itu ke dalam bentuk perbuatan nyata. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan menjatuhkan pidana, yang sifatnya 3 (tiga)

  55

  macam, yaitu : 1.

  Menakuti-nakutinya 2. Memperbaikinya, dan 3. Membuatnya menjadi tidak berdaya 53 54 Ibid, halaman.162.

  Ibid Menakut-nakuti ialah bahwa pidana harus dapat memberi rasa takut bagi orang- orang tertetnu yang masih ada rasa takut agar ia tidak lagi mengulangi kejahatan yang dilakukannya. Akan tetapi, ada juga orang-orang tertentu yang tidak lagi merasa takut untuk mengulangi kejahatan yang pernah dilakukannya, pidana yang dijatuhkan kepada orang yang seperti ini haruslah bersifat memperbaikinya. Sementara itu, orang-orang yang ternyata tidak dapat diperbaiki lagi, pidana yang dijatuhkan terhadapnya haruslah bersifat membuatnya tidak berdaya atau bersifat membinasakan.

  c) Teori Gabungan

  Teori gabungan ini mendasarkan pidana pada asas pembalasan dan asas pertahanan tata tertib masyarakat, dengan kata lain dua alasan itu menjadi dasar dari penjatuhan pidana. Teori gabungan ini dapat dibedakan menjadi dua

  56

  golongan besar, yaitu sebagai berikut : 1.

  Teori gabungan yang mengutamakan pembalasan, tetapi pembalasan tidak boleh melampuibatas dari apa yang perlu dan cukup untuk dapatnya dipertahankanya tata tertib masyarakat.

  2. Teori gabungan yang mengutamakan perlindungan tata tertib masyarakat, tetapi penderitaan atas dijatuhinya pidana tidak boleh lebih berat daripada perbuatan yang dilakukan terpidana.

  Ted Honderich berpendapat, bahwa pemidanaan harus memuat tiga unsur

  57

  berikut :

56 Ibid. halaman.166

  a) Pemidanaan harus mengandung semacam kehilangan (deprivation) atau kesengsaraan (distress) yang biasanya secara wajar dirumuskan dari tindakan pemidanaan.unsur pertama ini pada dasarnya merupakan kerugian atau kejahatan yang diderita subjek yang menjadi korban sebagai akibat dari tindakan sadar subjek lain. Secara actual, tindakan subjek lain dianggap salah bukan saja karena mengakibatkan penderitaan bagi orang lain, tetapi juga karena melawan hukum yang berlaku secara sah.

  b) Setiap pemidanaan harus datang dari instuisi yang berwenang secara hukum pula. Jadi, pemidanaan tidak merupakan konsekuensi alamiah suatu tindakan, melainkan sebagai hasil keputusan pelaku-pelaku personal suatu lembaga yang berkuasa. Karenanya, pemidanaan bukan merupakan tindakan balas dendam dari korban terhadap pelanggar hukum yang mengakibatkan penderitaan.

  c) Penguasa yang berwenang, berhak untuk menjatuhkan pidana hanya kepada subjek yang telah terbuti secara sengaja melanggar hukum atau peraturan yang berlaku dalam masyarakat. Unsur yang ketiga ini memang mengandung pertanyaan tentang “hukuman kolektif”, misalnya embargo ekonomi yang dirasakan oleh orang-orang yang tidak bersalah. Meskipun demikian, secara umum pemidanaan dapat dirumuskan terbukti sebagai denda (penalty) yang diberikan oleh instant yang berwenang kepada pelanggar hukum atau peraturan

  Lebih lanjut, sanksi atau hukuman mengenai pencurian dengan pemberatan terdapat dalam KUHP dimana menurut pasal 363 ayat (1) yang

  58

  menyebutkan : “Dengan hukuman penjara selama-lamanya 7 tahun apabila : 1.

  Pencurian ternak.

  2. Pencurian pada waktu kebakaran, peletusan, banjir, gempa bumi atau gempa laut, peletusan gunung berapi, kapal karam terdampar, kecelakaan kereta-api, huru-hara, pemberontakan atau bahaya perang.

  3. Pencurian waktu malam dalam sebuah rumah atau di perkarangan tertutup yang ada rumahnya, dilakukan oleh orang yang ada di situ tiada dengan setahunya atau tiada dengan kemauannya yang berhak.

4. Pencurian dilakukan oleh dua orang atau lebih bersama-sama.

  5. Pencurian yang dilakukan, untuk dapat masuk ke tempat kejahatan atau untuk dapat mengambil barang yang akan dicuri itu dengan jalan membongkar, memecah atau memanjat atau memakai anak kunci palsu, perintah palsu atau pakaian-pakaian palsu.

  Pasal 363 ayat (2) KUHP Menyatakan dihukum selama-lamanya 9 tahun bahwa Jika yang diterangkan dalam no 3 disertai dengan salah satu hal yang tersebut dalam no.4 dan 5

  Jenis-jenis hukuman yang dapat dijatuhkan pengadilan (hakim) terhadap pelaku tindak pidana sebagaimana yang diatur dalam pasal 10, di bagi dalam dua

  59

  jenis yaitu, hukuman pokok dan hukuman tambahan : a.

  Hukuman Pokok 58 59 R.Sughandi, Loc.Cit H.M. Hamdan., Loc.Cit

1. Hukuman mati 2.

  Hukuman penjara 3. Hukam kurungan 4. Hukuman denda b. Hukuman tambahan 1.

  Pencabutan beberapa hak tertentu 2. Perampasan barang-barang tertentu 3. Pengumuman

  Bahwa sanski yang terdapat dalam KUHP dikesampingkan karena sanksi yang akan dijatuhkan terhadap anak harus sesuai dengan Undang-Undang No.11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak sesuai dengan asas lex

  specialis de rogat lex generalis . Dalam undang-undang tersebut, anak hanya bisa

  dikenai tindakan atau pidana yang diatur mulai dari pasal 69 sampai dengan pasal 83 Undang-Undang No 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Anak.

  Adapun itu bahwa pidana pokok terdiri dari :

  60

  (1) Pidana pokok bagi Anak terdiri atas: a.

  Pidana peringatan; b.

  Pidana dengan syarat: 1)

  Pembinaan di luar lembaga; 2)

  Pelayanan masyarakat; atau 3) Pengawasan.

  c.

  Pelatihan kerja; 60 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2012 Tentang Sistem Peradilan Pidana Anak, Op.Cit, pasal.70. d.

  Pembinaan dalam lembaga; dan e. Penjara. (2)

  Pidana tambahan terdiri atas: a. perampasan keuntungan yang diperoleh dari tindak pidana; atau b. pemenuhan kewajiban adat. (3)

  Apabila dalam hukum materiil diancam pidana kumulatif berupa penjara dan denda, pidana denda diganti dengan pelatihan kerja.

  (4) Pidana yang dijatuhkan kepada Anak dilarang melanggar harkat dan martabat Anak.

  (5) Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk dan tata cara pelaksanaan pidana sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Pemerintah

  Pengaturan tindakan sebagai sanksi yang diberikan kepada anak yaitu :

  61

  (1) Tindakan yang dapat dikenakan kepada Anak meliputi:

  a. pengembalian kepada orang tua/Wali; b. penyerahan kepada seseorang; c. perawatan di rumah sakit jiwa; d. perawatan di LPKS; e. kewajiban mengikuti pendidikan formal dan/atau pelatihan yang diadakan oleh pemerintah atau badan swasta; f. pencabutan surat izin mengemudi; dan/atau g. perbaikan akibat tindak pidana.

  (2) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d, huruf e, dan huruf f dikenakan paling lama 1 (satu) tahun.

  (3) Tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diajukan oleh Penuntut

  Umum dalam tuntutannya,kecuali tindak pidana diancam dengan pidana penjara paling singkat 7 (tujuh) tahun.

  (4) Ketentuan lebih lanjut mengenai tindakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Dokumen yang terkait

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Masalah - Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

0 2 69

Trio Pada Musik Populer Batak Toba: Analisis Sejarah, Fungsi, Dan Struktur Musik

1 6 15

TINDAK TUTUR DIREKTIF DAN EKSPRESIF DALAM DIALOG FILM ―ALANGKAH LUCUNYA NEGERI INI‖ KARYA DEDDY MIZWAR Dina Mariana br Tarigan dinamarianabrtariganyahoo.com Abstract - Tindak Tutur Direktif dan Ekspresif dalam Dialog Film ―Alangkah Lucunya Negeri Ini‖ Kar

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Uraian Teoritis 2.1.1 Wirausaha - Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

0 1 18

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Pengaruh Perilaku Wirausaha dan Dukungan Keluarga Terhadap Keberhasilan Pengusaha Kain (Studi Kasus Pada Pedagang Kain di Jl. Perniagaan Pasar Ikan Lama Medan)

0 0 7

BAB 11 KAJIAN PUSTAKA 2.1. Penelitian Terdahulu. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 20

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah. - Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 16

Potensi Masyarakat Dalam Mengelola Koperasi Pertambangan Emas di Desa Keude Krueng Sabee, Kecamatan Krueng Sabee, Kabupaten Aceh Jaya

0 0 8

II. TINJAUAN PUSTAKA - Pemberian Terabuster Dan Fungi Mikoriza Arbuskula Pada Pembibitan Jabon (Anthocephalus Cadamba)

0 0 10

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Kanker Ovarium - Perbedaan Dan Hubungan Ekspresi VEGF Antara Tumor Ovarium Ganas Dan Jinak

0 0 30