BAB II ASPEK HISTORIS, JURIDIS, DAN KAPASITAS ASSOCIATION - Status Perjanjian Internasional Antara Indonesia Dengan Asean Dalam Pendirian Sekretariat Asean Di Jakarta Terkait Dengan Host Country Agreement (Hca)

BAB II ASPEK HISTORIS, JURIDIS, DAN KAPASITAS ASSOCIATION OF SOUTHEAST ASIAN NATIONS (ASEAN) SEBAGAI SUATU ORGANISASI INTERNASIONAL REGIONAL A. Sejarah Association Of Southeast Asian Nations (ASEAN) Secara geopolitik dan geoekonomi, kawasan Asia Tenggara memiliki nilai

  kawasan yang melibatkan kepentingan negara-negara besar pasca Perang Dunia II, sehingga Asia Tenggara pernah dijuluki sebagai “Balkan-nya Asia”.

  Persaingan antar negara adidaya dan kekuatan besar lainnya di kawasan antara lain terlihat dari terjadinya Perang Vietnam. Disamping itu, konflik kepentingan juga pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara seperti “konfrontasi” antara Indonesia dan Malaysia, klaim teritorial antara Malaysia dan

   Filipina mengenai Sabah, serta berpisahnya Singapura dari Federasi Malaysia.

  Dilatarbelakangi oleh hal itu, negara-negara Asia Tenggara menyadari perlunya dibentuk kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan. Sebelum ASEAN terbentuk pada tahun 1967, negara-negara Asia Tenggara telah melakukan berbagai upaya untuk menggalang kerjasama regional baik yang bersifat intra maupun ekstra kawasan seperti Association of Southeast Asia (ASA), Malaya, Philiphina, Indonesia (MAPHILINDO), South East Asian

  

Ministers of Education Organization (SEAMEO), South East Asia Treaty

   Organization (SEATO), dan Asia and Pacific Council (ASPAC). Beragam

  pengalaman yang terjadi dalam kerjasama regional di Asia Pasifik selama kurang lebih 20 tahun sesudah usainya Perang Dunia II, bukan hanya memberikan bekal yang berharga bagi kerjasama selanjutnya, tapi juga mempermudah jalan terbentuknya ASEAN pada tanggal 8 Agustus 1967. Terbentuknya ASEAN yang anggotanya hanya terdiri dari bekas anggota MAPHILINDO dan ASA ditambah dengan Singapura, membawa pengaruh terhadap pembentukan ASEAN itu 31 sendiri.Hal ini terlihat dari rancangan akhir terbentuknya ASEAN yang diajukan oleh Indonesia yang merupakan perpaduan antara konsep MAPHILINDO dan ASA.Dalam rancangan ini dipegang teguh prinsip dasar kerjasama regional harus bersifat non-militer, tidak ditujukan terhadap siapapun dan harus murni, tanpa

   adanya sponsor atau bantuan dari luar.

  Bergabungnya negara-negara bekas anggota MAPHILINDO dan ASA serta Singapura kedalam kerjasama regional ASEAN ini dilatarbelakangi oleh

  

  berbagai pertimbangan, yakni:

  a. Pertimbangan Indonesia Pada dasarnya, gagasan kerjasama regional bukanlah hal baru bagi

  Indonesia, karena sebelumnya Indonesia pernah menjadi anggota dari MAPHILINDO yang juga merupakan bentuk kerjasama regional Asia Tenggara.

  Pertimbangan Indonesia untuk bergabung dalam ASEAN adalah untuk mendapatkan kembali kepercayaan dan kredibilitas yang telah hancur akibat politik konfrontasi terhadap Malaysia, kemudian menyusul yang menjadi pertimbangan adalah masalah keamanan, hal ini seperti yang dikemukakan oleh Sdr. Aboe Bakar Loebis. Masuknya Indonesia kedalam ASEAN terjadi pada masa Pemerintahan Orde Baru, yang mana pemerintahan ini memprioritaskan usaha pemulihan kepercayaan dunia kembali kepada Indonesia yang telah porak- poranda akibat Pemerintahan Orde Lama. Perbaikan perekonomian Indonesia yang parah memerlukan dana yang tidak sedikit, dan dana ini hanya bisa diperoleh 33 jika Indonesia mendapatkan kepercayaan kembali, terutama dari dunia barat yang selama ini telah bermusuhan dengan Indonesia.

  Selain itu, untuk dapat terciptanya kelangsungan pembangunan nasional diperlukan keadaan dalam negara yang aman dan stabil. Tanpa stabilitas nasional, prospek pembanguna tidak akan mempunyai harapan yang banyak karena penanam modal tidak akan tertarik menanamkan modalnya. Kemantapan stabilitas nasional pun ditunjang dengan stabilitas regional yang mumpuni, dimana pemerintahan Orde Baru pada saat itu berpendirian bahwa stabilitas regional baru akan terwujud jika kerjasama regional Asia Tenggara diadakan. Pertimbangan keamanan inilah yang ikut pula mendorong Pemerintahan Orde Baru untuk ikut dalam kerjasama ASEAN.

  b. Pertimbangan Filipina Filipina dahulu dikenal sebagai “Amerika di Asia” atau juga sering disebut

  “Barat tidak Timur pun tidak”. Untuk menghilangkan kesan tersebut, Presiden Macapagal berusaha keras untuk merubah citra yang merugikan tersebut dan melancarkan gagasan Konfederasi Melayu Raya (Greater Malay Confederation) tahun 1963 dengan tujuan untuk memproyeksikan bangsa Filipina sebagai aktif dan tidak dapat dipisahkan dari masyarakat Asia Tenggara. Selain itu, bergabungnya Filipina dalam ASEAN juga dilandasi oleh keinginan Manila untuk membuka saluran komunikasi dengan Malaysia dalam usaha mencari penyelesaian sengketa Sabah yang telah lama.

  c. Pertimbangan Singapura

  Bergabungnya Singapura kedalam ASEAN dilatarbelakangi oleh hal-hal dasar.Pertama, Singapura sangat berkepentingan dalam memperbaiki hubungannya dengan negara tetangga, khususnya Malaysia dan Indonesia dengan biaya serendah mungkin.Kedua, Singapura ingin mendapatkan keuntungan ekonomi dan keuangan yang sebesar-besarnya.Hal ini jelas tidak mungkin dilakukan apabila Singapura tidak menjalin hubungan yang baik dengan negara tetangga.Sejak perpisahannya dengan Malaysia tahun 1965, Singapura meninggalkan rasa ketidakpercayaan dan kepahitan.Singapura tidak dapat berbuat banyak kecuali menggabungkan diri dengan ASEAN. Selain itu, masuknya Singapura kedalam ASEAN akan memberikan prestise tambahan apabila ia dapat mengambil bagian sebagai mitra sederajat di kalangan masyarakat ASEAN.

  d. Pertimbangan Malaysia Bergabungnya Malaysia kedalam ASEAN didasarkan antara lain pada pertimbangan-pertimbangan bahwa Indonesia di bawah Orde Baru adalah berbeda dengan Indonesia dibawah Orde Lama, bahwa Indonesia akan dapat dengan mudah dijinakkan dengan jalan mendekatinya daripada menjauhinya seperti yang terjadi di masa lalu, selain itu Malaysia juga mempertimbangkan bahwa menjauhi ASEAN berarti membuat terkucilnya Malaysia dari kegiatan masyarakat Asia Tenggara, dan hal ini jelas akan sangat bertentangan dengan kecenderungan politik luar negeri Malaysia selama ini.

  e. Pertimbangan Thailand Thailand merupakan satu-satunya negara yang mempunyai hubungan

  Mengingat kedudukan Thailand yang peling terancam oleh sengketa dengan Vietnam yang sudah terjadi berlarut-larut, Thailand mengambil peranan aktif di satu pihak untuk mendamaikan negara-negara Asia Tenggara yang masih bersengketa, dan di pihak lain untuk mendorong diciptakannya kerjasama regional antara negara-negara Asia Tenggara yang akhirnya diperhitungkan dapat dijadikan tameng untuk menangkal segala kemungkinan dari Utara.

  Selain pertimbangan-pertimbangan yang ada, dirasakannya dampak positif dari meredanya rasa saling curiga dan konflik di antara bangsa-bangsa di Asia Tenggara tadi akhirnya mendorong upaya pembentukan organisasi kerjasama kawasan. Pertemuan-pertemuan konsultatif yang dilakukan secara intensif antara para Menteri Luar Negeri Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura dan Thailand menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik serta membina kerjasama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah

  

terikat oleh pertalian sejarah dan budaya.

  Selanjutnya, pada tanggal 8 Agustus 1967 di Bangkok, Thailand, lima Wakil Negara/Pemerintahan negara-negara Asia Tenggara, yaitu para Menteri Luar Negeri Indonesia – Adam Malik, Wakil Perdana Menteri merangkap Menteri Pertahanan dan Menteri Pembangunan Nasional Malaysia – Tun Abdul Razak, Menteri Luar Negeri Filipina – Narciso Ramos, Menteri Luar Negeri Singapura – S. Rajaratnam, dan Menteri Luar Negeri Thailand – Thamat Khoman melakukan

   pertemuan dan menandatangani Deklarasi ASEAN atau Deklarasi Bangkok.

  Deklarasi Bangkok tersebut menandai berdirinya suatu organisasi kawasan yang diberi nama Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (Association of

  

Southeast Asian Nations /ASEAN) yang awalnya bertujuan untuk mempercepat

  pertumbuhan ekonomi, mendorong perdamaian dan stabilitas wilayah, serta

   membentuk kerja sama di berbagai bidang kepentingan bersama.

  Berdasarkan sejarah berdirinya ASEAN, diketahui bahwa pada mulanya ASEAN terdiri dari lima negara yang turut serta dalam penandatangan. Namun, Perhimpunan Regional tersebut keanggotaannya terbuka bagi semua negara yang berada di kawasan Asia Tenggara, meliputi daerah-daerah yang sekarang merupakan wilayah kekuasaan Negara-negara Kebangsaan (Nation States), Vietnam, Laos, Kamboja dan Myanmar, seperti yang disebutkan dalam Deklarasi ASEAN: “The Association is open for participation to all States in the South East

  

Asia Region” . Di dalam Deklarasi itu juga disebutkan: “… the Association is open

for participation to all States in the Southeast Asian Region subscribing to the

aforementioned aims, principles and purposes”, artinya negara-negara tersebut

  dapat bergabung menjadi anggota ASEAN dengan syarat bahwa negara-negara itu menyetujui dasar-dasar dan tujuan organisasi sebagaimana yang tercantum di dalam Deklarasi ASEAN.

  Lambat laun organisasi ini mengalami kemajuan yang cukup signifikan di bidang politik dan ekonomi, seperti disepakatinya Deklarasi Kawasan Damai, Bebas, dan Netral (Zone of Peace, Freedom, and Neutrality 36

  

Declaration /ZOPFAN) yang ditandatangani tahun 1971. Kemudian, pada tahun

  1976 lima negara anggota ASEAN itu juga menyepakati Traktat Persahabatan dan Kerjasama (Treaty of Amity and Cooperation/TAC) yang menjadi landasan bagi negara-negara ASEAN untuk hidup berdampingan secara damai. Hal ini mendorong negara-negara di Asia Tenggara lainnya bergabung menjadi anggota

38 ASEAN.

  Proses penambahan keanggotaan ASEAN sehingga anggotanya 10 negara

  

  adalah sebagai berikut: a.

  Brunei Darussalam resmi menjadi anggota ke-6 ASEAN pada tanggal 7 Januari 1984 dalam Sidang Khusus Menteri-Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM) di Jakarta, Indonesia.

  b.

  Vietnam resmi menjadi anggota ke-7 ASEAN pada tanggal 29-30 Juli 1995 dalam Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-28 di Bandar Seri Begawan, Brunei Darussalam.

  c.

  Laos dan Myanmar resmi menjadi anggota ke-8 dan ke-9 ASEAN tanggal 23-

  28 Juli 1997 dalam pada Pertemuan para Menteri Luar Negeri ASEAN ke-30 di Subang Jaya, Malaysia.

  d.

  Kamboja resmi menjadi anggota ke-10 ASEAN dalam Upacara Khusus Penerimaan pada tanggal 30 April 1999 di Hanoi, Vietnam.

  Dengan diterimanya Kamboja sebagai anggota ke-10 ASEAN, cita-cita para pendiri ASEAN yang mencakup sepuluh negara di kawasan Asia Tenggara (visi ASEAN-10) telah tercapai.

B. Tugas dan Wewenang Association of Southeast Asian Nation (ASEAN)

  Dilatarbelakangi oleh bermacam konflik kepentingan yang pernah terjadi diantara sesama negara-negara Asia Tenggara, negara-negara ini menyadari perlunya dibentuk suatu kerjasama untuk meredakan rasa saling curiga dan membangun rasa saling percaya, serta mendorong kerjasama pembangunan kawasan, maka dibentuklah ASEAN. Dampak positif dari meredanya rasa saling curiga dan konflik antara negara-negara Asia Tenggara ini telah menghasilkan rancangan Joint Declaration, yang mencakup kesadaran akan perlunya meningkatkan saling pengertian untuk hidup bertetangga secara baik, serta membina kerjasama yang bermanfaat di antara negara-negara yang sudah terikat oleh pertalian sejarah dan budaya. Masa awal pendirian ASEAN lebih diwarnai oleh upaya membangun rasa saling percaya (confidence building) antar negara anggota guna mengembangkan kerjasama regional yang bersifat kooperati namun belum bersifat integratif. Untuk mendukung hal tersebut, terdapat prinsip-prinsip

  

  yang terus dipegang dalam organisasi ini, antara lain: 1.

  Menghormati kemerdekaan, kedaulatan, kesetaraan, integritas wilayah, dan identitas nasional seluruh Negara-Negara Anggota ASEAN;

  2. Komitmen bersama dan tanggung jawab kolektif dalam meningkatkan perdamaian, keamanan dan kemakmuran di kawasan;

  3. Menolak agresi dan ancaman atau penggunaan kekuatan atau tindakan- tindakan lainnya dalam bentuk apa pun yang bertentangan dengan hukum internasional; 4. Mengedepankan penyelesaian sengketa secara damai; 5. Tidak campur tangan urusan dalam negeri Negara-Negara Anggota ASEAN; 6. Penghormatan terhadap hak setiap Negara Anggota untuk menjaga eksistensi nasionalnya bebas dari campur tangan eksternal, subversi, dan paksaan;

  7. Ditingkatkannya konsultasi mengenai hal-hal yang secara serius memengaruhi kepentingan bersama ASEAN;

  8. Berpegang teguh pada aturan hukum, tata kepemerintahan yang baik, prinsip- prinsip demokrasi dan pemerintahan yang konstitusional;

  9. Menghormati kebebasan fundamental, pemajuan dan perlindungan hak asasi manusia, dan pemajuan keadilan sosial;

  10. Menjunjung tinggi Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan hukum internasional, termasuk hukum humaniter internasional, yang disetujui oleh Negara-Negara Anggota ASEAN; 11. Tidak turut serta dalam kebijakan atau kegiatan apa pun, termasuk penggunaan wilayahnya, yang dilakukan oleh Negara Anggota ASEAN atau

  Negara non-ASEAN atau subjek non-negara mana pun, yang mengancam kedaulatan, integritas wilayah atau stabilitas politik dan ekonomi Negara- Negara Anggota ASEAN; 12. Menghormati perbedaan budaya, bahasa, dan agama yang dianut oleh rakyat

  ASEAN, dengan menekankan nilai-nilai bersama dalam semangat persatuan dalam keanekaragaman;

  13. Sentralitas ASEAN dalam hubungan eksternal di bidang politik, ekonomi, sosial dan budaya, dengan tetap berperan aktif, berpandangan ke luar, inklusif dan non-diskriminatif; dan 14. Berpegang teguh pada aturan-aturan perdagangan multilateral dan rejim-rejim yang didasarkan pada aturan ASEAN untuk melaksanakan komitmen- komitmen ekonomi secara efektif dan mengurangi secara progresif ke arah penghapusan semua jenis hambatan menuju integrasi ekonomi kawasan, dalam ekonomi yang digerakkan oleh pasar.

41 ASEAN juga mempunyai tujuan: 1.

  Memelihara dan menigkatkan perdamaian, keamanan, dan stabilitas serta memperkuat nilai-nilai yang berorientasi pada perdamaian di kawasan;

  2. Meningkatkan ketahanan kawasan dengan memajukan kerjasama politik, keamanan, ekonomi, dan sosial budaya yang lebih luas;

  3. Mempertahankan Asia Tenggara sebagai Kawasan Bebas Senjata Nuklir dan bebas dari semua jenis pemusnah masal lainnya;

  4. Menjamin bahwa rakyat dan Negara-Negara Anggota ASEAN hidup damai dengan dunia secara keseluruhan di lingkungan yang adil, demokratis, dan harmonis; 5. Menciptakan pasar tunggal dan basis produksi yang stabil, makmur, sangat kompetitif, dan terintegrasi secara ekonomis melalui fasilitas yang efektif untuk perdagangan dan investasi, yang di dalamnya terdapat arus lalu lintas barang, jasa-jasa dan investasi yang bebas; terfasilitasinya pergerakan pelaku usaha, pekerja professional, pekerja berbakat dan buruh; dan arus modal yang lebih bebas; 6. Mengurangi kemiskinan dan mempersempit kesenjangan pembangunan di

  ASEAN melalui bantuan dan kerjasama timbal balik; 7. Memperkuat demokrasi, meningkatkan tata kepemerintahan yang baik dan aturan hukum, dan memajukan serta melindungi hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan fundamental, dengan memperhatikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dari Negara-Negara anggota ASEAN;

  8. Menanggapi secara efektif, sesuai dengan prinsip keamanan menyeluruh, segala bentuk ancaman, kejahatan lintas-negara dan tantangan lintas-batas;

  9. Memajukan pembangunan berkelanjutan untuk menjamin perlindunga lingkungan hidup di kawasan, sumber daya alam yang berkelanjutan, pelestarian warisan budaya, dan kehidupan rakyat yang berkualitas tinggi; 10. Mengembangkan sumber daya manusia melalui kerjasama yang lebih erat di bidang ilmu pendidikan dan pembelajaran sepanjang hayat, serta di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, untuk pemberdayaan rakyat ASEAN dan penguatan Komunitas ASEAN;

11. Meningkatkan kesejahteraan dan penghidupan yang layak bagi rakyat

  ASEAN melalui penyediaan akses yang setara terhadap peluang pembangunan sumber daya manusia, kesejahteraan sosial, dan keadilan;

  12. Memperkuat kerjasama dalam membangun lingkungan yang aman dan terjamin bebas dari narkotika dan obat-obatn terlarang bagi rakyat ASEAN;

  13. Memajukan ASEAN yang berorientasi kepada rakyat yang di dalamnya seluruh lapisan masyarakat didorong untuk berpartisipasi dalam, dan memperoleh manfaat dari proses integrasi dan pembangunan Komunitas ASEAN; 14. Memajukan identitas ASEAN dengan meningkatkan kesadaran yang lebih tinggi akan keanekaragaman budaya dan warisan kawasan; dan

  15. Mempertahankan sentralitas dan peran proaktif ASEAN sebagai kekuatan penggerak utama dalam hubungan dan kerjasamanya dengan para mitra eksternal dalam arsitektur kawasan yang terbuka, transparan, dan inklusif.

  ASEAN dengan demikian menjalankan fungsi dan wewenangnya dengan tujuan untuk mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial serta pengembangan kebudayaan, meningkatkan perdamaian dan stabilitas regional, meningkatkan kerjasama yang aktif dan saling membantu dalam masalah-masalah yang menjadi kepentingan bersama, saling memberikan bantuan dalam bentuk sarana-sarana pelatihan dan penelitian, bekerjasama secara lebih efektif guna mengenai Asia Tenggara, dan memelihara kerjasama yang erat serta berguna dengan berbagai organisasi internasional dan regional yang mempunyai tujuan yang serupa. Untuk mencapai tujuan tersebut, dibuatlah serangkaian regulasi, seperti deklarasi-deklarasi, persetujuan-persetujuan, konvensi-konvensi, concords,

  

  traktat, agreement, serta instrumen ASEAN lainnya , sehingga dapat dikatakan bahwa kelahiran ASEAN dan seluruh pemangku kepentingannya adalah sebagai sarana untuk melaksanakan aturan-aturan tersebut.

  ASEAN sebagai organisasi kerjasama kawasan Asia Tenggara dengan demikian memiliki tugas dan wewenangnya untuk mencapai tujuan tersebut.Melalui lembaga-lembaga dalam struktur organisasinya, ASEAN menjalankan tugas dan wewenangnya. Berdasarkan Deklarasi Bangkok, Struktur organisasi ASEAN terdiri dari: Pertemuan Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting/AMM); Sidang Panitia Tetap ASEAN (ASEAN

  

Standing Committee/ASC) yang dipimpin oleh Menteri Luar Negeri negara yang

  menjadi Ketua ASC beranggotakan para Duta Besar negara anggota ASEAN yang ditempatkan di negara yang menjadi Ketua ASC; Komite-komite permanen dan komite-komite ad-hoc; dan Sekretariat Nasional di masing-masing negara anggota ASEAN. Pada saat ini, struktur tersebut telah dikembangkan sesuai dengan tuntutan perkembangan kerjasama, dan telah mengalami beberapa perubahan,

  

  meliputi:

  1. Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN

  Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN adalah pertemuan para Kepala Negara/Pemerintahan ASEAN yang mempunyai otoritas atau kekuasaan tertinggi di dalam ASEAN.KTT berfungsi sebagai penentu arah bagi kegiatan kerjasama ASEAN.Ada dua jenis KTT yang diselenggarakan oleh ASEAN, yaitu KTT formal dan informal.

  Pada KTT Formal ASEAN keempat tahun 1992 di Singapura, diputuskan untuk menyelenggarakan KTT setiap tiga tahun sekali, dimana di antara KTT Formal tersebut diadakan KTT Informal.Akan tetapi mengingat perkembangan kerjasama ASEAN yang semakin pesat, maka pada KTT Informal tahun 2000 di Singapura, diputuskan bahwa KTT Formal diadakan setiap tahun dengan meniadakan KTT Informal.

  2. Sidang Para Menteri Luar Negeri ASEAN (ASEAN Ministerial

  Meeting/ AMM)

  Keputusan para Kepala Negara/Pemerintahan dalam KTT diimplementasikan melalui AMM.AMM mempunyai peran dan tanggungjawab untuk merumuskan garis kebijakan dan koordinasi kegiatan-kegiatan ASEAN yang telah diputuskan dalam KTT.Di dalam situasi khusus, para Menteri Luar Negeri dapat mengadakan pertemuan lebih dari sekali dalam setahun.Pada KTT ketiga ASEAN, disetujui bahwa AMM dapat melibatkan Menteri-Menteri lainnya jika diperlukan.

  3. Sidang Para Menteri Ekonomi ASEAN (ASEAN Economic Ministerial

  Meeting/ AEM)

  AEM merupakan badan tertinggi dalam menentukan kebijakan kerjasama ekonomi ASEAN.AEM diadakan sekali dalam setahun, selain AEM Retreat dan

  

Peparatory AEM menjelang KTT.AEM mulai dilembagakan sejak KTT kedua

  ASEAN. Pada KTT keempat ASEAN, dibentuk Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA) untuk mengawasi, melaksanakan koordinasi dan memberikn penilaian terhadap pelaksanaan Skema Tarif Preferensi Efektif Bersama (Common Effective

  

Preferential Tariff /CEPT) menuju Kawasan Perdagangan Bebas ASEAN. Hasil

AMM dan AEM disampaikan kepada KTT.

  4. Sidang Menteri-Menteri Sektoral ASEAN Selain pertemuan para Menteri Luar Negeri dan Menteri Ekonomi, diadakan pula beberapa pertemuan para Menteri Sektoral, yaitu: a. Pertemuan Menteri terkait dengan pilar Komunitas Keamanan ASEAN 1.

  Pertemuan para Menteri Hukum ASEAN (ASEAN Law Ministers’

  Meeting /ALAWMM). ALAWMM didirikan pada tahun 1986 dan

  bertemu setiap 36 bulan; 2. Pertemuan para Menteri terkait dengan Pemberantasan Kejahatan

  Lintas Negara ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on

  Transnational Crime /AMMTC). AMMTC didirikan pada tahun 1997 dan bertemu sekali setiap 2 tahun.

3. Pertemuan para Menteri Pertahanan ASEAN (ASEAN Defence

  Ministers Meeting/ ADMM). ADMM didirikan pada tahun 2006 dan

  bertemu setahun sekali;

  b. Pertemuan Menteri terkait dengan pilar Komunitas Ekonomi ASEAN 1.

  Pertemuan para Menteri Pertanian dan Kehutanan (ASEAN

  Ministerial Meeting on Agriculture and Foresty /AMAF). AMAF

  didirikan pada tahun 1979 dan mengadakan pertemuan setiap tahun; 2. Pertemuan para Menteri Energi ASEAN (ASEAN Ministers on

  Energy Meeting /AMEM). AMEM didirikan pada tahun 1980 dan

  mengadakan pertemuan setiap tahun; 3. Pertemuan Dewan ASEAN Free Trade Area (AFTA Council). AFTA

  Council didirikan pada tahun 1992 dan mengadakan pertemuan setiap

  tahun; 4. Pertemuan para Menteri Perhubungan ASEAN (ASEAN Transport

  Ministers Meeting /ATM). ATM didirikan pada tahun 1996 dan

  mengadakan pertemuan setiap tahun; 5. Pertemuan tahunan para Menteri terkait dengan Kerjasama

  Pembangunan Lembah Mekong (ASEAN Mekong Basin Development

  Cooperation /AMBDC). AMBDC didirikan pada tahun 1996 dan

  mengadakan pertemuan setiap tahun; 6. Pertemuan para Menteri Keuangan ASEAN (ASEAN Finance

  Ministers Meeting /AFMM). AFMM didirikan pada tahun 1997 dan

7. Pertemuan para Menteri Pariwisata ASEAN (ASEAN Tourism

  Ministers Meeting /M-ATM). M-ATM didirikan pada tahun 1998 dan

  mengadakan pertemuan setiap tahun; 8. Pertemuan Dewan ASEAN Investement Area (AIA Council). AIA

  Council didirikan pada tahun 1998 dan megadakan pertemuan setiap

  tahun; 9. Pertemuan para Menteri Telekomunikasi dan Teknologi Informasi

  ASEAN (ASEAN Telecommunications and Information Technology

  Ministers Meeting /TELMIN). TELMIN didirikan pada tahun 2001

  dan mengadakan pertemuan setiap tahun; dan 10. Pertemuan para Menteri Mineral ASEAN (ASEAN Ministerial

  Meeting on Minerals /AMMin). AMMin didirikan pada tahun 2005 dan mengadakan pertemuan sedikitnya sekali dalam tiga tahun.

  c. Pertemuan Menteri terkait dengan Pilar Komunitas Sosial Budaya ASEAN 1.

  Pertemuan para Menteri Ketenagakerjaan ASEAN (ASEAN Labour

  Ministers Meeting /ALMM). ALMM didirikan pada tahun 1975 dan

  mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun setelah tahun 2004; 2. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Kesejahteraan dan

  Pembangunan Sosial (ASEAN Ministerial Meeting on Social Welfare

  and Development /AMMSWD). AMMSWD didirikan pada tahun 1979

  dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun; 3. Pertemuan Tahunan para Menteri Ilmu Pengetahuan dan Teknologi

  Technology /AMMST). AMMST didirikan pada tahun 1980 dan

  mengadakan pertemuan setiap tahun; 4. Pertemuan para Menteri Kesehatan ASEAN (ASEAN Health

  Ministers Meeting /AHMM). AHMM didirikan pada tahun 1980 dan

  mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun; 5. Pertemuan para Menteri Lingkungan Hidup ASEAN (ASEAN

  Ministerial Meeting on the Environment /AMME). AMME didirikan

  pada tahun 1981 dan mengadakan pertemuan sekali setiap tiga tahun, dengan pertemuan informal setiap tahun diantara pertemuan formalnya; 6. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Informasi (ASEAN

  Ministers Responsible for Information /AMRI). AMRI didirikan pada

  tahun 1989 dan mengadakan pertemuan sekali setiap 18 bulan; 7. Pertemuan para Menteri Kepemudaan ASEAN (ASEAN Ministerial

  Meeting on Youth /AMMY). AMMY didirikan pada tahun 1992 dan

  mengadakan pertemuan sekali setiap tiga tahun; 8. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Pembangunan

  Pedesaan dan Pengentasan Kemiskinan (ASEAN Ministers Meeting on Rural Development and Poverty Eradication /AMRDPE).

  AMRDPE didirikan pada tahun 1997 dan mengadakan pertemuan sekali setiap dua tahun;

  9. Pertemuan para Menteri ASEAN terkait dengan Penanganan Asap (ASEAN Ministerial Meeting on Haze/AMMH). AMMH didirikan pada tahun 1997 dan mengadakan pertemuan jika diperlukan;

  10. Pertemuan para Menteri terkait dengan Kebudayaan dan Kesenian ASEAN (ASEAN Ministers Responsible for Culture and

  Arts /AMCA). AMCA didirikan pada tahun 2003 dan mengadakan

  pertemuan sekali setiap dua tahun; 11. Pertemuan para Menteri terkait dengan Penanggulangan Bencana

  ASEAN (ASEAN Ministerial Meeting on Disaster

  Management /AMMDM). AMMDM didirikan pada tahun 2004 dan

  mengadakan pertemuan bila diperlukan; dan 12. Pertemuan para Menteri Pedidikan ASEAN (ASEAN Education

  Ministers Meeting /ASED). ASED didirikan pada tahun 2006 dan mengadakan pertemuan setiap tahun.

  5. PanitiaTetap ASEAN (ASEAN Standing Committee/ASC) ASC bertanggungjawab kepada AMM dan melaksanakan kegiatan dua AMM.Saat ini, ASC diketuai oleh Menteri Luar Negeri negara yang menjadi Ketua ASC dan beranggotakan Sekertaris Jenderal ASEAN dan para Direktur Jenderal Sekretariat Nasional ASEAN.Dalam mekanisme kerjasama ASEAN, Panitia Tetap ASEAN (ASEAN Standing

  Committee/ ASC) merupakan mekanisme koordinasi umum dari semua

  6. Sidang Para Pejabat Tinggi Kementerian Luar Negeri ASEAN (ASEAN

  Senior Officials Meeting /ASEAN SOM)

  ASEAN SOM secara resmi dilembagakan sebagai bagian dari mekanisme ASEAN pada KTT ketiga ASEAN dan bertanggungjawab untuk menangani kerjasama dibidang politik dan keamanan. SOM diselenggarakan bila diperlukan dan bertanggungjawab kepada AMM.

  7. Sidang Para Pejabat Tinggi Ekonomi ASEAN (ASEAN Senior Economic

  Officials Meeting /SEOM)

  SEOM secara resmi dibentuk sebagai bagian dari mekanisme ASEAN pada KTT ketiga ASEAN di Manila. Pada KTT keempat ASEAN, disetujui bahwa lima komite ekonomi yang ada dibubarkan dan diambil alih oleh SEOM. SEOM dapat membentuk kelompok-kelompok kerja apabila dibutuhkan dan bertanggungjawab kepada AEM.

  8. Sidang Para Pejabat Tinggi ASEAN Bidang Lainnya Sidang para Pejabat Tinggi ASEAN ini terkait dengan badan sektoral masing-masing antara lain: ASEAN Defence Senior Officials

  Meeting (ADSOM), ASEAN Senior Law Officials Meeting (ASLOM), Senior Transport Officials Meeting (STOM), Telecomunication Senior Officials Meeting (TELSOM), Senior Officials Meeting on Youth (SOMY), dan Senior Officials Meeting on Education (SOMED).

  Sidang Konsultasi Gabungan (Joint Consultative Meeting/JCM) dibentuk pada KTT ketiga ASEAN, meliputi Sekretaris Jenderal ASEAN, SOM, SEOM dan para Direktur Jenderal ASEAN.Sidang diselenggarakan apabila diperlukan, dipimpin oleh Sekertaris Jenderal ASEAN, dan untuk keperluan koordinasi lintas sektoral pada tingkat pejabat-pejabat pemerintah.Sekretaris Jenderal melaporkan hasil JCM secara langsung kepada AMM dan AEM.

  10. Sidang ASEAN dengan Para Mitra Wicara Dalam pelaksanaan kerjasama ASEAN dengan negara-negara

  Mitra Wicara (Dialogue Partner), setiap anggota diberi tanggungjawab sebagai koordinator dalam hubungan kerjasama dengan salah satu negara Mitra Wicara.Sesuai keputusan AMM ke-18 di Kuala Lumpur, negara koordinator ditetapkan secara bergantian setiap tiga tahun dengan urutan alfabetis. Negara-negara Mitra Wicara ASEAN antara lain: China, Uni- Eropa, India, Jepang, Korea Selatan, Selandia Baru, Rusia, Amerika Serikat, Australia dan Kanada. ASEAN juga memiliki satu negara Mitra Dialog sektoral yaitu Pakistan.Dalam hal ini, Sekretariat ASEAN bertindak sebagai koordinator.

  11. Komite-Komite ASEAN di Negara Ketiga Selain adanya pembentukan negara koordinator dialog, dalam pelaksanaan kerjasama dengan negara ketiga, ASEAN juga membentuk komite-komite di setiap negara Mitra Wicara yang berfungsi sebagai

  12. Sekretariat Nasional ASEAN (Setnas ASEAN) Di dalam Deklarasi Bangkok dinyatakan bahwa untuk melaksanakan maksud dan tujuan ASEAN, dibentuklah Sekretariat

  Nasional ASEAN di setiap negara anggota. Setnas ASEAN bertugas melaksanakan kegiatan-kegiatan ASEAN atas nama negara masing-masing dan melayani Sidang Tahunan atau Sidang Khusus Para Menteri Luar Negeri, Sidang-sidang Panitia Tetap dan Komite-komite ASEAN.

  Sesuai dengan Preamble of the ASEAN Charter, fifth paragraph yaitu “United by a common desire and collective will to live in a region of

  

lasting peace, security and stability, sustained economic growth, shared

prosperity and social progress, and to promote our vital interests, ideals

and aspirations ”, kehadiran lembaga-lembaga yang berada dalam ASEAN

  tersebut diharapkan dapat membantu ASEAN menggapai tujuannya yaitu perdamaian dan stabilitas regional lewat usaha mempercepat pertumbuhan ekonomi, kemajuan sosial dan perkembangan kebudayaan di kawasan Asia Tenggara melalui usaha bersama, serta agar masing-masing negara ASEAN mencapai Ketahanan Nasional sebagai dasar peningkatan dari suatu Ketahanan Regional yang akan menjamin suatu masyarakat ASEAN yang makmur, aman, mantap, kuat dan kohesif, sehingga Asia Tenggara berkembang menjadi wilayah yang mampu berdiri di atas kakinya sendiri dan cukup kuat untuk mempertahankan diri dari pengaruh negatif apapun

   yang datang dari luar.

C. Kedudukan Asociation of Southeast Asian Nations (ASEAN) Sebagai Suatu Organisasi Internasional Regional Menurut Hukum Internasional

  Suatu organisasi internasional yang dibentuk melalui suatu perjanjian dengan bentuk “instrumen pokok” apa pun akan memiliki personalitas hukum di dalam hukum internasional. Hal ini mutlak penting guna memungkinkan suatu organisasi internasional dapat berfungsi dalam hubungan internasional, khususnya kapasitasnya untuk melaksanakan fungsi hukum seperti membuat kontrak, membuat perjanjian dengan suatu negara atau mengajukan tuntutan dengan negara

  

  lainnya, seperti yang dikatakan oleh Maryan Green: “The endowment of an

  international organization with a legal personality in public international law is therefore, a ‘sine qua non’ of achieving the object for which the organization was set up”.

  Di dalam membentuk organisasi internasional semacam itu, negara-negara anggotanya melalui organisasi tersebut akan berusaha mencapai tujuan bersama dalam berbagai aspek kehidupan internasional, dan bukan untuk mencapai tujuan masing-masing negara atau pun suatu tujuan yang tidak dapat disepakati bersama.

  Guna mencapai tujuan itu sebagai suatu kesatuan, organisasi internasional harus mempunyai kemampuan untuk melaksanakannya atas nama semua negara anggotanya. Tindakan yang dilakukan oleh organisasi internasional semacam itu pada hakikatnya merupakan hak yang dijamin oleh hukum internasional.

   Organisasi Internasional dalam arti luas pada hakikatnya tidak saja

  meliputi organisasi internasional publik (Public International Organization) tetapi juga organisasi internasional privat (Private International Organization). Untuk membedakan kedua jenis organisasi internasional tersebut, dapat dilihat dari penjelasan berikut:

  

  1. Organisasi Internasional Publik atau sering juga disebut sebagai Organisasi Antar-Pemerintah (Intergovermental Organization). Tetapi karena keanggotaannya adalah negara, maka organisasi tersebut lazim hanya disebut sebagai organisasi internasional. Tindakan-tindakan yang dilakukan oleh Pemerintah adalah mewakili negaranya sebagai pihak organisasi internasional tersebut. Organisasi internsional hanya akan dibedakan menurut prinsip-prinsip keanggotaannya yang akan dianut seperti: a.

  Prinsip universalitas, seperti yang dianut oleh PBB termasuk badan khususnya dimana keanggotaannya tidak membedakan besar kecilnya negara, meskipun untuk menjadi anggota dari organisasi jenis ini masih mempunyai syarat-syarat tertentu. Seperti yang termuat dalam Pasal 4 Piagam PBB bahwa keanggotaan PBB terbuka untuk semua negara yang cinta damai, yang menerima kewajiban-kewajiban internasional dan ditetapkan oleh Majelis Umum PBB atas rekomendasi Dewan Keamanan. 46 b.

  Prinsip kedekatan wilayah, yang mana anggota dalam organisasi jenis ini hanya dibatasi pada negara-negara yang berada di wilayah tertentu saja, seperti Association of South East Asian Nation (ASEAN) yang berada di wilayah Asia Tengara. Negara diluar kawasan ini, tidak dapat menjadi anggotanya.

  c.

  Prinsip selektivitas, yang melihat dari segi kebudayaan, agama, etnis, pengalaman sejarah dan sesama produsen seperti Liga Arab, Organisasi Negara-negara Persemakmuran, Organisasi Konferensi Islam, OPEC, Masyarakat Eropa, Persemakmuran Negara-negara Merdeka dan lain sebagainya.

  2. Organisasi Internasional Privat merupakan organisasi yang dibentuk atas dasar non pemerintah, karena itu sering disebut sebagai Organisasi Non- Pemerintah (Non-Governmental Organization) atau yang sering kita sebut sebagai Lembaga Swadaya Masyarakat yang anggotanya merupakan badan- badan swasta atau perorangan. Setelah dijelaskan perbedaan antara Inter Governmental Organization

  (IGO) dan Non Governmental Organization (NGO), perlu juga dilihat bagaimana kedudukan kedua jenis organisasi internasional ini sebagai subjek hukum internasional.Subjek hukum internasional adalah pemegang hak dan kewajiban menurut hukum dan pemegang hak dan kewajiban itu adalah kemampuan untuk mengadakan hubungan-hubungan hukum dengan sesama pemegang hak dan

   kewajiban hukum.

  Dalam hukum internasional subjek yang dimaksud tersebut termasuk negara, organisasi internasional, dan kesatuan-kesatuan lainnya.Karena itu, kemampuan untuk bertindak hakikatnya merupakan personalitas dari suatu subjek hukum internasional tersebut.Setiap organisasi internasional mempunyai personalitas hukum dalam hukum internasional maupun hukum nasional. Tanpa adanya personalitas hukum, maka suatu organisasi internasional tidak akan mampu melakukan suatu tindakan hukum. Subjek hukum dalam jurisprudensi secara umum dianggap mempunyai hak dan kewajiban yang menurut hukum dapat dilaksanakan.Dengan demikian, subjek hukum yang ada di bawah sistem hukum internasional merupakan personalitas hukum yang mampu untuk

  

melaksanakan hak dan kewajiban tersebut.

  Kedudukan suatu organisasi internasional dalam kaitannya dengan hukum internasional pada hakikatnya menyangkut kelengkapan organisasi internasional tersebut dalam memiliki suatu kapasitas untuk melakukan suatu tindakan hukum, baik dalam kaitannya dengan negara lain maupun negara-negara anggotannya, termasuk kesatuan (entity) lainnya. Kapasitas itu diakui dalam hukum internasional (international legal capacity).Hal ini tidak saja hanya melihat bahwa organisasi internasional itu sendiri sebagai subjek hukum internasional, tetapi juga

  48 karena organisasi itu harus menjalankan fungsinya secara efektif sesuai dengan

   mandat yang telah dipercayakan oleh para anggotanya.

  Dari segi hukum, organisasi internasional sebagai kesatuanyang telah memiliki personalitas tersebut, tentunya akan mempunyai wewenangnya sendiri untuk mengadakan tindakan-tindakan sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan dalam instrumen pokoknya maupun keputusan organisasi internasional

   tersebut, yang telah disetujui oleh para anggotanya.

  Dalam hal ini ASEAN sebagai suatu organisasi internasional regional memiliki suatu personalitas yang pada akhirnya akan menjelaskan kedudukan ASEAN itu sendiri sebagai suatu organisasi internasional regional dalam hukum internasional, hal ini dapat dilihat melalui suatu kajian berdasarkan will theory.

  

Will theory mendasarkan ada tidaknya personalitas hukum suatu organisasi

  internasional pada kehendak para pendirinya. Apabila para pendirinya berkehendak untuk memberikan personalitas hukum kepada organisasi internasional yang hakekatnya merupakan “kreasi” mereka, maka personalitas

  

  hukum tersebut dimiliki oleh organisasi internasional yang bersangkutan. Simon Chesterman mengemukakan bahwa ASEAN merupakan salah satu organisasi internasional yang memperoleh personalitas hukum berdasarkan will theory. Hal ini dapat dikaitkan dengan Pasal 3 Piagam ASEAN yang berbunyi “ASEAN, as an

  50 51 op.cit , hlm. 120

  

inter-governmental organization, is hereby conferred legal

   personality” erdasarkan ketentuan pasal tersebut, dapat diketahui dua hal: 1.

  ASEAN merupakan organisasi antar-pemerintah; dan

  2. Para anggota ASEAN (pendiri ASEAN) berkehendak untuk memberikan personalitas hukum terhadap ASEAN.

  Ian Brownlie mengemukakan bahwa terdapat tiga atribut yang menentukan apakah suatu organisasi internasional dapat dikatakan memiliki personalitas

  

  hukum, yakni: perhimpunan yang bersifat permanen, dengan tujuan yang sah, dan memiliki organ kelengkapan; pemisahan fungsi dan kewenangan hukum antara organisasi yang bersangkutan dan anggota-anggotanya; dan terdapat kewenangan hukum yang dapat dijalankan dalam ranah hukum internasional dan bukan hanya di dalam sistem hukum nasional satu atau beberapa negara.

  Chesterman mengemukakan tiga tolak ukur yang dikemukakan oleh Ian Brownlie untuk menganalisa apakah ASEAN memiliki personalitas hukum dalam

  

  hukum internasional:

  1. ASEAN Merupakan Perhimpunan yang Bersifat Permanen ASEAN merupakan perhimpunan permanen yang terdiri dari negara-negara di Asia Tenggara dan memiliki tujuan yang sah berdasarkan hukum dan dilengkapi organ-organ untuk menjalankan fungsi organisasi tersebut.

  2. Kewenangan Hukum yang Terpisah antara ASEAN dengan Anggotanya

  53 Tommy Koh, Walter Woon, dan Chan Sze-Wei berargumen bahwa tujuan dari Piagam ASEAN adalah untuk menciptakan organisasi internasional yang lebih berdasarkan pada hukum. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Tommy Koh dan kawan-kawan dalam artkel yang berjudul “Charter Makes ASEAN

  

Stronger, More United, and Effective ”, pendekatan ASEAN Way yang berfokus

  pada musyawarah dan mufakat perlu dilengkapi dengan kebiasaan yang lebih terikat pada peraturan tertulis.

  Dalam ranah ekonomi, kewenangan hukum ASEAN yang terpisah dari kewenangan hukum para anggotanya dapat dilihat dari perjanjian-perjanjian yang dibuat ASEAN dengan pihak eksternal, seperti The Framework Agreement for

   Enhancing ASEAN Economic Cooperation yang telah memberikan dasar bagi

  perjanjian-perjanjian dalam bidang perdagangan bebas, kerjasama industrial, dan penanaman modal langsung.

  3. Kewenangan Hukum ASEAN dapat Dijalankan Berdasarkan Hukum Internasional Pada bulan Desember 2006, ASEAN memperoleh status observer di Majelis

57 Umum PBB. Dalam hal ini ASEAN memiliki kapasitas untuk berbicara dalam

  pertemuan-pertemuan yang diadakan oleh Majelis Umum PBB, hak berpartisipasi melalui voting untuk hal-hal yang bersifat prosedural, tetapi tidak dapat turut serta

56 Association of Southeast Asian Nations,Framework Agreements on Enhancing ASEAN

  

Economic Cooperation, Singapura, 28 Januari 1992, diakses

  28 Mei pukul 02.39 WIB 57 United Nations, “Intergovermental Organizations Having Received a Standing melakukan voting untuk resolusi-resolusi yang membahas hal-hal yang bersifat substansial.

  Status observer ASEAN ini, menggambarkan bahwa ASEAN diterima sebagai suatu entitas di dalam hukum internasional.Namun, hal penting mengenai ada tidaknya kewenangan hukum ASEAN dalam hukum internasional dapat dilihat dari kemampuan ASEAN untuk mengadakan perjanjian internasional sebagai suatu entitas tersendiri, bukan sebagai perwakilan negara-negara anggotanya.

  Contohnya adalah, Agreement Between the Government of Indonesia and

  ASEAN Relating to the Privileges and Immunities of The ASEAN Secretariat 1979

  yang ditandatangani oleh Sekretaris Jenderal ASEAN. Perjanjian tersebut hanya

  

  mengatur status ASEAN di wilayah Indonesia. Di luar daerah Indonesia, Pejabat ASEAN merupakan warga negara dari masing-masing negara asalnya. Bila dilihat dalam hal ini, personalitas hukum internasional ASEAN belum sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Brownlie. Perjanjian ini hanya melahirkan status bagi ASEAN dan pejabatnya di dalam wilayah Indonesia saja, tetapi bukan di negara- negara lainnya.

  Namun, dalam perjanjian-perjanjian yang memuat substansi penting atau yang akan mengikat masing-masing negara anggota secara individual, penandatanganan dilakukan oleh perwakilan dari masing-masing negara anggota. Contohnya adalah pembuatan perjanjian ASEAN-China Free Trade 58 Association of Southeast Asian Nations,Agreement Between the Government of

59 Agreement (ACFTA) yang ditandatangani oleh perwakilan kesepuluh negara

  ASEAN dan Cina. Hal ini dapat dilihat dari alinea pertama perjanjian ini, yang berbunyi:

  

“WE, the Head of Government/State of Brunei Darussalam, the Kindom of

Cambodia, the Republic of Indonesia, the Lao People’s Democratic Republic,

Malaysia, the Union of Myanmar, the Republic of the Philippines, the Republic of

Singapore, the Kingdom of Thailand and the Socialist Republic of Vietnam,

Member States of the Association of South East Asian Nations (collectively,

“ASEAN” or “ASEAN Member States”, or individually, “ASEAN Member

State”), and the People’s Republic of China (“China”)”

  Pasal 41 ayat (7) Piagam ASEAN menyatakan bahwa ASEAN dapat menandatangani perjanjian-perjanjian dengan negara bukan anggota maupun organisasi sub-regional, regional, dan internasional lain. Prosedur pembuatan perjanjian tersebut diatur oleh Dewan Koordinasi ASEAN melalui konsultasi dengan Dewan Komunitas ASEAN.Eminent Person Groups (EPG), merekomendasikan agar Sekretaris Jenderal ASEAN memainkan peran yang lebih besar dalam mengelola hubungan eksternal ASEAN.Dari hal ini, ASEAN memenuhi tiga tolak ukur yang dikemukakan oleh Ian Brownlie.Dengan demikian, ASEAN merupakan organisasi internasional yang memiliki personalitas hukum berdasarkan hukum internasional. 59 ASEAN-China Free Trade Area (ACFTA) merupakan tindak lanjut dari kesepakatan

  

antara negara-negara ASEAN dengan Republik Rakyat China mengenai Framework Agreement on

Comprehensive Economic Co-operation between the Association of South East Asian Nations and

the People’s Republic of China , yang ditandatangani di Phnom Penh,

pada 4 Nopember 2002. Tujuan Framework Agreement ACFTA adalah: memperkuat dan

meningkatkan kerjasama perdagangan kedua pihak, meliberalisasikan perdagangan barang dan

jasa melalui pengurangan atau penghapusan tarif, mencari area baru dan mengembangkan

kerjasama ekonomi yang saling menguntungkan kedua pihak, memfasilitasi integrasi ekonomi

yang lebih efektif dengan negara anggota baru ASEAN dan menjembatani kesenjangan yang ada

Dokumen yang terkait

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Interaksi Sosial - Disharmonis Penghuni Pada Rumah Susun Sederhana Sewa (RuSuNaWa) Di Kota Tebing Tinggi

0 0 27

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Disharmonis Penghuni Pada Rumah Susun Sederhana Sewa (RuSuNaWa) Di Kota Tebing Tinggi

0 1 8

Disharmonis Penghuni Pada Rumah Susun Sederhana Sewa (RuSuNaWa) Di Kota Tebing Tinggi

0 0 12

BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Stereotip antara Masyarakat Lokal dan Masyarakat Pendatang di Gampong Keude Matangglumpang Dua, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen

0 0 16

BAB I PENDAHULUAN - Stereotip antara Masyarakat Lokal dan Masyarakat Pendatang di Gampong Keude Matangglumpang Dua, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen

0 0 7

Stereotip Antara Masyarakat Lokal dan Masyarakat Pendatang di Gampong Keude Matangglumpang Dua, Kecamatan Peusangan, Kabupaten Bireuen SKRIPSI

0 0 8

II. Pemutaran Film KB - Pengaruh Pemutaran Film Kb Terhadap Perilaku Partisipasi Masyarakat Ber-Kb Di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2014

0 1 70

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Film 2.1.1 Pengertian Film - Pengaruh Pemutaran Film Kb Terhadap Perilaku Partisipasi Masyarakat Ber-Kb Di Kabupaten Aceh Singkil Tahun 2014

0 6 36

BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG KEPABEANAN - Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Dan Impor (Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabea

0 1 42

BAB I PENDAHULUAN - Tinjauan Yuridis Tentang Peranan Direktorat Jenderal Bea Dan Cukai Terhadap Kelancaran Lalu Lintas Barang Ekspor Dan Impor (Studi Pada Kantor Pengawasan Dan Pelayanan Direktorat Jenderal Bea Cukai Tipe Madya Pabean Belawan)

0 3 19