Formulasi Sediaan Krim Dari Ekstrak Etanol Daun Pandan Wangi (Pandanus Amaryllifolius Roxb.) Sebagai Pelembab Kulit Alami

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

  

2.1. Uraian Tanaman Daun Pandan Wangi (Pandanus amaryllifolius

Roxb.)

2.1.1 Daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

  Pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.) termasuk genus Pandanus dari suku Pandanaceae. Suku Pandanaceae mempunyai marga antara 200 hingga 300 jenis, terbagi dalam tiga marga utama, yaitu Pandanus, Freycinetia, dan Sararanga, yang tersebar di daerah tropika, di tepi-tepi pantai dan sungai-sungai (Tjitrosoepomo, 2002).

  Pandan wangi (Pandanus Amaryllifolius Roxb.) adalah tanaman asli Indonesia yang berasal dari Bangka dan tersebar luas di daerah Asia Tenggara.

  Budidaya tanaman ini umumnya dilakukan di pekarangan rumah, di samping untuk tumbuhnya tidak membutuhkan tanah yang luas juga memudahkan sewaktu pemetikan karena daun pandan wangi sering dimanfaatkan sebagai pewangi dan pemberi zat warna hiijau pada makanan dan minuman. Bagi pecinta flavor dan zat warna alami, daun pandan wangi merupakan salah satu alternatif yang aman untuk dikonsumsi (Tjitrosoepomo, 2002).

  Tanaman ini mempunyai daun yang selalu hijau sepanjang tahun. Batangnya bulat, dapat tunggal atau bercabang-cabang dan mempunyai akar udara atau akar tunjang yang muncul pada pangkal batang. Helaian daun berbentuk pita, memanjang, tepi daun rata, ujung daun meruncing. Daun berwarna hijau dan tersusun secara spiral (Hidayat,et al., 2008).

  Pandan wangi dikenal dengan nama berbeda di tiap daerah. Penduduk Jawa menyebutnya pandan rampe, pandan seungit, atau pandan room. Penduduk Sumatra menyebutnya seuke bangu, seuke musang, pandan jau, pandan bebau, pandan harum, pandan rempai, atau pandan musang. Penduduk Maluku mengenalnya dengan nama kela moni, ormon foni, pondak, pondakim atau pudaka. Penduduk bali menyebutnya pandan arrum (Kurniawati, 2010).

  2.1.2 Taksonomi tumbuhan daun pandan wangi (Pandanus amaryllifolius Roxb.)

  Taksonomi dari tumbuhan daun pandan wangi adalah (Tjitrosoepomo, 2002): Kingdom : Plantae Filum : Spermatophyta Kelas : Monocotyledone Ordo : Pandanales Famili : Pandaneceae Genus : Pandanus Spesies : Pandanus amaryllifolius Roxb.

  2.1.3 Kandungan dan manfaat daun pandan wangi

  Daun tumbuhan ini sering digunakan sebagai bahan penyedap, pewangi, dan pemberi warna hijau pada masakan. Selain itu juga berkhasiat untuk menghitamkan rambut, menghilangkan ketombe, rambut rontok, lemah saraf tidak nafsu makan, rematik, sakit disertai gelisah, serta pegal linu (Dalimartha, 2002) dan sebagai repelan nyamuk (Marina dan Astuti, 2012).

  Daun pandan wangi mengandung alkaloidseperti norpandamarilacton A,

  • B, pandamarilactam-3x, -3y, pandamarilactone-1, pandamarilactonine-A, -B, -C,
pandamarine, pandanamine (Lopez dan Notato, 2005), flavonoid seperti rutin, katekin, epikatekin, kaempferol, dan narigin (Ghasemzadeh dan Jaafar, 2013), karetonoid, tokoferol, tokotrienol (Lee, et al., 2004), tanin, saponin, steroid/ terpenoid dan glikosida. Karakteristik aroma pandan berasal dari kandungan senyawa 2-asetil-1-pirona (Kurniawati, 2010). Selain itu daun pandan wangi juga memiliki glukosa dan fruktosa yang bersifat humektan yang dapat bersifat menarik air dari udara. Kandungan karbohidrat dalam daun pandan banyak digunakan sebagai suplemen karbohidrat (Faras, et al., 2013). Daun pandan wangi juga digunakan sebagai antioksidan dalam pangan (Nor, et al., 2008).

2.2 Ekstraksi

  2.2.1 Pengertian ekstraksi

  Ekstraksi adalah suatu cara menarik satu atau lebih zat dari bahan asal menggunakan suatu cairan penarik atau pelarut. Umumnya ekstraksi dikerjakan untuk simplisia yang mengandung zat-zat yang berkhasiat atau zat-zat lain untuk keperluan tertentu. Simplisia yang digunakan umumnya sudah dikeringkan, tetapi kadang simplisia segar juga dipergunakan. Simplisia dihaluskan lebih dahulu agar proses difusi zat-zat berkhasiatnya lebih cepat (Syamsuni, 2006).

  2.2.2 Tujuan ekstraksi

  Tujuan ekstraksi dimaksudkan agar zat berkhasiat yang terdapat dalam simplisia masih berada dalam kadar yang tinggi sehingga memudahkan untuk mengatur dosis zat berkhasiat karena dalam sediaan ekstrak dapat distandarisasikan kadar zat berkhasiatnya sedangkan kadar zat berkhasiat dalam simplisia sukar diperoleh kadar yang sama (Anief, 1999).

2.2.3 Metode ekstraksi

  Menurut Depkes RI (1989) ada beberapa metode ekstraksi yaitu:

  1. Cara dingin

  a. Maserasi Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan

  (kamar). Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan larut dan karena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif di dalam sel dengan di luar sel, maka larutan yang terpekat didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang hingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di luar sel dan di dalam sel.

  b. Perkolasi Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Serbuk simplisia ditempatkan dalam suatu bejana silinder yang bagian bawahnya diberi sekat berpori. Cairan penyari dialirkan dari atas ke bawah melalui serbuk tersebut, cairan penyari akan melarutkan zat aktif sel-sel yang dilalui sampai mencapai keadaan jenuh. Untuk menentukan akhir perkolasi, dilakukan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai diperoleh ekstrak.

  2. Cara panas

  a. Refluks Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Keuntungan dari metode ini adalah digunakan untuk mengekstraksi sampel-sampel yang mempunyai tekstur kasar dan tahan pemanasan langsung. Kerugiannya adalah membutuhkan volume total pelarut yang besar.

  b. Digesti Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu umumnya pada temperatur 40-50ºC.

  c. Infundasi Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98ºC) selama waktu tertentu (15-20 menit). Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama ( menit) dan

  ≥30 temperatur sampai titik didih air.

  d. Sokletasi Sokletasi merupakan penyarian simplisia secara berkesinambungan, cairan penyari dipanaskan sehingga menguap, uap cairan penyari terkondensasi oleh pendingin balik dan turun menyari simplisia dan selanjutnya masuk kembali ke dalam labu alas bulat setelah melewati pipa sifon. Keuntungan metode ini adalah dapat digunakan untuk sampel dengan tekstur yang lunak, pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pemanasannya dapat diatur.

2.3 Kulit

2.3.1 Struktur kulit

  Secara histopatologis kulit tersusun atas 3 lapisan utama (Wasitaatmadja, 1997) yaitu: a. Lapisan epidermis (kulit ari), sebagai lapisan paling luar Para ahli histologi membagi epidermis dari bagian terluar hingga ke bagian dalam menjadi 5 lapisan yaitu (Tranggono dan Latifah, 2007):

1. Lapisan Tanduk (Stratum korneum) 2.

  Lapisan Jernih (Stratum lusidum) 3. Lapisan Berbutir-butir (Stratum granulosum) 4. Lapisan Malphigi (Stratum spinosum) yang selnya seperti berduri 5. Lapisan Basal (Stratum germinavitum) yang hanya tersusun oleh satu lapis sel-sel basal b. Lapisan dermis (korium, kutis vera, true skin)

  c. Lapisan subkutis (hipodermis)

2.3.2 Fungsi kulit

  Kulit menutupi seluruh permukaan tubuh dan melindungi tubuh dari pengaruh dari luar. Fungsi penting dari kulit adalah (Mitsui, 1997): a. Proteksi

  Serabut elastis yang terdapat pada dermis serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik langsung terhadap interior tubuh.

  Lapisan tanduk dan mantel lemak kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah masuknya air dari luar tubuh dan mencegah penguapan air, selain itu juga berfungsi sebagai penghalang terhadap racun dari luar. Mantel asam kulit dapat mencegah pertumbuhan bakteri di kulit. Sel melanin pada kulit juga berguna melindungi tubuh dari radiasi sinar UV.

  b. Thermoregulasi Kulit mengatur temperatur tubuh melalui mekanisme dilatasi dan konstriksi pembuluh kapiler dan melalui perspirasi, yang keduanya dipengaruhi saraf otonom. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi, sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi untuk meningkatkan pembuangan panas.

  c. Persepsi sensoris Kulit sebagai indra yang berperan penting terhadap rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui beberapa reseptor seperti reseptor meissner, diskus merkell, korpuskulum golgi sebagai reseptor raba, korpuskulum paccini sebagai reseptor tekanan, korpuskulum ruffini dan krauss sebagai reseptor suhu dan nervus end plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri.

  d. Absorbsi Beberapa bahan dapat diabsorbsi kulit masuk ke dalam tubuh melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea. Bahan yang mudah larut dalam lemak lebih mudah diabsorbsi dibanding air dan bahan yang larut dalam air.

  e. Fungsi lain Kulit dapat menggambarkan status emosional seseorang dengan memerah, memucat maupun kontraksi otot penegak rambut.

2.3.3 Jenis-jenis kulit

  Ditinjau dari sudut perawatan, kulit terdiri atas 3 jenis (Wasiaatmadja, 1997):

  a. Kulit normal Kulit yang ideal, yang sehat, tidak mengkilap atau kusam, segar, dan elastis dengan minyak dan kelembaban cukup.

  b. Kulit berminyak Kulit yang mempunyai kadar minyak permukaan kulit yang berlebihan sehingga tampak mengkilat, kotor, dan kusam. Jenis kulit ini memiliki pori melebar sehingga kesannya kasar dan lengket.

  c. Kulit kering Kulit yang mempunyai lemak permukaan kulit yang kurang atau sedikit sehingga pada perabaan terasa kering, kasar karena banyak lapisan kulit yang retak, kaku atau tidak elastis dan mudah terihat kerutan.

2.3.4 Sistem pengaturan air di kulit

  Permeabilitas kulit terhadap air sangat terbatas. Barrier yang mengatur keluarnya air dari kulit dan masuknya air ke dalam kulit tidak terletak langsung di bawah permukaan kulit, tetapi ada di bawah lapisan stratum korneum yang diberi nama barrier Rein (Tranggono dan Latifah, 2007).

  Kandungan air pada jaringan di bawah stratum korneum sekitar 70-80%, sedangkan kandungan air pada stratum korneum hanya sekitar 10%. Lapisan stratum korneum yang agak kering ini secara fisiologis penting untuk mencegah pertumbuhan bakteri dan jamur. Namun stratum korneum tidak boleh kering karena dapat menyebabkan kurangnya elastisitas dan mudah sobek. Derajat kandungan air dalam stratum korneum tergantung pada suplai air dan kelembaban udara sekitar (Tranggono dan Latifah, 2007).

  Untuk fungsi fisiologisnya, kulit memerlukan lemak dan air, keduanya berhubungan secara erat. Lapisan lemak di permukaan kulit dan bahan-bahan dalam stratum korneum yang bersifat higroskopis dan dapat menyerap air disebut sebagai Natural Moisturizing Factor (NMF). Kemampuan stratum korneum untuk mengikat air sangat penting bagi fleksibilitas dan kelenturan kulit (Tranggono dan Latifah, 2007).

2.3.5 Patofisiologi kulit kering

  Pada keadaan normal, air mengalir secara difusi dari dermis menuju ke epidermis melalui dua cara yaitu melalui stratum korneum dan ruang interseluler.

  Oleh sebab itu secara normal air akan keluar dari tubuh melalui epidermis, keadaan tersebut dikenal dengan istilah trans epidermal water loss (TEWL). (Van Scott dan Dieullangard, 1986).

  2 TEWL normal berkisar 0,1-0,4 mg/cm per jam. Proses difusi pasif terjadi

  karena terdapatnya perbedaan kandungan air dari stratum basalis (60-70%), stratum granulosum (40-60%) dan stratum korneum kurang dari 15% sehingga air mengalir dari stratum basalis ke stratum korneum. Dengan demikian maka stratum korneum merupakan barier hidrasi yang sangat penting dalam mempertahankan kelembaban kulit. Pada kulit yang sakit seperti pada psoriasis dan eksim (terdapat kelainan epidermis), barier kulit melemah sehingga kecepatan TEWL meningkat (Van Scott dan Dieullangard, 1986). Pengukuran TEWL berguna dalam mengidentifikasi kerusakan kulit yang disebabkan oleh bahan kimia tertentu, kerusakan fisik (seperti pengelupasan kulit) atau kondisi patofisiologis seperti eksim karena laju peningkatan TEWL sebanding dengan tingkat kerusakan (Barel, et al., 2009).

  Seramid merupakan komponen utama lipid interseluler stratum korneum dan banyak mengandung asam linoleat. Ikatan antara seramid dan air akan membentuk emulsi yang halus sehingga nampak halus dan lembut. Pada keadaan tertentu, cuaca bersuhu rendah dengan kelembaban relatif rendah, ikatan antara seramid dan air tersebut akan mengkristal sehingga kulit menjadi kering kasar dan kusam (Van Scott dan Dieullangard, 1986).

2.4 Kosmetik

  2.4.1 Pengertian kosmetik Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.

  445/Menkes/Permenkes/1998, yang disebut sebagai kosmetik adalah sediaan atau campuran bahan yang dapat digunakan pada bagian luar badan (epidermis, rambut, kuku, bibir, dan organ kelamin bagian luar), gigi, dan rongga mulut. Kosmetik berfungsi untuk membersihkan, menambah daya tarik, mengubah penampakan, melindungi agar tetap dalam keadaan baik, memperbaiki bau badan tetapi tidak dimaksudkan untuk mengobati atau menyembuhkan suatu penyakit. Hal ini berarti penggunaan kosmetika tidak boleh mempengaruhi struktur dan faal kulit. Cosmedics memiliki pengertian sebagai gabungan dari kosmetik dan obat yang sifatnya dapat mempengaruhi faal kulit secara positif tetapi bukan obat (Tranggono dan Latifah, 2007).

  2.4.2 Krim

  Menurut Farmakope Indonesia IV, krim merupakan sediaan setengah padat yang mengandung satu atau lebih bahan obat terdispersi dalam bahan dasar yang sesuai. Krim dibagi atas dua macam, yaitu krim minyak dalam air dan krim air dalam minyak. Krim merupakan sediaan farmasi berbentuk emulsi (Depkes RI, 1995).

  Ditinjau dari sifat fisiknya, krim dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu (Lachman, et al., 1994) :

a. Emulsi air dalam minyak atau emulsi a/m seperti cold cream

  b. Emulsi minyak dalam air atau m/a seperti vanishing cream

  Basis yang dapat dicuci dengan air adalah emulsi minyak dalam air, dan dikenal dengan sebagai krim. Basis vanishing cream termasuk golongan ini (Lachman, et al., 1994).

  Basis krim (vanishing cream) disukai pada penggunaan sehari-hari pada penggunaan sehari-hari karena memiliki keuntungan yaitu memberikan, tidak berminyak serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Humektan (gliserin, propilen glikol, sorbitol) sering ditambahkan pada vanishing cream untuk mengurangi penguapan air pada permukaan kulit (Voight, 1995).

  Basis krim untuk tipe air dalam minyak juga mempunyai kelebihan dalam membersihkan kotoran yang larut dalam minyak dan tidak menyebabkan kulit kering dan kasar. Namun tipe ini mempunyai kekurangan yaitu lebih mahal, lebih lengket dan terasa panas menutupi pori-pori. Oleh karena itu krim ini kurang diminati dalam sediaan pelembab (Wasiaatmadja, 1997).

2.4.3 Krim pelembab

  Krim pelembab (moisturizers) termasuk kosmetik perawatan yang bertujuan untuk mempertahankan struktur dan fungsi kulit dari berbagai pengaruh seperti udara kering, sinar matahari terik, umur lanjut, berbagai penyakit dalam tubuh yang mempercepat penguapan air sehingga kulit menjadi kering (Wasiaatmadja, 1997). Cara mencegah penguapan air dari sel kulit (Wasiaatmadja, 1997), adalah:

  1. Menutupi permukaan kulit dengan minyak (oklusif) 2.

  Memberikan humektan yaitu zat yang mengikat air dari udara dan dalam kulit

  3. Membentuk sawar terhadap kehilangan air dengan memberikan zat hidrofilik yang menyerap air

  4. Memberikan tabir surya agar terhindar dari pengaruh sinar matahari yang dapat mengeringkan kulit Pelembab bekerja pada bagian kulit lapisan epidermis di stratum korneum. Bila air yang dikandung stratum korneum hilang, kulit akan menjadi kering dan bersisik. Meskipun lapisan film lipid bukan sebagai mantel penutup yang menolak air, tapi dapat membantu menahan air agar tetap tinggal dalam kulit (Anief, 1997).

  Secara alamiah kulit telah berusaha untuk melindungi diri dari kekeringan dengan adanya tabir lemak di atas kulit yang diperoleh dari kelenjar lemak dan sedikit kelenjar keringat dari kulit serta adanya lapisan kulit luar yang berfungsi sebagai sawar kulit. Namun dalam kondisi tertentu faktor perlindungan alamiah tersebut tidak mencukupi. Oleh karena itu, dibutuhkan perlindungan tambahan non alamiah yaitu dengan cara memberikan kosmetik pelembab kulit (Wasiaatmadja, 1997).

2.4.4 Mekanisme bahan pelembab

  Bahan pelembab memiliki 2 jenis mekanisme dalam melebabkan kulit:

  a. Bahan pelembab oklusif Tipe bahan pelembab ini adalah bahan berminyak yang melapisi stratum korneum sehingga mencegah penguapan air. Bahan pelembab oklusif yang paling banyak digunakan adalah petrolatum. Petrolatum dapat mencegah penguapan air dari stratum korneum sampai 99%. Petrolatum memang efektif dalam penurunan penguapan air, namun estetikanya yang rendah menyebabkan adanya kebutuhan untuk komposisi pelembab oklusif lain.

  Bahan pelembab oklusif lainnya adalah skualen, lanolin, asam stearat, setil alkohol, karnauba, lesitin, kolesterol, propilen glikol dan minyak dari mineral, tumbuhan atau minyak sintetis lainnya. Minyak mineral paling banyak digunakan selain petrolatum.

  b. Pelembab humektan Mekanisme lainnya dari pelembab adalah dengan menggunakan humektan.

  Humektan adalah bahan yang menyerap air. Dalam formulasi pelembab, humektan menarik air dari dermis ke epidermis yang terdehidrasi atau menarik air dari udara sehingga terjaga kelembaban kulit (Alam, et al., 2009).

  Golongan humektan yaitu: golongan gula (sukrosa, dekstrosa, maltosa, fruktosa) dan golongan poliol (glikol, sorbitol, gliserol, manitol) (Purnomo, 1995).

2.4.5 Syarat dari kosmetik pelembab

  Syarat-syarat bagi preparat kosmetika pelembab (Tranggono dan Latifah, 2007), yaitu:

  a. Mudah dipakai

  b. Jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan

  c. Bahan dasar harus dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit d. Tidak menimbulkan iritasi

2.5 Formulasi Krim

  Krim dibuat dengan cara mencampurkan bahan-bahan yang larut dalam fase air pada bahan-bahan yang larut dalam fase lemak, melalui pemberian energi berupa pemanasan dan pengadukan (Djajadisastra, 2004). Profil bahan-bahan yang digunakan dalam formula krim pada penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Asam stearat Asam stearat (C

16 H

  33 O 2 ) merupakan asam lemak yang terdiri dari rantai

  hidrokarbon, berbentuk serbuk berwarna putih. Asam stearat mudah larut dalam kloroform, eter, etanol, dan tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi dalam sediaan kosmetika (Depkes RI, 1993).

  2. Setil alkohol Setil alkohol (C

16 H

  33 OH) merupakan butir yang berwarna putih, berbau o

  khas lemak, rasa tawar, dan melebur pada suhu 45-50

  C. Setil alkohol larut dalam etanol dan eter namun tidak larut dalam air. Bahan ini berfungsi sebagai pengemulsi, penstabil, dan pengental (Depkes RI, 1993). Alkohol dengan bobot molekul tinggi seperti stearil alkohol, setil alkohol, dan gliserin monostearat digunakan terutama sebagai zat pengental dan penstabil untuk emulsi minyak dalam air dari lotion (Ansel, 2005).

  3. Metil paraben Metil paraben memiliki ciri-ciri serbuk hablur halus, berwarna putih, hampir tidak berbau dan tidak mempunyai rasa kemudian agak membakar diikuti rasa tebal (Ditjen POM, 1979). Efektif pada rentang pada pH 4-8 (Anita, 2008) Metil paraben banyak digunakan sebagai pengawet dan antimikroba dalam kosmetik, produk makanan, dan formulasi farmasi dan digunakan baik sendiri atau dalam kombinasi dengan paraben lain atau dengan antimikroba lain. Pada kosmetik, metil paraben adalah pengawet antimikroba yang paling sering digunakan. (Rowe, et al., 2006).

  4. Trietanolamin Trietanolamin berupa cairan tidak berwarna, tidak berbau, higroskopis, mudah larut dalam etanol, dan juga berfungsi sebagai emulsifier dan pengatur pH (Depkes RI, 1993).Trietanolamin secara luas digunakan pada formulasi farmasetik topikal terutama di dalam pembentukan emulsi.

  (Rowe et al., 2006).

  5. Air Air merupakan komponen yang paling besar persentasenya dalam pembuatan krim pelembab. Air yang digunakan dalam pembuatan krim pelembab merupakan air murni yaitu air yang diperoleh dengan cara penyulingan, proses penukaran ion, dan osmosis sehingga tidak lagi mengandung ion-ion dan mineral-mineral. Air murni hanya mengandung molekul air saja dan dideskripsikan sebagai cairan jernih, tidak berwarna, tidak berasa, memiliki pH 5,0-7,0; dan berfungsi sebagai pelarut (Depkes RI, 1993).

  6. Gliserin Gliserin (C

3 H

  8 O 3 ) disebut gliserol atau gula alkohol, merupakan cairan

  yang kental, jernih, tidak berwarna, sedikit berbau, dan mempunyai rasa manis. Gliserin larut dalam alkohol dan air tetapi tidak larut dalam pelarut organik (Anita, 2008).

Dokumen yang terkait

Transformasi Digital Sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

0 2 23

Transformasi Digital Sebagai Proses Pelestarian Naskah Kuno Minangkabau di Badan Perpustakaan dan Kearsipan Provinsi Sumatera Barat

0 0 12

Analisis Pengaruh Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada Politeknik Negeri Medan

0 2 39

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang - Analisis Pengaruh Iklim Organisasi dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Dosen Dengan Kepuasan Kerja Sebagai Variabel Intervening Pada Politeknik Negeri Medan

0 0 12

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

1 2 5

2.1 Bahan Medikamen dalam Perawatan Saluran Akar - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 6

Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 12

1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Daya Terima Beras Analog Dari Tepung Ubi Kayu Sebagai Pangan Pokok Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupate Dairi Tahun 2014

0 0 7

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Matahari - Rancang Bangun Kolektor Surya Sebagai Pengsasil Fluida Panas pada Alat Pengering Hibrida Pompa Kalor dan Surya

0 0 23