1 BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Daya Terima Beras Analog Dari Tepung Ubi Kayu Sebagai Pangan Pokok Di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupate Dairi Tahun 2014

BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara yang terbentang di sepanjang garis

  khatulistiwa, sehingga sepanjang tahun Indonesia hanya mengalami musim hujan dan musim kemarau. Keadaan ini sangat menguntungkan bagi Indonesia karena terdapat banyak keanekaragaman hayati di Indonesia dan hasil pertanian melimpah sepanjang tahun. Keanekaragaman hayati itu dimanfaatkan untuk pemenuhan kebutuhan masyarakat khususnya di bidang pangan.

  Bahan pangan yang beragam serta melimpah di Indonesia, berupa pangan hewani, pangan nabati, pangan pokok dan juga pangan tambahan. Pangan hewani meliputi daging, telur, ikan, susu dan lain-lain sedangkan pangan nabati berupa makanan pokok yang mengandung karbohidrat seperti beras, ubi jalar, ubi kayu, kentang, jagung, sagu, talas dan lain-lain serta sayur-sayuran dan buah-buahan.

  Beras adalah salah satu bahan pangan pokok sumber karbohidrat yang banyak dikonsumsi hampir seluruh penduduk di Indonesia. Beras berasal dari tanaman padi (Oryza sativa), salah satu jenis tanaman serealia yang tumbuh subur di wilayah Indonesia. Berdasarkan Data Badan Pusat Statistik dan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 2013, produksi beras Indonesia mengalami peningkatan kecuali pada tahun 2011 yang mengalami penurunan. Akan tetapi hal ini tidak berarti kebutuhan beras masyarakat Indonesia tercukupi. Salah satu penyebab pemenuhan kebutuhan beras tidak dapat mencukupi adalah ketidakseimbangan antara produksi beras dengan jumlah penduduk.

  Tingkat kebutuhan beras masyarakat Indonesia termasuk yang paling tinggi mencapai 139 kg/kapita/tahun dibandingkan dengan negara lain seperti Cina sekitar 90-100 kg/kapita/tahun, Malaysia 90 kg/kapita/tahun, Brunei Darussalam 80 kg/kapita/tahun, Jepang 70 kg/kapita/tahun dan konsumsi beras dunia 60 kg/kapita/tahun (Nurhayat, 2013) .

  Kekurangan hasil produksi beras Indonesia dipenuhi pemerintah dengan cara mengimpor beras sebanyak 826 ribu ton/tahun 2012 (Christianto, 2013) dan menghabiskan anggaran belanja sampai milyaran rupiah. Pemerintah juga melakukan usaha-usaha peningkatan produksi padi lokal dengan penggunaan bibit unggul, perbaikan irigasi, memperluas tanah persawahan dan usaha lainnya agar peningkatan produksi padi mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia.

  Selain itu, untuk menghadapi ketidakseimbangan antara produksi padi dengan konsumsi masyarakat, para ahli gizi dan teknologi pangan mengenalkan dan mengembangkan pangan pengganti beras seperti ubi jalar, ubi kayu, sagu, jagung, kentang dan serealia lain. Hal ini didukung oleh beberapa peraturan dan perundang-undangan Indonesia yang mengatur penganekaragaman pangan. Salah satu cara penganekaragaman pangan adalah dengan meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mengkonsumsi pangan beragam dengan prisip gizi seimbang (PP Ketahanan Pangan No 62 Tahun 2002 Pasal 9 Ayat 2). Undang-Undang No 7 Tahun 1996 tentang Pangan dan Pedoman Umum Penganekaragaman Pangan yang telah disusun juga turut mendukung sosialisasi pentingnya penganekaragaman pangan pengganti beras (Hidayah, 2011).

  Penganekaragaman pangan atau yang disebut juga diversifikasi pangan adalah salah satu usaha yang dilakukan untuk menurunkan tingkat konsumsi beras dengan pengenalan pangan pengganti beras. Selain pengenalan bahan pangan lain pengganti beras, banyak juga penelitian yang telah dilakukan dalam pembuatan beras analog dari bahan pangan lain pengganti beras.

  Pangan pengganti beras yang banyak dikenal dan dikonsumsi masyarakat Indonesia adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar dan kentang. Bahan pangan tersebut mengandung karbohidrat yang cukup tinggi, penyumbang kalori yang besar dan membuat rasa kenyang. Semua bahan pangan tersebut memiliki kandungan zat gizi tertentu yang lebih besar dibandingkan dengan beras. Ubi kayu memiliki kandungan kalsium dan vitamin C yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras dan ubi jalar mengandung vitamin A yang lebih tinggi dibandingkan dengan beras dan memiliki beberapa kelebihan karena kandungan beberapa jenis antioksidan.

  Ada beberapa penelitian yang mengembangkan pangan pokok di Indonesia, seperti pembuatan brownis dari tepung ubi kayu. Tepung ubi kayu digunakan untuk mensubsitusi tepung terigu dalam pembuatan brownis. Penelitian tersebut terdiri dari dua uji coba, yaitu menggunakan 100% tepung ubi kayu dan pencampuran tepung terigu dan tepung ubi kayu dengan perbandingan 1 : 1 (Pulungan, 2013).

  Roti tawar adalah salah satu makanan yang banyak dikonsumsi masyarakat roti tawar dikonsumsi saat sarapan ditambah susu atau teh. Roti tawar adalah makanan yang diolah dari tepung terigu yang masih diimpor. Zuraida dan Supriati (2008) dalam Hardoko, dkk (2010) menyatakan ubi ungu memiliki kadar abu dan kadar serat yang lebih tinggi, serta kandungan karbohidrat dan kalori yang hampir setara dengan tepung terigu sehingga dapat dimanfaatkan untuk mensubsitusi tepung terigu dalam pembuatan roti tawar sebagai makanan sumber karbohidrat dan kalori di Indonesia.

  Penganekaragaman bahan pangan seperti beberapa contoh di atas sudah dilakukan tetapi masih perlu ditingkatkan karena pola konsumsi masyarakat sumber karbohidrat masih mengutamakan beras. Kendala yang dihadapi dalam penganekaragaman pangan ini adalah dukungan besar terhadap beras dalam pola makan berbasis nasi yang menyebabkan citra produk pangan selain beras masih sangat rendah. Menghadapi kendala di atas ahli teknologi pangan mulai mengembangkan pembuatan beras yang dibuat dari pangan lain yang dikenal dengan sebutan beras analog.

  Salah satu penelitian yang mengembangkan beras analog adalah penelitian yang dilakukan Hasnelly, dkk (2013). Beras analog yang dibuat berbahan dasar beberapa jenis ubi jalar, seperti ubi jalar putih, ubi jalar jingga, ubi jalar ungu dan ubi jalar organik. Jenis-jenis ubi jalar tersebut menghasilkan beras dengan variasi warna yang beragam.

  Proses pembuatan beras analog yang dilakukan Hasnelly dibuat dengan cara mencuci ubi jalar dan kemudian dikukus dengan tujuan untuk menguapkan Setelah dikupas, ubi jalar ditimbang dan kemudian dicampur dengan 20% tepung tapioka dan 10% tepung beras menjadi adonan. Kemudian adonan dibentuk menjadi untaian dengan diameter 2 mm dan untaian tersebut dipotong-potong dengan ukuran panjang 1 cm. Butiran yang dibuat dari adonan tepung ubi jalar, tepung tapioka dan tepung beras tersebut kemudian dikeringkan dengan suhu

  70 C selama 2 jam. Butiran kering ini disebut beras analog karena bentuknya mirip beras padi.

  Desa Tanjung Beringin merupakan salah satu wilayah pedesaan di Kecamatan Sumbul, Kabupaten Dairi. Jumlah penduduk di desa tersebut diperkirakan 703 kepala keluarga dan seluruh keluarga mengkonsumsi beras sebagai pangan pokok . Sebagian besar penduduk desa ini hidup sebagai petani dengan rata-rata tingkat perekonomian menengah ke bawah. Secara geografis, desa Tanjung Beringin berada di wilayah pegunungan dengan dataran yang berbukit-bukit sehingga masyarakat di desa tersebut mengolah tanah dengan cara berladang. Jenis tanah yang ada di desa ini sangat mendukung produksi bahan pangan pokok selain padi seperti jagung, ubi kayu, ubi jalar, dan kentang. Ubi kayu adalah tanaman pokok yang paling sering ditanam masyarakat desa ini. Hampir seluruh petani menanam ubi kayu yang dimanfaatkan sebagai makanan selingan dan makanan ternak.

  Konsumsi makanan pokok selain beras kurang populer di masyarakat desa Tanjung Beringin. Hal ini terlihat dari pemanfaatan yang kurang maksimal dari bahan pangan tersebut. Misalnya, selain untuk dipasarkan, pemanfaatan jagung pemanfaatan lain sebagai pakan ternak. Sama halnya dengan jagung, ubi jalar dan ubi kayu sering diolah sebagai konsumsi selingan minimal sekali seminggu oleh penduduk desa dengan cara digoreng, direbus, dibakar atau dijadikan olahan seperti kolak.

  Dilihat dari penelitian yang pernah dilakukan dalam pembuatan beras analog, desa ini cukup potensial untuk pengembangan beras analog karena konsumsi pangan pokok masyarakat yang sangat bergantung pada ketersediaan beras dan hal ini didukung ketersediaan bahan pangan pokok sebagai dasar pembuatan beras analog.

  Berdasarkan pemaparan di atas, penulis ingin mengetahui daya terima beras analog dari tepung ubi jalar di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2014 mengingat bahwa beras dengan beras analog memiliki rasa, warna, aroma, tekstur dan juga bentuk yang berbeda.

1.2. Perumusan Masalah

  Berdasarkan informasi yang ada di bagian latar belakang, dapat dilihat bahwa permasalahan dalam penelitian ini adalah bagaimana daya terima beras analog dari tepung ubi kayu sebagai pangan pokok di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara pada Tahun 2014.

1.3. Tujuan Penelitian

  1.3.1 Tujuan Umum

  Mengetahui daya terima beras analog dari tepung ubi kayu sebagai pangan pokok dengan uji organoleptik di Desa Tanjung Beringin Kecamatan Sumbul Kabupaten Dairi Provinsi Sumatera Utara Tahun 2014.

  1.3.2 Tujuan Khusus

  Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah untuk mengetahui potensi pengembangan beras analog dari tepung ubi kayu di desa Tanjung Beringin

1.4 Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai informasi untuk pengembangan beras analog dari tepung ubi kayu berdasarkan penerimaan masyarakat.

2. Sebagai peningkatan pengetahuan bagi penulis mengenai program diversifikasi pangan.

  3. Sebagai bahan penyuluhan pengenalan pangan beras analog yang dibuat dari bahan pangan pokok lain bagi masyarakat Indonesia yang terbiasa mengkonsumsi beras.

Dokumen yang terkait

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang - Hubungan Kinerja Kader Posyandu, Karakteristik dan Partisipasi Ibu dengan Status Gizi Balita di Kecamatan Bandar Kabupaten Bener Meriah

0 0 12

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Maloklusi - Prevalensi Maloklusi Berdasarkan Relasi Skeletal pada Kasus Pencabutan dan Non-Pencabutan di Klinik PPDGS Ortodonti FKG USU

1 2 21

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA Salzmann mendefinisikan oklusi dalam ortodonti sebagai perubahan inter - Prediksi Leeway space dengan menggunakan metode Tanaka-Johnston pada murid Sekolah Dasar Suku Batak di Kota Medan

0 0 16

2.1 Bahan Medikamen dalam Perawatan Saluran Akar - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 17

BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang - Efek Antibakteri Ekstrak Etanol Daun Afrika (Vernonia amygdalina) sebagai Bahan Alternatif Medikamen Saluran Akar terhadap Porphyromonas gingivalis (In Vitro)

0 0 6

Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 18

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Pernafasan - Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 12

Perbedaan Inklinasi Insisivus Pada Pasien Maloklusi Klas I Dan Klas II Skeletal Dengan Pola Pernafasan Normal dan Pernafasan Melalui Mulut

0 0 14

1. Mohon kesediaan Saudara untuk mengisi angket dengan memberikan identitas dan jawaban Saudara. 2. Berilah tanda silang (X) pada jawaban yang menurut Saudara paling tepat. - Pengaruh Pemberian Tugas Oleh Guru Kepada Siswa Terhadap Pemanfaatan Koleksi Pad

1 1 31

BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Perpustakaan Sekolah - Pengaruh Pemberian Tugas Oleh Guru Kepada Siswa Terhadap Pemanfaatan Koleksi Pada Perpustakaan Madrasah Aliyah Negeri (MAN) 1 Medan

0 0 29