BAB 1 PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tamb

BAB 1 PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

  Perilaku seksual remaja saat ini sudah menjadi masalah dunia. Tidak dapat dipungkiri kenyataan bahwa remaja sekarang sudah berperilaku seksual secara bebas.

  Perilaku seksual menurut Sarwono (2006) adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan sesama jenis. Bentuk perilaku seksual dapat berupa perasaan tertarik, berkencan, bercumbu, masturbasi dan bersenggama. Sebagian dari perilaku seksual remaja mempunyai dampak yang serius yang dapat mengakibatkan terjadinya perasaan bersalah, depresi, marah, kehamilan yang tidak diinginkan, penyakit kelamin, penyakit menular dan HIV/AIDS serta aborsi.

  Survei Nasional Amerika Serikat melaporkan bahwa sebanyak 60,7% laki-laki dan 62,3% perempuan telah melakukan hubungan seksual semenjak duduk di kelas 3 SMA. Persentase tersebut menunjukkan meningkatnya penyebaran HIV dan PMS (Penyakit Menular Seksual) di kalangan remaja. Di Amerika Serikat, remaja merupakan kelompok utama dalam penyebaran AIDS; dilaporkan bahwa 25% kasus PMS setiap tahunnya terjadi pada remaja dan setengah dari remaja yang terinfeksi HIV telah terinfeksi sebelum usia mereka mencapai 25 tahun (Donenberg et al., 2006). Hasil penelitian di Amerika Serikat pada tahun 1995, menunjukkan 40% remaja perempuan usia 15 sampai 19 tahun telah melakukan hubungan seksual aktif

  1

  (Singh et al., 1999), serta pada tahun 2001 ditemukan 45,6% pelajar sekolah menengah telah melakukan hubungan seksual aktif (Irwin et al., 2002). Jones (2005) mengungkapkan data bahwa dalam 20 tahun terakhir, terdapat peningkatan besar jumlah remaja putri yang berhubungan kelamin seperti di Inggris, Amerika Serikat, Kanada, dan Australia. Sekitar 17% remaja putri berhubungan kelamin sebelum usia 16 tahun, dan ketika mencapai usia 19 tahun, ¾ remaja putri pernah sekurang- kuranganya satu kali berhubungan kelamin.

  Perilaku seksual remaja Indonesia dipengaruhi oleh informasi teknologi seperti internet, televisi, multimedia, gaya hidup glamour dan sebagainya. Remaja mengadopsi gaya hidup, sikap dan perilaku yang liberal terutama tentang seksualitas melalui media tersebut sementara pengetahuan tentang kesehatan reproduksi masih kurang. Meningkatnya dorongan seksual menyebabkan remaja mencari informasi seksual secara sembunyi-sembunyi karena dianggap bertentangan dengan norma sehingga terjerumus dalam persoalan seksualitas yang kompleks seperti hamil diluar nikah dan penyakit menular seksual (Novita, 2006).

  Kondisi serupa terjadi di negara berkembang, remaja memiliki risiko tinggi terpapar PMS, HIV dan KTD (Kehamilan Tidak Diinginkan). Setengah dari pengidap HIV di negara berkembang adalah perempuan yang berusia kurang dari 25 tahun. Selain itu, lebih dari 13 juta remaja perempuan di negara berkembang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan setiap tahunnya (Speizer etal., 2003).

  Masa remaja merupakan tahap kehidupan dimana orang mencapai proses kematangan emosional, psiko-sosial, dan seksual, yang ditandai dengan mulai berfungsinya organ reproduksi dan segala konsekuensinya (Sawyer & Roberts, 1999). Perkembangan seksual masa remaja ditandai dengan menstruasi pada wanita dan mimpi basah pada pria (Hurlock,1994). Salah satu isu penting yang dihadapi remaja sehubungan dimulainya kematangan seksual dan berfungsinya alat reproduksi adalah risiko terjadinya hubungan seksual menyimpang dan tidak aman, karena remaja tidak tahu tentang kesehatan reproduksi dari sumber yang benar dan cara yang tepat (Suzuki et al., 2006).

  Berdasarkan Data Survey Kesehatan Reproduksi Remaja Indonesia (SKRRI, 2007) menunjukkan bahwa remaja (15-24 tahun) pernah melakukan hubungan seksual pranikah (perempuan 2,7% dan laki-laki 14,2%). SKRRI pun melanjutkan analisanya dengan memetakan beberapa faktor yang mempengaruhi remaja melakukan seks pranikah yaitu pengaruh teman sebaya atau punya pacar, punya teman yang setuju dengan hubungan seks pranikah dan punya teman yang mendorong untuk melakukan seks pranikah.

  Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2007 tercatat 4,2% dari remaja telah melakukan hubungan seks sebelum mereka menikah dan data menunjukkan bahwa para remaja melakukan seks untuk pertama kali dalam usia relatif muda. Sebagian besar atau 70,2% dilakukan oleh remaja berusia antara 15-19 tahun dan 24,4%, remaja usia 20-24 tahun. Meskipun demikian, 5,4% remaja yang berusia 10-14 tahun juga ada dalam kelompok dimaksud.

  Data Surveilans Terpadu Biologis dan Perilaku (STBP) pada kelompok resiko tinggi di Indonesia pada tahun 2011 dengan responden siswa SMA menemukan 3 temuan kunci perilaku kelompok berisiko. Temuan kunci pertama, masih rendahnya pengetahuan komprehensif di kalangan remaja, hanya 22.30% responden yang memiliki pengetahuan komprehensif. 7,23% responden pernah berhubungan seks dan 51,18% diantaranya menggunakan kondom, 0,4% responden pernah menggunakan napza suntik. Temuan kedua bahwa sebanyak 7% remaja mengaku pernah berhubungan seksual. Dari remaja tersebut, 51% menjawab menggunakan kondom pada hubungan seks terakhir, dan 100% menggunakan kondom secara konsisten dalam hubungan seks setahun terakhir. Temuan ketiga, dari remaja yang pernah menggunakan napza, 11% diantaranya pernah menggunakan napza suntik (Kandun, 2011).

  Hasil penelitian Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) tahun 2004 di Yogyakarta menunjukkan perilaku seksual remaja dalam berpacaran antara lain meraba-raba payudara (45,5%), pernah melakukan hubungan seksual (12,1%) dan 75% mengaku sudah melakukan hubungan seksual 2-3 kali.

  Dari hasil sebuah penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR) Medan, Sumatra Utara. Hasil penelitian itu menyebutkan ada lima tahapan yang sering dilakukan oleh remaja yaitu dalam prilaku seks bebasnya yakni dating, kissing, necking, petting dan coitus. Diperoleh data bahwa hampir 40 persen remaja sudah pernah melakukan hubungan seks. Penelitian PKBI DI Jogjakarta selama tahun 2001 menunjukkan data angka sebesar 722 kasus kehamilan tidak diinginkan pada remaja. Menurut Fakta HAM 2002 data PKBI Pusat menunjukkan 2,3 juta kasus aborsi setiap tahun di mana 15 persen di antaranya dilakukan oleh remaja (belum menikah). Faktor penyebab dari perilaku tersebut antara lain, lanjutnya, yaitu semakin panjangnya usia remaja, informasi tentang seks yang terbatas, melemahnya nilai-nilai keyakinan serta lemahnya hubungan dengan orang tua(Yuwono,2001)(Riaupos, 2011).

  Penelitian Nursal (2007) di SMU Negeri di Padang menunjukkan sebanyak 58 orang (16.6%) murid SMU Negeri di Padang berperilaku seksual berisiko,diantaranya 15 orang (4,3%) telah melakukan hubungan seksual. Alasan terbanyak yang dikemukakan adalah untuk mengungkapkan kasih sayang (80%), tempat tersering adalah rekreasi (53,3%)dan rumah (46,7%). Semua responden melakukan hubungan seksual dengan pacarnya (100%). Hampir setengah responden menyatakan hubungan seksual dimulai oleh keduanya (46,7%).

  Sementara itu hasil penelitian yang dilakukan oleh Harmaini tahun 2010 pada siswa-siswa SMA-SMK di Kota Pekanbaru dari 329 subyek penelitian di antara hasil penelitian adalah 68 persen sumber informasi tentang seks tidak didapatkan dari orang tua dan guru tapi dari buku porno, VCD/DVD, teman sebaya, internet dan novel. Ini menunjukkan bahwa akan terjadi penyimpangan informasi tentang seks pada remaja. Selanjutnya sudah sejauh mana perilaku seks remaja dalam berpacaran, hasil yang didapatkan adalah pelukan sebanyak 175 subyek (53 persen), berciuman 183 subyek (55 persen), meraba payudara sebanyak 65 subyek (19 persen) memegang alat kelamin sebanyak 40 subyek (12 persen) dan yang sudah melakukan hubungan badan atau intim sebanyak 28 orang (8 persen) (Riaupos,2011).

  Beberapa penelitian yang dilakukan mengenai risiko perilaku seksual remaja, diasumsikan ada tiga faktor yang mempengaruhi adanya kekhawatiran terjadinya risiko seksual pada remaja. Pertama, suatu kecenderungan remaja mengalami kematangan seksual lebih awal karena pergaulan sosial yang sangat permisif dan usia pernikahannya semakin lama tertunda karena lamanya masa sekolah, dari sekolah dasar sampai perguruan tinggi (Gubhaju, 2002). Kedua, banyak remaja tidak tahu bagaimana cara mencari informasi yang benar tentang kesehatan reproduksi, baik di sekolah (teman sebaya) maupun di rumah (orang tua). Peluang diskusi mengenai kesehatan reproduksi sangat terbatas, bahkan banyak orangtua dan guru menganggap bicara mengenai seks itu tabu (Aras et al., 2007). Ketiga, semakin meningkatnya arus globalisasi teknologi informasi membuat akses remaja terhadap sumber informasi seksual dari media yang keliru, baik cetak maupun elektronik, semakin meningkat terutama dari internet (Ajuwon, 2006). Tiga faktor di atas jelas mempengaruhi tendensi perilaku seksual remaja pranikah.

  Berbagai upaya telah dilakukan untuk merespon masalah remaja, antara lain melalui program di sekolah, masyarakat, keluarga dan kelompok sebaya. Dari berbagai upaya tersebut, keluarga terutama pola asuh orangtua, telah diidentifikasi sebagai pengaruh yang sangat penting dalam membentuk sikap dan perilaku seksual remaja. Proses pola asuh orangtua meliputi kedekatan orangtua-remaja, pengawasan orangtua dan komunikasi orangtua-remaja tentang topik seksualitas. Di antara proses pola asuh tersebut, komunikasi orangtua-remaja tentang seksualitas telah diketahui merupakan pengaruh yang paling penting dan signifikan terhadap sikap dan perilaku seksual remaja (Hutchinson & Montgomery, 2007).

  Perilaku seks bebas pada remaja tidak terjadi secara tiba-tiba. Hal ini terjadi akibat atau merupakan penumpukan perilaku interaksi keseharian remaja dengan keluarga. Oleh karena itu orangtua wajib untuk selalu berkomunikasi dan memperhatikan perkembangan putra-putrinya. Sulit remaja berkomunikasi, khususnya dengan orangtua, pada akhirnya akan menyebabkan perilaku seksual yang tidak diharapkan. Semakin jelek taraf komunikasi antara anak dan orangtua, maka semakin besar kemungkinan remaja untuk melakukan tindakan seksual (Sarwono,2006).

  Komunikasi efektif orangtua - remaja telah diidentifikasi sebagai strategi utama dalam meningkatkan perilaku seksual bertanggung jawab dan pengalaman seksual yang minim pada remaja (Burgess et al., 2005). Melalui komunikasi, orangtua seharusnya menjadi sumber informasi dan pendidik utama tentang seksualitas bagi remajanya. Namun demikian, orangtua sering menghadapi kesulitan untuk membicarakan masalah seksual kepada remajanya, begitu pun sebaliknya (Kirby & Miller, 2002). Diskusi terbuka tentang seksualitas menjadi sulit bagi orangtua maupun remaja oleh karena pantangan sosial budaya di sekitarnya (Miller & Whitaker, 2001).

  Dari hasil peninjauan dan wawancara peneliti terhadap orang tua- remaja serta remaja tersebut dilapangan sebagian besar orangtua tidak mendiskusikan secara langsung mengenai hubungan seksual, tetapi hanya memberitahukan bahwa pada umur puberitas akan mendapatkan haid atau mimpi basah. Mereka masih menganggap hal demikian masih tabu untuk diceritakan dan juga ketidaktahuan orang tua terhadap kesehatan reproduksi. Sehingga remaja lebih banyak mendapat informasi dari luar seperti teman sebaya, media elektronik dan lain-lain. Berkaitan dengan hal tersebut, orangtualah yang dianggap mempunyai peran penting dalam membentuk sikap remaja. Pembentukan sikap dapat dilakukan oleh orangtua melalui pendidikan seks untuk meningkatkan pengetahuan remaja tentang seksualitas. Mohammadi et al. (2006) mengemukakan bahwa remaja yang memiliki kesulitan berkomunikasi dengan orangtuanya tentang masalah seksualitas, mereka cenderung memiliki sikap permisif (serba boleh) terhadap hubungan seksual.

  Perkembangan remaja tidak hanya dipengaruhi oleh satu faktor, tetapi banyak faktor di dalam kehidupan mereka. Kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama bagi mereka untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi tentang seks. Karena remaja lebih banyak berada diluar rumah bersama- sama teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar pengaruhnya. Misalnya sebagian besar remaja mengetahui bahwa bila mereka memakai model pakaian yang sama dengan pakaian anggota kelompok yang populer, maka kesempatan baginya untuk diterima oleh kelompok menjadi lebih besar. Demikian pula bila anggota kelompok mencoba merokok, minum alkohol, obat –obat terlarang, seks bebas, maka remja cenderung mengikutinya tanpa memperdulikan akibat dari perilakunya tersebut (Hurlock, 2003).

  Hasil wawancara tersebut di atas didukung oleh data SKRRI 2002- 2003, yang menunjukkan bahwa di Indonesia orangtua belum dijadikan sebagai sumber utama bagi remaja dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi. Sebanyak 45,2% remaja perempuan dan 56,5% remaja laki-laki usia 15-24 tahun menerima informasi mengenai perubahan fisik pada anak laki-laki atau anak perempuan saat pubertas dari teman sebayanya, sedangkan yang bersumber dari orangtuanya hanya sebesar 33,5% remaja perempuan dan 14,6% remaja laki-laki (BPS et al., 2003). Survei yang dilakukan oleh LDFE-UI(Lembaga Demografi Fakultas Ekonomi-Unuversitas Indonesia), dan BKKBN tahun 2002, memberikan gambaran bahwa persentase remaja yang mendapatkan informasi tentang isu kesehatan reproduksi oleh keluarga (orangtua atau anggota keluarga lain) relatif sedikit; sebanyak 42,2% remaja menerima informasi tentang haid, yang mendapatkan penjelasan tentang penyakit menular seksual sebanyak 16,9% dan hanya 15,5% remaja yang menerima informasi tentang hubungan suami istri. Data tersebut di atas mengindikasikan bahwa orangtua belum dijadikan sumber utama bagi remaja dalam memperoleh informasi kesehatan reproduksi.

  Alasan orangtua tidak bersedia membicarakan topik tersebut dengan remajanya antara lain karena: (1) orangtua merasa bahwa hal tersebut adalah tanggung jawab orang lain; (2) merasa malu dan (3) kurang memahami topik yang dibicarakan (Burgess et al., 2005). Ketika orangtua berdiskusi tentang seksualitas dengan anak remajanya, sebagian besar orangtua cenderung menunjukkan sikap bertahan, sikap menghindar, kurang mendukung dan berorientasi pada aturan (Martino et al., 2008).

  Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa komunikasi orangtua- remaja merupakan salah satu bentuk proses pola asuh yang memiliki pengaruh penting terhadap pembentukan sikap dan perilaku seksual remaja. Orangtua memegang peranan penting untuk mencegah hubungan seksual pranikah pada remaja melalui komunikasi antara orangtua dengan remaja tentang isu seksualitas.

  Selain itu kehadiran teman sebaya (peer group) menjadi pusat informasi utama bagi mereka untuk mencari tahu akses agar dapat memperoleh informasi tentang seks. Karena itu, media sangat berperan dalam membentuk perspektif seorang remaja dalam memahami masalah seks. Remaja lebih banyak berada di luar rumah bersama dengan teman-teman sebaya sebagai kelompok, maka dapatlah dimengerti bahwa pengaruh teman-teman sebaya pada sikap, pembicaraan, minat, penampilan, dan perilaku lebih besar daripada pengaruh keluarga (Hurlock, 2003).

  Salah satu fenomena yang melanda Kabupaten Kampar yang dikenal dengan Kota Serambi Makkah saat ini adalah tingginya kasus Nikah karena “Kecelakaan” atau hamil diluar nikah. Bahkan ada salah satu Kecamatan di Kabupaten Kampar dari 10 pasang pengantin hanya tiga pasangan yang murni menikah tampa kasus. Kondisi tersebut sangat meresahkan masyarakat Kampar, sehingga perlu adanya upaya-upaya untuk menekan tingginya kasus tersebut. Ini menggambarkan bahwa betapa banyaknya remaja melakukan pernikahan dini disebabkan kehamilan yang tidak diinginkan. Yang kesemuanya ini disebabkan oleh kegiatan seks bebas di kalangan remaja dan mahasiswa (IPKB, 2012).

  Berdasarkan data yang diperoleh dari Badan Penasehat Perkawinan dan Penyelesaian Perceraian (BP4) Kecamatan Tambang Kabupaten Kampar tahun 2012 tercatat sebanyak 632 perkawinan. Dari jumlah tersebut, sebanyak 201 orang perempuan (31,8%) melakukan perkawinan dibawah usia 20 tahun di 17 desa Kecamatan Tambang dari jumlah tersebut ada beberapa kasus remaja putri tersebut telah hamil diluar nikah, dari data tersebut tidak semua yang tercatat di BP4 karena beberapa dari pasangan yang hamil diluar nikah tidak melakukan pernikahan di kantor BP4.

  Sehingga penulis tertarik untuk meneliti perilaku remaja terhadap seks pranikah dengan memilih judul “ Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013”

1.2. Permasalahan

  Orangtua memegang peranan penting untuk mencegah hubungan seksual pranikah pada remaja melalui komunikasi antara orangtua dengan remaja tentang isu seksualitas. Namun demikian, orangtua masih menganggap masalah seksualitas adalah hal yang tabu untuk dibicarakan dengan remaja. Sehingga remaja mencari informasi dari luar seperti media elektronik dan media cetak serta teman sebayanya. Jika remaja tidak mendapatkan informasi kesehatan reproduksi yang benar dan sesuai dengan perkembangan usianya, padahal informasi tersebut dapat mempengaruhi pengetahuan yang diikuti dengan sikap dan perilakunya. Sehingga permasalahan yang akan diteliti yaitu Apakah ada pengaruh Antara Komunikasi Orangtua - Remaja dan Teman Sebaya Terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013”

  1.3. Tujuan Penelitian

  Tujuan penelitian ini yaitu untuk menganalisis pengaruh komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya terhadap perilaku seks pranikah pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau tahun 2013.

  1.4. Hipotesis

  Ada pengaruh komunikasi orangtua-remaja dan teman sebaya terhadap perilaku seks pranikah pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau tahun 2013.

  1.5. Manfaat Penelitian 1.

  Sebagai bahan pertimbangan bagi pembuat kebijakan dilingkungan Depertemen Pendidikan Nasional untuk menambah kurikulum pendidikan, tentang Pendidikan Kesehatan Reproduksi di SMPN dan MTSN.

  2. Sebagai bahan masukan bagi puskesmas khususnya dan pembuat kebijakan dilingkungan Dinas Kesehatan Kabupaten Kampar untuk mengembangkan program kesehatan reproduksi bagi remaja.

  3. Sebagai bahan informasi bagi aparat pemerintah di Kecamatan Tambang dalam menyikapi maraknya pergaulan bebas agar dapat dilakukan pengendalian dan pencegahan perilaku seks pranikah pada remaja.

  4. Penelitian ini secara fundamental bermanfaat bagi perubahan perilaku remaja, khususnya remaja putri dari perilaku seks pranikah menjadi perilaku sehat dalam berhubungan dengan lawan jenis 5. Sebagai pengembangan wawasan penelitian dalam bidang penelitian kesehatan reproduksi remaja khususnya perilaku seks pranikah

Dokumen yang terkait

I. Identitas Responden - Pengaruh Pelaksanaan Audit Manajemen Terhadap Produktivitas Sumber Daya Manusia (Studi Kasus pada PT. Bank Sumut Pusat)

0 0 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Pustaka - Pengaruh Pelaksanaan Audit Manajemen Terhadap Produktivitas Sumber Daya Manusia (Studi Kasus pada PT. Bank Sumut Pusat)

0 0 22

Pengaruh Pelaksanaan Audit Manajemen Terhadap Produktivitas Sumber Daya Manusia (Studi Kasus pada PT. Bank Sumut Pusat)

0 0 11

Lampiran : 1 Kuesioner Penelitian Persepsi Pengusaha di Kota Medan Terhadap Kebijakan Bank Indonesia Tentang Lindung Nilai (Hedge) Kepada Yth : Bapak Ibu

0 0 13

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Pengusaha Kota Medan Tentang Kebijakan Bank Indonesia Tentang Lindung Nilai (Hedge)

0 0 15

BAB 2 LANDASAN TEORI 2.1. Sistem Pendukung Keputusan (SPK) - Implementasi Metode Naive Bayes Dalam Menentukan Posisi Ideal Pemain dalam Sepakbola Berbasis Android (Studi Kasus : Talenta Soccer Rantauprapat)

0 0 16

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perairan Laut Belawan - Keanekaragaman dan Distribusi Plankton di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan

0 0 8

Keanekaragaman dan Distribusi Plankton di Perairan Muara Desa Belawan I Kecamatan Medan Belawan

0 0 13

Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 0 20

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Konsep Remaja 2.1.1. Definisi Remaja - Pengaruh Antara Komunikasi Orangtua-Remaja dan Teman Sebaya terhadap Perilaku Seks Pranikah Pada Remaja Putri di SMPN dan MTSN Kecamatan Tambang Riau Tahun 2013

0 2 49