Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai (Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers) Oleh : Maulina Putri Nor Azizah 652013035 TUGAS AKHIR - Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Karakteristik Isoterm S
Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai
(Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers)
Oleh : Maulina Putri Nor Azizah 652013035 TUGAS AKHIR
Diajukan kepada Program Studi Kimia, Fakultas Sains dan Matematika guna memenuhi sebagian dari persyaratan untuk mencapai gelar Sarjana Sains (Kimia)
Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 2017
iii
Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai
(Moisture Sorption Isotherm Characteristic of Soy Crackers)
1 2 Maulina Putri Nor Azizah 2 , Sri Hartini
, Margareta Novian Cahyanti
1 Mahasiswa Program Studi Kimia, 2 Dosen Program Studi Kimia Fakultas Sains dan Matematika, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga
Jalan Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia
ABSTRACT
The research was aimed to obtain moisture isotherm sorption curve of soy crackers,predict it using mathematic models and to obtained moisture isotherm sorption characteristic of soy crackers related to its stability. The curved of moisture sorption isotherm
was resulted by plotting water activity value (a w ) and equilibrium moisture content (M e ) using seven salt with RH value at range of 10-94%. There were three models of sorption isotherm tested, namely, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) and Caurie model .The result shown that moisture sorption isotherm curve is sigmoid shape (type 2)
C temperature sequentially 2.51% , 3.04% and 3.60%. The fraction of primary water for GAB models at a temperature of
and best fit models is GAB with MRD value at o 30 C, 35 C, and 40
30 o C, 35 C and 40 C sequentially were 3.90%; 3.96%; 4.35%. As for the BET model were 4.35%; 2.95%; 3.04% and Caurie model were 3.56%; 1.06%; 3.20%. Secondary and tertiary water fraction were 41.93% and 86.76%. Value of enthalpy and entropy decreased with
oo
increasing water content equilibrium and surface area sorption at a temperature of 30 o C, 35 C
and 40 2 C sequentially were 81.29; 24.64; 75.09 (m /g).
Keywords: mathematic model, moisture isotherm sorption, soy crackers
PENDAHULUAN
Dusun Gading, Desa Tuntang merupakan salah satu sentra kerupuk di Kabupaten Semarang. Jenis kerupuk yang diproduksi salah satunya adalah kerupuk kedelai (Desa Tuntang, 2014). Selama masa penyimpanannya, kerupuk akan mengalami proses penyerapan uap air dari lingkungan sehingga akan menyebabkan produk tersebut mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2000). Semakin tinggi uap air yang diserap oleh suatu produk akan mengakibatkan kadar air dan aktivitas air (a w ) pada bahan pangan tersebut tinggi.
Isoterm sorpsi air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu yang sama (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Selain mengindikasikan nilai aktivtas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki hubungan yang erat dengan stabilitas bahan pangan pada berbagai kondisi penyimpanan dan kebutuhan proses pengemasan produk pangan untuk menjaga kestabilan masa Isoterm sorpsi air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu yang sama (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Selain mengindikasikan nilai aktivtas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki hubungan yang erat dengan stabilitas bahan pangan pada berbagai kondisi penyimpanan dan kebutuhan proses pengemasan produk pangan untuk menjaga kestabilan masa
Di luar Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air sudah banyak dikembangkan tetapi untuk produk kerupuk tidak dijumpai karena kerupuk merupakan makanan asli Indonesia. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa dengan kerupuk yaitu tentang keripik atau chips yang dilakukan oleh beberapa peneliti yakni ; Kanopacka et al. (2002) tentang keripik apel bebas lemak, Tungsangprateep and Jindal (2004) tentang keripik singkong-udang, Liu-Ping et al. (2005) tentang keripik wortel, dan Sirpatrawan (2009) tentang crackers beras. Sedangkan di Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air masih sangat sedikit terlebih dengan topik kerupuk. Banoet (2006) melakukan penelitian tentang isoterm sorpsi air dan pendugaan umur simpan kerupuk udang dan penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Budijanto dkk. (2010) tentang keripik tortila dan Rosalina dan Silvia (2015) tentang keripik ikan beledang. Sehingga penelitian tentang isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai merupakan suatu kebaruan di bidang penelitian karena hanya sedikit orang yang pernah mengkajinya. Berdasarkan latar belakang di atas, maka tujuan dari penelitian adalah :
1. Menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai.
2. Memprediksikan isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai menggunakan berbagai pemodelan matematika.
3. Menentukan karakteristik kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai yang berkaitan dengan stabilitasnya.
METODA PENELITIAN Bahan dan Piranti
Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kerupuk kedelai produksi masyarakat dusun Gading, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang. Bahan kimia yang digunakan meliputi akuades, NaOH, MgCl 2 ,K 2 CO 3 , Mg(NO 3 ) 2 , KI, NaCl, KCl. Piranti yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, cawan porselin, hygrometer, moisture analyzer, glass container inkubator neraca analitik Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kerupuk kedelai produksi masyarakat dusun Gading, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang. Bahan kimia yang digunakan meliputi akuades, NaOH, MgCl 2 ,K 2 CO 3 , Mg(NO 3 ) 2 , KI, NaCl, KCl. Piranti yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, cawan porselin, hygrometer, moisture analyzer, glass container inkubator neraca analitik
Metode Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)
Sampel kerupuk sebanyak ± 0,5 gram dimasukkan dalam cawan moisture analyzer. Moisture analyzer dinyalakan kemudian ditutup dan ditunggu sampai berbunyi. Hasil kadar air yang diperoleh dicatat.
Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004)
Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam. Garam ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang
berisi air hangat suhu ± 50 o C dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut sempurna, maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut
lagi. Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 mL kemudian dimasukkan dalam sebuah glass container yang cukup untuk menampung larutan garam.
Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Sirpatrawan, 2009)
Masing-masing sampel sebanyak 2-3 gram disimpan dalam sorption container yang sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh. Sorption
container o tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 30 C, 35 C dan 40 C. Setiap hari sampel tersebut ditimbang sampai tercapai steady state (massa konstan ±
oo
0.001 g) . Setelah konstan, sampel tersebut kemudian diukur kadar airnnya menggunakan moisture analyzer.
Uji Ketepatan Model (Budijanto dkk., 2010)
Model yang diuji dalam penelitian yang dilakukan ada 3 macam yaitu BET, GAB dan Caurie. Model isoterm sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan : m i = kadar air hasil percobaan m pi = Kadar air hasil perhitungan n = jumlah data MRD < 5 : model tepat
5 < MRD < 10 : model agak tepat MRD > 10 : model tidak tepat.
Penentuan Karakteristik Kurva Isoterm Sorpsi Air Kerupuk Kedelai Karakteristik kurva isoterm sorpsi air kerupuk kedelai yang dianalisa meliputi fraksi air primer (kadar air monolayer) menggunakan pemodelan BET, GAB dan Caurie, fraksi air sekunder (kadar air multilayer), fraksi air tersier, entalpi dan entropi penyerapan air menggunakan persamaan Clausius-Clapeyron, dan luas permukaan penyerapan air menggunakan persamaan Caurie.
Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004) Pengulangan dilakukan sebanyak 5 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan garam dan data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non linier dengan berbagai pemodelan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Kurva Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai
Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan dengan cara menghubungkan data kadar air kesetimbangan (M e ) dengan aktifitas air (a w ) pada Tabel 1.
Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (a w ) dan Kadar Air
Kesetimbangan (M o
e ) pada Suhu 30
C, 35
C dan 40 C
Suhu o 30 C 35 C 40 C Garam
RH(%) a w Me(%bk) NaOH
RH(%)
a w Me(%bk)
RH(%)
a w Me(%bk)
39 0,39 3,28 ± 0,69 K 2 CO 3 45 0,45
46 0,46 3,81 ± 0,71 Mg(NO 3 ) 2 64 0,64
Berdasarkan Tabel 1, nilai kadar air kesetimbangan akan meningkat seiring dengan kenaikan nilai kelembapan relatif ataupun aktivitas air. Hal ini disebabkan karena terjadi transfer uap air dari lingkungan ke sampel yang bersifat higrokopis. Pada aktivitas air yang tinggi terjadi proses adsorpsi terhadap sampel sehingga kadar air kesetimbangan menjadi tinggi sedangkan pada saat aktivitas air yang rendah terjadi Berdasarkan Tabel 1, nilai kadar air kesetimbangan akan meningkat seiring dengan kenaikan nilai kelembapan relatif ataupun aktivitas air. Hal ini disebabkan karena terjadi transfer uap air dari lingkungan ke sampel yang bersifat higrokopis. Pada aktivitas air yang tinggi terjadi proses adsorpsi terhadap sampel sehingga kadar air kesetimbangan menjadi tinggi sedangkan pada saat aktivitas air yang rendah terjadi
Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai (Gambar 1) berbentuk sigmoid atau menyerupai bentuk S, sehingga kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai mendekati tipe II.
ir /M 10.00 A ir A /M n 10.00 n
d ar ga ar d ga Ka an b Ka b an ti m 0.00 ti m 0.00
Aktivitas Air (a Ke
Aktivitas Air (a w )
20.00 k) b
(% e
ir
A n 10.00 /M ar d ga
Ka an b m ti 0.00
Aktivitas Air (a w )
Gambar 1. Kurva Isoterm Sorpsi Air pada Kerupuk Kedelai pada Suhu 30◦C (A),
35◦C (B) dan 40◦C (C)
Menurut Winarno (1992), kurva berbentuk sigmoid paling umum dijumpai pada bahan pangan dan khas untuk masing-masing bahan pangan. Kerupuk kedelai dibuat dari terigu, tapioka, kedelai dan bahan penyusun lainnya. Bahan pangan yang mempunyai penyusun utama berupa tapioka dan kasein memperlihatkan pola sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu pola yang umum ditemui pada sistem pangan amorf (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Bentuk kurva yang sedikit sigmoid pada awal kurva disebabkan karena penyerapan air dari biopolimer dan akan meningkat secara tajam sebanding dengan peningkatan aktivitas air (Saravacos et al., 1986). Kurva isoterm Menurut Winarno (1992), kurva berbentuk sigmoid paling umum dijumpai pada bahan pangan dan khas untuk masing-masing bahan pangan. Kerupuk kedelai dibuat dari terigu, tapioka, kedelai dan bahan penyusun lainnya. Bahan pangan yang mempunyai penyusun utama berupa tapioka dan kasein memperlihatkan pola sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu pola yang umum ditemui pada sistem pangan amorf (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Bentuk kurva yang sedikit sigmoid pada awal kurva disebabkan karena penyerapan air dari biopolimer dan akan meningkat secara tajam sebanding dengan peningkatan aktivitas air (Saravacos et al., 1986). Kurva isoterm
Bentuk kurva yang sigmoid pada kerupuk kedelai sesuai dengan hasil yang dilaporkan Labuza et al. (1985) bahwa bahan pangan yang memiliki kadar air rendah umumnya memiliki kecenderungan kurva isoterm yang berbentuk sigmoid. Akan tetapi kemiringan kurva isoterm sorpsi yang sigmoid ini dapat berbeda-beda karena dipengaruhi oleh sifat alami bahan pangan, suhu kecepatan adsorpsi dan desorpsi yang terjadi selama penyimpanan (Fennema, 1985). Sebagaimana dijelaskan oleh Kusnandar dkk. (2010) bahwa tipe kurva isotermi setiap bahan pangan bervariasi tergantung seberapa besar sifat higroskopis dari pangan tersebut, yaitu terdiri dari sangat higroskopis, medium dan rendah. Sorpsi isotermis menggambarkan kemampuan higroskopis yang kompleks yang dipengaruhi oleh interaksi, baik fisik maupun kimia antara komponen-komponen bahan pangan tersebut dan juga diinduksi oleh proses pemanasan atau perlakuan awal lainnya. Bentuk sigmoid dari kurva sorpsi isotermis air pada kerupuk kedelai menggambarkan bahwa kemampuan higroskopis kerupuk kedelai berada pada Tipe II atau higroskopis medium. Hal ini berarti bahwa interaksi baik fisik maupun kimia antara komponen-komponen bahan pangan dari kerupuk kedelai adalah bersifat sedang.
Ketepatan Model yang Diuji
Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air kemudian diubah dalam berbagai model matematika untuk diprediksikan. Model yang
diprediksikan yaitu (Guggenheim Anderson deBoer) dengan y = dan x = a w , BET
(Brunauer Emmett Teller) dengan y = dan x = a w dan Caurie y = dan x
= ln( . Gambar 2 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi air model GAB
pada kerupuk kedelai dengan suhu 30 o C, 35 C, dan 40
C. Gambar 3 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi air model BET pada kerupuk kedelai dengan suhu
oo
30 o C, 35 C, dan 40
C serta Gambar 4 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi
air model Caurie pada kerupuk kedelai dengan suhu 30 o C, 35 C, dan 40 C.
Suhu 30
y = -0.1361x 2 + 0.0551x + 0.1153 R² = 0.9893
Suhu 35
y = -0.1441x 2 + 0.0813x + 0.0994 e R² = 0.9757
/M w 0.100
Suhu 40
y = 0.0209x 2 - 0.1634x + 0.1906 R² = 0.9754
GAB Suhu 30
GAB Suhu 35
GAB Suhu 40
Poly. (GAB Suhu 30)
Poly. (GAB Suhu 35)
Poly. (GAB Suhu 40)
Gambar 2. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air GAB pada Kerupuk Kedelai
e y = 0.4954x + 0.009
y = 0.6151x - 0.0477
y = 0.5216x + 0.0318
R² = 0.5955
a w 0.250 0.000
BET Suhu 30
BET Suhu 35
BET Suhu 40
Linear (BET Suhu 30)
Linear (BET Suhu 35)
Linear (BET Suhu 40)
Gambar 3. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air BET pada Kerupuk Kedelai
e -1.000
y = 0.6698x - 1.4483 R² = 0.9844
Suhu 35
y = 0.6214x - 1.4883
R² = 0.9772 -4.000
Suhu 40
ln (1-a w )/a w
y = 0.7251x - 1.3126 R² = 0.9653
Caurie Suhu 30
Caurie Suhu 35
Caurie Suhu 40
Linear (Caurie Suhu 30)
Linear (Caurie Suhu 35)
Linear (Caurie Suhu 40)
Gambar 4. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Caurie pada Kerupuk Kedelai
Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (M hit ) dihitung berdasarkan masing-masing persamaan regersi linier maupun non linier pada masing- masing pemodelan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil
percobaan (M e ) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (M hit ) dengan pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer) BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie.
Tabel 2. Nilai M e dan M hit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET
(Brunauer Emmett Teller) dan Caurie
Kadar Air Hasil Perhitungan (M hit )
Garam o Suhu 30 C Suhu 35 C Suhu 40 C M e GAB
M e GAB BET Caurie NaOH
3,02 2,73 2,70 K 2 CO 3 3,88
3,79 3,11 3,27 Mg(NO 3 ) 2 7,00
Penentuan nilai MRD dilakukan dengan cara membandingkan kadar air kesetimbangan hasil perhitungungan (M hit ) dengan kadar air kesetimbangan percobaan (M e ). Tabel 3 menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing pemodelan pada suhu
oo
30 o C, 35 C dan 40 C.
Tabel 3. o Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30 C, 35 C dan 40 C
Nilai MRD (%)
Pemodelan
30 o C 35 C 40 C
GAB (Guggenheim Anderson deBoer)
BET (Brunauer Emmett Teller)
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm soprsi air pada kerupuk kedelai untuk masing-masing suhu karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat lain mengatakan bahwa pemodelan mempunyai ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih kecil dari 10% (McLaughlin and Magee, 1998). Perbedaan suhu penyimpanan seperti yang dilaporkan oleh Fennema (1985) juga dapat mempengaruhi kemiringan kurva isoterm sorpsi air yang berbentuk sigmoid yang pada akhirnya dapat mempengaruhi ketepatan (nilai MRD) dari model-model yang diujikan.
Kerupuk kedelai dibuat dengan bahan penyusun terigu, tapioka, dan kedelai. Menurut Adawiyah dan Soekarto (2010), pemodelan GAB cocok untuk
mendeskripsikan data-data sorpsi isotermis baik untuk model bahan pangan maupun bahan penyusunnya yaitu tapioka, kasein dan gula. Selain itu, hal ini juga didukung oleh penelitian Al-Muhtaseb et al. (2002) yang melaporkan bahwa pemodelan GAB sangat tepat untuk kelembapan di atas 75% dan cocok untuk makanan dengan tipe pati-patian. Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan isoterm sorpsi kerupuk kedelai diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Banoet (2006) tentang isoterm sorpsi kerupuk udang bahwa, pemodelan yang paling tepat dan memilki akurasi yang paling tinggi adalah model GAB dengan nilai MRD sebesar 11,7928 %. Nilai MRD yang dihasilkan lebih kecil sehingga penelitian yang dilakukan lebih baik dibandingkan nilai MRD yang dihasilkan pada penilitian yang dilakukan oleh Banoet (2006). Semakin rendah nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010). Pemodelan GAB memiliki korelasi yang baik antara aktivitas air dengan kadar air kesetimbangan pada bahan pangan (Van den Berg, 1981).
Karakteristik Isoterm Sorpsi Air dari Kerupuk Kedelai
Nilai fraksi air primer (M o ) kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Nilai fraksi air primer (M o ) ( dalam %) tiap-tiap permodelan Suhu Penyimpanan ( o C)
Nilai M o yang dihasilkan mengalamai peningkatan seiring dengan peningkatan suhu penyimpanan untuk model GAB dan BET sedangkan model Caurie terjadi fluktuasi nilai. Hal ini tidak sesuai dengan teori yang menyatakan bahwa nilai M o menurun dengan adanya peningkatan suhu karena terjadi reduksi jumlah ikatan air sebagai akibat dari perubahan fisika maupun kimia terhadap temperatur (Iglesias and Chirife, 1976; Mazza and Le Maguer, 1978). Tren nilai M o yang fluktuatif juga pernah dilaporkan terjadi pada son papdi (Bajpai and Tiwari, 2013).
Nilai M o yang dihasilkan selama penilitian berkisar antara 1,06 % hingga 4,35 % (bk), hal ini sesuai dengan pendapat Van den Berg and Bruin (1981) bahwa fraksi Nilai M o yang dihasilkan selama penilitian berkisar antara 1,06 % hingga 4,35 % (bk), hal ini sesuai dengan pendapat Van den Berg and Bruin (1981) bahwa fraksi
Selain menentukan karakteristik kurva isoterm sorpsi air, dilakukan pula penentuan karakteristik termodinamika dari proses penyerapan air meliputi entalpi dan entropi penyerapan air, luas permukaan penyerapan air, fraksi air sekunder (M s ) dan fraksi air tersier (M t ). Penentuan M s dan M t menggunakan analisis logaritma (Soekarto
and Steinberg, 1978) yaitu dengan memplot data log (1-a w ) terhadap M e maka dihasilkan garis lurus patah dua. Ordinat dinyatakan dengan log (1-a w ), hubungan antara log (1-a w ) dengan air membentuk dua kurva berbentuk garis lurus (Gambar
5 ). Fraksi air terikat pada kerupuk kedelai dapat ditentukan berdasarkan nilai selang kadar air masing-masing daerah yaitu air terikat primer (ATP) ialah antara kadar air 0% sampai fraksi air primer (M o ). Nilai Air terikat sekunder (ATS) terletak antara M o sampai M s dan nilai air terikat tersier (ATT) adalah M s sampai M t .
l)
y = -23.132x + 973.38
y = -0.0757x + 6.5676
H, -∆ -250
Kadar air (%)
Gambar 5 . Kurva Penentuan Entalpi Penyerapan Air pada Kerupuk Kedelai
Fraksi air sekunder (M s ) yang dihasilkan sebesar 41,93% dan fraksi air tersier (M t ) sebesar 86,76%. Hal ini mengindikasikan bahwa proses pengikatan air terbatas sampai kadar air 86,76% (bk) dan di atasnya merupakan air bebas yang dapat dihilangkan dengan mudah (Kaleemullah and Kailappan, 2007). Fraksi air sekunder dan tersier juga telah diteliti pada bumbu instan binthe biluhuta dengan nilai M s sebesar 13,44% dan M t sebsar 52,97% (Sianipar dkk., 2008) serta kue pia hijau khas Gorontalo yaitu dengan nilai M s sebesar 11,53% dan M t sebesar 24,83% (Jamaludin dkk., 2014).
Nilai entalpi menunjukkan jumlah energi yang dibutuhkan untuk memecah gaya intermolekul dari uap air dengan permukaan solid (Arslan and Togrul, 2005). Penentuan entalpi dilakukan dengan menggunakan persamaan Clausius-Clapeyron di mana terdapat interaksi antara absorben dengan absorbat (Togrul and Arslan, 2006). Entropi mendeskripsikan derajat ketidakateraturan gerakan molekul uap air dan menunjukkan mobilitas penyerapan air sertasejauh mana interaksi yang terjad antara subtrat dengan molekul air (Mazza and Le Maguer, 1978). Nilai entalpi dan entropi disajikan dalam Gambar 6 dan Tabel 5.
900 g)
l.k 600 o l. kg o 1000 300
Gambar 6 . Entalpi dan Entropi Penyerapan Air
Tabel 5. Data entalpi (kJ/kg.mol) dan entropi (J/kg.mol) penyerapan air pada kerupuk
kedelai Kadar Air Kesetimbangan (M e )
Entalpi (∆H)
Entropi (∆S)
Nilai entalpi menujukkan nilai negatif yang mengindikasikan bahwa proses penyerapan air bersifat eksotermal dan semakin tinggi kadar air maka semakin kecil Nilai entalpi menujukkan nilai negatif yang mengindikasikan bahwa proses penyerapan air bersifat eksotermal dan semakin tinggi kadar air maka semakin kecil
Penentuan luas permukaan penyerapan air dalam kerupuk kedalai menggunakan persamaan Caurie. Luas permukaan penyerapan air pada kerupuk kedelai disajikan pada Tabel 6. Luas permukaan penyerapan air pada bahan berhubungan dengan sisi penyerap air. Semakin luas permukaan penyerapan air menunjukkan jumlah gugus OH, C=O, NH, dan gugus polar yang besar (Cahyanti dkk., 2016).
Tabel 6. Data luas permukaan penyerapan air pada kerupuk kedelai
Suhu ( 2 C) Luas Permukan Penyerapan (m /g)
Luas permukaan penyerapan air menurun dengan bertambah besarnya nilai temperatur (Bajpai and Tiwari, 2013), namun dalam penelitian terjadi penyimpangan
karena nilai yang dihasilkan fluktuatif yaitu menurun dari suhu 30 o C ke suhu 35 C dan meningkat kembali pada suhu 40 o
C. Tren nilai yang fluktuatif juga dijumpai pada dudh churpi (produk susu India) (Hossain et al., 2002). Menurut Iglesias et al. (1986), karakteristik isoterm sorpsi pada bahan pangan dapat mengalami perbedaan hal yang disebabkan karena perbedaan sifat biologis masing-masing bahan dan perbedaan metode penelitian.
KESIMPULAN Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa :
1. Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai berbentuk sigmoid.
2. Pemodelan yang tepat untuk memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air pada
kerupuk kedelai adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30 o C, 35 C dan 40 C secara berturut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.
oo
3. Karakteristik kurva isoterm sorpsi air yang diperoleh meliputi fraksi air primer
yaitu untuk model GAB pada suhu 30 o C, 35 C dan 40
C berturut-urut sebesar 3,90% ; 3,96%, ; 4,35%. Sedangkan untuk model BET sebesar 4,35% ; 2,95% ; 3,04% serta model Caurie sebesar 3,56% ; 1,06% ; 3,20%. Fraksi air sekunder dan tersier sebesar 41,93% dan 86,76%. Nilai entalpi dan entropi menurun dengan kenaikan kadar air kesetimbangan dan luas permukaan penyerapan air pada suhu
oo
30 2 C, 35 C dan 40 C berturut-urut sebesar 81,29 ; 24,64 ; 75,09 (m /g).
SARAN
Pada penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan uji ketengikan karena kerupuk digoreng menggunakan minyak goreng.
DAFTAR PUSTAKA
Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T. 2010. Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada Model Pangan [Modelling of Moisture Sorption Isotherm in Food Model]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan , 21(1) : 33-39.
Ahmed, J., Khan, A.R. and Hanan, A.S., 2004. Moisture adsorption of an Arabian sweet (basbusa) at different temperatures. Journal of food engineering, 64(2), pp.187- 192.
Ajibola, O.O., Aviara, N.A. and Ajetumobi, O.E., 2003. Sorption equilibrium and thermodynamic properties of cowpea (Vigna unguiculata). Journal of Food Engineering , 58(4), pp.317-324.
Al-Muhtaseb, A.H., McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2002. Moisture sorption isotherm characteristics of food products: a review. Food and Bioproducts Processing , 80(2), pp.118-128.
Arslan, N. and Toğrul, H., 2005. Moisture sorption isotherms for crushed chillies. Biosystems Engineering, 90(1), pp.47-61. Aviara, N.A. and Ajibola, O.O., 2002. Thermodynamics of moisture sorption in melon seed and cassava. Journal of Food Engineering, 55(2), pp.107-113. Bajpai, S. and Tiwari, P., 2013. Investigation of Moisture Sorption Behavior of an Indian Sweetson-Papdi. The Journal of Microbiology, Biotechnology and Food Sciences , 2(5), p.2277.
Banoet, S. E. P. 2006. Isotermi Sorpsi Air dan Analisa Umur Simpan Kerupuk Udang
Goreng. Skripsi, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga, Salatiga. Bell, L.N. and Labuza, T.P., 2000, Determination of moisture sorption isotherms. Moisture Sorption: Practical Aspects of Isotherm Measurement and Use. The American Association of Cereal Chemists, Inc., St. Paul, MN, USA , pp.33-56.
Budijanto, S., Sitanggang, A.B. dan Kartika, Y.D. 2010. Penentuan umur simpan tortilla dengan metode akselerasi berdasrkan kadar ar kritis serta pemodelan ketepatan sorpsi isoterminya [Shelf Life Study of Tortilla Using Accelerated Shelf Life Testing (ASLT) Method and its Mathematical Modeling of Moisture S. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan , 21(2) :165-170.
Cahyanti, M.N., Hindarto, J. dan Lestario, L.N. 2016. Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Biskuit Coklat menggunakan Persamaan Caurie. Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan , 5(2) : 51-53.
Desa Tuntang,
(Krupuk Kedelai). http://desatuntang.desa.id/potensi-ekonomi-krupuk-kedelai/ . Diunduh pada 10 Mei 2016
Fasina, O.O., Ajibola, O.O. and Tyler, R.T., 1999. Thermodynamics of moisture sorption in winged bean seed and gari. Journal of Food Process Engineering , 22(6), pp.405-418.
Fennema, O., 1985. Chemical changes in food during processing —An overview.
In Chemical changes in food during processing (pp. 1-16). Springer US. Goula, A.M., Karapantsios, T.D., Achilias, D.S. and Adamopoulos, K.G., 2008. Water sorption isotherms and glass transition temperature of spray dried tomato pulp. Journal of Food Engineering, 85(1), pp.73-83.
Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M.K. dan Soekarto, S.T. 2004. Isotermi sorpsi air dan analisis umur simpan ikan kayu tongkol dari Aceh [Moisture Sorption Isotherm Hayati, R., Abdullah, A., Ayob, M.K. dan Soekarto, S.T. 2004. Isotermi sorpsi air dan analisis umur simpan ikan kayu tongkol dari Aceh [Moisture Sorption Isotherm
Herawati, H. 2008. Penentuan umur simpan pada produk pangan. Jurnal Litbang Pertanian , 27(4) : 124-130. Hossain, S.A., Pal, P.K., Sarkar, P.K. and Patil, G.R., 2002. Moisture sorption characteristics of dudh churpi, a traditional milk product in India. Nahrung/Food, 46(3), p.136. Iglesias, H.A., Chirife, J. and Fontan, C.F., 1986. Temperature dependence of water sorption isotherms of some foods. Journal of Food Science, 51(3), pp.551-553. Jamaluddin, J., Molenaar, R. and Tooy, D., 2014. Kajian isotermi sorpsi air dan fraksi air terikat kue pia hijau asal kota Gorontalo. Jurnal Ilmu dan Teknologi Pangan , 2(1), p.27.
Kaleemullah, S. and Kailappan, R., 2007. Monolayer moisture, free energy change and fractionation of bound water of red chillies. Journal of Stored Products Research , 43(2), pp.104-110.
Konopacka, D., Plocharski, W. and Beveridge, T. 2002. Water Sorption and Crispness of Fat ‐Free Apple Chips. Journal of food science, 67 (1) : 87-92. Kumalasari, H. 2012. Validasi Metoda Pengukuran Kadar Air Bubuk Perisa Menggunakan Moisture Analyzer Halogen HB43-S, sebagai Alternatif Metoda Oven dan Karl Fischer. Skripsi, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Kusnandar, F., Adawiyah, D.R. dan Fitria, M., 2010. Pendugaan umur simpan produk biscuit dengan metode akselerasi berdasarkan pendekatan kadar air kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 21(2), p.117.
Labuza, T.P., Kaanane, A. and Chen, J.Y., 1985. Effect of temperature on the moisture sorption isotherms and water activity shift of two dehydrated foods. Journal of Food Science , 50(2), pp.385-392.
Liu-Ping, F., Min, Z., Qian, T. and Gong-Nian, X. 2005. Sorption isotherms of vaccum- fried carrot chips. Drying technology, 23(7) : 1569-1579. Mazza, G. and LeMaguer, M., 1978. Water sorption properties of yellow globe onion (Allium cepa L.). Canadian Institute of Food Science and Technology Journal , 11(4), pp.189-193.
McLaughlin, C.P. and Magee, T.R.A., 1998, The effect of shrinkage during drying of potato spheres and the effect of drying temperature on vitamin C retention. Food and Bioproducts Processing, Vol, 76, No, 3, Page,138-142.
McMinn, W.A.M. and Magee, T.R.A., 2003. Thermodynamic properties of moisture sorption of potato. Journal of Food Engineering, 60(2), pp.157-165. Motulsky, H. and Christopoulos, A. 2004. Fitting models to biological data using linear
and nonlinear regression: a practical guide to curve fitting . OUP USA. Purnomosari, D. 2008. Studi Isoterm Sorpsi Lembab dan Fraksi Air Terikat Pada Tepung Gaplek. Skripsi. Surakarta : Universitas Sebelas Maret. Rizvi, S.S., M.A. Rao., Assim, K. D., and Jasim, A. 2014. Thermodynamic Properties
of Foods in Dehydratio,. Engineering Properties of Foods 4 th edition , p.359. CRC Press.
Robertson, G.L. 2000. Shelf life of packaged foods, its measurements and prediction. Developing new food products for a changing marketplace , pp.329- 353. New York : Marcel Bekker. Inc.
Rosalina, Y. and Silvia, E. 2015. Kajian Perubahan Mutu Selama Penyimpanan Dan Pendugaan Umur Simpan Keripik Ikan Beledang Dalam Kemasan
Polypropylene Rigid. Jurnal Teknologi dan Industri Pertanian Indonesia, 7(1) : 1-6.
Sahin, S. and Sumnu, S.G., 2006., Water activity and sorption properties of foods. In Physical properties of foods (pp. 193-228). Springer New York. Saravacos, G.D., Tsiourvas, D.A. and Tsami, E., 1986. Effect of temperature on the water adsorption isotherms of sultana raisins. Journal of food science, 51(2), pp.381-383.
Sianipar, D., Sugiyono dan Rizal, S. 2008. Kajian Formulasi Bumbu Instan Binthe Biluhuta, Karakteristik Hidratasi dan Pendugaan Umur Simpannya dengan Menggunakan Metode Pendekatan Kadar Air Kritis. Jurnal Teknologi dan Industri Pangan, 19 (1), pp. 32-39
Sirpatrawan, U. 2009. Shelf-life simulation of packaged rice crackers. Journal of Food Quality , 32(2) : 224-239. Soekarto, S.T. and Steinberg, M.P., 1978. Determination of binding energy for the three fractions of bound water [Moisture sorption by dextrinized tapioca and sucrose powder]. Water activity: Influences on food quality: a treatise on the influence of bound and free water on the quality and stability of foods and other natural products (USA) .
Toğrul, H. and Arslan, N., 2006. Moisture sorption behaviour and thermodynamic characteristics of rice stored in a chamber under controlled humidity. Biosystems Engineering, 95(2), pp.181-195. Tungsangprateep, S. and Jindal, V.K. 2004. Sorption isotherms and moisture diffusivity in fried cassava-shrimp chips. International Journal of Food Properties, 7(2) : 215-227.
Van den Berg, C. and Bruin, S. 1981. Water activity and its estimation in food system : theoretical aspects In Water Activity: Influences on Food quality (LB Rockland, GF Stewart, eds), pp.1-61. London : Academic Press Publishers.
Winarno, F.G. 1992. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta : Gramedia. Yanniotis, S. and Zarmboutis, I., 1996. Water sorption isotherms of pistachio
nuts. LWT-Food Science and Technology, 29(4), pp.372-375.
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
ISOTERM SORPSI AIR DARI KERUPUK KEDELAI (Moisture Sorption Isotherm of Soy Crackers)
a Maulina Putri Nor Azizah a *, Sri Hartini
a,
, Margareta Novian Cahyanti
a Prodi Kimia, Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga Jl. Diponegoro No. 52-60 Salatiga 50711, Jawa Tengah – Indonesia
*Correspondence author’s email: * [email protected]
ABSTRAK
Penelitian bertujuan untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai dan pemodelan yang tepat. Kurva isoterm sorpsi air dihasilkan dengan cara menghubungkan nila aktivitas air (aw) dan kadar air kesetimbangan (Me) menggunakan tujuh garam dengan nilai RH antara 10-94%. Terdapat tiga model yang diuji yaitu GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) dan Caurie Hasil penelitian yang telah dilakukan yaitu kurva isoterm sorpsi air berbentuk sigmoid (tipe 2) dan model isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai
yang paling tepat adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30 o C, 35 C, dan 40 C secara berurut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.
Kata kunci: pemodelan matematika, isoterm sorpsi air, kerupuk kedelai
ABSTRACT
The research was aimed to obtain moisture sorption curve soy crackers and determine best fit moisture sorption isotherm model. The curved of moisture sorption isotherm was resulted by plotting water activity value (a w ) and equilibrium moisture content (M e ) using seven salt with RH value at range of 10-94%. There were three models of sorption isotherm tested, namely, GAB (Guggenheim Anderson deBoer), BET (Brunauer Emmett Teller) and Caurie model .The result shown that moisture sorption isotherm curve is sigmoid shape (type 2) and
C themperature sequentially 0.63%, 1.86% and 4.81%.
best fit models is GAB with MRD value at o 30 C, 35 C, and 40
Keywords: mathematic model, moisture isotherm sorption, soy crackers
PENDAHULUAN
Kerupuk merupakan salah satu produk pangan yang diproduksi oleh industri pangan skala usaha kecil menengah yang digemari di Indonesia. Kerupuk sangat beragam dalam bentuk ukuran, warna, rasa, bau, kerenyahan, ketebalan dan nilai gizinya. Perbedaan ini bisa disebabkan pengaruh budaya daerah penghasil kerupuk, bahan baku dan bahan tambahan yang digunakan serta cara pengolahannya (Soemarmo, 2005). Dusun Gading, Desa Tuntang merupakan salah satu sentra kerupuk di Kabupaten Semarang. Jenis kerupuk yang diproduksi adalah kerupuk kedelai (Desa Tuntang, 2014).
Kerupuk kedelai termasuk ke dalam makanan kering dan menurut Herawati (2008) makanan kering akan mengalami penurunan mutu melalui penyerapan uap air. Selama penyimpanan akan terjadi proses penyerapan uap air dari lingkungan yang menyebabkan
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
produk kering mengalami penurunan mutu menjadi lembab/tidak renyah (Robertson, 2000). Semakin tinggi uap air yang diserap akan mengakibatkan kadar air dan aktivitas air (a w ) pada bahan pangan tersebut tinggi. Kadar air dan aktivitas air sangat berpengaruh dalam menentukan masa simpan dari makanan, karena faktor-faktor ini akan mempengaruhi sifat-sifat fisik (kekerasan dan kekeringan) dan sifat-sifat fisiko-kimia, perubahan-perubahan kimia, kerusakan mikrobiologis dan perubahan enzimatis terutama pada makanan yang tidak diolah (Winarno, 1992).
Isoterm sorpsi air adalah kurva yang menghubungkan data kadar air dengan aktivitas air suatu bahan pada suhu yang sama (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Selain mengindikasikan nilai aktivitas air pada komposisinya, kurva ini juga memiliki hubungan yang erat dengan stabilitas bahan pangan pada berbagai kondisi penyimpanan dan kebutuhan proses pengemasan produk pangan untuk menjaga kestabilan masa simpan (Budijanto dkk., 2010). Isoterm sorpsi juga dapat digunakan untuk meramalkan perubahan-perubahan yang mungkin terjadi terhadap bahan makanan selama bahan tersebut disimpan (Purnomosari, 2008).
Di luar Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air sudah banyak dikembangkan tetapi untuk produk kerupuk tidak dijumpai karena kerupuk merupakan makanan asli Indonesia. Penelitian tentang isoterm sorpsi air yang serupa dengan kerupuk yaitu tentang keripik atau chips yang dilakukan oleh Kanopacka et al. (2002) tentang keripik apel bebas lemak, Tungsangprateep and Jindal (2004) tentang, keripik singkong-udang, Ping et al. (2005) tentang keripik wortel, dan Sirpatrawan (2009) tentang crackers beras. Di Indonesia, penelitian tentang isoterm sorpsi air masih sangat sedikit terlebih dengan topik kerupuk. Banoet (2006) telah melakukan penelitian tentang isoterm sorpsi air dan pendugaan umur simpan kerupuk udang dan penelitian yang serupa juga pernah dilakukan oleh Budijanto dkk. (2010) tentang keripik tortila dan Rosalina dan Silvia (2015) tentang keripik ikan beledang. Penelitian tentang isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai merupakan suatu kebaruan di bidang penelitian karena hanya sedikit orang yang pernah mengkajinya.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka tujuan dari penelitian adalah untuk menentukan kurva isoterm sorpsi air dari kerupuk kedelai dan menentukan model isoterm sorpsi air yang tepat pada kerupuk kedelai.
METODE PENELITIAN Bahan
Bahan yang digunakan sebagai sampel dalam penelitian ini adalah kerupuk kedelai produksi masyarakat dusun Gading, Desa Tuntang, Kabupaten Semarang. Bahan kimia yang digunakan meliputi akuades, NaOH, MgCl 2 ,K 2 CO 3 , Mg(NO 3 ) 2 , KI, NaCl, KCl.
Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi peralatan gelas, cawan porselin, hygrometer , moisture analyzer (Ohaus MB 25, Ohaus Corp, USA), glass container inkubator, neraca analitik dengan ketelitian 0,01 g (Ohaus TAJ602, Ohaus Corp, USA), neraca analitik dengan ketelitian 0,1 mg (Ohaus Pioneer Balance, Ohaus Corp, USA) dan sorption container.
Prosedur
Pengukuran Kadar Air Awal (Kumalasari, 2012)
Sebanyak 1 gram sampel dimasukkan dalam cawan moisture analyzer. Moisture analyzer o diatur pada suhu 105 C kemudian ditutup dan ditunggu sampai berbunyi. Hasil kadar
air yang diperoleh dicatat.
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
Preparasi Larutan Garam Jenuh (Hayati, 2004)
Preparasi larutan garam jenuh dilakukan menggunakan 7 macam garam. Garam ditimbang dengan berat tertentu kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass yang berisi air
hangat suhu ± 50 o C dan diaduk sampai larut. Jika garam yang dilarutkan dapat larut sempurna, maka garam ditambahkan sedikit demi sedikit sampai garam tidak larut lagi. Larutan garam jenuh dibuat sebanyak 50 ml kemudian dimasukkan dalam sebuah glass container yang cukup untuk menampung larutan garam.
Pengukuran Kadar Air Kesetimbangan (Sirpatrawan, 2009)
Masing-masing 2-3 gram sampel kemudian disimpan dalam sorption container yang sudah diatur RH-nya menggunakan larutan-larutan garam jenuh tersebut. Larutan garam
tersebut kemudian disimpan dalam inkubator pada suhu 30 o C, 35 C dan 40 C. Setiap hari sampel tersebut ditimbang sampai tercapai steady state (massa konstan ± 0.001 g). Setelah konstan, sampel tersebut kemudian diukur kadar airnnya menggunakan moisture analyzer.
Uji Ketepatan Model (Budijanto dkk., 2010)
Model yang diuji dalam penelitian ada 3 macam yaitu BET, GAB dan Caurie. Model isoterm sorpsi air diuji menggunakan Mean Relative Determination (MRD) dengan persamaan sebagai berikut :
Keterangan : m i = kadar air hasil percobaan m pi = Kadar air hasil perhitungan n = jumlah data MRD < 5 : model tepat
5 < MRD < 10 : model agak tepat MRD > 10 : model tidak tepat.
Analisa Data (Motulsky and Christopoulos, 2004)
Pengulangan dilakukan sebanyak 3 kali untuk sampel pada setiap jenis larutan garam dan data dianalisa menggunakan regresi linier dan regresi non linier dengan berbagai pemodelan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1 menunjukkan data kelembapan relatif (RH), aktivitas air (a w ) dan kadar air kesetimbangan (M e ) pada kerupuk kedelai. Penentuan kurva isoterm sorpsi dilakukan dengan menghubungkan data kadar air kesetimbangan dengan aktifitas air. Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai (Gambar 1) berbentuk sigmoid atau menyerupai bentuk S, sehingga kurva isoterm sorpsi air kerupuk kedelai mendekati tipe II. Menurut Winarno (1992), kurva berbentuk sigmoid paling umum dijumpai pada bahan pangan dan khas untuk masing-masing bahan pangan. Kerupuk kedelai dibuat dari terigu, tapioka, kedelai dan bahan penyusun lainnya. Bahan pangan yang mempunyai penyusun utama berupa tapioka dan kasein memperlihatkan pola sorpsi isotermis berbentuk sigmoid yaitu pola yang umum ditemui pada sistem pangan amorf (Adawiyah dan Soekarto, 2010). Bentuk kurva isoterm sorpsi air yang sigmoid sebagai akibat dari hukum Raoult, efek kapilaritas, dan interaksi antara air dan permukaan bahan pangan (Sahin and Sumnu, 2006). Selain itu, pola sistem sorpsi tipe II disebabkan adanya pengaruh akumulatif dari kombinasi efek koligatif, efek kapiler dan interaksi permukaan solid dengan air (Bell and Labuza, 2000).
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
Tabel 1. Kelembapan Relatif (RH), Aktivitas Air (a w ) dan Kadar Air Kesetimbangan (M e ) pada
Suhu 30 o C, 35 C dan 40 C
Suhu o 30 C 35 C 40 C Garam
RH(%)
a w Me(%bk)
RH(%)
a w Me(%bk)
RH(%) a w Me(%bk)
K 2 CO 3 45 0,45
Mg(NO 3 ) 2 64 0,64
et im 10.00
Aktivitas air (a w )
k es 10.00
Aktivitas air (a w )
(B)
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
%b 20.00
a n ga b 15.00
im et
k es 10.00
Aktivitas air (a w )
(C)
Gambar 1. o Kurva Isoterm Sorpsi Air Pada Kerupuk Kedelai Suhu 30 C (A), 35 C (B), 40 C
(C)
Data hubungan kadar air kesetimbangan dan aktivitas air kemudian diubah dalam berbagai model matematika untuk diprediksikan. Model yang diprediksikan yaitu (Guggenheim
Anderson deBoer) dengan y = dan x = a , BET (Brunauer Emmett Teller) dengan y =
dan x = ln( . Gambar 1 menunjukkan kurva o o pemodelan isoterm sorpsi air model GAB pada kerupuk kedelai dengan suhu 30
dan x = a w dan Caurie y =
C (A), 35 C (B), 40 o C (C). Gambar 2 menunjukkan kurva pemodelan isoterm sorpsi air model BET pada
kerupuk kedelai dengan suhu 30 o C (A), 35 C (B), 40 C (C) dan Gambar 3 menunjukkan kurva
pemodelan isoterm sorpsi air model GAB pada kerupuk kedelai dengan suhu 30 o C (A), 35 C (B), 40 o
C (C).
y = -0.0657x 2 - 0.0075x + 0.1123 R² = 0.9988
Aktivitas air (a w )
(A)
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
/m w 0.080
y = -0.0989x 2 + 0.0533x + 0.0849 R² = 0.9793
Aktivitas air (a w )
(B)
0.160 y = -0.0043x 2 - 0.0922x + 0.1416
R² = 0.9654
/m w 0.080
Aktivitas air (a w )
(C)
Gambar 2.
Pemodelan Isoterm Sorpsi Air GAB pada Kerupuk Kedelai Suhu 30 o C (A), 35 C
(B), 40 o
C (C)
0.600 y = 0.4544x - 0.0006
e R² = 0.679
)m 0.400 w -a
Aktivitas air (a w )
(A)
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
y = 0.6308x - 0.0839
e R² = 0.61
Aktivitas air (a w )
(B)
0.800 e 0.600
y = 0.4739x + 0.0077
Aktivitas air (a w )
(C)
Gambar 3. o Pemodelan Isoterm Sorpsi Air BET pada Kerupuk Kedelai Suhu 30 C (A), 35 C
(B), 40 o
y = 0.6666x - 1.575
ln((1-a w )/a w )
(A)
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
y = 0.5877x - 1.6403
ln((1-a w )/a w )
y = 0.6922x - 1.5013 R² = 0.9662
ln((1-a w )/a w )
(C)
Gambar 4. o Pemodelan Isoterm Sorpsi Air Caurie pada Kerupuk Kedelai Suhu 30 C (A), 35 C
(B), 40 o
C (C)
Penentuan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (M hit ) dihitung berdasarkan masing-masing persamaan regersi linier maupun non linier pada masing-masing pemodelan. Tabel 2 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (M e ) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (M hit ) dengan pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer).
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
Tabel 2 . Nilai M e dan M hit pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer) Pemodelan GAB (Guggenheim Anderson deBoer)
Garam o Suhu 30 C Suhu 35 C Suhu 40 C M e M hit M e M hit M e M hit
4,20 3,93 K 2 CO 3 4,64
4,70 4,53 Mg(NO 3 ) 2 8,04
Tabel 3 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (M e ) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (M hit ) denggan pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller).
Tabel 3 . Nilai M e dan M hit pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller) Pemodelan BET (Brunauer Emmett Teller)
Garam o Suhu 30 C Suhu 35 C Suhu 40 C M e M hit M e M hit M e M hit
4,20 0,12 K 2 CO 3 4,64
4,70 0,12 Mg(NO 3 ) 2 8,04
Tabel 4 menunjukkan nilai kadar air kesetimbangan hasil percobaan (M e ) dan kadar air kesetimbangan hasil perhitungan (M hit ) denggan pemodelan Caurie.
Tabel 4 . Nilai M e dan M hit pemodelan Caurie Pemodelan Caurie
Garam o Suhu 30 C Suhu 35 C Suhu 40 C M e M hit M e M hit M e M hit
4,20 3,54 K 2 CO 3 4,64
4,70 3,91 Mg(NO 3 ) 2 8,04
7,86 7,10 KI
9,12 8,93 NaCl
12,56 12,43 KCl
Seminar Nasional Kimia dan Pembelajarannya (SNKP) 2016 Malang, 27 November 2017
Penentuan nilai MRD dilakukan dengan cara membandingkan kadar air kesetimbangan hasil perhitungungan (M hit ) dengan kadar air kesetimbangan percobaan (M e ). Tabel 5
menunjukkan nilai MRD untuk masing-masing pemodelan pada suhu 30 o C, 35 C dan 40 C.
Tabel 5. o Nilai MRD Pemodelan pada Suhu 30 C, 35 C dan 40 C
Nilai MRD (%) Pemodelan
30 o C 35 C 40 C GAB (Guggenheim Anderson deBoer)
1,86 4,81 BET (Brunauer Emmett Teller)
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa model GAB merupakan pemodelan yang paling tepat untuk menggambarkan fenomena isoterm soprsi air pada kerupuk kedelai untuk masing-masing suhu karena memilki nilai MRD < 5. Pendapat lain mengatakan bahwa pemodelan mempunyai ketepatan yang baik jika nilai MRD lebih kecil dari 10% (McLaughlin and Magee, 1998). Kerupuk kedelai dibuat dengan bahan penyusun terigu, tapioka, dan kedelai. Menurut Adawiyah dan Soekarto (2010), pemodelan GAB cocok untuk mendeskripsikan data- data sorpsi isotermis baik untuk model bahan pangan maupun bahan penyusunnya yaitu tapioka, kasein dan gula. Selain itu, hal ini juga didukung oleh penelitian Al-Muhtaseb et al. (2002) yang melaporkan bahwa pemodelan GAB sangat tepat untuk kelembapan diatas 75% dan cocok untuk makanan dengan tipe pati-patian. Pemodelan GAB paling tepat untuk menggambarkan isoterm sorpsi kerupuk kedelai diperkuat dengan penelitian yang telah dilakukan oleh Banoet (2006) tentang isoterm sorpsi kerupuk udang bahwa pemodelan yang paling tepat dan memilki akurasi yang paling tinggi adalah model GAB dengan nilai MRD sebesar 11,7928 %. Nilai MRD yang dihasilkan lebih kecil sehingga penelitian yang dilakukan lebih baik dibandingkan nilai MRD yang dihasilkan pada penilitian yang dilakukan oleh Banoet (2006). Semakin rendah nilai % MRD, maka model isoterm sorpsi air tersebut dapat menggambarkan keadaan yang sebenarnya dengan tepat (Kusnandar dkk., 2010).
KESIMPULAN
Kurva isoterm sorpsi air pada kerupuk kedelai mempunyai bentuk sigmoid yang mendekati tipe II. Pemodelan yang tepat untuk memprediksikan fenomena isoterm sorpsi air
pada kerupuk kedelai adalah GAB dengan nilai MRD pada suhu 30 o C, 35 C dan 40 C secara berturut-turut sebesar 0,63%, 1,86% dan 4,81%.
DAFTAR PUSTAKA Adawiyah, D.R. dan Soekarto, S.T., 2010, Pemodelan Isotermis Sorpsi Air Pada Model Pangan
[Modelling of Moisture Sorption Isotherm in Food Model]. Jurnal Teknologi Dan Industri Pangan , Vol, 21, No, 1, Hal, 33-39.