BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Akuntansi Manajemen - Pengaruh Ketergantungan Organisasi Terhadap Sistem Akuntansi Manajemen Desain Di Yayasan Kesehatan PT. Telekomunikasi Indonesia

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis

2.1.1 Akuntansi Manajemen

  Akuntansi manajemen berkaitan dengan penyediaan informasi untuk manajer, yaitu orang didalam organisasi yang betanggung jawab untuk membuat perencanaan, pengorganisasian sumber daya, mengarahkan karyawan, serta mengendalikan operasi organisasi. Akuntansi manajemen menyediakan data-data penting yang memberikan kegiatan organisasi. Karena akuntansi manajemen berfokus pada manajer, maka dalam proses pembelajarannya harus didahului dengan pemahaman apa yang dikerjakan oleh manajemen, informasi apa saja yang dibutuhkan oleh manajer guna mendukung proses pengambilan keputusan serta lingkungan bisnisnya. Garrisson dan Noreen (2000) menyatakan akuntansi manajemen mempunyai orientasi pada masa depan sehingga kurang menekankan pada presesi dimana ketepatan waktu dalam mengambil keputusan selalu lebih penting dibandingkan dengan presesi manajer.

  Fungsi akuntansi manajemen sebagai pemberi informasi untuk pengambilan keputusan, pemotivasi perilaku manajer dan sebagai alat untuk meningkatkan efisiensi organisasi (Belkoui 2000).

2.1.2 Sistem Akuntansi Manajemen

  Sistem akuntansi manajemen adalah suatu mekanisme pengendalian organisasi, serta merupakan alat yang efektif dalam menyediakan informasi yang berguna untuk memprediksi konsekuensi yang mungkin terjadi dari berbagai alternatif aktifitas yang dapat dilakukan Astuti (2007) menyatakan bahwa sistem akuntansi manajemen adalah sistem informasi yang mengumpulkan data operasional dan finansial, memprosesnya, menyimpannya dan melaporkan kepada pengguna.

  Produk yang dihasilkan oleh sistem akuntansi manajemen adalah informasi akuntansi manajemen. Disisi lain, Chia (2003) mengemukakan bahwa sistem akuntansi manajemen adalah suatu mekanisme pengawasan organisasi yang dapat memudahkan pengawasan dengan cara membuat laporan dan menciptakan tindakan- tindakan yang nyata terhadap penilaian kinerja dari setiap komponen dalam sebuah organisasi serta merupakan alat yang efektif dalam penyediaan informasi yang berguna dalam memprediksi akubat yang mungkin terjadi dari berbagai alternatif yang dapat dilakukan. Sedangkan Waterhouse dan Tiessen (2004) mengatakan bahwa sistem akuntansi manajemen merupakan bagian integral dari struktur kontrol organisasi secara formal. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sistem akuntansi manajemen adalah sistem penghasil informasi yang digunakan dalam mekanisme kontrol dalam suatu organisasi.

2.1.3. Pendekatan Kontingensi pada Sistem Akuntansi Manajamen

  Pendekatan kontingensi pada akuntansi manajemen didasarkan pada premis bahwa tidak ada sistem akuntansi manajemen secara universal selalu tepat untuk bisa diterapkan pada seluruh organisasi dalam setiap keadaan. Hal itu terjadi karena sistem akuntansi manajemen tergantung juga pada faktor-faktor situasional yang ada, baik di luar maupun di dalam perusahaan. Pendekatan kontijensi dapat mengetahui apakah keadadalan sistem akuntansi manajeman itu akan selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak. Dengan didasarkan pada pendekatan kontinjensi maka ada kemungkinan terdapat variabel penentu lainnya yang akan saling berinteraksi, selaras dengan kondisi yang dihadapi (Nazaruddin, 2001). Para peneliti telah menerapkan pendekatan kontingensi guna menganalisis dan mendesain sistem kontrol (Otley, 1980), khususnya di bidang sistem akuntansi manajemen. Beberapa peneliti dalam bidang akuntansi manajemen melakukan pengujian untuk melihat hubungan variabel 1984; Govindarajan, 1984), ketidakpastian tugas (Chong, 1996; Chenhall dan Morris, 1986), struktur dan kultur organisasional (Indriantoro dan Suporno, 1998), ketidakpastian strategi (Riyanto, 1997) dengan desain sistem akuntansi manajemen.

  Teori kontijensi dalam akuntansi manajemen menggambarkan suatu upaya untuk mengidentifikasikan sesuai dengan sistem pengendalian dalam suatu kondisi yang paling tepat. Pada prisnsipnya, para praktisi akuntansi manajemen selalu mencoba menyesuaikan sistem agar lebih dapat berguna dalam setiap keadaan. Seperti upaya untuk mengidentifikasi variabel kontijensi yang paling penting dan menilai dampaknya pada desain sistem pengendalian ( Faisal, 2006).

  Menurut Otley (1980) dalam Arsono dan Muslichah (2002), menegaskan bahwa organisasi beradaptasi mengahadapi kondisi kontijensi dengan menata faktor- faktor yang dapat dikendalikan agar terbentuk konfigurasi yang sesuai sehingga diharapkan menghasilkan efektivitas organisasi. Penggunaan konsep kesesuian dalam teori kontijensi menunjukan tingkat kesesuaian antara factor-faktor kontekstual (kontijensi) dan sistem akuntansi manajemen akan memungkinkan manajer untuk meningkatkan kinerja perusahaan.

  Pendekatan kontingensi menarik minat para peneliti karena mereka ingin rnengetahui apakah tingkat keandalan suatu sistem akuntansi manajemen akan selalu berpengaruh sama pada setiap kondisi atau tidak. Berdasarkan teori kontingensi maka ada dugaan bahwa terdapat faktor situasional lain yang mungkin akan saling berinteraksi dalam suatu kondisi tertentu. Diawali dari pendekatan kontingensi ini maka ada kemungkinan perbedaan tingkat desentralisasi juga akan menyebabkan perbedaan pada kebutuhan informasi akuntansi manajemen.

  Waterhouse dan Tiessen (2001) mengemukakan bahwa dalam kondisi lingkungan yang tidak pasti diperlukan derajat desentralisasi yang tinggi. Bukti-bukti empiris yang dikutip oleh Gordon dan Narayanan (2000) juga menemukan bahwa informasi dan struktur organisasi (desentralisasi) merupakan fungsi dari lingkungan. Struktur organisasi (desentralisasi) akan mempengaruhi kemampuan organisasi dalam mengolah dan mengumpulkan informasi serta aliran informasi.

  Pada organisasi sentralisasi aliran informasi mungkin akan terpusat pada manajemen tingkat atas, sedangkan pada organisasi desentralisasi informasi tersebut akan mengalir ke manajemen yang lebih rendah. Studi Miah dan Mia (2002) menunjukkan bahwa dalam lingkungan organisasi desentralisasi para manajer membutuhkan informasi yang cukup. Sehubungan dengan itu, dapat disimpulkan bahwa pada tingkat desentralisasi yang tinggi diperlukan informasi yang lebih tepat waktu daripada informasi yang lingkupnya luas (seperti: informasi non finansial, berorientasi masa yang akan datang) untuk memenuhi kebutuhan berbeda-beda dari para manajer sehingga mereka dapat menunjukkan kompetensinya.

  Informasi agregat juga dibutuhkan agar para manajer dapat menghemat waktu dalam menganalisis informasi yang tersedia untuk menentukan kebijakan dan menjadikan mereka lebih bertanggung jawab (Gul & Chia, 2000).

2.1.4 Teori Keprilakuan (Behavioural Theory)

  Akuntansi merupakan suatu sistem untuk menghasilkan informasi keuangan yang digunakan oleh para pemakainya dalam pengambilan keputusan. Keterampilan matematis sekarang ini telah berperan dalam menganalisis permasalahan keuangan yang kompleks. Begitu pula dengan kemajuan dalam tehnologi komputer akuntansi yang memungkinkan informasi dapat tersedia dengan cepat. Tetapi, seberapa canggihpun prosedur akuntansi yang ada, informasi yang dapat disediakan pada dasarnya bukanlah merupakan tujuan akhir. Tujuan informasi tersebut adalah memberikan petunjuk untuk memilih tindakan yang paling baik untuk mengalokasikan sumber daya yang langka pada aktivitas bisnis dan ekonomi. Namun, pemilihan dan penetapan keputusan tersebut melibatkan berbagai aspek termasuk perilaku dari para pengambil keputusan. Dengan demikian akuntansi tidak dapat dilepaskan dari aspek perilaku manusia serta kebutuhan organisasi akan informasi akuntansi.

  Kesempurnaan teknis tidak pernah mampu mencegah orang untuk mengetahui bahwa tujuan jasa akuntansi bukan hanya sekedar teknik yang didasarkan pada efektivitas dari segala prosedur akuntansi, melainkan bergantung pada bagaimana tetapi akan selalu berkembang sesuai dengan pekembangan lingkungan akuntansi serta kebutuhan organisasi akan informasi yang dibutuhkan oleh penggunanya (Khomsiah dalam Arfan & Ishak, 2005).

  Berdasarkan pemikiran tersebut, manusia dan faktor sosial secara jelas didesain dalam aspek-aspek operasional utama dari seluruh sistem akuntansi. Dan para akuntan belum pernah mengoperasikan akuntansi pada sesuatu yang fakum. Para akuntan secara berkelanjutan membuat beberapa asumsi mengenai bagaimana mereka membuat orang termotivasi, bagaimana mereka menginterpretasikan dan menggunakan informasi akuntansi, dan bagaimana sistem akuntansi mereka sesuai dengan kenyataan manusia dan mempengaruhi organisasi.

  Penjelasan di atas menunjukan adanya aspek keperilakuan pada akuntansi, baik dari pihak pelaksana (penyusun informasi) maupun dari pihak pemakai informasi akuntansi. Pihak pelaksana (penyusun informasi akuntansi) adalah seseorang atau kumpulan orang yang mengoperasikan sistem informasi akuntansi dari awal sampai terwujudnya laporan keuangan. Pengertian ini menjelaskan bahwa pelaksana memainkan peranan penting dalam menopang kegiatan organisasi.

  Dikatakan penting sebab hasil kerjanya dapat memberikan manfaat bagi kemajuan organisasi dalam bentuk peningkatan kinerja melalui motivasi kerja dalam wujud penetapan standar-standar kerja. Standar-standar kerja tersebut dapat dihasilkan dari sistem akuntansi.Dapat diperkirakan apa yang akan terjadi ketika pelaksana sistem informasi akuntansi tidak memahami dan memiliki kerja yang diharapkan. Bukan saja laporan yang dihasilkan tidak handal dalam pengambilan keputusan, tetapi juga sangat berpotensi untuk menjadi bias dalam memberikan evaluasi kinerja unit maupun individu dalam organisasi. Untuk itu motivasi dan perilaku dari pelaksana menjadi aspek penting dari suatu sistem informasi akuntansi.

  Di sisi lain, pihak pemakai laporan keuangan dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: pihak intern (manajemen) dan pihak ekstern (pemerintah, investor/calon investor, kreditur/calon kreditur, dan lain sebagainya). Bagi pihak intern, informasi akuntansi akan digunakan untuk motivasi dan penilaian kinerja.

  Sedangkan bagi pihak ekstern, akan digunakan untuk penilaian kinerja sekaligus sebagai dasar dalam pengambilan keputusan bisnis.

  Di samping itu pihak ekstern, juga perlu mendiskusikan berbagai hal terkait dengan informasi yang disediakan sebab mereka mempunyai suatu rangkaian perilaku yang dapat mempengaruhi tindakan pengambilan keputusan bisnisnya. Sehubungan dengan hal tersebut, beberapa riset akuntansi mulai mencoba menghubungkan dan menganggap penting untuk memasukkan aspek keperilakuan dalam akuntansi. Sejak meningkatnya orang yang sudah memberikan pengakuan terhadap beberapa aspek perilaku dari akuntansi, terdapat suatu kecenderungan untuk memandang secara lebih

  Perspektif perilaku menurut pandagan ini telah dipenuhi dengan baik sehingga membuat sistem akuntansi yang lebih dapat dicerna dan lebih bisa diterima oleh para manajer/pimpinan dan karyawannya. Pelayanan akuntansi mungkin juga telah sampai pada puncak permasalahan yang rumit dan gagasan akuntansi dapat muncul dari beberapa nilai yang ada. Tetapi, pertimbangan perilaku dan sosial tidak berarti mengubah dari tugas akuntansi secara radikal. Namun mulai mengembangkan perspektif dalam mendekati beberapa pengertian yang mendalam mengenai pemahaman atas perilaku manusia pada organisasi.

  Perkembangan organisasi bisnis saat ini penuh dengan persyaratkan untuk melaporkan informasi kepada pihak lain tentang siapa atau apa, bagaimana menjalankan organisasi, dan untuk siapa harus bertanggungjawab. Hal ini pada umumnya disebut sebagai ”persyaratan” pelaporan, meskipun beberapa diantaranya mungkin tidak dapat dipaksakan. Intisari dari proses akuntansi adalah komunikasi atas informasi yang memiliki implikasi keuangan atau manajemen. Karena pengumpulan atau pelaporan informasi mengkonsumsi sumber daya, biasanya hal tersebut tidak dilakukan secara suka rela kecuali pembuat informasi yakin bahwa hal ini akan mempengaruhi penerima untuk berperilaku sebagaimana yang diinginkan oleh pelapor/pembuat. Persyaratan pelaporan dapat mempengaruhi perilaku dalam beberapa cara, diantaranya adalah:

  

Antisipasi penggunaan informasi. Persyaratan pelaporan kemungkinan besar akan

  mempengaruhi perilaku pembuat ketika informasi yang dilaporkan merupakan deskripsi mengenai perilaku pembuat itu sendiri, atau untuk mana pembuat tersebut akan bertanggung jawab. Semakin informasi yang dilaporkan mencerminkan sesuatu yang dapat dikendalikan oleh pembuat, maka akan semakin besar kemungkinan bahwa perilku pembuat akan dimodifikasi. Pembuat dapat merasa cukup pasti bahwa perubahan dalam perilaku akan mengarah pada perubahan yang diinginkan dalam informasi yang dilaporkan.

  

Prediksi pengirim mengenai penggunaan informasi. Kadang kala penerima

  menyatakan secara jelas bagaimana mereka menginginkan pembuat laporan berperilaku, meskipun sulit untuk dicapai secara simultan seperti: laba jangka pendek yang tinggi, pertumbuhan jangka panjang, atau citra publik yang baik. Apabila pembuat laporan bertanggung jawab kepada penerima maka ia akan berperilaku dalam cara-cara yang menyenangkan mengenai apa yang harus dilaporkan, mengenai tindakan dan hasil yang manakah yang penting bagi penerima. Namun ketika orang tidak merasa pasti mengenai bagaimana informasi tersebut akan digunakan, maka pembuat laporan memiliki pekerjaan sulit untuk memprediksi kapan dan bagaimana informasi tersebut akan digunakan. Kemungkinan besar akan mendasarkan pada prediksi sesuai dalam situasi yang serupa dalam pengalamannya tersebut.

  

Insentif/sanksi. Kekuatan dan sifat dari penerima terhadap pembut laporan adalah

  penentu yang penting dalam mengubah perilakunya. Semakin besar potensi yang ada untuk memberikan penghargaan atau sanksi semakin hati-hati pembuat laporan akan bertindak dan memastikan bahwa informasi yang dilaporkan dapat diterima. Misalnya saja, mahasiswa kemungkinan besar akan mengerjakan tugasnya ketika tugas tersebut dikumpulkan dan diberi nilai dibandingka jika tidak, meskipun manfaat pembelajaran dalam kedua kasus tersebut adalah sama.

  

Penentuan waktu. Waktu adalah faktor penting dalam menentukan apakah

  persyaratan pelaporan akan menyebabkan perubahan dalam perilaku pembuat laporan atau tidak. Supaya persyaratan pelaporan dapat menyebabkan perubahan perilakunya, ia harus mengetahui persyaratan tersebut sebelum ia bertindak. Sehingga jika persyaratan plaporan yang sebelumya dikenakan setelah perilaku yang dilaporkan, maka akan dapat diketahui pada pembuatan laporan berikutnya.

  

Pengarahan perhatian. Suatu persyaratan pelaporan dapat menyebabkan pembuat

  mengubah perilakunya. Hal itu kemungkinan informasi memiliki suatu cara untuk mengarahkan perhatian pada bidang-bidang yang berkaitan dengannya, yang dapat mengarah pada perubahan perilaku.

   Ketergantungan Organisasi

  Robbins (2001) mengidentifikasi tiga bentuk saling ketergantungan, yaitu: 1.

  Sequential interdependence : Satu kelompok tergantung pada suatu kelompok lain untuk masukannya tetapi ketergantungan itu hanya satu arah, misalnya departemen pembelian dan departemen suku cadang. Dalam hal ini perakitan suku cadang bergantung pada pembelian untuk masukannya. Dalam kesalingtergantungan berurutan, jika kelompok yang memberikan masukan tidak menjalankan tugasnya dengan benar, kelompok yang bergantung pada kelompok pertama akan sangat terkena. (gambar bagian (b).

  2. Pooled interdependence : Dua atau lebih unit menyumbang output secara terpisah ke unit yang lebih besar, misalnya departemen pengembangan produk dan departemen pengiriman. Kedua departemen ini pada hakikatnya terpisah dan jelas terbedakan satu sama lain, hal ini tampak dalam gambar 1 bagian (a).

  3. Reciprocal interdependence: dimana kelompok – kelompok bertukar masukan dan keluaran, misalnya kelompok penjualan dan pengembangan produk saling bergantung secara timbal balik. Kelompok pengembangan produk memerlukan kelompok penjualan untuk informasi tentang kebutuhan pelanggan sehingga mereka dapat menciptakan produk yang dapat dijual dengan sukses, hal ini tampak pada gambar 1 bagian (c).

Gambar 2.1 Tipe Saling Ketergantungan

  A Pooled (1)

  B A B Sequential (2) Reciprocal (3)

  A A

( Sumber Robins, S. P., Organization Theory 2001 : 91)

2.1.6 Ketergantungan Organisasi Sistem Akuntansi Manajemen

  Ketergantungan Organisasi yang berkaitan dengan tingkat otonomi yang merupakan suatu set pengendalian yang signifikan dalam organisasi (Otley, 2001).

  Secara lebih khusus, ketergantungan organisasi tidak saja merupakan sebuah variabel kontingensi yang penting dalam perancangan sistem akuntansi manajemen, tetapi juga merupakan mekanisme penunjang yang seharusnya konsisten dengan maksud penyusunan struktur formal (Chenhall dan Morris, 2003).

  Hubungan antara ketergantungan organisasi dan penggunaan sistem akuntansi manajemen dalam meningkatkan kinerja organisasi dimana tolak ukur kinerjanya adalah efisiensi dan dana efektivitas pelayanan yang diberikan kepada publik dapat digambarkan sebagai berikut; dengan ketergantungan organisasi, dimana sub unit mempunyai wewenang dan otoritas mengambil keputusan, manajer dalam kondisi ini mampu mengambil keputusan yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan lokal dan secara cepat merespon perubahan-perubahan situasi lokal yang terjadi. Hal ini berarti dapat mereduksi waktu yang dibutuhkan untuk pengambilan keputusan kemampuan untuk membuat keputusan yang benar sesuai dengan kebutuhan akan mendorong terciptanya efektifitas pelayanan yang diberikan.

  Peneliti-peneliti masalah struktur organisasi sepakat bahwa ketergantungan organisasi mempunyai efek yang cukup positif terhadap kinerja. Miah dan Mia (2000) berpendapat bahwa ketergantungan organisasi mempunyai efek yang cukup memberikan insentif yang lebih besar pada performance, hal ini disebabkan adanya manajer sub unit yang diberikan kewenangan untuk menetapkan tujuan dari unitnya sehingga manajer tersebut akan lebih bertanggung jawab terhadap tujuan yang telah ditetapkan.

  Sistem akuntansi manajemen didefinisikan dalam istilah karakteristik informasi yang meliputi broad scope, aggregation, timeliness, dan integration

  (Chenhall dan Morris, 2003). Menurut Chenhall dan Morris (1986) dalam Arsono dan Muslichah (2002) mengidentifikasi 4 (empat) karakteristik informasi SAM yaitu sebagai berikut:

  1.Broad Scope

  Didalam sistem informasi, broad scope mengacu kepada dimensi fokus, kuantifikasi, dan horison waktu (Gorry dan Morton 1971; Larcker, 1981; Gordon dan Narayanan, 2000). SAM tradisional memberikan informasi yang terfokus pada peristiwa–peristiwa dalam organisasi, yang dikuantifikasi dalam ukuran moneter, dan yang berhubungan dengan data historis. Lingkup SAM yang luas mencakup ukuran nonmoneter terhadap karakteristik lingkungan ekstern (Gordon dan Miller 1999).

  Disamping itu, lingkup SAM yang luas akan memberikan estimasi tentang kemungkinan terjadinya peristiwa di masa yang akan datang didalam ukuran probabilitas.

  2. Timeliness

  Kemampuan para manajer untuk merespon secara cepat atas suatu peristiwa kemungkinan dipengaruhi oleh timeliness SAM. Informasi yang timeliness meningkatkan fasilitas SAM untuk melaporkan peristiwa paling akhir dan untuk memberikan umpan balik secara cepat terhadap keputusan yang telah dibuat. Jadi

  

timeliness mencakup frekwensi pelaporan dan kecepatan pelaporan. Chia (2000) menyatakan bahwa timing informasi menunjuk kepada jarak waktu antara permintaan dan tersedianya informasi dari SAM ke pihak yang meminta.

  3.Aggregation

  SAM memberikan informasi dalam berbagai bentuk agregasi yang berkisar dari pemberian bahan dasar, data yang tidak diproses hingga berbagai agregasi berdasarkan periode waktu atau area tertentu misalnya pusat pertanggungjawaban atau fungsional. Tipe agregasi yang lain mengacu kepada berbagai format yang konsisten dengan model keputusan formal seperti analisis cash flow yang didiskontokan untuk anggaran modal, simulasi dan linear programming untuk penerapan anggaran, analisis biaya-volume-laba, dan model pengendalian persediaan. Dalam perkembangan terakhir, agregasi informasi merupakan penggabungan informasi fungsional dan temporal seperti area penjualan, pusat biaya, departemen produksi dan pemasaran, dan informasi yang dihasilkan secara khusus untuk model keputusan formal.

  4.Integration

  Aspek pengendalian suatu organisasi yang penting adalah koordinasi berbagai segmen dalam sub – sub organisasi. Karakteristik SAM yang membantu koordinasi mencakup spesifikasi target yang menunjukkan pengaruh interaksi segmen dan informasi mengenai pengaruh keputusan pada operasi seluruh subunit organisasi. Chia (2000) menyatakan bahwa informasi yang terintegrasi dari SAM dapat digunakan sebagai alat koordinasi antar segmen dari subunit dan antar subunit.

  Kompleksitas dan saling ketergantungan antar subunit akan direfleksikan dalam informasi yang terintegrasi dari SAM.

  Namun menurut Chenhall dan Morris, karakteristik sistem akuntansi manajemen yang berhubungan langsung dengan desentralisasi adalah berupa broad

  

scope dan aggregation (digunakan oleh Gull dan Chia, 2000). Oleh sebab itu, dua

  karakterikstik informasi sistem akuntansi manajemen yaitu broad scope dan aggregation , yang mempunyai level tertinggi akan lebih dipertimbangkan.

  Ringkasan karakteristik informasi dari broad scope dan aggregation adalah sebagai berikut:

Tabel 2.1 Karakteristik Informasi dari Broad Scope dan Aggregation

  Informasi eksternal, misalnya kondisi ekonomi Scope Informasi non keuangan, misalnya preferensi konsumen

  Orientasi masa depan, misalnya probabilitas Aggregate periode waktu, misalnya bulanan

  Aggregation Aggregate area fungsional, misalnya pemasaran Aggregar model keputusan, misalnya discounted cash flow

  

( Sumber Gull dan Yew M. Chia, Decentralization, Management Accounting

System (MAS) Information Characteristics 2003 : 413 )

  Kesesuaian antara ketergantungan organisasi terhadap sistem akuntansi manajemen yang berupa broad scope dan aggregation digunakan untuk memperbaiki kinerja manajerial (Gordon dan Miller, 1976; Watterhouse dan Tiessen, 1978; Nazaruddin, 2000). Mereka menekankan bahwa kesesuaian kedua aspek tersebut berasosiasi dengan kinerja yang lebih tinggi. Hal ini terjadi karena para manajer divisi/unit lebih senang dievaluasi dengan ukuran kinerja agregat yang merefleksikan area pertanggungjawaban mereka. Ukuran evaluasi akuntansi konvensional yang tidak merefleksikan otonomi dan integrasi satu dengan yang lainnya akan mengakibatkan turunnya moral dan meningkatnya konflik dalam aktivitas divisi/unit (Chenhall dan Morris, 2001).

  Chenhall dan Morris (2001) mengemukakan bahwa informasi broad scope sistem akuntansi manajemen akan dibutuhkan untuk melayani keberagaman keputusan yang dicapai oleh manajer desentralisasi dalam lingkup penentuan harga, pemasaran, pengendaian persediaan, dan negosiasi tenaga kerja. Dalam ketergantungan organisasi manajer mempunyai kebutuhan yang lebih rinci, informasi

  

broad scope akan memudahkan manajer untuk memutuskan secara lebih efektif dan

akhirnya akan menghasilkan kinerja yang lebih baik (Sathe dan Watson, 2002).

  Menurut Nazaruddin (2000), bahwa pada tingkat ketergantungan organisasi yang tinggi maka dibutuhkan desain sistem akuntansi manajemen yang semakin baik agar dapat semakin besar pengaruh dampak positifnya terhadap kinerja manajerial.

2.2 Kerangka Konseptual

  Manajer internal memiliki pandangan bahwa peristiwa-peristiwa yang akan terjadi diakibatkan oleh keputusan-keputusan yang dibuatnya. Ketergantungan organisasi yang tinggi akan berdampak pada kinerja yang tinggi. Sebaliknya apabila tingkat ketergantungan organisasi rendah, maka akan berdampak pada kinerja organisasi yang rendah. Pada tingkat ketergantungan organisasi yang tinggi maka dibutuhkan desain sistem akuntansi manajemen yang semakin baik agar dapat semakin besar pengaruh dampak positifnya terhadap kinerja manajerial.

  Gambar berikut ini menyajikan model mengenai pengaruh tingkat ketergantungan organisasi terhadap sistem akuntansi manajemen.

Gambar 2.2 Pengaruh Tingkat Ketergantungan Organisasi Terhadap

  Sistem Akuntansi Manajemen

  Pooled Sequential

  Sistem Ketergantungan Akuntansi

  Sequential Pooled

  Organisasi Manajemen

  Reciprocal

  Reciprocal

( Sumber Robins, S. P., Organization Theory 2001 : 91)

2.3 Hipotesis Penelitian

  Sesuai dengan telaah teoritis, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: H1: Ketergantungan Organisasi yang tinggi akan memperkuat pengaruh terhadap sistem akuntansi manajemen H2: Pengaruh ketergantungan organisasi terhadap kinerja manajerial dimediasi oleh sistem akuntansi manajemen

  Pembahasan yang menyebabkan dibuatnya hipotesis tersebut bisa digunakan untuk mengungkapkan bahwa penggunaan sistem akuntansi manajemen memainkan peranan penting dalam arti bahwa meningkatnya ketergantungan organisasi berhubungan dengan sistem akuntansi manajemen yang lebih besar, yang akan berhubungan juga dengan peningkatan kinerja manajerial.

Dokumen yang terkait

Pengaruh Ketergantungan Organisasi Terhadap Sistem Akuntansi Manajemen Desain Di Yayasan Kesehatan PT. Telekomunikasi Indonesia

5 52 87

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Kinerja - Analisis Kinerja Manajemen Melalui Pendekatan Metode Balanced Scorecard (Studi Kasus Pada Rumah Sakit Haji Medan

0 0 25

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Laba Akuntansi 2.1.1 Pengertian Laba akuntansi - Pengaruh Laba Akuntansi Dan Arus Kas Operas Terhadap Dividen Kas Pada Perusahaan Manufaktur Jenis Otomotif Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 1 15

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Manajemen Laba - Pengaruh Size, ROA dan Leverage terhadap Manajemen Laba pada Perusahaan Perbankan yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia

0 0 16

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Sistem Pembayaran - Pengaruh Sistem Pembayaran Non Tunai Terhadap Stabilitas Moneter di Indonesia

0 4 20

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2. 1. Tinjauan Teoritis 2. 1. 1. Sistem Informasi Akuntansi - Pengaruh Penerapan Sistem Informasi Akuntansi Penggajian dan Pengupahan pada PT. Socfindo terhadap Efektivitas Kinerja Perusahaan

0 0 46

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Teori Agensi - Analisis Pengaruh Mekanisme Good Corporate Governance Terhadap Manajemen Laba Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2009-2011

0 0 27

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Manajemen - Pengaruh Manajemen Modal Kerja Terhadap Kinerja Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia

0 0 24

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Akademisi USU Terhadap Adanya Akuntansi Forensik

0 0 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Akuntansi Biaya 2.1.1 Pengertian Akuntansi Biaya - Deskripsi Komperatif Kepentingan Keberadaan Akuntansi Biaya Dan Akuntansi Manajemen Dalam Praktek

1 2 14