BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Pengertian Persepsi - Persepsi Akademisi USU Terhadap Adanya Akuntansi Forensik

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Teoritis

2.1.1 Pengertian Persepsi

  Menurut Ikhsan (dalam Ipprianto, 2009:30) Persepsi adalah bagaimana orang-orang melihat atau menginterpretasikan peristiwa, objek, serta manusia.

  Orang-orang bertindak atas dasar persepsi mereka dengan mengabaikan apakah orang memiliki persepsinya sendiri atas suatu kejadian dan uraian kenyataan seseorang kemungkinan besar jauh berbeda dengan uraian orang lain, lebih lanjut Ikhsan juga menjelaskan bahwa persepsi merupakan kombinasi antara faktor utama dunia luar (stimulus visual) dan diri manusia itu sendiri (pengalaman- pengalaman sebelumnya).

  Persepsi juga merupakan pengalaman tentang objek atau hubungan- hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Meskipun demikian, karena persepsi tentang objek atau peristiwa tersebut bergantung pada suatu kerangka ruang dan waktu, maka persepsi akan bersifat sangat subjektif dan situasional. Persepsi disatukan oleh faktor personal dan situasional. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal-hal lain yang termasuk dalam faktor fungsional. Oleh karena itu, yang struktural berasal dari sifat fisik dan dampak saraf yng ditimbulkan pada sistem saraf individu. Robbins (2009:175) mendefinisikan persepsi (perseption) sebagai proses di mana individu mengatur dan menginterpretasikan kesan-kesan sensoris mereka guna memberikan arti bagi lingkungan mereka. Namun apa yang diterima seseorang pada dasarnya bisa berbeda dari realitas objektif walaupun seharusnya tidak perlu ada, perbedaan tersebut sering timbul.

2.1.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Persepsi

  Persepsi dikatan rumit dan aktif karena walaupun persepsi merupakan kegiatan kognitif. Persepsi lebih banyak dipengaruhi oleh kesadaran, ingatan, pikiran, dan bahasa. Dengan demikian, persepsi bukanlah cerminan yang tepat dari realitas. Ikhsan (dalam Ipprianto, 2009:30)

  Dari beberapa definisi persepsi, dapat disimpulkan bahwa persepsi setiap individu mengenai suatu objek atau peristiwa tergantung pada dua faktor, yaitu faktor dalam diri seseorang (aspek kognitif) dan faktor dunia luar (aspek stimulus visual). Robbins (2006: 175) mengemukakan bahwa sejumlah faktor beroperasi untuk membentuk dan terkadang mengubah persepsi, dalam diri objek atau target yang diartikan, atau dalam konteks situasi di mana persepsi tersebut dibuat.

  Robbins menjelaskan bahwa ketika seorang individu melihat sebuah target dan berusaha untuk menginterpretasikan apa yang ia lihat, interpretasi itu sangat dipengaruhi oleh berbagai karakteristik pribadi dari pembuat persepsi individual

  Karakteristik target yang diobservasi bisa mempengaruhi apa yang diartikan. Target tidak dilihat secara khusus, hubungan sebuah target dengan latar belakangnya juga mempengaruhi persepsi, seperti halnya kecenderungan untuk mengelompokkan hal-hal yang dekat dan hal-hal yang mirip. Konteks dimana kita melihat berbagai objek atau peristiwa juga penting. Waktu sebuah objek atau peristiwa dilihat dapat mempengaruhi perhatian, seperti halnya lokasi, cahaya, panas, atau sejumlah faktor situasional lainnya. Robbins (dalam Ipprianto, 2009:31) secara implisit menyatakan bahwa, persepsi suatu individu terhadap lainnya terhadap obyek yang sama.

2.1.3 Persepsi Akademisi

  Akademi adalah suatu istilah umum bagi komunitas mahasiswa dan cendekiawan terlibat dalam pendidikan tinggi dan penelitian. Terdapat satu literatur yang menjadi landasan penelitian ini yaitu yang berorientasi pada akademisi, seperti identifikasi dan rekomendasi akuntansi forensik dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi.

  Buckhoff dan Schrader (dalam Ipprianto, 2009:36) mengamati ruang lingkup di mana lembaga akademik di negara Amerika Serikat yang menawarkan mata kuliah akuntansi forensik. Hasil pengamatan menemukan bahwa secara rata- rata perguruan tingi menganggap akuntansi forensik menjadi penting untuk dimasukkan ke dalam kurikulum (lihat juga Peterson dan Reider 2001) pengajar bidang akuntansi sepakat bahwa perguruan tinggi semakin memerlukan pendidikan akuntansi forensik, sedangkan rezaee(2002) lebih jauh menyatakan bahwa para mahasiswa percaya bahwa akuntansi forensik merupakan sebuah peluang karir yang layak bagi mereka, namun masalahnya ialah bahwa bidang ini belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi.

  National Institute of Justice (dalam Ipprianto, 2009:36) menyusun sebuah

  pedoman kurikulum untuk pendidikan akuntansi forensik dan pelatihan tentang fraud dan untuk membantu lembaga akademik, organisasi pemerintah di swasta, 2009:36) mengemukakan bahwa tuntutan untuk dan minat terhadap akuntansi forensik akan terus bertambah. Baik praktisi maupun akademisi memandang pendidikan akuntansi forensik yang akan dimasukkan ke dalam mata kuliah. Rezaee et al. (dalam Ipprianto, 2009:37)

2.1.4 Akuntansi Forensik

  Merriam dikutip oleh tuanakota 2007 (dalam Ipprianto, 2009 : 32) forensik dapat diartikan ‘’berkenaan dengan pengadilan’’ atau ‘’berkenaan dengan penerapan pengetahuan ilmiah pada masalah hukum’’. Oleh karena itu akuntansi forensik dapat diartikan penggunaan ilmu akuntansi untuk kepentingan hukum.

  Selanjutnya Crumbley dalam Tuanakota 2007 (dalam Ipprianto, 2009:32), secara sederhana dapat dikatakan, akuntansi forensik adalah akuntansi yang akurat (cocok) untuk tujuan hukum. Artinya, akuntansi yang dapat bertahan selama

  Tuanakota (2007:10) mengemukakan bahwa akuntansi forensik dahulu digunakan untuk keperluan pembagian warisan atau mengungkap kasus pembunuhan. Hal tersebut berawal dari penerapan akuntansi dalam hal persoalan hukum, maka istilah yang dipakai adalah akuntansi forensik dan bukan audit, perkembangannya sampai saat ini masih kelihatan akuntansinya, contohnya dalam perhitungan ganti rugi baik dalam pengertian sengketa maupun kerugian akibat kasus korupsi. Suryanto, 2005 ( dalam Ipprianto, 2009:33) lebih jauh mengatakan bahwa akuntansi forensik biasanya fokus pada area-area tertentu (misalnya kecurangan baik dari laporan pihak dalam atau orang ketiga (tip off) atau, petunjuk terjadinya kecurangan (red flags). Dengan demikian akuntansi forensik sangat berperan dalam pengungkapan skandal-skandal keuangan yang ada di Indonesia yang terutama kasus korupsi.

  Akuntansi Forensik adalah Matakuliah baru Ilmu akuntansi yang lebih akurat (cocok) untuk tujuan dan kepentingan hukum. Akuntansi Forensik adalah penggunaan keahlian di bidang audit dan akuntansi yang dipadu dengan kemampuan investigatif untuk memecahkan suatu masalah/sengketa keuangan atau dugaan kecurangan (fraud) yang pada akhirnya akan diputuskan oleh pengadilan/arbitrase/tempat penyelesaian perkara lain.

2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu No Nama Peneliti Judul Hasil Penelitian Penelitian

  1 Fleming (2008) West Virginia mengembangkan program akademik University: baru untuk menghadapi akuntan Forensic profesional dan auditor yaitu FAFI Accounting (Forensic Accounting and Fraud and Fraud Investigaton ).

  Investigstion

  2 Ipprianto(2009) Persepsi tidak terdapat perbedaan persepsi yang Akademisi signifikan antara akademisi dengan dan Praktisi praktisi terhadap kemampuan anallisis terhadap deduktif, keahlian analitik, komunikasi Keahlian tertulis, pengetahuan tentang hukum Akuntansi dan bersifat tenang. Hasil pengujian Forensik hipotesis menunjukkan bahwa terdapat perbedaan persepsi yang signifikan antara akademisi dengan praktisi terhadap kemampuan pemikiran kritis, memecahkan masalah tidak terstruktur, fleksibilitas penyidikan, dan

2.3 Kerangka Konseptual

  Kerangka konseptual merupakan penjelasan secara teoritis pertautan antara variabel yang akan diteliti (Sugiyono, 2006:47). Berdasarkan teori pendukung, maka kerangka konseptual dapat digambarkan sebagai berikut

Gambar 2.1 Kerangka Konseptual

  Persepsi Persepsi strata-1 dan dosen Strata-2 dan profesi akuntansi akuntansi forensik sama dengan audit forensik.

  2. Akuntansi Forensik sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjajikan di masa yang akan datang.

  3. Akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan 4. Akuntansi forensik dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi.

  5. Ada hubungan akuntansi forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi.

  6. Akuntansi forensik belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi.

  1. akuntansi forensik sama dengan audit forensik.

  2. Akuntansi Forensik sangat berperan terhadap sebuah peluang karir yang menjajikan di masa yang akan datang.

  3. Akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan 4. Akuntansi forensik dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi.

  5. Ada hubungan akuntansi forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi.

  6. Akuntansi forensik belum mendapatkan perhatian yang serius dari pihak perguruan tinggi.

  

Adanya akuntansi forensik

2.6 Hipotesis

  Berdasarkan perumusan masalah dan kerangka konseptual yang telah ditetapkan maka hipotesis penelitian adalah: Ha1 : Terdapat perbedaan persepsi akademisi S1 dan dosen dengan S2 dan profesi akuntansi terhadap variabel akuntansi forensik tidak sama dengan audit forensik. Ha2 : Terdapat perbedaan persepsi akademisi S1 dan dosen dengan S2 dan profesi akuntansi terhadap variabel akuntansi forensik Sangat berperan datang. Ha3 : Terdapat perbedaan persepsi akademisi S1 dan dosen dengan S2 dan profesi akuntansi terhadap variabel akuntansi forensik sebagai alat untuk mempercepat pemberantasan korupsi dan penanggulangan tindak penipuan.

  Ha4 : Terdapat perbedaan persepsi akademisi S1 dan dosen dengan S2 dan profesi akuntansi terhadap variabel akuntansi forensik Dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan akuntansi. Ha5: Terdapat perbedaan persepsi akademisi S1 dan dosen dengan S2 dan profesi akuntansi terhadap variabel Ada hubungan akuntansi forensik dengan perkembangan ilmu akuntansi. Ha6: Terdapat perbedaan persepsi akademisi S1 dan dosen dengan S2 dan