BAB II TINJAUAN PUSTAKA - Analisis Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak Terhadap Produktivitas Industri Pengolahan Kelapa Sawit Di Wilayah Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Fungsi Ekonomi Pemerintah

  Sejak lama para filosof telah memperdebatkan peranan negara, sementara itu para pemikir politik telah mengajukan pendekatan-pendekatan yang berbeda terhadap pemerintah. Tidak dapat dipungkiri bahwa peranan pemerintah tetap dibutuhkan meskipun era globalisasi telah mengaburkan batas-batas negara. Tidak ada negara yang sanggup meluputkan diri dari globalisasi, sehingga negara dengan segala fungsinya ikut terpengaruh oleh globalisasi yang membuat dunia seakan menjadi dusun global (global village) tetapi pemerintahan negara manapun tetap menjalankan fungsinya.

  Menurut Mankiw seperti diterjemahkan Munandar ( 1992 ), dari segi ekonomi, ada 4 fungsi pemerintah yaitu :

1. Mendirikan kerangka kerja resmi bagi perekonomian

  Dalam fungsi ini pemerintah membuat aturan main ekonomi. Peraturan ini meliputi batasan kekayaan perusahaan, hukum perjanjian kontrak, kewajiban majikan atas pegawainya dan lain-lain.

  2. Mempengaruhi pengalokasian berbagai sumber daya untuk mengubah efisiensi ekonomi Fungsi ini disebut juga fungsi alokasi yang berkaitan dengan barang publik, diskriminasi pasar, kegagalan pasar dan eksternalitas

  Membentuk berbagai program untuk mengubah distribusi pendapatan Fungsi ini dikenal dengan fungsi distribusi, pemerintah memiliki peran yang sangat penting dalam distribusi pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.

  Terdapat ketidakmerataan sejulah distribusi pendapatan sedangkan pasar tidak mampu menyelesaikan masalah tersebut

4. Menstabilkan perekonomian melalui kebijakan makro

  Pemerintah berusaha untuk memperlancar arus bisnis untuk menghindari tingkat pengangguran yang kronis, stagnasi ekonomi dan inflasi, serta mendorong pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Senjata utama pemerintah untuk mengontrol fluktuasi bisnis dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah kebijakan moneter dan kebijakan fiskal.. Musgrave ( 1989 ) menyebutkan fiscal function pemerintah adalah sebagai berikut : 1.

   The Provision for social goods, or the process by which total resource use is

divided between privat and social goods and by which the mix of social goods

is chosen. This provision may be termed the allocation function of budget

policy Regulatory policies, which may also be considered apart of the

allocation function, are not included here because they are not primarily a

problem of budget policy.

  2. Adjustment of the distribution of income and wealth to ensure conformance

with what society consider a ”fair” or ”just” state of distribution, here

referred to as the distribution function.

  3. The use of budget policy as a means of maintaining high employment, a reasonable degree of price level stability, and an appropriate rate of

  payments. We refer to all these objectives as the stabilization function.

  Dengan demikian fungsi pemerintah menurut Musgrave ada tiga yaitu fungsi alokasi yang berkaitan dengan penyediaan barang-barang publik, fungsi distribusi yang berkaitan dengan pembagian yang merata di masyarakat mengenai penghasilan dan kesejahteraan dan fungsi stabilisasi yang berkaitan dengan stabilitas barang-barang kebutuhan masyarakat, mempertahankan kesempatan kerja yang senantiasa terbuka luas dan menjamin pertumbuhan ekonomi yang mantap.

2.2. Kebijakan Publik

  Dalam menjalankan fungsinya, pemerintah membutuhkan instrument untuk dapat mengimplementasikan fungsinya tersebut. Instrumen yang dimaksud adalah kebijakan. Helco dalam Parsons ( 2005 ) memberi batasan dari suatu kebijakan, yaitu “To suggest in academic circle that there is a general agreement of

  anything is to done a crimson in the bullpen, but policy is one termon which there

seems to be a certain amount of definitional agreement, as commonly used, the

terms policy is ussualy consider to apply to amethong bigger than particular

decisions, but smaller the general social movement.” Kebijakan adalah suatu

  istilah yang disepakati secara umum yang biasanya digunakan untuk mempertimbangkan keputusan tertentu juga untuk perubahan sosial.

  Menurut Jones dalam Tangkilisan ( 2003 ), Kebijakan terdiri dari komponen- komponen sebagai berikut :

1. Goal atau tujuan yang diinginkan

  Plans atau proposal yaitu pengertian yang spesifik untuk mencapai tujuan 3. Program yaitu upaya yang berwenang untuk mencapai tujuan 4. Decision atau keputusan yaitu tindakan-tindakan untuk menentukan tujuan, membuat rencana, melaksanakan dan mengevaluasi program

  5. Efek yaitu akibat-akibat dari program (baik disengaja atau tidak, primer atau sekunder) Eaulau dan Previt, dalam Tangkilisan (2003) merumuskan kebijakan sebagai keputusan yang tetap, ditandai dengan kelakuan yang berkesinambungan dan berulang-ulang pada mereka yang membuat kebijakan dan yang melaksanakannya, dengan demikian kebijakan merupakan suatu keputusan untuk menetapkan tujuan yang berkesinambungan, melaksanakan dan mengevaluasinya. Istilah kebijakan publik dikemukakan oleh para pakar di bidang politik maupun administrasi Negara. Salah satu definisi yang sering digunakan adalah pendapat dari Dye dalam Thoha ( 1993 ) yang menyebutkan “Whatever government choose

  to do or not to do” (apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk dilakukan ataupun

  untuk tidak dilakukan). Pengertian sederhana ini mencakup bahwa kebijakan publik tidak hanya berupa apa yang dilakukan oleh pemerintah melainkan termasuk juga apa saja yang tidak dilakukan pemerintah. Tindakan yang tidak dilakukan pemerintah pun mempunyai dampak yang besar seperti halnya apa yang dilakukan oleh pemerintah. Pemerintah tidak melakukan tindakan bukan berarti tidak respons dengan masalah publik, namun bias saja masalah publik tersebut telah diatur ketentuannya dengan kebijakan yang sudah ada sehingga tidak membutuhkan kebijakan baru. mempunyai dua aspek pokok : 1.

  Policy, merupakan praktik sosial, bukan event yang tunggal atau terisolir.

  Dengan demikian sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala kejadian dalam masyarakat dan digunakan untuk kepentingan masyarakat.

  2. Policy, adalah suatu peristiwa yang ditimbulkan untuk mendamaikan “claim” dari pihak-pihak yang konflik, atau untuk menciptakan “incentive” bagi tindakan bersama bagi pihak-pihak yang ikut menetapkan tujuan akan tetapi mendapatkan perlakuan yang tidak rasional dalam usaha tersebut.

  Senada dengan Thoha, Chandler dan Plano dalam Tangkilisan ( 2003 ) berpendapat bahwa kebijakan publik merupakan suatu bentuk intervensi yang dilakukan secara terus menerus oleh pemerintah demi kepentingan kelompok yang kurang beruntung dalam masyarakat agar mereka dapat hidup, dan ikut berpartisipasi dalam pembangunan secara luas. Dengan demikian jika ada pihak-pihak yang berkonflik atau menuntut suatu insentif, maka salah satu usaha yang dilakukan untuk mengatasinya adalah dihasilkan suatu policy.

2.3. Sistem Perpajakan

  Sistem perpajakan yang berlaku di Indonesia dan pada beberapa negara pada umumnya terdiri dari tiga macam pilar utama. Menurut Mansury ( 1996 ) Pilar itu terdiri dari Kebijakan pajak (Tax Policies), Undang-Undang Pajak (Tax Laws), dan juga Administrasi Pajak (Tax Administration). Untuk menunjang sebuah sistem perpajakan yang baik maka koordinasi antara ketiga pilar tersebut tidak dapat dikesampingkan.

  Mansury ( 1999 ) menyatakan bahwa kebijakan pajak merupakan pengertian sempit dari kebijakan fiskal. Kebijakan fiskal dalam arti luas adalah kebijakan untuk mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja dan inflasi dengan mempergunakan instrument pemungutan pajak dan pengeluaran belanja Negara, sedangkan pengertian dari kebijakan fiskal dalam arti sempit adalah kebijakan yang berhubungan dengan penentuan siapa-siapa yang akan dikenakan pajak, apa yang akan dijadikan dasar pengenaan pajak, bagaimana menghitung besarnya pajak yang harus dibayar dan bagaimana tatacara pembayaran pajak yang terhutang. Menurut Sicat dalam Nirwono ( 1991 ), kebijakan fiskal (fiscal policy) berkaitan dengan pemanfaatan gabungan pengeluaran pemerintah, perpajakan dan utang pemerintah untuk mencapai sasaran yang dikehendaki. Kebijakan fiskal yang aktif dirancang untuk membantu meredakan goncangan liar siklus dunia usaha (business cycles) agar perekonomian menjadi lebih stabil. Kebijakan fiskal juga harus dirancang guna memantapkan pertumbuhan pendapatan dari waktu ke waktu, memperluas kesempatan kerja, serta meningkatkan keadilan pembagian pendapatan dan kekayaan.

  Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa kebijakan fiskal merupakan salah satu instrumen yang dimiliki pemerintah untuk menstabilkan perekonomian dengan menggunakan instrumen perpajakan dan pengeluaran pemerintah serta hutang pemerintah dengan peraturan atau pengawasan pemerintah yang dapat mempengaruhi produksi masyarakat, kesempatan kerja, dan meratakan pendapatan dan kekayaan.

  Menurut Mansury ( 1999 ) tujuan kebijakan pajak sebagai berikut : 1.

  Peningkatan kesejahteraan dan kemakmuran 2. Distribusi penghasilan yang lebih adil 3. Stabilitas

  Dalam pembuatan kebijakan perpajakan, pemerintah harus memperhatikan terlebih dahulu mengenai dua fungsi utama dari perpajakan. Dua fungsi tersebut adalah fungsi budgeter dan fungsi regulerend. Fungsi budgeter yaitu fungsi untuk menghimpun dana dari masyarakat bagi kas negara untuk pembiayaan kegiatan pemerintah, baik pembiayaan rutin maupun pembiayaan pembangunan, Sedangkan fungsi regulerend yaitu fungsi pajak yang memberikan wewenang kepada pemerintah untuk mengatur, bila perlu mengubah susunan pendapatan dan kekayaan swasta. Salah satu bentuk dari fungsi regulerend sebagaimana telah disebutkan sebelumnya dipergunakan untuk mengatur kondisi perkonomian yang ada, salah satunya mengatur mengenai investasi atau penanaman modal. Dalam hal ini apabila pemerintah ingin meningkatkan pertumbuhan investasi baik asing maupun dalam negeri maka pemerintah dapat memberikan rangsangan-rangsangan investasi kepada pihak investor. Rangsangan tersebut dapat berupa pemberian insentif usaha. Salah satu jenis insentif usaha yang dapat diberikan oleh pemerintah adalah melalui pemberian fasilitas pajak.

2. Undang-Undang Pajak (Tax Laws)

  Definisi tentang pajak, salah satu elemen yang terkandung didalamnya adalah adanya peraturan perundang-undangan yang mengatur. Oleh karena itulah maka perpajakan ini. Peraturan yang mengatur mengenai Undang-Undang pajak ini pada umumnya dikategorikan sebagai hukum pajak. Rosdiana dan Tarigan ( 2005 ) menyatakan, pengertian dari hukum pajak sendiri merupakan bagian dari hukum publik, yang mengatur hubungan-hubungan hukum antara negara dan orang-orang atau badan (hukum) yang berkewajiban membayar pajak. Menurut Mansury ( 1999 ) definisi dari hukum pajak adalah keseluruhan peraturan yang meliputi kewenangan pemerintah untuk mengambil kekayaan seseorang dan menyerahkannya kembali kepada masyarakat dengan melalui kas Negara.

3. Administrasi Pajak (Tax Administration)

  Administrasi perpajakan merupakan elemen yang tidak kalah penting dari kedua elemen sebelumnya dalam suatu sistem perpajakan. Menurut Rosdiana ( 2005 ), administrasi perpajakan memegang peranan yang sangat penting karena seharusnya bukan saja sebagai perangkat laws enforcement, tetapi lebih penting dari itu, sebagai service point yang memberikan pelayanan prima kepada masyarakat sekaligus pusat informasi perpajakan.

  Sebagai sarana yang ‘menjembatani’ antara pihak pemerintah dengan para wajib pajak maka sudah sewajarnya sistem administrasi perpajakan menjadi salah satu faktor penting penting dalam sistem perpajakan. meskipun terdapat kebijakan perpajakan yang baik dan juga telah dituangkan dalam peraturan perpajakan yang baik tanpa adanya administrasi perpajakan yang baik maka fungsi utama dari pajak baik dalam hal budgeter maupun regulerend akan sulit tercapai.

  Adriani dalam Brotodiharjo ( 2003 ) menyatakan “Pajak adalah iuran kepada

  

negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang

langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan .”

  Brotodiharjo dalam Waluyo ( 2005 ) mengemukakan “Pajak adalah iuran kepada

  

negara (yang dapat dipaksakan) yang terutang oleh yang wajib membayarnya

menurut peraturan-peraturan, dengan tidak mendapat prestasi kembali, yang

langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai

pengeluaran-pengeluaran umum berhubung dengan tugas Negara untuk

menyelenggarakan pemerintahan.

  Soemitro ( 2004 ) mendefinisikan “ Pajak adalah iuran rakyat kepada Negara

  

berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak dapat jasa

timbal balik (konsentrasi), yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan

untuk membayar pengeluaran umum.

  Judisseno ( 2005 ) mengemukakan “Pajak adalah suatu kewjiban kenegaraan dan

  

pengapdiaan peran aktif warga negara dan anggota masyarakat lainnya untuk

membiayai berbagai keperluan negara berupa pembangunan nasional yang

pelaksanaannya diatur dalam Undang-Undang dan peraturan-peraturan untuk

tujuan kesejahteraan dan negara” .

  Nomor 6 Tahun 1983 tanggal 31 Desember 1983, definisi pajak baru dimasukkan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan, dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2007 pada tanggal 17 Juli 2007. Ketentuan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang No 28 Tahun 2007 menyebutkan “Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh

  orang pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,

dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk

keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.”

  Dari definisi pajak tersebut di atas jelas bahwa pajak merupakan kewajiban kenegaraan dan pengabdian peran aktif warga negara dalam upaya pembiayaan pembangunan nasional kewajiban perpajakan setiap warga negara diatur dalam Undang-Undang dan Peraturan-peraturan pemerintah. Ciri-ciri yang melekat pada pajak berdasarkan beberapa definisi yang telah diutarakan di atas adalah :

  1. Pajak dipungut berdasarkan atau dengan kekuatan Undang-undang serta aturan pelaksanaannya.

  2. Pembayaran pajak tidak dapat ditunjukkan adanya kontraprestasi individual oleh pemerintah atau negara.

  3. Pajak dipungut oleh pemerintah atau negara.

  4. Pajak diperuntukkan bagi pengeluaran-pengeluaran pemerintah, dan public investment.

  Fungsi pajak sangat berkaitan erat dengan fungsi ekonomi pemerintah seperti telah dijelaskan sebelumnya. Pajak sebagai salah satu sumber pendanaan bagi pemerintah dalam menjalankan fungsi-fungsinya. Nurmantu (2003) menyebutkan dua fungsi pajak yaitu budgetair dan regulerend.

  2.5.1. Fungsi Budgetair

  Menurut nurmantu ( 2003 ), fungsi budgetair adalah salah satu fungsi dimana pajak digunakan untuk memasukkan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku. Rosdiana ( 2003 ) menyatakan, fungsi pajak yang paling utama adalah untuk mengisi kas Negara (to

  raise government’s revenue ), fungsi ini disebut juga fungsi fiskal (fiscal function).

  Karena itu suatu pemungutan pajak yang baik sudah seharusnya memenuhi azas

  revenue productivity . Fungsi ini merupakan fungsi utama di Negara-negara

  berkembang termasuk Indonesia. Siahaan ( 2004 ) menyatakan, terkait dengan fungsi budgetair, ada 3 hal yang harus diperhatikan yaitu ; jangan sampai ada wajib pajak/subjek pajak yang tidak memenuhi kewajiban perpajakan, jangan sampai ada obyek pajak yang tidak dilaporkan oleh wajib pajak, dan jangan sampai ada obyek pajak yang terlepas dari pengamatan atau penghitungan negara

  2.5.2. Fungsi Regulerend

  Menurut Nurmantu ( 2003 ), fungsi regulerend adalah suatu fungsi dimana pajak dipergunakan pemerintah sebagai alat untuk mencapai tujuan tertentu. Rosdiana ( 2004 ) menyebutkan bahwa pada kenyataannya pajak bukan hanya berfungsi untuk mengisi kas Negara, pajak juga digunakan pemerintah sebagai instrument untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang ditetapkan pemerintah.

  Pajak penghasilan adalah pajak yang dipungut atas penghasilan yang diterima atau diperoleh oleh subyek pajak. Sedangkan pengertian penghasilan itu sendiri antara lain, 1.

  2005 ) melalui teorinya The

  Menurut Schanz sebagaimana dikutip Rosdiana (

  Accreation Theory of Income , menyatakan bahwa pengertian penghasilan

  untuk keperluan perpajakan seharusnya tidak membedakan sumbernya dan tidak menghiraukan pemakaiannya, melainkan lebih menekankan kepada kemampuan ekonomis yang dapat dipakai untuk menguasai barang dan jasa.

  2.

  2005 ), penghasilan merupakan

  Menurut Haig sebagaimana dikutip Rosdiana (

  

the money value of the net accreation to one’s economic power between two

points of time atau the increase or accreation in one’s power to satisfy his

wants in a given period in so far as that power consists . Penghasilan adalah

  nilai uang berupa penambahan kemampuan ekonomis pada suatu waktu atau peningkatan kemampuan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya dalam suatu waktu.

  3.

  2005 ), ”Personal income may

  Menurut Simon sebagaimana dikutip Rosdiana (

  

be defined as the algebraic sum of (1) the market value of rights exercised in

consumption an (2) the change in the value of the store of the property rights

between the beginning and the end of the period in question. In other words, it

is merely the result obtained by adding consumption during the period to

’wealth’ at the end of the period and then substracing ’wealth’ at the beginning”. Penghasilan adalah penjumlahan dari nilai yang dikonsumsi

  dengan penambahan nilai harta pada periode awal dengan periode akhir. ekonomis seseorang yang diperolehnya dari sumber manapun juga baik digunakan untuk konsumsi maupun untuk hal lainnya. Hal ini sesuai dengan definisi penghasilan yang dianut oleh sistem perpajakan di Indonesia. Dalam hal ini pengklasifikasiannya, pajak penghasilan termasuk dalam pajak subyektif, yaitu pajak yang dikenakan dengan memperhatikan keadaan wajib pajaknya, oleh karena itu dalam menetapkan pajaknya harus ditemukan alasan-alasan obyektif yang berhubungan erat dengan keadaan materilnya atau yang disebut dengan daya pikulnya. Besarnya daya pikul seseorang tidak hanya berdasarkan faktor pendapatan atau kekayaan, tetapi masih ada faktor-faktor lain yang mempengaruhinya.

  Menurut Mansury ( 1999 ) ada beberapa unsur pokok dari konsep penghasilan yang dianut di Indonesia, yaitu :

  1. Tambahan kemampuan ekonomis Obyek pajak penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang dimiliki wajib pajak, yang diperoleh baik dari penghasilan karena hubungan kerja, penghasilan dari pekerjaan bebas dan penghasilan karena pemilikan modal. Tambahan kemampuan ekonomis ini diperoleh dengan mengurangkan penghasilan dengan biaya yang terjadi atau dikeluarkan sesuai dengan peraturan yang berlaku.

  2. Diterima oleh wajib pajak Unsur ini membatasi pengenaan pajak atas setiap tambahan kemampuan ekonomis, yaitu realisasi. Pengertian realisasi menurut Gunadi ( 1997 ) mengambil

  “cash bassic” atau “accrual bassic” 3.

  Berasal dari Indonesia atau luar negeri Nurmantu ( 2003 ) berpendapat, Indonesia dalam menentukan penghasilan yang terutang pajak, menganut prinsip “world wide income” yaitu penghasilan yang dikenakan pajak meliputi penghasilan yang diperoleh dari manapun juga, baik yang berasal dari sumber di Indonesia maupun luar Indonesia. Mansury ( 1999 ) menyatakan, prinsip ini dikenal juga dengan global taxation, yaitu setiap wajib pajak harus menjumlahkan semua penghasilan selama satu tahun buku dari manapun sumbernya.

4. Untuk konsumsi atau menambah kekayaan

  Unsur ini merupakan cara tidak langsung dalam menghitung atau mengukur besarnya penghasilan yang dikenakan pajak, yaitu sebagai hasil penjumlahan seluruh pengeluaran untuk konsumsi dan tabungan atau investasi dan aset lainnya.

2.7. Pajak Pertambahan Nilai

  Salah satu hal yang dapat membantu memahami Pajak Pertambahan Nilai adalah dengan mengetahui karakteristik atau legal character Pajak Pertambahan Nilai.

  Rosdiana ( 2005 ) mengatakan Legal character dapat didefinisikan sebagai ciri-ciri atau nature dari suatu jenis pajak. Pemahaman tentang feature atau nature dari suatu jenis pajak akan menentukan atau memberikan konsekuensi bagaimana sebaiknya pajak tersebut harus dipungut. Karakteristik berbeda dengan definisi, tetapi definisi dapat dibuat berdasarkan karakteristik. Oleh karena itu, karakteristik seringkali lebih efektif dalam menjelaskan sesuatu dan

  Karakteristik atau legal karakter Pajak Pertambahan Nilai menurut Terra ( 1988 ) adalah pajak tidak langsung atas konsumsi yang bersifat umum (general indirect

  tax on consumption ).

  1. General Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak konsumsi yang bersifat umum. Kata umum ini yang membedakan Pajak Pertambahan Nilai dengan jenis pajak lainnya.

  Karakter ini pun berarti Pajak Pertambahan Nilai dikenakan terhadap semua jenis barang dan jasa yang menjadi expenditure private masyarakat baik berupa barang maupun jasa. Seperti yang diungkapkan oleh Williams dalam Thuronyi ( 1996 ) “The principle of the common system of value added tax involve the application

  

goods and services of general tax on consumption exactly proportional to the

price of the good and services, what ever the number of transaction that take

place in the production and distribution process before the stage at which tax is

charge.”

  2. Indirect Pajak Pertambahan Nilai adalah jenis pajak tidak langsung, dimana beban pajaknya dapat dilimpahkan kepada pihak lain dengan cara forward shifting maupun backward shifting. Sukardji ( 2002 ) berpendapat bahwa karakter pajak tidak langsung ini member konsekuensi yuridis bahwa antara pemikul beban pajak (destinataris) dengan penanggung jawab atas pembayaran pajak ke Negara di pihak berbeda.

  On Consumption Pajak Pertambahan Nilai adalah pajak atas konsumsi baik untuk konsumsi sekaligus maupun bertahap. Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas konsumsi barang bergerak dan tidak bergerak serta pemanfaatan jasa. Semua barang seharusnya menjadi obyek Pajak Pertambahan Nilai tanpa kecuali, tanpa membedakan apakah barang bergerak maupun tidak bergerak. Cnossen dalam Thuronyi ( 1996 ) berpendapat bahwa “VAT is a tax on consumption expenditure as they are incurred”.

  Legal character

  VAT di atas diadopsi oleh Indonesia yang menerapkannya sebagai pengganti pajak penjualan. Gunadi ( 1999 ) menyebutkan bahwa, karakteristik Pajak Pertambahan Nilai adalah ciri khusus yang melekat dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai yang tidak dimiliki oleh sistem pajak yang lain. Karakteristik tersebut yaitu : 1.

  Merupakan pajak tidak langsung 2. Merupakan pajak obyektif 3. Bersifat Multistage tax 4. Menggunakan faktur pajak 5. Merupakan pajak atas konsumsi dalam negeri

2.8. Konsep Nilai Tambah

  Pada dasarnya Pajak Pertambahan Nilai merupakan turunan pajak penjualan yang dikenakan atas nilai tambah yang muncul baik pada setiap jalur produksi maupun distribusi. Tait ( 1988 ) menyatakan ”value added is the value that procedure

  

(whether a manufacture, distributor, advertising agent, farmer, race horse

  before selling the new or improved product or service. That is, the inputs (the raw

materials, transport, rent, advertising, and so on) are bought, people are paid

wages to work on these inputs and, when the final good or service is sold, some

profit is left. So value added can be looked at from the additive side (wages plus

profit) or from the substractive side (output minus input) .

  Tait melihat konsep nilai tambah dari sisi penambahan (gaji ditambah dengan keuntungan) dan dari sisi pengurangan (keluaran dikurangi masukan). Nilai tambah dapat juga diidentikkan dengan selisih antara penjualan dengan pembelian. Hal ini sesuai dengan definisi menurut OECD ( 1998 ), ”value added is

  identical to the different between sales and purchases.”

  Aron ( 1982 ) mendefinisikan hal yang sama tentang nilai tambah sebagai berikut

  ”value added is the difference between the value of a firm sales and the value for chosed material inputs used in production sold”, Sementara Hyman ( 1982 )

  mendefinisikan tentang nilai tambah sebagai berikut ”value added is the

  

difference between sales proceeds and purchases of intermediate goods and

services over a certain period.”

2.9. Insentif Pajak

  Insentif pajak atau yang dalam peraturan perpajakan Indonesia disebut dengan fasilitas pajak secara umum dapat diartikan sebagai kemudahan yang diberikan oleh pemerintah dalam hal perpajakan. Viherkentta ( 1991 ) mengatakan “There is

  

no universally accepted definition of a ‘tax incentives’. In this study, the concept

denotes a tax reduction intended to encourage business operations including

  Viherkenttä ( 1991 ) menyatakan “Tax incentives are often understood to be

  

spesific provisions intended by the lawgiver to encourage certain kinds of

behaviour in response to tax benefits granted in the provision .”

  Menurut United Nations Conference on Trade and Development (UNCTAD) ( 2000 ) “FDI incentives may be defined as any measurable advantages accorded

  

to specific enterprises or categories of enterprises by (or at the direction of) a

Government, in order to encourage them to behave in a certain manner. They

include measures specifically designed either to increase the rate of return of a

particular FDI undertaking, or to reduce (or redistribute) its costs or risks .”

  Dari ketiga teori tersebut dapat ditemukan kesamaan yaitu insentif pajak merupakan sebuah fasilitas yang diberikan kepada investor agar tertarik untuk menanamkan modalnya disuatu negara. Dari definisi tersebut juga dapat disimpulkan bahwa insentif pajak merupakan alat yang dapat digunakan oleh pemerintah untuk mempengaruhi perilaku investor dalam menentukan kegiatan bisnisnya.

  Menurut Chalk ( 2001 ) Beberapa alasan rasional pemberian insentif usaha dalam bentuk insentif pajak menurut tulisan yang dikeluarkan oleh International Monetary Fund (IMF) adalah: 1.

  Kebijakan sektor industri 2. Transfer ilmu pengetahuan dan teknologi 3. Penciptaan lapangan pekerjaan 4. Pelatihan dan pengembangan sumber daya manusia 5. Diversifikasi ekonomi

  Akses ke pasar global 7. Penciptaan klaster-klaster kegiatan ekonomi

  Alasan dalam pemberian insentif usaha tersebut digunakan dengan pertimbangan pertama dalam hal industrial policy, alasan dari diberikannya insentif usaha adalah guna mendorong majunya industri yang ada dalam suatu negara, karena diharapkan dengan adanya insentif usaha maka para pelaku industri besar berminat untuk menanamkan modalnya di negara yang bersangkutan dan selanjutnya dapat menjadi katalis guna memajukan industri dalam negeri.

  Kedua yaitu the transfer of proprietary knowledge or technology, dengan adanya pemberian insentif usaha yang nantinya akan menghadirkan para investor yang memiliki skala industri besar maka diharapkan pengetahuan dan teknologi yang digunakan oleh para investor tersebut dapat dimanfaatkan oleh para investor lokal, pemerintah, dan juga masyarakat melalui proses alih teknologi sehingga ilmu pengetahuan dan teknologi akan menjadi semakin maju.

  Ketiga yaitu employment objectives, diharapkan dengan adanya insentif usaha yang dapat mengajak para investor untuk menanamkan modalnya dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat terutama apabila investasi tersebut merupaka investasi yang menyerap banyak tenaga kerja.

  Keempat yaitu training and human capital development, berkaitan dengan alasan sebelumnya yaitu adanya transfer pengetahuan dan tekhnologi maka selanjutnya dengan adanya proses transfer tersebut maka diharapkan kualitas sumber daya manusia akan semakin meningkat.

  Kelima yaitu economic diversification, dengan masuknya para investor baru maka diharapkan dapat menimbulkan diversifikasi ekonomi bagi negara tersebut tumbuh lebih banyak. Keenam yaitu access to overseas market, dengan adanya insentif usaha maka para investor akan tertarik untuk menanamkan modalnya, apabila investor mulai memasuki industri dalam negeri maka kemungkinan besar investor tersebut akan melakukan perdagangan internasional, sehingga diharapkan dapat membuka akses pasar internasional terhadap negara yang bersangkutan. Dengan adanya akses ke pasar internasional ini maka diharapkan dapat mendorong kegiatan ekspor negara yang bersangkutan. Ketujuh yaitu regional or locational objectives, dengan penentuan lokasi-lokasi tertentu untuk penanaman modal yang telah ditentukan oleh pemerintah maka diharapkan pertumbuhan dari lokasi-lokasi tersebut dapat lebih maju tingkat pertumbuhannya.

  Alasan-alasan pemberian fasilitas pajak diatas, merupakan suatu penilaian untuk menetapkan layak atau tidaknya suatu industri atau daerah tertentu untuk diberikan fasilitas pajak penghasilan. Perumusan mengenai bidang usaha dan daerah tertentu yang dapat diberikan fasilitas pajak penghasilan tersebut dilakukan mengingat tujuan yang ingin dicapai oleh pemerintah dalam rangka pemberian fasilitas pajak penghasilan.

  Jenis-jenis insentif pajak yang diberikan oleh pemerintah pada umumnya terdapat suatu pola yang sama. Hanya dalam penerapannya terdapat berbagai macam variasi yang disesuaikan dengan kondisi negara masing-masing. Menurut Holland dan Vann dalam Thuronyi ( 1998 ), secara umum insentif pajak dapat dibagi lima macam, yaitu:

   Tax Holidays 2. Investment Allowances and Tax Credits 3. Timing Differences 4. Tax Rate Reductions 5.

  Administrative Discretion. Insentif pajak dalam bentuk tax holidays pada umumnya digunakan oleh negara- negara berkembang untuk menarik minat investor agar mau berinvestasi dinegaranya. Insentif ini menurut Holland dan Vann dalam Thuronyi ( 1998 ) “ ...

  

new firms are allowed a period of time when they are exempt from the burden of

income taxation .” Maka dengan tax holidays ini wajib pajak memperoleh hak

  berupa pembebasan dari pengenaan pajak dalam suatu periode waktu tertentu. Jenis insentif yang kedua adalah investment allowances and tax credits, jenis insentif ini menurut Holland dan Vann dalam Thuronyi ( 1998 ) “Investment

  

allowances and tax credit are forms of tax relief that are based on the value of

expenditures on qualifying investments .” Jenis insentif ini merupakan insentif

  yang berdasarkan jumlah investasi yang bersangkutan. Pada umumnya jenis insentif ini menggunakan suatu persentase tertentu yang ditentukan oleh pemerintah dan kemudian diperhitungkan dalam penghitungan pajak yang harus dibayarkan oleh wajib pajak.

  Jenis insentif yang ketiga adalah timing differences, jenis insentif ini pada intinya ialah terdapat adanya perbedaan antara laporan keuangan komersial dengan laporan keuangan pajak dalam pengakuan biaya dan juga dalam hal pengakuan penghasilan. Seperti yang ditulis oleh Holland dan Vann dalam Thuronyi ( 1998 )

  defferal of the recognition of income .”

  Jenis insentif yang keempat adalah tax rate reductions, jenis insentif ini sesuai dengan namanya yaitu pengurangan tarif pajak merupakan jenis insentif yang mengurangi tarif pajak yang dikenakan kepada wajib pajak dari suatu persentase atau tingkatan tarif tertentu ke tingkatan tarif yang berada dibawahnya.

  Jenis insentif selanjutnya adalah administrative discretion, administrative

  discretion merupakan salah satu isu yang pada umumnya beredar dalam

  perumusan kebijakan fasilitas pajak. Pengertian dari administrative discretion ini adalah apakah fasilitas pajak dapat dinikmati secara otomatis oleh setiap wajib pajak yang memenuhi ketentuan atau harus mengajukan permohonan penggunaan fasilitas pajak terlebih dahulu. Discretion dapat diartikan sebagai selektif, sehingga administrative discretion dapat diartikan sebagai proses administrasi yang selektif dalam rangka pemberian fasilitas pajak.

  Sedangkan menurut Spitz sebagaimana dikutip Suandy ( 2006 ) umumnya terdapat empat macam bentuk insentif pajak, yaitu:

1. Pengecualian dari pengenaan pajak 2.

  Pengurangan dasar pengenaan pajak 3. Pengurangan tarif pajak 4. Penangguhan pajak.

  Insentif pajak dalam bentuk pengecualian dari pengenaan pajak merupakan bentuk insentif yang paling banyak digunakan. Jenis insentif ini memberikan hak kepada wajib pajak agar tidak dikenakan pajak dalam jangka waktu tertentu yang ditentukan oleh pemerintah. Namun diperlukan kehati-hatian dalam sampai berapa lama pembebasan pajak ini diberikan dan sampai berapa lama investasi dapat memberikan hasil. Contoh dari jenis insentif ini adalah tax holiday atau tax exemption. Jenis insentif yang kedua berupa pengurangan dasar pengenaan pajak. Jenis insentif ini biasanya diberikan dalam bentuk berbagai macam biaya yang dapat dikurangkan dari pendapatan kena pajak. Pada umumnya biaya yang dapat menjadi pengurang boleh dikurangkan lebih dari nilai yang seharusnya. Jenis insentif ini misalnya dapat ditemui dalam bentuk double deduction, investment allowances , dan loss carry forwards.

  Jenis insentif yang ketiga adalah pengurangan tarif pajak. Insentif ini yaitu berupa pengurangan tarif pajak dari tarif yang berlaku umum ke tarif khusus yang diatur oleh pemerintah. Insentif ini paling sering ditemui dalam pajak penghasilan. Misalnya pengurangan tarif corporate income tax atau tarif witholding tax. Jenis insentif yang terakhir menurut Spitz Suandy ( 2006 ) adalah penangguhan pajak. Jenis insentif ini pada umumnya diberikan kepada wajib pajak sehingga pembayar pajak dapat menunda pembayaran pajak hingga suatu waktu tertentu. Kemudian menurut UNCTAD ( 2000 ), a Global Survey mengklasifikasikan jenis insentif pajak antara lain sebagai berikut,

  a.

   Reduced corporate income tax rate b. Loss carry forwards c. Tax holidays d. Investment allowances e. Investment tax credits

   Reduced taxes on dividends and interest paid abroad g.

   Deductions for qualifying expenses h. Zero or reduced tariffs i. Employment-based deductions.

  Jenis insentif pajak yang pertama adalah reduced corporate income tax rates, insentif pajak ini berupa pengurangan tarif pajak penghasilan untuk wajib pajak badan. Pemerintah dapat menetapkan tarif pajak penghasilan yang lebih rendah kepada wajib pajak badan dengan kriteria persyaratan tertentu untuk menarik investor agar menanamkan modalnya di dalam negeri. Jenis insentif yang kedua yaitu loss carry forwards adalah jenis insentif yang memperbolehkan investor untuk mengkompensasikan kerugian yang dialami pada suatu tahun pada tahun- tahun berikutnya. Jenis insentif ini berguna bagi investor yang kegiatan bisnisnya relatif mengalami kerugian pada awal-awal tahun berdirinya ketika investor sedang meningkatkan kapasitas produksi atau memasuki pasar.

  Jenis insentif yang ketiga yaitu tax holidays adalah jenis insentif berupa pembebasan pajak penghasilan badan dengan sejumlah tahun tertentu. Insentif ini merupakan insentif yang umum digunakan oleh negara berkembang untuk meningkatkan pertumbuhan penanaman modal di negaranya. Tax holidays dapat dikategorikan sebagai insentif yang mudah penerapannya dan juga memiliki

  compliance cost yang relatif tidak tinggi. Tetapi meskipun di satu sisi tax holidays

  memiliki compliance cost yang tidak tinggi, insentif ini merupakan jenis insentif yang memiliki potential tax loss yang lebih besar apabila dibandingkan dengan jenis insentif lainnya. pengurangan penghasilan kena pajak berdasarkan persentase tertentu dari jumlah investasi awal. Besarnya persentase ini tergantung dari kebijakan negara yang menerapkan insentif ini, semakin besar persentase yang diperbolehkan untuk menjadi pengurang penghasilan kena pajak, maka semakin besar pula manfaat yang diterima oleh penerima fasilitas. Negara yang menerapkan jenis insentif ini pada umumnya juga menerapkan jenis insentif kompensasi kerugian, karena pada beberapa negara investment allowances yang dapat dikurangkan setiap tahunnya dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya apabila investment allowances tersebut tidak habis dikurangkan pada tahun berjalan. Jenis insentif yang kelima adalah investment tax credits, jenis insentif ini yaitu berupa pengurangan pajak penghasilan badan yang harus dibayar oleh wajib pajak pada tahun tertentu, hal ini yang membedakan dengan investment allowances yang mengurangi pajak melalui penambahan biaya fiskal pada tahun tertentu. Besarnya

  

tax credits pada umumnya berupa persentase dari nilai investasi yang dilakukan

  oleh wajib pajak. Pada beberapa negara, tax credits yang tidak habis dipakai pada suatu tahun dapat dikompensasikan pada tahun berikutnya, atau tax credits yang tidak terpakai tersebut dapat diuangkan seperti halnya kelebihan pembayaran pajak.

  Jenis insentif yang keenam adalah reduced taxes on dividends and interest paid , jenis insentif ini memberikan pengurangan tarif pajak penghasilan atas

  abroad

  dividen dan bunga yang dibayarkan ke luar negeri sebesar persentase tertentu, dengan pengurangan tarif pada dividen yang dibayarkan ke luar negeri maka beban pajak yang ditanggung akan menjadi lebih kecil. Tetapi yang harus semakin besar kemungkinan pembayaran dividen dan berdampak semakin sedikitnya jumlah dana yang di investasikan kembali.

  Jenis insentif yang ketujuh adalah deductions for qualifying expenses, jenis insentif ini memberikan kesempatan kepada wajib pajak untuk membebankan biaya-biaya tertentu dalam jumlah lebih besar daripada jumlah yang seharusnya dibebankan. Misalkan berupa pembebanan sebesar dua kali lipat dari pembebanan yang seharusnya untuk biaya riset dan pengembangan atau biaya pemasaran ke luar negeri dengan tujuan ekspor. Insentif ini pada umumnya digunakan untuk mendorong investor agar melakukan kegiatan pada bidang yang diberikan insentif ini (dalam contoh sebelumnya, investor dihimbau untuk melakukan riset dan pengembangan atau melakukan pemasaran ke luar negeri dengan tujuan ekspor). Jenis insentif yang kedelapan yaitu zero or reduced tariffs, jenis insentif ini yaitu berupa pengurangan atau penghapusan tarif atas suatu pajak tertentu, misalkan pengurangan atau penghapusan pajak atas impor barang modal atau peralatan lainnya pada proyek investasi yang mendapatkan fasilitas pajak. Jenis insentif yang kesembilan adalah employment based deductions, jenis insentif ini yaitu jenis insentif yang berkaitan dengan biaya yang dikeluarkan terkait dengan mempekerjakan karyawan dengan kondisi tertentu. Misalkan pada investasi yang dilakukan di daerah terpencil, pemerintah memberikan insentif yaitu membolehkan pembiayaan atas pemberian berbentuk natura kepada karyawan.

  Teori ekonomi mendefinisikan investasi sebagai pengeluaran untuk membeli barang-barang modal dan peralatan-peralatan produksi dengan tujuan untuk mengganti dan terutama menambah barang-barang modal dalam perekonomian yang akan digunakan untuk memproduksikan barang dan jasa di masa depan. Investasi yang lazim disebut dengan istilah penanaman modal atau pembentukan modal, menurut Sukirno ( 2011 ) investasi adalah merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Boediono ( 2001 ) mendefenisikan investasi sebagai pengeluaran oleh sektor produsen (swasta) untuk pembelian barang dan jasa untuk menambah stok yang digunakan atau untuk perluasan pabrik.

  Investasi dalam ekonomi makro, dibedakan atas investasi otonom

  

(otonomous investment ) dan investasi terpengaruh (induced investment). Investasi

  otonom adalah investasi yang tidak dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya tinggi rendahnya pendapatan nasional tidak menentukan jumlah investasi yang dilakukan oleh perusahaan-perusahaan. Jenis investasi ini umumnya dilakukan oleh pemerintah dengan maksud sebagai landasan pertumbuhan ekonomi berikutnya, misalnya investasi untuk pembuatan jalan, jembatan dan infrastruktur lainnya. Sedangkan investasi yang terpengaruh adalah investasi yang dipengaruhi oleh pendapatan nasional, artinya pendapatan nasional yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi tersebut akan memperbesar permintaan terhadap barang-barang dan jasa-jasa. Maka keuntungan perusahaan akan bertambah tinggi dan ini akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. meliputi pengeluaran-pengeluaran :

  1. Pembelian berbagai jenis barang modal yaitu mesin-mesin dan peralatan produksi lainnya untuk mendirikan berbagai jenis industri dan perusahaan;

  2. Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, bangunan pabrik dan bangunan-bangunan lainnya;

  3. Pertambahan nilai stok barang-barang yang belum terjual, bahan mentah dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional

  Jumlah dari ketiga jenis komponen investasi tersebut dinamakan investasi bruto, yaitu meliputi investasi untuk menambah kemampuan berproduksi dalam perekonomian dan mengganti barang modal yang telah didepresiasikan.

2.11. Faktor-faktor yang mempengaruhi investasi

  Menurut Jhingan ( 1996 ), investasi atau pembentukan modal merupakan jalan keluar utama dari masalah negara terbelakang ataupun berkembang dan kunci utama menuju pembangunan ekonomi. Hal ini sebagaimana juga dipertegas oleh Ragnar Nurkse, pemenang nobel ekonomi asal Swedia, bahwa lingkaran setan kemiskinan di negara terbelakang atau berkembang dapat digunting melalui investasi atau pembentukan modal. Lebih rinci lagi dikatakan oleh Todaro ( 2003 ) bahwa persyaratan umum pembangunan ekonomi suatu negara adalah:

  1. Akumulasi modal, termasuk akumulasi baru dalam bentuk tanah, peralatan fisik dan sumber daya manusia; dan keahliannya; 3. Kemajuan teknologi.

  Bagi negara-negara terbelakang atau berkembang pembentukan modal umumnya masih rendah. Menurut Jhingan ( 1996 ), penyebabnya adalah :

  1. Pendapatan rendah Karena pertanian, industri dan sektor lain di Negara berkembang masih terbelakang, output nasional menjadi rendah dan begitu juga pendapatan nasional.

  Akibatnya, pendapatan perkapita rendah. Pada pihak lain, kecenderungan berkonsumsi sangat tinggi sehingga seluruh pendapatan habis dikonsumsi.

  Akhirnya, menabung menjadi tidak mungkin dan tingkat pembentukan modal tetap rendah.

  2. Produktifitas rendah Kemampuan buruh yang tidak mampu bekerja secara efisien, pengetahuan teknologi yang rendah, berujung pada pemanfaatan sumber alam yang kurang tepat atau malah tidak dipergunakan, akibatnya menghambat peningkatan pendapatan pemilik sumber alam hingga tidak mampu untuk menabung dan berinvestasi sehingga laju pembentukan modalpun tidak meningkat.

  3. Kependudukan Karena pertumbuhan penduduk sangat tinggi sementara pendapatan perkapita rendah maka akibatnya keseluruhan pendapatan dipergunakan untuk menghidupi tambahan penduduk dan hanya sedikit yang ditabung untuk pembentukan modal.

  Karena kecilnya pasar, kurangnya modal, langkanya milik pribadi, perjanjian yang memperlambat usaha, dan inisiatif untuk berwiraswasta sedangkan dalam kenyataannya kewiraswastaan merupakan faktor penting dalam pembangunan ekonomi;

  5. Kekurangan overhead ekonomi Karena kurangnya sumber tenaga, angkutan, perhubungan, air dan sebagainya telah memperlambat kegiatan usaha yang akhirnya berpengaruh terhadap pembentukan modal

  6. Kekurangan peralatan modal Di negara berkembang ketersediaan barang modal hanya sekitar 5-6 persen dari pendapatan nasionalnya, sedangkan di negara maju sampai 15-20 persen dari pendapatan nasionalnya. Karena rendahnya modal maka penggatian barang modal menjadi tidak mungkin dan ini mempengaruhi pembentukan modal

Dokumen yang terkait

Analisis Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak Terhadap Produktivitas Industri Pengolahan Kelapa Sawit Di Wilayah Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

2 69 190

Penyelasaian Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

7 82 67

Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan Atas Pajak Bumi Dan Bangunan Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

5 39 66

Pengaruh Adanya Sunset Policy 2008 Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I (DJP Sumut I)

1 51 59

Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan Dengan Sengaja Oleh Wajib Pajak Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

4 63 55

Penerapan Pengawasan Penagihan Pajak Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.

4 84 88

Sistem Pengelolaan Arsip Dinamis Pada Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara

0 44 55

Pengambilan Keputusan Berdasarkan Sistem Informasi Manajemen dan Struktur Organisasi Pada Direktorat Jenderal Pajak Kantor Wilayah Sumatera Utara I

8 91 83

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I

0 2 1

Analisis Pengaruh Kebijakan Insentif Pajak Terhadap Produktivitas Industri Pengolahan Kelapa Sawit Di Wilayah Kerja Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

0 0 31