Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan Dengan Sengaja Oleh Wajib Pajak Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

(1)

LAPORAN TUGAS AKHIR TENTANG

PROSEDUR PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA

PERPAJAKAN DENGAN SENGAJA OLEH WAJIB PAJAK DI

KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK

SUMATERA UTARA I

O L E H

SITI MARIAM PULUNGAN

062600103

Diploma III Administrasi Perpajakan Guna memenuhi salah satu syarat Untuk memperoleh gelar Ahli Madya

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN 2009


(2)

KATA PENGANTAR

Ahamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan ke hadirat Allah SWT yang telah melimpahkan Rahmat dan HidayahNya pada kita semua, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir yang berjudul “PROSEDUR PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN DENGAN SENGAJA OLEH WAJIB PAJAK DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SUMATERA UTARA I”.

Penulisan dan penyusunan tugas akhir ini dimaksudkan untuk memenuhi salah satu syarat menamatkan studi pada Program Diploma III Administrasi Perpajakan di Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

Tugas akhir ini tidak mungkin terlaksana oleh penulis tanp bantuan dari berbagai pihak. Dan dalam kesempatan ini, izinkanlah penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah memberikan dukungan, kepercayaan, bantuan dan do’a sehingga laporan tugas akhir ini dapat terselesaikan. Maka secara khusus penulis menghaturkan rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada :

1. Yang paling teristimewa orang tuaku khususnya mama yang paling kusayangi dan anugerah terindah yang penulis miliki saat ini, makasih ya ma atas do’a, dorongan, pengorbanannya dan nasehat serta kesabarannya yang sangat berguna bagi penulis.

2. Bapak Asril Djohan SH, selaku dosen pembimbing yang telah membimbing, memberikan saran dan arahan dalam menyelesaikan tugas akhir ini.


(3)

3. Bapak Prof, Dr. M. Arif Nasution, MA selaku dekan Fakultas Ilmu Sosial Ilmu Politik Universitas Sumatera Utara.

4. Bapak Drs.M. Husni Thamrin Nst, MSi selaku Ketua Jurusan Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU.

5. Bapak Arief Prasetyo SE dan Bapak Sumantri Dwiatmoko S.T.P selaku kasi dan pelaksana pemeriksaan yang telah mengizinkan penulis untuk meriset data langsung di Kanwil DJP Sumut I dan memberikan masukan maupun membantu penulis dalam menyelesaikan tugas akhir ini.

6. Seluruh Staff dan Pengajar pada Diploma III Administrasi Perpajakan. 7. Buat Adindaku (Rina) terima kasih atas kasih sayang dan bantuannya yang

menemani penulis dalam menyelesaikan tugas akhir.

8. Buat grandmother yang bawel abis yang slalu ngingetin penulis, makasih ya nenekku sayang.

9. Buat Mas (David) terima Kasih yang udah dengarin keluh kesah penulis, saran dan motivasinya untuk menyelesaikan tugas akhir ini.

10.Buat Teman-temanku (tika, retno, fani, bg rico, joker, tita dan luly) yang telah mewrnai kehidupanku, suka duka terima kasih buat smua-muanya the best lha..

11.Untuk sepupu ku yang lucu-lucu (najwa, sandi, sultan) yang telah menghibur penulis.

12.Buat keluarga besarku yang tidak bias penulis sebutkan satu per satu 13.Senior-senior dan temen-temen stambuk 2006 Adninistrasi perpajakan.


(4)

Penulis menyadari bahwa tugas akhir ini masih jauh dari kesempurnaan, dan semua ini tidak terlepas dari keterbatasan waktu, bahan, pengalaman dan ilmu pengetahuan yang dimiliki penulis. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun demi kesempurnaan laporan tugas akhir ini sehingga dapat memberikan manfaat bagi penuli, mahasiswa dan masyarakat dalam pengembangan Ilmu Pengetahuan khususnya dalam bidang perpajakan

Medan, Juni 2009


(5)

DAFTAR ISI

LEMBAR PERSETUJUAN……… i

LEMBAR PENGESAHAN………. ii

KATA PENGANTAR………. iii

DAFTAR ISI………... vi

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang PKLM………... 1

B. Tujuan Dan Manfaat PKLM……….. 4

C. Ruang Lingkup PKLM……… 5

D. Metode PKLM………... 5

E. Metode Pengumpulan Data PKLM……… 7

F. Sistematika Penulisan………. 7

BAB II GAMBARAN UMUM KANWIL DJP SUMUT I A. Sejarah Singkat Berdirinya Kanwil DJP Sumut I……….. 10

B. Struktur Organisasi Kanwil DJP Sumut I……….. 12

C. Tugas Dan Fungsi Kanwil DJP Sumut I……… 13

D. Gambaran Data Pegawai Kanwil DJP Sumut I……….. 20

BAB III GAMBARAN DATA PENYIDIKAN A. Pengertian Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan………….. 24

B. Wewenang Penyidik Tindak Pidana Perpajakan……….. 25


(6)

D. Daluarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan……… 39 BAB IV ANALISA DAN EVALUASI

A. Prosedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan Dengan

Sengaja Oleh Wajib

Pajak………. 40

B. Permasalahan Dan Hambatan Yang Dihadapi Selama Penyidikan…….. 44 BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan……… 46

B. Saran……….. 47

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(7)

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Peranan pajak sebagai penerimaan dalam negeri semakin besar, hal ini di tunjukkan dengan meningkatnya rencana penerimaan negara yang berasal dari pajak sebagai sumber utama anggaran pembangunan. Berdasarkan Undang-Undang No.28 Tahun 2007 Perubahan Ketiga atas Undang-Undang No.6 Tahun 1983 tentang Ketentuan dan Tata Cara Perpajakan bahwa Pajak adalah Konstribusi wajib kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa berdasarkan undang-undang dengan tidak mendapat imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Untuk lebih mengenal pajak secara nyata, maka Universitas Sumatera Utara mengadakan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) yang juga merupakan salah satu syarat untuk menyelesaikan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU. Adapun yang dimaksud PKLM adalah suatu kegiatan dimana mahasiswa dibimbing menghadapi dunia kerja nyata guna mengetahui secara langsung fungsi dan tugas dalam pekerjaan yang sebenarnya, serta mempraktikkan apa yang sudah dipelajari dibangku kuliah dalam bentuk teori maupun praktik.

Adapun yang menjadi latar belakang PKLM adalah mengingat bahwa sudah seharusnya dan sepantasnya tamatan Program Studi Diploma III Administrasi Perpajakan FISIP USU adalah merupakan tenaga yang terampil, siap pakai, dan


(8)

tenaga ahli dalam bidang perpajakan. Maka dari itu pelaksanaan kegiatan PKLM oleh mahasiswa dipandang perlu untuk memperdalam pengetahuan yang telah diperoleh selama masa perkuliahan dan mempelajarinya langsung pada dunia kerja.

Dalam meningkatkan penerimaan pajak diperlukan kesadaran masyarakat wajib pajak sebagaimana wajib pajak diberi kepercayaan yang lebih besar dalam melaksanakan kewajiban perpajakannya membayar pajak secara jujur dan bertanggung jawab melalui sistem self assessment. Yaitu wajib pajak diberi kepercayaan sepenuhnya dalam menghitung, memperhitungkan, membayar dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terutang. Kesadaran itu dapat ditingkatkan melalui motivasi, penyuluhan dan penyidikan, disamping diberi kepastian hukum yang memadai bagi Wajib Pajak dan Aparatur Pajak. Dalam menjalankan fungsi pengawasan dan pembinaan terhadap wajib pajak, sebagai wujud penegak hukum adalah pengenaan sanksi perpajakan yang merupakan kelanjutan dari dilakukannya pemeriksaan terhadap wajib pajak.

Pengenaan sanksi perpajakan diterapkan sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diamanatkan oleh undang-undang perpajakan. Oleh kerena itu apabila pengenaan sanksi administrasi masih belum cukup maka sanksi yang sifatnya lebih berat akan diterapkan, dalam hal ketidakpatuhan akan pemenuhan kewajiban perpajakan sudah merupakan unsur kealpaan atau unsur kesengajaan yaitu dengan menerapkan sanksi pidana. Sanksi pidana pajak berupa sanksi pidana denda dan sanksi pidana badan yang terdiri dari sanksi pidana kurungan dan sanksi pidana penjara. Baik pidana kurungan maupun


(9)

pidana penjara pada dasarnya adalah bersifat pembatasan kemerdekaan seseorang sebagai warga negara, dengan menempatkannya di dalam ruang tutupan, atau lazimnya disebut rumah tahanan negara (RUTAN), yang dahulu disebut penjara.

Meskipun untuk menerapkan sanksi pidana terhadap wajib pajak masih memerlukan pembuktian-pembuktian lebih lanjut atas unsur-unsur kesalahannya berupa kealpaan atau kesengajaan yang bersifat pidana. Demikian juga unsur-unsur pidana yang lain yaitu unsur perbuatan, unsur subjek, dan unsur akibat yang ditimbulkan dari perbuatan pidana tersebut. Oleh sebab itu tindakan berupa penyidikan terhadap tindak pidana dibidang perpajakan yang terjadi, mutlak dilakukan.

Berdasarkan uraian tersebut, maka melalui PKLM penulis tertarik untuk mengangkat judul “PROSEDUR PELAKSANAAN PENYIDIKAN TINDAK PIDANA PERPAJAKAN DENGAN SENGAJA OLEH WAJIB PAJAK DI KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK SUMATERA UTARA I”.

B. Tujuan dan Manfaat Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) 1. Tujuan PKLM

Adapun tujuan dalam pelaksanaan PKLM adalah:

a. Mengetahui bagaimana prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana dengan sengaja oleh wajib pajak.


(10)

b. Mengetahui permasalahan dan upaya yang ditempuh dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan dengan sengaja oleh wajib pajak.

c. Memperoleh data atau keterangan juga informasi yang dibutuhkan dalm penyempurnaan penyusunan laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM).

2. Manfaat PKLM a. Bagi Mahasiswa

1. Menambah wawasan dan pengetahuan mahasiswa khususnya mengenai prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan dengan sengaja oleh wajib pajak

2. Mengaplikasikan teori dan disiplin ilmu yang telah dipelajari terhadap masalah-masalah yang nyata dalam kehidupan dunia kerja sebagai upaya peningkatan kepatuhan wajib pajak.

3. Meningkatkan kemampuan berkomunikasi, belajar keahlian kerja, dan mempelajari bentuk kerja team.

b. Bagi Program Studi D-III Fisip USU

1. Meningkatkan hubungan kerja sama antara pihak universitas dengan instansi pemerintah khususnya kantor wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

2. Meningkatkan kurikulum tepat guna sehingga mampu mencapai standar mutu pendidikan.


(11)

c. Bagi Kanwil DJP SUMUT I

1. Instansi dapat menilai sampai dimana perkembangan ilmu pengetahuan yang sekarang diterapkan.

2. Sarana bagi DJP untuk menerima saran, maupun kritikan yang bersifat membangun, dan menjadi sumber masukan untuk meningkatkan kinerja DJP pada masa yang akan datang.

3. Membina kerja sama antara lembaga pendidikan dengan Direktorat Jenderal Pajak Sumut I.

C. Ruang Lingkup Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Adapun yang menjadi ruang lingkup dalam laporan Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM) adalah prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan dengan sengaja oleh wajib pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I pada Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak (P4). Adapun data yang digunakan adalah data-data pada tahun 2008, serta hambatan yang dihadapi selama penyidikan.

D. Metode Praktik Kerja Lapangan Mandiri (PKLM)

Metode yang dipergunakan dalam pelaksanaan PKLM adalah: 1. Tahap Persiapan.


(12)

Yaitu kegiatan yang harus dilakukan oleh mahasiswa sebelum melakukan PKLM yang meliputi kegiatan seperti : pemilihan objek PKLM, lokasi PKLM, pengajuan proposal PKLM, dan surat pengantar PKLM.

2. Studi Literatur (kepustakaan).

Yaitu kegiatan studi mencari data-data dan informasi dengan membaca landasan teori, menelaah buku-buku literatur, perundang-undangan dibidang perpajakan, majalah, surat kabar, catatan-catatan tertulis yang ada hubungannya dengan laporan PKLM.

3. Studi Observasi Lapangan.

Kegiatan studi yang mencari data-data dan informasi dengan mengikuti PKLM di Kanwil DJP Sumut I, serta mempelajari laporan-laporan yang berhubungan dengan masalah yang akan dibahas.

4. Pengumpulan Data.

Yaitu kegiatan mengumpulkan data-data yang diperlukan oleh penulis untuk penyusunan laporan akhir, yaitu data-data yang diperoleh dari tempat objek PKLM maupun data yang diperoleh dari studi literatur.

5. Analisis dan Evaluasi.

Yaitu kegiatan studi yang dilakukan dengan cara menganalisa permasalahan, kendala yang dihadapi, dan mencari tahu atau menanyakan solusi atau jalan yang terbaik untuk memecahkan masalah tersebut.


(13)

E. Metode Pengumpulan Data

Dalam melakukan pengumpulan data digunakan 3 metode yaitu : 1. Metode Interview (Wawancara)

Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data dengan melakukan wawancara dan mengajukan beberapa pertanyaan kepada key person ( pegawai instansi) yang berkompeten untuk mendukung hasil laporan dan memperoleh data yang dibutuhkan mengenai prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan dengan sengaja oleh waib pajak.

2. Metode Observasi ( Pengamatan)

Yaitu kegiatan mengumpulkan dan mencari data secara langsung terjun ke lapangan untuk mengamati,mendengar, dan meneliti bagaimana prosedur pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan dengan sengaja oleh wajib pajak.

3. Dokumentasi

Yaitu kegiatan pengumpulan data yang dilakukan dengan cara mencari data dan mengumpulkan data dengan membuat daftar dokumentasi yang telah diperoleh dari Instansi Perpajakan.

F. Sistematika Penulisan Laporan

Adapun yang menjadi maksud dalam membuat sistematika penulisan adalah untuk mempermudah pembahasan, pemahaman, dan penulisan laporan PKLM.


(14)

Sistematika penulisan laporan PKLM dibuat dalam 5 (lima) bab dengan sub bab dan diberi penjelasan yang terperinci yaitu:

BAB I : PENDAHULUAN

Dalam bab ini penulis memuat dan menguraikan mengenai latar belakang PKLM, tujuan dan manfaat PKLM, ruang lingkup PKLM, metode pengumpulan data dan sistematika laporan.

BAB II : GAMBARAN UMUM KANWIL DJP SUMUT I

Dalam bab ini menguraikan gambaran objek lokasi PKLM meliputi sejarah singkat, uraian tugas pokok dan fungsi, struktur organisasi dan gambaran data pegawai Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

BAB III : GAMBARAN DATA PENYIDIKAN

Dalam bab ini penulis akan menguraikan secara terperinci pengertian penyidikan, wewenang penyidik, ketentuan pidana yang ada dalam peraturan perundang-undangan perpajakan.

BAB IV : ANALISA DAN EVALUASI

Dalam bab ini penulis akan menganalisa data yang telah diperoleh, kemudian mengevaluasi bagaimana prosedur penyidikan tindak pidana perpajakan dengan sengaja oleh wajib pajak, permasalahan dan hambatan yang dihadapi selama penyidikan.


(15)

BABV : PENUTUP

Dalam bab ini berisi kesimpulan dan saran, kesimpulan merupakan rangkuman kecil (intisari) mengenai masalah yang timbul dari teori pelaksanaan PKLM pada saat melaksanakan PKLM (bab-bab sebelumnya). Serta saran dari penulis yang mungkin dapat diambil tindakan konkrit untuk mengatasi masalah yang ada, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak yang membutuhkan.

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(16)

BAB II

GAMBARAN UMUM KANWIL DJP SUMUT I

A. Sejarah Singkat Berdirinya Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

Organisasi Direktorat Jenderal Pajak pada mulanya merupakan perpaduan dari beberapa unit organisasi yaitu :

a.Jawatan Pajak yang bertugas melaksanakan pemungutan pajak berdasarkan perundang-undangan dan melakukan tugas pemeriksaan kas Bendaharawan Pemerintah.

b.Jawatan Lelang yang bertugas melakukan pelelangan terhadap barang-barang sitaan guna pelunasan piutang pajak negara.

c.Jawatan Akuntan Pajak yang bertugas membantu Jawatan Pajak untuk melaksanakan pemriksaan pajak terhadap pembukuan Wajib pajak dan, dan d.Jawatan Pajak Hasil Bumi (Direktorat Iuran Pembangunan Daerah pada

Ditjen Moneter) yang bertugas melakukan pungutan pajak hasil bumi dan pajak atas tanah yang pada tahun 1963 dirubah menjadi Direktorat Iuran Pembangunan Daerah (IPEDA). Dengan keputusan Presiden RI No.12 tahun 1976 tangal 27 Maret 1976, Direktorat Ipeda diserahkan dari Direktorat Jenderal Moneter kepada Direktorat Jenderak Pajak. Pada tanggal 27 Desember 1985 melalui Undang-Undang RI No.12 tahun 1985 Direktorat IPEDA berganti nama menjadi Direktorat Jenderal Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Demikian juga unit kantor di daerah yang semula bernama Inspeksi


(17)

Ipeda diganti menjadi Inspeksi Pajak Bumi dan Bangunan, dan Kantor Dinas Luar Ipeda diganti menjadi Kantor Dinas Luar PBB.

Untuk mengkordinasikan pelaksanaan tugas di daerah, dibentuk beberapa kantr Inspektorat Daerah Pajak (ItDa) yaitu di Jakarta dan beberapa derah seperti di Sumatera, Jawa, Kalimantan, dan Indonesia Timur. Inspektorat Daerah ini kemudian menjadi Kanwil Ditjen Pajak (Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak) seperti yang ada sekarang ini. Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I berkedudukan di Jalan Diponegoro No. 30A GKN Lt 4 Medan.

Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 67/KMK.01/2008 perubahan kedua atas Perturan Menteri Keuangan Nomor 132/KMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak bahwa Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I adalah Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak yang bertanggung jawab langsung kepada Direktorat Jenderal Pajak. Wilayah kerjanya meliputi Kota Medan, Kota Binjai, Kabupaten Langkat, Sebagian Kabupaten Karo, dan sebagian Kabupaten Deli Serdang, yang mempunyai tugas melaksanakan sebagian tugas Direktorat Jenderal Pajak berdasarkan Petunjuk teknis yang telah ditetapkan.

Pada tahun 2007 Kantor Wilayah DJP mengalami Modernisasi pada sistem administrasi perpajakan sesuai Surat Edaran Nomor 19/PJ/2007tentang Persiapan Penerapan Sistem Administrasi Perpajakan Modern Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Diseluruh Indonesia Tahun 2007-2008. Adapun Visi dan Misi Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yaitu :


(18)

Visi

Menjadi model pelayanan masyarakat yang menyelenggarakan system dan manajemen perpajakan kelas dunia yang di percaya dan dibanggakan masyarakat.

Misi

1. Fiskal, menghimpun penerimaan negara dari sektor pajak yang mampu menunjang kemandirian pembiayaan pemerintah berdasarkan Undang-Undang Perpajakan dengan tingkat efisiensi dan efisiensi yang tinggi.

2. Ekonomi, mendukung kebijakan pemerintah dalam mengatasi permasalahan ekonomi bangsa dengan kebijakan perpajakan yang dapat meminimasi distorsi 3. Politik, mendukung proses demokrasi.

4. Kelembagaan, senantiasa memperbaharui diri, selaras dengan aspirasi masyarakat dan teknokrasi perpajakan serta administrasi perpajakan mutakhir.

B. Struktur Organisasi Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 473/ KMK.01/2004 Jo Peraturan Menteri Keuangan Nomor 67/PMK.01/ 2008 perubahan kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 132/PMK.01/2006 tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak bahwa Kantor Wilayah terdiri dari :

a. Bagian Umum.

b. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi

c. Biadang Kerjasama, Ekstensifikasi, dan Penilaian d. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak


(19)

e. Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat f. Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding

g. Kelompok Jabatan Fungsional

Sedangkan unit-unit Kantor Operasional yang berada dalam kewenangan Kanwil DJP Sumatera Utara I, terdiri dari :

a. Kantor pelayanan Pajak (KPP) Madya Medan. b. Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama, meliputi :

1. KPP Pratama Medan Kota 2. KPP Pratama Medan Barat 3. KPP Pratama Medan Timur 4. KPP Pratama Medan Belawan 5. KPP Pratama Medan Polonia 6. KPP Pratama Binjai

7. KPP Pratama Medan Petisah 8. KPP Pratama Lubuk Pakam

C. Fungsi Dan Tugas Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

Fungsi dan tugas Kantor Wilyah Sumatera Utara I adalh menyelenggarakan fungsi :

1.Pemberian bimbingan dan evaluasi pelaksanaan kegiatan di Direktorat Jenderal Pajak yang ada di wilayah wewenangnya.


(20)

3.Pemantauan, pengolahan dan penyajian informasi perpajakan, registrasi dan evaluasi data wajib pajak serta pembinaan potensi perpajakan di wilayah.

4.Bimbingan penyuluhan dan pelaksanaan kerjasama perpajakan.

5.Penyelesaian permohonan keberatan, peninjauan kembali dan pembetulan surat ketetapan pajak.

6.Pelaksanaan urusan Banding Wajib Pajak.

7. Bimbingan pelaksanaan kebijakan teknis pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak.

8.Pemeriksaan dan penagihan Pajak.

9.Pengawasan pelaksanaan atas pelayanan, penyuluhan, pemeriksaan, penyidikan dan penagihan pajak.

10.Pelaksanaan administrasi Kantor Wilayah.

Untuk dapat melaksanakan tugas pokok dan Fungsi Peraturan Menteri Keuangan No. 132/PMK.01/2006 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 67/PMK.01/2008, maka pembagian tugas dan fungsi masing-masing bidang dalam struktur organisasi Kanwil DJP Sumut I adalah :

a. Bagian Umum.

Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan urusan kepegawaian, keuangan, tata usaha, rumah tangga dan bantuan hukum. Dalam melaksanakan tugas, bagian umum menyelenggarakan fungsi pelaksanaan urusan kepegawaian dan pemantauan penerapan kode etik, pelaksanaan urusan keuangan, pelaksanaan urusan bantuan hukum, pelaksanaan


(21)

penyusunan rencana strategik dan laporan akuntabilitas, pelaksanaan urusan rumah tangga dan perlengkapan, dan pelaksanaan tata usaha dan penyusunan laporan. Bagian Umum terdiri dari :

a. Subbagian kepegawaian b. Subbagian Keuangan

c. Subbagian Bantuan Hukum dan Pelaporan d. Subbagian Tata Usaha dan Rumah Tangga b. Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi

Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi mempunyai tugas melaksanakan pemberian dukungan teknis komputer, bimbingan konsultasi, bimbingan penggalian potensi perpajakan, pengumpulan, pencarian, dan pengolahan data, serta penyajian informasi perpajakan. Dalam melaksanakan tugas Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi menyelenggarakan fungsi :

a. Pemberian dukungan teknis operasional komputer, pemeliharaan dan perbaikan jaringan komputer, pemeliharaan dan perbaikan program aplikasi, dan pembuatan back-up data.

b. Pemantauan, pemeliharaan, dan perbaiaknan aplikasi SPT dan e-Filling.

c. Pemberian bimbingan teknis konsultasi.

d. Pemberian bimbingan teknis intensifikasi dan ekstensifikasi Wajib Pajak.


(22)

e. Bimbingan dan pemantauan pelaksanaan kebijakan teknis pemenuhan kewajiban perpajakan.

f. Pengumpulan, pencarian, penerimaan, pengolahan data dan atau alat keterangan, serta informasi.

g. Pengawasan terhadap pemanfaatan data dan atau alat keterangan.

h. Pemantauan, penelaah, dan penatausahaan, serta rekonsiliasi penerimaan perpajakan.

Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi terdiri dari : a. Seksi Dukungan Teknis Komputer

b. Seksi Bimbingan Konsultasi c. Seksi Data dan Potensi

c. Biadang Kerjasama, Ekstensifikasi, dan Penilaian

Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi, dan Penilaian mempunyai tugas melaksanakan penyiapan dan urusan kerjasama perpajakan, melaksanakan bimbingan ekstensifikasi, pendataan, dan penilaian, serta bimbingan dan pemantauan pengenaan. Dalam melaksanakan tugas Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi dan Penilaian menyelenggarakan fungsi :

a. Penyiapan dan pelaksanaan kerjasama di bidang perpajakan.

b. Pengumpulan dan penyaluran data perpajakan hasil kerjasama dengan pihak luar.


(23)

c. Pelaksanaan bimbingan pengamatan potensi perpajakan, pendataan objek dan subjek pajak, pembentukan dan pemutakhiran basis data nilai objek pajak dalam menunjang ekstensifikasi.

d. Pelaksanaan bimbingan pendataan dan penilaian. e. Pelaksanaan bimbingan dan pemantauan pengenaan.

f. Melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah dan instansi terkait lainya.

Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi, dan penilaian terdiri dari: a. Seksi Bimbingan Kerjasama Perpajakan

b. Seksi Bimbingan Ekstensifikasi Perpajakan c. Seksi Bimbingan Pendataan dan Penilaian d. Seksi Bimbingan Pengenaan

d. Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak

Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak mempunyai tugas mekasanakan bimbingan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak, pemantauan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak, penelaah hasil pelaksanaan pekerjaan pejabat fungsional pemeriksa pajak (peer review) bantuan pelaksanaan penagihan, serta pelaksana urusan administrasi penyidikan termasuk pemeriksaan bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan. Dalam melaksanakan tugas Bidang Pemeriksaan, Penyidikan dan Penagihan Pajak menyelenggarakan Fungsi:


(24)

b. Bimbingan administrasi pemeriksaan dan penagihan pajak.

c. Pemantauan pelaksanaan teknis pemeriksaan dan penagihan pajak. d. Pelaksanaan urusan administrasi penyidikan termasuk pemeriksaan

bukti permulaan tindak pidana di bidang perpajakan.

e. Penelaahan hasil pelaksanaan pekerjaan pejabat fungsional pemeriksa pajak (peer review).

f. Bantuan pelaksanaan penagihan.

Bidang Pemeriksaan, Penyidikan, dan Penagihan Pajak terdiri dari: a. Seksi Bimbingan Pemeriksaan

b. Seksi Administrasi Penyidikan c. Seksi Bimbingan Penagihan

e. Bidang Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat

Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat mempunyai tugas melaksanakan bimbingan dan pemantauan penyuluhan dan pelayanan perpajakan, melaksanakan urusan hubungan pelayanan masyarakat, serta melaksanakan penyuluhan dan pelayanan perpajakan yang menjadi tanggung jawab Kantor Wilayah. Dalam melaksanakan tugas Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat menyelenggarakan fungsi:

a. Bimbingan dan pemantauan pelayanan perpajakan. b. Bimbingan dan pemantauan penyuluhan perpajakan. c. Pelaksanaan hubungn pelayanan masyarakat.


(25)

e. Pelaksanaan penyeragaman penafsiran ketentuan perpajakan. f. Pemeliharaan dan pemutakhiran website.

g. Pengelolaan pengaduan Wajib Pajak mengenai pelayanan dan teknis perpajakan.

h. Pemutakhiran panduan informasi perpajakan.

Bidang Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat terdiri dari: a. Seksi Bimbingan Penyuluhan

b. Seksi Bimbingan Pelayanan c. Seksi Hubungan Masyarakat

f. Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding

Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding mempunyai tugas melaksanakan bimbingan dan urusan penyelesaian keberatan, pembetulan ketetapan pajak, pengurangan atau pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar, pengurangan pajak bumi dan bangunan dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan, pengurangan sanksi administrasi, proses banding, proses gugatan, dan peninjauan kembali. Dalam melaksanakan tugas Bidang Pengurangan, Keberatan dan Banding melaksanakan fungsi:

a. Bimbingan dan penyelesaian keberatan.

b. Bimbingan dan penyelesaian pembetulan Ketetapan Pajak.

c. Bimbingan dan penyelesaian pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan dan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan.


(26)

e. Proses Banding, proses gugatan, dan peninjauan kembali.

f. Bimbingan dan Penyelesaian pengurangan atas pembatalan ketetapan pajak yang tidak benar.

Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding terdiri dari: a. Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding I b. Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding II c. Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding III d. Seksi Pengurangan, Keberatan, dan Banding IV g. Kelompok Jabatan Fungsional

Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas melakukan kegiatan sesuai dengan jabatan fungsional masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku.

D. Gambaran Data Pegawai Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I 1. Julmlah Pegawai pada Kantor Wilayah DJP Sumatera utara I

Adapun jumlah pegawai pada Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I adalah berjumlah sebanyak 111 Orang

2. Penggolongan Pegawai menurut struktur organisasi dan tingkat kepangkatan pada Kantor wilayah DJP Sumatera Utara I digolongkan sebagai berikut :


(27)

Table 1 Data Pegawai Menurut Struktur Organisasi Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

NO STRUKTUR ORGANISASI

JUMLAH PEGAWAI

1 Kepala Kantor 1

2 Bagian Umum 22

3 Bidang Pengurangan, Keberatan, dan Banding 26

4 Bidang P2 Humas 10

5 Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi 17

6 Bidang P4 13

7

Bidang Kerjasama, Ekstensifikasi, dan

Penilaian 11

8 Kelompok Jabatan Fungsional 11 Jumlah Pegawai Seluruhnya 111


(28)

Tabel 2

Data Pegawai menurut Tingkat Kepangkatan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I

No Golongan Jumlah

1 IV c 1

2 IV b 2

3 IV a 7

4 III d 14

5 III c 16

6 III b 10

7 III a 10

8 II d 12

9 II c 19

10 II b 9

11 II a 11

Jumlah Pegawai 111


(29)

Struktur Organisasi Kanwil DJP SUMUT I

Bidang Dukungan Teknis dan Konsultasi Bidang Penyuluhan, Pelayanan, & Hub. Masyarakat Bidang Keberatan, Pengurangan & Banding Bidang Pemeriksaan, Penyidikan & Penagihan Pajak

Kelompok Jabat an

Fungsional

Bidang Kerj asama Pengenaan & Penilaian Seksi Dukungan Teknis Komput er Seksi Kerjasama Perpajakan Seksi Bimbingan Pengenaan Seksi Bimbingan Pelayanan Seksi Bimbingan Penyuluhan Seksi Humas

Seksi Keberat an, Pengurangan & Banding I Seksi Bimbingan Pemeriksaan Seksi Bimbingan Penagihan Subbag Kepegaw aian Subbag Keuangan Subbag Rumah Tangga Subbag Tat a Usaha

Seksi Bimbingan Konsult asi Seksi Dat a

dan Pot ensi

Seksi Bimbingan Pendat aan dan

Penilaian

Seksi Administ rasi

Penyidikan

Seksi Keberat an, Pengurangan &

Banding I I Seksi Keberat an,

Pengurangan & Banding I I I

Subbag Bant uan

Hukum

Seksi Ekst ensifikasi

Seksi Keberat an, Pengurangan &

Banding I V

KEPALA KANTOR


(30)

BAB III

GAMBARAN DATA PENYIDIKAN

A. Pengertian Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan

Pengertian tindak pidana perpajakan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tindak pidana di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Tindak penyidikan tidak diatur di dalam Undang-Undang Perpajakan, karena rangkaian tindakannya meliputi tata cara dan prosedur-prosedur tertentu yang sudah diatur dalam ketentuan undang-undang tersendiri dibawah hukum pidana. Undang-Undang yang mengatur tersebut adalah Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Berlakunya KUHAP sebagai sumber hukum dan acuan dalam penyidikan tindak pidana pajak secara eksplisit dinyatakan dalam pasal 44 ayat (1) UU KUP disebutkan bahwa Pejabat Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak diberi wewenang khusus sebagai penyidikan untuk melakukan penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana.

Di dalam KUHAP diatur berbagai aturan antara lain memanggil dan meminta keterangan, baik para saksi, ahli/saksi ahli, maupun tersangkanya sendiri, tata cara memperoleh alat bukti dan barang bukti, bahkan penanggkapan dan penahanan, sampai kepada sistem pelaporan hasil penyidikan beserta administrasi pelanggaran


(31)

proses penyidikannya. Oleh karena itu, tindakan penyidikan tidak lagi tunduk pada undang-undang perpajakan melainkan tunduk pada ketentuan hukum acara pidana.

Penyidikan tindak pidana perpajakan pada hakikatnya tidak dapat dipisahkan dari pemeriksaan pajak, karena untuk dapat dilakukan penyidikan atau tidak terlebih dahulu harus dilakukan pemeriksaan pajak yaitu untuk mendapatkan bukti-bukti permulaan bahwa Wajib Pajak telah atau sedang melakukan tindakan/perbuatan pidana di bidang perpajakan. Bukti permulaan adalah keadaan, perbuatan, dan atau bukti-bukti lain berupa keterangan, tulisan atau benda-benda yang dapat memberikan petunjuk adanya dugaan kuat bahwa sedang atau telah terjadi suatu tindak pidana di bidang perpajakan yang dilakukan oleh siapa saja yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara. Dari hasil pemeriksaan inilah baru dapat diambil keputusan untuk dilakukan penyidikan atau tidak.

B. Wewenang Penyidik Tindak Pidana Perpajakan

Sesuai dengan ketentuan pasal 6 Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) pada tindak pidana umum, wewenang penyidikan diberikan kepada polisi atau kejaksaan. Tetapi, khusus pada tindak pidana di bidang perpajakan wewenang penyidikan diberikan kepada Direktorat Jenderal Pajak. Penyidik adalah Pegawai Negeri Sipil tertentu di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang diangkat sebagai penyidik tindak pidana perpajakan yang diberi wewenang khusus sebagai penyidik. Wewenang Penyidik sebagaimana dimaksud adalah:


(32)

a. Menerima, mencari, mengumpulkan, dan meneliti keterangan atau laporan berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan agar keterangan atau laporan tersebut menjadi lebih lengkap dan jelas.

b. Meneliti, mencari dan mengumpulkan keterangan mengenai orang pribadi atau badan tentang kebenaran perbuatan yang dilakukan sehubungan dengan tindak pidana perpajakan.

c. Meminta keterangan dan bahan bukti dari orang pribadi atau badan sehubungan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

d. Memeriksa buku-buku, catatan-catatan, dokumen-dokumen lain berkenaan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

e. Melakukan penggeledahan untuk mendapatkan bahan bukti pembukuan, pencatatan, dan dokumen-dokumen lain, serta melakukan penyitaan terhadap barang bukti tersebut.

f. Meminta bantuan tenaga ahli dalam rangka pelaksanaan tugas penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan.

g. Menyuruh berhenti dan atau melarang seseorang meninggalkan ruangan atau tempat pada saat pemeriksaan sedang berlangsung dan memeriksa identitas orang dan atau dokumen yang dibawa sebagaimana dimaksud huruf e.

h. Memotret seseorang yang berkaitan dengan tindak pidana di bidang perpajakan.

i. Memanggil orang untuk didengar keteranganya dan diperiksa sebagai tersangka atau saksi.


(33)

j. Menghentikan penyidikan.

k. Melakukan tindakan lain yang perlu untuk kelancaran penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan menurut hukum yang bertanggung jawab. Dalam hal ini Penyidik Pajak tidak berwenang melakukan penahanan dan penangkapan.

C. Ketentuan Pidana Di Bidang Perpajakan

Tindak Pidana Pajak adalah suatu perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan pajak yang menimbulkan kerugian keuangan negara dimana pelakunya diancam dengan hukum pidana. Ketentuan yang mengatur tindak pidana pajak terdapat dalam hukum pidana pajak yang berisi peraturan-peraturan tentang perbuatan-perbuatan apa yang dapat diancam dengan hukuman, siapa-siapa yang dapat dihukum, dan hukuman apa yang dapat dijatuhkan. Sumber hukum formil pidana pajak adalah Perundang-undangan Perpajakan, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), dan Kitab Undang-Undang Acara Pidana (KUHAP). Adapun unsur-unsur tindak pidana pajak yaitu :

a. Unsur Subjek (Subjek Hukum Tindak Pidana Pajak)

Dalam hal melihat subjek hokum pidana pajak, harus memperhatikan asas umum hokum pidana, dipersalahkan atas pelanggaran hokum pidana dan dapat dijatuhi hukuman pidana adalah Orang Pribadi (Natuurlijk Persoon). Secara umum subjek tindak pidana pajak dapat dibedakan menjadi 2 (dua) golongan besar yaitu :


(34)

1.Wajib Pajak atau Penanggung Pajak

Dalam hukum pidana pajak yang merupakan hukum pidana khusus, Wajib Pajak sebagai subjek tindak pidana dapat terdiri atas dua jenis yaitu Orang Pribadi sebagai Wajib Pajak Orang Pribadi dan Seseorang sebagai wakil dan bertindak untuk dan atas nama Wajib Pajak Badan. Orang Pribadi yang menjadi subjek hukum pidana pajak adalah Orang Pribadi dalam posisinya sebagai Wajib Pajak yang terikat pada peraturan perundang-undangan perpajakan. Sedangkan dalam hal Wajib Pajak Badanmaka sesuai asas umum pidana, penuntutan pidananya dilakukan terhadap pengurus wakil, kuasa dan atau pegawai dari Wajib Pajak Badan. Hal ini telah diatur dalam pasal 32 UU KUP sebagai berikut :

a. Badan oleh pengurus

b. Badan yang dinyatakan pailit oleh curator

c. Badan dalam Pembubaran oleh orang atau badan yang ditugasi d. Badan dalam likuidasi oleh kurator.

2.Bukan Wajib Pajak atau Penanggung Pajak

Seseorang yang bukan Wajib Pajak dan bukan Penanggung Pajak, dapat menjadi subjek tindak Pidana Pajak dan dapat dijatuhi hukuman pidana apabila melakukan tindak pidana perpajakan, yang dapat di katagorikan dalam 3 (tiga) golongan yaitu :


(35)

1. Pejabat Pajak

Sesuai dengan pasal 34 ayat 1 UU KUP setiap pejabat baik petugas pajak maupun mereka yang melakukan tugas di bidang perpajakan dilarang mengungkapkan kerahasian Wajib Pajakyang menyangkut masalah perpajakan. Sesuai dengan pasal 41 ayat 1 UU KUP, pelanggaran karena kealpaan atas kewajiban tersebut dapat dikenai hukuman pidana kurungan maksimum satu tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah), dan atau apabila perbuatan tersebut dilakukan secara sengaja, maka sesuai dengan pasal 41 ayat 2 UU KUP pejabat yang bersangkutan diancam hukuman penjara maksimum dua tahun dan denda setinggi-tingginya Rp.50.000.000,- (lima pulu juta rupiah). Disamakan dengan Pejabat Pajak, adalah tenaga ahli yang ditunjuk dan ditugaskan oleh Dirjen Pajak untuk membantu pelaksanaan peraturan perundang-undangan perpajakan.

2. Pihak Ketiga

Dalam pasal Undang-Undang Ketentuan perpajakan (KUP), telah diatur pengenaan sanksi pidana kepada pihak ketiga yang bukan Wajib Pajak.


(36)

Pasal 41A

Dalam pasal ini diatur ancaman pidana bagi pihak ketiga yang sengaja melanggar kewajiban pasal 35 ayat 1. Untuk menyerahkan keterangan atau bukti terkait dengan wajib pajak yang sedang dilakukan pemeriksaan pajak, penagihan pajak atau penyidikan tindak pidana di bidang perpajakan, atau memberi atau bukti yang tidak benar. Ancaman pidana dari pelanggaran ini adalah pidana kurungan paling lama 1(satu) tahun dan denda paling banyak Rp. 25.000.000,- (dua puluh lima juta rupiah). Dalam pasal 35 ayat 1 UU KUP disebutkan pihak ketiga yang dimaksud dalam pasal ini adalah pejabat bank, akuntan publik, notaris, konsultan pajak, dan kantor administrasi dan atau pihak ketiga lainnya yang memiliki hubungan dengan wajib pajak yang dilakukan pemeriksa pajak, penagihan pajak atau penyidikan pidana di bidang perpajakan.

Pasal 41 B

Dalam pasal ini diatur ancaman pidana bagi pihak ketiga yang dengan sengaja menghalangi atau mempersulit penyidikan tindak pidana perpajakan. Ancaman pidananya adalah pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp.35.000.000,- (tiga puluh lima juta rupiah).


(37)

Pasal 41 C

Dalam pasal ini diatur bagi pihak ketiga yang melanggar ketentuan pasal 35 ayat 1 dan 2 dengan ancaman pidana:

1. Bagi pihak ketiga yang dengan sengaja tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam pasal 35 ayat 1 diancam dengan pidana kurungan paling 1ama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak RP. 1.000.000.000, (1 milyar rupiah).

2. Bagi pihak ketiga yang dengan sengaja menyebabkan tidak terpenuhinya kewajiban pejabat dan pihak lainnya sebagaimana dimaksud pasal 35 ayat 1 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah).

3. Bagi pihak ketiga yang dengan sengaja tidak memberikan data dan informasi yang diminta oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 35A ayat 2 dipidana dengan pidana kurungan paling lama 10 (sepuluh) bulan atau denda paling banyak Rp. 800.000.000,- (delapan ratus juta rupiah).


(38)

4. Bagi pihak ketiga yang dengan sengaja menyalahgunakan data dan informasi perpajakan sehingga menimbulkan kerugian kepada negara dipidana dengan pidana kurungan paling lama 1 (satu) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,- (lima ratus juta rupiah)

Pihak ketiga yang dimaksud dalam pasal 35A ayat 1 dan 2 adalah setiap instansi pemerintah, lembaga, asosiasi, dan pihak lain.

3. Penyertaan Tindak Pidana

Dalam pasal 43 ayat 1 UU KUP diatur ketentuan tentang penyertaan tindak pidana pajak yang bunyinya:

“ Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 38 dan 39, berlaku bagi wakil, kuasa, atau pegawai dari Wajib Pajak, yang menyuruh melakukan, yang menganjurkan, atau yang membantu melakukan tindak pidana di bidang perpajakan”.

Ketentuan tersebut diadopsi dari ketentuan pasal 55 dan 56 KUHP, sebagai antisipasi terhadap tindak pidana pajak yang dilakukan oleh beberapa orang secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama.

Penyertaan dalam tindak pidana pajak terdiri dari 5 (lima) kriteria, yaitu :


(39)

a.Yang melakukan perbuatan (Plegen, Dader)

Adalah subjek tindak pidana pajak (Wajib Pajak, pejabat, pihak ketiga) yang melakukan sendiri, perbuatan yang melanggar hukum pidana.

b.Yang menyuruh melkukan perbutan (Doen Plegen, Middelijke Dader)

Adalah seseorang yang menyuruh si pelaku untuk melaksanakan perbuatan yang melanggar hukum pidana pajak, dalam hai ini yang menyuruh dalam posisi yang mengendalikan si pelaku, yang disuruh melakasanakan perbuatan tindak pidana pajak.

c.Yang turut melakukan perbuatan

Adalah seseorang secara sadar bekerjasama dengan seorang pelaku tindak pidana pajak, dan secara bersama pula dalam melaksanakan perbutan pidana tersebut. Dalam hal ini kepentingan si dader dan mededader adalah setara atau seimbang.

d.Yang membantu perbutan (Medeplichtige)

Adalah seseorang yang sengaja memberi kesempatan, sarana, atau keterangan untuk melaksanakan kejahatan


(40)

perpajakan, atau memberi bantuan kepada pelaku pada waktu kejahatan perpajakan di bidang pajak dilakukan.

e.Yang menganjurkan supaya perbuatan dilakukan (Uitlokker)

Adalah seseorang yang dengan pemberian kesanggupan pemyalahgunaan kekuasaan atau martabat, paksaan, atau ancaman, penipuan, memberi kesempatan, sarana atau keterangan dengan sengaja menghancurkan orang lain supaya melakukan perbutan yang melanggar hukum pidana pajak.

Dengan adanya ketentuan yang mengatur tentang penyertaan tindak pidana pajak bahwa sanksi pidana perpajakan tidak hanya ditujukan dan diterapkan bagi masyarakat wajib pajak, tetapi kepada siapapun, termasuk terhadap aparat dan pejabat pemerintah, yang melakukan, turut melakukan, membantu, menyuruh melakukan, atau membujuk supaya dilakukan penggelapan pajak, penyelewengan pajak, atau kejahatan parpajakan lainya.

b.Unsur Perbuatan (Objek Hukum Tindak Pidana Pajak)

Objek hukum tindak pidana di bidang perpajakan adalah perbuatan-perbuatan yang melanggar larangan-larangan atau kewajban-kewajiban yang ditentukan dalam undang-undang perpajakan, yang secara langsung atau tidak langsung


(41)

dapat menimbulkan kerugian keuangan negara, diancam dengan hukuman pidana. Perbuatan-perbuatan yang termasuk tindak pidan pajak adalah :

a. Karena Kealpaan

Sesuai denagan pasal 38 UU KUP, setiap orang yang karena kealpaannya :

a. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan, atau

b.Menyampaikan Surat Pemberitahuan, tetapi isinya tidak benar atau tidak lengkap, atau melampirkan keterangan yang isinya tidak benar Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara dan

perbuatan tersebut merupakan perbuatan setelah perbuatan yang pertama kali, didenda paling sedikit 1 (satu) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling banyak 2 (dua) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar, atau dipidana kurungan paling sinkat 3 (tiga)bulan atau paling lama1 (satu) tahun.

b. Karena Kesengajaan Pasal 39

1. Setiap orang yang dengan sengaja :

a. Tidak mendaftarkan diri untuk diberikan Nomor Pokok Wajib Pajak atau tidak melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak.

b. Menyalahgunakan atau menggunakan tanpa hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha kena Pajak.


(42)

c. Tidak menyampaikan Surat Pemberitahuan.

d. Menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap.

e. Menolak untuk dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada pasal 29.

f. Memperlihatkan pembukuan, pencatatan, atau dokumen lain yang palsu atau di palsukan seolah-olah benar, atau tidak menggambarkan keadaan yang sebenarnya.

g. Tidak menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan di Indonesia, tidak memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku, catatan, atau dokumen lain.

h. Tidak menyimpan buku, catatan atau dokumen lain yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari program aplikasi on-line di Indonesia sebagaimana dimaksud pada pasal 28 ayat 11, atau

i. Tidak menyetorkan pajak yang telah dipotong atau dipungut. Sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit 2 (kali) jumlah pajak yang terutang yang tidak atau kurang dibayar dan paling


(43)

banyak 4 (empat) kali jumlah pajak terutang yang tidak atau kurang dibayar.

2.Pidana sebagaimana ayat 1 di tambah 1(satu) kali menjadi 2 (dua) kali sanksi pidana apabila seseorang melakukan tindak pidana lagi di bidang perpajakan sebelum lewat 1 (satu) tahun, terhitung sejak selesainya menjalani pidana penjara yang dijatuhkan.

3.Setiap orang melakukan percobaan untuk melakukan tindak pidana menyalahgunakan atau menggunakan hak Nomor Pokok Wajib Pajak atau Pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf b, atau menyampaikan Surat Pemberitahuan dan atau keterangan yang isinya tidak benar atau tidak lengkap, sebagaimana dimaksud pada ayat 1 huruf d , dalam rangka mengajukan permohonan restitusi atau melakukan kompensasi pajak atau pengkreditan pajak, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasi atau pengkreditan yand dilakukan dan paling banyak 4 (empat) kali jumlah restitusi yang dimohonkan dan atau kompensasiatau pengkreditan yang dilakukan

Pasal 39A


(44)

a. Menerbitkan dan atau menggunakan faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak yang tidak berdasarkan transaksi yang sebenarnya, atau

b. Menerbitkan faktur pajak tetapi belum dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak.

Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun serta denda paling sedikit 2 (dua) kali jumlah dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak dan paling banyak 6 (enam) kali jumlah dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan atau bukti setoran pajak.

c. Unsur Akibat

Dalam UU KUP perbuatan pidana pajak sebagaimana diatur pada pasal 38, 39. dan pasal 41C ayat 4 memenuhi unsur akibat yaitu : “ Sehingga dapat dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara” dapat diancam dengan hukuman pidana pajak.

d. Unsur Kesalahan

Terdapat dua unsur kesalahan yang ada pada pasal-pasal pidana dalam Undang-Undang Perpajakan yaitu : karena Kealpaan sebagaimana diatur pada pasal 38 dan pasal 41 ayat 1 UU KUP, dan karena perbuatan sengaja


(45)

sebagaimana diatur dalam pasal 39, 39A, 41(2), 41A, 41B, dan pasal 41C, sehingga perbuatan tersebut menimbulkan kerugian pada pendapatan negara.

D. Daluarsa Tindak Pidana Di Bidang Perpajakan

Tindak pidana di bidang pepajakan tidak dapat dituntut setelah lampau waktu 10 (sepuluh) tahun sejak saat terutangnya pajak, berakhirnya masa pajak, berakhirnya bagian tahun pajak, atau berakhirnya tahun pajak yang terutang. Hal tersebut dimaksudkan guna memberikan suatu kepastian hukum bagi Wajib Pajak, Penuntut Umum, dan Hakim. Jangka waktu 10 (sepuluh) tahun tersebut adalah untuk menyesuaikan dengan daluarsa penyimpanan dokumen-dokumen perpajakan yang dijadikan dasar perhitungan jumlah pajak yng terhutang selama 10 (sepuluh) tahun.


(46)

BAB IV

ANALISA DAN EVALUASI

A. Presedur Pelaksanaan Penyidikan Tindak Pidana Perpajakan Dengan Sengaja Oleh Wajib Pajak

Tindakan Penyidikan dilakukan terhadap adanya dugaan tindak pidana pajak yang dilakukan oleh wajib pajak dengan unsur kesengajaan yang dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara diancam dengan hukuman pidana. Ada 2 (dua) tahap sebelum penyidikan benar-benar dilaksanakan yaitu :

1. Tindakan Pengamatan

Tindakan Pengamatan bertujuan untuk membuktikan bahwa informasi, data,laporan dan atau pengaduan yang memberi petunjuk adanya dugaan telah terjadi tindak pidana perpajakan, memang benar mengarah ke tindak pidana. Untuk hal tersebut, informasi, data, dan atau pengaduan tersebut disesuaikan dengan kenyataan, dibahas dan dikembangkan lebih lanjut sehingga diperoleh teori yang mendukung bahwa tindakan yang dilakukan Wajib Pajak adalah benar-benar tindakan pidana, termasuk didalamnya motivasi, modus operasi, dan pengaruhnya terhadap kerugian negara. Yang menjadi pengamat adalah Pegawai Negeri Sipil di lingkungan Direktorat Jenderal Pajak yang ditugaskan untuk melakukan pengamatan harus dilaporkan dalam laporan pengamatan, laporan pengamatan


(47)

digunakan sebagai dasar untuk dilakukanya pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan.

2. Tindakan Pemeriksaan Bukti Permulaan

Tindakan Pemeriksaan Bukti Permulaan merupakan kelanjutan dari tindakan pengamatan. Pemeriksaan Bukti Permulaan dilaksanakan oleh pemeriksa pajak (kelompok tenaga fungsional Kanwil DJP Sumut I) dengan surat perintah pemeriksaan pajak yang ditandatangani oleh pejabat pejabat pajak yang berwenang. Pemeriksaan bukti permulaan harus diselesaikan dalam jangka waktu dua bulan sejak tanggal surat perintah pemeriksaan bukti permulaan dan dapat diperpanjang dalam jangka waktu yang disesuaikan dengan keadaan.

Tata cara pemeriksaan bukti permulaan dilaksanakan dengan berpedoman pada surat Keputusan Menteri Keuangan Nomor 545/KMK.04/2000 sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 123/PMK.03/2006. laporan bukti permulaan digunakan sebagai dasar penerbitan Surat Ketetapan Pajak dan atau penyidikan dan atau pembuatan laporan pengaduan adanya tindak pidana umum kepada Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Berdasarkan laporan bukti permulaan kelompok tenaga fungsional pemeriksa pajak menyampaikan usulan penyidikan atas adanya tindak pidana pajak yang dilakukan oleh Wajib Pajak kepada Kepala Bidang P4 untuk diteliti. Kemudian menugaskan Kepala Seksi Administrasi Penyidikan untuk membahas,


(48)

menatausahakan dan mengirimkan Surat Usulan Penyidakan ke Kantor DJP Pusat melalui Bagian Umum Kantor wilayah DJP Sumatera Utara I.

Tindakan Penyidikan

Berdasarkan Persetujuan dari Kantor DJP Pusat , maka penyidikan dapat dilaksanakan pada Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I dengan menugaskan kepada Kepala Bidang P4 untuk membuat Surat Perintah Penyidikan melalui Kepala Seksi Administrasi Penyidikan dengan nama-nama penyidik sesuai dengan usulan kelompok fungsional penyidik Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I. Setelah diterbitkan surat perintah penyidikan, penyidik pajak membuat surat pemberitahuan penyidikan dan surat pemberitahuan dimulainya penyidikan yang dikirimkan kepada Kantor Pelayanan Pajak, Penuntut Umum atau Kejaksaan setempat melalui penyidik POLRI. Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan dicatat dalam buku pemberitahuan dimulainya penyidikan. Dalam melakukan tugasnya penyidik pajak harus berlandaskan pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) yang berlaku dan wajib memperhatikan asas-asas hukum yang berlaku termasuk :

a. Asas praduga tak bersalah, yaitu bahwa setiap orang yang disangka, dituntut, dan atau dihadapkan di muka siding pengadilan, wajib dianggap tidak bersalah sampai adanya putusan pengadilan yang menyatakan kesalahannya dan memperoleh kekuatan hukum tetap.

b. Asas persamaan di muka hukum, yaitu bahwa setiap orang mempunyai hak dan kewajiban yang sama di muka hukum, tanpa ada perbedaan.


(49)

Sesuai dengan kewenangan yang dimiliki, penyidik pajak dapat melakukan penindakan :

1. Pemanggilan tersangka dan saksi atau saksi ahli 2. Penggeledahan dan atau penyitaan

3. Pencegahan ke Luar Negeri melalui bantuan Kejaksaan Agung

4. Penangkapan dan penahanan melalui Kepolisian Negara Republik Indonesia Kewenangan petugas penyidik pajak juga tercantum dalam pasal 44 ayat 2 Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan sebagaimana telah diuraikan penulis.

Hasil Akhir Penyidikan

Tindakan penyidikan dapat berakhir dengan jalan diteruskan ke pengadilan atau dihentikan. Jika hasil penyidikan ternyata wajib pajak benar-benar melakukan tindak pidana pajak, maka tindakan selanjutnya yang dilakukan oleh penyidik pajak adalah menyerahkan berkas perkara tindak pidana pajak kepada penuntut umum melalui penyidik pejabat POLRI untuk dibaewa kepengadilan. Tetapi penyidikan juga dapat dihentikan oleh beberapa hal, yaitu :

1. Tidak terdapat cukup bukti

2. Peristiwa tersebut bukan merupakan tindak pidana pajak 3. Peristiwa telah daluarsa


(50)

5. Untuk kepentingan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana pajak paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak surat pemungut.

6. Melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dibayar dikembalikan ditambah sanksi administrasi berupa denda 4 (empat) kali yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharunya dikembalikan.

B. Permasalahan Dan Hambatan Yang Dihadapi Selama Penyidikan Pada umumnya permasalahan yang dihadapi penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana pajak berupa tidak memiliki NPWP atau memiliki NPWP tetapi tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar, atau tidak lengkap, penerbitan dan penggunaan faktur pajak fiktif (pemalsuan faktur pajak). Selain itu, Wajib Pajak yang memiliki penghasilan diatas penghasilan tidak kena pajak tidak melaporkan diri, dan membayarkan pajak.

Dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I mengalami hambatan diantaranya :

1. Ketidaklengkapan data, informasi yang dimiliki terhadap adanya dugaan tindak pidana pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sehingga mempersulit tintuk dilakukannya proses penyidikan tindak pidana pajak oleh tim penyidik


(51)

2. Pemanggilan tersangka atau saksi yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap panggilan tim penyidik dan lamanya tersangka atau saksi ahli dalam memenuhi panggilan penyidik untuk memperoleh keterangan yang diperlukan.

3. Sikap profesionalitas penyidik masih dianggap kurang dalam melakukan tindakan penyidikan untuk penegakan hokum tindk pidana pajak.

4. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap kasus perpajakan membuat pengawasan terhadap penegak hukum perpajakan juga lemah.

Untuk menghadapi permasalahan tersebut, penyidik melakukan upaya untuk menemukan dan mendapatkan bukti pendukung untuk disita. Selain bukti pendukung, data yang sudah dihapus dan dirusak dalam hardisk komputer akan ditemukan dengan mengkloning data kembali, dan memaksimalkan hasil kerja yang efektif terus bekerjasama dengan kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga lainnya yang berkaitan.


(52)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penyidikan Tindak Pidana Pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu dapat membuat terang tindak pidansa di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Tindakan penyidikan merupakan upaya yang terakhir dalam rangka upaya penegak hukum (pajak), apabila upaya-upaya lain sebelumnya dalam menerapkan sanksi perpajakan tidak cukup memadai untuk diterapkan. Tindakan penyidikan dilaksanakan harus berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan memperhatikan asas-asas hukum yang berlaku.

2. Ketentuan hukum pidana pajak merupakan penunjang dan penguat (back-up) dari hukum pajak (hukum administrasi pajak) diterapkan sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Yaitu, apabila pengenaan sanksi administrasi masih belum cukup dalam hal ketidakpatuhan akan pemenuhankewajiban perpajakan yang merupakan unsur kealpaan atau unsur kesengajaan maka sanksi yang diterapkan adalah sanksi pidana.

3. Pelaku pidana pajak yang utama adalah Wajib Pajak atau Penanggung Pajak baik Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang pidananya


(53)

dilakukan terhadap pengurus wakil, kuasa, dan atau pegawai dari wajib pajak badan. Selain itu, yang dapat dijatuhi hukuman pidana adalah pejabat pajak, pihak ketiga dan seseorang yang melakukan penyertaan tindak pidana pajak sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. 4. Tindakan penyidikan tindak pidana pajak dengan sengaja dilakukan karena

adanya dugaan tindak pidana pajak yang merupakan unsur kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan penyidikan dimulai setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan yang sebelumnya telah dilakukan tindakan pengamatan dan pemeriksaan. Penyidik membuat Surat Pemberitahuan Penyidikan dan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan yang dikirim kepada kejaaksaan atau penuntut umum melalui penyidik POLRI.

5. Hasil penyidikan tindak pidana pajak dapat diteruskan ke pengadilan dengan menyerakan berkas perkara tindak pidana pajak kepada penuntut umum malalui pejabat POLRI dan dapat dihentikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Saran

Untuk mengurangi atau mengatasi hambatan yang ada, selama prosedur pelaksanaan penyidikan maka disini penulis memberikan saran yang kiranya dapat diterapkan dan dapat menjadi masukan dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pajak di Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I antara lain :


(54)

1. Dalam melakukan pengumpulan data, informasi, hendaknya mempersiapkan strategi dan manajemen yang baru terhadap adanya dugaan tindak pidana pajak agar dapat terlihat dengan jelas sehingga mempermudah tim penyidik melakukan penyidikan.

2. Pemanggilan tersangka atau saksi ahli sebaiknya meningkatkan kerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk dapat memperkuat hukum dalam pemanggilan tersangka atau saksi oleh tim penyidik sehingga tidak dapat menghindar lagi.

3. Untuk meningkatkan sikap profesionalitas penyidik sebaiknya dilakukan pelatihan penyidikan kembali segingga dapat melakukan penyidikan tindak pidana pajak lebih baik lagi.

4. Upaya giat penyuluhan pajak sangat membantu untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap pentingnya pembayaran pajak yang apabila terdapat pelanggaran berat atasnya dapat dijatuhi hukuman pidana.


(55)

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Undang-Undang No.28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 132 Tahun 2006, tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Keputusan Menteri Keuangan No. 272 Tahun 2002, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemariksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang perpajakan.

S.R Soemarso, 2007, Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Salemba Empat, Jakarta.

Bwoga Hanantha, Yoseph Agus BBN, dan Tony Marsyahrul, 2005, Pemeriksaan Pajak di Indonesia, Grasindo, Jakarta.

www.Pajak.go.id.


(1)

5. Untuk kepentingan negara, atas permintaan Menteri Keuangan, Jaksa Agung dapat menghentikan penyidikan tindak pidana pajak paling lama dalam jangka waktu 6 bulan sejak surat pemungut.

6. Melunasi utang pajak yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharusnya dibayar dikembalikan ditambah sanksi administrasi berupa denda 4 (empat) kali yang tidak atau kurang dibayar atau yang tidak seharunya dikembalikan.

B. Permasalahan Dan Hambatan Yang Dihadapi Selama Penyidikan

Pada umumnya permasalahan yang dihadapi penyidik dalam melakukan penyidikan tindak pidana pajak berupa tidak memiliki NPWP atau memiliki NPWP tetapi tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT yang isinya tidak benar, atau tidak lengkap, penerbitan dan penggunaan faktur pajak fiktif (pemalsuan faktur pajak). Selain itu, Wajib Pajak yang memiliki penghasilan diatas penghasilan tidak kena pajak tidak melaporkan diri, dan membayarkan pajak.

Dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana perpajakan Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I mengalami hambatan diantaranya :

1. Ketidaklengkapan data, informasi yang dimiliki terhadap adanya dugaan tindak pidana pajak yang dilakukan oleh wajib pajak sehingga mempersulit tintuk dilakukannya proses penyidikan tindak pidana pajak oleh tim penyidik


(2)

2. Pemanggilan tersangka atau saksi yang tidak memenuhi kewajibannya terhadap panggilan tim penyidik dan lamanya tersangka atau saksi ahli dalam memenuhi panggilan penyidik untuk memperoleh keterangan yang diperlukan.

3. Sikap profesionalitas penyidik masih dianggap kurang dalam melakukan tindakan penyidikan untuk penegakan hokum tindk pidana pajak.

4. Kurangnya perhatian masyarakat terhadap kasus perpajakan membuat pengawasan terhadap penegak hukum perpajakan juga lemah.

Untuk menghadapi permasalahan tersebut, penyidik melakukan upaya untuk menemukan dan mendapatkan bukti pendukung untuk disita. Selain bukti pendukung, data yang sudah dihapus dan dirusak dalam hardisk komputer akan ditemukan dengan mengkloning data kembali, dan memaksimalkan hasil kerja yang efektif terus bekerjasama dengan kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga lainnya yang berkaitan.


(3)

BAB V PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Penyidikan Tindak Pidana Pajak adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan penyidik untuk mencari serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu dapat membuat terang tindak pidansa di bidang perpajakan yang terjadi serta menemukan tersangkanya. Tindakan penyidikan merupakan upaya yang terakhir dalam rangka upaya penegak hukum (pajak), apabila upaya-upaya lain sebelumnya dalam menerapkan sanksi perpajakan tidak cukup memadai untuk diterapkan. Tindakan penyidikan dilaksanakan harus berpedoman pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) dan memperhatikan asas-asas hukum yang berlaku.

2. Ketentuan hukum pidana pajak merupakan penunjang dan penguat (back-up) dari hukum pajak (hukum administrasi pajak) diterapkan sebagai akibat tidak dipenuhinya kewajiban perpajakan oleh wajib pajak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. Yaitu, apabila pengenaan sanksi administrasi masih belum cukup dalam hal ketidakpatuhan akan pemenuhankewajiban perpajakan yang merupakan unsur kealpaan atau unsur kesengajaan maka sanksi yang diterapkan adalah sanksi pidana.

3. Pelaku pidana pajak yang utama adalah Wajib Pajak atau Penanggung Pajak baik Orang Pribadi maupun Wajib Pajak Badan yang pidananya


(4)

dilakukan terhadap pengurus wakil, kuasa, dan atau pegawai dari wajib pajak badan. Selain itu, yang dapat dijatuhi hukuman pidana adalah pejabat pajak, pihak ketiga dan seseorang yang melakukan penyertaan tindak pidana pajak sebagaimana telah diatur dalam Undang-Undang Perpajakan. 4. Tindakan penyidikan tindak pidana pajak dengan sengaja dilakukan karena

adanya dugaan tindak pidana pajak yang merupakan unsur kesengajaan yang dilakukan oleh wajib pajak. Tindakan penyidikan dimulai setelah dikeluarkannya Surat Perintah Penyidikan yang sebelumnya telah dilakukan tindakan pengamatan dan pemeriksaan. Penyidik membuat Surat Pemberitahuan Penyidikan dan Surat Pemberitahuan dimulainya Penyidikan yang dikirim kepada kejaaksaan atau penuntut umum melalui penyidik POLRI.

5. Hasil penyidikan tindak pidana pajak dapat diteruskan ke pengadilan dengan menyerakan berkas perkara tindak pidana pajak kepada penuntut umum malalui pejabat POLRI dan dapat dihentikan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

B. Saran

Untuk mengurangi atau mengatasi hambatan yang ada, selama prosedur pelaksanaan penyidikan maka disini penulis memberikan saran yang kiranya dapat diterapkan dan dapat menjadi masukan dalam pelaksanaan penyidikan tindak pidana pajak di Kantor Wilayah DJP Sumatera Utara I antara lain :


(5)

1. Dalam melakukan pengumpulan data, informasi, hendaknya mempersiapkan strategi dan manajemen yang baru terhadap adanya dugaan tindak pidana pajak agar dapat terlihat dengan jelas sehingga mempermudah tim penyidik melakukan penyidikan.

2. Pemanggilan tersangka atau saksi ahli sebaiknya meningkatkan kerjasama dengan aparat penegak hukum lainnya untuk dapat memperkuat hukum dalam pemanggilan tersangka atau saksi oleh tim penyidik sehingga tidak dapat menghindar lagi.

3. Untuk meningkatkan sikap profesionalitas penyidik sebaiknya dilakukan pelatihan penyidikan kembali segingga dapat melakukan penyidikan tindak pidana pajak lebih baik lagi.

4. Upaya giat penyuluhan pajak sangat membantu untuk meningkatkan perhatian masyarakat terhadap pentingnya pembayaran pajak yang apabila terdapat pelanggaran berat atasnya dapat dijatuhi hukuman pidana.


(6)

DAFTAR PUSTAKA

Republik Indonesia, Undang-Undang No.28 Tahun 2007, tentang Ketentuan Umum Perpajakan.

Republik Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 132 Tahun 2006, tentang Organisasi dan Tata Kerja Instansi Vertikal Direktorat Jenderal Pajak.

Keputusan Menteri Keuangan No. 272 Tahun 2002, tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengamatan, Pemariksaan Bukti Permulaan, dan Penyidikan Tindak Pidana Di Bidang perpajakan.

S.R Soemarso, 2007, Perpajakan Pendekatan Komprehensif, Salemba Empat, Jakarta.

Bwoga Hanantha, Yoseph Agus BBN, dan Tony Marsyahrul, 2005, Pemeriksaan Pajak di Indonesia, Grasindo, Jakarta.

www.Pajak.go.id.


Dokumen yang terkait

Penyelasaian Keberatan Atas Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar Pajak Penghasilan Badan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

7 82 67

Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan Atas Pajak Bumi Dan Bangunan Di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I

5 39 66

Pengaruh Adanya Sunset Policy 2008 Terhadap Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I (DJP Sumut I)

1 51 59

Penerapan Pengawasan Penagihan Pajak Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I.

4 84 88

Sistem Pengelolaan Arsip Dinamis Pada Kantor Wilayah I Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Bagian Utara

0 44 55

Pengaruh Kesadaran Wajib Pajak dan Kualitas Penagihan Pajak Terhadap Kepatuhan Perpajakan Pada Kantor Pelayanan Pajak di Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I

0 2 1

Pengaruh Prinsip Keadilan Perpajakan terhadap kepatuhan Wajib Pajak Dan Implikasinya Pada Penerimaan Pajak (Survey Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jawa Barat I)

2 30 39

PROSEDUR DAN MANFAAT PEMBUATAN NPWP BAGI WAJIB PAJAK DI KANTOR DIREKTORAT JENDERAL PAJAK KPP SLEMAN

3 44 59

PENGARUH PENGETAHUAN PERPAJAKAN, MODERNISASI SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN, DAN KESADARAN WAJIB PAJAK TERHADAP KEPATUHAN WAJIB PAJAK PADA KANTOR WILAYAH DIREKTORAT JENDERAL PAJAK DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA TAHUN 2013.

2 3 167

Pelaksanaan Penyelesaian Keberatan Atas Pajak Bumi Dan Bangunan Sektor Perkebunan (Studi Kasus Pada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Sumatera Utara I)

0 0 6