Strategi Bersaing Wirausaha Mahasiswa dan Implikasinya
Strategi Bersaing
Wirausaha Mahasiswa
dan ImplikasinyaIsfenti Sadalia Pustaka Bangsa press
Perpustakaan Nasional: Katalog Dalam Terbitan (KDT) Isfenti Sadalia
Strategi Bersaing Wirausaha Mahasiswa dan Implikasinya / Isfenti Sadalia,-
Medan: Pustaka Bangsa PressISBN 978-602-1183-34-2 I. Judul.
Hlm. 91 Uk. 15,5 x 24 cm
© Hak cipta dilindungi berdasarkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta
Dilarang memperbanyak sebagian atau seluruh isi buku ini dengan cara apapun, termasuk dengan cara penggunaan mesin fotocopy tanpa izin dari penulis Hak penerbitan pada Penerbit Pustaka Bangsa Press Anggota IKAPI
ISI DI LUAR TANGGUNG JAWAB PENERBIT
KATA PENGANTAR
Dengan mengucap puji syukur kehadirat Allah Tuhan Yang Maha Kuasa berkat dan rahmat karunia-NYA diberi kesehatan, kekuatan dan kemudahan dalam menyelesaikan buku Strategi Bersaing Wirausaha dan Implikasinya.
Tujuan penulisan buku ini adalah untuk mengaplikasikan teori yang ada sehingga menambah wawasan pembaca terutama mahasiswa yang sedang melanjutkan studi ke tingkat pascasarjana tentang Strategi Bersaing WiraUsaha dan Performa Organisasi. Sudah barang tentu, dalam penulisan buku ini masih banyak kekurangan dan kelemahannya, untuk itu dengan hati gembira penulis mengharapkan kritik dan saran demi kesempurnaan buku ini.
Medan, 27 Maret 2017 Dr. Isfenti Sadalia, SE, ME
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR Hal. iii DAFTAR ISI iv DAFTAR TABEL ix DAFTAR GAMBAR xBAB I PENDAHULUAN
1
1.1 Latar Belakang
1
1.2 Tujuan Penulisan
3 BAB II INTELEKTUAL CAPIAL, SOSIAL CAPITAL DAN
FINANCIAL CAPITAL
4
33
2.5 Strategi Entrepreneur
29
2.5.1 Inovasi dan KewirausahaanKorporat
30
2.5.2 Inovasi
32
2.5.3 Usaha korporatinternal
2.5.4 Penerapan Usaha KorporatInternal
2.4 Financial Capital
35
2.5.5 Akuisisi dan ModalVentura
36
2.5.6 Menciptakan Nilai MelaluiStrategi
Entrepreneurship
38
4
29
26
2.1.1 Human Capital (ModalManusia)
2.2 Konsep Kompetensi Intelektual Individu (Individual
7
2.1.2 Structural Capital atau OrganizationalCapital (Modal Organisasi
9
2.1.3 Relational Capital atau Costumer Capital(Modal pelanggan)
12
2.1.4 Konsep Modal IntelektualOrganisasi (Organizational Intellectual Capital)
14
Intellectual Competence)
2.3.3 Pranata
16
2.3 Sosial Capital
19
2.3.1 Kepercayaan(Trust)
2.1 PengertianIntellectualCapital
2.3.2 JaringanSosial
25
24
2.6
2.6.1
2.6.2
2.6.3
2.7
BAB IIIKERANGKAKONSEPTUAL
45
3.1
3.2
3.2.1
3.2.2 DataSkunder
47
3.3 DefinisiOperasionalVariabel
47
3.3.1 Human Capital (ModalManusia)
47
3.3.2
3.3.3
BAB IV GAMBARAN UMUMKOTAMEDAN
48
4.1
4.2
4.3
4.4
4.4.1
4.4.2
4.4.3
4.4.4
BAB VKEUNGGULANBERSAING
69
5.1
5.2 Pengaruh Human Capital, Struktural Capital, Relational
Capital, Network, Norma, Tingkat Kepercayaan, Financial
Capital, Entrepreneurial Mindset, Balancing Exploration, Continious Innovation TerhadapKeunggulanBersaing70
5.3 Analisis OrganizationalPerformance
71
5.4 Pengaruh Human Capital, Struktural Capital, Relational Capital, Network, Norma, Tingkat Kepercayaan, Entrepreneurial Mindset, BalancingExploration,
Continious Innovation dan Competitive Advantage
6.15 Pengaruh Balancing Exploration Terhadap Performa Organisasi
6.1
6.1
6.14 Pengaruh Entrepreneurial Mindset Terhadap Performa Organisasi
78
79
6.10 Pengaruh Financial Capital TerhadapKeunggulan Bersaing
6.16 Pengaruh Continious Innovation Terhadap Performa Organisasi
79
6.17 Pengaruh Human Capital TerhadapPerformaOrganisasi
79
6.18 Pengaruh Struktural Capital TerhadapPerforma Organisasi
80
6.19 Pengaruh Relational Capital TerhadapPerforma Organisasi
80
77
77
TerhadapOrganizationalAdvantage
72 BAB VI IMPILKASI KEUNGGULAN BERSAING DAN
PERFORMAORGANISASI
74
6.1
6.2
6.4 Pengaruh Entrepreneurial Mindset Terhadap Keunggulan Bersaing
6.9 Pengaruh Relational Capital TerhadapKeunggulan Bersaing
75
6.5 Pengaruh Balancing Exploration Terhadap Keunggulan Bersaing
75
6.6 Pengaruh Continious Innovation Terhadap Keunggulan Bersaing
76
6.7 Pengaruh Human Capital TerhadapKeunggulanBersaing
76
6.8 Pengaruh Struktural Capital TerhadapKeunggulan Bersaing
76
6.20 Pengaruh Competitive Advantage Terhadap Performa
Organisasi
80 BAB VI KESIMPULANDANREKOMENDASI
81
7.1
7.2
DAFTAR TABEL
60 Table 4.15 Competitive Advantage
72 Table 5.5 ANOVA b
71 Table 5.4 Regresi Berganda Organizational Performance
70 Table 5.3 Regresi Sederhana Organizational Performance
69 Table 5.2 Simultan Keunggulan Bersaing
68 Table 5.1 Regresi Berganda Keunggulan Bersaing
b
66 Table 4.21 Model Summary
64 Table 4.20 Multikolinearitas
63 Table 4.19 Reliabilitas
61 Table 4.18 Validitas-2
61 Table 4.17 Validitas-1
60 Table 4.16 Organizational Performance
59 Table 4.14 Relational Capital
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah59 Tabel 4.13 Struktural Capital
58 Tabel 4.12 Human Capital
58 Tabel 4.11 Continious Innovation
58 Tabel 4.10 Balancing Exploration
57 Tabel 4.9 Entrepreneurial Mindset
57 Tabel 4.8 Tingkat Kepercayaan
56 Tabel 4.7 Norma
54 Tabel 4.6 Network
54 Tabel 4.5 Deskriptif Tiap Variabel
53 Tabel 4.4 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin
53 Tabel 4.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Umur Perusahaan
53 Tabel 4.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jumlah Pendapatan
Karyawan
73 Tabel Hal.
DAFTAR GAMBAR
Gambar Hal. Gambar 1.1 Propsal Yang Mengikuti Seleksi2 Gambar 3.1 Kerangka Konseptual
46 Gambar 4.1 Normalitas Histogram
65 Gambar 4.2 Normalitas PP Plot
65 Gambar 4.3 Heteroskedastisitas
67
BAB I PENDAHULUAN
1.1 LatarBelakang
Peranan perguruan tinggi diperlukan untuk memberikan informasi, pengetahuan, pemahaman tentang kewirausahaan serta memberikan wadah bagi mahasiswa untuk berwirausaha. Dirjen Pendidikan Tinggi (DIKTI) mencanangkan program kewirausahaan mahasiswa yang menjadi prioritas nasional sebagai upaya pembenahan sistem pendidikan agar terjadi keselarasan antara pendidikan dan dunia kerja.
Untuk menimbulkan minat dan motivasi dalam menciptakan wirausaha harus didasari dari pendidikan yang diterima di Perguruan Tinggi. Agar program kewirausahaan dapat dikembangkan secara berkelanjutan dan mempunyai makna dalam membangun wirausaha mahasiswa maka perguruan tinggi semestinya membangun kerangka pengembangan kewira- usahaan secara fokus. Keberhasilan program yang ditetapkan sampai tercapai “The Finish entrepreneurship education “lebih banyak tergantung pada seberapa banyak sarjana mempunyai pengalaman yang bermakna selama proses belajar-mengajar dan hal tersebut terus berlanjut saat proses bisnis berlangsung. Pihak universitas memotivasi dan membekali para sarjananya untuk membuka bisnis baru serta menjalankan pada masa kuliah dan diteruskan setelah kuliahselesai.
Perguruan tinggi memilliki peran yang bersifat preventif karena perguruan tinggi diharapkan dapat mengembangkan kualitas generasi muda bangsa dalamberbagai aspek yang dapat memperkecil dan mengurangi penyebab berbagai masalah budaya dan karakter bangsa terutama masalah kemiskinan dan tingginya angkapengangguran.
Namun, kenyataannya bahwa hasil pendidikan di perguruan tinggi masih cenderung berorientasi pada kemampuan daya ingat untuk menguasai materi yang diberikan semata serta pendidikan kita tidak mempunyai makna. Masih tingginya angka pengangguran pada tingkat sarjana menunjukkan peran strategis perguruan tinggi dalam merubah pola pikir dan penanaman nilai- nilai pada mahasiswa bahwa pilihan utama setelah lulus pendidikan seharusnya bukan menjadi pegawai tetapi menjadi pencipta lapangan pekerjaan belum tercapai.
Universitas Sumatera Utara (USU) dan Universitas Negeri Medan (UNIMED) merupakan Perguruan Tinggi Negeri yang memperoleh dana bantuan kegiatan PMW sejak 2009 hingga saat ini, terus berusaha melaksanakan Program tersebut secara efektif dan efisien dengan berbagai sumber daya yang tersedia guna menciptakan wirausaha muda yang tangguh dan berkelanjutan.
Melalui PMW, selain terciptanya Wirausaha juga diharapkan dapat menciptakan lapangan pekerjaan, serta dapat menciptakan lapangan usaha. Data pada gambar
1.1 menunjukkan setiap tahun jumlah proposal yang mengikuti PMW semakin meningkat. Hal ini memperlihatkan masih tingginya minat mahasiswa dalam memulai usaha pada Universitas Sumatera Utara.
Proposal yang mengikutiseleksi
197 200
156 139
130 150
Proposa 100 l yang mengik
50 uti… 2009 2010 2011 2012
Sumber: SEC USU
Gambar 1.1 Propsal Yang Mengikuti Seleksi penerima bantuan modal usaha mampu bertahan dengan berbagai alasan. Berbagai upaya dilakukan agar usaha mahasiswa penerima hibah dapat lebih bertahan, misalnya dengan melakukan beberapa perubahan pada proses seleksi mahasiswa penerima hibah. Dari pengalaman tersebut dapat disimpulkan bahwa jika dilakukan suatu kajian dan upaya penanggulangan yang lebih sistematis dan terstruktur, maka diharapkan hasilnya akan lebihoptimal.Penelitian yang dilakukan Tawardi (1999) adalah mengenai nilai-nilai kewirausahaan dan beberapa faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi perkembangan usaha seseorang. Berdasarkan faktor-faktor tersebut, modal sosial, modal intelektual dan modal financial serta strategi bersaing tidak dimasukkan sebagai variabel penting yang juga berperan dalam mengembangkan keunggulan bersaing mahasiswa wirausaha. Pasalnya keempat variabel tersebut erat hubungannya dengan nilai atau jiwakewirausahaan.
1.2 TujuanPenulisan
Adapun tujuan yang ingin dicapai dari penulisan ini adalah:
1. Menemukan model Implementasi Strategi Bersaing Mahasiswa Wirausaha berbasis Intelektual Capial, Sosial Capital dan FinancialCapital.
2. Menganalisis variabel Intelektual Capial, Sosial Capital dan FinancialCapital.
BAB II INTELEKTUAL CAPIAL, SOSIAL CAPITAL DAN FINANCIAL CAPITAL
2.1 Pengertian IntellectualCapital
Intellectual capital ada pada tahun 1980-an, yaitu ketika
Tom Stewart menulis sebuah artikel “Brain Powe-How Intellectual
capital Is Becoming America’s Most Valuable Assets”. Defenisi
mengenai Intellectual capital dalam artikelnya Stewart.“The sum of everything everybody in your company knows
that gives you a competitive edge in the market place. It is
intellectual material-knowledge, information, intellectual property,
experience-that can be put to use to create wealth ”.Terdapat berbagai definisi tentang intellectual capital dalam berbagai literatur. Diantaranya adalah definisi yang dikemukakan oleh Bukh et al. (2005), intellectual capital merupakan berbagai sumber daya pengetahuan dalam bentuk karyawan, pelanggan, proses atau teknologi yang dapat digunakan dalam proses penciptaan nilai bagiperusahaan.
Tidaklah mudah untuk dapat menyajikan definisi yang tepat tentang IC. Definisi IC yang ditemukan dalam beberapa literatur cukup kompleks dan beragam. Salah satu definisi IC yang banyak digunakan adalah yang ditawarkan oleh Organisation for
Economic Co-operation and Development (OECD, 1999) yang
menjelaskan IC sebagai nilai ekonomi dari dua kategori aset tak berwujud yaitu organisational (structural) capital dan human
capital.
Lebih tepatnya, organisational (structural) capital mengacu pada hal-hal seperti sistem software, jaringan distribusi, dan rantai pasokan. Human capital meliputi sumber daya manusia di dalam organisasi (yaitu sumber daya tenaga kerja/karyawan) dan konsumen dan supplier. Seringkali, istilah IC diperlakukan sebagai sinonim dari aktiva tidak berwujud. Meskipun demikian, definisi yang diajukan OECD menyajikan cukup perbedaan dengan meletakkan IC sebagai bagian terpisah dari dasar penetapan
intangible asset secara keseluruhan suatu perusahaan. Dengan
demikian, terdapat item-item intangible asset yang secara logika tidak membentuk bagian dari IC suatu perusahaan. Salah satunya adalah reputasi perusahaan. Reputasi perusahaan mungkin merupakan hasil sampingan (atau suatu akibat) dari penggunaan
IC secara bijak dalam perusahaan, tetapi itu bukan merupakan bagian dari IC.
Modal intelektual (IC) merupakan salah satu sumber daya yang di miliki oleh perusahaan. Modal intelektual (IC) pada umumnya didefinisikan sebagai perbedaan antara nilai pasar perusahaan dan nilai buku dari aset perusahaan tersebut atau dari financial capitalnya. Modal intelektual (IC) seringkali menjadi faktor penentu utama perolehan laba suatu perusahaan. Sebuah perusahaan dapat mengetahui penilaian pasar dengan menggunakan metode pengukuran Value Added Intellectual Capital (VAIC™), yaitu dengan melihat kemampuan intelektual yang dimiliki oleh perusahaan tersebut dan nilai yang dimiliki perusahaantersebut.
Menurut Stewart (1997) adalah sebuah konsep modal yang merujuk pada modal tidak berwujud yang terkait dengan pengetahuan dan pengalaman manusia serta teknologi yang digunakan. Namun, menurut Bontis et. al. dalam Ulum (2008) menyatakan bahwa pada umumnya para peneliti membagi IC menjadi tiga komponen, yaitu : Human Capital (HC), Structural
Capital (SC), dan Capital Employed (CE). Selanjutnya menurut
Bontis et al. (2000), secara sederhana HC mencerminkan individual knowledge stock suatu organisasi yang dipresentasikan oleh karyawannya. HC ini termasuk kompetensi, komitmen dan loyalitas karyawan terhadap perusahaan. Lebih lanjut (Bontis et al, 2000) menyebutkan bahwa SC meliputi seluruh non-human
storehouses of knowledge dalam organisasi. Termasuk dalam SC
adalah database, organizational chart, process manual, strategies,
routines dan segala hal yang membuat nilai perusahaanlebih yang melekat dalam marketing channels dan customer relationship.
Dari beberapa definisi intellectual capital, terdapat kesamaan pokok pikiran yaitu intellectual capital merupakan berbagai sumber daya pengetahuan, pengalaman, dan keahlian yang berkaitan dengan keahlian karyawan, hubungan baik dengan pelanggan, dan kapasitas teknologi informasi milik perusahaan yang secara signifikan berkontribusi dalam proses penciptaan nilai sehingga dapat memberikan keunggulan kompetitif (competitive advantage) bagi perusahaan.
Selama ini masih terdapat ketidakjelasan mengenai perbedaan antara modal intelektual (intellectual capital) dan aset tidak berwujud (intangible asset). Paragraf 8 PSAK 19 (revisi 2010) tentang Aset Tak Berwujud mendefinisikan aset tak berwujud sebagai aset nonmoneter yang dapat diidentifikasi tanpa wujud fisik. Definisi tersebut merupakan adopsi dari pengertian yang dikeluarkan IAS 38 dan FRS 10 mendefinisikan aset tak berwujud sebagai: “An identifiable asset, non monetary and without physical.
(IAS 38) Non-financial fixed assets that do not have physical
substance but are identifiable and are controlled by the entity
through custody or legal rights (FRS 10)”.Sebagai kesimpulannya, intellectual capital merupakan bagian dari aset tak berwujud. Hal ini juga didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Boekestein dalam Boedi (2008) yang menyatakan bahwa intellectual capital adalah bagian dari
intangibleasset.
Dapat disimpulkan bahwa modal intelektual (IC) merupakan suatu konsep penting yang dapat memberikan sumber daya berbasis pengetahuan dan mendeskripsikan aset tak berwujud yang jika digunakan secara optimal memungkinkan perusahaan untuk menjalankan strateginya dengan efektif dan efisien. Dengan demikian modal intelektual merupakan pengetahuan yang memberikan informasi tentang nilai tak berwujud perusahaan yang dapat mempengaruhi daya tahan dan memberikan kontribusi pada keunggulan kompetitifperusahaan. dari tiga elemen utama (Bontis 2000) yaitu:
2.1.1 Human Capital (ModalManusia)
Human capital merupakan lifeblood dalam modal
intelektual. Disinilah tercipta sumber inovasi dan kemajuan suatu perusahaan, tetapi modal manusia merupakan komponen
intellectual capital yang sulit diukur. Human Capital merupakan
tempat sumbernya pengetahuan yang sangat berguna, keterampilan, dan kompetensi, dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human Capital merupakan kemampuan perusahaan secara kolektif untuk menghasilkan solusi yang terbaik berdasarkan penguasaan pengetahuan dan teknologi dari sumber daya manusia yang dimilikinya.
Human capital akan meningkat jika perusahaan mampu menggunakan pengetahuan yang dimiliki oleh karyawannya.
Menurut Bontis, et.al, (2000), HC merepresentasikan individual
knowledge stock suatu organisasi yang direpresentasikan oleh
karyawannya. HC merupakan kombinasi dari genetic inheritance,
education, experience, and attitude tentang kehidupan dan bisnis.
Human capital ini yang nantinya akan mendukung structural
capital dan capital employed (Ulum,2008).Human capital merupakan kehidupan dalam modal
intelektual. Innovation dan improvement bersumber dari human
capital, tetapi merupakan komponen yang paling sulit diukur.
Human capital merupakan tempat bersumbernya pengetahuan
yang sangat berguna, keterampilan dan kompetensi dalam suatu organisasi atau perusahaan. Human capital mencerminkan kemampuan kolektif perusahaan untuk menghasilkan solusi terbaik berdasarkan pengetahuan yang dimiliki oleh orang-orang yang ada dalam perusahaantersebut.
Human capital secara umum didefinisikan sebagai aset
yang lebih mengarah kepada keahlian, pengetahuan, talenta, kompetensi maupun pengalaman yang dimiliki oleh karyawan maupun manajer yang diperlukan untuk melakukan aktivitas dalam pekerjaannya (Longo & Mura, 2007: 550; St-Pierre & Audet, 2011: 203, de Pablos, 2004:636). menyatakan bahwa human capital merupakan konstrak yang ada dalam level individu (Cater & Cater, 2009:.191). Kapital ini dianggap merupakan kapital yang paling penting dari kapital intelektual bagi perusahaan karena manusia merupakan sumber dari kreativitas dan inovasi (Cabrita & Vas, 2006: 12, Longo & Mura, 2007: 549, St-Pierre & Audet, 2011: 203, Bozbura, 2004, : 358, Thom, 2008: 43, Ul Rehman et al., 2011: 9).
Dimensi human capital menurut teori Barat cukup beragam, misalnya menurut Aryee et al. (1994) human capital memiliki tiga dimensi (Carmeli & Tishler, 2004: 303), yaitu : pendidikan, pengalaman kerja dan kompetensi. Sedangkan menurut Bontis & Fitz-enz (2002), human capital terdiri dari
employee satisfaction, employee commitment company,
education, employee motivation, value alignment, retention of key
people, management leadership, process execution, knowledge
generation, knowledge sharing and knowledge integration
(Bozbura, 2004: 360). Bozbura (2004: 358) menyatakan ada beberapa dimensi dari human capital, yaitu
employees’
occupational or general knowledge accumulation, the leadership
abilities, risk-taking and problem-solvingcapabilities.Konteks human capital di negara-negara Barat adalah berbeda dengan konteks di negara-negara Timur karena perbedaan budaya yang cukup signifikan. Menyadari hal ini Ching et al. (2007: 387) melakukan penelitian untuk membuat klasifikasi komponen atau elemen dari yang dilakukan dengan menyebarkan kuesioner kepada 105 perusahaan di Malaysia (Ching et al., 2007: 389). Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa human capital terdiri dari tiga dimensi, yaitu 1) Employeecapability; 2) Employee development & retention;dan 3) Employeebehavior.
Dari penelitiannya, Ching et al. (2007: 400-402) menyatakan bahwa masing-masing elemen human capital ini memiliki indikator sebagai berikut :
1) Employee capability,yaitu
a) Employee work-related knowledge (pengetahuan karyawan terkaitdenganpekerjaannya). terkaitpekerjaannya).
c) Employee know-how/expertise (pengalamankaryawan).
d) Employee creativity/innovativeness (kreativitas/inovasi karyawan). 2) Employee development & retention,yaitu a) Employee training (pelatihankaryawan).
b) Key employee turnover (tingkat keluar masuk karyawan kunci) c) Employee recruitment costs (biaya merekrutkaryawan).
d) Incentive/reward/compensation scheme (skema kompen- sasiinsentif/reward).
e) Employee profitability (e.g. revenue per employee,etc.) (profitabilitas karyawan).
f) Employee previous job experience (pengalaman karyawan sebelumnya).
g)
Employees’ level education/vocational qualification (tingkat pendidikankaryawan).
3) Employee behavior,yaitu a) Employee motivation (motivasikaryawan).
b) Employee job satisfaction (kepuasan kerjakaryawan).
c) Employee loyalty (loyalitaskaryawan).
d) Leadership(kepemimpinan).
e) qualities of managers Internal communication system (kualitas sistem komunikasi internal manajer).
Pembahasan mengenai human capital di UKM masih sangat terbatas. Martin & Hartley (2006) melakukan penelitian tentang intangible assets di UKM Inggris. Walaupun konsep yang digunakannya berbeda dengan Ching et al. di atas, tetapi Martin & Hartley (2006: 18) juga membahas human capital di UKM dengan menyatakannya sebagai konsep People-based intangible assets, yang hasil identifikasinya sebagai karyawan yang memiliki pengetahuan dan kekuatan tenaga kerja yang terlatih dengan alasan keahlian dan pengalaman ini juga tersedia bagi pesaing perusahaan. Sepertinya maksud Martin & Hartley dengan menyatakan bahwa keahlian dan pengalaman tersedia bagi perusahaan pesaing adalah bahwa kedua hal ini yang ada dalam diri karyawan bukan merupakan milik perusahaan secara karyawan pulang ke rumahnya, maka kedua hal itu bukan milik perusahaan lagi.
2.1.2 Structural Capital atau Organizational Capital (Modal Organisasi)
Kemampuan perusahaan atau organisasi dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan strukturnya yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya : sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, filosofi manajemen dan semua bentuk
intellectual property yang dimiliki perusahaan. Seorang individu
dapat memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, tetapi jika organisasi memiliki sistem dan prosedur yang buruk maka
Intellectual capital tidak dapat mencapai kinerja secara optimal
dan potensi yang ada tidak dapat dimanfaatkan secara optimal.Pentingnya structural capital lainnya juga dinyatakan Bontis (1998) bahwa jika structural capital yang ada dalam perusahaan tidak baik, maka utilisasi kapital-kapital lainnya secara menyeluruh akan terhambat (Khalique et al., 2011: 344). Terkait dengan hal ini, Ramesan (2011) menjelaskan mengapa structural capital ini begitu penting bagi penyelarasan semua kapital dalam perusahaan : structural capital terdiri dari infrastruktur, kebijakan dan prosedur sistem perusahaan (Khalique et al., 2011:344).
Struktural capital adalah bentuk intellectual capital yang
paling kompleks. Menurut Choong (2008), yang termasuk di dalam structural capital adalah kebudayaan perusahaan, inovasi dan proses bisnis perusahaan. Structural capital merupakan kemampuan organisasi dalam memenuhi proses rutinitas perusahaan dan struktur yang mendukung usaha karyawan untuk menghasilkan kinerja intelektual yang optimal serta kinerja bisnis secara keseluruhan, misalnya : sistem operasional perusahaan, proses manufacturing, budaya organisasi, dan filosofi manajemen (Kuryanto2008).
Kaitan antara structural capital dengan kapital lainnya dikemukakan Bontis (1998) yang menyatakan bahwa jika sulit menggunakan kapital intelektual secara menyeluruh. Demikian pula sebaliknya bahwa jika organisasi memiliki kapital struktural yang kuat, maka ia akan mampu mengarah kepada pemberdayaan intelektual kapitalnya secara maksimal (Khalique et al., 2011:344).
Structural capital menurut Ching et al. (2007: 400-402),
berdasarkan penelitiannya di Malaysia, terdiri dari dua elemen dengan faktornya masing-masing, yaitu : 1) Development of products/ideas (pengembangan produk
/ide) : 2) Implementation of new ideas/products/services (implemen- tasi ide baru, produkbaru).
3) Length of time for product design/development (lamanya pengembangan atau rancangan produkdilakukan). 4) Development of new ideas/products/ services (pengem- bangan ide baru, produkbaru). 5) Exploitation and management of patents, copyrights and
trademarks (eksploitasi dan pengelolaan paten, hak cipta, dan merkdagang).
6) Life-cycles of products (daur hidupproduk). 7) Opportunities for licensing/franchising agreements (pe- luang untuk mendapatkan kesepakatan melakukan lisensi ataufranchise). 8) Effectiveness of expenditure on R&D (efektivitas pengeluaran akan penelitian danpengembangan).
9)
Favourable contracts obtained due to company’s unique position (kontrak yang diperoleh dikarenakan posisi unik
perusahaan). 10) Organization infrastructure (infrastruktur organisasi): 11) Data systems providing access to information Management
(including financial) control system (sistem data yang memberikan akses kepada informasi sistem kontrol manajemen, termasuk sistem kontrolkeuangan). 12) Documentation of knowledge in manuals, data bases
(dokumentasi pengetahuan dalam bentuk manual maupun database). 13) IT systems and their usage in your company (sistem
14) Execution of corporate strategies (eksekusi strategi perusa haan) 15) Organizational culture in written form (budaya perusahaan dalam bentuktertulis).
Menurut Bontis, et.al., dalam Ulum (2008), Structural
Capital meliputi seluruh nonhuman storehouses of knowledge
dalam organisasi. Dalam hal ini termasuk adalah database,
organisational charts, process manuals, strategies, routines dan
segala hal yang membuat nilai perusahaan lebih besar daripada nilai materialnya dalam.
2.1.3 Relational Capital atau Costumer Capital (Modalpelanggan)
Elemen ini merupakan komponen intellectual capital yang memberikan nilai nyata bagi perusahaan. Relational capital merupakan hubungan harmonis yang dimiliki oleh perusahaan dengan pihak di luar perusahaan. Baik yang berasal dari para pemasok yang berkualitas, pelanggan yang loyal dan merasa puas akan pelayanan perusahaan, hubungan perusahaan dengan pemerintah maupun kerjasama rekan bisnis. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan dalam meningkatkan kerjasama bisnis yang dapat memberikan keuntungan bagi kedua pihak, sehingga dapat meningkatkan kinerja dan nilaiperusahaan.
Relational capital mencakup hubungan baik antara perusahaan dengan seluruh stakeholder (Choong, 2008).
Relational capital merupakan hubungan yang harmonis
association network yang dimiliki oleh perusahaan dengan para
mitranya, baik yang berasal dari para pemasok, pelanggan dan juga pemerintah dan masyarakat. Relational capital dapat muncul dari berbagai bagian diluar lingkungan perusahaan yang dapat menambah nilai bagi perusahaan(Kuryanto,2008).
Customer capital merupakan pengetahuan yang
berhubungan dengan sumber eksternal dari organisasi seperti pelanggan, pemasok, kreditur, jaringan, gabungan strategi dan saluran distribusi. Customer capital tercipta dari hubungan baik yang berasal dari pemasok yang andal dan berkualitas, para pelanggan yang merasa loyal dan puas akan pelayanan perusahaan yang bersangkutan, pemerintah maupun dengan masyarakat sekitar (Sawarjuwono dan Kadir, 2003).
Relational capital menurut de Pablos (2004: 637)
merupakan fungsi dari longevity : kapital ini akan memberikan nilai yang berlebih kepada perusahaan ketika ia mampu menciptakan hubungan “dalam jangka panjang” dengan para pihak di luar perusahaan. Ketika sebuah hubungan dengan salah satu aktor di lingkungan eskternal perusahaan sulit untuk dipertahankan, perusahaan dapat saja tidak mendapatkan kerugian, selama aktor lainnya yang sejenis yang diperlukan perusahaan didapatkan dengan mudah misalnya pemasok.
Ketika jumlah pemasok sedikit dan perusahaan sulit mempertahankan hubungannya dengan pemasok yang sudah ada, maka perusahaan akan membutuhkan waktu, biaya dan tenaga ekstra untuk mendapatkan pemasok sejenis lainnya. Pentingnya kapital ini juga dikemukakan oleh Srivihok & Intrapairote (2004: 5) yang menyatakan bahwa kualitas hubungan yang mampu dijalin dengan baik, kemampuan menjaga pelanggan yang ada dan menarik pelanggan baru merupakan kunci utama bagi keberhasilanperusahaan.
Bozbura (2004: 358) menyatakan bahwa relational capital mencakup merk, loyalitas konsumen, citra perusahaan di mata masyarakat dan pemasok dan sistem feedback dari pelanggan dan ukuran baik tidaknya relational capital ini ditentukan oleh pandangan lingkungan tentang perusahaan. Ada beberapa kriteria yang digunakan Bozbura (2004: 361) dalam menentukan baik tidaknya kapital ini,yaitu
1) Kriteria berkenaan dengan pelanggan, yang mencakup:
a) Kepuasanpelanggan;
b) Waktu yang dibutuhkan untuk memecahkanmasalah;
c) Lamanya hubungan yangterjadi;
d) Pelayanan yang menambahnilai; e) Loyalitaspelanggan.
Kriteria berkenaan dengan pelanggan ini dikesampingkan dalam tulisan ini mengingat kriteria ini akan dicakupkan ke dalam
2) Kriteria berkenaan dengan pasar, yang mencakup:
a) Pangsapasar
b) Peningkatan kepemimpinan dalam pangsapasar
c) Memiliki proses yang berorientasipasar
d) Pemahaman karyawan atas pasar danpelanggan
e) Memiliki citra yang baik dipasar
f) Memiliki merk yang unggul dipasar 3) Kriteria berkenaan dengan elemen lingkungan, yang mencakup: a) Partisipasi dalam aktivitas sosial yang tidak adasponsor
b) Menjadi sponsor dalam berbagai kegiatansosial
c) Melakukan analisispesaing
d) Menjalin hubungan denganpemasok
e) Memiliki kesadaran akanlingkungan f) Memiliki hubungan dengan pemegangsaham.
2.1.4 Konsep Modal Intelektual Organisasi (Organizational IntellectualCapital)
Modal intelektual organisasi (Nahapiet & Goshal. 1998: 245) merupakan kapasitas disiplin intelektual organisasi sebagai hasil internalisasi/transformasi secara sinergik dari seluruh kompetensi bekerja dan kognitif (kompetensi berfikir dan menyelesaikan masalah) yang dimiliki seluruh anggota organisasi, yang terjadi melalui proses transformasi yang terdiri dari kemampuan mengakses informasi, antisipasi nilai-hasil, komitmen dan kemampuan transformasi pengetahuan, sehingga dapat menciptakan kekayaan perusahaan, nilai tambah bagi konsumen dan/ atau meningkatkan kesejahterahaan bagi karyawan dan masyarakat. Secara ringkas perumusan modal intelektual organisasi adalah modal Intelektual Organisasi-Kompetensi Individu Komitmen (Ulrich,1998:16)
Menurut Gautchi (1998), paradigma modal intelektual membutuhkan : 1) Visi dan strategi yang didukung oleh semua pihakdalam organisasi memberikan arti dan tantangan kerja, dan mampu meningkatkan kompetensipekerja. 3) Komunikasi yangterbuka. 4) Pembagian keuntunganorganisasi
Modal intelektual organisasi menunjuk pada kapabilitas pengetahuan dan pemahman (knowledge and knowing) dari koletivitas sosial, seperti sebagai organisasi, komunitas intelektual, atau praktek-praktek professional. Definisi ini paralel dengan pengertian human capital (modal manusia), mencakup pengetahuan, keahlian, dan kemampuan yang diperoleh seseorang untuk memampukan orang tersebut melakukan pekerjaan dengan cara-cara yang baru. Modal intelektual di sini mewakili sebuah sumber daya bernilai dan kemampuan untuk memanfaatkannya berdasarkan pengetahuan dan pemahaman yang dimilik(Coleman,1998).
Hartanto (1997) dalam penelitiannnya mengindentifikasi variabel modal intelektual organisasi dengan variabel-variabel manifes sebagai berikut: 1) Penguasaan Teknologi(INT-1)
Modal intelektual yang terbentuk karena dimilikinya kemampuan menciptakan dan mnguasai teknologi sebagai kompetensi inti (core competence) yang sulit ditiru atau digantikan untuk menghasilkan kekayaan bagi perusahaan dan sekaligus memberikan nilai tambah yang tinggi bagi konsumen dan/atau kesejahterahaan bagi karyawan dan masyarakat. Suatu organisasi yang memiliki teknologi inti dicirikan dengan adanya keragaman pengetahuan yang saling melengkapi dan memiliki nilai strategik bagi pertumbuhan dan perkembanganperusahaan. 2) Kemampuan Belajar dan Berinovasi(INT-2)
Modal intelektual yang terbentuk dari adanya semangat sebagian besar karyawan untuk menawarkan ide, usul, nasihat, serta semangat untuk menguasai pengetahuan/ keahlian baru dan mengadopsi serta mengimplementasikan pengetahuan yang mereka peroleh ke dalam proses-proses organisasi. Memiliki semangat dan kemampuan untuk terus belajar dan berinovasi, terdiri dari dimensi (a) semangat berinovasi, serta (b) semangat belajar.
Modal intelektual organisasi yang terbentuk dari adanya data base pengetahuan yang mampu memberikan kemudahan untuk diakses. Modal struktural dari dimensi (a) adanya data base pengetahuan, serta (b) kemudahan akses.
2.2 Konsep Kompetensi Intelektual Individu (Individual
IntellectualCompetence)Kompetensi intelektual indivual didifinsikan sebagai “karakter sikap dan perilaku, atau kemampuan individual yang relatif bersifat stabil ketika menghadapi suatu situasi di tempat kerja, yang terbentukdari sinergi antara watak, konsep diri, motivasi internal, serta kapasitas pengetahuan kontekstual (Spencer dan Spencer, 1993).
Ulrich (1998: 17) menyatakan ada dua tantangan dalam meningkatkan kompetensi: pertama, kompetensi harus seiring dengan strategi bisnis. Kompetensi yang tidak berada dalam strategi bisnis sama halnya dengan drama tanpa penonton. Penonton atau audiens memberi arahan pada fokus dan energi yang digunakan. Pelanggan membantu perusahaan fokus pada strategi; kemudian perusahaan meluruskan kompetensi pada penyampaian strategi. Kedua, peningkatan kompetesni perlu digeneralisasi melalui mekanisme: beli (buy), bangun (build), pinjam (borrow), pecat (bounce), dan ikat (bind).
1) Membeli(Buy)
Manajer dapat mencari dari luar organisasi untuk mengganti talenta yang ada sekarang dengan talenta yang memiliki kualitas lebih tinggi. Membeli talenta (menarik karyawan baru) memberikan ide-ide baru, menghancurkan kultur lama yang menjadi penghalang kemajuan organisasi, dan menciptakan modal intelektual yang membangkitkan organisasi.
2) Membangun(Build)
Manajer membangun modal intelektual melalui investasi dalam pembelajaran pekerja. Melalui rangkaian pemeriksaan dan tindakan untuk menganti ide-ide yang kuno dengan ide-ide baru dan melakukan perubahan perilaku. Tindakan yang dilakukan perusahaan bisa melalui pelatihan dan pengembangan kerja pendelegasian tugas, dan tindakan pembelajaranlainnya.
3) Meminjam/menyewa talenta(Borrow)
Manajer melakukan pencarian talenta pada penyedia jasa
(vendor) dari luar perusahaan yang memiliki ide-ide, kerangka
keja (framework), dan alat-alat yang dapat membuat organisasi menjadi kuat. Ide-ide ini bisa diperoleh dari konsultan, supplier, maupun pelanggan, untuk kemudian diadopsi dan diaplikasikan dalam sistam perusahaan menjadi kompetensi individu dan organisasional.
4) Memecat(Bounce)
Manajer harus mengganti indivi/pekerja yang gagal mencapai kineja standar. Seringkali pekerja dalam melaksanakan tugas-tugas yang baru, tidak memiliki cukup ketermapilan untuk tugas tersebut dan tidak mampu mengadopsi keterampilan yang baru dalam praktek kerja, sehingga secara keseluruhan. Untuk menghilangkan kepincangan kinerja, perusahaan harus menganti pekeja yang rendah kinerja dengan pekerja baru yang memiliki keterampilan lebih baik untuk melaksanakan pekerjaan tersebut.
5) Mengikat(Bind)
Mempertahankan pekerja merupakan masalah kritis pada semua tingkatan. Menjaga dan memelihara pekerja yang memiliki dedikasi dan kualifikas tinngi, seperti senior manajer dengan visi, arahan dan kompetensi tinggi adalah penting, seperti halnya mempertahankan bagian teknikal, operasional, dan pekerja harian juga penting. Karena investasi dibidang sumber daya manusia dalam mencapai kompetensi yang diharapkan membutuhkan waktu, tenaga, dan biaya yang tidak sedikit.
Gautchi (1998) menyatakan bahwa kompetensi tanpa kompetensi seringkali membuat individu berseberangan dengan tujuan organisasi. Sedangkan komitmen tanpa kompetensi seringkali menghasilkan produk yang tidak optimal. Meskipun demikian, ketika kompetensi berjalan seiring dengan komitmen, akan dapat menyediakan paradigma yang berguna bagi modal intelektual.
Kompetensi, selain sebagai alat teknikal manajemen, terutama harus mendukung strategi bisnis, Untuk melakukan hal
(Gautchi, 1998) :
a) Mengganti pelaku bisnis (karyawan) yang kurang mampu dengan yang lebih mampu,. Hal ini bukanlah tugas yang mudah, khususnya ketika pasar tanaga kerja sangat terbatas. Juga, ada resiko yang harus ditanggung oleh organisasi ketika orang yang baru tidak sebaik orang yangdigantikan.
b) Investasi dalam penyediaan tanaga kerja yang membuat tenaga kerja lebih terkonsentrasi pada aktivitas yang dapat membantu karyawan belajar teknik-teknik kerja baru dan keahlian manajerial sehingga akan meningkatkan modal intelektualorganisasi.
Kompetensi konsultan yang memiliki kompetensi untuk membangun dan mengembangkan kompetensi individu dalam organisasi. Kompetensi intelektual individu terintegerasi dalam bentuk sembilan kompetensi (tingkat kemauan dan kemampuan individual) sebegai berikut (Spencer, Nahapiet dan Ghoshal 1998):
1) Berprestasi 2) Kepastiankerja 3) Inisiatif 4) Penguasaaninformasi 5) Keahlianpraktikal 6) Berfikirkonseptual 7) Berpikiranalitik 8) Kemampuanlinguistik 9) Kemampunnaratif
Sedangkan kompetensi Intelektual Individu yang berkaitan dengan Komitmen organisasi ada 5 kompetensi (Spencer, 1993), yaitu :
1. Berprestasi Kemampuan/semangat sesorang untuk berusaha mencapai performansi (prestasi) terbaik dengan menetapkan tujuan yang menantang serta menggunakan cara yang lebih baik secaraterus-menerus.
2. KepastianKerja Kemauan dan kemampuan seseorang untuk meningkatkan kejelasan kerja, dengan menetapkan rencana tindakan yang sarkan data/informasi yang akurat.