1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Berawal dari lahirnya Penetapan Pengadilan Negeri Nomor

  08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/PN-Mdn/PN-LP tanggal 07 Mei 2007 bertalian dengan Berita Acara Sita Jaminan Nomor 08/CB/2007/306/Pdt.G/2006/Pn-Mdn/PN-LP tanggal 08 Mei 2007 yang mengabulkan permohonan sita jaminan Yayasan Tri Argo Mulyo, selaku Penggugat, terhadap sebagian tanah dari sebidang tanah seluas 47,7 hektar di bekas Emplassemen Afdeling Medan Estate Perkebunan Mariendal perseroan terbatas PT. Perkebunan Nusantara II (Persero), disingkat PTPN II, di wilayah Deli Serdang guna menjadi jaminan gugatan perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn tanggal

  08 September 2006, telah menimbulkan permasalahan.

  Di dalam gugatan perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn tersebut diuraikan kronologis bahwa sekitar tahun 1991, PTPN II memerintahkan kepada seluruh karyawan dan eks karyawan penghuni rumah dinas PTPN II di Desa Medan Estate agar meninggalkan dan mengosongkan rumah dinas di atas sebidang tanah Perkebunan Mariendal PTPN II seluas 47,7 hektar dengan kompensasi ganti rugi

  1

  uang pindah sebesar Rp. 250.000,- per kepala keluarga. Hal ini menimbulkan reaksi perlawanan dari para penghuni yang menuntut hak ganti rugi yang wajar atas tanah yang dikuasai tersebut. 1 Putusan Mahkamah Agung Nomor 1742 K/Pdt/2009 tanggal 13 Januari 2010, hal. 3

  1 Sebagai perpanjangan tangan dari perjuangan para penghuni, maka Yayasan Tri Argo Mulyo, selaku Penggugat, diminta untuk membantu agar para penghuni mendapatkan ganti rugi yang layak. Selanjutnya upaya perjuangan hak para penghuni ini ditanggapi pemerintah dengan dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia Tanggal 25 Januari 1991 Nomor 89/KMK.013/1991 tentang Pedoman Pemindahan Aktiva Tetap Badan Usaha Milik Negara yang menyatakan bahwa bagi karyawan yang telah menempati secara sah rumah dinas Badan Usaha Milik Negara sekurang-kurangnya 2 (dua) tahun, dapat membeli tanah dan rumah tersebut dengan keringanan maksimum 50% (lima puluh persen) dari harga jual.

  Penghuni kemudian meminta bantuan Yayasan untuk mencari pemodal yang bersedia meminjamkan dananya kepada penghuni untuk membeli tanah dan rumah dinas dimana pada saat yang bersamaan dana yang dipinjam tersebut akan dikembalikan dalam bentuk pengalihan hak atas tanah dari penghuni kepada pemodal.

  Dalam melaksanakan pembelian lahan seluas 47,7 hektar itu, Yayasan bekerja sama dengan PT. Golgon Prima Sakti sebagai pemodal. Selanjutnya, Yayasan dan PT.

  Golgon Prima Sakti melakukan pembayaran panjar kepada 403 kepala keluarga. Ternyata tanpa sepengetahuan Yayasan, para penghuni juga menerima panjar dari pihak lain, yaitu PT. Pangripta Graha Sarana, yang diakhiri dengan pelunasan dan penandatanganan akta pelepasan hak dengan ganti rugi antara penghuni dengan PT. Pangripta Graha Sarana di hadapan Notaris.

  Di dalam memenuhi pelunasan, PT. Pangripta Graha Sarana menggunakan dana pinjaman kredit dari Bank Tabungan Negara (BTN) dengan jaminan tanah yang telah dibeli dari para penghuni. Akan tetapi kemudian BTN masuk dalam daftar Bank Dalam Penyehatan Aset, sehingga kredit macet PT. Pangripta Graha Sarana dialihkan kepada Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) termasuk di dalamnya jaminan atas pelunasan kredit.

  Selanjutnya oleh BPPN, penagihan piutang atas utang PT. Pangripta Graha Sarana dialihkan kepada pihak lain, yaitu PT. Petisah Putra. Atas suatu kesepakatan bersama antara PT. Petisah Putra, PT. Pangripta Graha Sarana dan PT. Pancing Business Centre, akhirnya ditunjuklah PT. Pancing Business Centre selaku pembeli dari aset jaminan PT. Pangripta Graha Sarana untuk pelunasan utang piutang. PT.

  Pancing Business Centre selaku pemilik terakhir kemudian menjaminkan kembali tanah tersebut ke Bank Mestika untuk keperluan proyek pembangunan pusat pertokoan dan oleh pihak bank, tanah tersebut dipasang hak tanggungan.

  Permasalahan timbul dikarenakan adanya pengabulan permohonan sita jaminan dari Yayasan oleh Pengadilan terhadap tanah yang telah dijaminkan PT.

  Pancing Business Centre ke Bank Mestika, karena yayasan dianggap bukan merupakan pemilik dan tidak memiliki hubungan hukum di dalam hal ini. Selain itu terhadap tanah yang diletakkan sita jaminan, sudah terlebih dahulu menjadi jaminan bank yang dibebani hak tanggungan.

  Untuk lebih jelasnya, kronologis gugatan Perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN- Mdn tanggal 08 September 2006 di atas dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

  A Penggugat PT Golgon B Penghuni

  Bank Mestika C

  I H PT Pangripta Tergugat G

  F BPPN PT Petisah D E BTN

  Gambar 1. Kronologis Perkara Perdata Nomor 306/Pdt.G/2006/PN-Mdn Keterangan Gambar 1:

  A. Antara Penggugat (Yayasan Tri Argo Mulyo) dengan PT Golgon mengadakan kerjasama pembayaran panjar pembelian lahan penghuni PTPN-II B. Pembayaran panjar pembelian lahan penghuni PTPN-II oleh Penggugat

  C. Jual beli lunas lahan penghuni PTPN-II antara Penghuni dengan PT Pangripta

  D. Perjanjian kredit antara PT Pangripta dengan BTN dengan jaminan lahan PTPN-II

  E. BTN masuk dalam daftar Bank Dalam Penyehatan Aset sehingga pengelolaan kredit PT Pangripta oleh BTN diambil alih BPPN F. PT Petisah Putra dengan BPPN mengadakan perjanjian Cessie atas piutang PT

  Pangripta

  G. Tergugat (PT Pancing Business Centre) melunasi hutang PT Pangripta ke PT Petisah

  H. Jual beli lunas antara PT Pangripta dengan Tergugat

  I. Pengikatan kredit Tergugat dengan Bank Mestika dengan jaminan lahan penghuni PTPN-II diikuti dengan pemasangan Hak Tanggungan

  Sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan Dengan Tanah, selanjutnya disebut UUHT, dikatakan bahwa ”... Hak Tanggungan adalah hak jaminan ... untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain”.

  Hal ini menunjukkan apabila sita jaminan diletakkan pada tanah yang telah dibebankan hak tanggungan merupakan tindakan sia-sia.

  Suatu putusan pengadilan yang telah mengabulkan tuntutan penggugat yang sudah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, bisa saja tidak dapat dilaksanakan, misalnya karena barang yang dipersengketakan sudah tidak berada dalam kekuasaan tergugat atau dalam hal pembayaran sejumlah uang, tergugat sudah tidak mempunyai 2 harta kekayaan lagi yang dapat dilelang. Dengan demikian, putusan pengadilan tidak dapat dilaksanakan, dalam arti penggugat hanya menang di atas kertas belaka, dan maksud mengajukan gugatan ke pengadilan tidak tercapai secara nyata.

  Untuk menghindari hal semacam ini dan agar terjamin hak penggugat, sekiranya dikabulkan hakim, undang-undang menyediakan upaya penjaminan hak 3 tersebut melalui penyitaan atau disebut juga sita jaminan. Penyitaan atau sita jaminan yang diletakkan terhadap harta yang disengketakan maupun terhadap harta kekayaan penggugat bertujuan untuk memberikan jaminan kepada penggugat, harta yang disengketakan tetap ada dan utuh, sehingga sita itu memberikan jaminan terhadap 2 3 Muhammad Nasir, Hukum Acara Perdata (Jakarta : Djambatan, 2003), hal. 87 Sudikno Mertokusumo, Hukum Acara Perdata Indonesia (Yogyakarta : Liberty, 2002),

  hal. 83 pihak penggugat bahwa kelak gugatannya tidak illusoir atau tidak hampa pada saat putusan dieksekusi (dilaksanakan). 4 Pengadilan dapat atau boleh memerintahkan untuk meletakkan sita jaminan, namun tidak berarti harus, melainkan hakim harus memeriksa apakah persyaratan dalam Pasal 227 HIR / 261 RBg telah dipenuhi. Untuk itu sudah diberlakukan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 05 Tahun 1975 tanggal 1 Desember 1975 yang pada pokoknya berbunyi: a. Agar para Hakim berhati-hati sekali dalam menerapkan atau menggunakan lembaga sita jaminan (conservatoir beslag) dan sekali-kali jangan mengabaikan syarat-syarat yang diberikan undang-undang (Pasal 227 HIR / 261 RBg);

  b. Agar diingat adanya perbedaan syarat dan sifat antara conservatoir beslag dan

  revindicatoir beslag

  seperti ditentukan dalam peraturan-peraturan yang bersangkutan; c. Agar dalam surat permohonan conservatoir beslag serta surat ketetapan yang mengabulkannya disebut alasan-alasan apa yang menyebabkan conservatoir

  beslag

  yang dimohon dan dikabulkan itu, yang berarti bahwa sebelum dikeluarkan surat ketetapan yang mengabulkan permohonan conservatoir beslag diadakan penelitian lebih dahulu tentang ada tidaknya alasan yang dikemukakan oleh Pemohon;

4 Muhammad Nasir, op.cit., hal. 89

  d. Agar benda-benda yang disita nilainya diperkirakan tidak jauh melampaui nilai gugatan (nilai uang yang menjadi sengketa), jadi seimbang dengan yang digugat; e. Agar lebih dulu dilakukan penyitaan atas benda-benda bergerak dan baru diteruskan kepada benda-benda tetap jika menurut perkiraan nilai benda-benda bergerak itu tidak akan mencukupi;

  f. Agar selalu diingat pula agar ketentuan dalam Pasal 198 HIR / 213 RBg dan

  Pasal 199 HIR / 214 RBg mengenai benda-benda tetap yang harus dicatat dalam register yang telah disediakan untuk itu di Pengadilan Negeri dan bahwa tembusan berita acara harus disampaikan kepada Kantor Pendaftaran Tanah (Agraria) atau pejabat yang bertugas membuat akta jual beli tanah sehingga tidak akan terjadi pemindahtanganan benda-benda yang ada di bawah penyitaan itu; g. Agar benda-benda yang disita tidak diserahkan kepada pihak pemohon, karena hal itu menimbulkan kesan seolah-olah sudah pasti perkara akan dimenangkan oleh pemohon dan seolah-olah putusannya nanti akan uitvoerbaar bij voorraad.

  Dengan demikian, sita jaminan hanyalah merupakan tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan hakim dalam perkara perdata. Barang- barang yang disita untuk kepentingan penggugat dibekukan dan disimpan untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijualbelikan, dibebani maupun disewakan 5 kepada pihak lain oleh tergugat (Pasal 199 HIR / 214 RBg). 5 Sita terdiri dari 2 macam, yaitu:

  Ibid. , hal. 87

  1. Sita terhadap barang miliknya sendiri; Penyitaan ini dilakukan terhadap barang miliknya sendiri (penggugat) yang dikuasai oleh orang lain. Sita jaminan ini bukanlah untuk menjamin tagihan berupa uang, melainkan untuk menjamin suatu hak kebendaan dari pemohon dan berakhir dengan penyerahan barang yang disita.

  2. Sita terhadap barang milik debitor.

  Penyitaan inilah yang biasanya disebut sita conservatoir. Sita conservatoir ini merupakan tindakan persiapan dari pihak penggugat dalam bentuk permohonan kepada Ketua Pengadilan Negeri untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan perdata dengan menguangkan atau menjual barang debitor yang disita guna

  6 memenuhi tuntutan penggugat.

  Berdasarkan uraian-uraian di atas diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai sita jaminan yang diletakkan pada tanah yang sudah dibebankan hak tanggungan dengan judul: ”Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan.”

B. Perumusan Masalah

  Berdasarkan paparan dalam latar belakang permasalahan tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahan dalam penelitian ini sebagai berikut:

  1. Bagaimanakah pihak ketiga (pihak yang tidak memiliki hubungan hukum dalam pemberian hak tanggungan) dapat mengajukan permohonan sita jaminan ke Pengadilan atas sebidang tanah yang sudah dibebani hak tanggungan?

6 Sudikno Mertokusumo, op.cit., hal. 84

  2. Bagaimanakah sikap hakim di dalam memberikan putusan terhadap permohonan sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani hak tanggungan?

  3. Bagaimanakah dampak dari adanya penetapan sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani hak tanggungan dan apa upaya hukum yang dapat diambil oleh pihak yang merasa dirugikan?

  C. Tujuan Penelitian

  Berdasarkan permasalahan yang telah dikemukakan di atas maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

  1. Untuk mengetahui prosedur pihak ketiga di dalam mengajukan permohonan sita jaminan ke pengadilan atas sebidang tanah yang sudah dibebani hak tanggungan.

  2. Untuk mengetahui sikap hakim di dalam memberikan putusan terhadap permohonan sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani hak tanggungan.

  3. Untuk mengetahui dampak dari adanya penetapan sita jaminan atas tanah yang sudah dibebani hak tanggungan dan upaya hukum yang dapat ditempuh oleh pihak yang merasa dirugikan.

  D. Manfaat Penelitian

  Dari pembahasan permasalahan dalam kegiatan penelitian ini diharapkan nantinya dapat memberikan manfaat baik secara teoretis maupun secara praktik.

  Secara teoretis, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam bentuk sumbang saran untuk perkembangan ilmu hukum pada umumnya dan khususnya untuk ketentuan hukum jaminan dan lebih khususnya lagi yang berhubungan dengan hak tanggungan.

  Secara praktik, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kepada pihak yang terkait dengan sita jaminan dan hak tanggungan, terutama:

  1. Memberi informasi yang dibutuhkan oleh orang perseorangan atau badan hukum khususnya perbankan sebagai pemegang hak tanggungan.

  2. Memberi masukan kepada pemerintah dan pembuat undang-undang terhadap masalah-masalah yang mungkin timbul dari sita jaminan yang dikabulkan oleh Pengadilan atas tanah yang dibebankan hak tanggungan.

  E. Keaslian Penelitian

  Berdasarkan informasi yang telah disediakan oleh pihak sekretariat program dan penelusuran kepustakaan yang telah dilakukan di lingkungan Universitas Sumatera Utara dan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara bahwa belum ada penelitian yang sudah dilakukan menyangkut “Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan”, sehingga judul penelitian ini keasliannya dapat dipertanggungjawabkan.

  F. Kerangka Teori Dan Konsepsi

1. Kerangka Teori

  Kontinuitas perkembangan ilmu hukum, selain bergantung pada metodologi, 7 aktivitas penelitian dan imajinasi sosial, juga sangat ditentukan oleh teori. Teori 7 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum (Jakarta : Universitas Indonesia

  Press, 1982), hal. 6 menguraikan jalan pikiran menurut kerangka yang logis, artinya mendudukkan masalah penelitian yang telah dirumuskan di dalam kerangka teoretis yang relevan, 8 yang mampu menerangkan masalah tersebut. Kerangka teori adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis penulis mengenai sesuatu kasus atau 9 permasalahan (problem) yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis.

  Dengan demikian, kerangka teori yang dimaksud adalah kerangka pemikiran atau butir-butir pendapat, teori, tesis dari para penulis ilmu hukum di bidang sita jaminan dan hak tanggungan, hukum jaminan, serta sistem hukum benda yang menjadi bahan perbandingan, pegangan teoretis, yang mungkin disetujui atau tidak disetujui, yang merupakan masukan eksternal dalam penulisan tesis ini.

  Kerangka teori yang akan dijadikan pisau analisis dalam penelitian ini adalah teori kepastian hukum, yang dikemukakan oleh Sudikno Mertokusumo: Masyarakat mengharapkan adanya kepastian hukum karena dengan adanya kepastian hukum masyarakat akan lebih tertib. Hukum bertugas menciptakan kepastian hukum karena bertujuan untuk ketertiban masyarakat. Tanpa kepastian hukum orang tidak tahu apa yang harus diperbuatnya sehingga akhirnya timbul keresahan. Tetapi jika terlalu menitik beratkan pada kepastian hukum, dan ketat mentaati peraturan hukum maka akibatnya akan kaku serta menimbulkan rasa tidak adil. Apapun yang terjadi peraturannya tetap seperti demikian, sehingga harus ditaati dan dilaksanakan. Undang-undang itu sering

  10 terasa kejam apabila dilaksanakan secara ketat.

  Tujuan hukum bukan hanya keadilan akan tetapi juga kepastian hukum dan kemanfaatan. Pemenuhan keadilan dalam suatu peraturan perundang-undangan belum 8 I Made Wirartha, Pedoman Penulisan Usulan Penelitian, Skripsi dan Tesis

  (Yogyakarta : Andi, 2006), hal. 23 9 10 M. Solly Lubis, Filsafat Ilmu dan Penelitian (Bandung : Mandar Maju, 1994), hal. 80 Sudikno Mertokusumo, Mengenal Hukum (Suatu Pengantar) (Yogyakarta : Liberty, 1988), hal. 136 cukup karena masih memerlukan syarat kepastian hukum. Kepastian hukum akan tercapai bila suatu peraturan dirumuskan secara jelas sehingga tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda-beda serta tidak terjadi tumpang tindih antara peraturan yang ada baik secara vertikal maupun horisontal. Mewujudkan sistem hukum yang baik akan menjadi sebuah hal yang sulit jika substansi aturan yang mendasarinya pun terdapat kesimpangsiuran akibat ketidaksinkronan aturan yang ada.

  Secara normatif, kepastian hukum memerlukan tersedianya perangkat aturan perundang-undangan yang secara operasional mampu mendukung pelaksanaannya.

  Secara empiris, keberadaan peraturan-peraturan itu dilaksanakan secara konsisten dan konsekuen oleh sumber daya manusia pendukungnya.

  Fungsi teori dalam penulisan tesis ini adalah untuk memberikan arahan/petunjuk dan meramalkan serta menjelaskan gejala yang diamati. Penelitian ini merupakan penelitian hukum normatif, sehingga kerangka teori yang diarahkan adalah berdasarkan ilmu hukum. Maksudnya adalah penelitian ini berusaha untuk memahami sita jaminan dan jaminan hak tanggungan secara yuridis, memahami objek penelitian sebagai hukum yakni sebagai kaidah hukum atau sebagai isi kaidah hukum seperti yang ditentukan dalam peraturan-peraturan yang berkaitan dengan masalah sita jaminan dan hak tanggungan, hukum jaminan, serta sistem hukum benda.

  Hukum jaminan adalah keseluruhan dari kaidah-kaidah hukum yang mengatur hubungan hukum antara pemberi dan penerima jaminan dalam kaitannya dengan 11 pembebanan jaminan untuk mendapatkan fasilitas kredit.

  Maksud dan tujuan hak jaminan pada umumnya adalah bahwa segala harta kekayaan seorang debitor, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda- benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata itu menyebabkan terjadinya pemberian jaminan oleh seorang debitor kepada setiap kreditornya atas segala kekayaan yang dimiliki debitor itu dengan sendirinya atau demi hukum. Apabila terdapat beberapa kreditor dan ternyata debitor cidera janji terhadap salah satu kreditor atau beberapa kreditor itu, atau debitor jatuh pailit dan harta kekayaan harus dilikuidasi, maka masing-masing kreditor mempunyai hak terhadap kekayaan debitor itu sebagai jaminan piutangnya masing-masing.

  Menurut Pasal 1132 KUHPerdata, harta kekayaan debitor itu menjadi jaminan secara bersama-sama bagi semua kreditor yang memberi utang kepada debitor yang bersangkutan dan hasil dari penjualan benda-benda yang menjadi kekayaan debitor itu dibagi kepada semua kreditornya secara seimbang menurut perbandingan besarnya piutang masing-masing. Namun Pasal 1132 KUHPerdata memberikan indikasi bahwa di antara para kreditor itu dapat didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain apabila 11 Salim HS, Perkembangan Hukum Jaminan Di Indonesia, (Jakarta : PT. RajaGrafindo

  Persada, 2004), hal. 6-7 ada alasan-alasan yang sah untuk didahulukan. Alasan-alasan yang sah yang dimaksudkan di dalam Pasal 1132 KUHPerdata adalah alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang. Diantara alasan-alasan yang dimaksudkan oleh Pasal 1132 12 KUHPerdata itu, diberikan oleh Pasal 1133 KUHPerdata.

  Menurut Pasal 1133 KUHPerdata, hak untuk didahulukan bagi seorang kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain timbul dari Hak Istimewa Gadai dan Hipotik. Urutan dari hak untuk didahulukan yang timbul dari ketiga hak yang disebut dalam Pasal 1133 KUHPerdata itu menurut Pasal 1134 KUHPerdata Gadai dan Hipotik lebih tinggi daripada hak istimewa kecuali dalam hal-hal yang ditentukan 13 undang-undang ditentukan sebaliknya.

  Pasal 1131 KUHPerdata menentukan bahwa segala harta kekayaan seorang debitor, baik yang berupa benda-benda bergerak maupun benda-benda tetap, baik yang sudah ada maupun yang baru akan ada di kemudian hari, menjadi jaminan bagi semua perikatan utangnya. Dengan berlakunya ketentuan Pasal 1131 KUHPerdata itu, maka dengan sendirinya atau demi hukum terjadilah pemberian jaminan oleh seorang debitor kepada setiap kreditornya atas segala kekayaan yang dimiliki debitor itu.

  Dari penjelasan Pasal 1132 KUHPerdata dan dihubungkan dengan ketentuan

  Pasal 1133 KUHPerdata dan 1134 KUHPerdata, para kreditor yang tidak mempunyai kedudukan untuk didahulukan berdasarkan alasan-alasan tertentu yang telah 12 Kartini Muljadi dan Gunawan Widjaja, Hak Tanggungan, (Jakarta : Prenada Media, 2005), hal. 6. 13 Sutan Remy Sjahdeini, Hak Tanggungan, Asas-asas, Ketentuan-ketentuan Pokok Dan

  Masalah Yang Dihadapi Oleh Perbankan (Suatu Kajian Mengenai Undang-Undang Hak Tanggungan) (Bandung : Alumni, 1999), hal. 8. ditentukan oleh undang-undang, adalah mempunyai kedudukan yang sama. Dalam hal tertentu, adakalanya seorang kreditor menginginkan untuk tidak berkedudukan sama dengan kreditor-kreditor lain dikarenakan kedudukan yang sama dengan kreditor-kreditor lain itu berarti mendapatkan hak yang berimbang dengan kreditor- 14 kreditor lain dari hasil penjualan harta kekayaan debitor apabila debitor cidera janji.

  Kedudukan yang berimbang ini tidak memberikan kepastian hukum akan terjaminnya pengembalian piutangnya. Seorang kreditor tidak akan pernah tahu akan adanya kreditor-kreditor lain yang mungkin muncul di kemudian hari. Semakin banyak kreditor dari debitor yang bersangkutan, semakin kecil pula kemungkinan terjaminnya pengembalian piutang yang bersangkutan apabila karena sesuatu hal debitor menjadi berada dalam keadaan insolven (tidak mampu membayar utang- utangnya).

  Kreditor-kreditor yang tidak mempunyai hak untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain disebut kreditor konkuren sedangkan kreditor yang mempunyai hak untuk didahulukan terhadap kreditor-kreditor lain disebut kreditor preferen.

  Dalam peraturan perundang-undangan, ketentuan sita jaminan diatur dalam

  Pasal 227 HIR/261 RBg. Dari ketentuan Pasal 227 HIR / 261 RBg, makna yang terkandung dari sita jaminan adalah merupakan tindakan hukum yang diambil 15 pengadilan mendahului pemeriksaan pokok perkara atau mendahului putusan. 14 15 Ibid. , hal. 9

  M. Yahya Harahap, Permasalahan dan Penerapan Sita Jaminan (Conservatoir Beslag) (Bandung : Pustaka, 1990), hal. 5 Untuk mengajukan sita jaminan ini haruslah ada dugaan yang beralasan, bahwa seorang yang berutang selama belum dijatuhkan putusan oleh hakim atau selama putusan belum dijalankan mencari akal untuk menggelapkan atau melarikan barangnya. Apabila penggugat tidak mempunyai bukti yang kuat bahwa ada kekhawatiran tergugat akan mengasingkan barangnya-barangnya, maka sita jaminan tidak dilakukan. Syarat adanya dugaan ini tidak hanya sekedar dicantumkan begitu saja, akan tetapi merupakan suatu usaha untuk mencegah penyalahgunaan agar tidak diadakan penyitaan secara serampangan, yang akhirnya hanya merupakan tindakan yang sia-sia saja yang tidak mengenai sasaran. Maka oleh karena itu debitor harus didengar untuk mengetahui kebenaran dugaan itu. Dalam hal ini cukup dikemukakan adanya dugaan yang beralasan, sehingga tidak perlu digunakan secara pembuktian 16 menurut undang-undang.

  Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud sita jaminan adalah untuk menjamin gugatan penggugat, agar gugatan itu dapat dilaksanakan pada saat putusan nanti telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Dengan demikian, atas harta yang disengketakan dapat terjamin keutuhannya sampai tiba saatnya perkara dieksekusi (dilaksanakan).

2. Konsepsi

  Konsepsi adalah salah satu bagian terpenting dari teori. Peranan konsepsi dalam penelitian adalah untuk menghubungkan teori dan observasi, antara abstrak dan kenyataan. Konsep diartikan sebagai kata yang menyatukan abstraksi yang 17 digeneralisasikan dari hal-hal yang khusus yang disebut definisi operasional.

  Soerjono Soekanto berpendapat bahwa kerangka konsepsi pada hakekatnya merupakan suatu pengarah atau pedoman yang lebih konkrit dari kerangka teoretis 16 17 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal. 87 Samadi Surya Barata, Metodologi Penelitian (Jakarta : RajaGrafindo Persada, 1998),

  hal. 28 yang seringkali bersifat abstrak, sehingga diperlukan definisi-definisi operasional 18 yang menjadi pegangan konkrit dalam proses penelitian.

  Definisi operasional ini penting karena bertujuan untuk menghindari perbedaan salah pengertian atau penafsiran mendua (dubius) dari suatu istilah yang dipakai. Selain itu, dipergunakan juga untuk memberikan pegangan pada proses penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian ini perlu dirumuskan beberapa definisi konsep dasar sebagai acuan agar penelitian ini sesuai dengan yang diharapkan, yaitu: a. Sita Jaminan adalah tindakan persiapan untuk menjamin dapat dilaksanakannya putusan hakim dimana objek sita jaminan dibekukan dan disimpan (di-

  conserveer

  ) untuk jaminan dan tidak boleh dialihkan atau dijualbelikan, dibebani maupun disewakan kepada pihak lain oleh tergugat serta penguasaan objek sita tersebut masih berada di tangan tersita (tergugat) sebelum ada putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap.

  b. Pengadilan adalah proses mengadili; keputusan hakim; dewan atau majelis yang mengadili perkara; sidang hakim ketika mengadili perkara; rumah atau bangunan

  19 tempat mengadili perkara.

  c. Putusan Pengadilan adalah hasil atau kesimpulan terakhir dari suatu pemeriksaan perkara di Pengadilan.

  18 19 Soerjono Soekanto, op.cit., hal. 133 Sudarsono, Kamus Hukum (Jakarta: Rineka Cipta, 2007) hal. 349 d. Penetapan adalah proses atau cara pengambilan keputusan atas suatu permohonan.

  e. Upaya hukum adalah alat untuk mencegah atau memperbaiki kekeliruan dalam suatu putusan.

  20

  f. Hak Tanggungan adalah Hak Jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, berikut atau tidak berikut benda-benda lain yang merupakan satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang tertentu, yang memberikan kedudukan yang diutamakan kepada kreditor tertentu terhadap kreditor-kreditor lain.

  21 g. Tanah adalah permukaan bumi atau lapisan bumi yang di atas sekali.

  22

  h. Jaminan adalah tanggungan atas pinjaman yang diterima, yang menjamin dipenuhinya kewajiban yang dapat dinilai dengan uang.

  23

  i. Kreditor adalah penerima jaminan dan pihak yang berpiutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu. j. Debitor adalah pemberi jaminan dan pihak yang berutang dalam suatu hubungan utang-piutang tertentu. 20 Sudikno Mertokusumo, op. cit., hal. 224 21 Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah 22 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989), hal. 893 23 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai Pustaka, 1989), hal. 348 dan Seminar Badan Pembinaan Hukum Nasional yang diselenggarakan di

  Yogyakarta dari tanggal 20 sampai 30 Juli 1977 k. Pihak Ketiga adalah orang lain yang tidak mempunyai hubungan dan ikut serta

  24 dalam suatu Perjanjian.

  l. Akta Pemberian Hak Tanggungan adalah akta Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang berisi pemberian Hak Tanggungan dari Debitor kepada Kreditor. m. Utang adalah utang pokok ditambah bunga dan denda-denda.

G. Metode Penelitian

  1. Spesifikasi Penelitian

  Jenis penelitian yang dipergunakan adalah penelitian normatif, yaitu penelitian yang difokuskan untuk mengkaji penerapan kaidah-kaidah atau norma- norma dalam hukum positif dengan sifat penelitian deskriptif analitis yaitu penelitian yang akan memaparkan dan menganalisis permasalahan yang akan dikemukakan.

  Metode pendekatan yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan yuridis normatif di mana pendekatan terhadap permasalahan dilakukan dengan mengkaji berbagai aspek hukum. Pendekatan yuridis normatif dipergunakan dengan melihat peraturan perundang-perundangan yang mengatur sita jaminan, terutama yang terdapat di dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Undang- Undang Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda- benda Yang Berkaitan Dengan Tanah dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

  2. Sumber Data

  Sumber data dalam penelitian ini diperoleh dengan mengumpulkan data sekunder yaitu data yang diperoleh dari studi kepustakaan dengan mempelajari: a. Bahan Hukum Primer 24 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta : Balai

  Pustaka, 1989), hal. 682

  Bahan hukum primer yaitu bahan hukum berupa peraturan perundang-undangan, dokumen resmi yang mempunyai otoritas yang berkaitan dengan permasalahan, terutama Herzien Inlandsch Reglement (HIR), Undang-Undang Nomor 4 tahun 1996 tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-benda yang Berkaitan dengan Tanah, dan peraturan-peraturan pelaksanaannya.

  b. Bahan Hukum Sekunder Bahan hukum sekunder yaitu semua bahan hukum yang merupakan publikasi dokumen tidak resmi meliputi buku-buku, karya ilmiah dan Putusan Pengadilan.

  c. Bahan Hukum Tertier Bahan hukum tertier yaitu bahan yang memberikan maupun penjelasan terhadap bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder, seperti kamus umum, kamus hukum, dan internet juga menjadi tambahan bagi penulisan tesis ini sepanjang memuat informasi yang relevan dengan penelitian yang akan ditentukan.

3. Teknik Pengumpulan Data

  Teknik pengumpulan data akan sangat menentukan hasil penelitian sehingga apa yang menjadi tujuan penelitian ini dapat tercapai. Untuk mendapatkan hasil penelitian yang objektif dan dapat dibuktikan kebenarannya serta dapat dipertanggungjawabkan hasilnya maka dalam penelitian ini mempergunakan teknik pengumpulan data kepustakaan, menghimpun data dengan melakukan penelaahan bahan-bahan kepustakaan yang meliputi bahan hukum primer, bahan hukum sekunder dan bahan hukum tertier.

4. Analisis Data

  Analisis data merupakan proses mengorganisasikan dan menguraikan data ke dalam pola, kategori dan satuan uraian dasar sehingga dapat ditemukan tema dan 25 dapat dirumuskan hipotesis kerja seperti yang disarankan data.

  Data yang telah dikumpulkan baik dari penelitian kepustakaan maupun data penunjang yang diperoleh dari wawancara, selanjutnya akan dianalisis dengan pendekatan kualitatif, sehingga akan diperoleh data yang bersifat deskriptif.

  Analisis kualitatif yaitu metode analisis data yang mengelompokkan dan menyeleksi data yang diperoleh dari penelitian lapangan menurut kualitas dan kebenarannya. Kemudian dihubungkan dengan teori-teori yang diperoleh dari studi kepustakaan, sehingga akan diperoleh jawaban permasalahan.

  Analisis deskriptif-kualitatif merupakan tehnik yang menggambarkan dan menginterpretasikan arti data-data yang telah terkumpul dengan memberikan perhatian dan merekam sebanyak mungkin aspek situasi yang diteliti pada saat itu, sehingga memperoleh gambaran secara umum dan menyeluruh tentang keadaan sebenarmya. Menurut M. Nazir bahwa tujuan deskriptif ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai

  26 fakta-fakta, sifat-sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki.

  25 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif (Bandung : Remaja Rosdakarya, 2002), hal. 103 26 Moh. Nazir, Ph.D, Metode Penelitian, (Jakarta : PT Ghalia Indonesia, 2003), hal. 16

  Proses analisis data dimulai dengan menelaah seluruh data yang tersedia dari berbagai sumber, setelah dibaca, dipelajari, ditelaah maka langkah selanjutnya adalah

  27

  mengadakan reduksi data yang dilakukan dengan jalan membuat abstraksi. Langkah selanjutnya adalah menyusun rangkuman dalam abstraksi tersebut dalam satuan- satuan, yang mana satuan-satuan ini kemudian dikategorisasikan. Data yang dikategorisasikan kemudian ditafsirkan dengan cara mengolah hasil sementara menjadi teori substantif. Tahap terakhir, penarikan kesimpulan dengan menggunakan logika berpikir deduktif-induktif.

Dokumen yang terkait

Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan

3 59 118

Analisis HukumTerhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Hak Tanggungan Oleh Pengadilan

4 42 118

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Eksekusi Hak Tanggungan Sebagai Konsekuensi Jaminan Kredit Untuk Perlindungan Hukum Bagi Kepentingan Kreditur Di Medan

0 0 12

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kajian Hukum Terhadap Kedudukan Bank Selaku Pemegang Hak Tanggungan Atas Berakhirnya Sertipikat Hak Guna Bangunan Diatas Hak Pengelolaan (Hpl) Yang Menjadi Objek Jaminan (Studi : Pt Bank Internasional Indonesia, Tbk

0 0 30

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Terhadap Bank Atas Konflik Alas Hak dari Hak Tanggungan (Study Kasus PN Medan Register No.113/Pdt.G/2006/PN/Medan Tanggal 01-03-2007)

0 0 33

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Perlindungan Hukum Bagi Kreditur Atas Penyitaan Jaminan Atas Tanah Hak Milik Yang Berada Dalam Kawasan Hutan Di Daerah Kabupaten Padang Lawas Utara

0 0 24

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Akibat Hukum Dari Pemekaran Wilayah Terhadap Pendaftaran Hak Atas Tanah Di Kota Pekanbaru

0 0 37

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Kebendaan Sebagai Jaminan Hak Tanggungan Pada Perjanjian Kredit Yang Bermasalah Di PT. Bank Sumut Cabang Utama

0 0 10

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Analisis Peningkatan Status Hak Dari Hak Pakai Yang Terikat Jaminan Di Atas Hak Pengelolaan Menjadi Hak Milik

0 0 25

BAB II PERMOHONAN SITA JAMINAN ATAS SEBIDANG TANAH YANG TELAH DIBEBANI HAK TANGGUNGAN OLEH PIHAK KETIGA A. Ketentuan-ketentuan Pokok Sita Jaminan 1. Pengertian dan Tujuan Sita Jaminan - Analisis Hukum Terhadap Sita Jaminan Yang Diletakkan Di Atas Objek Ha

0 2 28