BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang - Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO) PT Perkebunan Nusantara Ii Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara)

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia mempunyai sumber daya alam yang besar di luar Jawa,
termasuk minyak mentah, gas alam, timah, tembaga dan emas. Indonesia adalah
pengekspor gas alam terbesar kedua di dunia, meski akhir-akhir ini ia telah mulai
menjadi pengimpor bersih minyak mentah. Hasil pertanian yang utama termasuk
beras, sawit, teh, kopi, rempah-rempah dan karet. 1
Indonesia memiliki berbagai kekayaan alam yang berpotensi untuk
dikembangkan menjadi berbagai bahan pangan fungsional. Kelapa sawit
merupakan tanaman yang dapat tumbuh baik di daerah beriklim tropis dengan
curah hujan 2000 mm/tahun dan kisaran suhu 22-32 oC. Saat ini 5,5 juta Ha lahan
perkebunan kelapa sawit di Indonesia telah memproduksi minyak sawit mentah
atau Crude Palm Oil (CPO) dengan kapasitas minimal 16 juta ton per tahun dan
merupakan produsen minyak sawit terbesar kedua di dunia. 2
Semua dikelola oleh pemerintah maupun swasta, salah satu pengelola
produk perkebunan sawit adalah PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II)
Sumatera Utara yang terdiri dari penanaman sampai penjualan hasil yang disebut
dengan Crude Palm Oil (CPO). Dalam pengelolaan produk hasil Crude Palm Oil
(CPO) dapat menjadi pati alkohol yang memiliki nilai ekonomis tinggi. Pati


1

http://www.indonesia.bg/indonesian/indonesia/index.html diakses pada tanggal 12
Januari 2011 jam 10.00 wib.
2
https://arghainc.wordpress.com/2008/11/21/minyak-sawit/ diakses pada tanggal 12
januari 2011 jam 10.15 wib.

alkohol diperoleh dari hasil minyak inti sawit yang akan menghasilkan asam
lemak (fatty acid) dan gliserin. 3
Dalam kegenan dapat lahir dari perjanjian maupun lahir demi hukum,
biasanya berdasarkan undang-undang. Demikian pula R. Subekti dalam bukunya
Perbandingan Hukum Pedata menyebutkan bahwa perwakilan menurut Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang
mencakup perwakilan bedasarkan undang-undang sebagaimna ditentukan dalam
Pasal 1354 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, yaitu perwakilan sukarela dan
perwakilan berdasarkan perjanjian seperti pemberian kuasa. 4
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang mengenal perbedaan antara
perwakilan langsung dan tidak langsung, yaitu makelar yang bertindak atas nama

orang lain dalam komisioner yang bertindak atas nama sendiri. Dengan demikian
keagenan mempunyai persamaan dengan pemberian kuasa, di mana penerina
kuasa bertindak untuk dan atas nama pemberi kuasa; mewakili pemberi kuasa. 5
Maka PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II) memproduksi Crude Palm Oil
(CPO) dari hasil penanaman dan dijual sebagai hasil usaha oleh PT. Perkebunan
Nusantara (PTPN II). Dalam penjualan ini PT. Perkebunan Nusantara (PTPN II)
melakukan perjanjia keagenan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama
Nusantara (PT. KPBN) yang mana PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara
(PT. KPBN) sebagai agen pemasaran yang telah diberikan kuasa oleh PT.
Perkebunan Nusantara (PTPN II).

3
4

Koran Waspada, Selasa/02 november 2010
Suharnoko, Hukum Perjanjian: Teori dan Analisa Kasus, (Jakarta : Kencana, 2008),

hal. 41.
5


Ibid,. hal. 42.

Proses penjualan Crude Palm Oil (CPO) antara PTPN II melalui kuasa PT.
Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) kepada agen melalui proses
yang sudah disesuaikan dengan ketentuan yang ada dalam perjanjian keagenan
oleh para pihak dan apabila ketentuan-ketentuan atas isi perjanjian yang sudah
ada, para pihak dapat memenuhi segala ketentuan-ketentuan yang dibuat oleh
kedua belah pihak secara tertulis dan baku. Para pihak harus memenuhi segala
ketentuan-ketentuan yang sudah diatur dalam akta perjanjian keagenan.
Pelanggaran-pelanggaran terhadap ketentuan yang berlaku maka masing-masing
pihak akan bertanggung jawab.
Agen merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas
pihak lain yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen
kepadanya. 6 Sedangkan keagenan merupakan hubungan hukum antara prinsipal
dan agen dalam hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum dengan
pihak ketiga untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut
mengikat prinsipal. 7 Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang
mempunyai perusahaan untuk memberikan perantara membuat perjanjian tertentu
(misalnya jual-beli) di antara seorang yang mempunyai hubungan tetap dengan
agen tersebut atau lebih dikenal dengan prinsipal dengan pihak ketiga, atau juga

membuat perjanjian atas nama dan perhitungan prinsipal itu. 8 Pada hakikatnya
usaha dalam bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan bisnis

6

Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, (Jakarta : Proyek ELIPS, 2000), hal. 5.
Ibid., hal. 4.
8
KRMT. Titodiningrat, Ichtisar Hukum Perdata dan Hukum Dagang, (Jakarta :
Pembangunan, 1963), hal. 114.
7

tertentuyang menghubunhkan pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang
lain, atau menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. 9
Wanprestasi

berasal

dari


istilah

aslinya

dalam

bahasa

Belanda

“wanprestatie” yang artinya tidak dipenuhinya prestasi atau kewajiban yang
telah ditetapkan terhadap pihak-pihak tertentu di dalam suatu perikatan, baik
perikatan yang dilahirkan dari suatu perjanjian ataupun perikatan yang timbul
karena undang-undang. 10

B. Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut di atas maka dapat dirumuskan
beberapa permasalahan yang perlu di bahas adalah sebagai berikut:
1. Bagaimana prosedur perjanjian keagenan atas penjualan Crude Palm Oil
(CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan

dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN)?
2. Bagaimana tanggung jawab agen pemasaran atas perjanjian Crude Palm
Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan
dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN)?
3. Bagaimana akibat hukum apabila salah satu pihak melakukan wanprestasi?

9

Levi Lana, “Keagenan di Indonesia Analisis Yuridis dan Praktis” dalam Jurnal Hukum
Bisnis. Volume 25, Nomor 1, Tahun 2006, hal. 36.
10
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perikatan, (Bandung : PT. Citra Aditya Bakti, 1990),
hal. 20.

C. Tujuan dan Manfaat Penulisan
Mengacu kepada judul dan permasalahan dalam penelitian ini maka dapat
dikemukakan bahwa tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah
sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui prosedur perjanjian keagenan atas penjualan Crude
Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota

Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN).
2. Untuk mengetahui tanggung jawab agen pemasaran atas perjanjian Crude
Palm Oil (CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota
Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN).
3. Untuk mengetahui akibat hukum terhadap para pihak yang melakukan
wanprestasi dalam perjanjian keagenan atas perjanjian Crude Palm Oil
(CPO) antara PT. Perkebunan Nusantara II (PTPN II) di kota Medan
dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN).
Manfaat penelitian yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah sebagai
berikut:
1. Manfaat Teoritis.
Hasil penelitian ini merupakan sumbangan bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khusus bidang hukum perjanjian keagenan penjualan Crude Palm
Oil (CPO) serta menambah khasanah perpustakaan.

2. Manfaat Praktis.
Bahwa penelitian ini adalah sebagai sumbangan pemikiran bagi ilmu
pengetahuan hukum mengenai perjanjian keagenan penjualan Crude Palm Oil
(CPO) bagi para akademisi, mahasiswa, dan masyarakat umum.


D. Keaslian Penulisan
Berdasarkan penelitian dan penelusuran yang telah dilakukan, baik
terhadap hasil-hasil penelitian yang sudah ada maupun yang sedang dilakukan
khususnya Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara belum ada penelitian
yang mengangkat masalah pertanggung jawaban agen pemasaran atas penjualan
Crude Palm Oil (CPO) PTPN II di kota Medan (Studi pada PT. Kharisma
Pemasan Bersama Nusantara). Dengan demikian penelitian ini betul asli baik dari
segi substansi maupun dari segi permasalahan sehingga dapat dipertanggung
jawabkan secara ilmiah.

E. Tinjauan Kepustakaan
Pasal 1313 KUHPerdata yang berbunyi,
“Suatu perjanjian adalah suatu perbuatan hukum dengan mana satu
orang atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau
lebih”. 11
Ada pula yang menyatakan bahwa, perjanjian adalah suatu peristiwa
dimana seseorang berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal. Dari uraian tersebut
maka dapat diterangkan lebih lanjut bahwa, perjanjian adalah sebuah kesepakatan

11


R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta :
Pradnya Paramitha, 2001), hal. 338.

antara 2 (dua) orang atau lebih dalam lapangan hukum kebendaan untuk saling
memberi dan menerima sesuatu.
Perjanjian adalah suatu ikatan atau hubungan hukum mengenai bendabenda (barang) atau kebendaan (jasa) antara dua pihak atau lebih, dimana para
pihak tersebut saling berjanji atau dianggap saling berjanji untuk melakukan
sesuatu atau tidak melakukan sesuatu.
Menurut pendapat Sri Soedewi Masjehoen Sofwan menyebutkan bahwa
perjanjin itu adalah “suatu peruatan hukum dimana seorarng ata lebih
mengingatkan dirinya terhadap seorang lain atau lebih”. 12
Menurut R. wirjono Prodjodikoro menyebutkan sebagai berikut “suatu
perjanjian diartikan sebagai suatu perbuatan hukum mengenai harta benda
kekayaan antara dua pihak , dalam mana satu pihak berjanji atau dianggap berjanji
untuk melakukan suatu hal atau untuk tidak melakukan sesuatu hal, sedankan
pihak lain berhak menuntut pelaksanaan janji itu”. 13
Menurut M. Yahya Harahap perjanjian atau verbintennis mengandung
pengertian suatu hubungan hukum kekayaan harta benda antara dua orang atau
lebih yang memberi kekuatan hak pada satu pihak untuk memperoleh prestasi dan

sekaligus mewajibkan pada pihak lain untuk melakukan prestasi. 14

12

A. Qirom Syamsuddin Meliala, Pokok-Pokok Hukum Perjanjian Beserta
Perkembangannya, (Yogyakarta : Liberty, 1985), hal. 7.
13
Wirjono Prodjodikoro, Azaz-azaz Hukum Perjanjian, (Bandung : PT Bale, 1986), hal.
9.
14
M. Yahya Harahap, Segi-segi Hukum Perjanjian, (Bandung : Penerbit Alumni, 1986),
hal. 6.

Menurut pendapat A. Qirom Samsudin Meliala bahwa perjanjian adalah
“suatu peristiwa simana seorang berjanji kepada seorang lain atau dimana seorang
lain itu saling berjanji untuk melaksanakan sesuatu hal”. 15
Menurut R. Subekti perjanjian adalah suatu peristiwa dimana seseorang
berjanji kepada orang lain atau dimana orang lain saling berjanji untuk
melaksanakan sesuatu hal. 16
Menurut Abdulkadir Muhammad mengemukakan bahwa perjanjian adalah

suatu persetujuan dengan dua orang atau lebih saling mengikatkan diri untuk
melaksanakan suatu hal mengenai harta kekayaan.
Menurut J. Satrio perjanjian dapat mempunyai dua arti, yaitu arti luas dan
arti sempit, dalam arti luas suatu perjanjian berarti setiap perjanjian yang
menimbulkan akibat hukum sebagai yang dikehendaki oleh para pihak termasuk
didalamnya perkawinan, perjanjian kawin, dan lain-lain. Dalam arti sempit
perjanjian disini berarti hanya ditujukan kepada hubungan-hubungan hukum
dalam lapangan hukum kekayaan saja, seperti yang dimaksud oleh Buku III Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata.
Agen adalah adalah orang yang diberi kuasa oleh orang lain yang disebut
prinsipal, untuk mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama prinsipal.17
Agen merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas pihak
lain yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen kepadanya.18
Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang mempunyai perusahaan

15

A. Qirom Syamsuddin Meliala., Loc. cit.
R. Subekti, Hukum Perjanjian, (Jakarta : Intermasa, 1985), hal. 1.
17
Abdulkadir Muhammad, Hukum Perjanjian, (Bandung : Alumni, 2006), hal. 277.
18
Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Loc. cit.
16

untuk memberikan perantara membuat perjanjian tertentu (misalnya jual-beli)
diantara seorang yang mempunyai hubungan tetap dengan agen tersebut atau lebih
dikenal dengan prinsipal dengan pihak ketiga, atau juga membuat perjanjian atas
nama dan perhitungan prinsipal itu. 19 Pada hakikatnya usaha dalam bidang
keagenan

adalah

jasa

perantara

untuk

melakukan

bisnis

tertentuyang

menghubunhkan pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain, atau
menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. 20
Keagenan merupakan hubungan hukum antara prinsipal dan agen dalam
hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum dengan pihak ketiga
untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut mengikat prinsipal. 21
Perjanjian keagenan adalah salah satu alternatif dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan bisnis bagi masyarakat luas maupun bagi perusahaanperusahaan, khususnya mereka yang hanya memiliki sedikit waktu untuk.
mengerjakan sebuah pekerjaan. Perjanjian keagenan dirancang khusus sebagai
perjanjian pemberian wewenang/kuasa dari satu pihak ke pihak lainnya untuk
melaksanakan suatu perbuatan hukum. Di masa yang sarat dengan kecanggihan
teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, tidak semua orang ataupun
badan hukum yang memiliki cukup waktu dan keahlian untuk melakukan kegiatan
bisnisnya.
Melihat celah ini maka banyak sekali timbul perantara-perantara dagang
dan biro jasa atau yang biasa disebut agen yang menawarkan diri sebagai
penerima kuasa dalam melakukan perbuatan hukum dari si pemberi kuasa, bahkan
19

KRMT. Titodiningrat, Loc. cit.
Levi Lana, Loc. cit.
21
Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Op. cit., hal. 4.
20

tak jarang terjadi perselisihan antara agen dan prinsipil (pemberi kuasa) yang
diakibatkan karena ketidakjelasan status badan hukum sebuah biro jasa.
Untuk itu pengaturan mengenai perjanjian keagenan ini perlu dilakukan
secara khusus, seperti mengenai syarat-syarat mutlak sebuah badan hukum dapat
disebut sebagai agen dan batasan klausula-klausula yang harus di penuhi sehingga
perjanjian tersebut dapat dikatakan sebuah perjanjian keagenan, walaupun
peraturan-peraturan yang umum seperti Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang masih tetap diberlakukan.

F. Metode Penulisan
Dalam melakukan suatu penulisan skripsi selalu diperlukan suatu
cara/metode dengan maksud agar kegiatan tersebut dapat terlaksana dengan baik
dan sesuai dengan yang diharapkan. Dalam penyusunan skripsi ini Penulis
menggunakan beberapa metode dalam mencari, mengumpulkan dan menganalisis
data, diantaranya :
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang di gunakan dalam penulisan skripsi ini disesuaikan
dengan permsalahannya yang diangkat di dalamnya. Dengan demikian, penelitian
yang dilaksanakan adalah penelitian hukum empiris atau yang dengan istilah lain
biasa digunakan adalah penelitian hukum sosiologis dan dapat/biasa pula disebut
dengan penelitian lapangan. penelitian hukum sosiologis/empiris ini bertitik tolak
dari data primer/dasar, yakni data yang diperoleh langsung dari masyarakat

sebagai sumber pertama dengan melalui penelitian lapangan, yang dilakukan baik
melalui pengamatan (observasi), wawancara ataupun penyebaran kuesioner.
2. Sumber Data
Dalam penyusunan skripsi ini penulis menggunakan metode yang ada
untuk mengumpulkan data agar diperoleh data yang baik, maka diperlukan
metode-metode yang mempunyai hubungan dengan sumber data. Penelitian ini
mempergunakan data sekunder yaitu data yang diperoleh secara tidak langsung
dari objek yang diteliti, dengan kata lain peninjauan teori-teori dari buku-buku
literature, laporan, dokumen, majalah ilmiah yang berhubungan dengan masalah
yang sedang diteliti. Selain itu penulis juga mendapatkan data-data dari
wawancara dengan Bapak Admi P. Sembiring selaku pimpinan PT. Kharisma
Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN).
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam skripsi ini adalah sebagai
berikut :
a. Teknik Studi Pustaka (library research)
Dengan studi pustaka ini dimaksudkan untuk memperoleh pengetahuan
dan pengertian secara teoritis, yaitu dengan cara mempelajari buku-buku literatur,
karya ilmiah maupun artikel-artikel yang berhubungan dengan penulisan skripsi
ini.
b. Teknik Wawancara
Teknik

ini

merupakan

riset

lapangan

(field

research).

Metode

pengumpulan data kepada Bapak Admi P. Sembiring selaku pimpinan maupun

dengan pihak yang banyak mengetahui secara luas mengenai pembahasan skripsi
ini. Dalam melakukan penelitian secara langsung pada objek penelitian, Penulis
berusaha mendapatkan data dan keterangan secara luas sehingga data yang
terkumpul merupakan data yang bersifat objektif. Wawancara ini juga
dimaksudkan agar data yang diperoleh lebih lengkap.
c. Teknik Observasi (peninjauan)
Teknik ini juga merupakan riset lapangan (field research). Peneliti
melakukan pengamatan terhadap hal-hal apa saja yang berhubungan dengan objek
penelitian ini, baik pengamatan terhadap objek penelitian yaitu PT. Kharisma
Pemasaran Bersama Nusantara (PT. KPBN) agar didapatkan data-data yang
objektif. Adapun ruang lingkup observasi tidak saja pada objek penelitian
tersebut.
4. Analisa Data
Di dalam penelitian skripsi yang termasuk kedalam tipe penelitian hukum
normatif, pengelolaan data pada hakikatnya merupakan kegitan untuk melakukan
analisa data terhadap permasalahan yang dibahas. Hal ini dilakukan dengan
mengalisa bahan-bahan yang diperoleh dari Perundang-undangan, buku, karya
ilmiah, artikel-artikel, internet, wawancara dan observasi yang berkaitan dengan
“Pertanggung Jawaban Agen Pemasaran Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO)
PT. Perkebunan Nusantara II Di Kota Medan (Studi Pada PT. Kharisma
Pemasaran Bersama Nusantara)” yang dibahas secara deskriptif dengan
menggunakan metode deduktif dan induktif.

G. Sistematika Penulisan
Untuk menghasilkan karya ilmiah yang baik, maka pembahasannya
diuraikan secara sistematis dan diperlukan suatu sistematis penulisan yang teratur.
Penulis membagi menjadi bab per bab dan masing-masing bab ini saling berkaitan
antara satu dengan yang lain. Adapun sistematika penulisan skripsi ini adalah
sebagai berikut :
BAB I : PENDAHULUAN
Bab ini merupakan bab pendahuluan, dimana pada bab ini dipaparkan halhal yang umum sebagai langkah awal dari penulisan skripsi. Bab ini berisikan
latar belakang, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penulisan, keaslian
penulisan, tinjauan kepustakaan, metode penulisan, serta sistematika penulisan.
BAB II : PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN ATAS PENJUALAN
CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DI
KOTA MEDAN DENGAN PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA
NUSANTARA
Pada bab ini dipaparkan bagaimana prosedur perjanjian keagenan atas
penjualam crude palm oil (cpo) antara PT. Perkenbunan Nusantara II di kota
Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Bab ini berisikan
pengertian agen, perjanjian keagenan, dasar hukum perjanjian keagenan, pihakpihk dalam perjanjian keagenan, dan prosedur perjanjian keagenan atas penjualam
crude palm oil (cpo).
BAB III : TANGGUNG JAWAB AGEN PEMASARAN ATAS PERJANJIAN
CRUDE PALM OIL (CPO) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DI

KOTA MEDAN DENGAN PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA
NUSANTARA
Pada bab ini dipaparkan bagaimana tanggung jawab agen pemasaran atas
perjanjian crude palm oil (cpo) antara PT. Perkenbunan Nusantara II di kota
Medan dengan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara. Bab ini berisikan
akibat hukum dari perjanjian keagenan pemasaran, tanggung jawab para pihak,
dan tanggung jawab PT. Perkenbunan Nusantara II atas perjanjian crude palm oil
(cpo).
BAB IV : AKIBAT HUKUM APABILA SALAH SATU PIHAK MELAKUKAN
WANPRESTASI
Pada bab ini dipaparkan bagaimana pengertian wanprestasi, sebab
wanprestasi, akibat wanprestasi, dan tugas para pihak dalam wanprestasi dari
pihak PT. Perkenbunan Nusantara II maupun dari pihak PT. Kharisma Pemasaran
Bersama Nusantara.
BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN
Pada bab ini berisikan rangkuman kesimpulan dari bab-bab yang telah
dibahas sebelumnya dan saran-saran yang mungkin berguna bagi permasalahan
yang terjadi atas perjanjian keagenan.

BAB II
PROSEDUR PERJANJIAN KEAGENAN ATAS PENJUALAN CRUDE
PALM OIL (CPO) ANTARA PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II DI
KOTA MEDAN DENGAN PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA
NUSANTARA

A. Pengertian Agen
Agen adalah orang atau perusahaan perantara yang mengusahakan
penjualan bagi perusahaan lain atas nama pengusaha/perwakilan. Orang atau
perusahaan perantara yang mengusahakan penjualan bagi perusahaan lain atas
nama pengusaha/perwakilan. Wakil pengusaha yang merundingkan, memberikan
jasa layanan, atau menutup perjanjian asuransi dengan ketentuan yang ada. Agen
adalah adalah orang yang diberi kuasa oleh orang lain yang disebut prinsipal,
untuk mengadakan perjanjian dengan pihak ketiga atas nama prinsipal. 22 Agen
merupakan orang atau badan hukum yang bertindak untuk dan atas pihak lain
yang disebut prinsipal yang memberikan kuasa sebagai agen kepadanya. 23
Menurut KRMT. Titodiningrat, agen adalah orang yang mempunyai
perusahaan untuk memberikan perantara membuat perjanjian tertentu (misalnya
jual-beli) di antara seorang yang mempunyai hubungan tetap dengan agen tersebut
atau lebih dikenal dengan prinsipal dengan pihak ketiga, atau juga membuat
perjanjian atas nama dan perhitungan prinsipal itu. 24 Pada hakikatnya usaha dalam
bidang keagenan adalah jasa perantara untuk melakukan bisnis tertentu yang

22

Abdulkadir Muhammad, Loc. cit.
Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Loc. cit.
24
KRMT. Titodiningrat, Loc. cit.
23

menghubungkan pelaku usaha yang satu dengan pelaku usaha yang lain, atau
menghubungkan pelaku usaha dengan konsumen di pihak yang lain. 25
Sedangkan keagenan adalah perihal perwakilan atau segala sesuatu yg
berhubungan dengan agen. Keagenan merupakan hubungan hukum antara
prinsipal dan agen dalam hal mana agen hanya akan melakukan perbuatan hukum
dengan pihak ketiga untuk dan atas nama prinsipalnya, perbuatan hukum tersebut
mengikat prinsipal. 26
Pengertian atau defenisi keagenan yang dibuat ada kekurangannya, akan
tetapi pada intinya keagenan didefenisikan sebagai hubungan yang timbul dimana
satu pihak yang disebut sebagai agen bertindak untuk pihak lainnya yang disebut
prinsipal. Berdasarkan tindakan agen, prinsipal dan pihak ketiga masuk ke dalam
hubungan kontraktual. Agen juga dapat memiliki kekuasaan untuk melepaskan
harta kekayaan milik prinsipal kepada pihak ketiga. Umumnya, agen dapat
bertindak demikian karena prinsipal telah memberikan wewenang kepadanya
untuk melakukan tindakan yang dimaksud dan agen menyetujui untuk
melakukannya. Agen sepertinya menjadi perpanjangan tangan dari prinsipal dan
karenanya dapat mengubah kedudukan hukum prinsipal baik berupa mengikat
prinsipal ke dalam suatu perjanjian atau melakukan pelepasan harta kekayaan
milik prinsipal yang bersifat mengikat. 27
Dalam perjanjian keagenan terdapat hubungan antara agen dengan
prinsipal. Berdasarkan ketentuan Pasal 1315 dan Pasal 1340 Kitab Undang-

25

Levi Lana, Loc. cit.
Kamus Hukum Ekonomi ELIPS, Op. cit., hal. 4.
27
http://www.singaporelaw.sg/content/AgencyLawIndon.html diakses pada tanggal 17
Januari 2011 jam 11.10 wib.
26

Undang Hukum Perdata, suatu perjanjian hanya mengikat para pihak yang
membuatnya. 28
Pasal 1315 KUHPerdata berbunyi:
“Pada umumnya tak seorang dapat mengikatkan diri atas nama sendiri
atau meminta ditetapkannya suatu janji dari pada untuk dirinya
sendiri”.
Pasal 1340 KUHPerdata berbunyi:
“Suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak-pihak yang
membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat membawa rugi kepada
pihak-pihak ketiga; tak dapat pihak-pihak ketiga mendapat manfaat
karena, selain dalam hal yang ditentukan dalam pasal 1317”. 29
Dalam praktik biasanya diperjanjikan bahwa agen, distributor tidak
bertindak untuk dan atas nama prinsipal. Hal ini akan membahas berbagai
kemungkinan

yang

dapat

dilakukan

oleh

konsumen

untuk

meminta

pertanggungjawaban hukum pinsipal atas kualitas produk dan jasa yang dijualnya
maupun atas wanprestasi dan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh
agen. 30

B. Perjanjian Keagenan
Perjanjian keagenan adalah salah satu alternatif dalam melaksanakan
kegiatan-kegiatan bisnis bagi masyarakat luas maupun bagi perusahaanperusahaan, khususnya mereka yang hanya memiliki sedikit waktu untuk.
mengerjakan sebuah pekerjaan. Perjanjian keagenan dirancang khusus sebagai
perjanjian pemberian wewenang/kuasa dari satu pihak ke pihak lainnya untuk
melaksanakan suatu perbuatan Hukum. Di masa yang sarat dengan kecanggihan
28

Suharnoko, Op. cit., hal. 37.
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Op.cit., hal. 342.
30
Suharnoko, Op. cit., hal. 38.

29

teknologi informasi dan komunikasi sekarang ini, tidak semua orang ataupun
badan hukum yang memiliki cukup waktu dan keahlian untuk melakukan kegiatan
bisnisnya.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1338 Kitab Undang-Undang Perdata yang
menganut asas kebebasan berkontrak maka setiap subyek hukum dan badan
hukum diberikan hak kebebasan membuat perjanjian apa saja asalkan tidak
bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang, ketentuan umum, dan kesusilaan
yang ada. Pasal 1338 berbunyi :
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undangundang bagi mereka yang membuatnya. Suatu perjanjian tidak dapat
ditarik kembali selain dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena
alasan-alasan yang ditentukan oleh undang-undang dinyatakan cukup
untuk itu. Suatu perjanjian harus dilaksanakan dengan itikad baik”.
Pemberian kuasa diatur dalam kepada Kitab Undang-Undang Perdata pada
buku III bab keenam belas bagian kesatu yang terdapat pada Pasal 1792 sampai
Pasal 1799 dan agen diatur dalam Kitab Undang-Undang Dagang pada buku I bab
keempat bagian kedua terdapat pada Pasal 62 sampai Pasal 73. Dalam praktik
kegiatan kasus keagenan biasanya diartikan sebagai hubungan hukum antara pihak
prinsipal dan agen, dimana pihak prinsipal memberi wewenang kepada agen untuk
melakukan transaksi dengan pihak ketiga.
Hubungan hukum antara principal dengan agennya dapat berupa
perwakilan, dimana agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, walaupun
terdapat juga unsur-unsur

perjanjian jual-beli. Karena prinsipal memberikan

wewenang agen untuk mengimpor barang dari prinsipal. Hubungan antara

prinsipal dengan agen dapat berupa jual-beli biasa dimana agen bertindak untuk
dirinya sendiri.
Hasil penelitian Tim Naskah Akademis Badan Pembinaan Hukum
Nasional menunjukkan bahwa dalam praktik, para agen dalam memperoleh
barang dari prinsipal dengan cara membeli atau dengan cara memperoleh kuasa
untuk menjual. 31 Jika agen bertindak untuk dan atas nama prinsipal, tentunya agen
bertanggung jawab terhadap segala transaksi dan perbuatan agen dalam batas
wewenang yang diberikan seperti, kualitas produk, wanprestasi, dan perbuatan
melawan hukum, sebaliknya jika agen bertindak untuk diri sendiri, maka prinsipal
tidak bertanggung jawab atas transaksi dan perbuatan yang dilakukan oleh agen.
Meskipun keagenan di Indonesia bukan ataupun tidak identik dengan
agency law dalam sistem common law, tetapi perjanjian keagenan dapat
mengandung unsur perjanjian pemberian kuasa seperti yang diatur dalam Kitab
Undang-Undang Perdata. Perjanjian pemberian kuasa dalam Kitab UndangUndang Perdata mempunyai persamaan dan perbedaan dengan agency law dalam
sistem common law. 32
Mengingat lembaga keagenan digunakan sebagai sarana transaksi global
dan terbuka kemungkinan untuk melakukan choice of law, maka pembahasan
terhadap hakim common law telah memberikan suatu aturan kapan suatu pihak
bertindak untuk dan atas nama orang lain dan kapan suatu pihak bertindak sebagai
indepentdent contractor yang bertindak untuk dirinya sendiri. Jika agen bertindak

31
32

Ibid., hal. 39.
Ibid., hal. 40.

untuk dan atas nama prinsipal, tentu saja prinsipal harus bertanggung jawab
terhadap perbuatan agen yang merugikan konsumen. 33

C. Dasar Hukum Perjanjian Keagenan
Dasar hukum berlakunya perjanjian keagenan dilihat dalam Kitab UndangUndang Hukum Perdata dan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang yang secara
khusus tidak ada diatur tetapi tidak tertutup kemungkinan ketentuan Buku III
Perdata tantang perikatan yang memberi kesempatan atau kebebasan untuk
membuat perjanjian apa saja walaupun perjanjian itu tidak ada diatur (perjanjian
tidak bernama) amaupun perjanjian bernama asalkan perjanjian itu tidak
bertentangan dengan Undang-Undang, ketentuan umum, dan kesusilaan yang ada.
Berdasarkan asas kebebasan berkontrak yang tercantum dalam Pasal 1338 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata, maka kesempatan ini terbuka kepada subyek
hukum dan badan hukum untuk membuat perjanjian apa saja walaupun perjanjian
itu telah ada diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Perdata ditambah
dengan Undang-Undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal Dalam
Negeri yang diubah menjadi Undang-Undang No. 25 Tahun 2007 tentang
Penanaman Modal.
Berdasarkan ketentuan Pasal 1 naskah akademis Rancangan UndangUndang tentang Keagenan dapat disimpulkan bahwa agen bertindak untuk dan
atas nama prinsipal sehinggga konsekuensinya prinsipal bertanggung jawab atas
transaksi yang dilakukan agen dengan pihak ketiga. Akan tetapi, Pasal 7 naskah

33

Ibid.

akademis RUU tersebut, membuka kemungkinan bagi prinsipal dan agen untuk
memperjanjikan bahwa prinsipal tidak bertanggung jawab kepada konsumen
pembeli atau pemakai barang yang dipasarkan oleh agen. 34

Pasal 7 menyebutkan jika tidak diperjanjiakan lain oleh para pihak:
1. Agen

bertanggung jawab

kepada pihak

ketiga sebagai

pemilik

barang/pemberi jasa atas barang atau jasa yang dipasarkan oleh agen
kepada konsumen pembeli/pemakai barang atau jasa tersebut.
2. Prinsipal bertanggung jawab kepada agen atas tanggung jawab agen
kepada pembeli atau pemakai. 35
Untuk memberikan kepastian hukum kepada para pihak konsumen
pembeli atau pemakai barang atau jasa bahwa ia berhubungan dengan agen,
bahwa agen akan bertanggung jawab atas barang, produk atau jasa yang ia
berikan, perlu diberikan penegasan akan hal itu. Sebaliknya, mengingat agen
adalah bertindak atas nama dan untuk kepentingan prinsipal, sepanjang tindakan
agen yang menimbulkan kerugian adalah dalam batas kewenangan yang diberikan
prinsipal kepada agen, adalah layak bahwa prinsipal akan bertanggung jawab atas
tindakan agen tersebut. Namun demikian dalam hal para pihak menghendaki lain,
maka hal tersebut harus dituangkan secara tegas dalam perjanjian yang akan
dibuat. 36

34

Ibid., hal. 48.
Ibid.
36
Ibid., hal. 49.

35

Dengan berlakunya Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, maka setiap
pelaku usaha baik prinsipal, agen, distributor, dealer, dan pengecer yang menjual
barang dan jasa secara langsung ataupun melalui pedagang perantara kepada
konsumen bertanggung jawab terhadap kualitas barang dan jasa tersebut dan
kerugian yang diderita konsumen, selama barang tersebut tidak mengalami
perubahan. Pasal 24 Undang-Undang Perlindungan Konsumen menyebutkan:
1. Pelaku usaha yang menjual barang dan/atau jasa kepada pelaku usaha lain
bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila:
a) Pelaku usaha lain menjual kepada konsumen tanpa melakukan
perubahan apapun atas barang dan/jasa tersebut;
b) Pelaku usaha lain, di dalam transaksi jual-beli tidak mengetahui
adanya perubahan barang dan/atau jasa yang dilakukan oleh pelaku
usaha atau tidak sesuai denagn contoh, mutu dan komposisi.
2. Pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibebaskan dari
tanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen
apabila pelaku usaha lain yang membeli barang dan/atau jasa menjual
kembali kepada konsumen dengan melakukan perubahan atas barang
dan/atau jasa tersebut. 37
Harus dingat bahwa Undang-Undang Perlindungan Konsumen menganut
tanggung jawab dengan kesalahan, hanya saja pembuktian adanya kesalahan
37

Ibid.

pelaku usaha dibebankan kepada pelaku usaha bukan kepada konsumen sebagai
penggugat. Hal ini berbeda dengan tanggung jawab berdasarkan Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata dimana beban pembuktian tantang adanya
kesalahan dibebankan kepada penggugat dalam hal ini konsumen. Pengadilan di
Amerika Serikat menganut strict product liability, sehingga dalam terjadi
perubahan

secara

subtansial

maka

penjual

tidak

dapat

diminta

pertanggungjawabannya. 38
Pengecualian adakalanya diberikan dalam hal perubahan substansial itu
terjadi pada saat packaging dan/atau penjual mengetahui bahwa produk yang
dijualnya akan mengalami perubahan secara substansial ketika sampai di tangan
konsumen, sehinggga membayahakan konsumen. Dalam hal demikian penjual
tetap bisa dikenakan tanggung jawab berdasarkan strict tort liability yang
menganut doktrin tanggung jawab tanpa kesalahan atau liability without fault. 39
Permasalahan yang timbul dari ketentuan dalam naskah Akademis
Rancangan

Undang-Undang

tentang

Keagenan

adalah

bagaimana

jika

diperjanjikan secara tegas bahwa prinsipal tidak bertanggung jawab terhadap
tindakan agen, karena dinyatakan dengan tegas bahwa agen bertindak atas nama
dan dan untuk kepentingannya sendiri padahal dalam kenyataanya pihak prinsipal
yang mengendalikan jalannya perusahaan agen, day to day operation. 40

38

Ibid., hal. 50.
Steven R. Finz, Product Liability, (NY:Emanuel Law Outlines, Inc, 1993), hal. 64.
40
Suharnoko, Op. cit., hal. 51.

39

D. Pihak-Pihak Dalam Perjanjian Keagenan
Dalam perjanjian keagenan atas penjualan Crude Palm Oil (CPO) terdiri
dari beberapa pihak yaitu:
1. PT. PERKEBUNAN NUSANTARA II (PERSERO), suatu badan hukum
perseroan terbatas yang anggaran dasarnya telah diumumkan dan dimuat
dalam Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 08-10-1996, Nomor
81, Tambahan Nomor 8682; anggaran dasar mana telah dilakukan
perubahan beberapa kali dan telah disesuaikan dengan Undang-Undang
Perseroan Terbatas Nomor 40 Tahun 2007, sebagaimana ternyata dalam
Berita Negara Republik Indonesia tertanggal 24-10-2008, Nomor 86,
Tambahan Nomor 21129; yang dalam hal ini diwakili oleh H. Bhatara
Moeda Nasution , BBA bertindak untuk dan atas nama serta mewakili
perseroan yang berkedudukan di Tanjung Morawa , PO BOX 104 Medan
20362,

selanjutnya

disebut

“PIHAK

PERTAMA”.

Dimana

PT.

Perkebunan Nusantara II (PERSERO) ini sebagai pemegang saham atas
PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara serta sebagai penghasil
seluruh produk atau komoditas yang selaku produsen baik hasil komoditas
primer maupun nonprimer.
2. PT. KHARISMA PEMASARAN BERSAMA NUSANTARA, suatu
badan hukum perseroan terbatas yang didirikan dengan berdasarkan Akta
Pendirian Nomor 4 tanggal 16 Nopember 2009, dan dengan pengesahan
badan hukum berdasarkan Keputusan Menteri Hukum dan Hak Asasi
Manusia RI Nomor AHU-60488.AH.01.01.Tahun 2009, yang dalam hal

ini diwakili oleh H. Syafruddin Lubis selaku Plt. Direktur Utama, yang
berwenang sesuai Anggaran Dasar perusahaan bertindak untuk dan atas
nama serta mewakili PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara yang
beralamat kantor dan berkedudukan di Jalan Taman Cut Mutiah No.11
Jakarta Pusat, yang selanjutnya disebut “PIHAK KEDUA”. Dimana PT.
Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara merupakan alat perpanjangan
tangan dari PT. Perkebunan Nusantara II (PERSERO) untuk melaksanakan
pemasaran hasil produksi dari PT. Perkebunan Nusantara II (PERSERO).
3. Suatu badan usaha atau badan hukum yang melakukan pembelian atau
melakukan transaksi atas suatu produk yang memenuhi kualifikasi dan
persyaratan sebagai rekanan PT. Kharisma Pemasaran Bersama Nusantara
atau PIHAK KEDUA adalah “PIHAK KETIGA”.

E. Prosedur Perjanjian Keagenan Atas Penjualan Crude Palm Oil (CPO)
Dalam prosedur perjanjian keagenan, maka PT. Kharisma Pemasaran
Bersama Nusantara yang selaku agen pemasaran menetapkan ketentuan-ketentuan
yang meliputi sebagai berikut :

1. Waktu dan Tempat;
(1) Waktu
a. Tender Crude Palm Oil (CPO) local dilakukan sesuai dengan
ketersediaan stock Crude Palm Oil (CPO);

b. Tender Crude Palm Oil (CPO) ekspor dilakukan satu atau dua bulan
dalm sebulan.
(2) Tempat dilakukan sesuai dengan kesepakatan para pihak.
2. Syarat-Syarat Menjadi Pembeli;
3. Tata Cara Penjualan;
(1) Tender
a. Volume yang akan ditenderkan berdasarkan pengajuan dari produsen
dengan kondisi penyerahan FOB (Free On Board) 41, Franco Pabrik
Pembeli, Loco Tanki Kebun, Franco Tanki Timbun Pelabuhan (Truck
Lossing) 42 dengan mutu ALB 43 5%;
b. Pembeli dapat hadir langsung atau menyampaikan penawaran melalui
facsimile/surat sesuai undangan;
c. Harga penawaran lokal diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN 10%,
sedangkan untuk penawaran ekspor dalam US$Cent/Kg;
d. Pembeli menyampaikan harga penawaran dengan volume sesuai yang
ditawarkan dan berdasarkan kondisi penyerahan;

41

FOB (Free On Board) adalah syarat-syarat penyerahan barang dalam penetuan harga
yang menyatakan bahwa risiko dan semua biaya pengangkutan barang sampai ke atas kapal di
pelabuhan muat ditanggung oleh penjual.
42
Truck Lossing adalah syarat-syarat penyerahan barang dalam penetuan harga yang
menyatakan bahwa risiko dan semua biaya pengangkutan barang sampai turun dari atas truk di
tempat kedatangan barang yang dikirim ditanggung oleh penjualan.
43
ALB (Asam Lemak Bebas) merupakan salah satu zat yang terkandung dalam komoditi
Crude Palm Oil (CPO), yang berpengaruh terhadap kualitas/mutu.

e. Penawaran dengan harga tertinggi yang mencapai atau melebihi price
idea dinyatakan sebagai pemenang tender;
f. Apabila dua pembeli atau lebih dengan penawaran harga yang sama
dan sudah melebihi price idea atau sama dengan price idea untuk
volume serta kondisi penyerahan yang sama, maka volume tersebut
dibagi secara proporsional. Apabila harga penawaran sama tetapi
dibawah price idea maka ditawarkan kembali kepada penawar yang
sama dengan volume dibagi secara proposional untuk mendapatkan
harga tertinggi dan ditetapkan sebagai pemenang. Bila penawar
tersebut tidak dapat menaikkan harga, maka volume tersebut
ditawarkan kepada pembeli lain, dan apabila pembeli lainnya tidak
bersedia, maka tender dinyatakan withdrawn; 44
g. Bila harga penawaran dari pembeli tidak mencapai price idea, maka
ditawarkan kembali kepada penawar tertinggi pertama, apabila
penawar tertinggi pertama tidak bersedia, maka ditawarkan kepada
penawar tertinggi kedua. Apabila penawar tertinggi kedua juga tidak
bersedia, maka barang ditawarkan kepada pembeli lainya pada saat
pelaksanaan tender, dan apabila pembeli lainnya tidak bersedia, maka
tender dinyatakan withdrawn;
h. Tender dilaksanakan secara terbuka, diawali dengan pengiriman
undangan kepada para pembeli yang sudah terdaftar dengan

44

Withdrawn adalah penarikan kembali penawaran karena belum tercapainya harga.

mencantumkan : tanggal, waktu, tempat, produsen, kondisi penyerahan
dan volume yang ditenderkan;
i. Hasil tender dituangkan dalam berita acara dan ditandatangani oleh
pelaksana penjualan dan pembeli sebagai saksi.
(2) Bid Offer
a. Penjualan bid offer dilakukan dengan mengajukan penawaran kepada
pembeli;
b. Minyak sawit yang ditawarkan berdasarkan volume, mutu dan kondisi
pnyerahan FOB (FOB Pelabuhan Muat), Franco Pabrik Pembeli, Loco
Kebun, Franco Tanki Timbun Pelabuhan (Truck Lossing);
c. Harga penawaran local diajukan dalam Rp/Kg termasuk PPN 10%
(sepuluh

persen),

sedangkan

untuk

penawaran

ekspor

dalam

US$Cent/Kg;
d. Harga yang disetujui berdasarkan kepada harga tender yang terjadi
atau minimal sama dengan price idea.
(3) Long Term Contract (LTC)
a. Jangka waktu long term contract ditetapkan atas dasar kesepakatan
pembeli dan penjual aitu 3 (tiga) bulan atau 6 (enam) bulan;

b. Efektif masa berlaku long term contract adalah pada awal bulan
setelah mendapat persetujuan dari calon pembeli yang akan terikat
kontrak jangka panjang untuk jangka waktu tertentu;
c. Long term contract dapat diubah, dibatalkan atau diperpanjang atas
usulan

dari

salah

satu

pihak,

yang

pelaksanaan

dan

dasarperhitungannya harus disetujui kedua belah pihak (pembeli dan
penjual);
d. Peraturan mengenia penyerahan barang, penalty dan lain-lain
diberlakukan sama dengan ketentuan tender.
4. Kontrak Penjualan;
5. Cara Pembayaran;
6. Penyerahan/Pengapalan;
7. Klaim;
(1) Khusus untk kontrak penjualan dengan syarat penyerahan loko tanki
timbun penjual atau FOB (Free On Board), klaim mutu minyak sawit
ditempat pembongkaran tujuan tdak dapat diterima;
(2) Klaim mutu atas penyerahan minyak sawit ALB dibawah/diatas mutu yang
tercantum dalam kontrak, penyelesaian penalty/premi berdasarkan formula
yang berlaku sebagai berikut :

a. ALB 5,01% s/d 5,99%

= Proporsional dari ALB standard

b. ALB 6% s/d 6,99%

= Selsih dari ALB standard 2 x

c. ALB 7% s/d 10%

= Selsih dari ALB standard 3 x

d. ALB 10,01% s/d 14,99%

= Selisih batas ALB negoisasi (ALB 10%)

dengan ALB standard (5%) x 4.
Contoh : Realisasi 14,2%, maka (10%-5%) x 4 = 20%.
e. ALB 15% s/d 19,99%

= Selisih batas ALB negoisasi (10%) dengan

ALB standard (5%) x 5.
Contoh : Realisasi 17,3%, maka (10%-5%) x 5 = 25%.
f. ALB >20%

= Selisih batas ALB negoisasi (10%) dengan

ALB standard (5%) x 6.
Contoh : Realisasi 21,5%, maka (10%-5%) x 6 = 30%.
(3) Toleransi selisih volume Crude Palm Oil (CPO) yang diserahkan Franco
Pabrik Pembeli dan Loco Pabrik Penjual di hitung per party (DO) dengan
toleransi ± 0,3% (nol koma tiga persen) dan selisih volume Crude Palm
Oil (CPO) yang diserahkan

FOB (Free On Board) pelabuhan muat

dihitung per partai dengan toleransi ± 0,5% (nol koma lima persen);
(4) ALB minak sawit yang diserahkan Franco Pabrik Permbeli / Loco Kebun,
dihitung per Intruksi Penyerahan (IP) atau Delevery Order (DO) per partai,
bukan berdasarkan penyerahan per truk tanki/wagon kereta api;

(5) Penyampain klaim mutu/volume (lebh/kurang), harus dilengkapi laporan
dari independen surveyor 45 yang dituangkan didalam berita acara hasil
pemeriksaan;
(6) Perhitungan klaim mutu yang diperkenankan adalah alat ukur Tanki
Timbun darat (sounding 46 darat);
(7) Klaim mutu/volume hanya dapat diajukan pembeli sebelum dilakukan
penyerahan barang dari tanki timbun darat sesuai ketentuan dan syarat
penyerahan barang.
8. Sanksi.
(1) Sanksi Terlambat Bayar
a. Apabila pembeli atau pihak ketiga dalam jangka waktu 15 (lima belas)
hari kalender belum melunasi pembayaran, kepada pembeli atau pihak
ketiga dikenakan overdue interest 47 sebesar suku bunga kredit
komersial Bank yang sudah ditentukan sampai dengan hari pembatalan
kontrak;
b. Apabila dalam waktu 30 (tiga puluh) hari kalender dari tanggal batas
akhir pembayaran namun pembeli belum melunasi pembayaran, maka

45

Independent Surveyor adalah lembaga survey yang hasil perkerjaannya dijamin objektif
dan tidak dapat dipengaruhi oleh pembeli maupun penjual.
46
Sounding adalah pengukuran volume barang cair dengan menggunakan alat sound
meter.
47
Overdue Interest adalah tingkat bunga yang dikenakan atas nilai barang karena
keterlambatandidalam melaksanakan pembayaran atau penyerahan.

penjual dapat membatalkan kontrak penjualan dan penjual berhak
mencairkan uang yang dijamin pembeli atau pihak ketiga;
c. Apabila terjadi selisih harga kontrak penjualan yang dibatalkan dengan
kondisi harga jual pada saat pembatalan maka selisih harga yang
merugikan penjual dibebankan kepada pembeli atau pihak ketiga;
d. Selama overdue interest dan selisih harga belum dilunasi, maka
pembeli bersangkutan tidak dapat mengikuti tender dan membeli
produk lainnya dari penjual/produsen.
(2) Sanksi Terlambat Serah
a. Apabila produsen atau PT. Perkebunan Nusantara II terlambat
menyerahkan/mengapalkan barang selambat-lambatnya 15 (lima belas)
hari dari tanggal penerbitan Intruksi Penerbitan, maka untuk setiap hari
keterlambatan produsen atau PT. Perkebunan Nusantara II dikenakan
overdue interest sebesar suku bunga kredit komersial Bank Mandoro
dari jumlah sisa barang yang sebelum diserahkan;
b. Apabila penyerahan barang mengalami keterlambatan yang disebabkan
oleh keterbatasan daya tamping gudang pembeli, maka produsen atau
PT. Perkebunan Nusantara II tidak dapat dikenakan penalti atau klaim
mutu;
c. Apabila pada saat kedatangan kapal pada bulan pengapalan barang
belum cukup tersedia sehingga kapal harus menunggu, sepanjang

pemberitahuan kedatangan kapal sudah diterima oleh penjual 7 (tujuh)
hari sebelum kapal tiba, produsen atau PT. Perkebunan Nusantara II
dikenakan demurrage 48 selama hari menunggu sesuai dengan tariff
umum yang berlaku;
d. Terhadap kontrak penjualan yang telah dibayar atau L/C-nya telah
dibuka, namun sampai dengan maksimal 2 (dua) bulan dari jangka
waktu penyerahan/pengapalan barang belum dikapalkan, maka segala
resiko yang timbul diluar tanggung jawab penjual.

48

Demurrage adalah biaya perpanjangan waktu sandar kapal karena keterlambatan
pemuatan barang.