KONTRIBUSI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN DARI (1)
KONTRIBUSI BIAYA PEMELIHARAAN JALAN
DARI KENDARAAN ANGKUTAN TAMBANG MANGAN
DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
Ferdinan Nikson Liem
Alumnus Program Pascasarjana Unpar
Staf Pengajar - Politeknik Negeri Kupang
ferdynikson@yahoo.co.id
Aloysius Tjan
Staf Pengajar Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Merdeka 30, Bandung
aloysius@home.unpar.ac.id
Abstrak
Fungsi, status dan kelas jalan sangat penting sesuai dengan ketentuan. Kesesuaian itu akan meminimalkan
biaya transportasi maupun biaya pemeliharaan prasarana transportasi, dalam hal ini konstruksi perkerasan
jalan, maupun biaya pengguna jalan. Dalam studi ini dilakukan analisis biaya pemeliharaan perkerasan
jalan umum yang ditimbulkan oleh kerusakan akibat kendaraan pengangkut hasil tambang mangan. Pada
saat perkerasan sudah sesuai dengan ketentuan, kontribusi kendaraan pengangkut hasil tambang terhadap
biaya pemeliharaan perkerasan sangat tergantung pada jenis truk dan biaya pemeliharaannya berkisar
antara 0,05% - 5,47% dari nilai hasil tambang mangan. Perbedaan biaya pemeliharaan itu selain
tergantung pada jenis truk, juga tergantung pada konstruksi perkerasan. Konstruksi perkerasan yang baik
dan didesain dengan umur yang lebih panjang, biaya pemeliharaannya lebih murah. Konstribusi
kendaraan pengangkut hasil tambang tersebut akan menciptakan struktur perkerasan jalan yang
berkelanjutan, karena biaya pemeliharaan yang diperlukan akan tersedia dari dana yang dikontribusi
pengguna jalan sendiri.
PENDAHULUAN
Berbagai aktivitas lalulintas dengan maksud dan tujuan yang beragam mengakibatkan terjadinya
pencampuran jenis kendaraan dan asal-tujuan pergerakan pada suatu ruas jalan.Karena itu, sudah
merupakan prinsip bahwa klasifikasi fungsional atau hirarki jalan berperan sangat penting untuk
menerapkan teknik manajemen lalulintas pada sistem jalan.Pengelompokan jalan menurut kelas
dimaksudkan untuk kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalulintas dan
angkutan jalan serta daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi
kendaraan bermotor.
Investasi untuk jalan mempunyai dua dimensi yaitu kapasitas dan ketahanan.
Kapasitasdiperlukan untuk mengakomodasi aliran kendaraan tanpa kemacetan yangberlebihan
dan biasanya dengan menambahkan lajur, pelebaran jalan,bahu jalan, persimpangan, membuat
median, dan lain-lain. Ketahanan (tingkat layanan perkerasan jangka panjang) dibutuhkan untuk
mengakomodasi akumulasi aliran kendaraan berattanpa kerusakan perkerasan yang berlebihan
dan membebankan biayatambahan kepada kedua pihak yaitu pemerintah dan pengguna
jalan.Ketahanan biasanya ditingkatkan dengan membuat perkerasan lebih tebal,meningkatkan
pondasi jalan, meningkatkan drainase,menggunakan bahan material yang lebih baik, dan lainlain (Small, dkk, 1989).
Pada tahun 2009, delapan perusahaan (investor) mendapat izin dari pemerintah untuk melakukan
penambangan mangan di delapan lokasi potensial mangan yang tersebar di wilayah Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).Namun sejak bulan Maret
tahun 2010, baru ada satu investor yang telah melakukan sedangkan tujuh lokasi lainnya sedang
dalam taraf eksplorasi.Hasil tambang mangan tersebut diangkut dengan menggunakan kendaraan
truk dari lokasi tambang menuju pelabuhan laut di Kupang.Dengan adanya aktivitas
penambangan ini, maka jelas bahwa kendaraan-kendaraan pengangkut hasil tambang, selain
menggunakan jalan tambang yang dibuka oleh perusahaan/investor, juga akan menggunakan
jalan umum untuk mengangkut komoditi tambangnya. Repetisi beban dari kendaraan pengangkut
tambang tersebut selama masa operasi dan produksi pada jalan umum yang bukan kelasnya akan
dengan cepat mengurangi umur perkerasan jalan itu sendiri.
Dalam rangka menunjang dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan dalam hal ini
prasarana transportasi darat maupun dalam bidang pertambangan yang bermanfaat secara
ekonomis, sosial, berdasarkan tata ruang dan berwawasan lingkungan, diharapkan Pemerintah
dan Pemerintah Provinsi NTT serta Pemerintah Kabupaten TTS sebagai kabupaten pemilik
lokasi tambang tersebut perlu memberi perhatian pada ketersediaan jalan sebagai prasarana
pengangkutan hasil tambang tersebut. Karena itu, maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk
mengidentifikasi kondisi jaringan jalan dalam mengakomodir lalulintas kendaraan angkutan
tambang mangan maupun pengguna jalan lainnya, menentukan hirarki jaringan jalan yang
dilintasi oleh kendaraan angkutan tambang mangan berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan
sistem jaringan jalan, menghitung besarnya biaya peningkatan/penanganan jalan yang
dibutuhkan, serta menentukan besar biaya yang harus dibayar oleh masing-masing pihak
termasuk investor/perusahaan tambang, dan menentukan jenis truk pengangkut hasil tambang
yang lebih menguntungkan perusahaan tambang.
JARINGAN JALAN PADA LOKASI STUDI
Panjang jalan nasional yang berada di wilayah Kabupaten TTS, sesuai data dari Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 88,342 km, dengan kondisi rata-rata baik, dengan
jenis perkerasan lentur (flexible pavement) dan jenis permukaan jalan hotmix. Keseluruhan jalan
nasional yang berada di wilayah Kabupaten TTS diklasifikasikan secara fungsi sebagai jalan
arteri primer sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 360/KPTS/M/2009 Tentang
Penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya sebagai Jalan Arteri
dan Jalan Kolektor 1. Sedangkan panjang koridor jalan nasional yang dilewati kendaraan
angkutan tambang adalah 47.340 km.
Jalan provinsi di wilayah TTS adalah sepanjang 307,34 km, Sementara panjang jalan provinsi
yang merupakan koridor jalan yang diperkirakan dilewati kendaraan angkutan tambang adalah
sepanjang 186,34 km. Panjang jalan kabupaten di wilayah TTS sesuai data dari Dinas Prasarana
Jalan dan Pengembangan Pengairan TTS adalah sepanjang 1192,90 km,sedangkan panjang jalan
kabupaten yang merupakan koridor jalan yang diperkirakan dilewati kendaraan angkutan
tambang adalah sepanjang 88,50km.
Penentuan koridor jalan yang dilewati kendaraan tambang diasumsikan berdasarkan jarak
tempuh yang terpendek dari lokasi tambang menuju pelabuhan laut, serta posisi stockpile pada
tiap lokasi diasumsikan dekat dengan jalan umum yang akan dilaluinya.
Secara skematis, koridor jalan yang dilewati oleh kendaraan tambang dari tiap lokasi tambang
ditampilkan pada Gambar 1.
PENYESUAIAN HIRARKI JALAN
Dari rencana tata ruang, baik tata ruang wilayah nasional, tata ruang wilayah provinsi maupun
tata ruang wilayah kabupaten serta penentuan kelas jalan, maka hirarki jalan disesuaikan.
Ruas jalan nasional pada saat ini dengan fungsi arteri melintasi wilayah kabupaten TTS dengan
koridor jalan yang menghubungkan Pelabuhan Laut Tenau Kupang sebagai simpul transportasi
laut nasional yang sesuai RTRWN ditetapkan sebagai pelabuhan internasional, melintasi Kota
Kefamenanu (ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara) yang sedang dalam pengembangan baru
menjadi Kawasan Strategis Nasional, dan berujung di Motoain (Atambua) sebagai Kawasan
Perbatasan Darat RI dengan negara Timor Leste sebagai Kawasan Strategis Nasional.
Klasifikasi jalan tersebut berdasarkan status dan fungsi jalan pada prinsipnya sesuai dengan
kondisi yang ada dan regulasi tata ruang, sedangkan kelas ditetapkan sebagai jalan kelas I.
Koridor jalan provinsi secara keseluruhan sesuai Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur
Penetapan Jaringan Lintas Angkutan Barang di Wilayah Daratan Timor adalah jalan dengan
fungsi kolektor II dalam sistem jaringan jalan primer. Dilihat dari kawasan yang dihubungkan
Gambar 1 Skema Koridor Jalan Yang Dilalui Kendaraan Tambang Dari Tiap Lokasi Tambang
oleh koridor ruas jalan ini maka perlu ditingkatkan hirarki ruas jalan tersebut secara status dari
jalan provinsi menjadi jalan strategis nasional. Dengan demikian, maka klasifikasi secara fungsi
pun berubah dari jalan kolektor II menjadi jalan arteri, sedangkan kelas jalan ditetapkan sebagai
jalan kelas I.
Penyesuaian hirarki jalan yang mencakup status, fungsi dan kelas untuk jalan yang saat ini
berstatus jalan kabupaten didasarkan pada tata ruang dan kemampuan jalan untuk menerima
beban lalulintas serta adanya lokasi tambang mangan.Ruas jalan Fafinisin – Oenali merupakan
jalan lingkar luar kota Soe yang direncanakan untuk melayani pengalihan lalulintas dari jalan
arteri primer (jalan nasional) yang melintasi dalam kota Soe. Sehingga secara fungsi dapat
disesuaikan menjadi jalan arteri primer sehingga berdasarkan status dengan sendirinya berubah
menjadi jalan nasional dengan kelas jalan adalah kelas I.Untuk ruas jalan lain yang saat ini
berstatus jalan kabupatenyang terdiri dari koridor jalan yang menghubungkan kota kecamatan
(PKL) dengan Pusat Kegiatan Lingkungan makaberdasarkan tata ruang, secara fungsi
diklasifikasikan menjadi jalan lokal primer, namun karena adanya kawasan peruntukan
pertambangan yang memiliki nilai strategis nasional maka fungsi jalan ditingkatkan menjadi
kolektor. Untuk mengakomodir lalulintas kendaraan tambang mangan akibat dimensi dan berat
kendaraan (MST), maka kelas jalan disesuaikan manjadi kelas I dan status jalan
kabupaten.Berkaitan dengan fungsi jalan seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, maka penyesuaian hirarki untuk jalan yang ditinjau perlu
disesuaikan juga mengenai lebar jalan minimum yang disyaratkan untuk masing-masing fungsi
jalan. Hasil analisis hirarki jalan secara lengkap ditampilkan pada Error! Reference source
not found..
Tabel 1Hasil Analisis Hirarki Jalan
Exsisting
No. Ruas/Segmen Jalan
Hasil Analisis
Status
Fungsi
1 Batuputih - Soe
Nasional
Arteri
Lebar
JLL
5,0 m
2 Soe – Niki Niki
Nasional
Arteri
5,0 m
3 Batu Putih - Panite
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
4 Panite - Kolbano
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
5 Soe - Kapan
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
6 Kapan - Eban
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
7 Kapan - Nenas
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
8 Sp.NikiNiki-Oenlasi
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
Provinsi Kolektor 4,5 m
9 Oenlasi - Boking
Status
Fungsi Kelas
Lebar Lebar
JLL Bahu
7m 2m
Nasional
Arteri
I
Nasional
Arteri
I
7m
2m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
10 Fafinisin - Oenali
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Nasional
I
7m
2m
11 Panite - Noemuke
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Arteri
Kolektor
I
7 m 1,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
12 Ofu - Kolbano
Kabupaten
Lokal
3,5 m
13 Ofu - Lasi
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
14 Tunua - Nunpo
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
15 Sp. Falas - Pili
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
16 Falas - Oenai
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Penentuan lebar jalur lalulintas di atas berdasarkan regulasi (syarat minimum lebar badan jalan).
Untuk memastikan dimensi jalan yang telah ditentukan tersebut dapat menampung lalulintas
seluruh kendaraan yang melintasi tiap ruas jalan, maka derajat kejenuhan (DS) ≤ 0,75sesuai
metode dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997), dalam hal ini yang akan dihitung
adalah DS pada jalan nasional dengan anggapan jika jalan nasional memenuhi syarat maka jalan
dengan status yang lebih rendah secara otomatis akan memenuhi syarat.DS tiap segmen jalan
ditentukan seperti padaTabel 2.
Tabel 2Derajat Kejenuhan (DS) Pada Ruas Jalan Nasional
Segmen Jalan
Arus (smp/jam)
Kapasitas, C (smp/jam)
DS
Batu Putih - Fafinisin
683
2900
0,24
Fafinisin - Oenali
30
2900
0,01
Oenali - Niki Niki
623
2900
0,21
Dengan demikian, maka lebar jalur lalulintas yang telah ditentukan saat ini sudah cukup untuk
menampung lalulintas kendaraan yang melintasi semua segmen jalan yang ditinjau.
PERHITUNGAN BEBAN LALULINTAS
Masa operasi-produksi diberikan oleh pemerintah kepada investor tambang selama 20 tahun.Saat
inidi antara delapan lokasi yang ada, satu lokasi (lokasi B) sudah lebih dahulu dieksploitasi sejak
tahun 2010dan akan berakhir tahun 2029 sedangkan tujuh lokasi lainnya masih dalam tahap
eksplorasi yang jangka waktunyalima tahun dan akan mulai beroperasi-produksi pada tahun
2015, maka analisis dilakukan untuk jangka waktu sampai tahun 2034.
Perhitungan lalulintas kendaraan umum pada tiap ruas jalan yang ditinjau berdasarkan data
lalulintas pada tahun 2010.Kemudian dengan menggunakan angka/faktor pertumbuhan, dihitung
volume lalulintas setiap tahun selama periode analisis. Sedangkan untuk kendaraan tambang,
dianggap jenis dan jumlah kendaraan angkutan tambang untuk tujuh lokasi lainnya sama dengan
jumlah kendaraan angkutan hasil tambang pada lokasi yang telah beroperasi dan tidak
mengalami pertumbuhan selama masa operasi-produksi. Jumlah lalulintas kendaraan angkutan
tambang dari lokasi yang telah beroperasi tahun 2010 adalah Truck 2 As 1.2 L sebanyak 48
kend/tahun, Truck 2 As 1.2 H sebanyak 660 kend/tahun, dan Truck 3 As 1.22 sebanyak 180
kend/tahun.Sehingga dengan menggunakan metode AASHTO ’93 diperoleh W18 untuk seluruh
kendaraan tambang dari satu lokasi sebesar 1.786 ESAL per tahun.
Diasumsikan bahwa semua segmen jalan yang ditinjau dilakukan peningkatan pada awal periode
analisis (tahun 2011) menggunakan hotmix. Biaya untuk melakukan overlay ditanggung oleh
pemerintah dan pihak perusahaan tambang berdasarkan besarnya kontribusi terhadap
penurunanan kondisi perkerasan jalan yang dihitung terhadap total Cumulative Equivalent Single
Axle Load (CESAL) lalulintas kendaraan umum maupun lalulintas kendaraan tambang. Untuk
itu, perhitungan CESAL dipisahkan antara lalulintas kendaraan umum dan lalulintas kendaraan
tambang untuk masing-masing ruas jalan yang dilalui/ditinjau.Kumulatif ESAL pada tahun 2034
dibagi sesuai kategori kendaraan umum dan kendaraan angkutan tambang yang berasal dari tiap
lokasi tambang secara lengkap disajikan dalamTabel 3.
PENENTUAN TEBAL PERKERASAN
Lapis Tambah (overlay)
Penentuan tebal lapis tambah dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan/ mengasumsikan
kondisi perkerasan lama (existing pavement) saat ini untuk menentukan nilai struktur terpasang
yang efektif (SNeff). Kemudian ditetapkan tebal perkerasan yang akan digunakan pada masingmasing segmen jalan yang ditinjau untuk menentukan jumlah beban lalulintas kendaraan yang
mampu dilayani oleh perkerasan tersebut (Np). Tebal lapis tambah ditentukan untuk lapis
permukaan (D1) menggunakan HRS-WC dengan tebal 3,0 cm atau 4,0 cm dan tebal HRS-Base
(D2) adalah 4,0 cm atau 5,0 cm. Jika Np yang diperoleh dengan D1 dan D2 tersebut tidak
mencapai W18 (tahun 2034) maka pada saat umur perkerasan sama dengan Np, dilakukan
perhitungan overlay berikutnya dengan tebal D1 = 4,0 cm.
Dengan menggunakan metode AASHTO ’93, dihitung tebal lapis tambah (overlay) untuk
ruas/segmen jalan yang sudah beraspal sehingga diperoleh hasil seperti padaTabel4.
Peningkatan Jalan Tanah Menjadi Jalan Beraspal
Perhitungan peningkatan jalan tanah menjadi jalan beraspal dan hasil perhitungan disajikan
padaTabel 5.
Tabel 3Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESAL) Tahun 2034
No
Segmen Jalan
1 Batuputih - Soe
2 Soe – Niki Niki
Klasifikasi Jalan
Status
CESAL
Kend.
umum
Fungsi Kelas
CESAL berdsarkan Kendaraan Dari Tiap Lokasi Tambang
A
B
Nasional
Arteri
I
10.856.754
35.724 33.938
33.938
Nasional
Arteri
I
11.072.391
3 Batu Putih - Panite
Strategis Nas.
Arteri
I
4.616.501
4 Panite - Kolbano
Strategis Nas.
Arteri
I
1.670.060
5 Soe - Kapan
Strategis Nas.
Arteri
I
3.235.309
35.724
6 Kapan - Eban
Strategis Nas.
Arteri
I
3.035.999
35.724
7 Kapan - Nenas
Strategis Nas.
Arteri
I
1.120.559
8 Sp. Niki Niki-Oenlasi Strategis Nas.
Arteri
I
1.982.809
9 Oenlasi - Boking
Arteri
I
466.302
Strategis Nas.
C
D
E
F
35.724
35.724 35.724
35.724
35.724 35.724
G
H
35.724
11.213.501
71.448
4.687.949
35.724
35.724
1.705.784
71.448
3.306.757
35.724
3.071.723
35.724
1.156.283
35.724 35.724
107.172
2.089.981
35.724 35.724
71.448
537.750
35.724
Nasional
Arteri
I
520.873
11 Panite - Noemuke
Kabupaten
Kolektor
I
1.085.582
35.724 33.938
35.724
12 Ofu - Kolbano
Kabupaten
Kolektor
I
760.564
13 Ofu - Lasi
Kabupaten
Kolektor
I
422.758
14 Tunua - Nunpo
Kabupaten
Kolektor
I
232.709
15 Sp. Falas - Pili
Kabupaten
Kolektor
I
151.131
35.724
16 Falas- Oenai
Kabupaten
Kolektor
I
163.011
35.724
11.069.312
141.110
35.724
10 Fafinisin - Oenali
212.558
35.724
35.724
35.724
Jumlah
Total
CESAL
35.724 35.724
35.724
212.558
733.431
35.724
1.121.306
35.724
35.724
796.288
35.724
35.724
458.482
35.724
268.433
35.724
186.855
35.724
198.735
35,724
35.724
Tabel4Perhitungan Structural Number Berdasarkan Tebal Overlay Yang Ditetapkan
DOL(cm)
No Ruas/Segmen Jalan SNeff
D1 D2
SNOL SNf
R
(%)
ZR
MR
(Psi)
So
Po
Pt
Np
N1,5
W18 Tahun
RL (%) CF
2034
Overlay
SNeff
Tahun
DOL
SNOL
(cm)
SNf
Np
1 Batuputih-Fafinisin 3,827 4
-
0,47 4,299 95 -1,645 0,35 9000 4,2
2,5 5.842.291 12.785.296 11.105.036 54,31 0,903 3,882 2024 4,0 0,472 4,355 6.353.331
2 Soe – Niki Niki
3,827 4
-
0,47 4,299 95 -1,645 0,35 9000 4,2
2,5 5.842.291 12.785.296 11.249.225 54,31 0,903 3,882 2024 4,0 0,472 4,355 6.353.331
3 Batu Putih - Panite 3,409 3
4
0,83 4,236 95 -1,645 0,35 9000 4,2
2,5 5.307.150 11.431.426
4.687.949
-
-
-
-
-
-
-
-
4 Panite - Kolbano
2,572 4
5
1,06 3,635 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 2.328.506
3.138.952
1.705.784
-
-
-
-
-
-
-
-
5 Soe - Kapan
3,240 3
4
0,83 4,067 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 4.856.171
6.992.942
3.306.757
-
-
-
-
-
-
-
-
6 Kapan - Eban
2,780 4
5
1,06 3,843 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 3.339.792
4.653.139
3.071.723
-
-
-
-
-
-
-
7 Kapan - Nenas
Simp.NikiNiki8
Oenlasi
9 Oenlasi - Boking
2,126 4
5
1,06 3,189 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 1.011.890
1.265.094
1.156.283 20,02 0,763 2,433 2031 4,0 0,472 2,906
2,476 4
5
1,06 3,539 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 1.962.319
2.603.926
2.089.981 24,64 0,790 2,796 2032 4,0 0,472 3,269 1.182.297
2,075 3
4
0,83 2,902 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0
559.401
666.441
502.026
-
-
-
-
-
-
-
-
10 Fafinisin - Oenali
2,612 3
4
0,83 3,439 80 -0,841 0,35 9000 3,9
2,0 3.120.944
4.072.055
769.155
-
-
-
-
-
-
-
-
11 Ofu - Kolbano
2,404 3
4
0,83 3,230 80 -0,841 0,35 9000 2,9
2,0 1.004.132
1.552.507
830.226
-
-
-
-
-
-
-
-
564.304
Tabel 5 Tebal Perkerasan Untuk Peningkatan Jalan Tanah Menjadi Jalan Beraspal Tahun 2011
No
Ruas/Segmen
Jalan
1 Panite - Noemuke
W18
R
(Tahun
(%)
2034)
ZR
So
MR
P
(Psi) o
Pt
SN
a1
a2
a3
m1&
m2 Inchi
1.121.306 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,874 0,30 0,14 0,13 1,00
D1
D2
Cm
Inchi
D3
Cm
Inchi
Cm
SNo
Np
4,18 10,62 ≈ 11,00
6,00
15,00
6,00
15,00
2,8937
1.172.510
2 Ofu - Lasi
458.482 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,503 0,30 0,14 0,13 1,00
3,64
9,25 ≈ 10,00
4,50
12,00
6,00
15,00
2,6102
600.552
3 Tunua - Nunpo
268.433 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,300 0,30 0,14 0,13 1,00
2,97
7,54 ≈
8,00
4,50
12,00
6,00
15,00
2,3740
327.846
4 Sp. Falas - Pili
186.855 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,170 0,30 0,14 0,13 1,00
3,63
9,23 ≈ 10,00
4,00
10,00
4,00
10,00
2,2441
230.119
5 Falas - Oenai
198.735 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,192 0,30 0,14 0,13 1,00
3,71
9,41 ≈ 10,00
4,00
10,00
4,00
10,00
2,2441
230.119
BIAYA PENINGKATAN JALAN
Pembiayaan untuk peningkatan jalan bersumber dari anggaran Pemerintah dan Pemerintah
Daerah serta pihak perusahaan tambang. Setelah total biaya ditetapkan berdasarkan hasil
perhitungan, selanjutnya berdasarkan kumulatif ESAL selama umur rencana perkerasan dari
kendaraan umum dan kendaraan angkutan tambang, ditetapkan biaya yang harus dibayar oleh
pihak investor tambang akibat beban sumbu kendaraan tambang yang akan membebani
perkerasan jalan yang dilalui. Sisa dari total dana yang dibutuhkan tersebut dianggarkan dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang digunakan untuk membiayai peningkatan jalan pada
tahun 2011 dan selama periode analisis. Perhitungan tebal lapisan beraspaldidasarkan pada tebal
minimumlapisan yang disyaratkan oleh Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga
Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010.Penentuan biaya penanganan jalandalam analisis ini
ditentukan harga satuan per kilometer, dan lebar jalur lalulintas, sehingga total biaya yang
diperoleh adalah hasil perkalian antara harga satuan perkilometer dengan total panjang jalan
dalam kilometer untuk setiap ruas jalan.Harga satuan dan biaya yang dicantumkan dalam analisis
ini adalah nilai sekarang (present value).
Perhitungan untuk menentukan biaya penanganan yang harus ditanggung oleh masing-masing
perusahaan (investor) tambang didasarkan pada proporsi CESAL kendaraan tambang dan
panjang segmen jalan yang dilalui (km) selama umur perkerasan dan/atau sampai batas akhir
periode analisis.
Contoh perhitungan untuk ruas/segmen jalan Batu Putih – Fafinisin, dilakukan overlay pertama
pada tahun 2011 dan overlay kedua tahun 2024 (Tabel4). CESAL kendaraan tambang pada tahun
2024 adalah 114.317 ESAL dari total Cumulative ESAL seluruh kendaraan yang melewati ruas
jalan tersebut sebesar 5.601.135 ESAL, sedangkan panjang segmen jalan yang dilalui adalah
28,54 Km. Total biaya penanganan adalah sebesar Rp. 37.941,43 Juta. Jadi, total biaya yang
harus dibayar oleh seluruh kendaraan tambang yang melintasi segmen jalan ini sebagai berikut:
114.317 ESAL
× Rp. 37.941,43Juta = Rp. 744 Juta
5.601.135 ESAL
Dengan cara yang sama, dihitung total biaya seluruh tambang untuk segmen jalan lainnya.
Selanjutnya, besarnya biaya yang harus dibayar oleh tiap perusahaan dibandingkan dengan nilai
komoditi tambang yang diangkut oleh kendaraan dari setiap perusahaan.Terlebih dahulu dihitung
biaya dari tiap perusahaan untuk tiap 1 ESAL.Km (Rp/ESAL.Km). Perhitungan dilakukan
dengan membandingkan total biaya dari semua perusahaan untuk membiayai satu segmen jalan
yang dilaluinya dengan CESAL.Km dari semua kendaraan tambang pada segmen jalan itu.
Contoh, total biaya dari perusahaan untuk penanganan segmen jalan Batu Putih – Fafinisin
adalah Rp. 744 Juta, CESAL seluruh kendaraan tambang adalah 114.317 ESAL, dan panjang
segmen jalan 28,54 km, sehingga 114.317 ESAL dikali 28,54 km menghasilkan 3.262.601
ESAL.Km. Maka biaya per ESAL.Km adalah:
Rp. 744 Juta
= Rp. 237 / ESAL. Km
3.262.601 ESAL. Km
Biaya perESAL.Km tersebut dibandingkan dengan nilai komoditi
perESAL.Terlebih dahulu perlu diketahui berat komoditi dalam Ton perESAL.
dalam
rupiah
Tabel6 Muatan Kendaraan Masing-Masing Perusahaan Tambang Pertahun
Jenis Kendaraan
(1)
Volume Lalulintas
Berat Maksimum
Kendaraan Tambang
Muatan
Tiap Tahun
Perkendaraan (Ton)
(2)
(3)
ESAL
Muatan Per Tahun
(Ton)
(4)
(5) = (2) x (3)
Truck 2 as L (1.2)
48
6
5
288
Truck 2 as H (1.2)
660
14
1.727
9.240
Truck 3 as (1.22)
180
20
54
3.600
1.786
13.128
Jumlah
Muatan komoditi mangan pertahun adalah 13128 Ton, diangkut oleh kendaraan tambang dari
lokasi A melintasi segmen Batu Putih – Fafinisin yang mempunyai umur perkerasan sampai
tahun 2024. Sehingga kendaraan tambang dari lokasi A yang mulai beroperasi mulai tahun 2015
sampai tahun 2024 akan mengangkut 13.128 Ton x 10 tahun = 131.280 Ton. Kemudian dihitung
dengan cara yang sama untuk lokasi tambang yang lain dan dijumlahkan sehingga total berat
komoditi tambang yang diangkut sampai tahun 2024 melewati segmen jalan Batu Putih –
Fafinisin adalah sebesar 840.192 Ton.
W18 untuk kendaraan tambang pada tahun 2024 untuk segmen Batu Putih – Fafinisin adalah
840.192 Ton
114.317. Maka 1 ESAL =
= 7,35 Ton komoditi.
114.317 ESAL
Diasumsikan harga jual komoditi (mangan) adalah Rp. 5.000 / Kg. Sehingga harga mangan per
Ton adalah Rp. 5.000.000.Jadi, 7,35 Ton/ESAL x Rp. 5.000.000 /Ton = Rp. 36.748.404 / ESAL.
Ini berarti kontribusi biaya yang dibayar untuk pemeliharaan jalan pada segmen Batu Putih –
Fafinisin adalah sebesar 0,001 % terhadap nilai jual komoditi untuk setiap ESAL.
Berdasarkan skema (Gambar 1), kendaraan tambang dari tiap lokasi tambang akan melewati tiap
segmen jalan yang merupakan koridor dari lokasi tambangnya menuju pelabuhan laut di Kupang.
Tiap segmen jalan yang dilaluinya mempunyai biaya dalam rupiah perESAL.Km yang
merupakan kontribusi dari kendaraan tambang.Artinya tiap kendaraan tambang yang melewati
sebuah segmen jalan, harus membayar sejumlah uang sebesar biaya perESAL tiap kilometer
sepanjang segmen jalan yang dilaluinya.
Contoh, kontribusi biaya tiap segmen jalan Batu Putih – Fafinisin adalah Rp. 237/ESAL.Km.
Segmen jalan ini dilewati oleh kendaraan dari tambang A, C, D, E, F, dan H dengan panjang
jalan yang dilalui oleh semua kendaraan tambang adalah 28,54 km. Maka biaya yang harus
dibayar oleh kendaraan tambang dari lokasi A untuk penanganan jalan segmen Batu Putih –
Fafinisin tiap ESAL adalah:
Rp. 237/ESAL/Km x 28,54 km = Rp. 6.774 / ESAL.
Selanjutnya menghitung besarnya kontribusi biaya dari tiap perusahaan tambang dengan
mengalikan biaya perESAL dalam tiap segmen jalan dengan CESAL pada akhir umur perkerasan
dan/atau akhir periode analisis, kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total biaya yang harus
dibayar selama umur perkerasan tiap segmen jalan yang dilalui. Untuk tambang A pada segmen
Batu Putih – Fafinisin, biaya perESAL untuk penanganan jalan tahun 2011 sampai 2024 adalah
Rp. 11.968/ ESAL (Tabel 7), CESAL pada tahun 2024 adalah 17.862 ESAL, maka total biaya
selama umur perkerasan adalah Rp. 6.774 / ESAL x 17.862 ESAL = Rp. 121 Juta.
Tabel 7 Kontribusi Biaya Tiap Perusahaan Tambang PerESAL Untuk Penanganan Jalan Tahun 2011
No
Segmen Jalan
Nilai Komoditi
(Rp/ESAL)
A
Biaya Tiap Perusahaan per 1 ESAL (Rp/ESAL)
C
D
E
F
B
G
H
1 Batuputih - Fafinisin
36.748.404
6.774
6.774
-
6.774
6.774
6.774
-
6.774
2 Oenali – Niki Niki
36.748.404
-
4.405
-
4.405
4.405
4.405
-
-
3 Batu Putih - Panite
36.748.404
-
-
9.350
-
-
-
9.350
-
4 Panite - Kolbano
36.748.404
-
-
-
-
-
-
40.614
-
5 Soe - Kapan
36.748.404
7.272
-
-
-
-
-
-
7.272
6 Kapan - Eban
36.748.404
8.625
-
-
-
-
-
-
-
7 Kapan - Nenas
36.748.404
-
-
-
-
-
-
-
12.904
8 Sp. Niki Niki-Oenlasi
36.748.404
-
-
-
12.089
17.353
17.353
-
-
9 Oenlasi - Boking
36.748.404
-
-
-
-
23.030
61.688
-
-
10 Fafinisin - Oenali
36.748.404
11.696
35.087
-
35.087
35.087
35.087
-
11.696
11 Panite - Noemuke
36.748.404
-
-
35.534
-
-
-
-
-
12 Ofu - Kolbano
36.748.404
-
-
-
-
-
-
39.664
-
13 Ofu - Lasi
36.748.404
-
-
-
-
-
-
61.276
-
14 Tunua - Nunpo
36.748.404
-
-
-
-
-
-
-
186.806
15 Sp. Falas - Pili
36.748.404
-
-
-
97.278
-
-
-
-
16 Falas - Oenai
36.748.404
-
-
-
65.331
-
-
-
-
34.367
46.265
44.884
220.962
86.648
125.306
150.905
225.451
0,15%
0,21%
0,09%
0,13%
0,12%
0,60%
0,24%
0,34%
Jumlah
% Terhadap nilai komoditi perESAL
Dengan cara yang sama, dihitung untuk overlay kedua pada tahun 2024 dan juga untuk ruas/segmen jalan yang lain, sehingga
diperoleh hasil seperti pada Tabel 8.
Tabel 8 Kontribusi Biaya Tiap Perusahaan Tambang
% Total Kontribusi Biaya Tiap Perusahaan Terhadap Nilai Komoditi (Rp / ESAL)
Perusahaan
Total biaya
%Terhadap Nilai komoditi
perESAL
A
B
C
D
E
F
G
H
41.227
57.586
44.884
309.016
208.114
246.772
150.905
284.244
0,11%
0,16%
0,12%
0,84%
0,57%
0,67%
0,41%
0,77%
Dengan demikian, untuk mendapatkan jalan yang sesuai dengan hasil analisis maka besarnya
biaya yang harus disediakan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan yaitu Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten adalah sesuai denganTabel 9.
Tabel 9Rekap Biaya Penanganan Jalan Dalam Periode Analisis Dari Masing-Masing Pihak
Tahun
2011
Perusahaan
Tambang
32.135
Pemerintah
Pusat
81.761
2024
2031
2032
953
278
1.061
61.271
Jumlah
34.427
143.032
Biaya (Rp) (x 1.000.000)
Pemerintah Pusat & Pemerintah
Pemerintah Provinsi Kabupaten
290.402
163.470
567.767
62.224
35.489
25.131
35.211
24.070
349.683
Total
163.470
690.611
ALTERNATIF PENGGUNAAN JENIS TRUK DAN KONTRIBUSI BIAYA
Perhitungan di atas berdasarkan data bahwa sebuah perusahaan menggunakan tiga jenis
kendaraan dengan jumlah tiap jenis kendaraan (truk) sesuai Tabel6. Ini akan berbeda dengan jika
menggunakan satu jenis truk untuk mengangkut jumlah muatan yang sama. Jika jumlah muatan
pertahun dianggap sebesar 13.128 Ton, maka dicari ESAL jika hanya menggunakan salah satu
dari jenis kendaraan tersebut untuk mengangkut total muatan tambang tersebut dalam satu tahun.
Contoh perhitungan:
Muatan maksimum untuk Truk 2 as L (1.2) = 6 Ton
13.128
Sehingga jumlah Truk 2 as L (1.2) =
= 2.188 kendaraan
6
W18 untuk 48 buah Truk 2 as L (1.2) berdasarkan Error! Reference source not found. = 5
ESAL
5
Maka satu buah Truk 2 as L (1.2) = = 0,1 ESAL
48
Jadi, W18 untuk Truk 2 as L (1.2) dalam satu tahun = 2.188 x 0,1 = 219 ESAL
Dalam 20 tahun (periode analisis), 219 x 20 = 4.376 ESAL
Dengan cara yg sama dilakukan perhitungan untuk Truk 2 as H (1.2) dan Truk 3 as (1.22).
Hasilnya, jika perusahaan hanya menggunakan Truk 3 As (1.22) untuk mengangkut seluruh
komoditi tambang maka perbandingan total biaya kontribusi pemeliharaan jalanterhadapnilai
komoditi (Rp/ESAL) berkisar antara 0,05% sampai 0,40%, jika dibandingkan dengan kalau
menggunakan truk 2 As L (1.2) yaitu antara 0,70% sampai 5,47%; Truk 2 As H yaitu antara
0,22% sampai 1,57.Terlihat bahwa prosentase biaya kontribusi penanganan jalan terhadap nilai
komoditi tambang cukup kecil sehingga dalam hal ini dianggap layak untuk diterapkan.
KESIMPULAN
1. Untuk saat ini klasifikasi jalan (status dan fungsi) yang ditinjau belum sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah nasional, terutama jalan dengan status jalan provinsi. Kelas jalan berkaitan
dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalulintas dan dimensi kendaraan juga
belum sesuai dengan ketentuan regulasi yang ada, terutama jalan dengan status jalan provinsi
dan jalan kabupaten. Sedangkan jalan dengan status jalan nasional pada prinsipnya sesuai
dengan ketentuan yang ada berdasarkan klasifikasi menurut status, fungsi dan kelas jalan.
2. Hirarki jalan ditentukan sebagai berikut:
- Ruas jalan nasional: status jalan nasional dengan fungsi jalan arteri serta jalan kelas I.
- Ruas jalan provinsi berubah dari fungsi kolektor menjadi fungsi arteri dan status jalan
strategis nasional dan kelas I.
- Ruas jalan kabupaten berudah dari fungsi lokal menjadi jalan kolektor dan status jalan
kabupaten serta jalan kelas I, kecuali Ruas Jalan Fafinisin – Oenali jalan dengan fungsi
arteri dan status jalan nasional serta jalan kelas I.
3. Biaya yang dibutuhkan untuk peningkatan jalan yang ditinjau adalah:
- Seluruh segmen Tahun 2011 adalah sebesar Rp. 567,767 Miliar.
- Segmen Batu Putih – Fafinisin dan Ruas Jalan Oenali – Niki Niki pada tahun 2024 adalah
sebesar Rp. 62,224 Miliar.
- Segmen Kapan – Nenas pada tahun 2031 adalah sebesar Rp. 35,489 Miliar.
- Segmen Simpang Niki Niki – Oenlasi pada tahun 2032 adalah sebesar Rp. 25,131 Miliar.
4. Pihak yang membiayai peningkatan/penanganan jalan tersebut serta besar kontribusi adalah:
- Pemerintah pusat untuk jalan nasional sebesar Rp. 81,761 Miliar pada tahun 2011 dan
Rp. 61,271 Miliar pada tahun 2024.
- Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi untuk jalan strategis nasional sebesar Rp.
290,402 Miliar pada tahun 2011, Rp. 35,211 Miliar pada tahun 2031, dan Rp.
24,070Miliar pada tahun 2032.
- Pemerintah kabupaten untuk jalan dengan status jalan kabupaten sebesar Rp. 163,470
Miliar pada tahun 2011.
- Investor (perusahaan) tambang sebesar Rp. 32,135 Miliar pada tahun 2011, Rp. 953
Miliar pada tahun 2024, Rp. 278 Juta pada tahun 2031, dan Rp. 1,061 Miliar pada tahun
2032.
5. Jenis truk yang menguntungkan pihak perusahaan tambang berdasarkan perbandingan total
biaya kontribusi penanganan jalanterhadapnilai komoditi (Rp/ESAL) adalah jika perusahaan
hanya menggunakan Truk 3 As (1.22) untuk mengangkut seluruh komoditi tambang yakni
berkisar antara 0,05% sampai 0,40%, jika dibandingkan dengan kalau menggunakan truk 2
As L (1.2) yaitu antara 0,70% sampai 5,47%; Truk 2 As H yaitu antara 0,22% sampai
1,57%; dan bila menggunakan tiga jenis truk tersebut yaitu antara 0,11% sampai 0,84%.
DAFTAR PUSTAKA
American Association of State Highway and Transportation Officials, 1993, AASHTO Guide for
Design of Pavement Structures 1993, Washington D.C
Directorate of Urban Road Development Directorate General Bina Marga, 1997, Highway
Capacity Manual Project (HCM): Indonesian Highway CapacityManual, Jakarta
Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, 2010, Spesifikasi Umum
Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan)
Untuk Kontrak Harga Satuan, Jakarta
Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2005, “Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur”,
Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2006 – 2020, Kupang
Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2007, “Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur”, Nomor
339/KEP/HK/2007 Tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan
Provinsi di Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang
Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2008, “Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur”, Nomor
77/KEP/HK/2008 Tanggal 8 April 2005 Tentang Penetapan Jaringan Lintas Angkutan
Barang di Wilayah Daratan Timor, Kupang
Hans, 2010, Delapan Perusahaan Mangan Di TTS Kantongi Izin Operasional, Kupang, (diunduh
dari http://nttonlinenews.com pada tanggal 3 September 2010)
Menteri Pekerjaan Umum, 2009, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
360/KPTS/M/2009 Tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer
Menurut Perananannya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta
Ogden KW & Taylor, 1999, Traffic Engineering and Management, Insituute of Transport
Studies Department of Civil Engineering Monash University, Clayton Vic 3168, Australia
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2005, “Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Timor Tengah Selatan 2006 - 2015”, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
TTS, Soe
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2005, “Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Timur 2006 - 2020”, Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah Provinsi NTT,
Kupang
Pemerintah Republik Indonesia, 2004,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2004 Tentang Jalan, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2006,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2006 Tentang Jalan, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2008,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2009,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta
PT. SMR, 2010, Laporan Pengangkutan dan Penjualan Mineral Logam Mangan: Rekapan
Pengiriman Batu Mangan, Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Soe
P2JJ Dinas PU Provinsi NTT, 2010, “Data Kondisi Jalan Nasional Per 30 April 2010”, Balai
Pelaksana Jalan Nasional VIII Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB dan NTT, Kupang
Small K.A, Clifford W, & Carol A.E., 1989 “Road Work: A New Highway Pricing and
Investment,” Washington D.C
DARI KENDARAAN ANGKUTAN TAMBANG MANGAN
DI KABUPATEN TIMOR TENGAH SELATAN
Ferdinan Nikson Liem
Alumnus Program Pascasarjana Unpar
Staf Pengajar - Politeknik Negeri Kupang
ferdynikson@yahoo.co.id
Aloysius Tjan
Staf Pengajar Universitas Katolik Parahyangan
Jl. Merdeka 30, Bandung
aloysius@home.unpar.ac.id
Abstrak
Fungsi, status dan kelas jalan sangat penting sesuai dengan ketentuan. Kesesuaian itu akan meminimalkan
biaya transportasi maupun biaya pemeliharaan prasarana transportasi, dalam hal ini konstruksi perkerasan
jalan, maupun biaya pengguna jalan. Dalam studi ini dilakukan analisis biaya pemeliharaan perkerasan
jalan umum yang ditimbulkan oleh kerusakan akibat kendaraan pengangkut hasil tambang mangan. Pada
saat perkerasan sudah sesuai dengan ketentuan, kontribusi kendaraan pengangkut hasil tambang terhadap
biaya pemeliharaan perkerasan sangat tergantung pada jenis truk dan biaya pemeliharaannya berkisar
antara 0,05% - 5,47% dari nilai hasil tambang mangan. Perbedaan biaya pemeliharaan itu selain
tergantung pada jenis truk, juga tergantung pada konstruksi perkerasan. Konstruksi perkerasan yang baik
dan didesain dengan umur yang lebih panjang, biaya pemeliharaannya lebih murah. Konstribusi
kendaraan pengangkut hasil tambang tersebut akan menciptakan struktur perkerasan jalan yang
berkelanjutan, karena biaya pemeliharaan yang diperlukan akan tersedia dari dana yang dikontribusi
pengguna jalan sendiri.
PENDAHULUAN
Berbagai aktivitas lalulintas dengan maksud dan tujuan yang beragam mengakibatkan terjadinya
pencampuran jenis kendaraan dan asal-tujuan pergerakan pada suatu ruas jalan.Karena itu, sudah
merupakan prinsip bahwa klasifikasi fungsional atau hirarki jalan berperan sangat penting untuk
menerapkan teknik manajemen lalulintas pada sistem jalan.Pengelompokan jalan menurut kelas
dimaksudkan untuk kepentingan pengaturan penggunaan jalan dan kelancaran lalulintas dan
angkutan jalan serta daya dukung untuk menerima muatan sumbu terberat dan dimensi
kendaraan bermotor.
Investasi untuk jalan mempunyai dua dimensi yaitu kapasitas dan ketahanan.
Kapasitasdiperlukan untuk mengakomodasi aliran kendaraan tanpa kemacetan yangberlebihan
dan biasanya dengan menambahkan lajur, pelebaran jalan,bahu jalan, persimpangan, membuat
median, dan lain-lain. Ketahanan (tingkat layanan perkerasan jangka panjang) dibutuhkan untuk
mengakomodasi akumulasi aliran kendaraan berattanpa kerusakan perkerasan yang berlebihan
dan membebankan biayatambahan kepada kedua pihak yaitu pemerintah dan pengguna
jalan.Ketahanan biasanya ditingkatkan dengan membuat perkerasan lebih tebal,meningkatkan
pondasi jalan, meningkatkan drainase,menggunakan bahan material yang lebih baik, dan lainlain (Small, dkk, 1989).
Pada tahun 2009, delapan perusahaan (investor) mendapat izin dari pemerintah untuk melakukan
penambangan mangan di delapan lokasi potensial mangan yang tersebar di wilayah Kabupaten
Timor Tengah Selatan (TTS), Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).Namun sejak bulan Maret
tahun 2010, baru ada satu investor yang telah melakukan sedangkan tujuh lokasi lainnya sedang
dalam taraf eksplorasi.Hasil tambang mangan tersebut diangkut dengan menggunakan kendaraan
truk dari lokasi tambang menuju pelabuhan laut di Kupang.Dengan adanya aktivitas
penambangan ini, maka jelas bahwa kendaraan-kendaraan pengangkut hasil tambang, selain
menggunakan jalan tambang yang dibuka oleh perusahaan/investor, juga akan menggunakan
jalan umum untuk mengangkut komoditi tambangnya. Repetisi beban dari kendaraan pengangkut
tambang tersebut selama masa operasi dan produksi pada jalan umum yang bukan kelasnya akan
dengan cepat mengurangi umur perkerasan jalan itu sendiri.
Dalam rangka menunjang dan mendukung pembangunan yang berkelanjutan dalam hal ini
prasarana transportasi darat maupun dalam bidang pertambangan yang bermanfaat secara
ekonomis, sosial, berdasarkan tata ruang dan berwawasan lingkungan, diharapkan Pemerintah
dan Pemerintah Provinsi NTT serta Pemerintah Kabupaten TTS sebagai kabupaten pemilik
lokasi tambang tersebut perlu memberi perhatian pada ketersediaan jalan sebagai prasarana
pengangkutan hasil tambang tersebut. Karena itu, maksud dan tujuan penulisan ini adalah untuk
mengidentifikasi kondisi jaringan jalan dalam mengakomodir lalulintas kendaraan angkutan
tambang mangan maupun pengguna jalan lainnya, menentukan hirarki jaringan jalan yang
dilintasi oleh kendaraan angkutan tambang mangan berdasarkan kebutuhan dan pertimbangan
sistem jaringan jalan, menghitung besarnya biaya peningkatan/penanganan jalan yang
dibutuhkan, serta menentukan besar biaya yang harus dibayar oleh masing-masing pihak
termasuk investor/perusahaan tambang, dan menentukan jenis truk pengangkut hasil tambang
yang lebih menguntungkan perusahaan tambang.
JARINGAN JALAN PADA LOKASI STUDI
Panjang jalan nasional yang berada di wilayah Kabupaten TTS, sesuai data dari Dinas Pekerjaan
Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur adalah 88,342 km, dengan kondisi rata-rata baik, dengan
jenis perkerasan lentur (flexible pavement) dan jenis permukaan jalan hotmix. Keseluruhan jalan
nasional yang berada di wilayah Kabupaten TTS diklasifikasikan secara fungsi sebagai jalan
arteri primer sesuai Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 360/KPTS/M/2009 Tentang
Penetapan Ruas-ruas Jalan dalam Jaringan Jalan Primer Menurut Fungsinya sebagai Jalan Arteri
dan Jalan Kolektor 1. Sedangkan panjang koridor jalan nasional yang dilewati kendaraan
angkutan tambang adalah 47.340 km.
Jalan provinsi di wilayah TTS adalah sepanjang 307,34 km, Sementara panjang jalan provinsi
yang merupakan koridor jalan yang diperkirakan dilewati kendaraan angkutan tambang adalah
sepanjang 186,34 km. Panjang jalan kabupaten di wilayah TTS sesuai data dari Dinas Prasarana
Jalan dan Pengembangan Pengairan TTS adalah sepanjang 1192,90 km,sedangkan panjang jalan
kabupaten yang merupakan koridor jalan yang diperkirakan dilewati kendaraan angkutan
tambang adalah sepanjang 88,50km.
Penentuan koridor jalan yang dilewati kendaraan tambang diasumsikan berdasarkan jarak
tempuh yang terpendek dari lokasi tambang menuju pelabuhan laut, serta posisi stockpile pada
tiap lokasi diasumsikan dekat dengan jalan umum yang akan dilaluinya.
Secara skematis, koridor jalan yang dilewati oleh kendaraan tambang dari tiap lokasi tambang
ditampilkan pada Gambar 1.
PENYESUAIAN HIRARKI JALAN
Dari rencana tata ruang, baik tata ruang wilayah nasional, tata ruang wilayah provinsi maupun
tata ruang wilayah kabupaten serta penentuan kelas jalan, maka hirarki jalan disesuaikan.
Ruas jalan nasional pada saat ini dengan fungsi arteri melintasi wilayah kabupaten TTS dengan
koridor jalan yang menghubungkan Pelabuhan Laut Tenau Kupang sebagai simpul transportasi
laut nasional yang sesuai RTRWN ditetapkan sebagai pelabuhan internasional, melintasi Kota
Kefamenanu (ibukota Kabupaten Timor Tengah Utara) yang sedang dalam pengembangan baru
menjadi Kawasan Strategis Nasional, dan berujung di Motoain (Atambua) sebagai Kawasan
Perbatasan Darat RI dengan negara Timor Leste sebagai Kawasan Strategis Nasional.
Klasifikasi jalan tersebut berdasarkan status dan fungsi jalan pada prinsipnya sesuai dengan
kondisi yang ada dan regulasi tata ruang, sedangkan kelas ditetapkan sebagai jalan kelas I.
Koridor jalan provinsi secara keseluruhan sesuai Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur
Penetapan Jaringan Lintas Angkutan Barang di Wilayah Daratan Timor adalah jalan dengan
fungsi kolektor II dalam sistem jaringan jalan primer. Dilihat dari kawasan yang dihubungkan
Gambar 1 Skema Koridor Jalan Yang Dilalui Kendaraan Tambang Dari Tiap Lokasi Tambang
oleh koridor ruas jalan ini maka perlu ditingkatkan hirarki ruas jalan tersebut secara status dari
jalan provinsi menjadi jalan strategis nasional. Dengan demikian, maka klasifikasi secara fungsi
pun berubah dari jalan kolektor II menjadi jalan arteri, sedangkan kelas jalan ditetapkan sebagai
jalan kelas I.
Penyesuaian hirarki jalan yang mencakup status, fungsi dan kelas untuk jalan yang saat ini
berstatus jalan kabupaten didasarkan pada tata ruang dan kemampuan jalan untuk menerima
beban lalulintas serta adanya lokasi tambang mangan.Ruas jalan Fafinisin – Oenali merupakan
jalan lingkar luar kota Soe yang direncanakan untuk melayani pengalihan lalulintas dari jalan
arteri primer (jalan nasional) yang melintasi dalam kota Soe. Sehingga secara fungsi dapat
disesuaikan menjadi jalan arteri primer sehingga berdasarkan status dengan sendirinya berubah
menjadi jalan nasional dengan kelas jalan adalah kelas I.Untuk ruas jalan lain yang saat ini
berstatus jalan kabupatenyang terdiri dari koridor jalan yang menghubungkan kota kecamatan
(PKL) dengan Pusat Kegiatan Lingkungan makaberdasarkan tata ruang, secara fungsi
diklasifikasikan menjadi jalan lokal primer, namun karena adanya kawasan peruntukan
pertambangan yang memiliki nilai strategis nasional maka fungsi jalan ditingkatkan menjadi
kolektor. Untuk mengakomodir lalulintas kendaraan tambang mangan akibat dimensi dan berat
kendaraan (MST), maka kelas jalan disesuaikan manjadi kelas I dan status jalan
kabupaten.Berkaitan dengan fungsi jalan seperti yang diatur dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 34 Tahun 2006 Tentang Jalan, maka penyesuaian hirarki untuk jalan yang ditinjau perlu
disesuaikan juga mengenai lebar jalan minimum yang disyaratkan untuk masing-masing fungsi
jalan. Hasil analisis hirarki jalan secara lengkap ditampilkan pada Error! Reference source
not found..
Tabel 1Hasil Analisis Hirarki Jalan
Exsisting
No. Ruas/Segmen Jalan
Hasil Analisis
Status
Fungsi
1 Batuputih - Soe
Nasional
Arteri
Lebar
JLL
5,0 m
2 Soe – Niki Niki
Nasional
Arteri
5,0 m
3 Batu Putih - Panite
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
4 Panite - Kolbano
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
5 Soe - Kapan
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
6 Kapan - Eban
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
7 Kapan - Nenas
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
8 Sp.NikiNiki-Oenlasi
Provinsi Kolektor 4,5 m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
Provinsi Kolektor 4,5 m
9 Oenlasi - Boking
Status
Fungsi Kelas
Lebar Lebar
JLL Bahu
7m 2m
Nasional
Arteri
I
Nasional
Arteri
I
7m
2m
Stra. Nasional
Arteri
I
7m
2m
10 Fafinisin - Oenali
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Nasional
I
7m
2m
11 Panite - Noemuke
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Arteri
Kolektor
I
7 m 1,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
12 Ofu - Kolbano
Kabupaten
Lokal
3,5 m
13 Ofu - Lasi
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
14 Tunua - Nunpo
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
15 Sp. Falas - Pili
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
Kabupaten
Kolektor
I
7 m 1,5 m
16 Falas - Oenai
Kabupaten
Lokal
3,5 m
Penentuan lebar jalur lalulintas di atas berdasarkan regulasi (syarat minimum lebar badan jalan).
Untuk memastikan dimensi jalan yang telah ditentukan tersebut dapat menampung lalulintas
seluruh kendaraan yang melintasi tiap ruas jalan, maka derajat kejenuhan (DS) ≤ 0,75sesuai
metode dalam Manual Kapasitas Jalan Indonesia (MKJI, 1997), dalam hal ini yang akan dihitung
adalah DS pada jalan nasional dengan anggapan jika jalan nasional memenuhi syarat maka jalan
dengan status yang lebih rendah secara otomatis akan memenuhi syarat.DS tiap segmen jalan
ditentukan seperti padaTabel 2.
Tabel 2Derajat Kejenuhan (DS) Pada Ruas Jalan Nasional
Segmen Jalan
Arus (smp/jam)
Kapasitas, C (smp/jam)
DS
Batu Putih - Fafinisin
683
2900
0,24
Fafinisin - Oenali
30
2900
0,01
Oenali - Niki Niki
623
2900
0,21
Dengan demikian, maka lebar jalur lalulintas yang telah ditentukan saat ini sudah cukup untuk
menampung lalulintas kendaraan yang melintasi semua segmen jalan yang ditinjau.
PERHITUNGAN BEBAN LALULINTAS
Masa operasi-produksi diberikan oleh pemerintah kepada investor tambang selama 20 tahun.Saat
inidi antara delapan lokasi yang ada, satu lokasi (lokasi B) sudah lebih dahulu dieksploitasi sejak
tahun 2010dan akan berakhir tahun 2029 sedangkan tujuh lokasi lainnya masih dalam tahap
eksplorasi yang jangka waktunyalima tahun dan akan mulai beroperasi-produksi pada tahun
2015, maka analisis dilakukan untuk jangka waktu sampai tahun 2034.
Perhitungan lalulintas kendaraan umum pada tiap ruas jalan yang ditinjau berdasarkan data
lalulintas pada tahun 2010.Kemudian dengan menggunakan angka/faktor pertumbuhan, dihitung
volume lalulintas setiap tahun selama periode analisis. Sedangkan untuk kendaraan tambang,
dianggap jenis dan jumlah kendaraan angkutan tambang untuk tujuh lokasi lainnya sama dengan
jumlah kendaraan angkutan hasil tambang pada lokasi yang telah beroperasi dan tidak
mengalami pertumbuhan selama masa operasi-produksi. Jumlah lalulintas kendaraan angkutan
tambang dari lokasi yang telah beroperasi tahun 2010 adalah Truck 2 As 1.2 L sebanyak 48
kend/tahun, Truck 2 As 1.2 H sebanyak 660 kend/tahun, dan Truck 3 As 1.22 sebanyak 180
kend/tahun.Sehingga dengan menggunakan metode AASHTO ’93 diperoleh W18 untuk seluruh
kendaraan tambang dari satu lokasi sebesar 1.786 ESAL per tahun.
Diasumsikan bahwa semua segmen jalan yang ditinjau dilakukan peningkatan pada awal periode
analisis (tahun 2011) menggunakan hotmix. Biaya untuk melakukan overlay ditanggung oleh
pemerintah dan pihak perusahaan tambang berdasarkan besarnya kontribusi terhadap
penurunanan kondisi perkerasan jalan yang dihitung terhadap total Cumulative Equivalent Single
Axle Load (CESAL) lalulintas kendaraan umum maupun lalulintas kendaraan tambang. Untuk
itu, perhitungan CESAL dipisahkan antara lalulintas kendaraan umum dan lalulintas kendaraan
tambang untuk masing-masing ruas jalan yang dilalui/ditinjau.Kumulatif ESAL pada tahun 2034
dibagi sesuai kategori kendaraan umum dan kendaraan angkutan tambang yang berasal dari tiap
lokasi tambang secara lengkap disajikan dalamTabel 3.
PENENTUAN TEBAL PERKERASAN
Lapis Tambah (overlay)
Penentuan tebal lapis tambah dilakukan dengan terlebih dahulu menentukan/ mengasumsikan
kondisi perkerasan lama (existing pavement) saat ini untuk menentukan nilai struktur terpasang
yang efektif (SNeff). Kemudian ditetapkan tebal perkerasan yang akan digunakan pada masingmasing segmen jalan yang ditinjau untuk menentukan jumlah beban lalulintas kendaraan yang
mampu dilayani oleh perkerasan tersebut (Np). Tebal lapis tambah ditentukan untuk lapis
permukaan (D1) menggunakan HRS-WC dengan tebal 3,0 cm atau 4,0 cm dan tebal HRS-Base
(D2) adalah 4,0 cm atau 5,0 cm. Jika Np yang diperoleh dengan D1 dan D2 tersebut tidak
mencapai W18 (tahun 2034) maka pada saat umur perkerasan sama dengan Np, dilakukan
perhitungan overlay berikutnya dengan tebal D1 = 4,0 cm.
Dengan menggunakan metode AASHTO ’93, dihitung tebal lapis tambah (overlay) untuk
ruas/segmen jalan yang sudah beraspal sehingga diperoleh hasil seperti padaTabel4.
Peningkatan Jalan Tanah Menjadi Jalan Beraspal
Perhitungan peningkatan jalan tanah menjadi jalan beraspal dan hasil perhitungan disajikan
padaTabel 5.
Tabel 3Cumulative Equivalent Single Axle Load (CESAL) Tahun 2034
No
Segmen Jalan
1 Batuputih - Soe
2 Soe – Niki Niki
Klasifikasi Jalan
Status
CESAL
Kend.
umum
Fungsi Kelas
CESAL berdsarkan Kendaraan Dari Tiap Lokasi Tambang
A
B
Nasional
Arteri
I
10.856.754
35.724 33.938
33.938
Nasional
Arteri
I
11.072.391
3 Batu Putih - Panite
Strategis Nas.
Arteri
I
4.616.501
4 Panite - Kolbano
Strategis Nas.
Arteri
I
1.670.060
5 Soe - Kapan
Strategis Nas.
Arteri
I
3.235.309
35.724
6 Kapan - Eban
Strategis Nas.
Arteri
I
3.035.999
35.724
7 Kapan - Nenas
Strategis Nas.
Arteri
I
1.120.559
8 Sp. Niki Niki-Oenlasi Strategis Nas.
Arteri
I
1.982.809
9 Oenlasi - Boking
Arteri
I
466.302
Strategis Nas.
C
D
E
F
35.724
35.724 35.724
35.724
35.724 35.724
G
H
35.724
11.213.501
71.448
4.687.949
35.724
35.724
1.705.784
71.448
3.306.757
35.724
3.071.723
35.724
1.156.283
35.724 35.724
107.172
2.089.981
35.724 35.724
71.448
537.750
35.724
Nasional
Arteri
I
520.873
11 Panite - Noemuke
Kabupaten
Kolektor
I
1.085.582
35.724 33.938
35.724
12 Ofu - Kolbano
Kabupaten
Kolektor
I
760.564
13 Ofu - Lasi
Kabupaten
Kolektor
I
422.758
14 Tunua - Nunpo
Kabupaten
Kolektor
I
232.709
15 Sp. Falas - Pili
Kabupaten
Kolektor
I
151.131
35.724
16 Falas- Oenai
Kabupaten
Kolektor
I
163.011
35.724
11.069.312
141.110
35.724
10 Fafinisin - Oenali
212.558
35.724
35.724
35.724
Jumlah
Total
CESAL
35.724 35.724
35.724
212.558
733.431
35.724
1.121.306
35.724
35.724
796.288
35.724
35.724
458.482
35.724
268.433
35.724
186.855
35.724
198.735
35,724
35.724
Tabel4Perhitungan Structural Number Berdasarkan Tebal Overlay Yang Ditetapkan
DOL(cm)
No Ruas/Segmen Jalan SNeff
D1 D2
SNOL SNf
R
(%)
ZR
MR
(Psi)
So
Po
Pt
Np
N1,5
W18 Tahun
RL (%) CF
2034
Overlay
SNeff
Tahun
DOL
SNOL
(cm)
SNf
Np
1 Batuputih-Fafinisin 3,827 4
-
0,47 4,299 95 -1,645 0,35 9000 4,2
2,5 5.842.291 12.785.296 11.105.036 54,31 0,903 3,882 2024 4,0 0,472 4,355 6.353.331
2 Soe – Niki Niki
3,827 4
-
0,47 4,299 95 -1,645 0,35 9000 4,2
2,5 5.842.291 12.785.296 11.249.225 54,31 0,903 3,882 2024 4,0 0,472 4,355 6.353.331
3 Batu Putih - Panite 3,409 3
4
0,83 4,236 95 -1,645 0,35 9000 4,2
2,5 5.307.150 11.431.426
4.687.949
-
-
-
-
-
-
-
-
4 Panite - Kolbano
2,572 4
5
1,06 3,635 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 2.328.506
3.138.952
1.705.784
-
-
-
-
-
-
-
-
5 Soe - Kapan
3,240 3
4
0,83 4,067 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 4.856.171
6.992.942
3.306.757
-
-
-
-
-
-
-
-
6 Kapan - Eban
2,780 4
5
1,06 3,843 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 3.339.792
4.653.139
3.071.723
-
-
-
-
-
-
-
7 Kapan - Nenas
Simp.NikiNiki8
Oenlasi
9 Oenlasi - Boking
2,126 4
5
1,06 3,189 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 1.011.890
1.265.094
1.156.283 20,02 0,763 2,433 2031 4,0 0,472 2,906
2,476 4
5
1,06 3,539 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0 1.962.319
2.603.926
2.089.981 24,64 0,790 2,796 2032 4,0 0,472 3,269 1.182.297
2,075 3
4
0,83 2,902 95 -1,645 0,35 9000 3,9
2,0
559.401
666.441
502.026
-
-
-
-
-
-
-
-
10 Fafinisin - Oenali
2,612 3
4
0,83 3,439 80 -0,841 0,35 9000 3,9
2,0 3.120.944
4.072.055
769.155
-
-
-
-
-
-
-
-
11 Ofu - Kolbano
2,404 3
4
0,83 3,230 80 -0,841 0,35 9000 2,9
2,0 1.004.132
1.552.507
830.226
-
-
-
-
-
-
-
-
564.304
Tabel 5 Tebal Perkerasan Untuk Peningkatan Jalan Tanah Menjadi Jalan Beraspal Tahun 2011
No
Ruas/Segmen
Jalan
1 Panite - Noemuke
W18
R
(Tahun
(%)
2034)
ZR
So
MR
P
(Psi) o
Pt
SN
a1
a2
a3
m1&
m2 Inchi
1.121.306 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,874 0,30 0,14 0,13 1,00
D1
D2
Cm
Inchi
D3
Cm
Inchi
Cm
SNo
Np
4,18 10,62 ≈ 11,00
6,00
15,00
6,00
15,00
2,8937
1.172.510
2 Ofu - Lasi
458.482 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,503 0,30 0,14 0,13 1,00
3,64
9,25 ≈ 10,00
4,50
12,00
6,00
15,00
2,6102
600.552
3 Tunua - Nunpo
268.433 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,300 0,30 0,14 0,13 1,00
2,97
7,54 ≈
8,00
4,50
12,00
6,00
15,00
2,3740
327.846
4 Sp. Falas - Pili
186.855 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,170 0,30 0,14 0,13 1,00
3,63
9,23 ≈ 10,00
4,00
10,00
4,00
10,00
2,2441
230.119
5 Falas - Oenai
198.735 80 -0,841 0,35 9000 4,2 2,0 2,192 0,30 0,14 0,13 1,00
3,71
9,41 ≈ 10,00
4,00
10,00
4,00
10,00
2,2441
230.119
BIAYA PENINGKATAN JALAN
Pembiayaan untuk peningkatan jalan bersumber dari anggaran Pemerintah dan Pemerintah
Daerah serta pihak perusahaan tambang. Setelah total biaya ditetapkan berdasarkan hasil
perhitungan, selanjutnya berdasarkan kumulatif ESAL selama umur rencana perkerasan dari
kendaraan umum dan kendaraan angkutan tambang, ditetapkan biaya yang harus dibayar oleh
pihak investor tambang akibat beban sumbu kendaraan tambang yang akan membebani
perkerasan jalan yang dilalui. Sisa dari total dana yang dibutuhkan tersebut dianggarkan dari
Pemerintah dan Pemerintah Daerah yang digunakan untuk membiayai peningkatan jalan pada
tahun 2011 dan selama periode analisis. Perhitungan tebal lapisan beraspaldidasarkan pada tebal
minimumlapisan yang disyaratkan oleh Spesifikasi Umum Direktorat Jenderal Bina Marga
Kementerian Pekerjaan Umum Tahun 2010.Penentuan biaya penanganan jalandalam analisis ini
ditentukan harga satuan per kilometer, dan lebar jalur lalulintas, sehingga total biaya yang
diperoleh adalah hasil perkalian antara harga satuan perkilometer dengan total panjang jalan
dalam kilometer untuk setiap ruas jalan.Harga satuan dan biaya yang dicantumkan dalam analisis
ini adalah nilai sekarang (present value).
Perhitungan untuk menentukan biaya penanganan yang harus ditanggung oleh masing-masing
perusahaan (investor) tambang didasarkan pada proporsi CESAL kendaraan tambang dan
panjang segmen jalan yang dilalui (km) selama umur perkerasan dan/atau sampai batas akhir
periode analisis.
Contoh perhitungan untuk ruas/segmen jalan Batu Putih – Fafinisin, dilakukan overlay pertama
pada tahun 2011 dan overlay kedua tahun 2024 (Tabel4). CESAL kendaraan tambang pada tahun
2024 adalah 114.317 ESAL dari total Cumulative ESAL seluruh kendaraan yang melewati ruas
jalan tersebut sebesar 5.601.135 ESAL, sedangkan panjang segmen jalan yang dilalui adalah
28,54 Km. Total biaya penanganan adalah sebesar Rp. 37.941,43 Juta. Jadi, total biaya yang
harus dibayar oleh seluruh kendaraan tambang yang melintasi segmen jalan ini sebagai berikut:
114.317 ESAL
× Rp. 37.941,43Juta = Rp. 744 Juta
5.601.135 ESAL
Dengan cara yang sama, dihitung total biaya seluruh tambang untuk segmen jalan lainnya.
Selanjutnya, besarnya biaya yang harus dibayar oleh tiap perusahaan dibandingkan dengan nilai
komoditi tambang yang diangkut oleh kendaraan dari setiap perusahaan.Terlebih dahulu dihitung
biaya dari tiap perusahaan untuk tiap 1 ESAL.Km (Rp/ESAL.Km). Perhitungan dilakukan
dengan membandingkan total biaya dari semua perusahaan untuk membiayai satu segmen jalan
yang dilaluinya dengan CESAL.Km dari semua kendaraan tambang pada segmen jalan itu.
Contoh, total biaya dari perusahaan untuk penanganan segmen jalan Batu Putih – Fafinisin
adalah Rp. 744 Juta, CESAL seluruh kendaraan tambang adalah 114.317 ESAL, dan panjang
segmen jalan 28,54 km, sehingga 114.317 ESAL dikali 28,54 km menghasilkan 3.262.601
ESAL.Km. Maka biaya per ESAL.Km adalah:
Rp. 744 Juta
= Rp. 237 / ESAL. Km
3.262.601 ESAL. Km
Biaya perESAL.Km tersebut dibandingkan dengan nilai komoditi
perESAL.Terlebih dahulu perlu diketahui berat komoditi dalam Ton perESAL.
dalam
rupiah
Tabel6 Muatan Kendaraan Masing-Masing Perusahaan Tambang Pertahun
Jenis Kendaraan
(1)
Volume Lalulintas
Berat Maksimum
Kendaraan Tambang
Muatan
Tiap Tahun
Perkendaraan (Ton)
(2)
(3)
ESAL
Muatan Per Tahun
(Ton)
(4)
(5) = (2) x (3)
Truck 2 as L (1.2)
48
6
5
288
Truck 2 as H (1.2)
660
14
1.727
9.240
Truck 3 as (1.22)
180
20
54
3.600
1.786
13.128
Jumlah
Muatan komoditi mangan pertahun adalah 13128 Ton, diangkut oleh kendaraan tambang dari
lokasi A melintasi segmen Batu Putih – Fafinisin yang mempunyai umur perkerasan sampai
tahun 2024. Sehingga kendaraan tambang dari lokasi A yang mulai beroperasi mulai tahun 2015
sampai tahun 2024 akan mengangkut 13.128 Ton x 10 tahun = 131.280 Ton. Kemudian dihitung
dengan cara yang sama untuk lokasi tambang yang lain dan dijumlahkan sehingga total berat
komoditi tambang yang diangkut sampai tahun 2024 melewati segmen jalan Batu Putih –
Fafinisin adalah sebesar 840.192 Ton.
W18 untuk kendaraan tambang pada tahun 2024 untuk segmen Batu Putih – Fafinisin adalah
840.192 Ton
114.317. Maka 1 ESAL =
= 7,35 Ton komoditi.
114.317 ESAL
Diasumsikan harga jual komoditi (mangan) adalah Rp. 5.000 / Kg. Sehingga harga mangan per
Ton adalah Rp. 5.000.000.Jadi, 7,35 Ton/ESAL x Rp. 5.000.000 /Ton = Rp. 36.748.404 / ESAL.
Ini berarti kontribusi biaya yang dibayar untuk pemeliharaan jalan pada segmen Batu Putih –
Fafinisin adalah sebesar 0,001 % terhadap nilai jual komoditi untuk setiap ESAL.
Berdasarkan skema (Gambar 1), kendaraan tambang dari tiap lokasi tambang akan melewati tiap
segmen jalan yang merupakan koridor dari lokasi tambangnya menuju pelabuhan laut di Kupang.
Tiap segmen jalan yang dilaluinya mempunyai biaya dalam rupiah perESAL.Km yang
merupakan kontribusi dari kendaraan tambang.Artinya tiap kendaraan tambang yang melewati
sebuah segmen jalan, harus membayar sejumlah uang sebesar biaya perESAL tiap kilometer
sepanjang segmen jalan yang dilaluinya.
Contoh, kontribusi biaya tiap segmen jalan Batu Putih – Fafinisin adalah Rp. 237/ESAL.Km.
Segmen jalan ini dilewati oleh kendaraan dari tambang A, C, D, E, F, dan H dengan panjang
jalan yang dilalui oleh semua kendaraan tambang adalah 28,54 km. Maka biaya yang harus
dibayar oleh kendaraan tambang dari lokasi A untuk penanganan jalan segmen Batu Putih –
Fafinisin tiap ESAL adalah:
Rp. 237/ESAL/Km x 28,54 km = Rp. 6.774 / ESAL.
Selanjutnya menghitung besarnya kontribusi biaya dari tiap perusahaan tambang dengan
mengalikan biaya perESAL dalam tiap segmen jalan dengan CESAL pada akhir umur perkerasan
dan/atau akhir periode analisis, kemudian dijumlahkan untuk memperoleh total biaya yang harus
dibayar selama umur perkerasan tiap segmen jalan yang dilalui. Untuk tambang A pada segmen
Batu Putih – Fafinisin, biaya perESAL untuk penanganan jalan tahun 2011 sampai 2024 adalah
Rp. 11.968/ ESAL (Tabel 7), CESAL pada tahun 2024 adalah 17.862 ESAL, maka total biaya
selama umur perkerasan adalah Rp. 6.774 / ESAL x 17.862 ESAL = Rp. 121 Juta.
Tabel 7 Kontribusi Biaya Tiap Perusahaan Tambang PerESAL Untuk Penanganan Jalan Tahun 2011
No
Segmen Jalan
Nilai Komoditi
(Rp/ESAL)
A
Biaya Tiap Perusahaan per 1 ESAL (Rp/ESAL)
C
D
E
F
B
G
H
1 Batuputih - Fafinisin
36.748.404
6.774
6.774
-
6.774
6.774
6.774
-
6.774
2 Oenali – Niki Niki
36.748.404
-
4.405
-
4.405
4.405
4.405
-
-
3 Batu Putih - Panite
36.748.404
-
-
9.350
-
-
-
9.350
-
4 Panite - Kolbano
36.748.404
-
-
-
-
-
-
40.614
-
5 Soe - Kapan
36.748.404
7.272
-
-
-
-
-
-
7.272
6 Kapan - Eban
36.748.404
8.625
-
-
-
-
-
-
-
7 Kapan - Nenas
36.748.404
-
-
-
-
-
-
-
12.904
8 Sp. Niki Niki-Oenlasi
36.748.404
-
-
-
12.089
17.353
17.353
-
-
9 Oenlasi - Boking
36.748.404
-
-
-
-
23.030
61.688
-
-
10 Fafinisin - Oenali
36.748.404
11.696
35.087
-
35.087
35.087
35.087
-
11.696
11 Panite - Noemuke
36.748.404
-
-
35.534
-
-
-
-
-
12 Ofu - Kolbano
36.748.404
-
-
-
-
-
-
39.664
-
13 Ofu - Lasi
36.748.404
-
-
-
-
-
-
61.276
-
14 Tunua - Nunpo
36.748.404
-
-
-
-
-
-
-
186.806
15 Sp. Falas - Pili
36.748.404
-
-
-
97.278
-
-
-
-
16 Falas - Oenai
36.748.404
-
-
-
65.331
-
-
-
-
34.367
46.265
44.884
220.962
86.648
125.306
150.905
225.451
0,15%
0,21%
0,09%
0,13%
0,12%
0,60%
0,24%
0,34%
Jumlah
% Terhadap nilai komoditi perESAL
Dengan cara yang sama, dihitung untuk overlay kedua pada tahun 2024 dan juga untuk ruas/segmen jalan yang lain, sehingga
diperoleh hasil seperti pada Tabel 8.
Tabel 8 Kontribusi Biaya Tiap Perusahaan Tambang
% Total Kontribusi Biaya Tiap Perusahaan Terhadap Nilai Komoditi (Rp / ESAL)
Perusahaan
Total biaya
%Terhadap Nilai komoditi
perESAL
A
B
C
D
E
F
G
H
41.227
57.586
44.884
309.016
208.114
246.772
150.905
284.244
0,11%
0,16%
0,12%
0,84%
0,57%
0,67%
0,41%
0,77%
Dengan demikian, untuk mendapatkan jalan yang sesuai dengan hasil analisis maka besarnya
biaya yang harus disediakan oleh masing-masing pihak yang berkepentingan yaitu Pemerintah
Pusat, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten adalah sesuai denganTabel 9.
Tabel 9Rekap Biaya Penanganan Jalan Dalam Periode Analisis Dari Masing-Masing Pihak
Tahun
2011
Perusahaan
Tambang
32.135
Pemerintah
Pusat
81.761
2024
2031
2032
953
278
1.061
61.271
Jumlah
34.427
143.032
Biaya (Rp) (x 1.000.000)
Pemerintah Pusat & Pemerintah
Pemerintah Provinsi Kabupaten
290.402
163.470
567.767
62.224
35.489
25.131
35.211
24.070
349.683
Total
163.470
690.611
ALTERNATIF PENGGUNAAN JENIS TRUK DAN KONTRIBUSI BIAYA
Perhitungan di atas berdasarkan data bahwa sebuah perusahaan menggunakan tiga jenis
kendaraan dengan jumlah tiap jenis kendaraan (truk) sesuai Tabel6. Ini akan berbeda dengan jika
menggunakan satu jenis truk untuk mengangkut jumlah muatan yang sama. Jika jumlah muatan
pertahun dianggap sebesar 13.128 Ton, maka dicari ESAL jika hanya menggunakan salah satu
dari jenis kendaraan tersebut untuk mengangkut total muatan tambang tersebut dalam satu tahun.
Contoh perhitungan:
Muatan maksimum untuk Truk 2 as L (1.2) = 6 Ton
13.128
Sehingga jumlah Truk 2 as L (1.2) =
= 2.188 kendaraan
6
W18 untuk 48 buah Truk 2 as L (1.2) berdasarkan Error! Reference source not found. = 5
ESAL
5
Maka satu buah Truk 2 as L (1.2) = = 0,1 ESAL
48
Jadi, W18 untuk Truk 2 as L (1.2) dalam satu tahun = 2.188 x 0,1 = 219 ESAL
Dalam 20 tahun (periode analisis), 219 x 20 = 4.376 ESAL
Dengan cara yg sama dilakukan perhitungan untuk Truk 2 as H (1.2) dan Truk 3 as (1.22).
Hasilnya, jika perusahaan hanya menggunakan Truk 3 As (1.22) untuk mengangkut seluruh
komoditi tambang maka perbandingan total biaya kontribusi pemeliharaan jalanterhadapnilai
komoditi (Rp/ESAL) berkisar antara 0,05% sampai 0,40%, jika dibandingkan dengan kalau
menggunakan truk 2 As L (1.2) yaitu antara 0,70% sampai 5,47%; Truk 2 As H yaitu antara
0,22% sampai 1,57.Terlihat bahwa prosentase biaya kontribusi penanganan jalan terhadap nilai
komoditi tambang cukup kecil sehingga dalam hal ini dianggap layak untuk diterapkan.
KESIMPULAN
1. Untuk saat ini klasifikasi jalan (status dan fungsi) yang ditinjau belum sesuai dengan rencana
tata ruang wilayah nasional, terutama jalan dengan status jalan provinsi. Kelas jalan berkaitan
dengan kemampuan jalan untuk menerima beban lalulintas dan dimensi kendaraan juga
belum sesuai dengan ketentuan regulasi yang ada, terutama jalan dengan status jalan provinsi
dan jalan kabupaten. Sedangkan jalan dengan status jalan nasional pada prinsipnya sesuai
dengan ketentuan yang ada berdasarkan klasifikasi menurut status, fungsi dan kelas jalan.
2. Hirarki jalan ditentukan sebagai berikut:
- Ruas jalan nasional: status jalan nasional dengan fungsi jalan arteri serta jalan kelas I.
- Ruas jalan provinsi berubah dari fungsi kolektor menjadi fungsi arteri dan status jalan
strategis nasional dan kelas I.
- Ruas jalan kabupaten berudah dari fungsi lokal menjadi jalan kolektor dan status jalan
kabupaten serta jalan kelas I, kecuali Ruas Jalan Fafinisin – Oenali jalan dengan fungsi
arteri dan status jalan nasional serta jalan kelas I.
3. Biaya yang dibutuhkan untuk peningkatan jalan yang ditinjau adalah:
- Seluruh segmen Tahun 2011 adalah sebesar Rp. 567,767 Miliar.
- Segmen Batu Putih – Fafinisin dan Ruas Jalan Oenali – Niki Niki pada tahun 2024 adalah
sebesar Rp. 62,224 Miliar.
- Segmen Kapan – Nenas pada tahun 2031 adalah sebesar Rp. 35,489 Miliar.
- Segmen Simpang Niki Niki – Oenlasi pada tahun 2032 adalah sebesar Rp. 25,131 Miliar.
4. Pihak yang membiayai peningkatan/penanganan jalan tersebut serta besar kontribusi adalah:
- Pemerintah pusat untuk jalan nasional sebesar Rp. 81,761 Miliar pada tahun 2011 dan
Rp. 61,271 Miliar pada tahun 2024.
- Pemerintah pusat dan pemerintah provinsi untuk jalan strategis nasional sebesar Rp.
290,402 Miliar pada tahun 2011, Rp. 35,211 Miliar pada tahun 2031, dan Rp.
24,070Miliar pada tahun 2032.
- Pemerintah kabupaten untuk jalan dengan status jalan kabupaten sebesar Rp. 163,470
Miliar pada tahun 2011.
- Investor (perusahaan) tambang sebesar Rp. 32,135 Miliar pada tahun 2011, Rp. 953
Miliar pada tahun 2024, Rp. 278 Juta pada tahun 2031, dan Rp. 1,061 Miliar pada tahun
2032.
5. Jenis truk yang menguntungkan pihak perusahaan tambang berdasarkan perbandingan total
biaya kontribusi penanganan jalanterhadapnilai komoditi (Rp/ESAL) adalah jika perusahaan
hanya menggunakan Truk 3 As (1.22) untuk mengangkut seluruh komoditi tambang yakni
berkisar antara 0,05% sampai 0,40%, jika dibandingkan dengan kalau menggunakan truk 2
As L (1.2) yaitu antara 0,70% sampai 5,47%; Truk 2 As H yaitu antara 0,22% sampai
1,57%; dan bila menggunakan tiga jenis truk tersebut yaitu antara 0,11% sampai 0,84%.
DAFTAR PUSTAKA
American Association of State Highway and Transportation Officials, 1993, AASHTO Guide for
Design of Pavement Structures 1993, Washington D.C
Directorate of Urban Road Development Directorate General Bina Marga, 1997, Highway
Capacity Manual Project (HCM): Indonesian Highway CapacityManual, Jakarta
Direktorat Jenderal Bina Marga Kementerian Pekerjaan Umum, 2010, Spesifikasi Umum
Dokumen Pelelangan Nasional Pekerjaan Jasa Pelaksanaan Konstruksi (Pemborongan)
Untuk Kontrak Harga Satuan, Jakarta
Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2005, “Peraturan Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur”,
Nomor 9 Tahun 2005 Tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa Tenggara
Timur Tahun 2006 – 2020, Kupang
Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2007, “Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur”, Nomor
339/KEP/HK/2007 Tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Menurut Statusnya Sebagai Jalan
Provinsi di Nusa Tenggara Timur, Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, Kupang
Gubernur Nusa Tenggara Timur, 2008, “Keputusan Gubernur Nusa Tenggara Timur”, Nomor
77/KEP/HK/2008 Tanggal 8 April 2005 Tentang Penetapan Jaringan Lintas Angkutan
Barang di Wilayah Daratan Timor, Kupang
Hans, 2010, Delapan Perusahaan Mangan Di TTS Kantongi Izin Operasional, Kupang, (diunduh
dari http://nttonlinenews.com pada tanggal 3 September 2010)
Menteri Pekerjaan Umum, 2009, Keputusan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
360/KPTS/M/2009 Tentang Penetapan Ruas-Ruas Jalan Dalam Jaringan Jalan Primer
Menurut Perananannya Sebagai Jalan Arteri dan Jalan Kolektor 1, Departemen Pekerjaan
Umum, Jakarta
Ogden KW & Taylor, 1999, Traffic Engineering and Management, Insituute of Transport
Studies Department of Civil Engineering Monash University, Clayton Vic 3168, Australia
Pemerintah Kabupaten Timor Tengah Selatan, 2005, “Rencana Tata Ruang Wilayah Kabupaten
Timor Tengah Selatan 2006 - 2015”, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kabupaten
TTS, Soe
Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Timur, 2005, “Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Nusa
Tenggara Timur 2006 - 2020”, Badan Koordinasi Tata Ruang Daerah Provinsi NTT,
Kupang
Pemerintah Republik Indonesia, 2004,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun
2004 Tentang Jalan, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2006,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 34
Tahun 2006 Tentang Jalan, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2008,Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 26
Tahun 2008 Tentang Rencana Tata Ruang Nasional, Jakarta
Pemerintah Republik Indonesia, 2009,Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 22 Tahun
2009 Tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, Jakarta
PT. SMR, 2010, Laporan Pengangkutan dan Penjualan Mineral Logam Mangan: Rekapan
Pengiriman Batu Mangan, Dinas Pertambangan Dan Energi Kabupaten Timor Tengah
Selatan, Soe
P2JJ Dinas PU Provinsi NTT, 2010, “Data Kondisi Jalan Nasional Per 30 April 2010”, Balai
Pelaksana Jalan Nasional VIII Wilayah Kerja Provinsi Bali, NTB dan NTT, Kupang
Small K.A, Clifford W, & Carol A.E., 1989 “Road Work: A New Highway Pricing and
Investment,” Washington D.C