Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia melalui

KARYA TULIS ILMIAH
PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA MANUSIA
WILAYAH PESISIR UNTUK PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT
(Studi Deskriptif Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten
Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)
8th ANNUAL CONFERENCE OF ECONOMICS FORUM 2014

Disusun Oleh :
Muhammad Teguh Pranada (120501135)
Fadhillah Arny Fachrudin (120501030)
Sri Avesena (120501121)

(UNIVERSITAS SUMATERA UTARA)
(MEDAN)
(2014)

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur senantiasa terpanjatkan kepada Allah SWT yang mana atas
berkah dan rahmatnya peneliti berhasil menyelesaikan karya ilmiah ini tepat pada
waktunya. Dan tak lupa shalawat beriring salam dihadiahkan kepada junjungan

kami, Nabi akhir zaman, Rasulullah Muhammad SAW dan senantiasa berharap
akan syafaatnya di Yaumul Mashar kelak. Amin Ya Rabbal Alamin.
Peneliti mengangkat isu mengenai masyarakat pesisir sebagai topik
pembahasan dalam karya ilmiah ini. Ketertarikan peneliti mengangkat masyarakat
pesisir sebagai topik pembahasan dikarenakan masyarakat pesisir memiliki
masalah yang cukup kompleks. Masyarakat pesisir yang wilayahnya kaya akan
sumberdaya alam maritim belum mampu mengoptimalkan berkah tersebut untuk
meningkatkan kesejahteraan mereka. Rata-rata umumnya masyarakat pesisir
begitu erat dengan kemiskinan dan keterbelakangan.
Sebagai daerah yang menjadi fokus penelitian dalam karya ilmiah ini
peneliti memilih Desa Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli
Serdang, Sumatera Utara sebagai daerah penelitian. Alasan peneliti mengangkat
daerah ini dikarenakan daerah ini merupakan salah satu wilayah pesisir yang
tertinggal di Sumatera Utara. Ketertinggalan daerah ini menyebabkan lahirnya
masalah-masalah sosial di daerah tersebut seperti kesejahteraan, rendahnya
antusias masyarakat terhadap pendidikan hingga kurangnya perhatian pemerintah.
Oleh peneliti mencoba menganalisa masalah dan mencari solusi dari
permasalahan tersebut.
Dalam penulisan karya ilmiah ini peneliti mengalami beberapa kendala yaitu
sulitnya mencari data dan informasi yang komperhensif, hingga rusaknya laptop

salah satu peneliti. Namun, Alhamdulillah kendala tersebut dapat diatasi oleh
peneliti dengan secepatnya.
Rampungnya karya ilmiah ini juga karena didukung oleh berbagai pihak.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan sebesar-besarnya
kepada :

1. Allah SWT yang telah memberikan nikmat kesehatan dan keselamatan
sehingga peneliti dapat mengerjakan karya ilmiah ini dalam keadaan
yang baik dan terselesaikan tepat pada waktunya
2. Orang tua tercinta yang selalu mendukung penulis baik secara moril
maupun material
3. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE. M.Ec yang telah bersedia untuk
menjadi dosen pembimbing kami dalam mengerjakan karya ilmiah ini
4. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE. M.S yang telah bersedia meluangkan
waktunya untuk memberikan masukan-masukan mengenai pengerjaan
karya ilmiah ini
5. Teman sejawat Andi Hardiansyah yang telah bersedia meminjamkan
laptopnya disaat laptop peneliti mengalami kerusakan
6. Teman seperjuangan Mujtahid Fikri dan Muhammad Fachmi Aulia atas
ruangan kerja yang bersedia dipinjamkan kepada kami sembari kami

mengerjakan karya ilmiah ini
Akhirnya peneliti berharap hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat sebagai
referensi untuk pembangunan daerah-daerah pesisir lain di Indonesia, seperti Desa
Percut sendiri. Semoga dapat menjadi karya yang berguna bagi pembangunan
khususnya pembangunan wilayah pesisir.

Medan, 05 Oktober 2014

Peneliti

DAFTAR ISI
Kata pengantar

i

Daftar Isi

iii

Daftar Tabel


iv

Daftar Gambar

v

Abstraksi

vi

BAB I : Pendahuluan
1.1 Latar Belakang

1

1.2 Perumusan Masalah

3


1.3 Tujuan dan Manfaat

3

1.4 Luaran yang Diharapkan

4

BAB II : Tinjauan Pustaka
2.1 Deskripsi Teoritis

5

2.2 Kerangka Berpikir

7

BAB III : Metode Penulisan
3.1 Metode Penulisan


9

3.2 Lokasi Penelitian dan Jenis Data yang Digunakan

9

3.3 Interpretasi Data

10

BAB IV : Pembahasan
4.1 Profil Desa Percut

11

4.2 Hambatan Pembangunan Desa Percut

15

4.3 Perubahan Dinamika Masyrakat Dari Statis Menuju Dinamis


20

4.4 Menuju Perekonomian Berbasis Kelautan

23

BAB V : Kesimpulan dan Saran
5.1 Kesimpulan

27

5.2 Saran

28

DAFTAR PUSTAKA

29


DAFTAR TABEL
Tabel 1

Penduduk Desa Percut berdasarkan jenis kelamin

12

Tabel 2

Penduduk Desa Percut berdasarkan kelompok usia

12

Tabel 3

Penduduk Desa Percut berdasarkan pekerjaan

13

Tabel 4


Penduduk Desa Percut berdasarkan agama

13

Tabel 5

Penduduk Desa Percut berdasarkan tingkat pendidikan

14

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1

Kondisi jalanan Desa Percut

26

Gambar 2


Perahu (boat) nelayan yang sedang merapat

26

Gambar 3

Suasana di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

27

Gambar 4

Pembeli dan pedagang di TPI berinteraksi

27

ABSTRAK
Pranada, dkk. 2014 : PENINGKATAN KUALITAS SUMBERDAYA
MANUSIA WILAYAH PESISIR UNTUK PEMBERDAYAAN EKONOMI
MASYARAKAT (Studi Deskriptif Desa Percut Kecamatan Percut Sei Tuan

Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)
Wilayah pesisir merupakan daerah yang kaya akan sumberdaya maritim
yang dapat mendorong terpacunya perekonomian negara. Namun saat ini wilayah
pesisir belum memberikan dampak yang signifikan terhadap perekonomian
dikarenakan rendahnya kualitas sumberdaya manusianya. Berdasarkan kajian
yang diperoleh peneliti baik dari buku, jurnal, literatur dan sumber-sumber
lainnya dibutuhkan berbagai upaya pemberdayaan masyarakat yang
bekesinambungan dari berbagai pihak (seperti pemerintah dan perguruan tinggi)
agar wilayah pesisir dapat berperan optimal menjadi salah satu motor penggerak
perekonomian. Maka antara pihak terkait dan masyarakat harus bersinergi untuk
membangun masyarakat pesisir yang berdaya dan mandiri. Pada akhirnya
diharapkan ekonomi pesisir dapat memberikan kontribusi yang signifikan untuk
pembangunan ekonomi nasional menuju kemandirian.

Keyword : wilayah pesisir, sumberdaya manusia, sinergi,

BAB I
PENDAHULUAN

1.1

Latar Belakang
Peran sumberdaya manusia tidak bisa dilepaskan dari faktor produksi

(land, labour and capital) yang dapat mendorong pembangunan ekonomi suatu
negara. Dalam pengertiannya, sumber daya manusia merupakan potensi yang
terkandung dalam diri seseorang untuk mewujudkan perannya sebagai makhluk
sosial yang adaptif dan transformatif yang mampu mengelola diri sendiri serta
segala kekayaam alam menuju tercapainya kesejahteraan kehidupan dan tatanan
kehidupan yang seimbang dan berkelanjutan (Charles R, 1995). Suatu negara akan
maju jika perekonomiannya dikelola oleh sumberdaya manusia yang produktif,
berdaya saing dan profesional sesuai dengan keunggulan negara yang dimiliki
masing-masing. Karena itu peran sumberdaya manusia harus dioptimalkan.
Selain menjadi objek pembangunan, manusia merupakan bagian dari
subjek pembangunan. Manusia sebagai subjek pembangunan merupakan organ
terpenting dalam menentukan jalannya proses tersebut. Peningkatan kualitas
sumberdaya manusia merupakan langkah substansial dalam meningkatkan
produktifitas dan daya saing guna mendorong pembangunan menuju ekonomi
yang progresif (Mudrajad, 2010). Terus berjalannya proses pembangunan
menyebabkan kebutuhan akan sumberdaya manusia yang berkualitas terus
bertambah, terlebih di negara berkembang seperti Indonesia. Sebagai negara
berkembang yang terdiri atas 17.508 pulau yang tersebar dari Sabang (Aceh)
hingga Merauke (Papua), Indonesia menjadi negara kepualauan terbesar di dunia.
Wilayah Indonesia yang seluruhnya mencapai 5.193.252 km2 terdiri atas
1.890.754 km2 luas daratan dan 3.302.498 km2 luas lautan. Jika dibandingkan,
luas daratan Indonesia hanya sekitar 1/3 dari luas seluruh Indonesia sedangkan
2/3-nya berupa lautan. Dengan kondisi geografis yang sedemikian Indonesia
banyak memiliki kawasan atau wilayah pesisir yang notabene memiliki potensi
alam yang besar. Potensi sumberdaya pesisir di Indonesia dapat digolongkan
sebagai kekayaan alam yang dapat diperbaharui (renewable resources), tidak

dapat diperbaharui (non-renewable resources), dan berbagai macam jasa
lingkungan (environmental service) (Ivan, 2004). Pengelolaan yang baik dari
sumberdaya tersebut dapat mendorong peningkatan kapasitas produksi, ouput,
pendapatan dan akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat,
khususnya masyarakat pesisir itu sendiri.
Potensi ekonomi wilayah pesisir jika di tinjau dari letak geografis serta
luas dari wilayah kelautan yang memiliki potensi kekayaan yang begitu
melimpah.

Potensi

tersebut

sejatinya

dapat

digunakan

sebagai

modal

pembangunan untuk meningkatkan kesejahteraan sosial masyarakat, khususnya
masyarakat yang bertempat tinggal di wilayah pesisir. Namun ironinya, kehidupan
masyarakat yang tinggal di wilayah pesisir umumnya masih jauh dari standar
kelayakan hidup sebagaimana mestinya. Meski wilayah pesisir umumnya
memiliki potensi sumberdaya alam yang besar, wilayah ini umumnya lemah
dalam sumberdaya manusia. Kualitas sumberdaya manusia yang rendah
mengakibatkan masyarakat pesisir terjebak dalam stagnasi perekonomian.
Realitanya kehidupan masyarakat pesisir senantiasa dilanda kemiskinan, bahkan
kehidupan mereka sering diidentikkan dengan kemiskinan. Berbagai upaya
telah

dilakukan

masyarakat

oleh

bebagai

pihak

(pemerintah,

lembaga swadaya

(LSM, dan civitas akademisi perguruan tinggi)

memperbaiki kehidupan

ekonomi

masyarakat pesisir, namun

untuk
belum

dapat
juga

menampakkan hasil yang memuaskan. Dampaknya, terjadi disparitas kehidupan
antara masyarakat pesisir dengan masyarakat perkotaan yang dapat terlihat
menjadi suatu kesenjangan ekonomi.
Kondisi diatas terjadi di hampir keseluruhan kawasan atau wilayah pesisir
yanga ada di Indonesia. Tak terkecuali dengan Desa Percut, Kecamatan Percut Sei
Tuan, Kabupaten Deli Serdang, Sumatera Utara, desa ini memiliki masalah yang
sama. Kualitas rendah dari masyarakatnya menyebabkan lemahnya ekonomi
masyarakat Desa Percut. Hal ini berdampak pada perekonomian yang cenderung
berjalan lamban. Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti memiliki ketertarikan
untuk menganalisis dan menguraikan permasalahan di atas dalam karya ilmiah
yang berjudul judul “Peningkatan Kualitas Sumberdaya Manusia Wilayah Pesisir

Untuk Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat (Studi Deskriptif Desa Percut
Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara)”.
1.2

Perumusan Masalah
Berdasarkan uraian penjelasan dari latar belakang di atas, maka dapat di

temukan hal-hal yang menjadi masalah-masalah, dengan batasan-batasan
penelitian sebagai berikut :
1. Mengapa kualitas sumberdaya manusia di Desa Percut, Kabupaten Deli
Serdang rendah?
2. Bagaimana meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Desa Percut,
Kabupaten Deli Serdang?
3. Bagaimana memanfaatkan perekonomian di wilayah pesisir (seperti
Desa

Percut,

Kabupaten

Deli

Serdang)

untuk

membangun

perekonomian nasional yang mandiri dan bersaing?
1.3

Tujuan dan Manfaat
a. Tujuan.
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Untuk mengetahui mengapa kualitas sumberdaya manusia di Desa Percut,
Kabupaten Deli Serdang rendah
2. Untuk mengetahui bagaimana meningkatkan kualitas sumberdaya
manusia di Desa Percut, Kabupaten Deli Serdang.
3. Untuk mengetahui bagaimana memanfaatkan perekonomian di wilayah
pesisir untuk membangun perekonomian nasional yang mandiri dan
bersaing.
b. Manfaat
Setelah melakukan penelitian ini, maka adapun manfaat yang di harapkan
adalah :
1. Manfaat Teoritis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan kajian
ilmiah bagi pihak yang membutuhkan khususnya mahasiswa dan dapat

menjadi

referensi

bagi

perumusan

kebijakan

pemerintah,

dapat

memberikan kontribusi kepada pihak-pihak yang membutuhkan, selain itu
dapat menjadi bahan penambahan rujukan bagi mahasiswa yang
melakukan penelitian yang terkait dengan penelitian ini.
2. Manfaat Praktis
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan kemampuan
penulis, menambah wawasan ilmu dan pemahaman pada lingkungan
sekitar. Selain itu dapat menjadi bahan rujukan pagi peneliti berikutnya
yang ingin mengetahui lebih dalam lagi tentang penelitian yang telah di
lakukan sebelumnya dan memberikan sumbangan pada lembaga
pendidikan.
1.4

Luaran yang di Harapkan
Luaran yang di harapakan pada penelitian ini adalah adanya motivasi bagi

masyarakat pesisir untuk memajukan perekonomiannya demi meningkatkan
kesejahteraan hidup, serta adanya pengembangan yang baru tentang pemanfaatan
potensi sumberdaya alam dengan penggunaan sumberdaya manusia yang
berkuliatas yang di dukung berbagai pihak terkait yang saling berinteraksi dan
beritegrasi demi menciptakan perekonomian yang mandiri dan maju.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1

Deskripsi Teoritik
2.1.1

Definisi Masyarakat Pesisir
Masyarakat pesisir adalah sekumpulan orang yang hidup bersama-

sama mendiami wilayah pesisir, membentuk dan dan memiliki kebudayaan
yang khas yang terkait dengan ketergantungan pada pemanfaatan
sumberdaya wilayah pesisir (Satria, 2004). Berdasarkan definisi lainnya
yang dikemukakan oleh Raharjo Adisasmita (2013), masyarakat pesisir
merupakan masyarakat yang berletak tempat tinggal di dekat pantai atau
wilayah pesisir dan berkegiatan umumnya di wilayah perairan atau lautan.
Dari definisi diatas dapat diambil konklusi singkat bahwa
masyarakat pesisir ialah kelompok manusia yang bertempat tinggal di
wilayah pesisir pantai. Secara aktif berinteraksi dengan berkegiatan di
sekitar wilayah pesisir pantai pula.
2.1.2

Karakteristik Masyarakat Pesisir
Masyarakat peisisir memiliki karakteristik yang khas. Masyarakat

pesisir pada umumnya sebagian besar penduduknya bermata pencaharian
di sektor pemanfaatan sumberdaya kelautan (marine resource based),
seperti nelayan, pembudidaya ikan, penambangan pasir dan transportasi
laut (Adisasmita, Raharjo. 2013). Oleh karena itu mereka memiliki
ketergantungan yang tinggi terhadap lautan. Situasi dan konsisi laut
mempengaruhi pendapatan mereka. Jika kondisi laut sedang baik, maka
pendapatan mereka akan naik. Namun, sebaliknya jika kondisi laut sedang
tidak bersahabat maka pendapatan yang mereka juga menjadi tidak
optimal.
Tingkat pendidikan penduduk wilayah pesisir juga tergolong
rendah. Kondisi lingkungan pemukiman masyarakat pesisir, khususnya
nelayan masih belum tertata dengan baik dan terkesan kumuh. Dengan
kondisi sosial ekonomi masyarakat yang relatif berada dalam tingkat
kesejahteraan rendah, maka dalam jangka panjang tekanan terhadap

sumberdaya pesisir akan semakin besar guna pemenuhan kebutuhan
masyarakat.
2.1.3

Wilayah Pesisir dan Pembangunan
Sebagai negara kepulauan, Indonesia banyak memiliki wilayah

pesisir yang potensial untuk mendukung proses pembangunan. Secara
definitif, wilayah pesisir merupakan wilayah peralihan antara ekosistem
darat dan laut yang saling berinteraksi (Menteri Kelautan, 2002).
Interpretasi definisi tersebut ialah bahwa wilayah pesisir merupakan
wilayah tempat bertemunya lautan dengan daratan dimana terdapat
interaksi yang aktif antara dua ekosistem tersebut.
Sebagai tempat bertemunya dua ekosistem yaitu laut dan darat,
tentunya wilayah pesisir memiliki sumberdaya yang potensial. Potensi
sumberdaya alam tersebut meliputi segala yang berada di lautan dan di
daratan baik sumberdaya maritim maupun agraria. Sumberdaya tersebut
merupakan modal untuk mendorong percepatan proses pembangunan
ekonomi menuju perekonomian yang otonom, mandiri dan berdaulat
(Mudrajad, 2010)
Pembangunan

ekonomi

(economic

development)

merupakan

langkah substansial yang bertujuan untuk mencapai kehidupan yang lebih
baik melalui rasionalitas konsumsi dan meningkatkan produktifitas untuk
efektivitas dan efisiensi capaian tujuan pembangunan (Mudrajad, 2010).
Dengan wilayah pesisir, pembangunan ekonomi memiliki keterkaitan yang
erat. Pembangunan ekonomi dan wilayah pesisir berintegrasi dalam sebuah
kajian mengenai tentang peningkatan kapasitas produksi untuk melakukan
pembangunan ekonomi maritim di daerah pesisir pantai yang berinteraksi
dengan laut sebagai media atau arena pembangunan.
2.1.4

Terminologi Pembangunan Ekonomi Maritim
Berkaitan dengan istilah pembangunan ekonomi maritim, terdapat

beberapa terminologi yang berkaitan dengan hal ini yaitu maritim,
kelautan, kepualauan dan archiepelago. Maritim diartikan sebagai

kegiatan pesisir pantai sampai laut. Arena pembangunan maritim meliputi
perairan atau laut yang luas. Kelautan sendiri sering disama-artikan dengan
maritim. Kelautan dikonotasikan dengan laut dan sumberdaya kelautan
yang dimilikinya. Sementara maritim dikaitkan dengan kegiatan laut
beserta sarana yang digunakan. Kepulauan menekankan pembangunan di
pulau-pulau dan keterkaitan antar pulau yang dihubungkan oleh perairan
dimana penekanannya adalah pada daratan pulau (Adisasmita, Raharjo.
2013).
Konsep dari terminologi pembangunan ekonomi maritim sendiri
sangat tepat jika disandingkan dengan Indonesia. Sebagai negara
kepulauan yang banyak terdapat wilayah pesisir, pembangunan ekonomi
maritim merupakan langkah substansial yang bilamana dilakukan secara
terstruktur dan baik memberikan dorongan terhadap perekonomian.
Maritim yang kuat akan memenciptakan kemandirian ekonomi dan dapat
memultiplier terhadap sektor-sektor lainnya. Kemandirian ekonomi di
sektor maritim akan menjadikan Indonesia sebagai negara yang memiliki
kekuatan fundamental ekonomi yang kuat dan berdaulat.
2.2

Kerangka Berpikir
Peningkatan kualitas masyarakat di daerah pesisir merupakan salah satu

cara agar wilayah pesisir berperan secara optimal dalam mendukung jalannya
proses pembangunan. Sebagai wilayah yang sebagian besar wilayahnya adalah
laut, seharusnya kekuatan maritim Indonesia dapat diandalkan. Wilayah pesisir
pada laut menyediakan berbagai sumberdaya alam yang melimpah. Mulai dari
sumberdaya maritim maupun agraria, semua tersedia dalam jumlah yang banyak.
Ini merupakan anugerah dari Tuhan yang harusnya dapat membuat perekonomian
Indonesia menjadi maju dan berdaulat.
Akan tetapi realitanya tidak demikian. Potensi dari wilayah pesisir
Indonesia yang begitu besar belum mampu memberikan manfaat nyata dalam
memajukan perekonomian. Wilayah pesisir Indonesia yang begitu luas seolah
hanya menjadi pelengkap dalam pembangunan. Padahal, seharusnya pesisir bisa
menjadi kekuatan ekonomi yang luar biasa bagi Indonesia.

Sebagian besar masyarakat pesisir bermata pencaharian sebagai nelayan,
baik nelayan tambak dan nelayan penangkap di lautan. Pada umumnya
nelayan melakukan usahanya dengan penggunaan teknologi seadanya dan
terlihat jelas nelayan belum mampu untuk memanfaatkan sumberdaya alam
secara optimal.
Tidak dapat dipungkiri bahwa masyarakat nelayan identik dengan
kemiskinan. Dengan semua keterbatasan yang mereka miliki, hasil tangkapan
mereka juga kurang optimal. Belum lagi kendala terbatasnya modal yang
mengharuskan mereka untuk meminjam uang kepada renteneir, membuat mereka
semakin menderita dengan ikatan bunga yang tinggi.
Bukan hanya modal saja yang menjadi faktor penentu terhadap rendahnya
pendapatan

nelayan,

alat

penangakapan

yang seadaanya

juga

menjadi

penentu jumlah produksi hasil penangkapan yang menjadi penentu pendapatan
nelayan. Pendidikan yang rendah dan budaya yang turun temurun untuk tidak
bersekolah tinggi menjadi faktor yang tidak kalah pentingnya. Untuk itu
sangat diperlukan suatu solusi yang dapat membantu nelayan dan keluarganya
dalam merubah sikap dan perilaku kearah yang lebih baik.

BAB III
METODE PENULISAN
3.1

Metode Penulisan
Penulisan karya ilmiah ini menggunakan metode penelitian terlebih

dahulu. Jenis penelitian yang digunakan oleh peneliti adalah pendekatan kualitatif
dengan jenis penelitian deskriptif. Pendekatan kualitatif diartikan sebagai
pendekatan penelitian yang menghasilkan berupa data, tulisan, dan tingkah laku
yang didapat dan apa yang diamati serta untuk memahami fenomena tentang apa
yang dialami oleh subyek penelitian.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang bertujuan untuk melukiskan
secara tepat sifat-sifat suatu individu, keadaan, gejala, dan sebagainya yang
merupakan obyek penelitian. Pelaksanaannya tidak terbatas kepada pengumpulan
data melainkan juga meliputi analisa dan interprestasi dari data itu. Dengan
demikian penelitian ini berusaha menurutkan, menganalisa, mengklasifikasi,
memperbandingkan dan sebagainya.
3.2

Lokasi Penelitian dan Jenis Data yang Digunakan
Lokasi yang menjadi tempat penelitian dalam tulisan ini adalah Desa

Percut, Kecamatan Percut Sei Tuan, Kabupaten Deli Serdang. Lokasi ini dipilih
karena desa tersebut merupakan desa yang memiliki sumberdaya alam yang
begitu melimpah (baik maritim maupun agraria) namun masyarakat hal tersebut
tidak berimbas pada kesejahteraan masyarakat setempat. Banyak dari masyarakat
Desa Percut yang masih berada dalam kategori ekonomi rendah.
Jenis data yang digunakan dalam penulisan ini menggunakan dua jenis
data. Jenis data tersebut adalah data text dan data image. Data text yaitu data
yang berbentuk alfabeth maupun angka numerik, dimana data text yang berbentuk
alfabeth merupakan data yang menjelaskan tentang keadaan, serta hal-hal yang
menyangkut kedalam penelitian ini. Sedangkan data text yang berbentuk angka
numerik adalah untuk menjelaskan data berupa angka tentang jumlah masyarakat
serta segala hal yang dapat dijelaskan dengan menggunakan data numerik atau
yang biasa dikenal dengan data angka. Jenis data kedua adalah data image. Data

image yaitu data yang memberikan informasi secara spesifik mengenai keadaan
tertentu melalui foto, diagram, dan sejenisnya (Fauzi, 2001).
Sumber data yang digunakan dalam penulisan ini adalah data primer dan
data sekunder. Data primer adalah data yang penulis dapat langsung dari lapangan
yang menjadi data penelitian. Sedangkan data yang kedua adalah data sekunder.
Dimana data sekunder adalah data yang bersifat tidak langsung, tetapi memiliki
fungsi sebagai salah satu aspek pendukung bagi keabsahan penulisan. Data ini
berupa sumber-sumber atau referensi tertulis yang berhubungan dengan
permasalahan penulisan. Pengumpulan data sekunder dalam penulisan ini
dilakukan dengan cara yang pertama adalah penulisan kepustakaan dan pencatatan
dokumen, yaitu dengan mengumpulkan hal-hal yang berkaitan dengan penelitian
yang dilakukan dan mengumpulkan data dan mengambil informasi dari bukubuku referensi, dokumen, majalah, jurnal. Data sekunder lainnya berasal dari hasil
penelusuran data online merupakan tata cara melakukan penelusuran data melalui
media online seperti internet atau media jaringan lainnya yang menyediakan
fasilitas online, sehingga memungkinkan penulisan dapat memanfaatkan data.
Informasi online yang berupa data maupun informasi teori, secepat atau semudah
mungkin dan dapat dipertanggungjawabkan secara akademis (Bungin, 2005).
3.3

Interpratasi Data
Dalam penulisan ini, semua data yang diperoleh pada umumnya masih

dalam bentuk catatan lapangan, dokumentasi resmi dalam bentuk foto, maupun
dalam bentuk rekaman. Setelah data tersebut dibaca, dipelajari dan ditelaah. Maka
langkah selanjutnya adalah mengadakan reduksi data dengan cara abstraksi.
Abstraksi merupakan rangkuman yang terperinci dan merujuk pada inti temuan
data dengan cara menelaah pernyataan-pernyataan yang diperlukan agar tetap
berada pada fokus penelitian. Setelah itu data tersebut disusun dan
dikategorisasikan serta diinterpretasikan secara kualitatif sesuai metode penulisan
yang telah ditetapkan.

BAB IV
PEMBAHASAN
4.1

Profil Desa Percut
4.1.1

Kondisi Geografis
Desa percut adalah salah satu desa di wilayah pesisir barat

Sumatera Utara. Desa ini berada di Kecamatan Percut Sei Tuan,Kabupaten
Deli Serdang dengan luas wilayah 1063 ha. Letak Desa Percut
berdampingan dengan sungai Sei Tuan yang mengalir menuju perairan
Selat Malaka. Desa Percut berada

di Kecamatan Percut Sei

Tuan

Kabupaten Deli Serdang Propinsi Sumatera Utara dengan luas wilayah
1063 ha. Kondisi dari desa Percut adalah

berketinggian 2 meter diatas

permukaan laut. Dengan curah hujan 0-278 mm/tahun. Topografi desa
yaitu dataran rendah dengan suhu udara rata-rata 230C - 300 C. Bagian
utara

Desa

Percut

dialiri

oleh

sungai

yang

penduduk

sekitar

menamakannya dengan sungai Sei Tuan.
Jarak orbitasi Desa Percut dari pusat pemerintahan kecamatan
berjarak +17 km, dari pusat pemerintahan ibu kota kabupaten berjarak +50
km dan dari pusat pemerintahan daerah tingkat I/propinsi berjarak +20 km.
Untuk akses transportasi darat kondisinya belum begitu baik, masih seperti
kondisi jalan pedesaan pada umumnya . Adapun batas-batas desa
penelitian ini adalah
 Sebelah utara berbatasan dengan Selat Malaka
 Sebelah selatan berbatasan dengan Desa Cinta Rakyat
 Sebelah barat berbatasan denagan Desa Tanjung Rejo
 Sebelah timur berbatasan dengan Desa Cinta Damai dan Desa
Pematang Lalang

4.1.2

Kondisi Demografis

Penduduk desa penelitian berjumlah 11010 jiwa dengan perincian
2607 kepala keluarga (KK). Untuk lebih jelas mengenai keadaan
penduduk desa menurut jenis kelamin dapat dilihat pada tabel berikut :
No.
1
2

Jenis Kelamin

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

Laki-Laki
5575
50.64
Perempuan
5435
49.36
Jumlah
11010
100
Tabel : 1. Penduduk Desa Percut berdasarkan jenis kelamin
Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk pria lebih
banyak dibandingkan dengan jumlah perempuan. Jumlah penduduk lakilaki sebanyak 5575 jiwa dengan persentase 50.64 % jumlah penduduk
wanita 5435 jiwa dengan persentase 49.36 % . Selanjutnya distibusi
penduduk menurut kelompok umur di desa dapat dilihat pada tabel berikut
:

No.
1

Kelompok Usia (Tahun)
0–3

Jumlah (Jiwa)
890

Persentase (%)
890

2

4-6

910

910

3

7 - 12

833

833

4

13 - 15

732

732

5

16 - 18

1495

1495

6

> 19

6150
6150
Jumlah
11010
100
Tabel : 2. Penduduk Desa Percut berdasarkan kelompok usia
Dari tabel 6 dapat dilihat bahwa jumlah penduduk terbanyak pada
kelompok umur > 19 tahun sebanyak 6150 jiwa dengan persentase 55.86
% sedangakan jumlah penduduk < 19 tahun sebanyak 4860 jiwa dengan
persentase 44,14 %.
Kondisi Desa Percut yang terletak di kawasan pesisir menyebabkan
distribusi lapangan usaha penduduknya terpusat pada sektor nelayan.
Namun, selain itu ada juga penduduk yang menggeluti sektor lapangan
usaha lainnya seperti pegawai pemerintah (TNI/Polri, PNS), petani,

pedagang dan sebagainya. Sebagai penjelas, dapat dilihat pada tabel di
bawah ini :
No.
1

Pekerjaan

Jumlah (Jiwa)

Persentase (%)

Karyawan
a. Pegawai negeri

194

7.44

b. ABRI

14

0.54

c. Swasta

120

4.60

2

Wiraswasta/pedagang

600

23.01

3

Tani

300

11.51

4

Pertukangan

45

1.73

5

Buruh tani

400

15.34

6

Pensiunan

60

2.30

7

Nelayan

850

32.61

8

Pemulung

4

0.15

9

Jasa

20
0.77
Jumlah
2607
100
Tabel : 3. Penduduk Desa Percut berdasarkan pekerjaan
Dari tabel 7 dapat dilihat jumlah penduduk yang bermata
pencaharian sebagai nelayan paling besar yaitu 850 KK dengan persentase
32.61 % jumlah penduduk yang bermata pencaharian terkecil adalah
sebagai pemulung yaitu sebanyak 4 KK dengan persentase 0.15 %.
Selanjutnya distribusi penduduk menurut agama dapat dilihat pada tabel
ini :

No.
1 Islam

Agama

Jumlah (Jiwa)
9418

Persentase (%)
85.54

2

Kristen

839

7.62

3

Katholik

85

0.77

4

Budha

668
Jumlah
11010
Tabel : 4. Penduduk Desa Percut berdasarkan agama

6.07
100

Dari tabel 4 dapat dilihat bahwa penduduk di desa menganut
agama mayoritas adalah islam yaitu 9418 jiwa dengan persentase 85.54 %
penduduk di Desa Percut yang menganut agama minoritas adalah katholik
yaitu 85 jiwa dengan persentase 0.77 %. Distribusi penduduk berdasarkan

tingkat pendidikan formal di desa precut dapat dilihat pada tabel dibawah
ini :
No.
Tingkat Pendidikan
1 Taman kanak-kanak

Jumlah (Jiwa)
123

Persentase (%)
1.54

2

SD

1882

23.51

3

SMP/SLTP

1618

20.20

4

SMA/SLTA

3783

47.23

5

Akademik (D1-D3)

25

0.31

6

Sarjuana (S1-S3)

45

0.56

7

Pendidikan khusus
a. pondok pesantren

27

0.34

b. madrasah

450

5.62

c. pendidikan agama

30

0.38

d. kursus/keterampilan
25
0.31
Jumlah
8009
100
Tabel : 5. Penduduk Desa Percut berdasarkan tingkat pendidikan
Dari tabel 9 dapat dilihat bahwa penduduk desa berdasarkan
tingkat pendidikan formal yang terbesar berpendidikan SMA/SLTA yaitu
sebesar 3783 jiwa dengan persentase 47.23 % jumlah penduduk desa
berdasarkan tingkat pendidikan formal yang terkecil berpendidikan
akademik (D1-D3) dan pandidikan khusus kursus keterampilan yaitu
sebesar 25 jiwa dengan persentase 0.34 %.

4.2

Hambatan Pembangunan Desa Percut
4.2.1

Kemiskinan Struktural dan Kemiskinan Kultural Masyarakat

Pesisir
Kemiskinan adalah fenomena yang umumnya melekat pada
kehidupan masyarakat pesisir, hal ini pula terjadi di Desa Percut.

Penduduk Desa Percut umumnya masih hidup dalam jebakan kemiskinan
yang struktural dan kemiskinan kultur (culture poverty) (Ramli dalam
Kota Pantai, 2014). Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor, di antaranya :
1. Program pemerintah yang kurang mendukung kegiatan
ekonomi masyarakat desa tersebut.
2. Tidak adanya pasar input untuk keperluan produksi dimana
kebutuhan

input produksi masyarakat untuk memenuhinya

harus pergi ke kota. Contohnya, kebutuhan nelayan untuk
melaut seperti alat pancing, jaring, dan sebagainya masih harus
di peroleh langsung di kota.
3. Pasar output yang terbatas. Dimana kreatifitas masyarakat
dalam memanfaatkan sumberdaya sekitar belum dipergunakan
agar memiliki nilai ekonomis dan di perjual-belikan. Belum
terlaksananya sistem perdagangan yang baku di tempat
pelelangan ikan (TPI)
4. Belum adanya lembaga peneliti di desa tersebut sehingga tidak
ada yang menstimulasi masyarakat untuk melakukan inovasi
dan kreativitas serta penggunaan teknologi pada masyarakat
desa.
5. Belum adanya kegiatan perbankan di Desa Percut. Sehingga
permodalan usaha masyarakat terbatas dan cenderung lemah.
6. Belum adanya pemberdayaan kegiatan ekonomi atau lembaga
ekonomi seperti koperasi. Koperasi-koperasi yang pernah ada
di Desa Percut sebelumnya telah gulung tikar akibat
pengelolaan yang kurang baik.
Kultur kemiskinan juga seolah menjadi budaya di masyarakat Desa
Percut. Gejala ini di sebabkan karena kebiasaan masyarakat yang malas
yang dan cenderung hanya membuang-buang waktu untuk hal-hal yang
tidak bermanfaat seperti duduk-duduk di warung kopi padahal mereka
memiliki banyak waktu untuk mencari penghasilan tambahan. Kebiasaan
tersebut menghilangkan ruang bagi mereka untuk dapat memperoleh
penghasilan lebih banyak lagi dan memperbaiki kehidupan ekonominya.

Dan pada akhirnya masyarakat menaruh harapan besar pada bantuan
pemerintah. Kebiasaan mereka yang hanya mengharapkan pemerintah
menjadikan mereka terjebak dalam siklus hidup yang sedemikian. Hal ini
di tandai dengan banyaknya kelompok-kelompok serikat nelayan yang di
dirikan oleh para nelayan di Desa Percut. Dimana penyaluran bantuan dari
pemerintah haruslah melalui kelompok masyarakat yang dimaksudkan
untuk kemudian didistribusikan kepada orang-orang yang bergabung
dalam kelompok tersebut. Namun hal ini juga tidak efektiv mengingat
jumlah kelompok masyarakat yang sudah terlalu banyak, menyebabkan
tidak adanya integrasi bantuan pemerintah dan koordinasi yang baik antara
kelompok nelayan dengan masyarakat yang bersangkutan.
4.2.2

Apresiasi Rendah Masyarakat Terhadap Pendidikan
Faktor penting lainnya dari penyebab kemiskinan masyarakat

adalah rendahnya tingkat pendidikan yang juga menjadi penghambat
pertumbuhan ekonomi di desa pesisir begitu pula di Desa Percut. Seperti
yang kita tahu, salah satu bagian terpenting dari perekonomian adalah
faktor kualitas sumberdaya manusia. Sumberdaya manusia yang
berkualitas akan memacu jalannya pembangunan dengan kualitas yang
akan berdampak multiplier kepada masyarakat luas (Rujiman, 2013).
Kualitas sumberdaya manusia dapat ditingkatkan dengan memacu
intelegensi melalui jenjang pendidikan formal maupun non-formal
(Mulyadi, 2003). Hal ini yang menjadi salah satu masalah sulitnya
mengembangkan ekonomi masyarakat Desa Percut. Apresiasi rendah
masyarakat terhadap pendidikan menyebabkan mereka terjebak dalam
kondisi perekonomian yang cenderung statis.
Masyarakatnya

Desa

Percut

umumnya

mengesampingkan

pendidikan dan cenderung meniru apa yang dilakukan orang tuanya atau
orang-orang yang mereka anggap panutan. Termasuk para orang tua juga
mengarahkan anaknya untuk tidak bersekolah tinggi agar dapat segera
mencari penghasilan sendiri.

Suatu fakta yang cukup menarik memang bahwa penduduk Desa
Percut yang berprofesi sebagai nelayan sejatinya mampu untuk
menyekolahkan

anak-anaknya. Secara ekonomi, mereka memiliki

kemampuan untuk memberikan pendidikan yang memadai bagi anakanaknya. Namun kecenderungan yang terlihat di lapangan bahwa sebagian
besar anak-anak desa ini tidak bersekolah. Mereka menganggap
bahwasanya pendidikan itu tidak terlalu penting karena “jika anak sudah
mengenal duit jadi tidak ada lagi niat untuk sekolah”.
Inilah yang menyebabkan perekonomian masyarakat setempat
tidak progresif. Rendahnya tingkat pendidikan masyarakat secara umum
menyebabkan mereka sulit untuk melakukan inovasi dan kreasi terhadap
sumberdaya alam yang ada, terlebih pada hasil tangkapan nelayan.
Padahal, berkah akan sumberdaya alam yang melimpah dapat lebih
mereka optimalkan jika dikelola menjadi suatu produk yang nilai jualnya
bisa jauh lebih tinggi dari penjualan sumberdaya dalam bentuk mentah.
Lemahnya inovatif dan kreativitas masyarakat menghilangkan kesempatan
mereka untuk mendapatkan hasil yang lebih banyak dari sumberdaya alam
yang

tersedia.

Dan

apresiasi

yang

rendah

terhadap

pendidikan

menyebabkan mereka terjebak dalam profesi sebagai pekerja kasar seperti
nelayan, petani dan pekerja kasar yang berpenghasilan sedemikian.
4.2.3

Pengelolaan Sumberdaya yang Tidak Optimal
Desa Percut sejatinya merupakan salah satu desa yang penyedia

kebutuhan untuk konsumsi sumberdaya lautan untuk masyarakat kota
Medan. Dapat dikatakan Desa Percut merupakan hinterland bagi
masyarakat kota Medan dalam hal pemenuhan protein hewani berupa ikan
laut. Penduduk Desa Percut yang berprofesi sebagai nelayan umumnya
menjual hasil tangkapannya ke Tempat Pelelangan Ikan (TPI) di Percut
bagian utara dan dari situ para tengkulak memasarkan hasil tangkapan
nelayan tersebut ke daerah-daerah lain, termasuk Medan. Namun
pendapatan yang diterima dari hasil menjual ikan tangkapan tersebut
tidaklah optimal. Masyarakat setempat (terutama nelayan) masih belum

dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Terlebih untuk meningkatkan
kualitas dan taraf hidupnya.
Nelayan di desa Percut masih menggunakan cara yang sangat
konvensional dalam mengeksploitasi kekayaan yang ada di laut sekitar
mereka. Cara yang digunakan seperti nelayan pada umumnya, yaitu pergi
ke tengah laut dan menangkap ikan dengan cara menjala, memancing,
menombak, memasang pukat, dan sebagainya. Dan hasilnya juga seperti
biasa saja sebagaimana umumnya nelayan-nelayan di Indonesia. Lebih
parahnya lagi, nelayan di Desa Percut memiliki kebiasaan memisahkan
hasil tangkapannya antara ikan yang besar dan ikan yang kecil. Para
nelayan cenderung hanya menjual hasil laut yang ukurannya besar dan
membuang ikan-ikan kecil. Mereka menganggap hanya ikan besar yang
memb erikan hasil optimal dan ikan kecil tidak layak dijual.
Ini merupakan kekeliruan yang sangat fatal dari masyarakat.
Seluruh ikan tangkapan nelayan (baik yang kecil maupun besar) sejatinya
sama-sama memiliki nilai jual. Hanya saja terdapat perbedaan harga di TPI
antara ikan dengan postur kecil dan ikan dengan postur besar. Ikan-ikan
kecil dihargai lebih rendah dari harga ikan yang besar oleh tengkulak di
TPI setempat. Akibatnya masyarakat enggan untuk menjual ikan kecil dan
memilih untuk menjual ikan-ikan besar saja. Tidak menjadi masalah
mereka menjual ikan besar hasil tangkapan, namun sejatinya ikan-ikan
kecil tidak semestinya dibuang. Karena jika diolah lebih lanjut, ikan-ikan
kecil tersebut dapat diolah dan dijual menjadi suatu produk komoditas
baru yang bernilai jual lebih tinggi seperti ikan asin dan terasi.
Hal ini yang tentunya belum disadari oleh masyarakat setempat.
Polarisasi profesi pada sektor nelayan ditambah kurangnya wawasan
menyebabkan masyarakat gamang akan pembaharuan. Tanpa ada pihakpihak yang berusaha melakukan evolusi sosial, mereka hanya cenderung
mengikuti arus utama yang menjadi tradisi turun-temurun dari para
pendahulunya.
4.2.4

Stagnasi Ekonomi Masyarakat

Suatu ironi bagi negara maritim seperti Indonesia ialah masyarakat
nelayannnya merupakan golongan masyarakat termiskin di Asia bahkan di
dunia (Suara Pembaharuan, 18 November 2005 dalam Yuswar, 2007).
Walau data agregatif dan kuantitatif yang terpercaya tidak mudah
diperoleh, pengamatan visual yang langsung terjun ke kampung-kampung
nelayan dapat memberikan gambaran yang jauh lebih gamlang tentang
kemiskinan nelayan di tengah kekayaan laut yang begitu besar (Zainul.
Yuswar, 2007). Kemiskinan masyarakat pesisir bersifat multi-dimensi dan
disebabkan oleh tidak terpenuhinya hak-hak dasar masyarakat antara lain
kebutuhan pangan, kesehatan, pendidikan, pekerjaan dan infrastruktur
(DKP, 2005:10 dalam Yuswar, 2007)
Fenomena kemiskinan juga menjadi pemandangan yang umum
dijumpai di Desa Percut. Masyarakat desa ini umumnya hidup dalam
kondisi yang kumuh serta rumah-rumah mereka yang sangat sederhana.
Adapun beberapa rumah yang menonjolkan tanda-tanda kemakmuran
(rumah megah dan berantena parabola), rumah tersebut umumnya
dipunyai oleh pemilik kapal, pemodal atau rentenir yang jumlahnya tidak
signifikan, hanya segelintir orang saja. Dan sumbangsihnya untuk
kesejahteraan masyarakat sangat bergantung pada individu yang
bersangkutan.
Pemerintah

sendiri

untuk

telah

menyediakan

Program

Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisir (PEMP) untuk mendorong
pertumbuhan ekonomi masyarakat pesisir. Termasuk di Desa Percut,
masyarakatnya juga terimbas akan program ini. Namun segala bantuan
yang diberikan pemerintah tidak dipergunakan masyarakat untuk
memperbaiki ekonominya. Celakanya, mereka hanya menggunakan
bantuan tersebut untuk kepentingan jangka pendeknya seperti dengan
menjual kembali bantuan berbentuk barang ataupun menyewakannya
kepada orang lain
Hal ini utamanya yang menyulitkan ekonomi masyarakat setempat
untuk berkembang. Pola-pola pemikiran masyarakat yang konserpatif dan
konvensional menyebabkan perekomian daerah tersebut cenderung statis.

4.3

Perubahan Dinamika Masyarakat dari Statis Menuju Dinamis
Masyarakat pesisir Desa Percut cenderung rendah disebabkan budaya

masyarakat yang hanya mengikuti arus utama yang berkembang. Pola pemikiran
masyrakat

yang

konvesional

menyebabkan

sulitnya

untuk

mendorong

perekonomian mereka. Hal ini yang harus menjadi perhatian dari pemerintah
maupun pihak terkait untuk mendorong perubahan-perubahan masyarakat secara
ekonomi dan kelembagaan dari statis menuju dinamika yang progresif. Beberapa
hal yang dapat dilakukan antara lain :
4.3.1

Program Pemerintah yang Konstruktif
Pemerintah menyediakan beberapa program untuk meningkatkan

ekonomi masyarakat pesisir diantaranya Program Pemberdayaan Ekonomi
Masyarakat Pesisir (PEMP), Program Kemitraan Bahari (SEA GRAN
PROGRAM), Marine and Coastral Resources Management (MCRMP) dan
Swa Mitra Mina (Yuswar, 2007). Di Desa Percut, program pemerintah
yang berjalan ialah PEMP sejak tahun 2001.
Program Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Pesisisr (PEMP)
adalah program yang secara umum bertujuan meningkatkan kesejahteraan
masyarakat pesisir melalui penguatan permodalan, kelembagaan dan
kegiatan usaha ekonomi produktif lainnya yang berbasis sumberdaya lokal
dan berkelanjutan. Program PEMP di inisiasi untuk mengatasi dampak
kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) terhadap perekonomian
masyarakat pesisir, yang difokuskan pada penguatan modal melalui
perguliran Dana Ekonomi Produktif (DEP). Pengelolaan DEP dilakukan
oleh Lembaga Ekonomi Pengembangan Pesisir Mikro Mitra Mina (LEPPM3) dibentuk sebagai perusahaan milik masyarakat pesisir. Sumber dana
program ini berasal Program Konpensasi Pengurangan Subsidi Bahan
Bakar Minyak (PKPS-BBM) (Nuraini, 2008). Namun program pemerintah
ini belum optimal mendorong pembangunan ekonomi Desa Percut karena
bantuan dari pemerintah terbatas jumlahnya. Bantuan dari pemerintah
hanya untuk membantu nelayan dalam mengatasi dampak dari kenaikan

harga BBM. Sementara sebenarnya masyarakat membutuhkan bantuan
dalam bentuk lain seperti suntikan modal usaha.
Nelayan Desa Percut umumnya hanya memiliki modal yang kecil.
Mereka melaut hanya dengan peralatan seadanya yang masih tradisional
dan untuk kapal boatnya terkadang masih menyewa. Dengan peralatan
yang sangat sederhana ditambah dengan kewajiban membayar sewa atas
kapal menyebabkan pendapatan mereka menjadi tidak optimal. Bagi
masyarakat Desa Percut bekerja sebagai nelayan meski dapat memenuhi
kebutuhan hidupnya namun belum cukup dijadikan sebagai pilihan karena
perangkap

kemiskinan

nelayan

telah

berkorelasi

dengan

pola

pencahariannya yang fluktuatif.
Dalam hal ini peran pemerintah sangat dibutuhkan untuk
menstimulasi modal kepada masyarakat agar dapat berkembang. Suntikan
modal kepada masyarakat dapat membantu masyarakat untuk bekerja lebih
maksimal dalam meningkatkan pendapatannya Dengan modal yang cukup,
masyarakat dapat menggerakkan usahanya, terutama pada nelayan yang
notabene membutuhkan modal yang besar untuk melaut. Bergeraknya
usaha masyarakat juga akan mendorong meningkatkan ekonomi
masyarakat menuju ekonomi masyarakat pesisir yang mandiri.
4.3.2

Pemberdayaan Masyarakat Melalui Peran Perguruan Tinggi
Peran perguruan tinggi sangat menentukan dalam memacu

perubahan jalannya proses kemajuan masyarakat. Dengan berdasar pada tri
dharma, perguruan tinggi diharapkan lebih progresif dalam mempengaruhi
perubahan-perubahan masyarakat secara sistematis dan berdampak luas.
Di Desa Percut, perguruan tinggi sangat berperan sebagai agen
perubahan dan membantu masyarakat mengatasi masalah-masalah sosialekonomi yang mereka alami. Di Desa Percut dahulunya tidak ada tradisi
menabung, asuransi dan penggunaan teknologi masa kini untuk
meningkatkan produktifitas. Segala kegiatan masyarakat berjalan secara
tradisional dan alamiah. Hal ini dikarenakan arus informasi yang begitu
tertutup disebabkan minimnya tingkat pendidikan dan keterampilan

masyarakat serta sempitnya akses untuk menemukan informasi-informasi
baru secara cepat dan terkini.
Kehadiran para civitas akademika bagi masyarakat Desa Percut
bukanlah sesuatu yang baru. Beberapa perguruan tinggi di Sumatera Utara
(baik negeri maupun swasta) banyak yang datang ke Desa Percut untuk
melakukan penelitian, sosialisasi ataupun bakti sosial. Salah satu
perguruan tinggi yang pernah melakukan kunjungan ke desa ini adalah
Universitas Sumatera Utara yaitu dari mahasiswa Fakultas Pertanian.
Kunjungan mereka pada saat itu ialah yang sifatnya bakti sosial dan
sosialisasi kepada masyarakat tentang optimalisasi hasil alam di Desa
Percut. Namun sayangnya tidak adanya kontinuitas dan kesinambungan
dari program kunjungan tersebut. Bakti sosial hanya dilakukan sekali dan
setelah itu tidak ada keberlanjutan dari program tersebut.
Pola ini yang seharusnya diubah oleh perguruan tinggi ataupun
pihak terkait dalam melakukan pembinaan terhadap masyarakat,
khususnya masyarakat pesisir. Untuk melakukan perubahan pada
masyarakat sejatinya butuh kesabaran karena karakteristik masyarakat
yang berbeda-beda. Perlunya keberlanjutan dari suatu program pembinaan
terhadap masyarakat agar masyarakat secara perlahan dan bertahap dapat
merasakan manfaat dari hadirnya civitas akademika di tengah-tengah
mereka.
Pembinaan seperti program peningkatan keahlian dan keterampilan
masyarakat merupakan salah satu cara untuk memberdayakan masyarakat.
Dengan masyarakat yang memiliki keahlian serta terampil dalam
mengelola sumberdaya, masyarakat pesisir memiliki ruang untung
mengembangkan ekonominya. Keterampilan mereka dalam mengelola
sumberdaya jika di agregasi dapat menyebabkan dampak multiplier yang
positif bagi perekonomian nasional mengingat Indonesia merupakan
negara yang memiliki banyak wilayah pesisir. Oleh karena itu, pembinaan
masyarakat secara simlutan dan berkelanjutan oleh civitas akademika
sangat diperlukan guna meningkatkan kedaulatan maritim atas kekayaan
laut Indonesia.

4.4

Menuju Perekonomian Berbasis Kelautan
Indonesia memang dikenal sebagai negara agraris yang masyarakatnya

umumnya menggeluti sektor pertanian untuk pemenuhan kebutuhannya. Namun
sebagai negara kepulauan yang terdapat banyak wilayah pesisir sudah sepatutnya
Indonesia berdaulat dari sektor maritim. Wilayah pesisir yang menyajikan banyak
sumberdaya alam dapat menjadi modal untuk membangun perekonomian.
Sumberdaya alam pesisir yang melimpah menjadikan ekonomi maritim sebagai
salah sektor andalan dalam menyumbang pertumbuhan ekonomi. Namun hingga
saat ini, sektor maritime belum memberikan peran yang berarti terhadap
perekonomian negara. Lemahnya peran sektor maritim menyebabkan sektor ini
kurang diminati untuk dikembangkan baik oleh investor asing maupun lokal.
Prof. DR. Rokhmin Dahuri (2005, dalam Yuswar, 2007) menggagas
perlunya paradigma baru dalam membangun Indonesia yang berbasis kelautan.
Profil

pembangunan

kelautan

Indonesia

kedepan

adalah

suatu

sistem

pembangunan yang memanfaatkan ekosistem laut beserta segenap sumberdayanya
untuk kesejahteraan bangsa secara berkelanjutan (on a sustainable basis). Tujuan
pembangunan kelautan hendaknya tidak semata-mata mengejar pertumbuhan
ekonomi (economic growth) melainkan untuk mewujudkan kemakmuran,
pemerataan kesejahteraan (social equity) dan terpeliharanya daya dukung dan
kualitas lingkungan pesisir serta lautan secara proporsional (Yuswar, 2007).
Gagasan paradigma pembangunan ini selain mendasarkan pada potensi,
peluang, permasalahan, kendala dan kondisi pembangunan kelautan juga
mempertimbangkan pengaruh lingkungan strategis terhadap pembangunan
nasional. Letak geografis dan kandungan sumber daya kelautan yang dimiliki
Indonesia memberikan pengakuan bahwa Indonesia merupakan negara maritim
dan kepualauan terbesar di dunia (DKP, 2005). Dengan luas laut yang jauh
melebihi luas daratannya menyebabkan Indonesia sarat akan potensi sumberdaya
laut yang sangat besar. Kondisi geografis ini diperkutan dengan kenyataan bahwa
Indonesia berada dalam kawasan geopolitik yaitu Pasifik dan Hindia yang
merupakan kawasan yang paling dinamis dalam hubungan politik, pertahanan dan
keamanan dunia.

Untuk mewujudkan hal tersebut diperlukan model pembangunan
berkelanjutan yang mencakup konteks pengelolaan sumberdaya berbasis kelautan
yang tertuang dalam konsep pembangunan kelautan berkelanjutan (sustainable
marine development). Konsep ini secara teknis merupakan suatu upaya
pemanfaatan dan jasa-jasa lingkungan yang terdapat di kawasan pesisir untuk
kesejahteraan manusia yang menjadi stakeholders dari pembangunan tersebut.
Selain itu terdapat beberapa alasan yang memperkuat mengapa ekonomi kelautan
harus dijadikan arus utama pembangunan nasional baik dalam sosial politiknya,
diantaranya :
1. Melimpahnya sumberdaya kelautan dan perikanan menyebabkan hal
tersebut menjadi keunggulan komparatif sekaligus kompetitif yang
sangat tinggi
2. Sumberdaya kelautan merupakan sumberdaya yang senantiasa dapat
diperbaharui (renewable resources) sehingga keunggulan komparatif
dan kompetitif ini dapat bertahan lama asalkan dikelola secara arif dan
bijaksana
3. Keterkaitan kuat antara industr berbasis kelautan dengan industri dan
aktivitas ekonomi lainnya. Dengan mengembangkan industr kelautan
maka akan mendoroang aktivitas ekonomi sektor lainnya seperti usaha
transportasi laut, komunikasi, perdagangan, dan sebagainya
Pembangunan berbasis sumberdaya kelautan merupakan suatu konsep
strategis yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah ekonomi yang terjadi di
negara ini. Maka dari itu, konsep ini harus dikembangkan guna memperkuat dan
memperkokoh struktur perekonomian nasional. Dengan memanfaatkan ekonomi
masyarakat wilayah pesisir seperti Desa Percut maka denyut perekonomian
nasional akan terpacu seiring dengan optimalisasi pengelolaan sumberdaya
kelautan tersebut.

Gambar : 1. Kondisi akses jalan Desa Percut

Gambar : 1. Kondisi jalanan Desa Percut

Gambar : 2. Perahu (boat) nelayan yang sedang merapat

Gambar : 3. Suasana di Tempat Pelelangan Ikan (TPI)

Gambar : 3. Pembeli dan pedagang di TPI berinteraksi

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut :
1. Desa Percut merupakan salah satu desa yang terletak di Kabupaten
Deli Serdang Provinsi Sumatera Utara tepatnya di pesisir pantai barat
Sumatera dan merupakan salah satu kawasan hinterland bagi Kota
Medan
2. Sebagai desa yang terletak di kawasan pesisir, Desa Percut memiliki
sumberdaya alam yang sangat melimpah baik dari sektor maritim
maupun

agraria.

Namun

kekayaan

tersebut

belum

mampu

dimanfaatkan masyarakat setempat secara optimal untuk meningkatkan
kesejahteraannya
3. Masyarakat Desa Percut terjerat dalam jebakan kemiskinan structural
dan kemiskinan kultural. Hal ini menyebabkan roda perekonomian
masyarakat yang berjalan sangat lamban
4. Rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya perhatian dari berbagai
pihak (khususnya pemerintah dan akademisi) dalam hal pemberdayaan
masyarakat pesisir menjadi faktor pemicu hal tersebut.
5. Tingkat pendidikan yang rendah menyebabkan minimnya ilmu dan
informasi yang diterima masyarakat. Hal ini berdampak pada pola
pikir mereka yang cenderung konvensional dan cenderung tidak
berniat melakukan pembaharuan. Hanya mengikuti arus utama saja
yang umumnya sudah menjadi tradisi yang telah mengakar selama
bertahun-tahun
6. Untuk melakukan perubahan pada masyarakat pesisir dibutuhkan suatu
proses dan peran pemerintah dan akademisi sebagai agen perubahan
guna membangun masyarakat pesisir yang berdaya dan mandiri
7. Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia Indonesia memiliki potensi
wilayah pesisir yang cukup besar. Wilayah pesisir sejatinya jika
dikelola secara optimal akan menciptakan dampak yang signifikan
dalam memajukan perekonomian
8. Pembangunan Indonesia kedepannya haruslah berorientasi pada
pembangunan

kelautan

berkelanjuta