T1__BAB II Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: An Annotated Translation of The Figurative Language in Mark Twain’s “Was It Heaven? or Hell?” T1 BAB II

CHAPTER II TARGET TEXT & SOURCE TEXT

A. Target Text

Apakah Itu Surga? Atau Neraka? Mark Twain (1835-1910)

BAGIAN I

[1.1] ―Kau mengakuinya—kau benar-benar mengakuinya—kau berbohong!‖

BAGIAN II

[2.1] Keluarga itu terdiri dari empat orang: Margaret Lester, seorang janda berumur tiga puluh enam tahun; anaknya, Helen Lester, berumur 16 tahun, dan bibi dari Ny. Lester, Hannah dan Hester Gray, wanita kembar berumur enam puluh tujuh tahun yang tak menikah. Bangun dan tidur, tiga wanita itu menghabiskan hari-harinya dengan mengagumi satu-satunya gadis muda di rumah itu; melihat setiap gerak gerik semangat mudanya yang manis yang tercermin dari wajahnya; menyegarkan sanubari mereka dengan bayangan dari masa muda serta kecantikannya; mendengarkan suaranya yang bak alunan musik; dengan penuh rasa syukur menyadari betapa kaya dan adilnya dunia ini bagi mereka atas kehadiran dirinya; dan betapa mengerikannya membayangkan bila cahaya itu hilang.

[2.2] Pada dasarnya —dan di dalam hatinya—para bibi yang sudah berumur itu adalah pribadi yang penuh kasih sayang, penuh cinta dan orang yang baik, tapi jika sudah berhubungan dengan masalah moral dan kedisiplinan maka tak ada yang namanya kompromi. Mereka sangat disiplin hingga membuat mereka tampak keras, tapi bukan jahat. Pengaruh mereka sangat kuat di dalam rumah itu; teramat kuat hingga ibu dan anak itu menyesuaikan diri dengan semua tuntutan moral serta agama dengan penuh semangat, senang hati, bahagia, dan tanpa ragu. Melakukan itu semua sudah menjadi kebiasaan bagi mereka. Rumah ini adalah surga yang penuh kedamaian, di dalamnya tak ada yang namanya pertentangan, kejengkelan, usikan, maupun rasa iri hati.

[2.3] Di dalamnya tak ada tempat untuk sebuah kebohongan. Di dalamnya kebohongan adalah sesuatu yang tak terpikirkan. Di rumah ini kata-kata terbatas hanya pada kebenaran mutlak. Kebenaran bersifat membelenggu, yang tak bisa ditawar serta tak mengenal kompromi, jika tidak mematuhinya maka akan ada konsekuensi yang harus di tanggung. Hingga pada satu hari, keadaan berada di bawah tekanan. Anak kesayangan rumah itu menodai bibirnya dengan kebohongan —dan dengan tangisan dan perasaan tercela ia mengakuinya. Seolah-olah langit sudah roboh dan ambruk serta bumi telah jatuh menuju kehancuran, tak ada satu katapun yang dapat melukiskan ketakutan dari para bibi itu. Mereka duduk bersebelahan, pucat dan tegang, menatap dalam diam pada sang pelaku yang sedang berlutut di hadapan mereka dengan wajah tertunduk malu, merintih dan menangis, sembari memohon maaf tapi tak kunjung ditanggapi. Dengan penuh rasa rendah hati menciumi tangan bibi itu satu persatu, tapi itu hanya membekaskan sebuah penderitaan yang disebabkan oleh mulut tercemarnya itu.

[2.4] Dua kali, dalam beberapa jeda, bibi Hester berkata dalam rasa tercengang yang beku: ―Kau berbohong?‖ Dua kali, dalam beberapa jeda, bibi Hana mengikuti dengan menggerutu dan tersentak : ―Kau mengakuinya—kau benar-benar mengakuinya—kau berbohong!‖

Hanya ini yang dapat mereka katakan. Situasi ini benar-benar baru, keterlaluan, tak masuk akal; mereka tak dapat mengertinya, dan tak tahu bagaimana menghadapinya, mereka tak mampu berkata-kata. Setelah sekian lama akhirnya diputuskan bahwa anak berdosa itu harus dibawa pada ibunya yang sedang sakit dan harus mengetahui apa yang telah terjadi. Helen memohon, meminta dengan sangat agar ia diselamatkan dari aib ini, dan meminta agar ibunya dapat pula diselamatkan dari kenestapaan dan lara oleh ini semua. Tapi itu tak mungkin, sebuah tanggung jawab membutuhkan pengorbanan, tanggung jawab harus didahulukan sebelum semua hal, tak ada yang dapat bebas dari sebuah tanggung jawab, sebuah tanggung jawab tak mengenal kompromi. Helen masih memohon dan berkata bahwa dosa ini hanya miliknya saja. Tak ada hubungannya dengan ibunya —mengapa dia juga harus dibuat menderita olehnya? Tapi para bibi itu sangat keras kepala dengan kebijakan mereka itu, dan berkata bahwa hukuman atas sebuah dosa berhak dilimpahkan pada orang tua demi anaknya. Dan oleh sebab itu sang ibu dari seorang anak yang berdosa harus tetap menanggung penderitaan dan mendapat bagian dari kenestapaan dan kesengsaraan serta rasa malu sebagai pembalasan dari sebuah perbuatan dosa.

[2.5] Ketiganya menuju ke kamar si sakit. Kali ini dokter tampak mendekati rumah itu. Tapi ia berusaha menjaga jarak. Dia adalah seorang dokter sekaligus pria yang baik dan mempunyai hati yang baik pula. Tapi orang yang mengenalnya dalam satu tahun pertama akan membencinya, tahun kedua akan belajar bertahan dengannya, tahun ketiga untuk belajar menyukainya, dan tahun ke empat serta lima untuk bisa hidup bersama dengannya. Itu semua memang pelajaran yang terasa lama dan membutuhkan usaha tapi hasilnya juga setimpal. Dia berperawakan tinggi dengan rambut singa, berwajah garang, bersuara berat, dan mata yang kadang-kadang memiliki pancaran seperti seorang bajak laut dan terkadang seperti seorang wanita, tergantung bagaimana suasana hatinya. Dia tak tahu apa-apa tentang etiket dan juga tak mempedulikannya. Cara bicaranya, tata krama, sikap, dan tingkah lakunya sangat bertentangan dengan kebiasaan yang ada. Dia amat jujur, ia dapat memberikan opininya pada persoalan apapun, dan tak segan-segan menyampaikannya tanpa peduli sedikitpun apakah orang lain akan menyukainya atau tidak. Siapa yang ia cinta akan dicintainya, yang benci akan dibencinya, dan akan menunjukannya pada semua orang.

[2.6] Di masa mudanya ia adalah seorang pelaut, dan angin laut dari seluruh lautan masih terhembus darinya. Dia adalah seorang Kristen yang taat dan kuat, dan dipercaya bahwa dia adalah yang terbaik yang pernah ada. Seorang Kristen yang bijaksana, sehat, yang pikirannya dipenuhi dengan akal sehat, dan tanpa kebusukan. Orang-orang yang mempunyai tujuan untuk kepentingan diri sendiri, atau mereka yang mempunyai alasan tertentu yang ingin mendapatkan sisi lembut dari dirinya, memanggilnya dengan sebutan Sang Kristen – sebuah ungkapan yang seperti sanjungan lembut bak melodi yang mengalun di telinganya, seseorang yang menganggap sebuah kejujuran adalah sebuah objek yang memikat dan jelas untuknya hingga pada titik ia bisa melihatnya bahkan ketika seseorang mengatakan dari mulutnya di dalam kegelapan.

[2.7] Mereka yang menyukainya akan dengan tulus berdiri di sisinya dan tanpa malu memanggil dirinya menggunakan sebutan yang luar biasa itu. Karena mampu melakukan apa saja yang bisa menyenangkan hatinya merupakan suatu kegembiraan bagi mereka. Dan untuk musuh-musuh yang membencinya, dengan hasrat serta ketulusan hati yang ia miliki, ia merubah dan merawat mereka hingga menjadi lebih baik hingga ia d ijuluki sebagai ‗Satu-satunya orang

Kristen.‘ Dari kedua sebutan-sebutan itu, sebutan yang terakhir memiliki aspek yang lebih luas; para musuh yang bahkan menjadi mayoritas pun mengakuinya. Hal apa pun yang sang dokter

percayai, dia akan mempercayai sepenuh hati dan akan memperjuangkannya kapanpun ia mendapat kesempatan. Jika kesempatan itu meluas melewati batas hingga bisa menjadi sebuah gangguan, ia akan menemukan cara untuk membuat kesempatan-kesempatan itu menyusut. Ia amatlah berteguh hati pada keyakinan dan pendiriannya, tak peduli dengan penilaian bahkan dari para moralis professional yang setuju dengannya atau tidak.

[2.8] Di laut, pada masa mudanya, ia biasa menggunakan kata-kata kotor dengan bebasnya. Tapi, sesegera ia bertaubat ia membuat sebuah aturan yang dengan taat ia patuhi, yaitu ia tak pernah menggunakan kata-kata kotor kecuali untuk alasan tertentu yang sangat amat langka, dan hanya jika ia sedang menjalankan sebuah tugas. Dia adalah seorang pemabuk berat ketika berada di kapal, tapi setelah ia berubah ia berhenti minum agar dapat menjadi sebuah contoh bagi para kaum muda. Sejak saat itu dan seterusnya ia jarang sekali minum. Tak pernah, kecuali jika ia memang harus melakukannya – suatu keadaan yang terjadi tak lebih dari lima kali dalam setahun. Semestinya, pria seperti itu sangat mudah terpengaruh, impulsif, dan emosional. Tak terkecuali yang satu ini, dan ia tak mempunyai sebuah kemampuan untuk menyembunyikan perasaannya; atau jika ia mempunyainya ia akan dengan mudah dapat melatihnya. Ia mempunyai hati yang kuat dan membanggakannya, dan ketika ia memasuki sebuah ruangan – ibarat kata – payung- payung besar akan terbuka untuknya, seperti itulah tanda-tandanya. Ketika cahaya yang halus terpancar dari matanya artinya sebuah persetujuan sekaligus sebuah doa; ketika ia datang dengan kerut di dahinya maka suhu akan menurun sepuluh derajat seketika. Dia adalah seorang pria yang sangat dicintai oleh teman-temannya, tapi terkadang ia juga seseorang yang paling ditakuti.

[2.9] Ia mempunyai kasih sayang yang mendalam terhadap keluarga Lester dan beberapa anggota keluarga itupun membalas perasaan itu dengan penuh minat. Mereka juga bersedih hati terhadap jenis agama Kristen yang dianutnya, dan oleh sebab itu pria itupun malah secara terang terangan mengejek mereka; akan tetapi sebenarnya kedua belah pihak mencintai satu sama lain. Dia mendekati rumah itu, dari kejauhan para bibi dan si pelaku berjalan menuju ke ruangan si sakit.

BAGIAN III

[3.1] Tiga orang wanita tadi berdiri di sisi tempat tidur; para bibi terlihat sangat tegang, si pelaku samar-samar terisak. Sang ibu menyandarkan kepalanya di atas bantal. Matanya yang lelah berbinar layaknya ekspresi seorang ibu yang melihat anaknya dengan rasa simpati dan kasih sayang. Ia membentangkan tempat perlindungan dan pertolongan bagi si anak itu di dalam pelukannya. ―Tunggu!‖ kata bibi Hannah. Ia mengeluarkan tangannya dan mencegah gadis itu melompat ke dalam pelukan ibunya.

[3.2] ―Helen,‖ kata bibi yang lainnya, ―katakan semuanya pada ibumu. Bersihkan jiwamu; akui semuanya dengan jujur.‖ Sambil berdiri dengan perasaan terluka dan putus asa oleh penghakiman yang diberikan padanya, gadis muda ini terus meratapi kisah sedihnya, dan

kemudian dengan berani ia memohon ―Oh, Ibu, maukah kau mengampuniku? Tidak bisakah kau memaafkanku? Aku sangat hancur !‖ ―Memaafkanmu, sayangku? Sayang, kemarilah, peluklah aku! Di sini, sandarkanlah kepalamu padaku, dan rasakanlah kedamaian bahkan jika kau mengatakan beribu- ribu kebohongan.‖

[3.3] Terdengarlah sebuah suara – suara peringatan. Para bibi itu saling melirik, dan terlihat lesu. Di sana berdirilah sang dokter, wajahnya seperti sebuah awan mendung diiringi guntur. Si ibu dan putrinya tidak menyadari kehadirannya; mereka saling memeluk, hati ke hati, mengasyikan diri di dalam ruang tanpa batas, tak mempedulikan hal-hal yang lainnya. Dokter itu berdiri beberapa saat membelalak dan merasa suram terhadap pemandangan di hadapannya itu. Ia mempelajarinya; menafsirkannya; mencari tahu asal-muasal terjadinya peristiwa ini; kemudian ia menaikkan tangannya dan memberi isyarat pada para bibi. Mereka datang kepadanya dengan bergetar, dan kemudian berdiri dengan sopan di hadapannya. Dokter itu membungkuk kemudian berbisik,

[3.4] ―Bukankah sudah kukatakan pada kalian bahwa pasien itu harus dijauhkan dari hal-hal yang dapat membuatnya terkejut ? Apa yang sudah kalian lakukan? Tinggalkan tempat ini.‖

Mereka menaatinya. Setengah jam kemudain ia muncul di ruang tamu, tenang, gembira, cahaya matahari tampak menyinarinya, mengantarkan Helen dengan tangannya melingkar di pinggang Helen, membelainya, dan mengatakan hal-hal lembut dan lucu yang dapat menghiburnya; dan gadis itu juga tampak bahagia dan ceria kembali. ―Jadi sekarang,‖ katanya, ―pergilah, nak‖. Masuklah ke kamarmu dan jauhi ibumu, tenangkan dirimu. Tapi tunggu, julurkan lidahmu. Bagus, sudah cukup. Kau seperti orang aneh saja !‖ Dia menepuk pipinya lalu berkata , ―Pergilah sekarang, aku akan berbicara kepada para bibi.‖

[3.5] Gadis itu menghilang dari hadapannya. Wajah pria itu seketika kembali mendung; dan sesegera ia duduk ia mengatakan: ―Kalian telah melakukan banyak kerusakan – dan mungkin

hanya beberapa kebaikan. Wanita itu menderita penyakit tipus! Kupikir, kalianlah yang menyebabkan munculnya penyakit itu, dengan semua ketidakwarasan kalian, dan hal-hal yang telah kalian lakukan. Sebelumnya, aku memang tak bisa memutuskan apa penyakitknya‖.

[3.6] Dengan tiba-tiba saja wanita itu meloncat seketika, bergetar, terguncang, ketakutan, dan dipenuhi perasaan ngeri. ―Duduk! Apa yang akan kau lakukan?‖ ―Lakukan? Kita harus segera bertindak. Kita-- ‖ ―Kau tak bisa melakukan kebaikan apapun; kau sudah banyak menyakiti orang lain hari ini. Kalau begitu apakah kau mau berjanji akan membuang semua kejahatan besarmu

itu? Duduk, aku akan memberi tahumu. Aku sudah merencanakan agar dia bisa tidur dan beristirahat, ia membutuhkannya, jika kalian mengganggunya tanpa seijinku, aku bisa memukul kepala kalian dengan sangat keras – jika itu yang kalian inginkan.‖

[3.7] Mereka duduk dengan perasaan sedih sekaligus marah tetapi mereka tetap patuh karena terpaksa. Dokter itu melanjutkan: ―Sekarang setelah ini aku ingin mendapat penjelasan tentang masalah ini. Mereka berdua ingin menjelaskannya padaku – seolah-olah tak cukup emosi atau kegemparan yang terjadi pada mereka. Kau tahu apa yang aku perintahkan, lalu bagaimana bisa kalian masuk kesana dan membuat kekacauan?‖ Hester melihat ke arah Hannah; Hannah membalas pandangannya dengan

tatapan memohon kepada Hester. Tak satupun dari mereka yang ingin berada dalam situasi yang kejam ini. Dokter itu datang untuk memberikan pertolongan untuk mereka. Dia berkata:

―Mulailah, Hester.‖ Sambil memainkan rumbai-rumbai syal-nya dan menunduk, Hester berkata, dengan penuh rasa takut: ―Kami tak seharusnya melanggarnya bahkan dengan alasan apapun, tapi hal ini sangat penting. Ini adalah sebuah tanggung jawab. Dalam sebuah tanggung jawab maka tak ada pilihan, seseorang harus menyingkirkan semua pertimbangan dan melakukan tanggung jawab itu. Kami terpaksa harus mendakwanya di hadapan ibunya. Ia telah mengatakan

sebuah kebohongan.‖

[3.8] Dokter itu melotot pada wanita itu sejenak lalu mencoba untuk menjernihkan pikirannya serta mencoba memahami sepenuhnya kata-kata yg tak ia mengerti itu. Lalu ia berbalik menyerang: ―Dia mengatakan satu kebohongan! Betul kan? Diberkatilah jiwaku! Sejuta kebohongan aku katakan dalam sehari, begitu pula setiap dokter! Dan begitu pula setiap orang termasuk dirimu. Itulah hal terpenting yang mengijinkanmu melawan perintahku dan membahayakan keselamatan wanita itu! Lihatlah kemari, Hester Gray, ini sepenuhya adalah sebuah perbuatan gila; gadis itu berbohong bukan untuk menyakiti orang lain. Itu mustahil, sangat mustahil. Bahkan dirimu mengetahuinya —kalian berdua mengetahuinya; kalian sangatlah mengetahuinya.‖ Hanna datang untuk menyelamatkan saudaranya: ―Walaupun bukan kebohongan seperti itu yang Hester maksud, dan kenyataanya memang bukan. Tapi itu tetaplah

sebuah kebohongan.‖

[3.9] ―Baiklah, di samping kata-kataku tadi, aku tak pernah mendengar omong kosong seperti itu! Tak pernahkah kau tahu perbedaan antara berbohong untuk kebaikan dan berbohong untuk menyakiti seseorang?‖ ―Semua kebohongan adalah dosa besar,‖ kata Hanna sembari membentuk

bibirnya seolah-olah seperti sebuah mesin penjepit yang terus membuka dan menutup tiada henti; ―Segala macam kebohongan adalah terlarang‖

[3.10] ―Kristen satu-satunya‖ tersebut terlihat gelisah dan tak sabar di atas kursinya. Dia akan melawan kata-kata wanita tersebut, tetapi ia tak tahu bagaimana harus memulainya. Akhirnya, ia mulai berusaha: [3.11] ―Hester, akankan kau berbohong untuk menyelamatkan seseorang dari sebuah luka atau rasa m alu yang seharusnya tak ia dapatkan?‖ [3.12] ―Tidak.‖

[3.13] ―Bahkan jika seseorang itu adalah temanmu?‖ [3.14] ―Tidak.‖ [3.15] ―Bahkan sahabatmu?‖ [3.16] ―Tidak. Aku tak akan melakukannya‖ [3.17] Si dokter berusaha sangat keras menahan diri dalam diamnya sejenak karena situasi ini; kemudian ia bertanya:

―Bahkan jika untuk menyelamatkannya dari kesedihan, kesakitan, dan penderitaan?‖ [3.18] ―Tidak, bahkan untuk menyelamatkan hidupnya sekalipun‖ [3.19] Ia kembali terdiam. Kemudian:

―Bahkan jiwanya?‖ [3.20] Keheningan pun kembali, sebuah keheningan yang panjang. Kemudian Hester menjawab,

dalam lirih namun dengan tegas: ―Bahkan untuk jiwanya‖

[3.21] Mereka semua terdiam sejenak; kemudian dokter berkata: ―Apakah kau juga sama, Hannah?‖

[3.22] ―Ya,‖ Jawabnya. [3.23] ―Aku bertanya kepada kalian berdua, mengapa?‖ [3.24] ―Karena semua kebohongan adalah dosa dan kita harus membayarnya dengan jiwa kita. Kita harus mengorbankannya bahkan jika kita mati tanpa sempat berto bat‖ [3.25] ―Aneh..ini aneh..itu adalah sebuah kepercayaan kuno.‖ [3.26] Kemudian ia bertanya dengan kasar: ―Apakah jiwa seperti itu pantas untuk diselamatkan?‖

[3.27] Dia bangkit, bergumam, menggerutu dan kemudian menendang-nendang pintu dengan sangat keras. Di ambang pintu ia berbalik dan memperin gatkan dengan suara paraunya: ―Ubah! Runtuhkan ketaatanmu yang keji dan egois itu dan selamatkan jiwa kecilmu yang kotor itu, dan carilah sesuatu untuk memuliakannya kembali! Korbankan jiwamu! Korbankanlah di dalam kebaikan; dan jika kau kehilangannya, men gapa kau harus peduli? Ubah!‖ Kedua wanita tua itu duduk tak berdaya, tertindas, marah, terhina, dan mengeram dalam kegetiran serta merasa sangat geram dengan fitnahan itu. Hati mereka tersakiti, wanita-wanitu tua yang malang, dan berkata bahwa mereka tak akan pernah memaafkan rasa sakit ini.

[3.28] ―Berubah!‖ Mereka mengulang-ulang kata itu dengan penuh amarah. ―Berubah dan belajarlah berbohong!‖

[3.29] Waktu berlalu, dan terjadilah haluan perubahan pada jiwa-jiwa itu. Mereka telah melaksanakan tugas pertama sebagai manusia – yaitu untuk memikirkan tentang dirinya sendiri sampai merasa sangat lelah dangan apa yang dipikirkannya, selanjutnya ia akan berada dalam keadaan dimana ia akan mencatut kepentingan pribadinya dan mulai memikrikan orang lain. Perubahan inilah yang merupakan suatu corak terpancar oleh jiwa sang dokter – yang baik dan bermnfaat. Pikiran kedua wanita tua itu kembali kepada sang keponakan tercintanya dan penyakit yang mengerikan yang sedang menyiksanya; seketika itu juga mereka lupa tentang rasa sakit yang mereka terima, dan keingingan timbul dalam hati mereka untuk menolong sang penderita itu dan menghiburnya dengan cinta, dan melayaninya, dan berusaha sekuat tenaga dengan tangan-tangan lemah mereka untuknya, dengan suka cita dan kasih sayang mereka mempergunakan tubuh tua mereka untuk melayaninya, hanya jika memungkinkan bagi mereka mempunyai hak istimewa seperti itu.

[3.30] ―Kita bisa mendapatkannya!‖ kata Hester, dengan air mata bercucuran di wajahnya. ―Tak ada seorang perawatpun yang sebanding dengan kami, dan tak akan ada orang lain yang

akan berdiri di samping tempat tidur mereka hingga dalam keadaan terburuk bahkan meninggal, dan Tuhan tahu kita bisa melakukannya.‖ ―Amen,‖ Kata Hannah, dengan senyum tanda

persetujuan dan dukungan yang terpancar dari dalam embun yang mengaburkan kacamatanya. ―Dokter tahu kita, dan tahu kita tak akan membelot lagi; dan tak ada seorangpun yang akan ia

panggil selain kita. Ia tak akan sampai hati melakukannya!‖ Dengan amarah, Hester berkata ―Sampai hati?‖ air matanya bertetesan. ―Dia tega melakukan apapun. Dia bagai iblis! Tapi kali ini ia tak akan bisa melakukannya, ini semua hukuman! Hannah! Setelah kita melakukan semua yang dikatakannya, dia diberkati, bijaksana, dan baik dan ia tak akan berpikir hal semacam itu. . . . .Saatnya salah satu diantara kita pergi ke kamar itu. Mengapa ia tidak datang dan mengatakan demikian? Apa yang menahannya?‖ Mereka mendengar suara langkahnya mendekat. Ia masuk,

duduk, dan mulai berbicara.

[3.31] ―Margaret sedang sakit,‖ katanya. ―Dia masih tidur, tapi ia akan segera bangun; kemudian salah satu dari kalian harus menemuinya. Keadaannya akan memburuk bahkan sebelum ia membaik. Malam dan siang akan segera berganti. Berapa banyak yang dapat kalian

lakukan?‖ ―Semuanya!‖ teriak kedua wanita itu bersamaan. Mata dokter itu bersinar, dan ia berkata dengan penuh kekuatan: ―Kalian melakukan hal yg benar, kalian wanita tua yang

pemberani! Dan kalian harus merawatnya semampu kalian, tak ada seorangpun di kota ini yang paling cocok dalam pembagian tugas ini selain kalian, tapi kalian tak bisa melakukan semua itu sepenuhnya, dan ini akan menjadi sebuah kejahatan untuk membiarkan kalian melakukan semuanya.‖ Itu adalah sebuah pujian agung, pujian emas, berasal dari sumber yang seperti itu, dan ini membuat hampir semua amarah keluar dari hati tua para wanita itu. [3.32] ―Tilly dan Nancy akan melakukan sisanya, keduanya adalah perawat yang baik, mereka wanita kulit hitam yang berjiwa putih, sangat waspada, penuh cinta, lembut – perawat yang sempurna! Dan kalian para pembohong yang cakap untuk membuai… Lihat dirimu! Awasi selalu Hele n, dia sakit.‖

[3.33] Para wanita itu terlihat sedikit terkejut, dan terlihat tak percaya, kemudian Hester berkata: ―Bagaimana bisa? Belum satu jam sejak kau mengatakan dia baik-baik saja dan hanya terlihat bodoh .‖

[3.34] Dokter itu menjawab dengan tenang: ―Aku berbohong.‖ [3.35] Para wanita itu menatapnya dengan marah, dan Hannah berkata: ―Bagaimana bisa kau melakukan pengakuan menjijikan sepert ini, dengan nada yg acuh tak acuh, ketika kau tahu apa yang kami rasakan tentang segala bentuk dari –‖ [3.3 6] ―Huss! Kau memang sangat naif, kalian berdua, dan kau bahkan tak tahu apa yang sedang kau bicarakan. Kalian seperti tak bermoral; kalian berbohong dari pagi hingga malam, walau kalian tak melakukannya dengan mulut kalian, tapi kalian berbohong dengan mata kalian, kalian berbohong dengan nada suara kalian, kalian menipu, dengan bahasa tubuh yang menyesatkan, kalian hanya mencari kepuasan diri kalian sendiri mengatasnamakan Tuhan dan dunia yang suci yang hanya diisi oleh orang jujur, barangsiapa menempatkan kebohongan di dalam jiwa mereka yang dingin, maka akan membeku hingga mati. Mengapa kalian mendustai diri kalian sendiri dengan pikiran bodoh bahwa tak ada kebohongan yang dinyatakan sebagai sebuah kebohongan kecuali jika itu keluar dari suatu perkataan? Apa bedanya antara berbohong dengan mata kalian [3.34] Dokter itu menjawab dengan tenang: ―Aku berbohong.‖ [3.35] Para wanita itu menatapnya dengan marah, dan Hannah berkata: ―Bagaimana bisa kau melakukan pengakuan menjijikan sepert ini, dengan nada yg acuh tak acuh, ketika kau tahu apa yang kami rasakan tentang segala bentuk dari –‖ [3.3 6] ―Huss! Kau memang sangat naif, kalian berdua, dan kau bahkan tak tahu apa yang sedang kau bicarakan. Kalian seperti tak bermoral; kalian berbohong dari pagi hingga malam, walau kalian tak melakukannya dengan mulut kalian, tapi kalian berbohong dengan mata kalian, kalian berbohong dengan nada suara kalian, kalian menipu, dengan bahasa tubuh yang menyesatkan, kalian hanya mencari kepuasan diri kalian sendiri mengatasnamakan Tuhan dan dunia yang suci yang hanya diisi oleh orang jujur, barangsiapa menempatkan kebohongan di dalam jiwa mereka yang dingin, maka akan membeku hingga mati. Mengapa kalian mendustai diri kalian sendiri dengan pikiran bodoh bahwa tak ada kebohongan yang dinyatakan sebagai sebuah kebohongan kecuali jika itu keluar dari suatu perkataan? Apa bedanya antara berbohong dengan mata kalian

[3.37] ―Kemarilah, mari kita berdiskusi. Mari kita lihat detailnya. Ketika kalian berdua ada di dalam kamar dan menyebabkan keributan, apa yg kalian akan lakukan jika kalian tahu aku datang?‖ [3.38] ―Apa?‖ [3.39] ―Kalian akan membawa Helen keluar, bukan begitu?‖ Para wanita terdiam. [3.40] ―Apa yang akan kalian jadikan objek dan tujuan kalian?‖ [3.41] ―Apa?‖ [3.42] ―Untuk mencegahku agar aku tak menemukan kesalahan kalian; karena telah membohongiku dan membuatku menduga bahwa penyebab Margaret terkejut disebabkan oleh hal lain dan bukan karena kalian. Dengan kata lain, untuk membohongiku – kebohongan diam- diam. Dan itu akan jadi sangat menyakitkan‖

Wanita kembar itu tampak terhina tapi tak berbicara. [3.43] ―Kalian tak hanya mengatakan beribu-ribu kebohongan di dalam kebisuan kalian, tapi kalian juga mengatakannya dengan mulut kalian – kalian berdua.‖ [3.44] ―Bukan seperti itu!‖ [3.45] ―Memang seperti itu. Hanya saja itu bukan kebohongan yang berbahaya. Kalian tak pernah membayangkan untuk membahayakan seseorang. Apakah kalian tahu itu berarti adalah sebuah pengakuan?‖ [3.46] ―Apa maksudmu?‖

[3.47] ―Itu adalah sebuah pengakuan yang tak kalian sadari bahwa kebohongan yang tak menyakiti orang lain bukanlah sebuah tindak kriminal; ini adalah sebuah pengakuan yang selalu kalian buat untuk mendiskriminasi. Contohnya, kalian menolak undangan Ny.Foster minggu lalu untuk bertemu dan makan malam dengan keluarga Higbies yang kalian benci itu dengan cara yang sopan, kalian mengukapkan rasa penyesalan dan meminta maaf bahwa kalian tak bisa datang. Itu adalah kebohongan. Kebohongan yang sangat sempurna yang pernah diucapkan.

Sangkal itu Hester, dengan kebohongan yg lainnya.‖

[3.48] Hester menegakkan kepalanya sebagai sebuah jawaban. ―Itu tak cukup. Jawablah. Apakah itu sebuah kebohongan atau bukan?‖

Warna merah tiba-tiba timbul di pipi kedua wanita itu, dan dengan perjuangan dan usaha, mereka memberikan sebuah pengakuan: [3.49] ―Itu adalah sebuah kebohongan.‖ [3.50] ―Bagus, perubahan sedang dimulai; masih ada harapan untukmu. Kau tak akan berbohong demi menyelamatkan jiwa sahabatmu, tapi kau akan berbohong tanpa keberatan untuk menyelamatkan dirimu sendiri karena merasa gelisah jika kau mengatakan sebuah kebenaran yang tak menyenangkan.‖ Ia bangkit. Hester berbicara mewakili keduanya, dengan nada dingin: ―Kami telah berbohong, kami merasa, ini tak pernah terpikirkan. Berbohong adalah dosa. Kami

seharusnya tak pernah mengatakannya dalam bentuk apapun, bahkan untuk kesopanan atau kebijakan, untuk menyelamatkan rasa sakit atau penderitaan siapapun, seperti perintah Tuhan.‖ [3.51] ―Ah, kau akan segera jatuh! Kenyataanya, kau memang sudah jatuh; yang kau katakan barusan adalah b ohong. Berubah! Salah satu dr kalian pergilah ke kamar wanita sakit itu.‖

BAGIAN IV

[4.1] Dua belas hari kemudian. Ibu dan anak itu ternyata bisa bertahan hidup dalam cengkraman penyakit mengerikan itu. Harapan keduanya sangat tipis. Kedua kakak beradik yang terlihat pucat dan tidak bertenaga, namun demikian tak akan menyerah pada tugas mereka. Hati mereka hancur berkeping-keping, tapi mereka tetap tabah dan kuat. Selama dua belas hari terakhir sang ibu merindukan anaknya, dan anaknya merindukan ibunya, tapi keduanya tahu bahwa doa mereka tak dapat dikabulkan. Ketika ibunya diberi tahu – pada hari pertama – bahwa [4.1] Dua belas hari kemudian. Ibu dan anak itu ternyata bisa bertahan hidup dalam cengkraman penyakit mengerikan itu. Harapan keduanya sangat tipis. Kedua kakak beradik yang terlihat pucat dan tidak bertenaga, namun demikian tak akan menyerah pada tugas mereka. Hati mereka hancur berkeping-keping, tapi mereka tetap tabah dan kuat. Selama dua belas hari terakhir sang ibu merindukan anaknya, dan anaknya merindukan ibunya, tapi keduanya tahu bahwa doa mereka tak dapat dikabulkan. Ketika ibunya diberi tahu – pada hari pertama – bahwa

[4.2] Keadaanya semakin memburuk pada malam hari. Pada pagi hari, ibunya menanyakan keadaanya. ―Apakah ia baik-baik saja?‖ Hester merasa dingin karena gugup; ia membuka mulutnya tapi tak sepatah kata pun keluar. Sang ibu berbaring lesu dan tak bertenaga, merenung, menunggu; tiba- tiba wajahnya menjadi pucat dan terengah-engah. [4.3] ―Oh Tuhan! Ada apa dengannya? Apakah ia kesakitan?‖ [4.4] Hati para bibi malang itu tersiksa bagai ingin memberontak, dan ia berkata: ―Tidak, tenanglah. Ia baik-baik saja.‖ Wanita yang sakit itu merasa sangat bahagia dan bersyukur. ―Terimakasih Tuhan atas kata-kata yang baik itu! Cium aku. Itulah caraku memujimu karena telah mengatakannya!‖

[4.5] Herster mengatakan insiden ini kepada Hannah yang mendengarnya dengan tatapan amarah, dan ia berkata dengan dingin: ―Saudariku, itu adalah kebohongan.‖

[4.6] Bibir Hester bergetar, ia menangis terisak dan berkata: ―Oh, Hannah, itu adalah sebuah dosa, tapi aku tak bisa berbuat apa-apa. Aku tak tahan melihat

ketakutan dan kesengsaraan yang ada di wajahnya.‖ [4.7] ―Apapun yg terjadi itu tetaplah sebuah dosa. Tuhan akan memintamu mempertanggungjawabkannya.‖ [4.8] ―Oh, aku tahu, aku tahu.‖ Kata Hester, sambil meremas tangannya, ―tapi jika itu memang demikian, maka aku tak dapat berbuat apa- apa. Aku tahu aku harus melakukannya lagi.‖ [4.9] ―Bawalah aku menemui Helen esok. Aku akan membuat sebuah pengakuan.‖

Hester mendekati saudaranya, memohon dengan sangat. [4.10] ―Jangan, Hannah, jangan lakukan, kau akan membunuhnya.‖ [4.11] ―Setidaknya aku akan berkata jujur.‖

[4.12] Keesokan harinya ia bermaksud menyampaikan pengakuan yang kejam itu pada si ibu, ia mencoba memberanikan dirinya. Ketika ia kembali dari misinya itu, Hester terlihat sedang menunggunya di depan ruangan, dengan wajah pucat dan bergetar. Ia berbisik: [4.13] ―Oh, bagaimana seorang ibu yang malang dan menyedihkan itu dapat menerimanya?‖ [4.14] Mata Hannah berenang dalam air mata. Ia berkata: ―Ampuni aku Tuhan, aku berkata bahwa anaknya baik-baik saja!‖ Hester memeluknya dan mer asa bersyukur. ―Tuhan memberkatimu, Hannah!‖ dan melontarkan pujian atas rasa syukurnya di dalam doa. Setelah itu, keduanya menyadari keterbatasan mereka dan menerima kenyataan. Mereka merasa terkepung dan terhina karena telah menjerumuskan diri mereka pada situasi yang sulit ini. Hari demi hari mereka berbohong, dan membuat pengakuan dalam doa mereka. Mereka tak meminta ampun karena mereka tak layak mendapatkannya, tapi mereka hanya membuat catatan pengakuan bahwa mereka menyadari kesalahan mereka dan tak berkeinginan untuk menyembunyikan. Setiap hari, gadis muda itu semakin terpuruk dalam penyakitnya, bibi yang menderita itu melukiskan bagaimana gadis muda itu tumbuh cantik layaknya bunga bermekaran pada sang ibu yang lemah itu, dan mereka pun hanyut dalam suka cita dan rasa syukur yang mereka dapatkan.

[4.15] Di hari pertama, ketika anak itu mempunyai cukup kekuatan untuk sekedar menggenggam sebuah pensil, ia menulis surat cinta kecil untuk ibunya, dan di dalam surat itu ia menyembunyikan tentang penyakitnya. Sang ibu pun membaca dan membacanya lagi dengan linangan air mata tanda rasa syukur, dan menciumi surat itu lagi dan lagi, dan menyimpanyannya di bawah bantal sebagai harta karunnya yang paling berharga. Kemudian datanglah saat di mana kekuatan itu hilang dari tangannya, dan pikiran melayang-layang dan ia mulai mengatakan hal- hal ngawur ke sana ke mari. Sebuah dilema bagi para bibi itu ketika tak ada surat cinta untuk sang ibu. Mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Hester berhati-hati mencoba memberikan penjelasan yang masuk akal, tapi dia kehilangan akal dan bingung; kecurigaan mulai terpancar dari wajah sang ibu, seperti ada sebuah peringatan. Hester melihatnya, [4.15] Di hari pertama, ketika anak itu mempunyai cukup kekuatan untuk sekedar menggenggam sebuah pensil, ia menulis surat cinta kecil untuk ibunya, dan di dalam surat itu ia menyembunyikan tentang penyakitnya. Sang ibu pun membaca dan membacanya lagi dengan linangan air mata tanda rasa syukur, dan menciumi surat itu lagi dan lagi, dan menyimpanyannya di bawah bantal sebagai harta karunnya yang paling berharga. Kemudian datanglah saat di mana kekuatan itu hilang dari tangannya, dan pikiran melayang-layang dan ia mulai mengatakan hal- hal ngawur ke sana ke mari. Sebuah dilema bagi para bibi itu ketika tak ada surat cinta untuk sang ibu. Mereka tak tahu apa yang harus mereka lakukan. Hester berhati-hati mencoba memberikan penjelasan yang masuk akal, tapi dia kehilangan akal dan bingung; kecurigaan mulai terpancar dari wajah sang ibu, seperti ada sebuah peringatan. Hester melihatnya,

tenang dan meyakinkan ia berkata: ―Aku pikir ini akan menyusahkan jika kau mengetahuinya, tapi Helen menghabiskan m alamnya di Slones‘. Ada sebuah pesta kecil di sana, dan meskipun sebenarnya ia tak ingin datang, karena keadaanmu yang sangat kritis, kami membujuknya. Dia adalah seorang gadis muda dan membutuhkan waktu untuk menikmati masa mudanya, dan kami yakin kau aka n menyetujuinya. Aku yakin ia akan menulis surat sesegera ia sampai rumah.‖

―Kau sangatlah baik, dan sangat pengertian terhadap kami berdua! Tentu saja aku menyetujui, aku bahkan sangat berterimakasih dari dalam lubuk hatiku. Oh anak kesayanganku yang malang!

Katakan padanya aku ingin dia mendapatkan kebahagiaan sebanyak yang ia mau – aku tak akan merampasnya darinya. Hanya satu hal yang kuminta, bahwa ia harus selalu sehat, hanya itu yang aku inginkan. Jangan biarkan ia menderita; aku tak bisa membayangkannya. Aku sangat bersyukur jika ia dapat bebas dari infeksi ini – dia bisa lolos dari resiko kecil itu, Bibi Hester! Bayangkan jika wajah cantiknya harus terbakar oleh demam. Aku tak bisa membayangkannya. Jagalah ia agar tetap sehat. Jagalah ia agar tetap tumbuh! Aku membayangkannya sekarang, makhluk paling indah – dengan matanya yang besar, berwarna biru; dan manis,oh, betapa manis dan lembut dan menawan! Apakah ia masih secantik itu, Bibi He ster?‖ ―Oh, dia bahkan lebih cantik dari itu dan lebih bersinar dan mempesona daripada sebelumnya‖ – Hester berbalik sembari meraba-raba botol-botol obat, untuk menyembunyikan rasa malu dan kesedihannya.

BAGIAN V

[5.1] Setelah beberapa saat, kedua bibi itu mengerjakan suatu pekerjaan yang sulit sekaligus mengherankan di kamar Helen. Dengan sabar dan sungguh-sungguh, menggunakan jari-jari mereka yang kaku, mereka mencoba untuk membuat surat palsu. Mereka mengalami kegagalan demi kegagalan, tapi mereka melakukan kemajuan sedikit-demi sedikit seiring waktu. Belas kasihan, kesedihan, yang tercurahkan yang bahkan mereka sendiri tak menyadarinya. Seringkali air mata mereka jatuh di atas surat itu dan merusaknya; sesekali beberapa kata yang salah membuat surat itu sedikit beresiko. Pada akhirnya Hannah membuat satu surat yang cukup sempurna dan tak mencurigakan untuk meniru Helen, dan dengan baik hati memperkayanya dengan frasa-frasa buatannya dan kata panggilan yang manis yang sangat persis yang keluar dari [5.1] Setelah beberapa saat, kedua bibi itu mengerjakan suatu pekerjaan yang sulit sekaligus mengherankan di kamar Helen. Dengan sabar dan sungguh-sungguh, menggunakan jari-jari mereka yang kaku, mereka mencoba untuk membuat surat palsu. Mereka mengalami kegagalan demi kegagalan, tapi mereka melakukan kemajuan sedikit-demi sedikit seiring waktu. Belas kasihan, kesedihan, yang tercurahkan yang bahkan mereka sendiri tak menyadarinya. Seringkali air mata mereka jatuh di atas surat itu dan merusaknya; sesekali beberapa kata yang salah membuat surat itu sedikit beresiko. Pada akhirnya Hannah membuat satu surat yang cukup sempurna dan tak mencurigakan untuk meniru Helen, dan dengan baik hati memperkayanya dengan frasa-frasa buatannya dan kata panggilan yang manis yang sangat persis yang keluar dari

―Ibuku sayang, hanya jika aku dapat melihatmu, dan mencium matamu, dan memelukmu! Aku sangat bahagia aku tak mengganggumu. Cepat sembuh. Semua orang sangat baik padaku, tapi

aku sangat kesepain tanpamu, ibuku sayang.‖

[5.2] ―Anakku yang malang, aku mengerti perasaannya. Ia tak akan bahagia tanpaku; dan aku – Oh, aku hidup dalam cahaya matanya! Katakan padanya ia harus melakukan apa saja yg ia inginkan; dan bibi Hannah, katakanlah padanya sudah lama aku tak mendengarkan suara pianonya juga suara indahnya ketika ia bernyanyi. Tuhan tahu aku berharap aku bisa mendengarnya. Tak ada seorangpun yang tahu betapa indahnya suaranya bagiku walau hanya dengan memikirkannya saja. Suatu saat hanya ada sebuah kesunyian! Untuk apa kau menangis?‖ ―Hanya karena – karena—itu hanya sebuah kenangan. Aku datang ketika ia sedang menyanyikan Loch Lomond, dan kesedihan dalam lagu itu! Aku selalu bergetar saat ia menyanyikannya.‖ ―Dan akupun demikian. Betapa indah serta menyayat hati ketika ia memikirkan sebuah penyesalan yang ia lakukan di masa mudanya dan menyanyikannya serta bagaimana ajaibnya ny anyian itu dapat menyembuhkannya… Bibi Hannah?‖ ―Sayangku, Margaret?‖ ―Aku sangat sakit. Terkadang aku berpikir aku tak akan bisa mendengarkan suara indahnya lagi.‖ ―Oh, tidak Margaret – jangan katakan itu! Aku tak bisa mendengarnya.‖

[5.3] Margaret bergerak dengan susah payah dan berkata dengan lembut [5.4] ―Kemarilah, biarkan aku memelukmu. Janganlah menangis. Kemarilah peluklah aku. Tenanglah. Aku berharap untuk tetap bisa bertahan hidup. Aku akan hidup jika aku mampu. Ah, apa yg bisa ia lakukan tanpa ku…Apakah ia sering membicarakanku? Aku tahu ia melakukannya.‖ [5.5] ―Iya, Margaret, sepanjang waktu – sepanjang waktu!‖ [5.6] ―Anak kesayanganku! Apakah ia menulis surat itu sesampainya ia di rumah?‖ [5.7] ―Ya, segera setelah ia sampai. Ia tak akan bisa menunggu untuk melakukannya.‖ [5.8] ―Aku tahu, seperti itu lah hatinya, sangat impulsive dan penuh kasih sayang. Aku mengetahuinya bahkan tanpa bertanya, tapi aku ingin mendengar kau mengatakannya. Seorang [5.3] Margaret bergerak dengan susah payah dan berkata dengan lembut [5.4] ―Kemarilah, biarkan aku memelukmu. Janganlah menangis. Kemarilah peluklah aku. Tenanglah. Aku berharap untuk tetap bisa bertahan hidup. Aku akan hidup jika aku mampu. Ah, apa yg bisa ia lakukan tanpa ku…Apakah ia sering membicarakanku? Aku tahu ia melakukannya.‖ [5.5] ―Iya, Margaret, sepanjang waktu – sepanjang waktu!‖ [5.6] ―Anak kesayanganku! Apakah ia menulis surat itu sesampainya ia di rumah?‖ [5.7] ―Ya, segera setelah ia sampai. Ia tak akan bisa menunggu untuk melakukannya.‖ [5.8] ―Aku tahu, seperti itu lah hatinya, sangat impulsive dan penuh kasih sayang. Aku mengetahuinya bahkan tanpa bertanya, tapi aku ingin mendengar kau mengatakannya. Seorang

[5.9] Sang ibu terlihat bahagia dan berkata: ―Aku berharap kau akan mengatakannya. Tak ada anak sebaik dan bijaksana sepertinya!...Bibi Hannah?‖

[5.10] ―Sayangku, Margaret?‖ [5.11] ―Pergi dan katakan padanya aku selalu memikirkannya setiap saat, dan memujinya. Mengapa – kau menangis lagi. Jangan khawatirkan aku; tak ada yang perlu kau takutkan.‖

Pembawa pesan duka pun membawa pesannya, dan dengan kerelaan hati menyampaikannya pada telinga-telinga yang tak mengacuhkannya. Gadis itu mengoceh tanpa menyadarinya; menatapnya dengan pandangan penuh tanya dan dengan mata yang terkejut, menyala-nyala karena rasa demam, pandangan yang tak mengenali apa-apa : ―Apakah kau – bukan, kau bukan ibuku. Aku menginginkan ibuku – oh, aku menginginkannya! Dia ada di sini beberapa saat yang lalu – aku tak melihat dia pergi. Apakah dia akan datang? Apakah dia akan datang secepatnya? Apakah dia akan datang sekarang?...ada banyak sekali rumah di sana..dan itu semua menekanku..dan semuanya terlihat berputar- putar..oh, kepalaku, kepalaku!‖ – dan seperti itulah ia..lagi dan lagi, di dalam rasa sakitnya, melayang dari satu siksaan ke siksaan yang lainnya, dengan payah dan tak henti-hentinya menggoncangkan lengannya karena merasa gelisah. Hannah yang malang membasahi bibirnya yg kering itu dan dengan lembut mengusap alisnya yg memanas, dan berterimakasih kepada Bapa atas kebahagian karena sang ibu tak mengetahui keadaan yang sebenarnya.

BAGIAN VI

[6.1] Hari demi hari sang anak semakin dekat menuju kematian, hari demi hari para saksi tua yang sengsara itu membawa berita palsu tentang kesehataanya dan betapa cantiknya ia kepada sang ibu yg bahagia itu, yang sebentar lagi juga akan menemui ajalnya. Dan setiap hari mereka membuat surat tiruan yang penuh cinta dan catatan-catatan riang gembira untuk anak itu, dan [6.1] Hari demi hari sang anak semakin dekat menuju kematian, hari demi hari para saksi tua yang sengsara itu membawa berita palsu tentang kesehataanya dan betapa cantiknya ia kepada sang ibu yg bahagia itu, yang sebentar lagi juga akan menemui ajalnya. Dan setiap hari mereka membuat surat tiruan yang penuh cinta dan catatan-catatan riang gembira untuk anak itu, dan

[6.2] Perasaan Helen campur aduk: tangannya mulai meraba-raba seperti ingin mencari sesuatu – dia telah buta selama beberapa jam. Saat terakhirpun tiba; dan semuanya mengetahuinya.

Dengan sedu tangisan yang dahsyat Hester memeluknya , menangis, ―Oh, anakku, kasihku!‖ Cahaya kegembiraan memancar dari wajah sang gadis yang sekarat itu, dia telah diampuni kesalahannya dan ia pergi ke tempa t peristirahatanya sembari berbisik ―Oh, ibuku, aku sangat bahagia – aku merindukanmu – sekarang aku dapat beristirahat.‖ [6.3] Dua jam kemudian Hester membuat sebuah laporan ketika ibu itu bertanya: ―Bagaimana keadaann ya?‖ [6.5] ―Ia baik-baik saja.‖

BAGIAN VII

[7.1] Seikat kain sutra putih dan hitam tergantung di depan pintu rumah yang terayun oleh desiran angin dan membisikkan berita duka. Pada tengah hari, persiapan untuk pemakaman telah selesai, dan di dalam peti berbaringlah sesosok wajah muda yang cantik dan memancarkan kedamaian. Dua pengiring jenazah duduk di sampingnya, berdoa – Hannah bersama si wanita berkulit hitam, Tilly. Hester datang, ia terguncang, kekhawatiran yang sangat besar berada di dalam jiwanya. Ia b erkata: ―Dia menanyakan suratnya.‖ Wajah Hannah memucat. Ia tak [7.1] Seikat kain sutra putih dan hitam tergantung di depan pintu rumah yang terayun oleh desiran angin dan membisikkan berita duka. Pada tengah hari, persiapan untuk pemakaman telah selesai, dan di dalam peti berbaringlah sesosok wajah muda yang cantik dan memancarkan kedamaian. Dua pengiring jenazah duduk di sampingnya, berdoa – Hannah bersama si wanita berkulit hitam, Tilly. Hester datang, ia terguncang, kekhawatiran yang sangat besar berada di dalam jiwanya. Ia b erkata: ―Dia menanyakan suratnya.‖ Wajah Hannah memucat. Ia tak

[7.2] Ia memandangi wajah jenazah itu dan matanya dipenuhi air ma ta. ―Aku akan menulisnya,‖ katanya. Hester membawanya. Kalimat terakhir: ―Sayangku, untuk ibuku tercinta,

kita akan segera bertemu. Bukankah ini kabar baik? Ya, benar; mereka semua berkata ini benar.‖ [7.3] Dengan menangis ibu itu berkata: ―Anakku yang malang, bagaimana ia menanggung semua itu ketika Ia sudah mengatahui keadaannya? Aku tak akan pernah melihatnya lagi seumur hidup.

Ini sulit, sangatlah sulit. Apakah ia tak menaruh curiga? Kau menutupinya?‖ [7.4] ―Ia pikir kau akan segera sembuh.‖

[7.5] ―Betapa baiknya dirimu, dan berhati-hatilah bibi Hester!‖ tak ada yg boleh mendekatinya karena ia bisa terinfeksi! ‖ [7.6] ―Itu akan menjadi sebuah kejahatan.‖ [7.7] ―Tapi apakah kau melihatnya?‖ [7.8] ―Ya dari jarak yg cukup jauh.‖ [7.9] ―Itu sangat baik. Aku tak dapat mempercayai orang lain; tapi kalian berdua adalah malaikat pelindungnya – tak ada yg lebih aku percayai melebihi kalian. Orang lain mungkin tak setia; dan banyak yang akan menipu, dan berbohong.‖ Air mata Hester jatuh dan bibir tuanya bergetar. [7.10] ―ijinkan aku menciummu untuknya, Bibi Hester, dan ketika aku pergi, maka bahaya ini akan berlalu, sampaikan ciuman ini untuknya suatu hari nanti, dan katakanlah bahwa ibunya mengirimkannya ciuman ini untuknya beserta semua rasa sakit hati ibunya ada di dalamnya.‖ Selama satu jam, Helen melakukan hal yang sangat menyedihkan, air matanya menetes di atas wajah jenazah itu.

BAGIAN VIII

[8.1] Hari demi hari berlalu dan matahari menyinari bumi. Bibi Hannah membawa berita yang menenangkan kepad a sang ibu. Sebuah surat bahagia yang berkata ―Kita harus menunggu sedikit lagi, ibuku tercinta, dan kemudian kita bisa bersama l agi.‖ Suara bel berbunyi menyela angin. [8.2] ―Bibi Hannah, loncengnya berbunyi. Jiwa malang ini telah berada dalam kedamaian. Sepertinya waktuku segera tiba. Kau tak akan membiarkannya melupakanku kan?‖ [8.3] ―Oh, Tuhan pun tahu ia tak akan melakukannya.‖ [8.4] ―Apakah kau tak mendengar suara-suara aneh, Bibi Hannah? Itu seperti suara langkah kaki banyak orang.‖ [8.5] ―Aku harap kau tak mendengarkannya, sayang. Itu hanya sebuah pertemuan, demi kebaikan Helen, tawanan yang malang itu. Akan ada sebuah musik yang sangat disukainya. Aku pikir kau

tak akan keberatan.‖ ―Keberatan? Oh tidak, tidak. Berikan apapun yang dapat menyenangkan hatinya. Betapa kalian berdua baik padanya, dan juga padaku! Tuhan berkati kalian berdua

selalu!‖ Setelah ia berhenti mendengarkan: ―Sungguh indah! Ini adalah musiknya. Apakah kalian berpikir ia memainkannya sendiri?‖ nada yang menginspirasi, lembut dan kaya mengalun di telinga melewati udara. ―Ya, itu adalah sentuhannya, sayangku, aku mengenalinya. Mereka sedang bernyanyi. Itu merupakan sebuah nyanyian pujian! Yang paling suci, yg paling menyentuh, yang paling menghibur…seperti membukakan gerbang surga untukku..Jika seandainnya aku dapat meninggalkan dunia sekarang… ‖

[8.6] Lembut dari kejauhan, kata- kata timbul dari kesunyian: ―Makin dekat, Tuhan, kepadaMu; walaupun saliblah mengangkatku‖ dengan penutup dari nyanyian itu jiwa yang lainnya pun pergi

ke tempat peristirahatannya, dan mereka yang selama ini sudah hidup bersama tidak terpisahkan dalam kematian. Kedua saudara itu, berduka dan berba hagia, berkata: ―Syukurlah bahwa ia tak pernah mengetahuinya!‖

BAGIAN IX

[9.1] Pada tengah malam mereka duduk bersama, berduka, dan sesosok malaikat yang dikirim Tuhan muncul menjelma seperti cahaya bumi dan berkata: ―Telah ditetapkan tempat untuk para

pendusta. Di sana mereka akan dibakar api neraka hingga abadi. Bertobatlah!‖

Mereka memberanikan diri menjatuhkan diri di hadapannya, berlutut melipat tangan tuanya serta menundukan kepala mereka dan memuja. Tapi lidah mereka kaku di langit langit mulut mereka,

dan mereka membisu. ―Bicaralah! Supaya aku bisa membawa pesan ke kanselir surga dan membawa kembali surat keputusan untuk kalian tanpa naik banding .‖ Dan mereka kembali menundukan kepalanya kemudian salah seorang berkata: ―Dosa kami luar biasa, dan kami menderita rasa malu; tapi hanya pertobatan yang sempurna dan terakhir yang dapat membuat kami suci; kami hanyalah ciptaan yang tak sempurna yang telah belajar kelemahan kami, dan kami tahu jika kami berada dalam keadaan yang sulit lagi maka hati kami akan kembali gagal, dan kami akan kembali berdosa seperti sebelumnya. Yang kuat mungkin akan menang, dan dapat diselamatkan, tapi kami telah terhilang .‖ Mereka mengangkat kepala dan memohon. Malaikat itu menghilang. Sementara mereka menangis dan bersujud malaikat itu kembali lagi, dan malaikat itu membisikkan sebuah firman.

BAGIAN X

[10.1] Apakah itu Surga? Atau Neraka?

B. Source Text

Was it Heaven? Or Hell? by Mark Twain (1835-1910)

CHAPTER I

[1.1] "You confess it--you actually confess it--you told a lie!"

CHAPTER II

[2.1] The family consisted of four persons: Margaret Lester, widow, aged thirty six; Helen Lester, her daughter, aged sixteen; Mrs. Lester's maiden aunts, Hannah and Hester Gray, twins, aged sixty-seven. Waking and sleeping, the three women spent their days and night in adoring the young girl; in watching the movements of her sweet spirit in the mirror of her face; in refreshing their souls with the vision of her bloom and beauty; in listening to the music of her voice; in gratefully recognizing how rich and fair for them was the world with this presence in it; in shuddering to think how desolate it would be with this light gone out of it.