Paper Produksi Secara Industrial Materi Ajar Berbasis Teknologi Informasi (Industrial Production of IT-based Learning Resources)

  

Paper

Produksi Secara Industrial

Materi Ajar Berbasis Teknologi Informasi

(Industrial Production of IT-based Learning Resources)

Ir. Budi Hartono, MSc

  mybdhart@solusipintar.com Disampaikan pada Seminar Nasional JICA IMSTEP ke-6

  The Role of Information Technology/Information Communication in Supporting The implementation of Competency-based Curriculum

  25 Agustus 2003

Abstrak

  Produksi materi ajar berbasis teknologi informasi merupakan elemen penting dalam upaya untuk mensukseskan implementasi e-learning di Indonesia. Terdapat dua pendekatan produksi yaitu pendekatan monilitik (Computer Based Instruction, CBI) yang menggabung materi ajar dengan sekeun kendalinya atau dengan pendekatan sharable (Intelligent Tutoring System, ITS) yang memisahkan materi ajar dengan sekuen kendalinya. Kedua pendekatan produksi tersebut mendefinisikan pemakaian teknologi yang berbeda yang harus dipahami dengan baik oleh e-developer. Agar dapat memproduksi materi ajar secara industrial, keterlibatan pihak swasta (software house) sangat penting. Pada kondisi saat ini, pemerintah dapat mengambil menjalankan strategi institutional-policy driven yang akan menumbuhkan demand terhadap pemakaian materi ajar e-larning di sekolah-sekolah. Kebijakan tersebut haruslah diikuti dengan membentuk E-Learning Consortium yang secara khusus menangani integrasi teknologi informasi dalam proses pendidikan di Indonesia, mendefinsikan standar produksi serta menentukan kompetensi yang diperlukan untuk dapat menerapkan e-learning di sekolah. Pada tahap berikutnya, strategi market driven akan berlaku dimana hukum supply-demand akan terjadi. Pihak swasta yang pada mulanya tidak masuk dalam segmen ini akan ikut terlibat. Pada tahap ini, pembuatan materi ajar yang sharable, dapat di-rekomposisi dan dijalankan pada berbagai sistem lingkungan belajar sudah menjadi keharusan.

Abstracts

  Producing IT-based learning materials is essential in order to make successful E-learning implementation in Indonesia. There are two production approaches: monolithic approach (Computer Based Instruction, CBI) which combine learning material with it's control sequence or using sharable approach (Intelligent Tutoring System, ITS) which separate learning material with it's control sequence. Those production approaches using different technology that should be well understood by e-developer.

  In order to produce industrially, involvement of private sector (software house) is very important. For this time being, government can take institutional-policy driven strategy that can develop demand for usage of e-learning material in schools. This policy should be followed by forming E-Learning Consortium, a consortium that has special responsibilities to integrate IT in education, define production standards and also define necessary competency to implement e-learning in school. In next step, market-driven strategy can be chosen where supply and demand will take in place. Private sectors will automatically involved in producing learning material. In this situation, production of sharable learning object, can be composed in other form and can be run under various learning environment is become compulsion.

Pengantar

  Secara umum materi ajar elektronik dapat dikelompokkan menjadi beberapa bagian sebagai berikut [Bitter] :

  Salah satu aspek yang memainkan peranan penting dalam kesuksesan implementasi e- learning adalah tersedianya materi ajar elektronik yang dirancang sesuai dengan kebutuhan. Dengan tersedianya materi ajar tersebut pada berbagai topik dan juga tingkatan akan sangat membantu guru dalam proses belajar mengajar. Bentuk bantuan tersebut dapat berupa penelusuran topik dengan cepat, kelengkapan sumber belajar, penyimpanan yang kompak serta dapat memvisualisasikan penjelasan secara interaktif.

  • Drill-and-Practice Software Digunakan untuk melatih konsep dan keahlian yang telah diajarkan melalui metode biasa. Perangkat ajar dengan bantuan teknologi informasi telah banyak dimanfaatkan saat ini. Untuk menjelaskan konsep dasar aljabar misalnya, terdapat banyak aplikasi yang telah ditulis untuk menerangkan prinsip penjumlahan, bilangan, himpunan dan sebagainya.
  • Tutorial Software Digunakan untuk menjelaskan konsep melalui ilustrasi dan deskripsi. Berperan sebagai sumber belajar bagi siswa. Melalui perangkat lunak ini siswa dapat mempelajari konsep baru dalam bidang pelajaran tertentu.
  • Simulation Software Manusia melakukan simulasi untuk memprediksi kemungkinan hasil dari sejumlah kombinasi parameter yang ada. Seringkali simulasi juga dilakukan karena alasan- alasan lainnya seperti kelangkaan kombinasi parameter di dunia nyata, mahalnya biaya atau pun karena faktor keamanan bagi manusia. Simulasi tabrakan antar benda- benda langit misalnya, tidak mungkin dilakukan oleh manusia untuk menunjukkan efeknya bagi bumi. Simulasi reaksi berantai dalam reaktor nuklir, menjadi lebih efisien dengan menggunakan komputer.
  • Problem-Solving Software Digunakan untuk melatih siswa dalam pengambilan keputusan. Dapat diwujudkan dalam bentuk game. Saat ini telah cukup banyak perangkat lunak yang dikemas dalam bentuk permainan. Permainan catur misalnya, adalah salah satu bentuk perangkat lunak yang telah lama dimanfaatkan untuk melatih siswa dalam bidang tersebut.

  Dalam implementasinya, seringkali dilakukan kombinasi dari berbagai kelompok di atas untuk menghasilkan satu topik pelajaran terintegrasi. Pada bentuk tersebut, biasanya diawali dengan penjelasan konsep yang dikombinasi dengan simulasi. Pada tahap akhir diberikan sejumlah pertanyaan terkait.

Teknologi Produksi Materi Ajar Elektronik

  Sejak awal ditemukannya teknologi komputer, para pendidik sudah meyakini bahwa komputer sangat potensial untuk dimanfaatkan dalam bidang pendidikan. Keyakinan ini dibuktikan dengan berkembangnya produk-produk teknologi komputer untuk bidang pendidikan. Perkembangan tersebut digambarkan sebagai berikut [ADL,2001]:

  Gambar 1 Peta perkembangan teknologi komputer untuk pendidikan Pada tahap awal, pengembangan materi ajar menggunakan pendekatan Computer-Based

  

Instruction (CBI). Tahapan belajar dipandu secara instruksional melalui program yang

  dirancang khusus pada media mainframe dengan menggunakan bahasa mesin. Dengan perkembangan teknologi komputer, CBI mulai dimanfaatkan pada mesin-mesin minicomputer, workstation sampai ke PC. Pergeseran ini mengurangi biaya pengembangan materi ajar.

  Pada tahap berikutnya sekitar tahun 1960-an, dikembangkan pendekatan baru yang lebih menitikberatkan proses pembelajaran berbasis komputer yang berorientasi pada struktur informasi untuk merepresentasi cara belajar manusia. Pendekatan ini disebut Intelligent

  

Tutoring System (ITS). Pendekatan ini di tahap awal tidak berkembang dengan baik

  karena beberapa sebab. Pertama, ilmu pengetahuan tentang kognisi manusia masih relatif belum matang sejalan dengan tahap awal ilmu komputer. Kedua, pemodelan yang kompleks dan sistem berbasis aturan ternyata membutuhkan computing power yang tinggi yang belum available saat itu.

  Kedua pendekatan tersebut di atas berkembang sejalan dengan semakin matangnya teknologi komputasi. Di tahun 1980-an, teknologi CBI lebih menitikberatkan pada penyempurnaan instruksional komputer menjadi bentuk template yang menghindarkan perancang materi ajar dari kerumitan pemrograman komputer. Pendekatan ini menggabungkan isi dan kendali ke dalam satu bundel untuk memperoleh materi ajar yang diharapkan. Sedangkan kelompok kedua terus mengembangkan pendekatan Intelligent

  

Tutoring System (ITS) yang memisahkan materi ajar dengan kendalinya. Konsep ini

  memungkinkan materi ajar dikomposisi secara fleksibel untuk mencapai sasaran belajar yang diharapkan. Perkembangan teknologi internet di tahun 1990-an telah mengubah banyak kedua pendekatan di atas. Internet memungkinkan diaksesnya beragam informasi dengan mudah dengan memanfaatkan struktur komunikasi yang dibangun pada common standard. Materi ajar berbasis web adalah antitesis dari pendekatan CBI karena materi ajar tersebut bebas platform dan dapat disimpan pada remote-server. Generasi berikutnya dari materi ajar berbasis web ini mulai memisahkan secara jelas isi (content) dengan kendali (control). Pada konteks ini, konsep reusable, sharable learning object dan adaptive learning strategy menjadi acuan bagi pengembangan materi ajar elektronik. Pada saat ini telah banyak berkembang perangkat lunak yang dapat digunakan untuk mengembangkan materi ajar elektronik, baik dengan pendekatan CBI atau pun ITS. Di bawah ini diberikan beberapa tool yang banyak dijumpai di pasaran. Tabel 2. Tool pengembangan materi ajar elektoronik

  Produsen Produk Keterangan Microsoft MS PowerPoint Tool untuk membuat presentasi, dapat dikombinasi dengan animasi

  MS FrontPage Tool untuk HTML authoring MS Visual Interdev Tool pemrograman internet dalam format program ASP, digunakan bersama Web Server (IIS) MS Visual Basic Tool pemrograman umum

  MS Visual C Tool pemrograman umum Macromedia Flash Tool pengembangan animasi Authorware Tool yang dirancang khusus untuk pengembangan materi ajar Dreamweaver Tool untuk HTML authoring Director Untuk pembuatan storyboard yang lengkap

  Borland Corporation Borland Delphi Tool pemrograman umum Sun

  Microsystem Java Tool pemrograman umum TrainerSoft Corp.

  TrainerSoft Tool yang dirancang khusus untuk pengembangan materi ajar Perkembangan selanjutnya dari e-learning adalah pemanfaatan materi ajar elektronik pada satu lingkungan belajar yang memungkinkan diadministrasikannya proses belajar, catatan aktifitas belajar siswa serta penilaiannya. Konsep ini membawa lebih dari sekedar belajar menggunakan VCD atau CD Interaktif secara mandiri. Proses belajar e-learning harus dieksekusi pada lingkungan belajar yang lebih luas yang diselenggarakan di sekolah.

Produksi Materi Ajar Elektronik di Indonesia

  Materi ajar elektronik yang saat ini beredar di Indonesia kebanyakan berasal dari luar negeri. Meskipun demikian, terdapat sejumlah kecil perusahaan yang telah memproduksi materi ajar elektronik seperti Pustekom dari Depdiknas (dalam bentuk VCD), atau program monolitik keluaran ElexMedia untuk berbagai bidang studi dan juga versi interaktif buatan software house lokal lainnya. Meskipun perkembangannya sangat lambat, upaya untuk memproduksi materi ajar elektronik tetap dilakukan.. Kelambatan ini tidak bisa dilepaskan oleh kondisi global industri software di Indonesia yang masih belum banyak menaruh perhatian secara serius pada pengembangan perangkat lunak pendidikan. Asosiasi Perangkat Lunak Indonesia (ASPILUKI) yang merupakan asosiasi perusahaan software house mencatat data sekitar 60-an perusahaan software house di Indonesia, termasuk di dalamnya software house asing [Warta,2002]. Penyebaran lokasi software house meluas pada kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Batam dan Bali. Di Bandung ada sekitar 50-an software house yang diharapkan menjadi cikal bakal pembentukan Bandung High Tech Valley (BHTV).

  Software merupakan salah satu bagian kecil dari pasar di bidang teknologi informasi yang meliputi hardware, software, services (after sales and implementation) dan

  

consultation. Pasar software sendiri terbagi lagi menjadi operating system, database dan

  aplikasi. Pada kategori aplikasi, terdapat banyak penerapan, termasuk salah satunya materi ajar elektronik pada bidang pendidikan. Berdasarkan data yang dikumpulkan [Warta, 2002] dari 60 software house lokal, pada umumnya memusatkan layanannya pada aplikasi bisnis dan hanya satu software house yang fokus pada bidang pendidikan. Peta ini tentunya menjelaskan kondisi yang dipaparkan di atas tentang lambatnya perkembangan produksi materi ajar di Indonesia. Pada kondisi ini, muncul pertanyaan, apakah mungkin bagi kita untuk memproduksi materi ajar secara industrial ? Berdasarkan kategori teknologi yang digunakan, materi ajar elektronik di Indonesia masih banyak dikembangkan dengan pendekatan Computer-Based Instruction (CBI). Dengan pendekatan tersebut, materi ajar berikut kendalinya (learning sequence) dibundel menjadi satu kesatuan yang dijalankan melalui CD ataupun diinstal pada hard disk. Pada satu sisi pendekatan ini memungkinkan siswa belajar secara mandiri tanpa harus tersambung ke jaringan komputer. Di sisi lain, pendekatan ini tidak memungkinkan materi ajar di-dekomposisi dan kemudian di-komposisi ulang menjadi materi lain. Sebagai akibatnya, materi ajar tersebut sangat vendor oriented dan tidak dapat dikombinasikan dengan materi ajar dari vendor lain. Problem ini harus dipecahkan untuk dapat mencapai kondisi ideal jika ingin memproduksi materi ajar secara industrial.

  Menggunakan pendekatan teknologi yang sesuai dan pendefinisian standar materi ajar menjadi keharusan bagi Indonesia jika ingin mencapai kondisi ideal tersebut.

Anatomi Lingkungan Materi Ajar

  Lingkungan materi ajar yang digunakan oleh siswa, sebenarnya dikomposisi oleh banyak komponen. Pada pendekatan CBI, semua komponen tersebut dibundel menjadi satu. Sedangkan pada pendekatan ITS, komponen-komponen tersebut dipisahkan sehingga memudahkan dalam pemanfaatan kembali materi ajar untuk tujuan dan sasaran pengajaran yang berbeda. Berdasar pada pendekatan ITS, lingkungan belajar e-learning dibangun oleh komponen-komponen lingkungan materi ajar sebagai berikut.

  Tabel 2 Komponen Lingkungan Materi Ajar

  No Komponen Keterangan

  1 Learning Object Materi ajar elektronik yang dibuat oleh Learning Object Creator. Tiap learning object merepresentasi satu atom topik yang dikembangkan dengan pendekatan tertentu (KBK misalnya).

  2 Learning Object Creator Perangkat lunak untuk mengembangkan materi ajar.

  3 Learning Composer Perangkat lunak untuk meng-komposisi sejumlah learning object dengan sekuens tertentu sehingga menghasilkan materi ajar aggregate sesuai kebutuhan pemakai.

  4 Learning Object Player Perangkat lunak untuk menjalankan materi ajar aggregate pada media tertentu, biasanya berbasis web.

  5 Learning Administration Perangkat lunak untuk mengelola administrasi pembelajaran seperti registrasi, aktifitas belajar siswa dan penilaian.

  Masing-masing komponen lingkungan materi ajar memiliki fungsi tertentu yang saling terkait. Hubungan antar komponen-komponen di atas diberikan pada gambar di bawah ini.

  Learning Object Management Learning Management aggregasi LO LO Creator LO Composer LO2 LO1 LO3 LO Player Learning

  Presentation Administration

  (Browser)

  Gambar 2. Kaitan antar berbagai komponen lingkungan belajar Learning object dapat dibuat oleh development tools apapun sepanjang memenuhi standar yang ada. Aggregasi learning objects akan dilakukan oleh LO Composer, termasuk didalamnya adalah kendali atau sekuens dari learning object untuk memenuhi kebutuhan belajar siswa. Aggregasi tersebut kemudian dijalankan oleh perangkat lunak LO Player pada media presentasi yang digunakan oleh siswa. Pada umumnya media tersebut adalah browser di lingkungan internet/intranet. Aktifitas belajar oleh siswa dicatat oleh perangkat lunak Learning Administration untuk kemudian diproses lebih lanjut. Mekanisme belajar ini tentu saja berbeda dengan pendekatan CBI yang hanya bertumpu pada aktifitas belajar tunggal oleh siswa yang bersangkutan. Melalui pendekatan di atas, proses dan aktifitas lingkungan belajar jauh lebih kompleks untuk mendukung berbagai layanan yang ada. Pada titik inilah perbedaan esensial antara CBI dengan ITS. Term e- learning seharusnya akan lebih banyak merujuk pada pendekatan ITS ketimbang CBI. Dari 5 komponen lingkungan materi ajar di atas, yang paling banyak diperlukan adalah learning object. Sebagai gambaran untuk lingkup SMU misalnya, dengan jumlah mata pelajaran 10 macam untuk kelas 1, tiap pelajaran dirancang sampai 10 topik bahasan, maka diperlukan 100 learning object yang berdiri sendiri. Jumlah ini akan bertambah bila mengikutsertakan kelas 2 dan kelas 3. Bila pendekatannya berbeda, harus dikembangkan lagi learning object yang berbeda. Berbeda dengan learning object, LO Player, LO Composer serta Learning Administration cukup dikembangkan satu atau beberapa jenis saja yang dapat saling menunjang. Sedangkan LO Creator pada umumnya dapat menggunakan development tools yang saat ini cukup banyak di pasaran seperti Macromedia Authorware, Macromedia Flash atau pun Microsoft FrontPage. Kombinasi layanan LO Creator dan LO akan merujuk pada Composer, LO Player serta Learning Admistration akan merujuk pada layanan LMS (Learning Management System). Kedua sistem tersebut perlu dikembangkan untuk mendukung layanan yang memadai bagi sebuah lingkungan materi ajar elektronik.

Kompetensi Pengembang Materi Ajar Elektronik

  Untuk mengembangkan materi ajar (Learning Object), diperlukan sejumlah kompetensi tertentu. Di bawah ini adalah rumusan kompetensi yang dibutuhkan [Training].

  • Kemampuan mengembangkan strategi untuk memenuhi kebutuhan belajar

  Untuk tiap sasaran belajar yang ditentukan dalam dokumen desain, tentukan apakah proses belajar melibatkan domain yang ada (kognitif, afektif dan psikomotorik). Tentukan pula strategi yang sesuai untuk tiap domain belajar yang terkait.

  • Kemampuan menyiapkan dokumen desain

  Sebagai hasil konsultasi dengan ahli di bidang terkait, instruktur elektronik, spesialis media atau spesialis teknis, siapkan dokumen yang mengandung detil informasi analisis peserta didik, sasaran belajar, strategi belajar, metode dan media yang digunakan, prasyarat e-tutoring, kebutuhan perangkat keras dan perangkat lunak serta aspek administratif yang diperlukan dalam proses belajar.

  • Kemampuan mengembangkan spesifikasi teknis

  Bersama dengan spesialis teknis, perlu dikembangkan karakteristik teknis materi ajar sehingga memenuhi persyaratan pemakaian hardware dan software yang digunakan. Termasuk didalamnya seperti penentuan sisten operasi, browser, resolusi layar, warna yang digunakan, tool pemrograman, basis data, authoring tool, dan interoperabilitas dengan produk yang sudah ada.

  • Kemampuan menyiapkan materi ajar

  Menyiapkan materi ajar yang sesuai dengan target peserta, merancang tes, simulasi atau penugasan yang diperlukan untuk meyakinkan materi dapat diterima dengan baik.

  • Kemampuan mengembangkan antar muka dengan user

  Antar muka perlu dikembangkan dengan baik sehingga mudah dibaca dan dipahami, layout yang konsisten dengan sistem navigasi yang baik yang memudahkan pemakai berpindah dari satu topik ke topik lain.

  • Kemampuan menyiapkan elemen-elemen media yang digunakan

  Menyiapkan elemen media yang digunakan dan memastikan elemen tersebut bekerja dengan baik.

  • Kemampuan mengintegrasikan semua komponen materi ajar

  Semua komponen materi ajar harus dapat diintegrasikan melalui penggunaan tool tertentu. Komponen tersebut dapat berupa teks, suara, video dan modul program yang menyertainya.

  • Kemampuan memahami prinsip dasar e-learning

  Pemahaman yang baik tentang e-learning, internet, proses belajar orang dewasa (adult learning), fase pengembangan proyek e-learning dan peran masing-masing pihak dalam proyek pengembangan materi ajar.

  • Kemampuan mengembangkan strategi belajar secara menyeluruh

  Mengembangkan strategi belajar secara menyeluruh dengan memperhatikan sasaran belajar, karakteristik peserta belajar dan prinsip pengajaran orang dewasa. Jika memungkinkan, kembangkan materi ajar yang reusable sehingga dapat dikomposisi ulang untuk membangun materi ajar lain. Tentukan juga kombinasi metode belajar (studi mandiri, game, simulasi, tes, riset web, aktifitas off-line, penugasan, kerja sama kelompok dan dukungan instruktur). Tentukan media yang digunakan untuk materi ajar (teks, audio, animasi, video, dsb) yang diperlukan. Di samping itu juga perlu ditentukan perangkat lunak dan perangkat keras yang nantinya akan dipakai.

  Kompetensi di atas lebih banyak merujuk pada kemampuan untuk memproduksi learning object. Pada konteks ini, persinggungan antara engineer teknologi informasi dengan subject master harus dilakukan untuk mendapatkan gambaran yang utuh tentang bagaimana sasaran belajar berserta metode ditetapkan untuk kebutuhan tertentu. Dengan cara kolaborasi, produksi materi ajar akan memberikan hasil yang lebih bermakna.

Proses Produksi Materi Ajar Elektronik

  E-Developer dengan kompetensinya mengembangkan materi ajar elektronik melalui metodologi yang merujuk pada metodologi pengembangan perangkat lunak. Metodologi tersebut melibatkan sejumlah aktifitas analisis, desain, pemrograman dan pengujian. Di tahap implementasi, produk kemudian diinstal dan dilatihkan kepada para pemakai.

  • Tahap Analisis Pada tahap ini dilakukan analisis terhadap proses belajar yang sedang berjalan, kebutuhan belajar yang diperlukan, kesenjangan proses belajar yang terjadi serta analisis domain belajar yang diperlukan.
  • Tahap Desain Tahap desain meliputi formulasi strategi e-learning, penentuan teknologi yang dipakai, platform sistem operasi, tools yang digunakan, isi materi ajar, media yang dipakai, kerangka kompetensi yang dicapai dan sasaran belajar. Pada tahap ini juga dirumuskan arsitektur perangkat lunak yang diterapkan, apakah akan menggunakan pendekatan monolitik (CBI) atau sharable (ITS).

  • Tahap Pengembangan Tahap pengembangan ini merupakan tahap paling panjang dari keseluruhan proses. Pada tahap ini dilakukan prototyping untuk melihat model mana yang paling memenuhi kebutuhan, migrasi materi yang ada ke bentuk baru, penambahan materi baru, pemrograman serta pengujian perangkat lunak. Semua komponen diintegrasikan untuk mendapatkan hasil yang utuh sesuai desain yang ditetapkan sebelumnya. Evaluasi (feedback) di tahapan ini (prototyping) dilakukan untuk memastikan model terbaik dari produk yang akan dibuat.

  Pada Bila sebuah materi ajar telah siap digunakan, sejumlah klien yang memanfaatkan nya perlu didukung lebih lanjut dalam bentuk asistensi penerapan ataupun dukungan teknis lainnya. Melalui proses tersebut, diharapkan materi ajar yang diproduksi dapat memberi kan hasil sebagaimana yang diharapkan.

  Tahapan pengembangan di atas digambarkan dalam bentuk e-Learning Life Cycle sebagai berikut [Auriga] :

  d e v e l o p e r

  Gambar 3. E-Learning Life Cycle Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kerja sama yang erat antar software engineer dengan pihak lain (ahli pendidikan, pengguna sistem) sangat menentukan keberhasilan proses produksi. Dengan cara demikian, materi ajar yang dihasilkan akan memenuhi kebutuhan penggunanya.

Produksi Materi Ajar Secara Industrial

  Untuk memenuhi kebutuhan proses belajar mengajar dengan konsep e-learning, materi ajar haruslah dapat disediakan dalam jumlah yang banyak dan tingkat yang bervariasi untuk berbagai level kebutuhan. Kondisi ini mengharuskan materi ajar dapat diproduksi dengan cara massal, dilakukan oleh banyak pihak dan menggunakan standar yang berlaku umum. Dalam hal ini terdapat dua pendekatan yang dapat dipilih sebagai berikut :

  • Market Driven Pada pendekatan ini, produksi materi ajar akan bergantung pada hukum ekonomi : supply and demand. Bilamana demand tumbuh dengan baik, supply akan mengikutinya pada berbagai level. Ini adalah kondisi ideal dimana pengguna e- learning sudah tumbuh dan e-learning sudah menjadi kebutuhan di sekolah-sekolah. Pihak swasta dapat ikut terlibat mengembangkan materi ajar, baik dengan pendekatan monilitik (CBI) atau pun sharable (ITS). Saat ini di Indonesia, pengguna e-learning masih sangat sedikit. Meskipun trend dunia menunjukkan arah perkembangan di bidang ini, demand terhadap produk- produk sejenis di Indonesia masih sangat terbatas. E-learning masih menjadi jargon daripada sebuah konsep yang akan diimplementasi. Hal inilah yang membuat pihak swasta tidak mau mengambil resiko berinvestasi dalam pengembangan materi ajar.
  • Institutional-Policy Driven Pendekatan lain dapat ditempuh melalui kebijakan institusi. Pengguna e-learning ditumbuhkan melalui ‘pemaksaan’ berdasarkan pertimbangan masa depan oleh institusi pendidikan terkait. Dalam hal ini tentu saja pemerintah dengan Depdiknas akan memainkan peran penting sebagai inisiator dalam proses tersebut. Melalui kebijakan kurikulum KBK yang diimplementasi dengan e-learning, pemerintah dapat secara bertahap menumbuhkan kebutuhan akan cara belajar baru yang mengintegrasikan teknologi ke dalam proses belajar. Pemerintah Amaerika Serikat menempuh cara ini dengan mengintegrasikan tujuan pendidikan nasional melalui sentuhan teknologi sebagai berikut [Riley, 2000]:

  1. Semua siswa dan guru akan memiliki akses terhadap teknologi informasi di sekolah, rumah, komunitas dan rumah.

  2. Semua guru akan menggunakan teknologi secara efektif untuk membantu siswa mencapai prestasi akademik terbaiknya.

  3. Semua siswa memiliki kompetensi dalam bidang teknologi informasi (computer literacy).

  4. Menggalang riset untuk meningkatkan generasi berikutnya teknologi dan aplikasi dalam proses pembelajaran.

  5. Tersedianya materi ajar dijital dan aplikasi jaringan yang akan mengubah cara mengajar guru dan cara belajar siswa.

  Sementara itu Pemerintah Singapura pun telah melangkah jauh menuju implementasi e-learning [Chew, 2002]. Badan yang dibentuk pemerintah, E-Learning Competency Center, mencanangkan misi untuk mengimplementasi e-learning, mengadopsi standar, mengembangkan kompetensi dan bercita-cita menjadi e-learning hub di wilayah Asia Pasifik. Kebijakan-kebijakan pemerintah dalam bidang ini, jika diterapkan, akan secara luas mempengaruhi komunitas pendidikan dan menumbuhkan demand terhadap produk- produk e-learning. Mesin ekonomi akan berjalan dan software house akan secara otomatis memberikan supply terhadap adanya demand ini. Pada tahap lanjut, software house akan melakukan spesialisasi dengan memilih layanannya sesuai clustering yang dipilih, fokus pada pengembangan learning object di bidang studi tertentu atau pada pengembangan LCMS atau LMS.

Strategi yang Dapat Diambil

  Berdasarkan paparan di atas, ada sejumlah strategi yang dapat diambil untuk mengembangkan komunitas e-learning serta produksi materi ajar berbasis teknologi informasi di Indonesia. Pengembangan ini secara otomatis akan menumbuhkan demand dan supply materi ajar elektronik di Indonesia.

  • Pembentukan e-Learning Consortium Pembentukan sebuah badan yang secara serius menangani implementasi e-learning di Indonesia adalah sebuah keharusan. Badan ini akan bertanggung jawab menyiapkan tiap elemen komunitas belajar (institusi pendidikan, siswa, guru) agar dapat menggunakan e-learning dengan sebaik-baiknya. Anggota badan ini dapat terdiri dari elemen pemerintah dan swasta yang fokus pada pemanfaatan teknologi informasi dalam proses pembelajaran.
  • Pendefinisian Standar e-Learning dan Kompetensi Standar e-Learning sangat diperlukan bila pendekatan ITS yang diutamakan. Pada pendekatan ini, tiap learning object yang dibuat oleh vendor tertentu harus dapat dijalankan pada mesin belajar (LMS) yang diproduksi oleh vendor lain. Dengan cara ini akan dihasilkan kumpulan learning object yang dapat saling dimanfaatkan oleh anggota komunitas belajar di Indonesia. Pada saat ini telah terdapat sejumlah standar yang digunakan, termasuk di antaranya adalah standar yang dikembangkan oleh Pemerintah Amerika Serikat melalui lembaga Advanced Distributed Learning (ADL) yang disebut SCORM (Sharable Content Object Reference Model). SCORM mendefinisikan standar yang memungkinkan interoperabilitas antar learning object yang ada, meskipun dibuat oleh developer yang berbeda-beda. Pendefinisian kompetensi juga memainkan peranan penting untuk menjamin pihak- pihak yang terlibat dalam e-learning (tutor, developer, consultant, trainer) memiliki kompetensi dasar yang dibutuhkan. Kedua hal di atas menjadi tanggung jawab e- Learning Consortium untuk menanganinya.

  • Industrial Clustering Software house di Indonesia masih banyak yang belum menangani sektor pendidikan. Oleh karena itu, pemerintah atau pihak-pihak terkait dapat mulai menata struktur industri ini dengan melakukan clustering sehingga dapat dijamin bahwa selalu ada software house yang fokus pada bidang pendidikan. Clustering ini dapat diinisiasi oleh pemerintah melalui perusahaan yang dimilikinya. Inisiasi dapat juga dilakukan melalui sejumlah perguruan tinggi yang memiliki kapabilitas untuk mengembangkan materi ajar e-learning. Pada kondisi mature, market driven akan memainkan peran penting dengan menjaga keseimbangan demand dan supply produk-produk tersebut pada clustering terkait.
  • Implementasi Undang-undang Hak Cipta Tidak dapat dipungkiri, adanya perlindungan hukum atas karya intelektual akan banyak berpengaruh dalam upaya untuk memproduksi materi ajar elektronik. Karena karakteristik teknologinya, materi ajar elektronik dapat dengan mudah digandakan. Jika hal ini dibiarkan maka akan mempengaruhi minat developer untuk memproduk si materi ajar elektronik.

Penutup

  Implementasi e-learning di Indonesia adalah pekerjaan yang luar biasa besar, memakan waktu yang cukup lama, memerlukan kolaborasi berbagai pihak untuk dapat berjalan dengan baik. Upaya tersebut dapat dilakukan, salah satunya, dengan dukungan produksi materi ajar elektronik yang dilakukan oleh software house, baik dari pihak pemerintah maupun swasta. Untuk memproduksi materi ajar secara massal, perlu dirumuskan standarisasi produk yang memungkinkan materi ajar dapat saling dipertukarkan, di-rekomposisi dan dijalankan pada berbagai sistem lingkungan belajar. Cara tersebut mengharuskan developer mendefinisikan arsitektur perangkat lunak yang sesuai. Adanya sebuah lembaga yang menangani secara serius e-learning di Indonesia akan sangat membantu tercapainya tahapan tujuan tersebut.

Reference

  [ADL] Advanced Distributed Learning, Sharable Content Object Reference Model

  TM (SCORM ) Version 1.2, Advanced Distributed Learning, 2001.

  [Auriga] Auriga Information System, E-Learning Methology, Auriga Information System Pvt Ltd (www.auriga-insys.com). [Bitter] Bitter, Gary G., Microcomputers in Education Today, Mitchell Publishing, Inc. [Chew] Chew, Lim Kin, E-Learning Competency Center, Singapore, 2002. [Grundey] Grundey, Mihaiela and Heeks, Richard, Romania's Hardware and

  Software Industry: Building IT Policy and Capabilities in a Transitional Economy, Institute for Development Policy and Management, 1998.

  [Heeks] Heeks, Richard and Nicholson, Brian, Software Export Success Factors

  and Strategies in Developing and Transitional Economies, Institute for Development Policy and Management, 2002.

  [Heeks] Heeks, Richard, Software Strategies in Developing Countries, Institute for Development Policy and Management, 1999. [Hua] Hua, Tan Gek, Learning Objects – What make this and how we make use of

  them ?, Centre of IT in Education and Learning, Temasek Polytechnics, 2002.

  [O’Malley] O’Malley, Eoin, Competitive Advantage in The Irish Indigenous Software

  Industry and The Role of Inward Foreign Direct Investment, University College Dublin.

  [Riley] Riley, Richard W., e-Learning : Putting World Class Education at The

Fingertips of all Children, U.S Department of Education, 2000.

[Training] The Training Foundation, E-Learning Competency Framework, The Training Foundation, (www.trainingfoundation.com/certification). [Tschang] Tschang, Ted and Xue, Lan, The Chinese Software Industry : A Strategy of

  Creating Products for Domestic Market, ADB Institute Working Paper, 2003.

  [Warta] Warta Ekonomi,