Perceraian Karena Pernikahan atas Kehamilan Diluar Nikah (Studi pada Kasus dengan Pola Asuh Permisif)

  2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6740 - 2337-6880 2337-6880 2337-6880

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Cetak:

  ISSN Online: http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com http://jurnal.konselingindonesia.com Volume 2 Nomor 2, Juni 2014, Hlm 25-32 Volume 2 Nomor 2, Juni 2014, Hlm 25-32 Volume 2 Nomor 2, Juni 2014, Hlm 25-32 dan dan dan

  ISSN Online:

  ISSN Online:

  Info Artikel: Diterima 04/06/2014 Direvisi 13/06/2014 Dipublikasikan 30/06/2014

  Ikatan Konselor Indonesia (IKI)

Perceraia aian Karena Pernikahan atas Kehamilan Diluar Nikah h

  

(Stud (Studi pada Kasus dengan Pola Asuh Permisif)

  Happy Karlina Marjo & Astri Kam amasitoh Universitas Negeri Padang

  Abstract

The research was conducte ucted to reveal the various facts about the permissive par parenting parents

against the impact of a sin single female parent’s teenager the end. Use case study dy in qualitative

approach. On two of the the respondents which of its characteristics are single pa parents teenager

pregnant outside wedlock ck end then married in a short time and eventually divorc orced. Data were

collected through interview views; observation and documentation study. Analyzed d data qualitative

descriptive usage through gh case studies and served in the form of narratives w s with earlier in Triangulation. Research re results shows that the problem is becoming a single paren rent woman have

an impact on the lives o of young women as single parents. Respondents subje bjected to stress,

standard of living is low a a negative view of society and childcare; aspect role ove verload, poverty,

loneliness and isolation, an , and felt to be a burden not affect the respondents. A family ily of permissive parenting causes the marria rriage is seen as a mere status only, so that after their child hild's birth status

was not considered importa rtant, and they choose to become single parents. Further re research showed

the presence of moral dete eterioration and the difference in the impact of being a sin single parent on this research is influenced ced strongly by self resiliensi respondents. Counseling s g service to help explore the issues and deal eal with cases of teenagers as a single parent is indispensab able.

  Keyword: Permissive Parenting,

g, Impact Women, Single Parents, Teenager Girls.

  Copyright © 2014 IICE - Multika ltikarya Kons (Padang - Indonesia) dan IKI - Ikatan Konselo elor Indonesia - All Rights Reserved

  Indonesian Institute for Counselin ling and Education (IICE) Multikarya Kons PENDAHULUAN

  Sepanjang perjalanan kehid hidupan setiap individu memiliki sebuah peran. Peran sebag agai orang tua (ayah atau ibu), anak, kakak, adik, ataupun se sebagai kakek dan nenek. Peran setiap individu dapat saja aja berubah sesuai dengan usia perkembangan ataupun status tus sosial yang dimiliki. Peran adalah posisi yang memungk gkinkan perilaku tertentu diharapkan.

  Memasuki masa dewasa be beberapa individu memutuskan untuk menikah menurut Sa t Santrock (2002). Ketika individu menikah dan memiliki a i anak, maka peran individu tersebut berubah (yang semula ula sebagai seorang anak pada gilirannya berubah peran m menjadi orang tua). Fungsi keluarga mempengaruhi fun ungsi individual. Setelah sebuah keluarga terbentuk, angg nggota keluarga yang ada di dalamnya memilki peran an masing-masing untuk

  Pembagian peran tersebut b t bagaikan sebuah siklus kehidupan yang saling melengkap api. Jika salah satu peran orang tua hilang, peran yang hila hilang tersebut ditopang secara ganda oleh orang tua tung unggal. Makhfudz (1989) menyatakan bahwa keluarga deng engan orang tua tunggal bisa disebabkan karena kematian tian pasangan, perceraian ataupun status perkawinan yang t g tidak jelas (tidak sah secara hukum negara dan atau huk ukum agama) atau dapat juga seorang yang mengadopsi ana anak. Orang tua tunggal secara otomatis mengalami perubah bahan-perubahan peran di dalam keluarga.

  Sedangkan Schaie, K.W. . dan Willis, S.L (1991) menyatakan bahwa kehilang ngan suami diawal masa dewasa madya seorang perempuan uan (usia 40) merupakan keadaan normatif yang terlalu c cepat dalam kehidupan individu. Apabila proses menuju uju kehilangan begitu cepat, peristiwa kehilangan pasan angan ini semakin tidak terantisipasi oleh individu. Jika ika bagi perempuan usia dewasa saja kehilangan pasangan an adalah suatu kejadian yang sulit diantisipasi lalu bagaim aimana jika kehilangan pasangan diusia remaja?. Untuk itu itu peneliti tertarik untuk meneliti dampak apa yang terjadi j di jika perempuan usia remaja akhir berstatus sebagai orang ng tua tunggal.

  Pola Asuh Permisif Gaya atau cara yang ditera iterapkan oleh orangtua dalam mendidik anak itulah yang ng dinamakan pola asuh.

  Menurut Baumrind (1966), pola a la asuh orang tua adalah interaksi antara orang tua dengan a n anak yang meliputi apa dan bagaimana orang tua memper erlakukan anaknya tersebut. Sejalan dengan pendapat Baum aumrind, Tarmudji (2002) menambahkan, pola asuh orangtua tua merupakan:

  “Interaksi antara orangtua tua dengan anaknya selama mengadakan kegiatan pengas gasuhan. Pengasuhan ini berarti orangtua mendidik, membi bimbing dan mendisiplinkan serta melindungi anak untuk uk mencapai kedewasaan sesuai dengan norma-norma yang ng ada dalam masyarakat.”

  Baumrind menyatakan bahw ahwa orangtua dengan pola asuh permisif adalah “parenting ting style emphasizing self expression and self-regulation”. Le . Lebih lanjut Baumrind (dalam Diane E. Papalia, dkk, 2007 07) menyatakan bahwa: They make few demands an and allow children to monitor their own activities as much ch as possible. When they do have to make rules, they expla plain the reasons for them. They consult with children abo bout policy decisions and rarely punish. They are warm, non oncontrolling, and undemanding”.

  Orangtua dengan tipe pola ola asuh permisif selalu membolehkan anak mereka melak lakukan apa pun, mereka menghargai ekspresi pribadi i dan pengaturan secara mandiri yang berkanaan n dengan diri sendiri. Mempertimbangkan diri mereka s a sebagai sumber daya, bukan sebagai contoh atau model un l untuk ditiru, tidak terlalu banyak menuntut keinginan dan an memperbolehkan anak untuk memonitor kegiatan yang ang dapat mereka pantau seluas-luasnya. Selain itu, orangtu gtua dengan pola asuh permisif menerima tanpa syarat pera erasaan-perasaan apa saja yang diungkapkan anak.

  Orang Tua Tunggal

  Umumnya sebuah keluarga rga terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Ayah dan ibu berperan an sebagai orang tua bagi anak-anaknya. Beberapa keadaan an dalam kehidupan sering dijumpai keluarga dimana sa salah satu orang tuanya sudah tidak ada. Keadaan ini men enimbulkan apa yang disebut dengan keluarga dengan oran rang tua tunggal menurut Balson (1993) adalah:

  “orang tua yang didalam m membina rumah tangganya hanya seorang diri tanpa adany anya pasangan. Orang tua yang demikian ini menjalankan d n dua peran, yaitu peran sebagai ayah dan sebagai ibu b u bagi anak-anaknya dan lingkungan sosialnya.”

  Keluarga dengan orang tua ua tunggal, faktor keutuhan keluarganya sudah tidak terpen enuhi. Keutuhan keluarga adalah keutuhan dalam struktur k r keluarga yaitu ayah, ibu, dan anak. Senada dengan pern rnyataan Djudiyah & M. Salis Yuniardi (2010) apabila tida tidak ada ayah atau ibu maka struktur keluarga sudah tidak tidak utuh lagi. Anak akan kehilangan salah satu figur orang t g tua.

  Pada definisi lain M. Perm rmuller & Hall, Elizabet (1985) menyebutkan orang tua tu a tunggal adalah “Parents without partner who continue to r to raise their children”. Orang tua tanpa pasangan yang ter terus membesarkan anak- anak mereka. Lebih lanjut Tomm mmie & Pauline, H. Turner (1990) menyatakan bahwa “A “A single parent family consist of one parent with depend ndent children living in the same household”. Sebuah kelu eluarga dengan orang tua tunggal terdiri dari satu orang tu tua bersama anak-anak hidup disatu rumah tangga. Oran rangtua tunggal menurut Balson (1993) adalah:

  “orangtua yang telah mendu nduda atau menjanda entah bapak atau ibu, mengasumsikan an tanggung jawab untuk memelihara anak-anak setelah kem ematian pasangannya, perceraian atau kelahiran anak diluar uar nikah." Orang tua tunggal dibagi m i menjadi dua bagian, yaitu orang tua tunggal perempuan an dan orang tua tunggal laki-laki. Orang tua tunggal perem rempuan menurut Tommie & Pauline, H. Turner (1990) ad adalah keluarga patologis sebagai alternatif untuk keluarga ga inti. Artinya sebuah keluarga yang tidak memiliki or orang tua lengkap dapat disiasati dengan menjadikan perem rempuan sebagai orang tua tunggal untuk mengepalai sebu buah keluarga. Ketiadaan ayah dalam keluarga membuat ib t ibu berfungsi sebagai orang tua tunggal. masalah-masalah lah umum yang dihadapi orang tua tunggal adalah stres, r , role overload, kemiskinan, standar kehidupan yang men enurun, kesendirian dan isolasi, pandangan negatif masyar yarakat, perasaan menjadi beban bagi orang lain, dan kesulita sulitan dalam pengasuhan anak.

  Remaja

  Elizabet, Hurlock (2005) m menyatakan bahwa remaja berasal dari bahasa latin yaitu a u adolescence (kata benda adolescentia) yang berarti tumbu buh atau tumbuh menjadi dewasa. Istilah adolescensia m menunjukan masa yang tercepat antara usia 12–21 tahun d n dan mencangkup seluruh perkembangan psikis yang terja terjadi pada masa tersebut. Pemakaian istilah pubertas dan ad adolescensia cenderung sama. Senada dengan Fatimah (2 (2006) yang menyatakan bahwa hal itu disebabkan sulitnya ya membedakan posisi psikis pada masa pubertas dan mula ulainya proses psikis pada adolescencia. Masa remaja menuru urut Sarwono (2004) adalah:

  “masa peralihan dari masa sa anak-anak ke masa dewasa, atau masa usia belasan tah tahun, atau jika seseorang menunjukan tingkah laku tertentu tu seperti susah diatur, mudah terangsang perasaannya dan s n sebagainya.” Sedangkan masa remaja me menurut Monks, F.J. & Knoers (2006) adalah: “masa yang menunjukan d dengan jelas sifat-sifat transisi atau peralihan karena rem emaja belum memperoleh status orang dewasa tetapi tidak ak lagi memiliki status anak-anak.” Ada pun aspek perke rkembangan dalam masa remaja secara global berlangsung a g antara umur 12 dan 21 tahun, dengan pembagian 12-15 ta tahun masa remaja awal, 15-18 tahun masa remaja pertenga gahan, 18-21 tahun masa remaja akhir.”

  Pernikahan

  Nikah merupakan satu-satu atunya hubungan yang disetujui oleh hukum negara dan aga agama untuk melanjutkan keturunan secara sah. Kata nikah ah berasal dari kata zawaj. Secara etimologi menurut Al-M l-Munawwir (1997) dapat diartikan berjalan diatas, melalui, lui, memijak, menginjak, memasuki, menaiki, menggauli da i dan bersetubuh. Menurut Budiman (2008) secara terminolog logi nikah berarti:

  ”Suatu akad yang berisi pem pembolehan melakukan persetubuhan dengan menggunakan an lafadz pernikahan atau mengawinkan. Dalam definisi la i lain dijelaskan bahwa pernikahan adalah suatu akad ad atau perikatan untuk menghalalkan hubungan antara ra laki-laki dan perempuan dalam rangka mewujudka kan kebahagiaan hidup berkeluarga yang diliputi rasa kete etentraman serta kasih sayang dengan cara yang diridhai Alla Allah.”

  Berdasarkan definisi nikah ah baik secara etimologi (kebahasaan) maupun terminolo ologi (istilah), meskipun secara redaksional definisi satu sa sama lain tidak selalu identik tetapi makna yang dikandung ungnya tidak menunjukan pertentangan.

  Perceraian Perceraian merupakan bag agian dari perkawinan, sebab tidak ada perceraian tanp npa diawali perkawinan.

  Permasalahan dalam perkawinan an dapat saja memutus ikatan perkawinan yang disebut ut perceraian. Pengertian perceraian menurut bahasa Indone onesia artinya pisah, putus hubungan sebagai suami dan istr istri (talak), asal dari kata cerai. Cerai atau perceraian adalah lah peristiwa putusnya hubungan perkawinan suami isteri y i yang diatur menurut tata cara yang dilembagakan untuk me mengatur hal itu.

  Istilah fikih cerai dikenal nal dengan sebutan talak. Talak berarti membuka ikata ikatan atau membatalkan perjanjian. Secara umum menurut rut Soemiyati (1974) pengertian talak berarti segala macam m bentuk perceraian yang dijatuhkan oleh suami dan diteta itetapkan oleh hakim. Perceraian terjadi apabila kedua be belah pihak baik suami maupun isteri sudah sama-sama a merasakan ketidakcocokan dalam menjalani rumah ta tangga. Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perk erkawinan tidak memberikan definisi mengenai perceraian s n secara khusus. Pasal 39 ayat (2) UU Perkawinan serta pen penjelasannya secara kelas menyatakan bahwa perceraian d n dapat dilakukan apabila sesuai dengan alasan-alasan yan ang telah ditentukan. Putusnya perkawinan di UUP dij dijelaskan, yaitu karena kematian, perceraian, dan keputus tusan pengadilan (Undang-undang Perkawinan, 1974).

  METODOLOGI

  Penelitian dilakukan di tem tempat tinggal responden di Tapos, Depok. Penelitian ini dila i dilaksanakan pada bulan April 2013 sampai bulan Novem ember 2013. Responden yang akan diteliti sebanyak dua ua orang dengan kriteria sebagai berikut:

  1. PL. Remaja perempuan berusia usia 21 tahun memiliki satu anak perempuan berusia 2 ta tahun. Menikah dengan suaminya saat PL berusia 19 ta tahun dan bercerai saat PL berusia 20 tahun.

  2. NF. Remaja perempuan berus rusia 20 tahun memiliki satu anak laki-laki berusia 1,5 ta tahun. Menikah dengan suaminya pada saat NF berusia sia 18 tahun dan bercerai pada saat NF berusia 19 tahun.

  Penelitian ini menggunakan kan metode studi kasus dengan pendekatan kualitatif. Mak aksud dari penelitian ini untuk memperoleh pemahaman ya yang utuh dan menyeluruh mengenai gambaran kehidupan an perempuan usia remaja akhir sebagai orang tua tungg nggal. Gambaran dari permasalahan responden sebaga agai orang tua tunggal mengindikasikan dampak-dampak pak yang dialami responden selama menjalani peran seba ebagai orang tua tunggal perempuan.

  Teknik pengambilan respon ponden menggunakan teori based/operational construc sam ampling yakni responden dipilih dengan kriteria tertentu tu agar individu, latar, dan kejadian tertentu betul-betu etul diupayakan terpilih (tersertakan) untuk memberikan in n informasi penting. Teknik ini juga bertujuan agar samp mpel mewakili fenomena yang diteliti. Sampel tidak diambil bil secara acak tetapi dipilih mengikuti kriteria tertentu.

  Teknik pengumpulan data ata menggunakan teknik observasi langsung, wawancara ara mendalam dan studi dokumentasi. Mulyadi (2003) me menyatakan bahwa poses analisa mencangkup tiga aktifita tifitas yaitu reduksi data, penyajian data, dan pengambilan ilan keputusan atau proses verifikasi. Pengecekan kredibilita ibilitas data menggunakan triangulasi sumber. Triangulasi su i sumber adalah membandingkan dan mengecek balik der erajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui w lui waktu dan alat yang berbeda.

  HASIL DAN PEMBAHASAN N

  

1. Stres Cemas PL tidak merasa asa cemas karena kehidupannya setelah bercerai jauh lebih ih baik NF merasa cemas

karena tidak terampil mengasu suh anak dan belum pernah memiliki penghasilan sendiri se i sebelumnya.

  Marah Emosi marah PL dapat at terkontrol karena PL mampu memaknai perceraian seba bagai kesalahan diri yang harus diganti dengan kasih say sayang yang berlimpah kepada anak dan orang tua. NF me mengalami gejolak emosi yang tidak bisa tertahan. NF m F merasa ingin marah kepada siapapun yang ada dihadapanny nnya. Membenci Mantan Pasangan an PL merasa dikhianati dan dibohongi oleh sikap man antan suami yang tidak bertanggung jawab NF meras rasa dikhianati dan dibohongi oleh sikap mantan suami y i yang tidak bertanggung jawab Trauma Pernikahan PL ber berniat untuk menikah lagi dalam jangka waktu yang b belum PL ketahui. PL menginginkan anaknya memil iliki ayah. NF belum mau memikirkan apakah kelak NF a F akan menikah lagi atau tidak. Ketidakmampuan Menerima Sta a Status PL mampu menerima statusnya sebagai orang tua t a tunggal karena bercerai lebih baik daripada keadaan pe pernikahannya terdahulu.

  NF tidak mampu menerima sta status sebagai orang tua tunggal karena usia pernikahan NF NF yang singkat yaitu 3-4 bulan. Ketidakmampuan Menerima T a Taggung Jawab PL mampu menjalankan tanggung jaw jawab sebagai orang tua tunggal. Sebagai ayah, PL ma mampu memenuhi kebutuhan anak, sebagai ibu PL mamp mpu mengasuh anak. NF tidak mampu menerima tangg ggung jawab sebagai orang tua tunggal karena usia pernik nikahan NF yang singkat yaitu 3-4 bulan.

  2. Role Overload

  Penyediaan waktu untuk anak ak Selama 24 jam dalam satu hari PL memastikan selalu a u ada untuk anaknya. NF minim kontak dengan anak kar karena anak NF diasuh secara dominan oleh kakak dan ibu N u NF. Penyediaan waktu untuk beker erjaPL bekerja di sektor informal yaitu memiliki usaha od odong-odong dan warnet. Sumber pendapatan PL tidak b k banyak menyita waktu. NF tidak memiliki pekerjaan. Penyediaan waktu untuk peker erjaan rumah tangga PL yang bekerja disektor informal al tidak menyita waktu sehingga PL masih dapat meng engurus pekerjaan rumah tangga. Bekerja sama dengan ibu ibu PL, PL membersihkan seluruh ruangan sementara ibu ibu PL bertugas untuk memasak. NF yang tidak mengasuh a h anak dan tidak memiliki pekerjaan membuat NF memilik iliki banyak waktu untuk mengerjakan pekerjaan rumah tan tangga.

  Penyediaan waktu untuk diri se i sendiri Bagi PL, waktu bersama anak adalah waktu ya yang menyenangkan diri sendiri. PL sering mengajak k anak jalan-jalan. NF banyak menghabiskan waktu untu ntuk berkumpul bersama teman.

  3. Kemiskinan Ketidakcukupan Pe Pendapatan PL memiliki pemasukan sek ekitar Rp 3.000.000 setiap bulan dan penegluaran PL L lebih kecil dari pada pemasukan PL. NF tidak bek ekerja dan tidak memiliki penghasilan. Jika membutuhkan kan sesuatu NF meminta uang kepada ibu atau kakakny nya. Sumber Pendapatan PL memiliki usaha odong-odong ong dan warnet. NF tidak bekerja.

  4. Standar Hidup Kondisi Tempat at Tinggal PL tinggal menumpang di rum rumah orang tua PL dengan status rumah milik sendiri. D i. Di rumah orang tua PL hanya ada ayah PL, ibu PL, PL , PL, dan anak PL. NF tinggal menumpang di rrumah orang ang tua NF dengan status rumah milik sendiri. Di rumah ah NF hanya ada ibu NF, NF, dan anak NF. Minimnya alternatif menjalan lani hidup PL dan keluarga mengerjakan seluruh pekerja erjaan sendiri. Tidak ada alokasi dana untuk meminta ta bantuan orang lain. NF dan keluarga mengerjakan selu eluruh pekerjaan sendiri.

  Tidak ada alokasi dana untuk m k meminta bantuan orang lain.

  5. Kesendirian dan isolasi Ditolak lak masyarakat Masyarakat memperlakukan an PL seperti memperlakukan orang lain pada u umumnya. Masyarakat memperlakukan NF seperti me memperlakukan orang lain pada umumnya. Kesepian PL m L memiliki banyak teman dan keluarga yang menemaniny inya. NF merasa kesepian karena tidak memi miliki pasangan seperti temannya yang lain (baik suam ami ataupun pacar).

  6. Pandangan Negatif Masyarakat at Citra Diri Negatif PL dianggap telah menalnggar gar asusila. Kelahiran anak PL yang hanya berjarak 1 ming inggu dari pernikahan PL membuat PL dinilai buruk oleh leh masyarakat. NF berasal dari keluarga yang dise isegani oleh masyarakat.

  Masyarakat merasa kasihan den dengan NF karena NF dianggap tertipu oleh laki-laki. Kompetensi Sebagai Orang Tu Tua PL terampil mengasuh anak, anak PL dekat dengan n PL. NF minim kontak dengan anak. NF tidak mengas asuh anaknya.

  7. Merasa Menjadi Beban Konsep ep Diri Rendah PL merasa walaupun sebagai ai orang tua tunggal PL tetaplah seseorang ibu yang baik b ik bagi anaknya dan anak yang sedang terus berusaha me membahagiakan orang tua. NF merasa tidak berguna bagi sia i siapapun. Resiliensi Diri PL memiliki resiliensi yang b baik. Dukungan keluarga dan teman PL manfaatkan den dengan baik sehingga PL percaya diri menjalani kehidup upan. NF tidak memiliki resiliensi yang baik. Du Dukungan keluarga dan teman tidak mampu NF manfaa faatkan sehingga NF masih belum bisa beranjak dari kesedih edihan setelah bercerai.

  8. Pengasuhan Anak Perawatan An Anak Tingkat ekonomi PL yang men encukupi membuat seluruh kebutuhan anak PL terpenuhi, b i, baik kebutuhan pangan, pakaian, maupun mainan ana nak. Seluruh kebutuhan anak NF dipenuhi oleh ibu dan an kakak NF. Dukungan Mantan Pasangan PL mem embesarkan anak tanpa dukungan atau campur tangan man antan suami bahkan saat PL masih menikah.

  NF membesarkan anak tanpa pa dukungan atau campur tangan mantan suami bahkan sa saat NF masih menikah. Pola Asuh PL tidak mener nerapkan pola asuh ototriter. PL lebih cenderung permi misif dengan memberika seluruh apa yang anak PL ing inginkan. Pola asuh anak NF berdasarkan pola asuh kakak ak dan ibu NF. NF sama sekali tidak mengasuh anaknya ya.

  Dampak penerapan pola as asuh permisif, yaitu anak tidak mau menghormati orang g yang lebih tua, kurang memiliki disiplin, mandiri, bebas, as, memiliki rasa harga diri, aktif, asertif, mengharapkan ke kesetaraan dengan orang dewasa, ramah, toleran, memiliki liki rasa otoritas. Di rumah yang memiliki orangtua dengan tip n tipe pola asuh permisif, anak sangat sedikit menerima b bimbingan yang membuat mereka menjadi tidak pasti sti dan khawatir tentang kebenaran tindakan mereka.

  Dampak lainnya akibat pen enerapan pola asuh ini ialah anak yang apabila marah mejad jadi galak, melukai anak- anak lainnya dengan kata-kata ata atau tingkah lakunya, apabila sedang sedih, maka akan m menangis tanpa dihibur, tanpa kesadaran bagaimana mene nenangkan dan menghibur dirinya sendiri, bagi anak yang ng pengalaman hidupnya masih sedikit peristiwa tersebut m t merupakan hal yang mengerikan tanpa tahu bagaimana mele elepaskan diri.

  Hasil dari penelitian ini m i menunjukan adanya kemerosotan moral dengan mengan ganggap pernikahan usia muda, kemudian bercerai (menga gakibatkan remaja berstatus orang tua tunggal) adalah ha hal yang biasa dan dapat diterima oleh keluarga yang mem emiliki pola asuh permisif. Perbedaan dampak menjadi o i orang tua tunggal pada penelitian ini dipengaruhi kuat ole t oleh resiliensi diri responden. Perlu penanganan bimbing ingan dan konseling yang tepat dalam menangani kasus rema maja sebagai orang tua tunggal.

  PENUTUP

  Secara keseluruhan menjad jadi orang tua tunggal perempuan berdampak pada stagnan ansi tugas perkembangan sebagai remaja serta pengisolasia lasian diri responden terhadap lingkungan. Faktor penye nyebab kedua responden menjadi orang tua tunggal adalah lah karena pasangan kedua responden berselingkuh dengan an perempuan lain ketika masih dalam masa pernikahan. Su Suami dari kedua responden juga tidak memberikan nafkah kah karena tidak memiliki pekerjaan.

  Penelitian ini menunjukan n adanya kemerosotan moral dengan menganggap pernikah kahan usia dini kemudian bercerai dan akhirnya remaja bersta rstatus orang tua tunggal adalah hal yang biasa dan dapat dite t diterima keluarga. Permasalahan remaja sebag bagai orang tua tunggal berdampak pada kehidupan rema maja dalam menjalankan keseharian. Bagi mahasiswa BK y yang tertarik untuk meneliti lebih lanjut, dapat melengkap kapi beberapa kekurangan dalam penelitian ini. Penelitian n ini telah mengungkap permasalahan yang dialami rem emaja sebagai orang tua tunggal perempuan sehingga per perlu penanganan bimbingan dan konseling dengan tekn teknik yang tepat, seperti memahami informasi dan konselin ling kesehatan reproduksi remaja.

  Al-Munawwir, Ahmad Warson. ( . (1997). Kamus Al-Munawwir Arab-Indonesia Terlengkap kap. Yogyakarta: Pustaka Progresif. Balson. (1993). Psychology of Fam Family. New York: Mac Rarw-Hill, Co. Budiman, Achmad Arif. (2008). P . Perkawinan Dini di Kota Semarang. Semarang: IAIN Walis alisongo Semarang. Diana Baumrind’s. (1966). Prototy totypical Descriptions of 3 Parenting Styles. Developmental tal Psychology. Diane E. Papalia, dkk. (2007). Hum uman Development Tent Edition. (New York: McGraw-Hi -Hill, h.300).

  Djudiyah & M. Salis Yuniardi. (2 i. (2010). Model Pengembangan Konsep Diri dan Daya Res esilensi Melalui Support Group Therapy: Upaya Me Meminimalkan Trauma Psikis Remaja Dari Keluarga Sing Single Parent. Yogyakarta: Universitas Muhamadiyah Y h Yogyakarta.

  Dwiyanti, Endang & Mahmudah. ah. (1999). Karateristik Sosial Ekonomi dan Strategi Kelan langsungan Hidup Single Parent. Universitas Airlang ngga. Elaine Hightower. (2006). Sindrom rom Anak Manja. Jakarta: Prestasi Pustakarya. Elizabet, Hurlock. (2005). Psikolo ologi Perkembangan Suatu Pendekatan Sepanjang Rentan tang Kehidupan. Jakarta: Erlangga. Fatimah, Enung. (2006). Psikologi logi Perkembangan. Bandung: CV Pustaka Setia. M. Permuller & Hall, Elizabet. (19 (1985). Adult Development and Aging. New York: John Wile Wiley & Sons, Inc. Makhfudz. (1989). Problem-Proble blem dalam Perkawinan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya rya. Mulyadi, Dede. (2003). Metodolog logi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT Remaja Rosdakarya rya. hlm. 53. Monks, F.J. & Knoers. (2006). Ps Psikologi Perkembangan: Pengantar Dalam Berbagai Bagi gian Yogyakarta: Gadjah Mada University Press. Santrock, John. (2002). Life Span an Development: Perkembangan Masa Hidup. Jakarta: Erlan langga. Santrock, John. (2007). Remaja. Ja . Jakarta: Erlangga. Sarwono, Sarlito Wirawan. (2004) 04). Psikologi Remaja. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

  a. Schaie, K.W. dan Willis, S.L. ( . (1991). Adult development and aging. New York: Harp arper Collins Publishers. Soemiyati. (1974). Hukum Perka kawinan Islam dan Undang-undang Perkawinan No.1 (Yo Yogyakarta: PT. Liberty, 2004), hlm. 103.

  Tarsis Tarmudji. (2002). Hubung ngan Pola Asuh Orangtua dengan Agresivitas Remaja, J , Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, No.037, Th ke ke-8, Juli. Tommie & Pauline, H. Turner. (19 (1990). Parenting in Contemporary Society. New Jersey: Pr : Prentice Hall. Undang-undang Perkawinan Nom mor 1 Tahun 1974 Pasal 39 ayat (2)