makalah filsafat Pragmatisme idealisme p (1)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Secara historis filsafat merupakan induk ilmu, dalam perkembangannya ilmu makin terspesifikasi dan mandiri, namun mengingat banyaknya masalah kehidupan yang tidak bisa dijawab oleh ilmu, maka filsafat menjadi tumpuan untuk menjawabnya. Filsafat memberi penjelasan atau jawaban substansial dan radikal atas masalah tersebut. Sementara ilmu terus mengembangakan dirinya dalam batas-batas wilayahnya, dengan tetap dikritisi secara radikal. Proses atau interaksi tersebut pada dasarnya merupakan bidang kajian Filsafat Ilmu, oleh karena itu filsafat ilmu dapat dipandang sebagai upaya menjembatani jurang pemisah antara filsafat dengan ilmu, sehingga ilmu tidak menganggap rendah pada filsafat, dan filsafat tidak memandang ilmu sebagai suatu pemahaman atas alam secara dangkal.

Filsafat atau falsafat, berasal dari bahasa Yunani. Kalimat ini berasal dari kata philosophia yang berarti cinta pengetahuan. terdiri dari kata philos yang berarti cinta, senang, suka dan kata, sedangkan kaa Sophia berarti pengetahuan, hikmah, dan kebijaksanaan. Dengan demikian filsafat adalah cinta kepada ilmu pengetahuan atau kebenaran, suka kepada hikmah dan kebiaksanaan.

Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang Pada dasarnya filsafat ilmu merupakan kajian filosofis terhadap hal-hal yang berkaitan dengan ilmu, dengan kata lain filsafat ilmu merupakan upaya pengkajian dan pendalaman mengenai ilmu (Ilmu Pengetahuan/Sains), baik itu ciri substansinya, pemerolehannya, ataupun manfaat ilmu bagi kehidupan manusia. Pengkajian tersebut tidak terlepas dari acuan pokok filsafat yang

Tak dapat dipungkiri, zaman filsafat modern telah dimulai, dalam era filsafat modern, dan kemudian dilanjutkan dengan filsafat abab ke- 20, munculnya berbagai aliran pemikiran, yaitu: Rasionalisme, Emperisme, Kritisisme, Idealisme, Positivisme, Evolusionisme, Materalisme, Neo- kantianisme, Pragmatisme, Filsafat Hidup, Fenomenologi, Eksistensialisme dan Neo-Thomisme. Namun didalam pembahasan kali ini yang akan dibahas aliran Empirisme (Francius Bacon, Thomas Hobbes. John lecke David Hume)

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya adalah.

1. Jelaskan Filsafat Pragmatisme

2. jelaskan Filsafat Idealisme,

3. Jelaskan filsafat Positivisme

4. Jelaskan Post Positivisme

5. Jelaskan Empirisme

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan penulisan makalah ini selain untuk memenuhi tugas dari mata kuliah Filsafat Ilmu dan Islam, penulis juga ingin manambah wawasan tentang filsafat Idealisme, Empirisme, Paragmatisme , Positifisme dan Post Positifisme

khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya, serta untuk mengatasi masalah- masalah yang terjadi disekitar kita terkait pembahasan ini .

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Cara Memperoleh Pengetahuan Sain

Pengalaman manusia sudah berkembang sejak lama. Yang dapat dicatat dengan baik ialah sejak tahun 600-an SM. Yang mula-mula timbul agaknya ialah pengetahuan filsafat dan hampir bersamaan dengan itu berkembang pula pengetahuan sain dan pengetahuan mistik.

Sejak zaman dahulu, manusia telah menginginkan adanya aturan untuk mengatur manusia. Tujuannya ialah agar manusia itu hidup teratur. Hidup teratur itu sudah menjadi kebutuhan manusia sejak dahulu. Untuk menjamin tegaknya kehidupan yang teratur itu diperlukan aturan.

Manusia juga perlu aturan untuk mengatur alam. Pengalaman manusia menunjukkan bila alam tidak diatur maka alam itu akan menyulitkan kehidupan manusia. Sementara itu manusia tidak mau dipersulit oleh alam. Bahkan sebaiknya – kalau dapat – manusia ingin alam itu mempermudah kehidupannya. Karena itu harus ada aturan untuk mengatur alam.

Bagaimana membuat aturan untuk mengatur manusia dalam alam? Siapa yang dapat membuat aturan itu? Orang Yunani Kuno sudah menemukan: manusia itulah yang membuat aturan itu. Humanisme mengatakan bahwa manusia mampu mengatur dirinya (manusia) dan alam. Jadi, manusia itulah yang harus membuat aturan untuk mengatur manusia dan alam.

Bagaimana membuatnya dan apa alatnya? Bila aturan itu dibuat berdasarkan agama atau mitos, maka akan sulit sekali menghasilkan aturan yang

Pertama, mitos itu tidak mencukupi untuk dijadikan sumber membuat aturan untuk mengatur manusia, dan kedua, mitos itu amat tidak mencukupi untuk dijadikan sumber membuat aturan untuk mengatur alam. Kalau begitu, apa sumber aturan itu? Kalau dibuat berdasarkan agama? Kesulitannya ialah agama mana? Masing-masing agama menyatakan dirinya benar, yang lain salah.

Jadi, seandainya aturan itu dibuat berdasarkan agama maka akan banyak orang yang menolaknya. Padahal aturan itu seharusnya disepakati oleh semua orang. Begitulah kira-kira mereka berpikir.

Menurut mereka aturan itu harus dibuat berdasarkan dan bersumber pada sesuatu yang ada pada manusia. Alat itu ialah akal. Mengapa akal? Pertama, karena akal dianggap mampu, kedua, karena akal pada setiap roang bekerja berdasarkan aturan yang sama. Aturan itu ialah logika alami yang ada pada akal setiap manusia. Akal itulah alat dan sumber yang paling dapat disepakati. Maka, Humanisme melahirkan Rasionalisme.

Kalau begitu diperlukan alat lain. Alat itu ialah Empirisme Empirisisme ialah paham filsafat yang mengajarkan bahwa yang benar ialah yang logis dan ada bukti empiris.

Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang benar adalah bergerak, sebab secara empiris dapat dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja perut Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus, benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan mampu menembus. Logis juga.Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat. Tetapi Nah, dalam hal anak panah tadi, menurut Empirisisme yang benar adalah bergerak, sebab secara empiris dapat dibuktikan bahwa anak panah itu bergerak. Coba saja perut Anda menghadang anak panah itu, perut anda akan tembus, benda yang menembus sesuatu haruslah benda yang bergerak. Ya, memang, sesuatu yang diam tidak akan mampu menembus. Logis juga.Nah dengan Empirisisme inilah aturan (untuk mengatur manusia dan alam) itu dibuat. Tetapi

Positivisme mengajarkan bahwa kebenaran ialah yang logis, ada bukti empirisme, yang terukur. “Terukur” inilah sumbangan penting Positivisme. Jadi, hal panas tadi oleh Positivisme dikatakan air kopi ini 80 derajat celcius, air mendidih ini 100 derajat celcius, besi mendidih ini 1000 derajat celcius, ini satu meter panjangnya, ini satu ton beratnya, dan seterusnya. Ukuran-ukuran ini operasional, kuantitatif, tidak memungkinkan perbedaan pendapat. Sebagaimana Anda lihat, aturan untuk mengatur manusia dan aturan untuk mengatur alam yang kita miliki sekarang bersifat pasti dan rinci. Jadi, operasional. Bahkan dada dan pinggul sekarang ini ada ukurannya, katanya, ini dalam kerangka ukuran kecantikan. Dengan ukuran ini maka kontes kecantikan dapat dioperasikan. Kehidupan kita sekarang penuh oleh ukuran.

Positivisme sudah dapat disetujui untuk memulai upaya membuat aturan untuk mengatur manusia dan mengatur alam. Kata Positivisme, ajukan logikanya, ajukan bukti empirisnya yang terukur. Tetapi bagaimana caranya? Kita masih memerlukan alat lain.

BAB III PEMBAHASAN

3.1 PRAGMATISME

3.1.1 Sejarah Kemunculan Pragmatisme

Pragmatisme sebagai suatu gerakan dalam filsafat lahir pada akhir abad ke-19 di Amerika. Karena itu sering dikatakan bahwa pragmatisme merupakan sumbangan yang paling orisinal dari pemikiran Amerika terhadap perkembangan filsafat dunia. Pragmatisme dilahirkan dengan tujuan untuk menjebatani dua kecenderungan berbeda yang ada pada saat itu. Kedua kecenderungan yang mau dijembatani itu yakni, pertantangan yang terjadi antara “yang spekulatif” dan “yang praksis”. Tradisi pemikiran yang spekulatif bersumber dari warisan filsafat rasionalistik Descartes dan berkembang melalui idealisme kritis dari Kant, idealisme absolut Hegel serta sejumlah pemikir rasionalistik lainnya.[6] Warisan ini memberikan kepada rasio manusia kedudukan yang terhormat kerena memiliki kekuatan instrinsik yang besar. Warisan ini pulalah yang telah mendorong para filsuf dan ilmuwan-ilmuwan membangun teori-teori yang mengunakan daya nalar spekulatif rasio untuk mengerti dan menjelaskan alam semesta. Akan tetapi, di pihak lain ada juga warisan pemikiran yang hanya begitu menekankan pentingnya pemikiran yang bersifat praksis semata (empirisme). Bagi kelompok ini, kerja rasio tidak terlalu ditekankan sehingga rasio kehilangan tempatnya. Rasio kehilangan kreativitasnya sebagai instrumen khas manusiawi yang mampu membentuk pemikiran dan mengarahkan sejarah. Hasil dari model pemikiran ini yakni munculnya ilmu-ilmu terapan. Termasuk di dalamnya yakni Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK).

Seperti yang sudah dijelaskan di atas, secara filosofis, pragmatisme Seperti yang sudah dijelaskan di atas, secara filosofis, pragmatisme

1. Bahwa kita tidak pernah memiliki konsep yang menyeluruh tentang realitas,

2. Pengetahuan mengenai obyek-obyek material bersumber dari persepsi dengan perspektif yang berbeda-beda,

3. Dibutuhkan pemahaman multidimensi atau memerlukan pemahaman pluralitas. Jadi pemahaman komprehensif mesti dilihat dalam pluralitas. Selain sependapat dengan empirisme untuk beberapa hal di atas, pragmatisme juga sependapat dengan tradisi rasionalisme dan idealisme dalam hal keseluruhan nilai hidup, terutama moralitas dan agama memberi makna untuk hidup manusia. Melihat apa yang ingin dijembatani ini, pragmatisme mengangkat nilai-nilai positif yang ada pada kedua tradisi tersebut. Prinsip yang dipegang kaum pragmatis yakni: tidaklah penting bahwa saya menerima teori ini atau itu; yang penting ialah apakah saya memiliki suatu teori atau nilai yang dapat berfungsi dalam tindakan.[8]

3.1.2 Pengertian Pragmatisme

Pragmatism berasal dari kata pragma yang berarti guna. Pragma berasal dari kata yunani. Maka pragmatisme adalah suatu aliran filsafat abad ke-20 yang mengajarkan bahwa yang benar adalah apa saja yang membuktikan dirinya sebagai yang benar dengan akibat-akibat yang bermanfaat secara praktis.

Pragmatisme merupakan teoriu kebenaran yang mendasarkan diri kepada criteria tentang fungsi atau tidaknya suatu pernyataan dalam lingkup ruang dan waktu tertentu.

Menrut teori ini, suatu kebenaran suatu pernyataan di ukur dengan menggunakan criteria fungsional. Suatu pernyataan benar jika pernyataan Menrut teori ini, suatu kebenaran suatu pernyataan di ukur dengan menggunakan criteria fungsional. Suatu pernyataan benar jika pernyataan

3.1.3 Tokoh Pragmatisme Dan Pemikirannya

1. Charles Sandre Peirce ( 1839 M )

Dalam konsepnya ia menyatakan bahwa, sesuatu dikatakan berpengaruh bila memang memuat hasil yang praktis. Pada kesempatan yang lain ia juga menyatakan bahwa, pragmatisme sebenarnya bukan suatu filsafat, bukan metafisika, dan bukan teori kebenaran, melainkan suatu teknik untuk membantu manusia dalam memecahkan masalah. Dari kedua pernyataan itu tampaknya Pierce ingin menegaskan bahwa, pragmatisme tidak hanya sekedar ilmu yang bersifat teori dan dipelajari hanya untuk berfilsafat serta mencari kebenaran belaka, juga bukan metafisika karena tidak pernah memikirkan hakekat dibalik realitas, tetapi konsep pragmatisme lebih cenderung pada tataran ilmu praktis untuk membantu menyelesaikan persoalan yang dihadapi manusia.

Peirce mengemukakan dua metode yaitu metode pragmatik dan prosedur penetapan makna. Yang dimaksud metode pragmatik merupakan sebuah ide yang kita pikirkan itu bisa menjadi jelas. Metode pragmatik bukan dimaksudkan untuk menetapkan makna semua ide melainkan untuk konsep intelektual yang dimiliki struktur argumentatif atas fakta obyektif.

Prosedur Penetapan Makna merupakan urunan lain yang dari Peirce pada pragmatisme. Pertama, suatu makna itu kosong bila tak dapat diaplikasikan dalam situasi. Kedua, untuk dapat memberikan makna kita harus membangun sekema sebagai kerangka teoretik untuk mendapatkan isi konsep empirik yang signifikan.

2. William, James (1842-1910)

Lahir di new York, pada tahun 1842. Setelah belajar ilmu kedokteran di universitas Harvard, ia kemudian pada tahun 1855-1860 belajar di Inggris, prancis, Swiss, dan Jerman. memperkenalkan ide-idenya tentang pragmatism kepada dunia. Ia ahli dalam bidang seni, psikologi, anatomi, fisiologi, dan filsafat. Pemikiran filsafatnya lahir karena dalam sepanjang hidupnya mengalami konflik antara pandangan ilmu pengetahuan dengan pandangan agama. Ia beranggapan, bahwa masalah kebenaran tentang asal/tujuan dan hakikatnya bagi orang Amerika terlalu teoritis. Ia menginginkan hasil-hasil yang konkrit. Dengan demikian, untuk mengetahui kebenaran dari idea tau konsep haruslah diselidiki konskuensi-konskuensi praktisnya.

William james selain menamakan filsafatnya dengan pragmatisme, juga menyebut dengan istilah radical empirisme (suatu empirisme harus tidak menerima unsure alam bentuk apapun yang tidak alami secara langsung, atau mengeluarkan dari bentuknya unsure yang di alamin secara langsung).

a. Kebenaran Pragmatisme

Dalam bukunya the meaning of the truth (1909), James mengemukakan bahwa tiada kebenaran mutlak yang berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri, dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat di koreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran Dalam bukunya the meaning of the truth (1909), James mengemukakan bahwa tiada kebenaran mutlak yang berlaku umum, bersifat tetap, berdiri sendiri, dan terlepas dari segala akal yang mengenal. Sebab pengalaman kita berjalan terus dan segala yang kita anggap benar dalam perkembangan pengalaman itu senantiasa berubah, karena di dalam praktiknya apa yang kita anggap benar dapat di koreksi oleh pengalaman berikutnya. Oleh karena itu, tiada kebenaran

James mengajukan pertanyaan “apakah yang dilakukan oleh hide padamu dalam menghadapi kehidupan nyata ?”. Untuk memilikin nilai-nilai kemanusiaan, setiap ide mestilah berguna untuk mewujudkan setiap tujuan hidup yang jelas. Ketika James menyelidiki teori-teori kebenaran yang tradisional, ia menanyakan apakah arti kebenaran dalam tindakan. Kebenaran harus merupakan nilai dari satu ide. Tak ada suatu motif dalam mengatakan bahwa sesuatu itu benar atau tidak benar, kecuali untuk member Petunjuk bagi tindakan yang Praktis. Dalam konteks ini, James mengatakan:

Dalam membuktikan

suatu

kebenaran,

“ideas become true just so far as they help us to get into satisfactory relation other Parts of out experience” (“ suatu ide menjadi benar sejauh ide itu menolong kita untuk memasuki hubungan-hubungan yang menguntungkan dan memuaskan dengan bagian-bagian lain

Pengalaman kita”). James menolak mentah-mentah tentang filsafat tradisional yang

mengatakan bahwa kebenaran itu bersifat “monistik” (tunggal). Kebenaran itu relative, subjektif, dan terus berkembang. Nilai perkembangan dalam pragmatism

tergantung pada akibatnya, kepada kerjanya, atau tergantung kepada keberhasilan dari perbbbuatan yang disiapkan oleh pertimbangan itu. Pertimbangan itu benar jika bermanfaat bagi pelakunya, jika dapat memperkaya hidup, serta kemungkinan-kemungkinan hidup.

Menurut James, ada dua hal kebenaran pokok dalam filsafat, yaitutough minded dan tender minded. Tough minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empiris dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indra. Ini tentu saja menuju pada materialism, dan skeptic dan apriori terhadap apa saja yang berbau immaterial (transidental). Sikaf ini dipegang kuat oleh penganut filsafat Menurut James, ada dua hal kebenaran pokok dalam filsafat, yaitutough minded dan tender minded. Tough minded dalam mencari kebenaran hanya lewat pendekatan empiris dan tergantung pada fakta-fakta yang dapat ditangkap indra. Ini tentu saja menuju pada materialism, dan skeptic dan apriori terhadap apa saja yang berbau immaterial (transidental). Sikaf ini dipegang kuat oleh penganut filsafat

b. Pragmatism dan Etika

Terdapat hubungan yang erat antara konsep pragmatisme mengenai kebenaran dan sumber kebaikan. Selama ide itu bekerja dan menghasilkan hasil-hasil yang memuaskan, maka ide itu bersifat benar. Suatu ide di anggap benar apabila dapat memberikan keuntungan kepada manusia dan yang dapat di percayai tersebut membawa ke arah kebaikan. Suatu bentuk teori etika dapat di bangun demi teori pragmatisme ini. Metode pragmatisme dalam memebrikan batasan antara baik atau buruk, salah atau benar, adalah sama seperti membatasi apakah suatu itu benar atau salah. Contohnya, mencuri bila ia mendatangkan manfaat bagi pelakunya berarti ia baik, tetapi bila ia mengakibatkan menderita berarti ia buruk

3. Jhon Dewey

Ia dilahirkan di Burlingtonpada tahun 1859. Setelah menyelesaikan studinya di Baltimore ia menjadi guru besar di bidang filsafat dan kemudian juga bidang pendidikan pada universitas-universitas di Mionnesota, Michigan, Chicago (1894- 1904), dan akhirnya universitas Columbia (1904-1929).

Sekalipun Dewey terlepas dari Willian James, ia menghasilkan pemikiran yang nampaknya memiliki persamaan dengan gagasan james. Ia adalah seorang Sekalipun Dewey terlepas dari Willian James, ia menghasilkan pemikiran yang nampaknya memiliki persamaan dengan gagasan james. Ia adalah seorang

Pemikiran kita berpangkal dari pengalaman-pengalaman dan bergerak kembali menuju pengalaman-pengalaman. Gerak itu di bangkitkan segera kita di hadapkan dengan suatu keadaan yang menimbulkan persoalan dalam dunia sekitarnya, dan gerak itu berakhir dalam beberapa perubahan dalam dunia sekitar atau dalam diri kita sendiri. Pengalaman yang langsung bukanlah soal pengetahuan, yang mengandung di dalamnya pemisahan antara subjek dan objek, tetapi menyatukan keduanya. Jika subjek dan objek di pisahkan maka itu bukan pengalaman tetapi pemikiran kembali atas pengalaman tadi. Pemikiran itulah yang menyusun sasaran pengetahuan.]

Menurut Dewey, penyelidikan adalah transformasi yang terawasi atau terpimpin dari suatu keadaan yang tertentu. Penyelidikan berkaitan dengan penyusunan kembali pengalaman yang di lakukan dengan sengaja. Oleh karena itu, penyelidikan dengan penilaiannya adalah suatu alat (instrumenth). Jadi yang di maksud dengan instrumentalisme adalah suatu usaha untuk menyusun suatu teori yang logis dan tepat dari konmsep-konsep, pertimbangan-pertimbangan, penyimpulan-penyimpulan dalam bentuknya yang bermacam-macam itu, dengan cara pertama-tama menyelidiki bagaimana pikiran berfungsi dalam penentuan- penentuan yang berdasarkan pengalaman, yang mengenai konsekuensi- konsekuensi di masa depan.

Dalam rangka pandangan ini maka yang benar adalah apa yang pada akhirnya di setujui oleh semua orang yang menyelidikinya. Kebenaran di tegaskan dalam istilah-istilah penyelidikan. Kebenaran sama sekali bukan hal yang sekali di tentukan tidak boleh di ganggu gugat, sebab, dalam prakteknya, kebenaran memiliki nilai fungsional yang tetap. Segala pernyataan yang kita anggap benar pada dasarnya dapat berubah.

Mengenal adalah berbuat. Kadar kebenarannya akan tampak dari pengujiannya oleh pengalaman-pengalaman di dalam praktek. Satu-satunya cara yang dapar di percaya untuk mengatur pengalaman dan untuk mengetahui artinya yang sebenarnya adalah metode induktif.Metode ini bukan hanya berlaku bagi limu pengetahuan fisika tetapi juga bagi persoalan-persoalan sosial dan moral.

3.1.4 CIRI KHAS PRAGMATISME

Seperti yang kita lihat dalam uraian sebelumnya, secara umum orang memakai istilah pragmatisme sebagai ajaran yang mengatakan bahwa suatu teori itu benar sejauh sesuatu mampu dihasilkan oleh teori tersebut. Misalnya sesuatu itu dikatakan berarti atau benar bila berguna bagi masyarakat. Sutrisno lebih lanjut menyatakan bahwa pragmatisme lebih merupakan suatu teori mengenai arti daripada teori tentang kebenaran.

Menurut Peirce kebenaran itu ada bermacam-macam. Ia sendiri membedakan kenajemukan kebenaran itu sebagai berikut : Pertama, trancendental truth yang diartikan sebagai letak kebenaran suatu hal itu bermukim pada kedudukan benda itu sebagai benda itu sendiri. Singkatnya letak kebenaran suatu hal adalah pada “things as things”.

Kedua, complex truth yang berarti kebanaran dari pernyataan- pernyataan. Kebenaran kompleks ini dibagi dalam dua hal, yaitu kebenaran etis disatu pihak dan kebanaran logis dipihak lain.

Kebenaran etis adalah seluruh pernaytaan dengan siapa yang diimami oleh si pembicara, sedangkan kebenaran logis adalah selarasnya suatu pernyataan dengan realitas yang didefinisikan.

Patokan kebenaran proporsi atau pernyataan itu dilandaskan pada pengalaman. Artinya : suatu proporsi itu benar apabila pengalaman ,e,buktikan kebenarannya. Begitu pula sebaliknya. Menurut Peirc, ada beberapa proporsi yang tidak dapat dikatakan salah, yaitu proporsi dari matematika murni.

Disini, kriteria kebenaran matematika murni letknya dalm hal “ketidak mungkinannya lagi” untuk menemukan kasus yang lemah. Dalam matematika murni, semua kasus dan proporsi serba kuat . proporsinya sama sekali juga tidak mengatakan sesuatu tentang hal-hal yang faktual ada atau fakta aktual karena matematika murni tidak pernah menghiraukan apakah ada real atau fakta yang cocok dengan pernyataan itu atau tidak. Karena itulah Peirnc mengatakan bahwa proporsi matematika murni tidak dapat diklasifikasikan secara pasti kebenarannya. Masalah penentuan hal “benar” memang bisa dilihat dari bermacam- macam segi yaitu disatu pihak bisa diartikan sebagai “the universe of all truth”, dipihak lain, dari sudut epistemologi, kebenaran di definisikan sebagai kesesuaian antara pernyataan dengan penyelidikan empiris.

Karena itu, teori pragmatisme Peirce lebih menekankan teori tetntang arti daripada teori tentang kebenara. Pandangan Peirce tentang kebenaran dalam uraian diatas, lebih merupakan pandangan seorang idealis daripada pandangan seorang pragmatis

Menurut Peirce, pragmatis adalah suatu metode untuk membuat sesuatu Menurut Peirce, pragmatis adalah suatu metode untuk membuat sesuatu

Ketiga, yaitu ide tentang kaitan salah satu bentuk pasti dari obyek yang diamati oleh penilik, ciri khas pragmatisme merupakan ,etode untuk ,e,astikam arti ide-ide di atas.

3.1.5 Kekuatan Dan Kelemahan Pragmatisme

1. Kekuatan Pragmatisme.

a. Pragmatisme mengarahkan aktivitas manusia untuk hanya sekedar mempercayai pada hal yang sifatnya riil, indrawi, dan yang manfaatnya bisa dinikmati secara praktis pragmatis dalam kehidupan sehari-hari.

b. Pragmatisme telah berhasil mendorong berfikir yang liberal, bebas, dan selalu menyangsikan segala yang ada. Berangkat dari sikap skeptis tersebut, pragmatisme telah mampu mendorong dan member semangat pada seseorang untuk berlomba-lomba membuktiakn suatu konsep lewat penelitian-penelitian,

dan eksperimen- eksperimen sehingga muncullah temuan-temuan baru dalam dunia ilmu pengetahuan dan teknologi yang mampu mendorong secara dahsyat terhadap kemajuan di bidang sosial dan ekonomi.

pembuktian-pembuktian

c. Sesuai dengan coraknya yang “sekuler” pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercayaan dapat di terima apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya suatu yang sacral dan mitos. Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi, c. Sesuai dengan coraknya yang “sekuler” pragmatisme tidak mudah percaya pada “kepercayaan yang mapan”. Suatu kepercayaan dapat di terima apabila terbukti kebenarannya lewat pembuktian yang praktis sehingga pragmatisme tidak mengakui adanya suatu yang sacral dan mitos. Dengan coraknya yang terbuka, kebanyakan kelompok pragmatisme merupakan pendukung terciptanya demokratisasi,

2. Kelemahan Pragmatisme:

a. Pada perkembangannya pragmatisme sangat mendewakan kemampuan akal dalam upaya mencapai kebutuhan kehidupan, maka sikap seperti ini menurus kepada sikap hateisme.

b. Karena yang menjadi kebutuhan utama dalam filsafat pragmatisme adalah suatu yang nyata, praktis, dan langsung dapat di nikmati hasilnya oleh manusia, maka pragmatisme menciptakan pola pikir masyarakat yang materialis. Manusia berusaha keras untuk memenuhi kebutuhan- kebutuhan yang bersifat rohaniah, maka dalam otak masyarakat pragmatisme trelah di hinggapi oleh penyakit materialism.

c. Untuk mencapai tujuan materialismenya, manusia mengejarnya dengan berbagai cara, tanpa mempedulikan lagi bahwa dirinya merupakan anggota dari masyarakat sosialnya. Ia bekerja tanpa mengenal batas waktu hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan materinya, maka dalam struktur masyarakatnya manusia hidup semakin egois individualis. Dari sini masyarakat pragmatisme menderita penyakit humanisme.

3.1.6 Sifat-sifat Pragmatisme

Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan Pragmatisme mempunyai dua sifat, yaitu merupakan kritik terhadap pendekatan ideologis dan prinsip pemecahan masalah. Sebagi kritik terhadap pendekatan ideologis, pragmatisme mempertahankan relevansi sebuah ideologi bagi pemecahan, misalnya fungsi pendidikan. Pragmatisme mengkritik segala macam teori tentang cita-cita, filsafat, rumusan-rumusan abstrak yang sama sekali tidak memiliki konsekuansi praktis. Bagi kaum pragmatis, yang penting bukan keindahan suatu konsepsi melainkan hubungan nyata pada pendekatan

Dalam kedua sifat tersebut terkandung segi negatif pragmatisme dan segi-segi positifnya. Pragmatisme, misalnya, mengabaikan peranan diskusi. Justru di sini muncul masalah, karena pragmatisme membuang diskusi tentang dasar pertanggungjawaban yang diambil sebagai pemecahan atas masalah tertentu. Sedangkan segi positifnya tampak pada penolakan kaum pragmatisterhadap perselisihan teoritis,serta pembahasan nilai-nilai yang berkepanjangan sesegera mungkin mengambil tindakan langsung

3.1.7 Implementasi Filsafat Pragmatisme

Dalam pelaksanaannya, pendidikan pragmatisme mengarahkan agar subjek didik saat belajar di sekolah tak berbeda ketika ia berada di luar sekolah. Oleh karenanya, kehidupan di sekolah selalu disadari sebagai bagian dari pengalaman hidup, bukan bagian dari persiapan untuk menjalani hidup. Di sini pengalaman belajar di sekolah tidak berbeda dengan pengalaman saat ia belajar di luar sekolah. Pelajar menghadapi problem yang menyebabkan lahirnya tindakan penuh dari pemikiran yang relative. Di sini kecerdasan disadari akan melahirkan pertumbuhan dan pertumbuhan akan membawa mereka di dalam beradaptasi dengan dunia yang berubah. Ide gagasan yang berkembang menjadi sarana keberhasila.

1. Instrumemtalisme

Dewey berpendapat bahwa berpikir sebagai alat untuk memecahkan masalah. Dengan demikian maka ia mengesampingkan penelitian ilmu murni yang secara langsung berkaitan dengan kehidupan konkret.

2. Eksperimentalisme

Kita menguji kebenaran suatu peoposisi dengan melakukan percobaan. Dengan demikian maka tidak ada kebenaran yang pasti dan dapat dijadikan pedoman dalam bertindak. Misalnya: suatu UU terus menerus diuji. Lantas, kapan masyarakat bisa menjadikan UU itu sebagai pedoman untuk bertindak? Pendek kata dalam hidup bermasyarakat, kita memerlukan kebenaran yang ditetapkan, bukan terus-menerus diuji.

3. Pendidikan

Dewey menekankan pendidikan formal berdasarkan minat anak-anak dan pelajaran yang diberikan hendaknya disesuaikan dengan minat anak-anak. Dengan pandangan yang demikian maka pelajaran yang berlangsung di sekolah tidak difokuskan karena minat setiap anak itu berbeda-beda. Demikian juga dengan pelajaran-pelajaran pokok yang harus diajarkan kepada anak-anak tidak dapat diterapkan dengan baik.

4. Moral

Penolakan dewey terhadap gagasan adanya final end berdasarkan finalis kodrat manusia dan sebagai gantinya ia menekankan peran ends-in-view, membuat teorinya jatuh pa

da masalah ”infinite regress” (tidak adanya pandangan yang secara logis memberi pembenaran akhir bagi proses penalaran. Karena adanya

final end yang berlaku universal ditolak dan yang ada adalah serangkaian ends- in-view maka pembenaran terhadap ends-in-view tidak pernah dilakukan secara defenitif. Akibatnya tidak ada tolak ukur yang tegas untuk menilai tindakan itu baik atau tidak Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab final end yang berlaku universal ditolak dan yang ada adalah serangkaian ends- in-view maka pembenaran terhadap ends-in-view tidak pernah dilakukan secara defenitif. Akibatnya tidak ada tolak ukur yang tegas untuk menilai tindakan itu baik atau tidak Model pembelajaran pragmatisme adalah anak belajar di dalam kelas dengan cara berkelompok. Dengan berkelompok anak akan merasa bersama-sama terlibat dalam masalah dan pemecahanya. Anak akan terlatih bertanggung jawab

Tujuan Pendidikan, tujuan pendidikan pragmatisme adalah memberikan pengalaman untuk penemuan hal-hal baru dalam hidup sosial dan pribadi. 

Kedudukan Siswa, kedudukan siswa dalam pendidikan pragmatisme merupakan suatu organisasi yang memiliki kemampuan yang luar biasa dan kompleks untuk tumbuh. 

Kurikulum, kurikulum pendidikan pragmatis berisi pengalaman yang teruji yang dapat diubah. Demikian pula minat dan kebutuhan siswa yang dibawa ke sekolah dapat menentukan kurikulum. Guru menyesuaikan bahan ajar sesuai dengan minat dan kebutuhan anak tersebut. 

Metode, metode yang digunakan dalam pendidikan pragmatisme adalah metode aktif, yaitu learning by doing (belajar sambil bekerja), serta metode pemecahan masalah (problem solving method), serta metode penyelidikan dan penemuan (inquiri and discovery method). Dalam praktiknya (mengajar), metode ini membutuhkan guru yang memiliki sifat pemberi kesempatan, bersahabat, seorang pembimbing, berpandangan terbuka, antusias, kreatif, sadar bermasyarakat, siap siaga, sabar, bekerjasama, dan bersungguh-sungguh agar belajar berdasarkan pengalaman dapat diaplikasikan oleh siswa dan apa yang dicita-citakan dapat tercapai. 

Peran Guru. Peran guru dalam pendidikan pragmatisme adalah mengawasi dan membimbing pengalaman belajar siswa, tanpa mengganggu minat dan kebutuhannya.

Selain hal di atas, pendidikan pragmatisme kerap dianggap sebagai pendidikan yang mencanangkan nilai-nilai demokrasi dalam ruang pembelajaran sekolah. Karena pendidikan bukan ruang yang terpisah dari sosial, setiap orang dalam suatu masyarakat juga diberi kesempatan untuk terlibat dalam setiap pengambilan keputusan pendidikan yang ada. Keputusan-keputusan tersebut kemudian mengalami evaluasi berdasarkan situasi-situasi sosial yang ada.

3.2 IDEALISME

3.2.1 Sejarah Idealisme

Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pemikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. Plato menyatakan bahwa alam cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanya berupa bayangan saja dari alam ide.

Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai suatu tenaga yang berada dalam benda- benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan bahwa paham idealisme sepanjang masa tidak pernah hilang sama sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.

Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan, maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang Pada jaman Aufklarung para filosof yang mengakui aliran serba dua (dualisme) seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan, maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang

Secara historis, idealisme diformulasikan dengan jelas pada abad IV sebelum masehi oleh Plato (427-347 SM). Semasa Plato hidup kota Athena adalah kota yang berada dalam kondisi transisi (peralihan). Peperangan bangsa Persia telah mendorong Athena memasuki era baru. Seiring dengan adanya peperangan-peperangan tersebut, perdagangan dan perniagaan tumbuh subur dan orang-orang asing tinggal diberbagai penginapan Athena dalam jumlah besar untuk meraih keuntungan mendapatkan kekayaan yang melimpah. Dengan adanya hal itu, muncul berbagai gagasan-gagasan baru ke dalam lini budaya bangsa Athena. Gagasan-gagasan baru tersebut dapat mengarahkan warga Athena untuk mengkritisi pengetahuan & nilai-nilai tradisional. Saat itu pula muncul kelompok baru dari kalangan pengajar (para Shopis. Ajarannya memfokuskan pada individualisme, karena mereka berupaya menyiapkan warga untuk menghadapi peluang baru terbentuknya masyarakat niaga. Penekanannya terletak pada individualisme, hal itu disebabkan karena adanya pergeseran dari budaya komunal masa lalu menuju relativisme dalam bidang kepercayaan dan nilai.

Aliran filsafat Plato dapat dilihat sebagai suatu reaksi terhadap kondisi perubahan terus-menerus yang telah meruntuhkan budaya Athena lama. Ia merumuskan kebenaran sebagai sesuatu yang sempurna dan abadi (eternal). Dan sudah terbukti, bahwa dunia eksistensi keseharian senantiasa mengalami perubahan. Dengan demikian, kebenaran tidak bisa ditemukan dalam dunia materi yang tidak sempurna dan berubah. Plato percaya bahwa disana terdapat kebenaran yang universal dan dapat disetujui oleh semua orang. Contohnya dapat ditemukan pada matematika, bahwa 5 + 7 = 12 adalah selalu benar

(merupakan kebenaran apriori), contoh tersebut sekarang benar, dan bahkan di waktu yang akan datang pasti akan tetap benar.

Idealisme dengan penekanannya pada kebenaran yang tidak berubah, berpengaruh pada pemikiran kefilsafatan. Selain itu, idealisme ditumbuh kembangkan dalam dunia pemikiran modern. Tokoh-tokohnya antara lain: Rene Descartes (1596-1650), George Berkeley (1685-1753), Immanuel Kant (1724- 1804) dan George W. F. Hegel (1770-1831). Seorang idealis dalam pemikiran pendidikan yang paling berpengaruh di Amerika adalah William T. Harris (1835- 1909) yang menggagas Journal of Speculative Philosophy. Ada dua penganut idealis abad XX yang telah berjuang menerapkan idealisme dalam bidang pendidikan modern, antara lain: J. Donald Butler dan Herman H. Horne. Sepanjang sejarah, idealisme juga terkait dengan agama, karena keduanya sama-sama memfokuskan pada aspek spiritual dan keduniawian lain dari realitas.

3.2.2 Pengertian Idealisme

Idealisme adalah salah satu aliran filsafat pendidikan yang berpaham bahwa pengetahuan dan kebenaran tertinggi adalah ide. Semua bentuk realita adalah manifestasi dalam ide. Karena pandangannya yang idealis itulah idealisme sering disebut sebagai lawan dari aliran realisme. Tetapi, aliran ini justru muncul atas feed back realisme yang menganggap realitas sebagai kebenaran tertinggi. Idealisme menganggap, bahwa yang konkret hanyalah bayang-bayang, yang terdapat dalam akal pikiran manusia. Kaum idealisme sering menyebutnya dengan ide atau gagasan. Seorang realisme tidak menyetujui pandangan tersebut. Kaum realisme berpendapat bahwa yang ada itu adalah yang nyata, riil, empiris, bisa dipegang, bisa diamati dan lain-lain. Dengan kata lain sesuatu yang nyata adalah sesuatu yang bisa diindrakan (bisa diterima oleh panca indra).

3.2.3 Perkembangan Idealisme.

Aliran ini merupakan aliran yang sangat penting dalam perkembangan sejarah pikiran manusia. Mula-mula dalam filsafat Barat kita temui dalam bentuk ajaran yang murni dari Plato. Yang menyatakan bahwa alam, cita-cita itu adalah yang merupakan kenyataan sebenarnya. Adapun alam nyata yang menempati ruang ini hanyalah berupa bayangan saja dari alam idea itu. Aristoteles memberikan sifat kerohanian dengan ajarannya yang menggambarkan alam ide sebagai sesuatu tenaga (entelechie) yang berada dalam benda-benda dan menjalankan pengaruhnya dari benda itu. Sebenarnya dapat dikatakan sepanjang masa tidak pernah faham idealisme hilang sarna sekali. Di masa abad pertengahan malahan satu-satunya pendapat yang disepakati oleh semua ahli pikir adalah dasar idealisme ini.

Pada jaman Aufklarung ulama-ulama filsafat yang mengakui aliran serba dua seperti Descartes dan Spinoza yang mengenal dua pokok yang bersifat kerohanian dan kebendaan maupun keduanya mengakui bahwa unsur kerohanian lebih penting daripada kebendaan. Selain itu, segenap kaum agama sekaligus dapat digolongkan kepada penganut Idealisme yang paling setia sepanjang masa, walaupun mereka tidak memiliki dalil-dalil filsafat yang mendalam. Puncak jaman Idealiasme pada masa abad ke-18 dan 19 ketika periode Idealisme Jerman sedang besar sekali pengaruhnya di Eropa

3.2.4 Jenis-jenis Idealisme

a. Idealisme Subyektif (Immaterialisme) :

Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi- persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda material, obyek pengalaman adalah persepsi. Benda-benda seperti Seorang idealis subyektif berpendirian bahwa akal, jiwa dan persepsi- persepsinya atau ide-idenya merupakan segala yang ada. Obyek pengalaman bukan benda material, obyek pengalaman adalah persepsi. Benda-benda seperti

Berkeley menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah riil disebabkan oleh akal yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi, adalah pencipta dan pengatur alam. Kehendak Tuhan adalah hukum alam. Tuhan menentukan urutan dan susunan ide-ide. Berkeley menyatakanbahwa ketertiban dan konsistensi alam adalah riil disebabkan oleh akal yang aktif yaitu akal Tuhan, akal yang tertinggi, adalah pencipta dan pengatur alam. Kehendak Tuhan adalah hukum alam. Tuhan menentukan urutan dan susunan ide-ide.Tak mungkin ada benda atau persepsi tanpa seorang yang mengetahui benda atau persepsi tersebut, subyek (akal atau si yang tahu) seakan-akan menciptakan obyeknya (apa yang disebut materi atau benda-benda) bahwa apa yang riil itu adalah akal yang sadar atau persepsi yang dilakukan oleh akal tersebut.

b. Idealisme Obyektif

Platomenamakan realitas yang fundamental dengan nama ide, tetapi baginya, tidak seperti Berkeley, hal tersebut tidak berarti bahwa ide itu, untuk berada, harus bersandar kepada suatu akal, apakah itu akal manusia atau akal Tuhan. Platopercaya bahwa di belakang alam perubahan atau alam empiris, alam fenomena yang kita lihat atau kita rasakan, terdapat dalam ideal, yaitu alam essensi, formatau ide.

Plato:dunia dibagi dalam dua bagian.

 Pertama, dunia persepsi, dunia penglihatan, suara dan benda- benda individual. Dunia seperti itu, yakni yang kongkrit, temporal dan rusak, bukanlah dunia yang sesungguhnya, melainkan dunia penampakkan saja.

 Kedua, terdapat alam di atas alam benda, yaitu alam konsep, ide, universal atau essensiyang abadi. Konsep manusiamengandung realitasyang lebih besar daripada yang dimiliki orang seorang. Dikenalnyabenda-benda individual karena mengetahui konsep-konsep dari contoh-contoh yang abadi.

Ide-ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda individual adalah copyatau bayangandari ide-ide tersebut. Ide- ide yang tidak berubah atau essensi yang sifatnya riil, diketahui manusia dengan perantaraan akal. Jiwa manusia adalah essensi immaterial, dikurung dalam badan manusia untuk sementara waktu. Dunia materi berubah, jika dipengaruhi rasa indra, hanya akan memberikan opini dan bukan pengetahuan. Ide-ide adalah contoh yang transenden dan asli, sedangkan persepsi dan benda-benda individual adalah copyatau bayangandari ide-ide tersebut. Ide-ide yang tidak berubah atau essensi yang sifatnya riil, diketahui manusia dengan perantaraan akal. Jiwa manusia adalah essensi immaterial, dikurung dalam badan manusia untuk sementara waktu. Dunia materi berubah, jika dipengaruhi rasa indra, hanya akan memberikan opini dan bukan pengetahuan. Kelompok idealis obyektif modern berpendapat bahwa semua bagian alam tercakup dalam suatu tertib yang meliputi segala sesuatu, dan mereka menghubungkan kesatuan tersebut kepada ide dan maksud-maksud dari suatu akal yang mutlak (absolute mind).

Hegel (1770-1831) memaparkan satu dari sistem-sistem yang terbaik dalam idealisme monistik ataumutlak(absolute). Pikiran adalah essensi dari alam dan alam adalah keseluruhan jiwa yang diobyektifkan. Alam adalahAkal yang Mutlak(absolute reason) yang mengekpresikan dirinya dalam bentuk luar.

Sejarahadalah cara zat Mutlak (absolute) itu menjelmadalam waktu dan pengalaman manusia. Oleh karena alam itu satu, dan bersifat mempunyai maksud serta berpikir, maka alam itu harus berwatak pikiran. Hegel membentangkan suatu konsepsi yang dinamik tentang jiwa dan lingkungan; jiwa dan lingkungan itu adalah begitu berkaitan sehingga tidak dapat mengadakan pembedaan yang jelas antara keduanya. Jiwa mengalami realitas setiap waktu.

c. Idealisme Personal

Personalismemuncul sebagai protesterhadap meterialisme mekanik dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukannya pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir. Realitas itu termasuk dalam personalitas yang sadar. Jiwa (self) adalah satuan kehidupan yang tak dapat diperkecil lagi, dan hanya dapat dibagi dengan cara abstraksi yang palsu. Kelompok personalis berpendapat bahwa perkembangan terakhir dalam sains modern, termasuk di dalamnya formulasi teori realitas dan pengakuan yang selau bertambah terhadap 'tempat berpijaknya si pengamat' telah memperkuat sikap mereka. Realitasadalah suatu sistem jiwa personal, oleh karena itu realitas bersifat pluralistik. Kelompok personalis menekankan realitas dan harga diri dari orang-orang, nilai moral, dan kemerdekaan manusia. Bagi kelompok personalis, alam adalah tata tertib yang obyektif, walaupun begitu alam tidak berada sendiri. Manusia mengatasi alam jika ia mengadakan interpretasi terhadap alam ini. Sains mengatasi materialnya melalui teori-teorinya; alam arti dan alam nilai menjangkau lebih jauh daripada alam semesta sebagai penjelasan terakhir.Realitas adalah masyarakat perseorangan yang juga mencakup Zat yang tidak diciptakan dan orang-orang yang diciptakan Tuhan dalam masyarakat manusia. Alam diciptakan oleh Tuhan, Akuyang Maha Tinggi dalam masyarakat Personalismemuncul sebagai protesterhadap meterialisme mekanik dan idealisme monistik. Bagi seorang personalis, realitas dasar itu bukannya pemikiran yang abstrak atau proses pemikiran yang khusus, akan tetapi seseorang, suatu jiwa atau seorang pemikir. Realitas itu termasuk dalam personalitas yang sadar. Jiwa (self) adalah satuan kehidupan yang tak dapat diperkecil lagi, dan hanya dapat dibagi dengan cara abstraksi yang palsu. Kelompok personalis berpendapat bahwa perkembangan terakhir dalam sains modern, termasuk di dalamnya formulasi teori realitas dan pengakuan yang selau bertambah terhadap 'tempat berpijaknya si pengamat' telah memperkuat sikap mereka. Realitasadalah suatu sistem jiwa personal, oleh karena itu realitas bersifat pluralistik. Kelompok personalis menekankan realitas dan harga diri dari orang-orang, nilai moral, dan kemerdekaan manusia. Bagi kelompok personalis, alam adalah tata tertib yang obyektif, walaupun begitu alam tidak berada sendiri. Manusia mengatasi alam jika ia mengadakan interpretasi terhadap alam ini. Sains mengatasi materialnya melalui teori-teorinya; alam arti dan alam nilai menjangkau lebih jauh daripada alam semesta sebagai penjelasan terakhir.Realitas adalah masyarakat perseorangan yang juga mencakup Zat yang tidak diciptakan dan orang-orang yang diciptakan Tuhan dalam masyarakat manusia. Alam diciptakan oleh Tuhan, Akuyang Maha Tinggi dalam masyarakat

3.2.5. Kelebihan dan Kekurangan Idealisme

Idealisme berasal dari kata ide yang artinya adalah dunia di dalam jiwa (Plato), jadi pandangan ini lebih menekankan hal-hal bersifat ide, dan merendahkan hal-hal yang materi dan fisik. Realitas sendiri dijelaskan dengan gejala-gejala psikis, roh, pikiran, diri, pikiran mutlak, bukan berkenaan dengan materi. Kata idealisme pun merupakan istilah yang digunakan pertama kali dalam dunia filsafat oleh Leibniz pada awal abad 18. Ia menerapkan istilah ini pada pemikiran Plato, seraya memperlawankan dengan materialisme Epikuros.

Istilah Idealisme adalah aliran filsafat yang memandang yang mental dan ideasional sebagai kunci ke hakikat realitas. Dari abad 17 sampai permulaan abad 20 istilah ini banyak dipakai dalam pengklarifikasian filsafat. Tokoh-tokoh lain cukup banyak ; Barkeley, Jonathan Edwards, Howison, Edmund Husserl, Messer dan sebagainya. Kelebihan:

 Meningkatkan daya pemikiran dari segi menghasilkan ide yang benar dan boleh dipakai. Kelemahan : 

Anggapan terhadap sesuatu nilai atau kebenaran yang kekal sepanjang masa.

Kelemahan :

 Anggapan terhadap sesuatu nilai atau kebenaran yang kekal sepanjang masa.

3.2.6 Tokoh-tokoh Idealisme

Plato (477 -347 Sb.M)

Menurut Plato, kebaikan merupakan hakikat tertinggi dalam mencari kebenaran. Tugas ide adalah memimpin budi manusia dalam menjadi contoh bagi pengalaman. Siapa saja yang telah mengetahui ide, manusia akan mengetahui jalan yang pasti, sehingga dapat menggunakannya sebagai alat untuk mengukur, mengklarifikasikan dan menilai segala sesuatu yang dialami sehari-hari.

Immanuel Kant (1724 -1804)