HUKUM PERBURUHAN Perlindungan Hukum Te

BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Peraturan Perundang-Undangan di Indonesia yang Mengatur Tentang Perlindungan
Terhadap Pekeja Anak.
Menurut Undang-undang Nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (selanjutnya disebut
UU 13 tahun 2003) pasal 68 tercantum bahwa pengusaha dilarang mempekerjakan anak. Pengertian
anak yang dipakai dalam undang-undang ini adalah pengertian anak dalam undang-undang nomor 23
tahun 2003 tentang Perlindungan Anak yang tercantum dalam pasal 1 poin 1 yaitu Anak adalah
seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam
kandungan.
Undang-Undang ini mengatur dengan jelas tentang umur minimum seseorang untuk bekerja
1. Umur minimum tidak boleh 15 tahun. Negara-negara yang fasilitas perekonomian dan
pendidikannya belum dikembangkan secara memadai dapat menetapkan usia minimum 14
tahun untuk bekerja pada tahap permulaan.
2. Umur minimum yang lebih tua yaitu 18 tahun ditetapkan untuk jenis pekerjaan yang
berbahaya “yang sifat maupun situasi dimana pekerjaan tersebut dilakukan kemungkinan
besar dapat merugikan kesehatan, keselamatan atau moral anak-anak”.
3. Umur minimum yang lebih rendah untuk pekerjaan ringan ditetapkan pada umur 13 tahun. 1
Namun terdapat perkecualian dalam undang-undang ini yaitu pada pasal 69 yaitu bagi anak
usia 13-15 tahun boleh melakukan pekerjaan ringan yang tidak mengganggu perkembangannya. Bagi

pengusaha yang mempekerjakan anak juga harus memenuhi beberapa persyaratan sesuai dengan pasal
69 (2). Kecuali bagi anak yang bekerja pada usaha keluarganya.
Sehingga dari sini dapat diamati bahwa dalam pasal ini merupaakn perlindungan hukum
terhadap anak bukan terhadap pekerja anak. Dengan pasal ini diharapkan bahwa tidak ada pekerja
anak di Indonesia. Namun mengingat adanya ketimpangan sosial yang sangat besar dan tingkat
kesejahteraan yang rendah di Indonesia menyebabkan banyak anak-anak yang terpaksa harus menjadi
pekerja anak. Disini pemerintah masih belum mampu menciptakan suatu kondisi bebas pekerja anak.
Karena itulah pembentuk undang-undang ini akhirnya memberi kesempatan bagi pekerja anak
sekaligus menyusun suatu perlindungan terhadapnya. Karena pelarangan ini tidak bersifat mutlak,
melainkan ada beberapa pengecualian, maka ada kesempatan adanya pekerja anak. Konsekuensinya
dibutuhkan perlindungan hukum yang baik untuk pekerja anak dalam undang-undang ini.
1Admin, Pertanyaan mengenai Pekerja Anak, 2012, Diakses dari
http://www.gajimu.com/main/pekerjaan-yanglayak/pekerja-anak pada Rabu 13 Maret
2013 pukul 1.20

Perlindungan terhadap pekerja anak dalam undang-undang ini terdiri dari dua wujud yaitu pembatasan
dan pelarangan.2
A. Pembatasan sebagai Wujud Perlindungan Pekerja Anak
Dalam UU 13 tahun 2003 pasal 68 sebenarnya telah ditegaskan bahwa pengusaha dilarang
mempekerjakan anak. Namun pada pasal 69 ayat (1), pasal 70 ayat (1) dan pasal 71 ayat (1)

dicantumkan adanya pengecualian.
Karena ketidakmampuan pemerintah menciptakan kondisi kondusif dimana tidak adalagi
pekerja anak, maka pembentuk undang-undang membentuk suatu pola pikir untuk meloloskan pekerja
anak sebagai suatu pekerjaan legal namun dengan batasan-batasan tertentu. Pasal ini tentu saja
mencantumkan larangan yang akhirnya disertai dengan pengecualian. Pengecualian ini sebenarnya
adalah bentuk batasan sejauh mana pengusaha dapat memanfaatkan anak sebagai tenaga kerja.
Dalam pasal tersebut dapat dilihat bahwa anak dapat menjadi pekerja hanya pada hal-hal
tertentu saja yaitu:
1. pekerjaan ringan untuk anak usia 13-15 tahun
Pekerjaan ringan yang dapat dilakukan anak disini masih belum memiliki batasan yang jelas
tertera dalam UU 13 tahun 2003 atau peraturan pelaksananya. Pengertiannya kemudian diperoleh
lewat penafsiran gramatikal dan sistematis terhadap isi undang-undang.
Berdasarkan pasal 7 Konvensi ILO Nomor 138, pasal 3 Konvensi ILO Nomor 182, dan pasal 69
ayat (2) UU 13 tahun 2003 dapat diperoleh pengertian bahwa pekerjaan ringan disini adalah;
a. Bukan pekerjaan terburuk
b. Tidak berbahaya bagi kesehatan dan perkembangan anak
c. Waktu kerja maksimum 3 jam
d. Memenuhi persyaratan kesehatan dan keselamatan
e. Tidak menghalangi untuk dapat terus mengikuti pelajaran sekolah
f.


Memenuhi persyaratan dalam pasal 62 ayat (2) UU 32 tahun 2003 3

2. pekerjaan ditempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan dan pelatihan
Tentang pekerjaan ini diatur dalam pasal 70 UU 13 tahun 2003. Namun tidak ada kejelasan
apakah pekerjaan oleh anak ini dilakukan dalam hubungan kerja atau diluar hubungan kerja (dalam
pengawasan guru atau instruktur). Tapi jika anak melakukan pekerjaan sebagai praktik kerja yang

2 Abdul R. Budiono, 2011, Hukum Perburuhan, (Jakarta:PT Indeks, 2011) hlm.141
3 Ibid, hlm.144

merupakan bagian dari kurikulum dan dalam hubungan kerja maka ketentual pasal 70 ini dapat
diberlakukan.
Yang menjadi persoalan disini menurut Abdul Budiono adalah tidak adanya sanksi pidana
yang menyertai pasal 70 ini seperti pada pasal 69 diatas. Hal ini mungkin didukung oleh maksud
pembuat undang-undang yang menganggap pekerjaan ini sebagai pekerjaan diluar hubungan kerja
yang notabene-nya anak berada dibawah pengawasan guru atau instruktur. Anggapan umumnya
adalah karena anak berada dibawah pengawasan guru dan diluar hubungan kerja, kemungkinan
terjadinya perlakuan yang merugikan anak sangat kecil dan hampir tidak terjadi.
Akan tetapi karena lagi-lagi undang-undang masih belum memberikan batasan dengan jelas

apakah pekerjaan yang dimaksud adalah dalam hubungan kerja atau tidak, sanksi pidana ini akan
lebih konstruktif jika diberlakukan bagi pasal 70 sebagaimana dicantumkan untuk pasal 69. Jika
pekerja anak yang bekerja ditempat kerja yang merupakan bagian dari kurikulum pendidikan dalam
hubungan kerja maka sanksi ini sangat dibutuhkan untuk menjamin adanya perlindungan hukum bagi
pekerja anak. Hal ini karena kedudukannya sama dengan pekerjaan yang bukan merupakan bagian
dari kurikulum pendidikan. Perlindungan hukum bagi pekerja anak dibutuhkan juga sebagaimana
diterapkan pada pasal 69.
3. Pekerjaan untuk mengembangkan bakat dan minat.
Pejelasan atas UU 13 tahun 2003 pasal 71 menyebutkan “Ketentuan dalam ayat ini
dimaksudkan untuk melindungi anak agar pengembangan bakat dan minat anak yang pada umumnya
muncul pada usia ini tidak terhambat.”
Pengaturan lebih lanjut tentang undang-undang ini diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor : Kep. 115/Men/VII/2004 Tentang Perlindungan
Bagi Anak yang Melakukan Pekerjaan Untuk Mengembangkan Bakat Dan Minat (selanjutnya disebut
Kepmenakertrans KEP115MENVII2004)
Menurut Abdul Budiono,wujud perlindungan bagi anak dalam melakukan pekerjaan untuk
mengembangkan bakat dan minat ini adalah dengan adanya keterlibatan orangtua sebagaimana
tercantum dalam pasal 4 Kepmenakertrans KEP115MENVII2004 yaitu;
a. Pengusaha dilarang mempekerjakan anak untuk mengembangkan bakat dan minat
tanpa pengawasan langsung orang tua/wali.

b. Pengawasan langsung oleh orang tua/wali sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan dengan :
i. mendampingi setiap kali anaknya melakukan pekerjaan;
ii. mencegah perlakuan eksploitatif terhadap anaknya;

iii. menjaga keselamatan, kesehatan dan moral anaknya selama melakukan
pekerjaan;
Berdasarkan metode rechtfinding a contrario pasal ini dapat diartikan bahwa anak yang
bekerja untuk mengembangkan bakat dan minat harus dalam pengawasan langsung orang tua atau
wali.
B. Pelarangan sebagai Wujud Perlindungan Pekerja Anak
1. Pemisahan Tempat Kerja antara Pekerja Anak dan Pekerja Dewasa
Berdasarkan pasal 72 UU 13 tahun 2003 pengusaha yang mempekerjakan pekerja anak dan
dewasa harus memisahkan tempat kerja antara keduanya. Secara a contrario berarti undang-undang
melarang pekerja anak untuk bekerja bersama pekerja dewasa dalam satu tempat. Namun lagi-lagi
tidak ada sanksi pidana ataupun sanksi administrasi yang menyertai pasal ini.
2. Larangan Mempekerjakan dan Melibatkan Anak pada Pekerjaan Terburuk
Larangan ini diberlakukan sejalan dengan diratifikasinya Konvensi ILO nomor 182 oleh
Indonesia sebagaimana tercantum dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 2000 Tentang Pengesahan
ILO Convention No. 182 Concerning The Prohibition And Immediate Action For The Elimination Of

The Worst Forms Of Child Labour (Konvensi ILO No. 182 Mengenai Pelarangan Dan Tindakan
Segera Penghapusan Bentuk-Bentuk Pekerjaan Terburuk Untuk Anak. Kemudian pada peraturan
pelaksanaannya diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor Kep.235/Men/2003 Tanggal 31 Oktober 2003 Tentang Jenis-Jenis Pekerjaan Yang
Membahayakan Kesehatan, Keselamatan Atau Moral Anak Larangan Pekerja Anak Perempuan
Bekerja

Pada

Waktu

Tertentu

(selanjutnya

akan

disebut

sebagai


Kepmenakertrans

KEP235MEN2003).
Dalam Konvensi ILO Nomor 182 pasal 3 disebutkan istilah “bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk untuk anak” mengandung pengertian:
a. Segala bentuk perbudakan atau praktek-praktek sejenis perbudakan, seperti penjualan dan
perdagangan anak-anak, kerja ijon (debt bondage) dan perhambaan serta kerja paksa atau
wajib kerja, termasuk pengarahan anak-anak secara paksa atau wajib untuk dimanfaatkan
dalam konflik bersenjata;
b. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk pelacuran, untuk produksi
pornografi, atau untuk pertunjukan-pertunjukan porno;
c. Pemanfaatan, penyediaan atau penawaran anak untuk kegiatan haram, khususnya untuk
produksi dan perdagangan obat-obatan sebagaimana diatur dalam perjanjian internasional
yang relevan;

d. Pekerjaan yang sifatnya atau lingkungan tempat pekerjaan itu dilakukan dapat
membahayakan kesehatan, atau moral anak-anak.
Sedangkan dalam lampiran Kepmenakertrans KEP235MEN2003 bentuk-bentuk pekerjaan
terburuk ini dirinci menjadi:

a. Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan Dan Keselamatan Anak
i. Pekerjaan yang berhubungan dengan mesin, pesawat, instalasi, dan peralatan
lainnya.
ii. Pekerjaan yang dilakukan pada lingkungan kerja yang berbahaya yang meliputi:
1. Pekerjaan yang mengandung bahaya fisik
2. Pekerjaan yang mengandung Bahaya Kimia
3. Pekerjaan yang mengandung Bahaya Biologis
iii. Pekerjaan yang mengandung sifat dan keadaan berbahaya tertentu.
b. Jenis-Jenis Pekerjaan Yang Membahayakan Moral Anak
i. Pekerjaan pada usaha bar, diskotik, karaoke, bola sodok, bioskop, panti pijat atau
lokasi yang dapat dijadikan tempat prostitusi.
ii. Pekerjaan sebagai model untuk promosi minuman keras, obat perangsang
seksualitas dan/atau rokok.4

2.2. Realisasi Pasal-Pasal Tentang Pekerja Anak di Indonesia
Di Indonesia sendiri pengaplikasian pasal-pasal pekerja anak ini masih jauh dari keadaan
sempurna. Hal ini dapat terlihat dari data-data statistik tentang pekerja anak yang masih menunjukkan
angka yang tinggi. Menurut Abdul Hakim, seorang peneliti sosial pekerja anak, dalam survey pekerja
anak tahun 2009 yang dilakukan oleh Biro Pusat Statistik (BPS) dengan International Labour
Organization (ILO) , jumlah pekerja anak di Indonesia mencapai 4.1 juta juta anak atau 6,9 persen

dari total 58,7 juta anak Indonesia yang berusia 5 – 17 tahun. Dari jumlah 4,1 juta anak tersebut, 1,7
juta anak berada dalam bentuk pekerjaan terburuk seperti perbudakan, eksploitasi social, kegiatan
illegal dan pekerjaan yang membahayakan bagi kesehatan, keselamatan dan moral mereka. 5
4 Lebih rinci lihat lampiran Keputusan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor Kep.235/Men/2003 Tanggal 31 Oktober 2003 tentang Jenis-Jenis
Pekerjaan Yang Membahayakan Kesehatan, Keselamatan Atau Moral Anak Larangan
Pekerja Anak Perempuan Bekerja Pada Waktu Tertentu
5Sururi Ahmad, Sebuah Catatan Persoalan Pekerja Anak, 2012 diakses dari
http://edukasi.kompasiana.com/2012/09/08/sebuah-catatan-persoalan-pekerja-anak485273.html pada 21 Maret 2013 pukul 1.27

Sedangkan berdasarkan survey badan yang sama pada tahun 2011 ternyata ada 2,5 juta pekerja anak
di seluruh Indonesia yang tidak bisa menikmati pendidikan karena harus bekerja.
Selain itu menurut Patrick Daru, Chief Technical Adviser of the ILO Education and Skill
Program, dalam catatan ILO tahun 2011 kemarin, paling tidak dari 215 juta pekerja anak, 115 juta
bekerja di tempat berbahaya di seluruh dunia. Terjadi peningkatan pekerja anak di daerah bahaya
dengan usai 15-17 tahun. Dan hampir 60 persen anak pekerja di tempat berbahaya tersebut adalah laki
laki. Sektor yang mempekerjakan anak-anak di tempat berbahaya, di antaranya sektor pertambangan,
penggalian, pertanian, perikanan, pelayanan rumah tangga, dan industri jasa. 6
Faktor utama yang menyebabkan anak terpaksa bekerja adalah karena faktor kemiskinan
struktural. Tingkat kesejahteraan indonesia yang masih sangat jauh dari angka sejahtera menyebabkan

banyaknya keluarga miskin hampir diseluruh wilayah indonesia. Dalam keluarga-kaluarga miskin
inilah banyak pekerja anak yang terlahir. Anak-anak menjadi tulang punggung keluarga dan bekerja
sama dengan orang tuanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
Bahkan lebih parah lagi pengusaha juga justru lebih menyukai pekerja anak. Selain karena
mereka mampu bekerja seperti orang dewasa, pekerja anak dapat diupah dengan sangat murah.
Bahkan terkadang pekerja anak tidak diberikan upah karena sudah diberikan makan. Bisa dikatakan
hubungan kerja antara pengusaha dan pekerja anak hampir merupakan eksploitasi tanpa perlawanan.
Hal ini memang tidak terjadi disemua sektor industri namun hampir sebagian besar hal serupa terjadi.
Dikatakan eksploitasi tanpa perlawanan disini adalah jika dibandingkan dengan pekerja
dewasa. Pekerja dewasa dalam hubungan kerja dengan pengusaha atau majikan masih memiliki batas
minimum perlawanan yaitu setidak-tidaknya masih memiliki hak-hak pekerja yang dicakupkan dalam
serikat kerja. Bagi pekerja anak yang tidak memiliki back-up serikat kerja, hampir tidak ada
perlawanan yang dapat dilakukan.
Masalah eksploitasi terhadap pekerja anak bukan hanya soal upah, melainkan soal jam kerja
yang panjang, resiko kecelakaan, gangguan kesehatan, dan menjadi obyek pelecehan dan
kesewenang-wenangan orang dewasa. Dalam beberapa kajian, mayoritas pekerja anak bekerja lebih
dari 7 jam per hari. Padahal berdasarkan UU 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, usia kurang
dari 12 tahun tidak boleh bekerja, usia 13-14 tahun hanya boleh bekerja 3 jam per hari, dan usia 15-17
tahun boleh bekerja 8 jam per hari tetapi dalam kondisi yang tidak membahayakan fisik dan mental.
Kenyataan di lapangan, pekerja anak sebagian besar berusia 13-14 tahun yang bekerja rata-rata

selama 6-7 jam per hari. Bahkan banyak anak-anak tersebut bekerja di sektor berbahaya dan tidak
manusiawi untuk dilakukan oleh anak-anak.7
6 Alwan Ramdhani, Jumlah Pekerja Anak di Indonesia Masih Tinggi, 2011,
http://www.tempo.co/read/news/2011/06/11/173339987/Jumlah-Pekerja-Anak-diIndonesia-Masih-Tinggi diakses pada Rabu 13 Maret 2013 pukul 13.27
7 Jhon Rivel, Pekerja Anak dan Kemiskinan, 2012 diakses dari
http://humaniora.kompasiana.com/sosbud/2012/10/02/3/498292/pekerja-anak-dan-

Dari beberapa fakta diatas dapat disimpulkan betapa belum berhasilnya kinerje pemerintah
dalam membentuk suatu kondisi kondusif bebas pekerja anak. Selain karena peraturannya yang masih
sangat lemah dan belum memiliki dukungan penuh dari pemerintah juga karena tingkat kesejahteraan
masyarakat indonesia yang masih sangat rendah menyebabkan banyaknya pekerja anak.
Namun dewasa ini dengan seiring lebih terbukanya perhatian pemerintah terhadap masalah ini
dan dengan adanya tuntutan dari pihak luar negeri untuk lebih memperhatikan hak-hak dan
kesejahteraan pekerja anak, sudah ada hasil-hasil yang terlihat dalam rangka peningkatan
penghapusan pekerja anak ini sebagaimana akan diuraikan pada poin berikutnya.

2.3. Upaya Pemerintah dalam Menangani Masalah Pekerja Anak di Indonesia
Salah satu upaya pemerintah dalam mewujudkan kondisi bebas pekerja anak sekaligus
mencapai tujuan diratifikasinya konvensi ILO tentang perlindungan terhadap anak adalah dengan
adanya Program Pengurangan Pekerja Anak (Program PPA). Program pengurangan pekerja anak
dalam rangka mendukung Program Keluarga Harapan (selanjutnya akan disebut PPA-PKH)
merupakan salah satu program yang dapat dijadikan solusi untuk mengurangi jumlah pekerja anak.
Program ini di desain sebagai program yang terinegrasi dengan Program Keluarga Harapan (PKH). 8
Penutupan Pelaksanaan Program Pengurangan Pekerja Anak Dalam Rangka Mendukung
Program Keluarga Harapan (PPA-PKH) 2011 Kita berharap melalui PPA-PKH ini secara bertahap
akan dapat mengurangi jumlah pekerja anak yang berasal dari rumah tangga sangat miskin (RTSM)
dan putus sekolah melalui pendampingan dikembalikan ke dunia pendidikan. Program PPA-PKH
diharapkan dapat mengurangi jumlah pekerja anak terutama yang bekerja pada jenis pekerjaan
terburuk untuk anak.
Program PPA-PKH ini diharapkan dapat mendorong peningkatan angka partisipasi belajar
bagi anak usia wajib belajar yang putus sekolah dan bekerja agar mereka tetap berada pada sistem
persekolahan. Agar program ini dapat mencapai sasaran yang telah ditetapkan, diinstruksikan kepada
instansi-instansi yang terkait untuk melakukan koodinasi secara optimal untuk menjamin
berlangsungnya program ini secara berkelanjutan.
Sasaran Program PPA-PKH adalah pekerja anak dari rumah tangga sangat miskin (RTSM)
yang terregister dalam program keluarga harapan dengan memberikan pendampingan kepada pekerja
anak agar mempunyai motivasi untuk kembali ke dunia pendidikan melalui berbagai program yang di
instansi terkait. Anggaran akan dikucurkan oleh Pemerintah Pusat melalui Kementerian Tanaga Kerja
dan Transmigrasi Cq. Direktorat Pengawasan Ketenagakerjaan.
kemiskinan.html pada Rabu 13 Maret 2013 pukul 13.26
8 Pemda Bima, Program Pengurangan Pekerja Anak, 2012, diakses dari
http://bimakab.go.id/article-program-pengurangan-pekerja-anak.html diakses pada Kamis
21 Maret 2013 pukul 1.26

Sedangkan kegiatan PPA-PKH ini akan dilaksanakan sesuai dengan tahapan yang ditetapkan
oleh pusat mulai dari pengumpulan data, validasi data pekerja anak, penetapan penerima manfaat
program PPA-PKH, pendampingan penerima manfaat, evaluasi hasil pendampingan, penyerahan
rekomendasi hasil pendampingan dan tiondak lanjut rekomendasi.
Selain adanya kegiatan PPA-PKH ini juga dalam rangka meningkatkan efektivitas
penyelenggaraan perlindungan anak, dengan undang-undang Nomor 23 tahun 2002 akhirnya dibentuk
Komisi Perlindungan Anak Indonesia (selanjutnya akan disingkat KPAI) yang bersifat independen.
Tugas dari KPAI ini sendiri adalah:
1. Melakukan sosialisasi tentang peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlindungan anak.
2. Mengumpulkan data dan informasi tentang pengaduan dari masyarakat
3. Melakukan

penelaahan,

pemantauan,

evaluasi

dan

penyelenggaraan

terhadap

perlindungan anak
4. Memberikan laporan, saran, masukan, dan pertimbangan kepada presiden dalam rangka
perlindungan anak.9
KPAI juga memastikan bahwa perlindungan terhadap anak sebagaimana yang tercantum
dalam Undang-undang Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak benar-benar terlaksana dan
teraplikasikan terutama terhadap pekerja anak terkait dengan perlindungan terhadap hak-haknya. Hakhak dari pekerja anak dalam undang-undang ini sama dengan hak anak pada umumnya.
Serikat-serikat pekerja juga dapat memainkan peranan penting dan menantang dalam
mempromosikan standar ketenagakerjaan dan dalam menjamin penerapan standar ketenagakerjaan di
dunia kerja. Serikat pekerja juga merupakan pihak yang tepat untuk bertindak sebagai pengawas dan
melakukan pencegahan pekerja anak. Para guru dan Serikat Guru pada khususnya dapat bertindak
sebagai agen perubahan sosial yang kuat dalam masyarakat untuk memastikan agar supaya anak-anak
bersekolah dan berada di sekolah. Mereka juga mempunyai potensi yang kuat untuk berkontribusi
pada penghapusan pekerja anak melalui pendidikan. Mereka memiliki hubungan langsung dengan
anak-anak yang memungkinkan untuk dapat mempengaruhi pendidikan mereka secara positif dan
membimbing untuk meraih harapan-harapan masa depan, impian dan ambisi mereka.
Dalam rangka membangun kapasitas serikat pekerja/serikat buruh untuk dapat secara
maksimal berkontribusi terhadap upaya penghapusan pekerja anak di Indonesia, PGRI dengan
dukungan dari ILO pada saat ini sedang menjalankan program aksi “Mobilisasi dan Pembangunan
Kapasitas Serikat Guru dan Serikat Pekerja/Serikat Buruh secara luas dalam Menghapuskan Pekerja
Anak di Indonesia”. Tujuan program ini adalah untuk memobilisasi dan peningkatkan kapasitas
9 Abdul R Budiono, Hukum Perburuhan, hlm. 166-168

asosiasi guru serta serikat pekerja yang lebih luas di Indonesia dalam penghapusan pekerja anak di
Indonesia.
Sebagai bagian dari Program Aksi diatas, PGRI dengan bantuan teknis dari ILO-IPEC, telah
melaksanakan Lokakarya “ Penguatan Kapasitas Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam Penghapusan
Pekerja Anak di Indonesia” yang kemudian dilanjutkan pada kegiatan pelatihan-pelatihan serta
sosialisasi dan kampanye penghapusan pekerja anak oleh serikat-serikat pekerja di tingkat lokal Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.10
Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Kemnakertrans) sejak 2008 hingga 2011, telah
menarik 11.305 pekerja anak, kemudian mengembalikannya ke dunia pendidikan. Dan pada tahun
2012, telah menarik 10.750 pekerja anak di 84 Kabupaten/Kota pada 21 provinsi, yakni Sulawesi
Selatan, Nusa Tenggara Timur, DKI Jakarta, Gorontalo, Sulawesi Utara, Jawa Barat, Jawa Timur,
Bali, dan Jawa Tengah. Sedangkan pada tahun 2013 ini Kemnakertrans kembali menargetkan untuk
mengembalikan 11.000 pekerja anak ke sekolah.
Selain itu, Daerah Istimewa Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Selatan,
Kalimantan Tengah, Kalimantan Barat, Bengkulu, Sumatera Barat, Lampung, Sumatera Utara,
Sulawesi Tengah, dan Aceh. Target penarikan pekerja anak pada tahun 2012 ini meningkat 300 persen
dibandingkan tahun lalu. Pada 2011, kata dia, pemerintah hanya menargetkan untuk menarik 3.360
pekerja anak. Dari jumlah tersebut, sebanyak 3.032 atau 90,2 persen anak telah terfasilitasi dengan
pendidikan.11

10 Lebih rinci dapat dilihat dalam Laporan Pelaksanaan Kegiatan Aksi Penghapusan
Pekerja Anak Oleh Serikat Pekerja/Serikat Buruh Sebagai Tindak Lanjut Lokakarya
“Penguatan Kapasitas Serikat Pekerja/Serikat Buruh Dalam Penghapusan Pekerja Anak Di
Indonesia”
11 Artikel, 11.000 Pekerja Anak Akan Dikembalikan ke Sekolah, 2012, diakses dari
http://menkokesra.go.id/content/11000-pekerja-anak-akan-dikembalikan-ke-sekolah pada
Kamis 21 Maret 2013 pukul 22.52