MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK INDONESIA
MAKALAH AKUNTANSI SEKTOR PUBLIK
PENENTUAN HARGA
PELAYANAN PUBLIK
DISUSUN OLEH :
1. RANI SYATRIA
130301121
2. LENA FITRIA
130301148
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2015
PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK
Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber,
yaitu:
1. Pajak
2. Pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik.
Jika pelayanan publik dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak
harus membayar tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa
publik tersebut atau tidak. Hal ini karena pajak merupakan iuran masyarakat
kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual
yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak. Jika pelayanan publik
dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka
yang memanfaatkan jasa pelayanan publik tersebut, sedangkan yang tidak
menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar. Permasalahan yang kemudian
muncul adalah apakah suatu pelayanan publik lebih baik dibiayai melalui pajak
atau dengan pembebanan langsung kepada konsumen.
A. PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL
Pemerintahan dapat dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu
baik secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik pemerintah.
Beberapa pelayanan publik yang dapat dibebankan tarif pelayanan misalnya :
1. Penyediaan air bersih
2. Transportasi public
3. Jasa pos dan telekomunikasi
4. Energy dan listrik
5. Perumahan rakyat
6. Fasilitas rekreasi (pariwisata)
7. Pendidikan
8. Jalan tol
9. Irigasi
10. Jasa pemadaman kebakaran
11. Pelayanan kesehatan
12. Pengolahan sampah/limbah
Pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan
karena beberapa alasan, yaitu :
1. Adanya barang privat vs barang publik
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu:
a. Barang privat
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang
atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang
membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi tidak dapat
menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh : makanan, listrik dan telepon.
b. Barang publik
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya
dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama.
Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.
c. Campuran antara barang privat dan publik
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran
antara barang privat dan barang publik. Karena, meskipun
dikonsumsi secara individual seringkali masyarakat secara umum
juga membutuhkan barang dan jasa tersebut.
Contoh : pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi publik, dan
air bersih. Barang-barang tersebut sering disebut dengan “merit
good” karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak
semua orang bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk
memenuhi
kebutuhan
barang
tersebut
pemerintah
dapat
menyediakannya secara langsung (direct public privision),
memberikan subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai
contoh pendidikan, meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk
menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut
sebagai pure public good yang harus dibiayai semuanya dengan
pajak dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor
swasta terlibat dalam penyediaan pelayanan pendidikan tersebut.
Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang publik dan
barang barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang publik
dengan barang privat tersebut antara lain:
1) Batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2) Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa publik, tapi dalam
penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen
pembebanan langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tarif
obat-obatan, dan air. Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut
memaksa orang untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi sumber-sumber
yang mahal atau langka.
3) Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada
membebankan
pajak
karena
pembebanan
tarif
lebih
mudah
pengumpulannya. Jika digunakan pajak, maka akan terdapat kesulitan
dalam menentukan besar pajak yang pantas dan cukup. Sedangkan jika
digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk
memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk
membayar lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argumen
yang menyatakan bahwa pembebanan pada dasarnya demokratis karena
orang dapat memilih barang apa yang ingin mereka bayar dan apa yang
tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran publik dapat diarahkan
menurut pilihan mereka.
Dalam hal penyediaan pelayanan publik, yang perlu diperhatikan adalah:
1) Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah
barang publik atau privat)
2) Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan
kebutuhan publik tersebut (pemerintah atau swasta)
3) Dapatkah penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor
swasta dan sektor ketiga
4) Pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah
namun dapat ditangani oleh swasta.
Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pelayanan publik yang dibebani tarif pelayanan langsung:
Penyediaan air bersih
Transportasi publik
Jasa pos & telekomunikasi
Energi & listrik
Perumahan
Rekreasi/wisata
Pendidikan
Irigasi
Pemadam kebakaran
Kesehatan
Pengelolaan limbah/sampah
Jalan tol
2. Efisiensi ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang
mereka ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki perang penting dalam
mengalokasikan sumber daya melalui:
a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling
banyak harus membayar lebih banyak pula.
b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
d. Penyediaan sumber daya pada supplier untuk mempertahankan dan
meningkatkan persediaan jasa (supply of servise).
Untuk public goods, pemerintah lebih baik menetapkan harga di bawah
harga normalnya (full price) atau bahkan tanpa dipungut biaya. Mekanisme
pembebanan tarif pelayanan merupakan satu cara menciptakan keadilan dalam
distribusi pelayanan publik.
3. Prinsip keuntungan
Pembebanan tarif pelayanan publik pada dasarnya juga menguntungkan
bagi pemerintah karena dapat digunakan sebagai salah satu sumber penerimaan
pemerintah. Hanya saja pemerintah tidak boleh melakukan maksimalisasi
keuntunga, bahkan lebih baik menetapkan harga di bawah full cost, memberikan
subsidi, atau memberikannya secara gratis.
Fee adalah biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi dan
pengawasan, yang didasarkan pada:
a) Kategori perijinan yang dilakukan.
b) Ada tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas
ijin/lisensi yang dimiliki.
B. ARGUMEN TERHADAP PEMBEBANAN TARIF PELAYANAN
Dasar pembebanan Tarif Pelayanan
Pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena alasan-alasan
sebagai berikut :
1. Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin
tidak dapat diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila
biayanya dibebankan kepada semua masyarakat melalui pajak, sementara
mereka tidak menikmati jasa tersebut.
2. Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau
langka sehingga konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya
pembebanan terhadap penggunaan air dan obat-obatan medis.
3. Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan
dengan pilihan daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas
rekreasi.
4. Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan
dan untuk memenuhi kebutuhan domestic secara individual maupun
industrial, misalnya air, listrik, jasa pos dan telepon.
5. Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala
permintaan publik atas suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya
tidak dapat ditentukan secara tegas.
Terlepas dari kasus yang merupakan barang publik murni, terdapat argumen yang
menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu:
1. Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
2. Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Adanya eksternalitas, merit good dan persyaratan legal
Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan
pengukuran yang handal (seperti: tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut
dapat meningkatkan biaya penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran
membuat penafsiran tarif pelayanan lebih mudah dibandingkan dengan
perhitungan pajak (seperti: menghitung besarnya biaya untuk air dan listrik lebih
mudah dibandingakan dengan menghitung pajak penghasilan).
Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin
tidak mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti
pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang
menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar
kebutuhan dasar secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting
bagi orang lain, sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda.
Pilihan yang berbeda-beda tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda
pula, sehingga pembebanan tarif pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan
kebutuhan seseorang.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang
efektif. Apakah subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja
subsidi menguntungkan yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang
miskin mensubsidi yang kaya. Bila kita peduli pada golongan miskin, pendekatan
terbaik adalah melalui distribusi pendapatan (lumpsum transfer), tetapi hal ini
sulit dilakukan di Negara berkembang.
Adanya Eksternalitas, Merit Good, Dan Persyaratan Legal
Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu
tinggi membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian
juga barang yang dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan
secara gratis atau tanpa beban biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat
peraturan
perundang-undangan
yang
mensyaratkan
pemerintah
untuk
menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar 9 tahaun, sehingga
kebutuhsan barang tersebut biasanya dianggap bebas dari beban masyarakat dan
tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
C. PRINSIP DAN PRAKTIK PEMBEBANAN
Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan
pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu
pelayanan terkait dengan barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai
tarif. Namun batasan identifikasi barang privat dan publik kadang sulit dan harus
dilakukan dengan dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit
dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang
kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan
kesehatan gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan. Kesalahan penetapan
tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara
berkembang (Devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah
sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.
D. KEGUNAAN PEMBEBANAN DALAM PRAKTIKNYA
Charging for services merupakan salah satu sumber penerimaan bagi
pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari beberapa
sumber, antara lain :
1. Pajak
2. Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3. Laba BUMN/BUMD
4. Penjualan aset milik pemerintah
5. Hutang
6. Pembiayaan defisit anggaran (mencetak uang)
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama
antara jasa yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh
perusahaan milik negara. Pada kasus perusahaan negara, hanya net defisit atau
surplus yang muncul dalam rekening pemerintah.
E. PENETAPAN HARGA PELAYANAN: Berapa Harga yang Harus
Dibebankan
Pemerintah harus memutuskan berapa harga pelayanan yang dibebankan
pada masyarakat. Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (Charge)
dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (Full cost
recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa
kesulitan, karena:
1. Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk
menyediakan
suatu
pelayanan.
Oleh
karena
itu,
kita
perlu
memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengindentifikasi biaya
secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh terjadi
pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada
prinsip different costs for different purposes. Biaya overhead harus
dibebankan secara proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu
juga harus diidentifikasi adanya biaya-biaya tersembunyi (hidden cost)
dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden cost juga terkait dengan biaya
birokrasi (cost of bureaucracy).
2. Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi.
Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain
berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan tarif pelayanan,
sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah
dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika
hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal
tertentu. Misalnya: bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama.
Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan
biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk
membayar. Jika orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan
yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu
dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari
subsidi.
4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan: apakah hanya biaya operasi
langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya
modal (capital cost). Aturan umumnya adalah bahwa kita harus
memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga
biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan
biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal cost
pricing.
Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal cost
pricing, yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani
konsumen tambahan (cost of serving the marginal consumer). Harga tersebut
adalah harga yang juga berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut.
Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost
pricing, setidaknya harus memperhitungkan:
1. Operasi biaya variabel (variable operating cost);
2. Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang
digunakan untuk memberikan pelayanan;
3. Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan
pelayanan;
4. Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan
permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic
capital cost atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan
penggunaan jasa.
F. PERMASALAHAN MARGINAL COST PRICING
Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan,
antara lain:
1. Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa
tertentu, dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan
sebagai pengganti walau hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan
efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya
yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek
(short run MC) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal
cost). Dalam kasus penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal
consumer memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan
konsumen menanggung full cost sendirian.
3. Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital
cost tidak mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika
sumber daya yang terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan
adanya penghematan yang dikorbankan (opportunity loss) dalam
pemakaian alternative sumber daya tersebut. Kerugian tersebut harus
diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang berasal
dari penaikan harga di atas marginal cost.
4. Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan:
a) Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
b) Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan
biaya dalam menyediakan pelayanan tersebut.
5. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih
untuk minum dan mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga”
yang ditentukan oleh marginal cost.
6. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling
tidak untuk jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk
diskriminasi harga, (seperti tarif progesif) yang mungkin digunakan.
G. KOMPLEKSITAS STRATEGI HARGA
1. Two-part tariffs: banyak kepentingan publik (seperti listrik) dipungut
dengan two-part tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead
atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya
konsumsi.
2. Peak-load tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi.
Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan
kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak yang harus
menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi
umum).
3. Diskriminasi
harga.
Hal
ini
adalah
salah
satu
cara
untuk
mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan
penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda dapat
diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang
diberikan kepada kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut
tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan
pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau
biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan
biaya penuh atas pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan
(equity) dan kemampuan publik untuk membayar.
5. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan
harga diatas marginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa
biaya perijinan atau licence fee.
H. TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya
adalah mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini
melibatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll,
2. Opportunity cost of capital,
3. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value
to society (opportunity cost),
4. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu,
5. Cadangan inflasi.
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat
agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga
pelayanan yang tepat. Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk
penentuan harga di sektor publik. Marginal cost pricing bukan merupakan satusatunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan MC pricing atau
tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang
mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala
subsidi publik.
PENENTUAN HARGA
PELAYANAN PUBLIK
DISUSUN OLEH :
1. RANI SYATRIA
130301121
2. LENA FITRIA
130301148
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH RIAU
FAKULTAS EKONOMI
JURUSAN AKUNTANSI
2015
PENENTUAN HARGA PELAYANAN PUBLIK
Pemberian pelayanan publik pada dasarnya dibiayai melalui 2 sumber,
yaitu:
1. Pajak
2. Pembebanan langsung kepada masyarakat sebagai konsumen jasa publik.
Jika pelayanan publik dibiayai dengan pajak, maka setiap wajib pajak
harus membayar tanpa mempedulikan apakah dia menikmati secara langsung jasa
publik tersebut atau tidak. Hal ini karena pajak merupakan iuran masyarakat
kepada negara yang tidak memiliki jasa timbal balik (kontraprestasi) individual
yang secara langsung dapat dinikmati oleh pembayar pajak. Jika pelayanan publik
dibiayai melalui pembebanan langsung, maka yang membayar hanyalah mereka
yang memanfaatkan jasa pelayanan publik tersebut, sedangkan yang tidak
menggunakan tidak diwajibkan untuk membayar. Permasalahan yang kemudian
muncul adalah apakah suatu pelayanan publik lebih baik dibiayai melalui pajak
atau dengan pembebanan langsung kepada konsumen.
A. PELAYANAN PUBLIK YANG DAPAT DIJUAL
Pemerintahan dapat dibenarkan menarik tarif untuk pelayanan tertentu
baik secara langsung atau tidak langsung melalui perusahaan milik pemerintah.
Beberapa pelayanan publik yang dapat dibebankan tarif pelayanan misalnya :
1. Penyediaan air bersih
2. Transportasi public
3. Jasa pos dan telekomunikasi
4. Energy dan listrik
5. Perumahan rakyat
6. Fasilitas rekreasi (pariwisata)
7. Pendidikan
8. Jalan tol
9. Irigasi
10. Jasa pemadaman kebakaran
11. Pelayanan kesehatan
12. Pengolahan sampah/limbah
Pembebanan tarif pelayanan publik kepada konsumen dapat dibenarkan
karena beberapa alasan, yaitu :
1. Adanya barang privat vs barang publik
Terdapat 3 jenis barang yang menjadi kebutuhan masyarakat, yaitu:
a. Barang privat
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaat barang
atau jasa tersebut hanya dinikmati secara individual oleh yang
membelinya, sedangkan yang tidak mengkonsumsi tidak dapat
menikmati barang/jasa tersebut.
Contoh : makanan, listrik dan telepon.
b. Barang publik
Yaitu barang-barang kebutuhan masyarakat yang manfaatnya
dinikmati oleh seluruh masyarakat secara bersama-sama.
Contoh : pertahanan nasional, pengendalian penyakit, jasa polisi.
c. Campuran antara barang privat dan publik
Terdapat beberapa barang dan jasa yang merupakan campuran
antara barang privat dan barang publik. Karena, meskipun
dikonsumsi secara individual seringkali masyarakat secara umum
juga membutuhkan barang dan jasa tersebut.
Contoh : pendidikan, pelayanan kesehatan, transportasi publik, dan
air bersih. Barang-barang tersebut sering disebut dengan “merit
good” karena semua orang membutuhkannya akan tetapi tidak
semua orang bisa mendapatkan barang dan jasa tersebut. Untuk
memenuhi
kebutuhan
barang
tersebut
pemerintah
dapat
menyediakannya secara langsung (direct public privision),
memberikan subsidi, atau mengontrakkan ke pihak swasta. Sebagai
contoh pendidikan, meskipun pemerintah bertanggungjawab untuk
menyediakan pendidikan, namun bukan berarti barang tersebut
sebagai pure public good yang harus dibiayai semuanya dengan
pajak dan dilaksanakan sendiri oleh pemerintah. Dapat saja sektor
swasta terlibat dalam penyediaan pelayanan pendidikan tersebut.
Pada tataran praktek, terdapat kesulitan membedakan barang publik dan
barang barang privat. Beberapa sebab kesulitan membedakan barang publik
dengan barang privat tersebut antara lain:
1) Batasan antara barang publik dan barang privat sulit untuk ditentukan.
2) Terdapat barang dan jasa yang merupakan barang/jasa publik, tapi dalam
penggunaannya tidak dapat dihindari keterlibatan beberapa elemen
pembebanan langsung. Contohnya adalah biaya pelayanan medis, tarif
obat-obatan, dan air. Pembebanan terhadap pemanfaatan barang tersebut
memaksa orang untuk berhati-hati dalam mengkonsumsi sumber-sumber
yang mahal atau langka.
3) Terdapat kecenderungan untuk membebankan tarif pelayanan daripada
membebankan
pajak
karena
pembebanan
tarif
lebih
mudah
pengumpulannya. Jika digunakan pajak, maka akan terdapat kesulitan
dalam menentukan besar pajak yang pantas dan cukup. Sedangkan jika
digunakan pembebanan tarif pelayanan, orang harus membayar untuk
memperoleh jasa yang diinginkannya, dan mungkin bersedia untuk
membayar lebih tinggi dibandingkan dengan tarif pajak. Terdapat argumen
yang menyatakan bahwa pembebanan pada dasarnya demokratis karena
orang dapat memilih barang apa yang ingin mereka bayar dan apa yang
tidak mereka inginkan, sehingga pola pengeluaran publik dapat diarahkan
menurut pilihan mereka.
Dalam hal penyediaan pelayanan publik, yang perlu diperhatikan adalah:
1) Identifikasi barang/jasa yang menjadi kebutuhan masyarakat (apakah
barang publik atau privat)
2) Siapa yang lebih berkompeten (lebih efisien) untuk menyediakan
kebutuhan publik tersebut (pemerintah atau swasta)
3) Dapatkah penyediaan pelayanan publik tertentu diserahkan kepada sektor
swasta dan sektor ketiga
4) Pelayanan publik apa saja yang tidak harus dilakukan oleh pemerintah
namun dapat ditangani oleh swasta.
Pola hubungan tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Pelayanan publik yang dibebani tarif pelayanan langsung:
Penyediaan air bersih
Transportasi publik
Jasa pos & telekomunikasi
Energi & listrik
Perumahan
Rekreasi/wisata
Pendidikan
Irigasi
Pemadam kebakaran
Kesehatan
Pengelolaan limbah/sampah
Jalan tol
2. Efisiensi ekonomi
Ketika setiap individu bebas menentukan banyaknya barang dan jasa yang
mereka ingin konsumsi, mekanisme harga memiliki perang penting dalam
mengalokasikan sumber daya melalui:
a. Pendistribusian permintaan, pihak yang mendapatkan manfaat paling
banyak harus membayar lebih banyak pula.
b. Pemberian insentif untuk menghindari pemborosan.
c. Pemberian insentif pada suplier berkaitan dengan skala produksi.
d. Penyediaan sumber daya pada supplier untuk mempertahankan dan
meningkatkan persediaan jasa (supply of servise).
Untuk public goods, pemerintah lebih baik menetapkan harga di bawah
harga normalnya (full price) atau bahkan tanpa dipungut biaya. Mekanisme
pembebanan tarif pelayanan merupakan satu cara menciptakan keadilan dalam
distribusi pelayanan publik.
3. Prinsip keuntungan
Pembebanan tarif pelayanan publik pada dasarnya juga menguntungkan
bagi pemerintah karena dapat digunakan sebagai salah satu sumber penerimaan
pemerintah. Hanya saja pemerintah tidak boleh melakukan maksimalisasi
keuntunga, bahkan lebih baik menetapkan harga di bawah full cost, memberikan
subsidi, atau memberikannya secara gratis.
Fee adalah biaya atas perijinan atau lisensi yang diberikan pemerintah.
Biaya perijinan/lisensi relatif kecil, umumnya berupa biaya administrasi dan
pengawasan, yang didasarkan pada:
a) Kategori perijinan yang dilakukan.
b) Ada tidaknya keuntungan yg diperoleh pemegang ijin/lisensi atas
ijin/lisensi yang dimiliki.
B. ARGUMEN TERHADAP PEMBEBANAN TARIF PELAYANAN
Dasar pembebanan Tarif Pelayanan
Pembebanan langsung (direct charging) biasanya ditentukan karena alasan-alasan
sebagai berikut :
1. Suatu jasa, baik merupakan barang publik maupun barang privat, mungkin
tidak dapat diberikan kepada setiap orang, sehingga tidak adil bila
biayanya dibebankan kepada semua masyarakat melalui pajak, sementara
mereka tidak menikmati jasa tersebut.
2. Suatu pelayanan mungkin membutuhkan sumber daya yang mahal atau
langka sehingga konsumsi publik harus didisiplinkan (hemat), misalnya
pembebanan terhadap penggunaan air dan obat-obatan medis.
3. Terdapat variasi dalam konsumsi individual yang lebih berhubungan
dengan pilihan daripada kebutuhan, misalnya penggunaan fasilitas
rekreasi.
4. Suatu jasa mungkin digunakan untuk operasi komersial yang menguntukan
dan untuk memenuhi kebutuhan domestic secara individual maupun
industrial, misalnya air, listrik, jasa pos dan telepon.
5. Pembebanan dapat digunakan untuk mengetahui arah dan skala
permintaan publik atas suatu jasa apabila jenis dan standar pelayanannya
tidak dapat ditentukan secara tegas.
Terlepas dari kasus yang merupakan barang publik murni, terdapat argumen yang
menentang pembebanan tarif pelayanan, yaitu:
1. Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
2. Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Adanya eksternalitas, merit good dan persyaratan legal
Terdapat kesulitan administrasi dalam menghitung biaya pelayanan
Penetapan tarif pelayanan mensyaratkan adanya sistem pencatatan dan
pengukuran yang handal (seperti: tarif jalan tol, meteran untuk air). Hal tersebut
dapat meningkatkan biaya penyediaan pelayanan. Akan tetapi keterukuran
membuat penafsiran tarif pelayanan lebih mudah dibandingkan dengan
perhitungan pajak (seperti: menghitung besarnya biaya untuk air dan listrik lebih
mudah dibandingakan dengan menghitung pajak penghasilan).
Yang miskin tidak mampu untuk membayar
Kesenjangan ekonomi dan pendapatan yang lebar menyebabkan orang miskin
tidak mampu membayar pelayanan dasar yang mestinya mereka dapatkan, seperti
pendidikan, kesehatan, air bersih, transportasi umum dan bahkan makanan sehat.
Namun, yang
menjadi masalah adalah dapatkah kita membuat daftar
kebutuhan dasar secara objektif. Yang penting bagi seseorang belum tentu penting
bagi orang lain, sehingga skala prioritas dan pilihan individu berbeda-beda.
Pilihan yang berbeda-beda tesebut membutuhkan perlakuan yang berbeda-beda
pula, sehingga pembebanan tarif pelayanan dipandang sesuai dengan pilihan
kebutuhan seseorang.
Penyediaan pelayanan gratis atau subsidi mungkin sia-sia dan kurang
efektif. Apakah subsidi menjamin dinikmati bagi yang miskin? Mungkin saja
subsidi menguntungkan yang kaya jika dikorupsi oleh birokrasi. Atau justru yang
miskin mensubsidi yang kaya. Bila kita peduli pada golongan miskin, pendekatan
terbaik adalah melalui distribusi pendapatan (lumpsum transfer), tetapi hal ini
sulit dilakukan di Negara berkembang.
Adanya Eksternalitas, Merit Good, Dan Persyaratan Legal
Eksternalitas positif (spilover effects) misalnya tarif pelayanan yang terlalu
tinggi membuat masyarakat tidak terdorong untuk menggunakannya. Demikian
juga barang yang dianggap sebagai merid good mungkin lebih baik diberikan
secara gratis atau tanpa beban biaya, seperti pendididkan. Selain itu terdapat
peraturan
perundang-undangan
yang
mensyaratkan
pemerintah
untuk
menyediakan pelayanan tertentu seperti pendidikan dasar 9 tahaun, sehingga
kebutuhsan barang tersebut biasanya dianggap bebas dari beban masyarakat dan
tidak perlu ditarik tarif pelayanan.
C. PRINSIP DAN PRAKTIK PEMBEBANAN
Prinsip dan praktek pembebanan sebagian barang dan jasa yang disediakan
pemerintah lebih sesuai dibiayai dengan pembebanan tarif. Semakin dekat suatu
pelayanan terkait dengan barang privat, semakin sesuai barang tersebut dikenai
tarif. Namun batasan identifikasi barang privat dan publik kadang sulit dan harus
dilakukan dengan dasar tiap pelayanan.
Dalam praktiknya, pelayanan yang gratis secara nominal seringkali sulit
dijumpai. Pelayanan gratis menyebabkan insentif rendah, sehingga terkadang
kualitas pelayanan menjadi sangat rendah. Misalnya pemberian pelayanan
kesehatan gratis biasanya kualitasnya kurang memuaskan. Kesalahan penetapan
tarif pelayanan publik merupakan penyebab utama defisit anggaran di negara
berkembang (Devas, 1989), pelayanan gratis mengakibatkan insentif yang rendah
sehingga kualitas menjadi sangat rendah dan tidak memuaskan.
D. KEGUNAAN PEMBEBANAN DALAM PRAKTIKNYA
Charging for services merupakan salah satu sumber penerimaan bagi
pemerintah daerah tertentu. Pemerintah memperoleh penerimaan dari beberapa
sumber, antara lain :
1. Pajak
2. Pembebanan langsung pada masyarakat (Charging for services)
3. Laba BUMN/BUMD
4. Penjualan aset milik pemerintah
5. Hutang
6. Pembiayaan defisit anggaran (mencetak uang)
Data biaya kadang sulit diperoleh dan sulit diperbandingkan, terutama
antara jasa yang disediakan langsung oleh pemerintah dan yang disediakan oleh
perusahaan milik negara. Pada kasus perusahaan negara, hanya net defisit atau
surplus yang muncul dalam rekening pemerintah.
E. PENETAPAN HARGA PELAYANAN: Berapa Harga yang Harus
Dibebankan
Pemerintah harus memutuskan berapa harga pelayanan yang dibebankan
pada masyarakat. Aturan yang biasa dipakai adalah bahwa beban (Charge)
dihitung sebesar total biaya untuk menyediakan pelayanan tersebut (Full cost
recovery). Akan tetapi untuk menghitung biaya total tersebut terdapat beberapa
kesulitan, karena:
1. Kita tidak tahu secara tepat berapa biaya total (full cost) untuk
menyediakan
suatu
pelayanan.
Oleh
karena
itu,
kita
perlu
memperhitungkan semua biaya sehingga dapat mengindentifikasi biaya
secara tepat untuk setiap jenis pelayanan. Namun tidak boleh terjadi
pencampuradukan biaya untuk pelayanan yang berbeda atau harus ada
prinsip different costs for different purposes. Biaya overhead harus
dibebankan secara proporsional terhadap berbagai pelayanan. Selain itu
juga harus diidentifikasi adanya biaya-biaya tersembunyi (hidden cost)
dalam penyediaan pelayanan publik. Hidden cost juga terkait dengan biaya
birokrasi (cost of bureaucracy).
2. Sangat sulit mengukur jumlah yang dikonsumsi.
Karena jumlah biaya untuk melayani satu orang dengan orang lain
berbeda-beda, maka diperlukan pembedaan pembebanan tarif pelayanan,
sebagai contoh diperlukan biaya tambahan untuk pengumpulan sampah
dari lokasi rumah yang sulit dijangkau atau memiliki jarak yang jauh. Jika
hal ini dilakukan maka akan terlihat tidak adil, meskipun untuk hal
tertentu. Misalnya: bus kota, jarak jauh maupun dekat dikenai tarif sama.
Namun yang jelas, pada prinsipnya pembebanan harus merefleksikan
biaya total (full cost) untuk menyediakan pelayanan tersebut.
3. Pembebanan tidak memperhitungkan kemampuan masyarakat untuk
membayar. Jika orang miskintidak mampu membayar suatu pelayanan
yang sebenarnya vital, maka mereka harus disubsidi. Mungkin perlu
dibuat diskriminasi harga atau diskriminasi produk untuk menghindari
subsidi.
4. Biaya apa saja yang harus diperhitungkan: apakah hanya biaya operasi
langsung (current operation cost), atau perlu juga diperhitungkan biaya
modal (capital cost). Aturan umumnya adalah bahwa kita harus
memasukkan bukan saja biaya operasi dan pemeliharaan, akan tetapi juga
biaya penggantian barang modal yang sudah usang (kadaluwarsa), dan
biaya penambahan kapasitas. Prinsip tersebut disebut marginal cost
pricing.
Ahli ekonomi umumnya menganjurkan untuk menggunakan marginal cost
pricing, yaitu tarif yang dipungut seharusnya sama dengan biaya untuk melayani
konsumen tambahan (cost of serving the marginal consumer). Harga tersebut
adalah harga yang juga berlaku dalam pasar persaingan untuk pelayanan tersebut.
Penetapan harga pelayanan publik dengan menggunakan marginal cost
pricing, setidaknya harus memperhitungkan:
1. Operasi biaya variabel (variable operating cost);
2. Semi variable overhead cost seperti biaya modal atas aktiva yang
digunakan untuk memberikan pelayanan;
3. Biaya penggantian atas aset modal yang digunakan dalan penyediaan
pelayanan;
4. Biaya penambahan aset modal yang digunakan untuk memenuhi tambahan
permintaan.
Akan tetapi, marginal cost pricing tidak memperhitungkan pure historic
capital cost atau pure overhead cost, yang tidak terkait sama sekali dengan
penggunaan jasa.
F. PERMASALAHAN MARGINAL COST PRICING
Penggunaan marginal cost pricing memiliki beberapa permasalahan,
antara lain:
1. Sulit untuk memperhitungkan secara tepat marginal cost untuk jasa
tertentu, dalam praktik, kadang biaya rata-rata (average cost) digunakan
sebagai pengganti walau hal ini menyimpang dari syarat ekonomis dan
efisiensi. Juga terdapat masalah pengukuran dan pengumpulan data biaya
yang membuat marginal cost sulit diimplementasikan.
2. Apakah harga seharusnya didasarkan pada biaya marginal jangka pendek
(short run MC) atau biaya marginal jangka panjang (long run marginal
cost). Dalam kasus penyediaan air, akan timbul suatu titik ketika marginal
consumer memerlukan pabrik baru. Tidak mungkin mengharapkan
konsumen menanggung full cost sendirian.
3. Marginal cost pricing bukan berarti full cost recovery. Historic capital
cost tidak mungkin dipulihkan, demikian juga full operating cost. Ketika
sumber daya yang terbatas, kegagalan untuk menutup biaya menimbulkan
adanya penghematan yang dikorbankan (opportunity loss) dalam
pemakaian alternative sumber daya tersebut. Kerugian tersebut harus
diukur dengan efisiensi yang dikorbankan (efficiency loss) yang berasal
dari penaikan harga di atas marginal cost.
4. Konsep kewajaran digunakan untuk menunjukkan:
a) Hanya mereka yang menerima manfaat yang membayar.
b) Semua konsumen membayar sama tanpa memandang perbedaan
biaya dalam menyediakan pelayanan tersebut.
5. Ekternalitas konsumsi, seperti manfaat kesehatan umum dari air bersih
untuk minum dan mandi dapat secara signifikan merubah “efisiensi harga”
yang ditentukan oleh marginal cost.
6. Pertimbangan ekuitas mensyaratkan yang kaya membayar lebih, paling
tidak untuk jasa seperti air, dimana terdapat beberapa macam bentuk
diskriminasi harga, (seperti tarif progesif) yang mungkin digunakan.
G. KOMPLEKSITAS STRATEGI HARGA
1. Two-part tariffs: banyak kepentingan publik (seperti listrik) dipungut
dengan two-part tariffs, yaitu fixed charge untuk menutupi biaya overhead
atau biaya infrastruktur dan variable charge yang didasarkan atas besarnya
konsumsi.
2. Peak-load tariffs: pelayanan publik dipungut berdasarkan tarif tertinggi.
Permasalahannya adalah beban tertinggi, membutuhkan tambahan
kapasitas yang disediakan, tarif tertinggi untuk periode puncak yang harus
menggambarkan higher marginal cost (seperti telepon dan transportasi
umum).
3. Diskriminasi
harga.
Hal
ini
adalah
salah
satu
cara
untuk
mengakomodasikan pertimbangan keadilan (equity) melalui kebijakan
penetapan harga. Jika kelompok dengan pendapatan berbeda dapat
diasumsikan memiliki pola permintaan yang berbeda, pelayanan yang
diberikan kepada kelompok dengan pendapatan tinggi. Hal tersebut
tergantung dari kemampuan mencegah orang kaya menggunakan
pelayanan yang dimaksudkan untuk orang miskin.
4. Full cost recovery. Harga pelayanan didasarkan pada biaya penuh atau
biaya total untuk menghasilkan pelayanan. Penetapan harga berdasarkan
biaya penuh atas pelayanan publik perlu mempertimbangkan keadilan
(equity) dan kemampuan publik untuk membayar.
5. Harga diatas marginal cost. Dalam beberapa kasus, sengaja ditetapkan
harga diatas marginal cost, seperti tarif parker mobil, adanya beberapa
biaya perijinan atau licence fee.
H. TAKSIRAN BIAYA
Penentuan harga dengan teknik apapun yang digunakan pada dasarnya
adalah mendasarkan pada usaha penaksiran biaya secara akurat. Hal ini
melibatkan beberapa pertimbangan sebagai berikut:
1. Opportunity cost untuk staf, perlengkapan, dll,
2. Opportunity cost of capital,
3. Accounting price untuk input ketika harga pasar tidak menunjukkan value
to society (opportunity cost),
4. Pooling, ketika biaya berbeda-beda antara setiap individu,
5. Cadangan inflasi.
Pelayanan menyebabkan unit kerja harus memiliki data biaya yang akurat
agar dapat mengestimasi marginal cost, sehingga dapat ditetapkan harga
pelayanan yang tepat. Prinsip biaya memberikan dasar yang bermanfaat untuk
penentuan harga di sektor publik. Marginal cost pricing bukan merupakan satusatunya dasar untuk penetapan harga di sektor publik. Digunakan MC pricing atau
tidak, yang jelas harus ada kebijakan yang jelas mengenai harga pelayanan yang
mampu menunjukkan biaya secara akurat dan mampu mengidentifikasi skala
subsidi publik.