PERAN KAJIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL TERH (1)

PERAN KAJIAN HUBUNGAN INTERNASIONAL
TERHADAP UPAYA PELESTARIAN LINGKUNGAN HIDUP
Oleh:
Yusran, S.IP, M.SI
Abstraksi
Sifat dinamis dan interdisipliner yang menjadi ciri khas ilmu hubungan
internasional (HI) membuka peluang masuknya isu-isu baru dalam topik
kajian. Isu lingkungan hidup adalah salah satu diantaranya. Masuknya
lingkungan hidup sebagai elemen kajian HI memberikan peran tersendiri.
Tulisan ini bertujuan untuk menjelaskan dan menganalisis peran kajian HI
terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup di lingkungan global.
Tulisan ini menggunakan metode kualitatif. Tulisan ini menemukan
beberapa peran kajian HI terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup,
diantaranya mendorong kerjasama internasional dalam upaya pelestarian
lingkungan hidup, mendorong konstruksi regulasi pemerintah suatu
negara, menghimpun partisipasi masyarakat lokal agar menjadi pergerakan
yang transnasional, menstimulasi implementasi CSR. Dengan demikian,
masuknya lingkungan hidup sebagai objek kajian HI memberikan peranan
yang penting bagi upaya pelestarian lingkungan hidup.
Kata Kunci


: Hubungan Internasional, Interdisipliner,
dan Lingkungan Hidup

A. Pendahuluan
Ilmu Hubungan Internasional (HI) memiliki karakteristik yang khas. Objek
kajiannya dinamis dan selalu mengalami perkembangan sesuai dengan situasi dan kondisi
yang terjadi di lingkungan global. Isu-isu baru yang bersinggungan dengan objek kajian
yang telah ajeg dalam tatanan ilmu HI sebelumnya, relatif memiliki peluang untuk
dipertimbangkan sebagai bagian dari objek kajian yang dikategorikan dalam kelompok
isu kontemporer. Perubahan konstelasi politik di lingkungan global menjadi pemantik
utama dalam dinamika dan progresifitas kajian ilmu HI. Selain itu, fenomena yang terjadi
di lingkungan individu maupun masyarakat yang berpengaruh secara transnasional juga
bisa mengakibatkan perubahan dalam komposisi objek kajian HI.
Perubahan konstelasi politik dunia dewasa ini membawa perubahan dalam
hubungan antar elemen-elemen yang terdapat dalam tataran hubungan internasional.
Hubungan internasional yang pada awalnya mengkaji peperangan dan perdamaian
kemudian meluas untuk mempelajari perkembangan, perubahan dan kesinambungan

1


yang berlangsung dalam hubungan antara negara atau antarbangsa dalam konteks sistem
global, menjadi kajian hubungan internasional yang tidak hanya fokus pada hubungan
politik yang berlangsung antar negara, tapi juga mencakup peran dan kegiatan yang
dilakukan oleh aktor-aktor bukan negara (non-state actor).1 Selain itu, isu-isu yang
menjadi topik kajian dalam HI juga mengalami perkembangan, seperti gender, migrasi
internasional, terorisme, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan beberapa isu dalam
konteks kekinian lainnya.2
Topik lingkungan hidup muncul semakin sering dalam agenda internasional lebih
dari tiga dekade terakhir. Jumlah masyarakat yang semakin meningkat, paling tidak di
negara-negara Barat, yakin bahwa aktivitas sosial dan ekonomi manusia sedang
berlangsung dengan cara yang mengancam lingkungan hidup. Dalam lima dekade
terakhir, semakin banyaknya manusia telah memperbesar jumlah penduduk dunia
dibanding dalam seluruh milenia keberadaan manusia sebelumnya. Populasi global yang
sangat cepat meningkat mengejar standar kehidupan yang lebih tinggi merupakan
ancaman potensial terhadap lingkungan hidup. 3
Ancaman terhadap lingkungan hidup dapat dikatakan tengah berlangsung saat ini.
Kerusakan lingkungan hidup yang terjadi di lingkungan global sudah sampai pada taraf
yang mengkhawatirkan. Terajadinya berbagai perubahan yang menunjukkan indikasi
ketidakseimbangan lingkungan hidup sudah dapat dirasakan nyata dalam kehidupan
global saat ini. Pergantian musim yang tidak dapat diprediksi, berbagai bentuk bencana

alam akibat kerusakan lingkungan yang terjadi hampir di seluruh negara, dan lain
sebagainya merupakan persoalan besar yang sedang melanda lingkungan global.
Munculnya persoalan ini, tentulah menuntut penghuni bumi untuk berpikir mencari cara
dan solusi yang tepat untuk mengatasi agar kerusakan lingkungan hidup tidak semakin
parah. Ancaman terhadap lingkungan hidup secara otomatis menjadi ancaman bagi
keberadaan manusia, karena lingkungan hidup adalah tempat dimana manusia itu
melangsungkan hidup dan kehidupannya.
1

T. May Rudi, (2003), “Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global Isu, Konsep,
Teori, dan Paradigma”, Bandung: PT Refika Aditama, hal. 1.
2
Hans Peter Schmitz, (2005), “Contemporary Issues in International Relations: Transnational Politics”,
International Social Science Journal, Vol. 57 (186), hlm. 524.
3
Robert Jackson dan Georg Sorensen, (2005), “Pengantar Studi Hubungan Internasional”, terj. Dadan
Suryadiputra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, hal. 322-323.

2


Masuknya isu ataupun topik pembahasan lingkungan hidup dalam kajian ilmu HI
bukanlah tanpa maksud. Di tengah kebimbangan berbagai pihak seperti negara,
organisasi internasional, dan masyarakat internasional di lingkungan global, memicu
muculnya berbagai pemikiran mencari upaya penyelesaian persoalan yang tengah
dialami. Persoalan lingkungan hidup kini bukan lagi persoalan yang parsial dan sporadis,
karena sudah menyentuh level pengambilan keputusan baik di tingkat negara maupun
sistem internasional. Oleh karena itu, sudah sepatutnya jika masuknya isu lingkungan
hidup dalam ilmu HI dapat memberikan kontribusi penting bagi penyelamatan dan upaya
pelestarian lingkungan hidup tersebut. Oleh karena itu, fokus permasalahan yang dibahas
dalam tulisan ini adalah untuk mengetahui peran kajian HI terhadap upaya pelestarian
lingkungan hidup.
B. Dinamis dan Interdisipliner, Ciri Khas yang Membuka Peluang Masuknya
Isu Baru
Ilmu HI berkembang secara dinamis dari masa ke masa. Dimulai dengan
berkumpulya para raja dan diplomat Eropa pada tahun 1648 di Westphalia dimana
mereka menandatangani perjanjian perdamaian untuk mengakhiri Perang Tiga Puluh
Tahun. Perjanjian itu melambangkan munculnya sistem negara bangsa yang modern
menggantikan tatanan politik feodal seperti yang sudah ada sebelumnya. Saat itu juga
menandai bermulanya penyebaran dan perkembangan power diantara unit-unit politik.4
Momentum inilah yang disebut-sebut sebagai awal yang menadai kemunculan kajian HI.

Perkembangan ilmu HI memang tidak dapat dipisahkan dari perkembangan ilmu
sosial lainnya. Akan tetapi, ilmuan HI berusaha mencari garis pemisah antara pendekatan
yang dilakukan oleh ahli ilmu HI dan ilmu sosial lainnya seperti sejarah, sosiologi, dan
beberapa ilmu sosial yang lain. Meskipun pemisahan pendekatan yang dilakukan ilmuan
HI tidak begitu jelas, namun pengkajian studi HI mempergunakan pendekatan yang
deskriptif dan developmental (menganalisis berbagai kondisi yang menyebabkan atau
menopang terjadinya peristiwa atau gagasan tertentu).5

4

K.J. Holsti, “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis”, (terj. Wawan Juanda), Bandung: Bina Cipta,
1992, hal. 4-10.
5
Ibid.

3

Usaha mengkaji HI berdasarkan analisis sistemik baru muncul pada akhir abad
ke-19, pada saat para sarjana Amerika Serikat mulai menaruh perhatian serius terhadap
masalah internasional seiring keterlibatannya dalam percaturan politik bangsa-bangsa

Asia dan Eropa. Kajian HI pada saat itu berorientasi secara luas terhadap analisis
perjanjian dan prinsip hukum internasional. Mereka masih menekankan segi hukum dan
moral serta mendasarkan aggapannya pada asumsi bahwa segala masalah yang timbul
harus ditangulangi dunia yang ”kecil” ini membuat orang semakin ”internasionalis”, dan
damai serta stabilitas dapat dibentuk dengan perluasan demokrasi atau pembentukan
lembaga-lembaga internasional, misalnya mahkamah dunia yang mempunyai kuasa
memaksakan pelaksanaan keputusan yang dibuatnya. Saat itu kajian HI memiliki
orientasi normatif dan kurang memperhatikan berbagai variabel atau kondisi yang
mempengaruhi perilaku pemerintah dalam hubungan eksternalnya.6
Perkembangan selanjutnya dalam HI terjadi pada saat serangan Hitler setelah
Perang Dunia I. Kejadian itu berpengaruh penting terhadap cara pendekatan bidag kajian.
Pengamat mejadi kurang puas terhadap orientasi deskriptif, moralistik dan legalistik.
Mereka mulai menyadari bahwa keamanan dan ekspansi, proses perdagangan dan
diplomasi, serta sarana politik luar negeri lainnya seperti propaganda dan subversi
memiliki nilai yang besar bobotnya, sama dengan perjanjian dan organisasi
internasional.7
Perkembangan penting pada ilmu HI selanjutnya terjadi setelah Perang Dunia II.
Berkembanganya permusuhan Amerika Serikat dan Uni Soviet yang disebut dengan
Perang Dingin membuat para akademisi tidak bisa menghindari dari keterlibatan
memikirkan berbagai masalah, kebijaksanaan dan etika yang dihadapi para pembuat

keputusan. Kecenderungan tidak menggunakan pendekatan deskriptif, analisis hukum,
dan himbauan, belum berkembang. Tujuan pengkajian ditujukan untuk memperkirakan
masalah utama yang terdapat dalam Perang Dingin atau menjelaskan perkembangan
gejala internasional yang sedang berlangsung.8 Situasi seperti itu terus berlanjut hingga
berakhirnya Perang Dingin.

6

Ibid.
Ibid.
8
Ibid.
7

4

Sejak berakhirnya Perang Dingin, terdapat banyak diskursus berkenaan dengan
berbagai kemungkinan pola hubungan internasional di masa depan yang dapat
mempengaruhi tingkah laku setiap aktor negara bangsa baik dalam skala global maupun
regional. Dinamika hubungan internasional pada satu dasawarsa terakhir ini

menunjukkan berbagai kecenderungan baru yang secara substansial sangat berbeda
dengan masa-masa sebelumnya. Ada banyak contoh yang dapat kita sebut untuk
memperkuat pernyataan di atas, seperti berakhirnya Perang Dingin, mengemukanya isuisu baru yang secara signifikan telah mengubah wajah dunia seperti konflik etnis,
munculnya terorisme internasional, mengemukanya globalisasi dengan segala aspeknya,
regionalisasi di berbagai penjuru dunia dan kecenderungan internasionalisasi isu-isu
lokal. Berbagai kecenderungan baru yang tengah melanda dunia ini tentunya membawa
pula konsekwensi-konsekwensi baru bagi tata interaksi global.9
Dalam dinamika ilmu yang terus tumbuh dan berkembang, kajian HI mempu
menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di lingkungan internasional.
Studi HI merupakan studi yang interdisipliner atau multidimensional. Maksudnya, kajian
HI tidak terpaku hanya pada satu teori saja dalam pengkajiannya, namun juga
dipengaruhi oleh disiplin-disiplin ilmu lainnya.10 Sifat interdisipliner yang melekat pada
ilmu HI tidak jarang menjadi sisi negatif dari disiplin ilmu ini. Akan tetapi, interdisipliner
ini telah menjadi ciri khas tersendiri bagi disiplin ilmu HI. Ilmu HI berusaha untuk
melampaui hal-hal yang bersifat ”fana” dalam pengkajiannya dengan memberikan
rasionalisasi dan analisis yang mendalam pada setiap peristiwa, struktur, proses dan aktor
untuk menawarkan penjelasan, interpretasi dan analisis normatif.11 Isu-isu yang menjadi
topik kajian dalam HI juga mengalami perkembangan, seperti gender, migrasi
internasional, terorisme, hak asasi manusia, lingkungan hidup, dan beberapa isu dalam
konteks kekinian lainnya.12

9

Yanyan Mochamad Yani, Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia, diperoleh dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/dinamika_hubungan_internasional_dan_indonesia.p
df diakses pada 12 Februari 2014.
10
Philip Darby, (2008), “A Disabling Dicipline?” dalam Reus Smit, Cristian dan Snidal Duncan (ed.),
Oxford: Oxford University Press, hal. 94-108.
11
Richard Devetak, “An Introduction to International Relations: The Origins and Changing Agendas of a
Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press, 2007, hal 3.
12
Hans Peter Schmitz, (2005), “Contemporary Issues in International Relations: Transnational Politics”,
International Social Science Journal, Vol. 57 (186), hlm. 524.

5

Penjelasan di atas semakin mempertegas bahwa ilmu HI senantiasa mengalami
dinamika sesuai dengan situasi dan kondisi yang terjadi dalam lingkungan internasional.
Sifat interdisipliner atau multidimensional yang menjadi ciri khas ilmu HI membuat

objek kajiannya jauh dari kata statis. Objek kajian terus mengalami perkembangan,
sehingga tidak menampik masuknya isu-isu baru dalam ranah kajian. Isu-isu baru yang
dapat diterima sebagai objek kajian HI tentunya tidak terlepas dari nilai esensial dan
normatif ilmu HI sebagai bagian dari ilmu sosial. Realita ini dapat menjadi petunjuk
untuk memahami masuknya isu baru seperti lingkungan hidup sebagai objek kajian
dalam ilmu HI.
C. Lingkungan Hidup : Urgensi bagi Kehidupan Global dan Kehadirannya
sebagai Objek Kajian HI
a. Urgensi eksistensi lingkungan hidup bagi kehidupan global
Berbicara mengenai lingkungan hidup berarti berbicara tentang kehidupan
manusia. Manusia dan lingkungan merupakan satu kesatuan, tidak dapat dipisahkan.
Manusia

dapat

mempengaruhi

lingkungan,

demikian


sebaliknya

lingkungan

mempengaruhi kehidupan manusia. Keduanya saling ketergantungan. Perubahan
lingkungan akan mempengaruhi langsung dan tidak langsung terhadap kehidupan
manusia.13
Lingkungan hidup adalah kesatuan ruang dengan semua benda, daya, keadaan,
dan makhluk hidup, termasuk perilakunya, yang mempengaruhi kelangsungan
perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain. Dari definisi
tersebut, secara garis besar terdapat tiga komponen penting, yaitu komponen fisik
(abiotik), komponen hayati (biotik), dan komponen budaya.14 Lingkungan hidup terdiri
dari lingkungan fisik, lingkungan hayati, lingkungan sosial. Lingkungan hidup
merupakan tempat berinteraksinya makhluk hidup yang membentuk sistem jaringan
kehidupan. Lingkungan hidup merupakan wahana bagi keberlanjutan kehidupan. Selain
itu arti pentingnya lingkungan hidup merupakan tempat tinggal atau habitus semua
makhluk hidup dari mulai tingkat rendah sampai ke tingkat yang tinggi. Masing-masing
13

Ignasius Suban Angin, “Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Sumberdaya Alam”, diperoleh dari
http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah%20Awal/Kajian%20IPS%20SD/BAC/
Kajian_IPS_8_0.pdf diakses tanggal 19 Februari 2014.
14
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup

6

spesies membentuk suatu kelompok. Tingkatan kelompok makhluk hidup yang hidup
pada suatu wilayah, yaitu populasi, komunitas, ekosistem, biosfer.15 Dengan demikian,
lingkungan memiliki arti penting yang sangat besar bagi kehidupan manusia di
lingkungan global.
Sebagai sebuah sistem, lingkungan harus tetap terjaga keteraturannya sehingga
sistem itu dapat berjalan dengan teratur dan memberikan kemanfaatan bagi seluruh
anggota ekosistem. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadinya dewasa ini
sesungguhnya berakar dari perilaku yang salah dari manusia dalam menyikapi dan
mengelola lingkungan dan sumber dayanya. Kerusakan alam dan lingkungan juga
berdampak bagi lahirnya peradaban manusia yang rendah, dimana menempatkan alam
dan lingkungan sebagai subordinat dari manusia.16
Lingkungan mempunyai arti penting bagi manusia, dengan lingkungan

fisik

manusia dapat menggunakannya untuk memenuhi kebutuhan materilnya, dengan
lingkungan biologi manusia dapat memenuhi kebutuhan jasmaninya, dan dengan
lingkungan sosial manusia dapat memenuhi kebutuhan spiritualnya. Lingkungan
dipandang sebagai tempat beradanya manusia dalam melakukan segala aktivitas
kesehariannya. Lingkungan hidup menyediakan kebutuhan-kebutuhan hidup manusia.
Begitupun sebaliknya, kehidupan manusia sangat tergantung pada tersedianya sumber
daya alam yang memadai dalam lingkungan hidup. Manusia dan lingkungan hidup selalu
terjadi interaksi timbal balik, manusia mempengaruhi lingkungan dan sebaliknya manusia
dipengaruhi oleh lingkungan hidupnya. Demikian pula manusia membentuk lingkungan
hidupnya dan manusia dibentuk oleh lingkungan hidupnya. Lingkungan hidup memegang
peranan penting dalam kebudayaan manusia, mulai dari manusia primitif sampai pada
yang modern.17 Oleh karena itu pelestarian lingkungan hidup memiliki urgensi yang
tinggi dalam menopang keberlangsungan kehidupan global.
b. Lingkungan hidup sebagai ojek kajian dalam HI Kontemporer

15

Suwelo, Ismu Sutanto dan Yuliadi Suparmo, (2006), “Suaka Margasatwa Muara Angke Sebagai Lahan
Basah Tersisa di Jakarta Perlu Diselamatkan, dalam Warta Konservasi Lahan Basah, Edisi 3 (14), hal. 4-6.
16
Muhjiddin Mawardi, dkk., (2011), “Akhlaq Lingkungan Panduan Berperilaku Ramah Lingkungan”,
Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup
dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hal. 24-25.
17
Rokhmin Dahuri, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu., (2001), “Pengelolaan Sumberdaya Wilayah Pesisir
dan Lautan Secara Terpadu”, Jakarta: PT Pradnya Paramita, hal. 17.

7

Saat ini, bumi sebenarnya sedang mengalami sakit kronis di beberapa “bagian”
tubuhnya sehingga daya sangga bumi terhadap kehidupan mengalami gangguan dan
penurunan. Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi di beberapa belahan bumi
merupakan penyakit yang bisa mengancam kehidupan makhluk yang tinggal di
dalamnya,
termasuk manusia. Indikator terjadinya kerusakan lingkungan terutama yang berkaitan
dengan sumberdaya lahan, air, udara dan atmosfer sudah cukup nyata dan dirasakan oleh
penduduk bumi. Banjir yang semakin besar dan meluas, erosi dan pencemaran air sungai
dan danau, tanah longsor, kelangkaan air yang berakibat kelaparan di beberapa daerah
dan negara di benua Asia, Afrika dan Amerika Latin, merupakan realitas yang sudah,
sedang dan akan dirasakan oleh penduduk bumi. Polusi air dan udara, perubahan iklim
yang mengakibatkan terjadinya musim hujan dan kemarau yang menyimpang,
mencairnya salju di wilayah kutub utara dan selatan yang mengakibatkan naiknya
permukaan air laut hingga menenggelamkan beberapa wilayah pantai dan pulau,
kerusakan dan kepunahan spesies tumbuhan dan hewan, ledakan hama dan penyakit,
serta krisis pangan dan energi merupakan kejadian yang terkait erat dengan kerusakan
lingkungan hidup.18
Kejadian seperti itu adalah masalah besar bagi lingkungan global, karena
kerusakan lingkungan hidup merupakan masalah seluruh penghuni bumi ini. Kondisi
lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan menyita perhatian berbagai kalangan.
Lingkungan hidup lantas menjadi topik perbincangan terkait upaya pemecahan masalah
serta upaya-upaya pelestarian yang sebaiknya dilakukan. Solusi terhadap persoalan
lingkungan hidup tentunya bukanlah perkara yang mudah karena harus melibatkan
berbagai aspek secara komprehensif, agar usaha yang dilakukan memperoleh hasil yang
baik. Meluasnya isu lingkugan hidup ini, juga menjadi perhatian penting dalam kalangan
akademisi ilmu HI.
Munculnya permasalahan lingkungan sebagai masalah politik global dan menjadi
topik perbincangan dalam ilmu HI dapat ditelusuri dari pergeseran diskursif ’batas-batas
pertumbuhan’ pada awal tahun 1970 terkait persoalan pembangunan berkelanjutan di
18

Muhjiddin Mawardi, dkk., (2011), “Akhlaq Lingkungan Panduan Berperilaku Ramah Lingkungan”,
Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup
dan Majelis Lingkungan Hidup Pimpinan Pusat Muhammadiyah, hal. 1.

8

tahun 1980. Pasca Perang Dingin dunia mulai menyoroti tantangan lingkungan hidup dan
memperkenalkan wacana keadilan lingkungan hidup dan keamanan ekologi. Akan tetapi,
pada saat itu pertanyaan-pertanyaan mendasar tentang politik lingkungan tidak
sepenuhnya mendapat tanggapan atau dengan kata lain diabaikan oleh tiga aliran HI yang
telah ada sebelumnya, yakni realisme, liberalisme, dan teori kritis. Sugguhpun demikian,
kejadian seperti itu memberikan makna tersendiri bagi perkembangan ilmu HI, karena
turut menjadi pemicu yang memunculkan tantangan tersendiri bagi perkembangan ilmu
HI secara kontemporer.19
Studi politik lingkungan global telah muncul dalam kajian HI yang kontemporer
sebagai orientasi masalah dari sifat ilmu HI yang interdisipliner (multidimensional).
Dengan masuknya isu lingkungan dalam bentuk politik lingkungan global, bidang kajian
berupaya untuk memahami: (a) bagaimana dan mengapa masalah ekologi global yang
muncul dan bertahan, (b) bagaimana risiko ekologi didistribusikan melalui ruang dan
waktu, dan (c) bagaimana komunitas global (meliputi negara dan aktor non-negara) harus
merespon. Tidak hanya itu, masuknya politik lingkungan global dalam kajian HI juga
menjadi sinyal tantangan politik besar yang dihadapi internasional dan upaya kolektif
transnasional untuk melindungi ekosistem bumi dan iklim di dunia.20
Terkuaknya isu lingkungan hidup akibat munculnya persoalan-persoalan
lingkungan yang telah dirasakan oleh manusia di lingkungan global ternyata tidak hanya
mempertegas urgensi kelestarian lingkungan hidup bagi kehidupan manusia. Lebih dari
itu, isu lingkungan hidup mendapat sorotan sehingga menjadi topik perbincangan yang
penting terkait solusi permasalahan dan upaya pelestarian yang harus dilakukan.
Persoalan lingkungan hidup bukanlah persoalan yang parsial, sehingga butuh pengkajian
yang komprehensif. Oleh karena itu, masuknya isu lingkungan hidup sebagai topik kajian
dalam ilmu HI tentunya diharapkan dapat memberikan peran ataupun kontribusi penting
dalam upaya pelestarian lingkungan hidup secara global.

19

Richard Devetak, (2007), “An Introduction to International Relations: The Origins and Changing
Agendas of a Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press, hal 365.
20
Ibid.

9

D. Peran Kajian Hubungan Internasional terhadap Upaya Pelestarian
Lingkungan Hidup
a. Mendorong munculnya kerjasama internasional untuk upaya pelestarian
lingkungan hidup
Kerjasama internasional merupakan salah satu bagian terpenting dalam kajian HI.
Bahkan sebelum berkembangnya isu-isu kontemporer, kerjasama internasional sudah
menjadi kajian yang pokok. Kerjasama Internasional dapat berlangsung dalam ruang
lingkup yang berbeda, baik pada skala global, inter-regional, regional, maupun bilateral.
Kalau ditinjau dari banyaknya pihak yang terlibat, dapat dilihat dari segi
penggolongannya, seperti kerjasama bilateral, trilateral, atau multilateral.21 Kerjasama
pada sistem internasional dapat diklasifikasikan berdasarkan isu-isu global yang ada,
seperti transformasi isu internasional, keamanan, perdagangan, ekonomi, lingkungan
hidup, serta masih banyak isu lainnya.22 Kerjasama internasional berupa transaksi dan
interaksi antar negara-bangsa dalam sistem internasional yang berlangsung secara rutin
untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu sehingga dapat memuaskan dua atau lebih pihakpihak yang berkolaborasi itu. Kerjasama internasional dapat dilakukan sebagai upaya
untuk mencari solusi terhadap persoalan yang terjadi di dunia baik yang bersifat
transnasional, internasional, ataupun global.23
Penjelasan di atas memunculkan pemahaman bahwa kerjasama internasional
dapat ditempuh sebagai salah satu upaya mencari jalan keluar terhadap persoalan yang
terjadi di lingkungan global. Kerjasama internasional bersifat spesifik pada isu-isu
tertentu, dimana tujuannya tentu saja agar pembahasan dan solusi yang dihasilkan lebih
spesifik dan terarah serta terorientasi dengan jelas. Dengan melakukan kerjasama
internasional, persoalan-persoalan yang dihadapi dapat dipecahkan secara bersama
21

Teuku May Rudy, (2002), Studi Strategi dalam Transformasi Sistem Internasional Pasca Perang Dingin
(Bandung: Refika), hal. 73.
22
Deplu RI, (2002), Kepentingan Ekonomi dan Politik Indonesia dalam Kerjasama ASEAN+3, Jakarta:
Deplu-Unair, hal. 15.
23
Bartosz H. Stanislawski and Margaret G. Hermann, (2004), Transnational Organized Crime, Terrorism,
and WMD (Maryland: CIDCM University of Maryland, hal. 457.

10

diantara masing-masig pihak yang bekerjasama. Semakin efektif kerjasama yang
dilakukan, semakin positif pula bagi upaya penyelesaian persoalan.
Terkait upaya pelestarian lingkungan hidup, melakukan kerjasama internasional
merupakan salah satu alternatif solusi yang efektif. Hingga saat ini sudah terdapat
beberapa bentuk kerjasama internasional terkait persoalan lingkungan hidup. Menurut
Sutrisno (2005) pada tahun 1940 sampai 1972 tercatat hampir 60 perjanjian internasional
yang berisi komponen lingkungan hidup yang dianggap penting bagi kehidupan manusia.
Organisasi internasional di bawah PBB berperan aktif dalam mengangkat isu lingkungan
seperti WHO, WMO, ICAO, IAEA, FAO, UNESCO, OECD, IMO, ILO, dan lain-lain.
Tahun 1968 dan 1969 PBB mengesahkan revolusi guna menyelenggarakan The United
Nations Conference of Human Environment. Konferensinya itu baru terwujud pada tahun
1972 yang diselenggarakan di Stockholm.24
Pada periode 1972-1992 atau setelah konferensi Stockholm, PBB membentuk
United Nation Environment Programme(UNEP) dan Dana Lingkungan Internasional
(Environment Fund). Pada periode ini dilakukan kerjasama internasional untuk
penanganan masalah-masalah lingkungan yang konvensional. Beberapa konvensi yang
dihasilkan pada periode ini diantaranya konvensi Vienna (1985), Protokol Montreal
(1987), Konvensi Biodiversity (1992), dan dibetuk pula Komisi Lingkungan dan
Pembangunan (WCDE) yang melakukan pendekatan integral dalam menanggapi
permasalahan lingkungan hidup yang kemudian berkembang menjadi konsep
pembangunan berkelanjutan.25
Pada periode 1992 hingga saat ini, terjadi berbagai kemajuan dalam kerjasama
internasional di bidang lingkungan hidup. Kesadaran-kesadaran tentang pentingnya
kesinambungan lingkungan untuk mendukung pembangunan berkelanjutan semakin
tinggi. Pada tahun 1992 berlangsung United Nation Conference on Envinronment and
Development (UNCED) yang menghasilkan Deklarasi Rio dan Agenda 21. Pada periode
ini dibentuk pula Komisi Pembangunan Berkelanjuran di bawah ECOSOC. Para tahun
2002 telah diselenggarakan pula KTT Pembangunan Berkelanjutan di di Johannesburg,
Afrika Selatan. Pada tahun 1997 PBB mengadakan Konvensi Rangka Kerja PBB tentang
Perubahan Iklim (UNFCCC), UNFCCC selanjutnya menjadi kerjasama yang penting
24
25

Tupuk Sutrisno, “Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johanesburg 2002”, WATAPRI UNEP.
Ibid.

11

dalam permasalahan lingkungan hidup karena menghasilkan Protokol Kyoto yang
merupakan langkah nyata perbaikan iklim dunia melalui persetujuan pengurangan emisi
oleh negara-negara industri maju di dunia.26 Pada tahun 2007 UNFCCC mengadakan
pertemuan di Bali. Selanjutnya pada tahun 2012 UNFCCC mengadakan pertemuan di
Doha.
Terselenggaranya beberapa bentuk kerjasama internasional seperti yang
disebutkan di atas, tidak terlepas dari peran ataupun kontribusi ilmu HI. Ilmu HI yang
mengkaji mengenai kerjasama internasional diterapkan oleh pelaku HI baik negara
maupun

non-negara.

Penerapan

ilmu

ini

menjadi

dorongan

tersendiri

bagi

terselenggaranya kerjasama tersebut. Melalui kerjasma internasional yang dilakukan,
upaya pelestarian lingkungan diharapkan dapat berlangsung lebih efektif dan
memberikan hasil nyata demi penyelamatan dan pelestarian lingkungan hidup di tingkat
global.
b. Mendorong konstruksi regulasi pemerintah di suatu negara
Perhatian masyarakat dunia terhadap persoalan lingkungan tidak terlepas dari
sorotan kajian ilmu HI. Di sisi lain, perkembangan ilmu HI juga bisa disebut sebagai
bagian dari pendorong munculnya kerjasama internasional untuk upaya pelestarian
lingkungan hidup. Akan tetapi kerjasama internasional terjadi pada tatanan sistem
internasional yang sangat luas, sehingga sulit untuk menjangkau wilayah-wilayah kecil
dalam suatu negara. Oleh karena itu, efektifitas kerjasama internasional dalam upaya
pelestarian lingkungan hidup juga membutuhkan peran aktif dari pemerintah di suatu
negara.
Kerjasama internasional yang telah menyepakati suatu aturan bersama – sebut
saja terkait lingkungan hidup – memiliki kekuatan yang bisa ”memaksa” suatu negara
untuk berbuat searah dengan apa yang disepakati bersama dalam kerjasama internasional.
Hal itu terjadi karena secara mendasar tidak ada negara di dunia ini yang bisa melepaskan
diri dari aturan yang berlaku dalam sistem internasional. Sehingga, kerjasama
internasional akan semakin efektif apabila didorong oleh tindakan pemerintah suatu
negara. Tindakan itu dapat ditunjukkan dalam bentuk upaya memformulasi aturan
maupun regulasi yang bermuara pada tujuan pelestarian lingkungan hidup.
26

Ibid.

12

Regulasi adalah mengendalikan perilaku manusia atau masyarakat dengan aturan
atau pembatasan. Regulasi dapat dilakukan dengan berbagai bentuk, misalnya:
pembatasan hukum yang diumumkan oleh otoritas pemerintah. Pelanggaran terhadap
regulasi biasanya berkenaan dengan pemberian sanksi (seperti denda). Regulasi
diamanatkan oleh upaya negara untuk menghasilkan hasil yang tidak mungkin sebaliknya
terjadi, memproduksi atau mencegah hasil di tempat yang berbeda dengan apa yang
dinyatakan mungkin terjadi, atau memproduksi atau mencegah hasil dalam rentang waktu
yang berbeda daripada yang akan terjadi. Dengan cara ini, regulasi dapat dilihat sebagai
artefak laporan pelaksanaan kebijakan.27
Dalam upaya pelestarian lingkungan hidup, melalui regulasi, pemerintah dapat
melakukan hal-hal berikut: (1) Mengatur dan mengembangkan kebijaksanaan dalam
rangka pengelolaan lingkungan hidup; (2) Mengatur penyediaan, peruntukan,
penggunaan, pengelolaan lingkungan hidup dan pemanfaatan kembali sumber daya alam
termasuk sumber daya genetika; (3) Mengatur perbuatan hukum dan hubungan hukum
antara orang dan/atau subjek hukum lainnya serta perbuatan hukum terhadap sumber
daya alam dan sumber daya buatan termasuk sumber daya genetika; (4) Mengendalikan
kegiatan yang mempunyai dampak sosial; (5) Mengembangkan pendanaan bagi upaya
pelestarian fungsi lingkungan hidup sesuai peraturan perundang-undangan yang
berlaku.28
Regulasi merupakan instrumen penting bagi pemerintah untuk memecahkan suatu
permasalahan melalui aturan yang legal. Dalam keterkaitannya dengan persoalan
lingkungan hidup, pemerintah dapat berperan sebagi regulator yang membuat berbagai
regulasi terkait upaya-upaya yang harus dilakukan untuk tujuan pelestarian lingkungan
hidup. Pemerintah memiliki kekuatan untuk memaksakan pelaksanaan regulasi karena
memiliki power dan kekuatan hukum. Pemerintah juga memiliki hak untuk memantau
apakah regulasi yang diberlakukan terhadap upaya pelestarian lingkungan hidup sudah
berjalan sesuai dengan yang seharusnya.

27

Diperoleh dari www.wikipedia.com
August P. Silaen, (2008), “Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam Perspektif Hukum
Lingkungan”, dalam Jurnal Visi, Volume 16, Nomor 3, hal. 577.
28

13

Munculnya aksi yang agresif dari pemerintah suatu negara terkait persoalan yang
terjadi di lingkungan global tidaklah suatu hal yang serta merta. Terdapat berbagai
persoalan di masing-masing negara dengan karakteristik berbeda-beda yang menyulitkan
proses konstruksi formulasi dan implementasi regulasi yang dimaksud. Disinilah kajian
HI bisa memainkan peranan. Sebagai pelaku dalam hubungan internasional, negara dan
penyelenggara negara seperti pemerintah dan para diplomat tentunya akan berusaha
untuk menyesuaikan diri dengan trend yang berlangsung di lingkungan global. Pelaku
hubungan internasional yang dimaksud, tentunya akan termotivasi untuk berbuat sesuai
dengan tuntutan tingkat global, mengingat pemahamannya terhadap kajian HI. Dengan
demikian, kajian HI berperan dalam mendorong para pembuat kebijakan di tingkat negara
untuk mengkonstruksi formula regulasi yang bertujuan untuk memelihara kelestarian
lingkungan hidup.
c. Menghimpun partisipasi masyarakat lokal agar menjadi pergerakan yang
transnasional
Kerjasama internasional dan regulasi yang mengikat tidak akan berhasil efektif
tanpa adanya partisipasi dari masyarakat dalam suatu negara. Upaya pelestarian
lingkungan hidup tidaklah kebijakan yang hanya membutuhkan aturan-aturan dan
kerangka kerja yang normatif. Lebih dari itu dan yang terpenting adalah aksi praktis yang
terwujud dari partisipasi masyarakat sebagai sekumpulan manusia yang mendiami
lingkungan tertentu.
Partisipasi merupakan proses dimana pihak-pihak yang terlibat mempengaruhi
dan mengendalikan inisiatif pembangunan, keputusan dan sumber-sumber yang
mempengaruhi mereka. Partisipasi memiliki sisi yang berbeda, bermula dari pemberian
informasi dan metode konsultasi sampai dengan mekanisme untuk berkolaborasi dan
pemberdayaan yang memberi peluang bagi stakeholder untuk lebih memiliki pengaruh
dan kendali.29 Partisipasi merupakan suatu konsep yang merujuk pada keikutsertaan
seseorang dalam berbagai aktivitas pembangunan. Keikutsertaan ini sudah barang tentu
didasari oleh motif-motif dan keyakinan akan nilai-nilai tertentu yang dihayati
seseorang.30
29

Jennifer-Mc Cracken-Deepa dalam Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan
Pemeliharaan Lingkungan Permukiman”, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Pembangunan Wilayah
dan Kota, Universitas Diponegoro, Semarang, hal. 43-47.
30
Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman”.

14

Partisipasi juga berarti turut sertanya seseorang baik secara langsung maupun
emosional untuk memberikan sumbangan-sumbangan kepada proses pembuatan
keputusan terutama mengenai persoalan-persoalan dimana keterlibatan pribadi seseorang
yang bersangkutan melaksanakan akan tanggung jawab untuk melaksanakan hal
tersebut.31 Partisipasi masyarakat diartikan sebagai keterlibatan aktif warga masyarakat,
baik secara perorangan, kelompok atau kesatuan masyarakat dalam proses pembuatan
keputusan bersama, perencanaan dan pelaksanaan program dan pembangunan
masyarakat, yang dilaksanakan di dalam maupun diluar lingkungan masyarakat atas dasar
rasa kesadaran dan tanggungjawab.

32

Secara konseptual partisipasi masyarakat

merupakan alat dan tujuan pembangunan masyarakat, dengan demikian ia berfungsi
sebagai penggerak dan pengarah proses perubahan sosial.33
Penjelasan-penjelasan tentang partisipasi di atas semakin mempertegas besarnya
peranan masyarakat dalam mencari jalan keluar terhadap persoalan yang dihadapi negara,
bahkan dunia. Pada kajian HI kontemporer dimana aktor non-negara sangat
dipertimbangkan,

pergerakan

sekelompok

individu

ataupun

masyarakat

dapat

berpengaruh secara transnasional. Jika upaya pelestarian lingkungan hidup sudah
terhimpun secara luas dalam masyarakat dan menjadi pergerakan yang transnasional,
maka bukan mustahil jika upaya pelestarian lingkungan hidup menjadi perkara yang
mudah dilaksanakan.
Di titik inilah kajian HI berperan. Kajian HI berperan dalam mengembangkan
pemikiran-pemikiran tentang gerakan-gerakan yang bersifat transnasional. Selanjutnya
menjadikan pelestarian lingkungan hidup sebagai isu dan pergerakan transnasional, dan
pada

akhirnya

menghimpun

partisipasi

masyarakat

melalui

pengembangan-

pengembangan tindakan terkait upaya pelestarian lingkungan hidup. Pada tahap
selanjutnya, menjadikan pelestarian lingkungan hidup sebagai gerakan bersama secara
transnasional. Pelestarian lingkungan hidup tidak boleh lagi terkungkung sebagai aksi
yang bermuatan politik. Lebih dari itu, gerakan tersebut harus tertanam sebagai bentuk
kebutuhan, dan bahkan termaktub menjadi ”ideologi” dalam masyarakat. Jika sudah
31

Sutarto dalam Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan
Permukiman”.
32
Soelaiman dalam Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan
Lingkungan Permukiman”.
33
Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan Permukiman”.

15

begini, terwujudnya lingkungan hidup yang lestari di tengah perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi tidak lagi menjadi logika yang utopis.
d. Menstimulasi implementasi CSR
Tindakan destruktif yang berakibat pada kerusakan lingkungan hidup saat ini erat
kaitannya dengan aktivitas perusahaan multinasional (MNC) yang melakukan eksploitasi
secara masif. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dunia usaha terutama lewat cara kerja
MNC dalam mengolah sumber daya alam selama ini dituduh sebagai pelaku yang
menimbulkan pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Oleh karena itu MNC harus
dipahamkan akan tangung jawabnya terhadap lingkungan yang dapat diwujudkan dalam
bentuk membayar kompensasi jasa lingkungan yang nantinya dapat digunakan untuk
membiayai pemulihan lingkungan yang rusak atau tercemar. Di negara-negara maju yang
memiliki banyak MNC, biaya konpensasi lingkungan jauh-jauh hari sudah dianggarkan
dalam rencara pembiayaan dan pengeluaran perusahaan. Namun di negara-negara miskin
dan berkembang, kompensasi tersebut sering menjadi sesuatu yang seringkali diabaikan.
Dengan demikian, MNC juga menjadi salah satu faktor yang mendorong lahirnya
terminologi mengenai Corporate Social Responsibility (CSR). 34
Dalam konteks global, istilah CSR mulai digunakan sejak tahun 1970-an dan
semakin populer terutama setelah kehadiran buku Cannibals With Forks: The Triple
Bottom Line in 21st Century Business (1998), karya John Elkington. CSR memiliki tiga
komponen penting, yakni economic growth, environmental protection, dan social equity,
yang digagas the World Commission on Environment and Development (WCED) dalam
Brundtland Report (1987). Elkington mengemas CSR ke dalam tiga fokus: 3P, singkatan
dari profit, planet dan people. Perusahaan yang baik tidak hanya memburu keuntungan
ekonomi belaka (profit) melainkan pula memiliki kepedulian terhadap kelestarian
lingkungan (planet) dan kesejahteraan masyarakat (people). Dalam perkembangan
selanjutnya 3P ini menjadi patokan bagi perusahaan untuk melaksanakan tanggung jawab
sosial yang dikenal dengan CSR.35
Banyak istilah tentang tanggungjawab perusahaan, dalam perudang-undangan
menggunakan tanggungjawab sosial dan lingkungan atau corporate social responsibility
34

T. Romi Marnelly, (2012) “Corporate Social Responsibility: Tinjauan Teori dan Prakteknya di
Indonesia”, dalam Jurnal Aplikasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2, hal. 54.
35
Ibid., hal. 56.

16

atau kadangkala orang menyebut juga dengan business social responsibility atau
corporate citizenship atau corporate responsibility atau business citizenship. Istilahistilah diatas sama artinya dan sering digunakan untuk merujuk pengertian CSR. CSR
merupakan komitmen usaha untuk bertindak secara etis, beroperasi secara legal dan
berkontribusi untuk meningkatkan kualitas hidup dari karyawan dan keluarganya,
komunitas lokal, dan komunitas luas. Konsep CSR melibatkan tanggung jawab kemitraan
antara pemerintah, perusahaan, dan komunitas masyarakat setempat yang bersifat aktif
dan dinamis.36
Munculnya upaya pengarusutamaan peran CSR terkait persoalan pembangunan
dan perbaikan lingkungan hidup tidak dapat dilepaskan dari objek kajian HI. Hubungan
yang erat ini sekaligus dapat menjadi entry point bagi peranan kajian HI terhadap upaya
pelestarian lingkungan hidup. Dengan munculnya perhatian penstudi HI terhadap CSR,
pemerintah negara tempat MNC beroperasi, segenap stakeholder di berbagai level pada
sebuah negara, dan masyarakat luas akan memiliki kesadaran penuh terhadap pentingnya
CSR bagi penjagaan lingkungan hidup. Dengan kesadaran tersebut, para pihak yang
terkait akan berupaya mendorong implementasi CSR tersebut. Terciptanya kesadaran
seperti ini tidak dapat dipisahkan dari peran kajian HI sebagai stimulator implementasi
CSR. Dimana, dengan implementasi tersebut upaya pelestarian lingkungan hidup
diharapkan berjalan lebih optimal.
E. Penutup
Ilmu HI yang berkembang dengan sifat dinamis dan interdisiplinernya di satu sisi
memang dianggap sebagai sesuatu yang negatif. Sungguhpun demikian, anggapan seperti
itu ternyata tidaklah selamanya benar. Sifat itu memiliki nilai tambah tersendiri dan telah
memicu terbukanya peluang bagi masuknya berbagai isu baru dalam kajian HI yang
sangat penting untuk dibahas. Kondisi ini juga lah yang turut menjadi penyebab
berkembangnya isu HI yang kontemporer.
Masuknya lingkungan hidup dalam kajian HI di tengah kebimbangan dunia
terhadap kondisi lingkungan hidup yang semakin memprihatinkan, memberikan
kontribusi positif bagi upaya pelestarian lingkungan itu sendiri. Kajian HI ternyata bisa
36

Ibid.

17

memainkan peran dan memberikan kontribusi terhadap upaya pelestarian lingkungan
hidup. Dari tulisan ini dapat disimpulkan bahwa peranan kajian HI terhadap upaya
pelestarian lingkungan hidup sangatlah komprehensif. Di level sistem internasional,
peran kajian HI dapat mendorong munculnya kerjasama internasional di tingkat global.
Pada level negara, kajian HI berperan mendorong konstruksi regulasi pemerintah suatu
negara. Di level yang lebih rendah, yaitu kelompok masyarakat, kajian HI dapat berperan
untuk menghimpun partisipasi masyarakat lokal agar pelestarian lingkungan hidup
menjadi pergerakan yang transnasional. Selanjutnya terhadap MNC-MNC yang
memberikan sumbangan besar terhadap kerusakan lingkungan, kajian HI dapat berperan
dalam menstimulasi implementasi CSR. Dengan demikian, masuknya lingkungan hidup
sebagai objek kajian HI memberikan peranan yang penting dan signifikan bagi upaya
pelestarian lingkungan hidup di lingkungan global.

Daftar Referensi
Angin, Ignasius, Suban, “Lingkungan Hidup dan Keanekaragaman Sumberdaya Alam”,
diperoleh dari http://pjjpgsd.dikti.go.id/file.php/1/repository/dikti/Mata%20Kuliah
%20Awal/Kajian%20IPS%20SD/BAC/Kajian_IPS_8_0.pdf

18

Darby, Philip, (2008), “A Disabling Dicipline?” dalam Reus Smit, Cristian dan Snidal
Duncan (ed.), Oxford: Oxford University Press.
Devetak, Richard, “An Introduction to International Relations: The Origins and
Changing Agendas of a Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press,
2007.
Holsti, K.J., “Politik Internasional Suatu Kerangka Analisis”, (terj. Wawan Juanda),
Bandung: Bina Cipta, 1992.
Jackson, Robert, dan Georg Sorensen, (2005), “Pengantar Studi Hubungan
Internasional”, terj. Dadan Suryadiputra, Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Schmitz, Hans Peter, (2005), “Contemporary Issues in International Relations:
Transnational Politics”, International Social Science Journal, Vol. 57 (186).
Suwelo, Ismu, Sutanto dan Yuliadi Suparmo, (2006), “Suaka Margasatwa Muara Angke
Sebagai Lahan Basah Tersisa di Jakarta Perlu Diselamatkan, dalam Warta
Konservasi Lahan Basah, Edisi 3 (14).
Mawardi, Muhjiddin, dkk., (2011), “Akhlaq Lingkungan Panduan Berperilaku Ramah
Lingkungan”, Jakarta: Deputi Komunikasi Lingkungan dan Pemberdayaan
Masyarakat Kementerian Lingkungan Hidup dan Majelis Lingkungan Hidup
Pimpinan Pusat Muhammadiyah.
Dahuri, Rokhmin, J. Rais, S.P. Ginting, M.J. Sitepu., (2001), “Pengelolaan Sumberdaya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu”, Jakarta: PT Pradnya Paramita.
Devetak, Richard, (2007), “An Introduction to International Relations: The Origins and
Changing Agendas of a Discipline”, Cambridge: Cambridge University Press.
Rudy, Teuku, May, (2002), Studi Strategi dalam Transformasi Sistem Internasional
Pasca Perang Dingin (Bandung: Refika).
----------., (2003), “Hubungan Internasional Kontemporer dan Masalah-Masalah Global
Isu, Konsep, Teori, dan Paradigma”, Bandung: PT Refika Aditama.
Deplu RI, (2002), Kepentingan Ekonomi dan Politik Indonesia dalam Kerjasama
ASEAN+3, Jakarta: Deplu-Unair.
Stanislawski, Bartosz, H., and Margaret G. Hermann, (2004), Transnational Organized
Crime, Terrorism, and WMD (Maryland: CIDCM University of Maryland.
Sutrisno, Tupuk, “Hasil KTT Pembangunan Berkelanjutan di Johanesburg 2002”,
WATAPRI UNEP.

19

Silaen, August, P., (2008), “Pelestarian Fungsi Hutan Dan Lingkungan Hidup Dalam
Perspektif Hukum Lingkungan”, dalam Jurnal Visi, Volume 16, Nomor 3.
Yulianti, (2006), “Partisipasi Masyarakat dalam Perbaikan dan Pemeliharaan Lingkungan
Permukiman”, Tesis Program Pasca Sarjana Magister Pembangunan Wilayah dan
Kota, Universitas Diponegoro, Semarang.
Marnelly, T., Romi, (2012) “Corporate Social Responsibility: Tinjauan Teori dan
Prakteknya di Indonesia”, dalam Jurnal Aplikasi Bisnis, Volume 2, Nomor 2.
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup
Yani, Yanyan, Mochamad, Dinamika Hubungan Internasional dan Indonesia, diperoleh
dari
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2010/01/dinamika_hubungan_inter
nasional_dan_indonesia.pdf

20