LAPORAN PENDAHU LUAN ABSES MAXILLA

LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES MAXILLA

KHAERUNNISA
PO.71.3.201.1.51.014
CI LAHAN

(

CI INSTITUSI

)

(

)

POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
1


ABSES MAXILLA
A. Pengertian
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong
berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses maksila odontogenik adalah
suatu infeksi pada rahang atas yang dimulai sebagai infeksi dentoalveolar
(infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya) yang menghasilkan pus (Smeltzer
dan Bare, 2001).
B. Penyebab
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001),
abses maksila sering disebabkan oleh infeksi di daerah rongga mulut atau gigi.
Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan di daerah submaksila
yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi.
Sering mendorong lidah ke atas dan ke belakang dapat menyebabkan trismus.
Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dosis tinggi untuk kuman
aerob dan anaerob.
C. Patofisiologi
Jika bakteri menusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan

pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut,
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong
jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut jka suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa
menyebar ke dalam tubuh maupun di bawah permukaan kulit, tergantung
kepada lokasi abses.(www.medicastre.com.2004).

2

D. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan

5. Kemerahan
6. Demam
E. Pemeriksaan Diagnosis
Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau di bawah kulit sangat mudah
dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita
abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel
darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam biasanya
dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.
F. Pengobatan
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan
anaerob harus diberikan secara parenteral. Evaluasi abses dapat dilakukan
dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid, tergantung letak dan
luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari sampai gejala dan tanda
infeksi reda.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses
bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah,
sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia. Antibiotik biasanya diberikan
setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.


3

Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh
lainnya.
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat
Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami

gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan

4

Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
i. Keamanan

Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.
Intervensi
1. Kaji tingkat nyeri yang
dialami klien dan lokasinya
2. Kaji tanda-tanda vital,
perhatikan takikardia,

Rasional
1. Untuk mengetahui tingkat
skala nyeri yang dialami
klien
2. Dapat mengindikasi rasa

hipertensi dan peningkatan

sakit akut dan


pernafasan, bahkan jika

ketidaknyamanan.

pasien menyangkal adanya
rasa sakit
3. Dorong penggunaan teknik

3. Lepaskan tegangan
emosional dan otot :
tingkatkan perasaan kontrol

relaksasi, misalnya latihan

yang mungkin dapat

nafas dalam, bimbingan

meningkatkan kemampuan


imajinasi, visualisasi.

koping

4. Lakukan reposisi sesuai

4. Mungkin mengurangi rasa

petunjuk, semifowler;

sakit dan meningkatkan

miring.

sirkulasi. Posisi semi-fowler

5. Berikan lingkungan yang
tenang.
6. Kolaborsi obat sesuai

petunjuk . (analgesik IV)

dapat mengurangi tekanan
otot abdominal dan otot
punggung arthritis,
sedangkan miring

5

mengurangi tekanan dorsal.
5. Agar klien dapat
beristirahat, karena kurang
tidur/istirahat dapat
meningkatkan persepsi nyeri
dan kemampuan koping
menurun.
6. Analgesik IV akan dengan
segera mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan
penghilangan yang lebih

efektif dengan obat dosis
kecil. Pemberian IM akan
memakan waktu lebih lama
dan keefektifannya
bergantung kepada tingkat
dan absorbsi sirkulsi.
2) Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi
1. Observasi saat timbulnya
demam.
2. Observasi tanda–tanda vital
setiap 3 jam/lebih sering.
3. Berikan penjelasan kepada
pasien atau keluarga tentang
hal–hal yang dapat dilakukan

Rasional
1. Untuk mengidentifikasi pola
demam
2. Tanda-tanda vital

merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum
pasien
3. Keterlibatan keluarga sangat

untuk mengatasi demam dan

berarti dalam proses

menganjurkan pasien/

penyembuhan pasien

keluarga untuk kooperatif.

dirumah sakit.

6

4. Berikan penjelasan tentang

4. Penjelasan tentang kondisi

penyebab demam atau

pasien dapat membantu

peningkatan suhu tubuh.

pasien/keluarga mengurangi

5. Anjurkan pasien untuk
banyak minum ± 2,5 Liter/24

kecemasan yang timbul.
5. Peningkatan suhu tubuh

jam dan jelaskan manfaatnya

mengakibatkan penguapan

bagi pasien.

tubuh meningkat sehingga

6. Berikan kompres hangat
(pada daerah axilla dan dahi).
7. Berikan terapi cairan

perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang banyak
6. Kompres hangat dapat

intravena dan obat–obatan

merangsang kerja

sesuai dengan program

hipotalamus untuk

dokter (masalah kolaborasi).

menstabilkan suhu tubuh.
7. Pemberian cairan bagi
pasien sangat penting bagi
pasien dengan suhu tubuh
tinggi. Pemberian cairan
merupakan wewenang
dokter sehingga perawat
perlu berkolaborasi dalam
hal ini.

3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
Intervensi
1. Pantau tanda-tanda

Rasional
1. Untuk mengidentifikasi

peradangan, demam,

adanya tanda-tanda infeksi

kemerahan, bengkak da

secara dini

cairan yang keluar.
2. Perhatikan peningkatan suhu,

2. Dengan adanya
infeksi/sepsis membutuhkan

7

demam menggigil.
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
4. Pertahanan luka aseptik,
pertahankan balutan kering.
5. Anjurkan klien untuk
menjaga area infeksi
6. Periksa kulit untuk

evaluasi pengobatan
3. Menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.
4. Melindungi pasien dari
kontaminasi silang selama
penggantian balutan.
Balutan basah bertindak

memeriksa adanya infeksi

sebagai sumbu retrograd,

yang terjadi.

menyerap kontaminan

7. Kolaborasi : berikan
antibiotic sesuai petunjuk

eksternal.
5. Untuk mencegah terjadinya
kontaminasi atau infeksi.
6. Gangguan pada integritas
kulit atau dekat dengan
lokasi operasi adalah
sumber kontaminasi luka.
Menggunting/bercukur
secara berhati-hati adalah
imperatif untuk mencegah
abrasi dan penorehan pada
kulit.
7. Dapat diberikan secara
profilaksis bila dicurigai
terjadinya infeksi

8

4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan menelan makanan, nyeri area rahang
Intervensi
1. Kaji keluhan mual, tidak

Rasional
1. Dengan mengalami keluhan

napsu makan, dan muntah

pasien dapat membantu

yang dialami pasien.

intervensi selanjutnya.

2. Pemberian makanan yang

2. Membantu mengurangi

mudah ditelan seperti :

kelelahan pasien dan

bubur, tim, dan hidangkan

meningkatkan asupan

selagi masih hangat.

makanan karena mudah

3. Pemberian makanan dalam
porsi kecil dengan frekuensi
sering.
4. Pantau masukan dan
keluaran.
5. Timbang berat badan setiap
hari.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi.

ditelan
3. Untuk menghindari mual
dan muntah.
4. Memberikan deteksi dini
adanya ketidak seimbangan
kebutuhan nutrisi.
5. Penimbangan berat badan
yang tepat dapat mendeteksi
status gizi klien.
6. Membantu dalam membuat
rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan
individual

9

5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang
dan luka operasi.
Intervensi
1. Kaji kebiasaan sebelum dan

Rasional
1.

sesudah tidur

kebiasaan klien sebelum

2. Ciptakan lingkungan aman

dan sesudah tidur untuk

dan tenang

menentukan tindakan

3. Batasi pengunjung
4. Rapikan tempat tidur klien

selanjutnya
2.

5. Atur posisi yang nyaman saat
beristirahat

Untuk mengetahui

Agar klien dapat
beristirahat dengan tenang

3.

Agar klien tidak terganggu

4.

Agar tidur klien merasa
nyaman

5.

Agar klien merasa nyaman
beristirahat

6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan
di area mulut.
Intervensi
1. Kaji tipe/derajat disfungsi,

Rasional
1.

Membantu menentukan

seperti pasien tidak tampak

daerah dan derajat

memahami kata atau

kerusakan cerebral yang

mengalami kesulitan

terjadi dalam kesulitan

berbicara atau membuat

pasien dalam beberapa atau

pengertian sendiri.

seluruh tahap proses
komunikasi.

2. Berikan metode alternatif,
seperti menulis di papan

2.

Memberi komunikasi

tulis. Berikan petunjuk visual

tentang kebutuhan

(gerakan tangan, gambar-

berdasarkan dengan

gambar, daftar kebutuhan,

keadaan/ defisit yang

10

demonstrasi).
3. Bicaralah dengan nada

mendasarinya.
3.

Tidak perlu merusak

normal dan hindari

pendengaran pasien dan

percakapan yang cepat.

meninggikan suara dapat

Berikan pasien jarak waktu

menimbulkan marah

untuk berespon. Bicaralah

pasien/ menyebabkan

tanpa tekanan terhadap

kepedihan.

sebuah respon.

4.

Pengkajian secara

Kolaborasi : konsultasi

individual kemampuan

dengan/rujuk kepada ahli

bicara dan sensori, motorik

terapi wicara.

dan kognitif untuk
mengidentifikasi
kekurangan kebutuhan
terapi

11

DAFTAR PUSTAKA
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Bruner and Suddarth. Alih Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.

12