LAPORAN PENDAHU LUAN ABSES MAXILLA
LAPORAN PENDAHULUAN
ABSES MAXILLA
KHAERUNNISA
PO.71.3.201.1.51.014
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
)
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
1
ABSES MAXILLA
A. Pengertian
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong
berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses maksila odontogenik adalah
suatu infeksi pada rahang atas yang dimulai sebagai infeksi dentoalveolar
(infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya) yang menghasilkan pus (Smeltzer
dan Bare, 2001).
B. Penyebab
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001),
abses maksila sering disebabkan oleh infeksi di daerah rongga mulut atau gigi.
Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan di daerah submaksila
yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi.
Sering mendorong lidah ke atas dan ke belakang dapat menyebabkan trismus.
Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dosis tinggi untuk kuman
aerob dan anaerob.
C. Patofisiologi
Jika bakteri menusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut,
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong
jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut jka suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa
menyebar ke dalam tubuh maupun di bawah permukaan kulit, tergantung
kepada lokasi abses.(www.medicastre.com.2004).
2
D. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
E. Pemeriksaan Diagnosis
Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau di bawah kulit sangat mudah
dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita
abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel
darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam biasanya
dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.
F. Pengobatan
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan
anaerob harus diberikan secara parenteral. Evaluasi abses dapat dilakukan
dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid, tergantung letak dan
luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari sampai gejala dan tanda
infeksi reda.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses
bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah,
sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia. Antibiotik biasanya diberikan
setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.
3
Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh
lainnya.
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat
Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
4
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.
Intervensi
1. Kaji tingkat nyeri yang
dialami klien dan lokasinya
2. Kaji tanda-tanda vital,
perhatikan takikardia,
Rasional
1. Untuk mengetahui tingkat
skala nyeri yang dialami
klien
2. Dapat mengindikasi rasa
hipertensi dan peningkatan
sakit akut dan
pernafasan, bahkan jika
ketidaknyamanan.
pasien menyangkal adanya
rasa sakit
3. Dorong penggunaan teknik
3. Lepaskan tegangan
emosional dan otot :
tingkatkan perasaan kontrol
relaksasi, misalnya latihan
yang mungkin dapat
nafas dalam, bimbingan
meningkatkan kemampuan
imajinasi, visualisasi.
koping
4. Lakukan reposisi sesuai
4. Mungkin mengurangi rasa
petunjuk, semifowler;
sakit dan meningkatkan
miring.
sirkulasi. Posisi semi-fowler
5. Berikan lingkungan yang
tenang.
6. Kolaborsi obat sesuai
petunjuk . (analgesik IV)
dapat mengurangi tekanan
otot abdominal dan otot
punggung arthritis,
sedangkan miring
5
mengurangi tekanan dorsal.
5. Agar klien dapat
beristirahat, karena kurang
tidur/istirahat dapat
meningkatkan persepsi nyeri
dan kemampuan koping
menurun.
6. Analgesik IV akan dengan
segera mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan
penghilangan yang lebih
efektif dengan obat dosis
kecil. Pemberian IM akan
memakan waktu lebih lama
dan keefektifannya
bergantung kepada tingkat
dan absorbsi sirkulsi.
2) Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi
1. Observasi saat timbulnya
demam.
2. Observasi tanda–tanda vital
setiap 3 jam/lebih sering.
3. Berikan penjelasan kepada
pasien atau keluarga tentang
hal–hal yang dapat dilakukan
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi pola
demam
2. Tanda-tanda vital
merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum
pasien
3. Keterlibatan keluarga sangat
untuk mengatasi demam dan
berarti dalam proses
menganjurkan pasien/
penyembuhan pasien
keluarga untuk kooperatif.
dirumah sakit.
6
4. Berikan penjelasan tentang
4. Penjelasan tentang kondisi
penyebab demam atau
pasien dapat membantu
peningkatan suhu tubuh.
pasien/keluarga mengurangi
5. Anjurkan pasien untuk
banyak minum ± 2,5 Liter/24
kecemasan yang timbul.
5. Peningkatan suhu tubuh
jam dan jelaskan manfaatnya
mengakibatkan penguapan
bagi pasien.
tubuh meningkat sehingga
6. Berikan kompres hangat
(pada daerah axilla dan dahi).
7. Berikan terapi cairan
perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang banyak
6. Kompres hangat dapat
intravena dan obat–obatan
merangsang kerja
sesuai dengan program
hipotalamus untuk
dokter (masalah kolaborasi).
menstabilkan suhu tubuh.
7. Pemberian cairan bagi
pasien sangat penting bagi
pasien dengan suhu tubuh
tinggi. Pemberian cairan
merupakan wewenang
dokter sehingga perawat
perlu berkolaborasi dalam
hal ini.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
Intervensi
1. Pantau tanda-tanda
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi
peradangan, demam,
adanya tanda-tanda infeksi
kemerahan, bengkak da
secara dini
cairan yang keluar.
2. Perhatikan peningkatan suhu,
2. Dengan adanya
infeksi/sepsis membutuhkan
7
demam menggigil.
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
4. Pertahanan luka aseptik,
pertahankan balutan kering.
5. Anjurkan klien untuk
menjaga area infeksi
6. Periksa kulit untuk
evaluasi pengobatan
3. Menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.
4. Melindungi pasien dari
kontaminasi silang selama
penggantian balutan.
Balutan basah bertindak
memeriksa adanya infeksi
sebagai sumbu retrograd,
yang terjadi.
menyerap kontaminan
7. Kolaborasi : berikan
antibiotic sesuai petunjuk
eksternal.
5. Untuk mencegah terjadinya
kontaminasi atau infeksi.
6. Gangguan pada integritas
kulit atau dekat dengan
lokasi operasi adalah
sumber kontaminasi luka.
Menggunting/bercukur
secara berhati-hati adalah
imperatif untuk mencegah
abrasi dan penorehan pada
kulit.
7. Dapat diberikan secara
profilaksis bila dicurigai
terjadinya infeksi
8
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan menelan makanan, nyeri area rahang
Intervensi
1. Kaji keluhan mual, tidak
Rasional
1. Dengan mengalami keluhan
napsu makan, dan muntah
pasien dapat membantu
yang dialami pasien.
intervensi selanjutnya.
2. Pemberian makanan yang
2. Membantu mengurangi
mudah ditelan seperti :
kelelahan pasien dan
bubur, tim, dan hidangkan
meningkatkan asupan
selagi masih hangat.
makanan karena mudah
3. Pemberian makanan dalam
porsi kecil dengan frekuensi
sering.
4. Pantau masukan dan
keluaran.
5. Timbang berat badan setiap
hari.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi.
ditelan
3. Untuk menghindari mual
dan muntah.
4. Memberikan deteksi dini
adanya ketidak seimbangan
kebutuhan nutrisi.
5. Penimbangan berat badan
yang tepat dapat mendeteksi
status gizi klien.
6. Membantu dalam membuat
rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan
individual
9
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang
dan luka operasi.
Intervensi
1. Kaji kebiasaan sebelum dan
Rasional
1.
sesudah tidur
kebiasaan klien sebelum
2. Ciptakan lingkungan aman
dan sesudah tidur untuk
dan tenang
menentukan tindakan
3. Batasi pengunjung
4. Rapikan tempat tidur klien
selanjutnya
2.
5. Atur posisi yang nyaman saat
beristirahat
Untuk mengetahui
Agar klien dapat
beristirahat dengan tenang
3.
Agar klien tidak terganggu
4.
Agar tidur klien merasa
nyaman
5.
Agar klien merasa nyaman
beristirahat
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan
di area mulut.
Intervensi
1. Kaji tipe/derajat disfungsi,
Rasional
1.
Membantu menentukan
seperti pasien tidak tampak
daerah dan derajat
memahami kata atau
kerusakan cerebral yang
mengalami kesulitan
terjadi dalam kesulitan
berbicara atau membuat
pasien dalam beberapa atau
pengertian sendiri.
seluruh tahap proses
komunikasi.
2. Berikan metode alternatif,
seperti menulis di papan
2.
Memberi komunikasi
tulis. Berikan petunjuk visual
tentang kebutuhan
(gerakan tangan, gambar-
berdasarkan dengan
gambar, daftar kebutuhan,
keadaan/ defisit yang
10
demonstrasi).
3. Bicaralah dengan nada
mendasarinya.
3.
Tidak perlu merusak
normal dan hindari
pendengaran pasien dan
percakapan yang cepat.
meninggikan suara dapat
Berikan pasien jarak waktu
menimbulkan marah
untuk berespon. Bicaralah
pasien/ menyebabkan
tanpa tekanan terhadap
kepedihan.
sebuah respon.
4.
Pengkajian secara
Kolaborasi : konsultasi
individual kemampuan
dengan/rujuk kepada ahli
bicara dan sensori, motorik
terapi wicara.
dan kognitif untuk
mengidentifikasi
kekurangan kebutuhan
terapi
11
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Bruner and Suddarth. Alih Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
12
ABSES MAXILLA
KHAERUNNISA
PO.71.3.201.1.51.014
CI LAHAN
(
CI INSTITUSI
)
(
)
POLITEKNIK KESEHATAN MAKASSAR
JURUSAN KEPERAWATAN
2017
1
ABSES MAXILLA
A. Pengertian
Abses adalah infeksi kulit dan subkutis dengan gejala berupa kantong
berisi nanah. (Siregar, 2004). Sedangkan abses maksila odontogenik adalah
suatu infeksi pada rahang atas yang dimulai sebagai infeksi dentoalveolar
(infeksi pada gigi dan jaringan sekitarnya) yang menghasilkan pus (Smeltzer
dan Bare, 2001).
B. Penyebab
Menurut Hardjatmo Tjokro Negoro, PHD dan Hendra Utama, (2001),
abses maksila sering disebabkan oleh infeksi di daerah rongga mulut atau gigi.
Peradangan ini menyebabkan adanya pembengkakan di daerah submaksila
yang pada perabaan sangat keras biasanya tidak teraba adanya fluktuasi.
Sering mendorong lidah ke atas dan ke belakang dapat menyebabkan trismus.
Setelah dilakukan eksplorasi diberikan antibiotika dosis tinggi untuk kuman
aerob dan anaerob.
C. Patofisiologi
Jika bakteri menusup ke dalam jaringan yang sehat, maka akan terjadi
infeksi. Sebagian sel mati dan hancur, meninggalkan rongga yang berisi
jaringan dan sel-sel yang terinfeksi. Sel-sel darah putih yang merupakan
pertahanan tubuh dalam melawan infeksi, bergerak ke dalam rongga tersebut,
dan setelah menelan bakteri, sel darah putih akan mati. Sel darah putih yang
mati inilah yang membentuk nanah.
Akibat penimbunan nanah ini, maka jaringan di sekitarnya akan terdorong
jaringan pada akhirnya tumbuh di sekeliling abses dan menjadi dinding
pembatas. Abses hal ini merupakan mekanisme tubuh mencegah penyebaran
infeksi lebih lanjut jka suatu abses pecah di dalam tubuh maka infeksi bisa
menyebar ke dalam tubuh maupun di bawah permukaan kulit, tergantung
kepada lokasi abses.(www.medicastre.com.2004).
2
D. Tanda dan Gejala
Menurut Smeltzer dan Bare (2001), gejala dari abses tergantung kepada
lokasi dan pengaruhnya terhadap fungsi suatu organ saraf. Gejalanya bisa
berupa :
1. Nyeri
2. Nyeri tekan
3. Teraba hangat
4. Pembengakakan
5. Kemerahan
6. Demam
E. Pemeriksaan Diagnosis
Menurut Siregar (2004), abses di kulit atau di bawah kulit sangat mudah
dikenali. Sedangkan abses dalam sering kali sulit ditemukan. Pada penderita
abses, biasanya pemeriksaan darah menunjukkan peningkatan jumlah sel
darah putih. Untuk menentukan ukuran dan lokasi abses dalam biasanya
dilakukan pemeriksaan rontgen, USG, CT Scan, atau MRI.
F. Pengobatan
Menurut FKUI (1990), antibiotika dosis tinggi terhadap kuman aerob dan
anaerob harus diberikan secara parenteral. Evaluasi abses dapat dilakukan
dalam anastesi lokal untuk abses yang dangkal dan terlokalisasi atau
eksplorasi dalam narkosis bila letak abses dalam dan luas. Insisi dibuat pada
tempat yang paling berfluktuasi atau setinggi 05 tiroid, tergantung letak dan
luas abses. Pasien dirawat inap sampai 1-2 hari sampai gejala dan tanda
infeksi reda.
Untuk meringankan nyeri dan mempercepat penyembuhan, suatu abses
bisa ditusuk dan dikeluarkan isinya. Suatu abses tidak memiliki aliran darah,
sehingga pemberian antibiotik biasanya sia-sia. Antibiotik biasanya diberikan
setelah abses mengering dan hal ini dilakukan untuk mencegah kekambuhan.
3
Antibiotik juga diberikan jika abses menyebarkan infeksi ke bagian tubuh
lainnya.
G. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Aktifitas/ istirahat
Data Subyektif: Pusing, sakit kepala, nyeri, mulas.
Data Obyektif: Perubahan kesadaran, masalah dalam keseimbangan
cedera (trauma).
b. Sirkulasi
Data Obyektif: kecepatan (bradipneu, takhipneu), pola napas
(hipoventilasi, hiperventilasi, dll).
c. Integritas ego
Data Subyektif: Perubahan tingkah laku/ kepribadian (tenang atau
dramatis)
Data Obyektif : cemas, bingung, depresi.
d. Eliminasi
Data Subyektif: Inkontinensia kandung kemih/ usus atau mengalami
gangguan fungsi.
e. Makanan dan cairan
Data Subyektif: Mual, muntah, dan mengalami perubahan selera
makan.
Data Obyektif : Mengalami distensi abdomen.
f. Neurosensori
Data Subyektif : Kehilangan kesadaran sementara, vertigo.
Data Obyektif : Perubahan kesadaran bisa sampai koma, perubahan
status mental, kesulitan dalam menentukan posisi tubuh.
g. Nyeri dan kenyamanan
Data Subyektif : nyeri pada rahang dan bengkak
Data Obyektif : Wajah meringis, gelisah, merintih.
h. Pernafasan
4
Data Subyektif : Perubahan pola nafas.
Data Objektif: Pernapasan menggunakan otot bantu pernapasan/ otot
aksesoris.
i. Keamanan
Data Subyektif : Trauma baru akibat gelisah.
Data Obyektif : Dislokasi gangguan kognitif. Gangguan rentang gerak.
2. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri berhubungan dengan adanya proses peradangan, luka insisi
pembedahan.
Intervensi
1. Kaji tingkat nyeri yang
dialami klien dan lokasinya
2. Kaji tanda-tanda vital,
perhatikan takikardia,
Rasional
1. Untuk mengetahui tingkat
skala nyeri yang dialami
klien
2. Dapat mengindikasi rasa
hipertensi dan peningkatan
sakit akut dan
pernafasan, bahkan jika
ketidaknyamanan.
pasien menyangkal adanya
rasa sakit
3. Dorong penggunaan teknik
3. Lepaskan tegangan
emosional dan otot :
tingkatkan perasaan kontrol
relaksasi, misalnya latihan
yang mungkin dapat
nafas dalam, bimbingan
meningkatkan kemampuan
imajinasi, visualisasi.
koping
4. Lakukan reposisi sesuai
4. Mungkin mengurangi rasa
petunjuk, semifowler;
sakit dan meningkatkan
miring.
sirkulasi. Posisi semi-fowler
5. Berikan lingkungan yang
tenang.
6. Kolaborsi obat sesuai
petunjuk . (analgesik IV)
dapat mengurangi tekanan
otot abdominal dan otot
punggung arthritis,
sedangkan miring
5
mengurangi tekanan dorsal.
5. Agar klien dapat
beristirahat, karena kurang
tidur/istirahat dapat
meningkatkan persepsi nyeri
dan kemampuan koping
menurun.
6. Analgesik IV akan dengan
segera mencapai pusat rasa
sakit, menimbulkan
penghilangan yang lebih
efektif dengan obat dosis
kecil. Pemberian IM akan
memakan waktu lebih lama
dan keefektifannya
bergantung kepada tingkat
dan absorbsi sirkulsi.
2) Hipertermi yang berhubungan dengan proses penyakit.
Intervensi
1. Observasi saat timbulnya
demam.
2. Observasi tanda–tanda vital
setiap 3 jam/lebih sering.
3. Berikan penjelasan kepada
pasien atau keluarga tentang
hal–hal yang dapat dilakukan
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi pola
demam
2. Tanda-tanda vital
merupakan acuan untuk
mengetahui keadaan umum
pasien
3. Keterlibatan keluarga sangat
untuk mengatasi demam dan
berarti dalam proses
menganjurkan pasien/
penyembuhan pasien
keluarga untuk kooperatif.
dirumah sakit.
6
4. Berikan penjelasan tentang
4. Penjelasan tentang kondisi
penyebab demam atau
pasien dapat membantu
peningkatan suhu tubuh.
pasien/keluarga mengurangi
5. Anjurkan pasien untuk
banyak minum ± 2,5 Liter/24
kecemasan yang timbul.
5. Peningkatan suhu tubuh
jam dan jelaskan manfaatnya
mengakibatkan penguapan
bagi pasien.
tubuh meningkat sehingga
6. Berikan kompres hangat
(pada daerah axilla dan dahi).
7. Berikan terapi cairan
perlu diimbangi dengan
asupan cairan yang banyak
6. Kompres hangat dapat
intravena dan obat–obatan
merangsang kerja
sesuai dengan program
hipotalamus untuk
dokter (masalah kolaborasi).
menstabilkan suhu tubuh.
7. Pemberian cairan bagi
pasien sangat penting bagi
pasien dengan suhu tubuh
tinggi. Pemberian cairan
merupakan wewenang
dokter sehingga perawat
perlu berkolaborasi dalam
hal ini.
3) Resiko infeksi berhubungan dengan tindakan pembedahan, tidak
adekuatnya pertahanan tubuh.
Intervensi
1. Pantau tanda-tanda
Rasional
1. Untuk mengidentifikasi
peradangan, demam,
adanya tanda-tanda infeksi
kemerahan, bengkak da
secara dini
cairan yang keluar.
2. Perhatikan peningkatan suhu,
2. Dengan adanya
infeksi/sepsis membutuhkan
7
demam menggigil.
3. Cuci tangan sebelum dan
sesudah melakukan tindakan
4. Pertahanan luka aseptik,
pertahankan balutan kering.
5. Anjurkan klien untuk
menjaga area infeksi
6. Periksa kulit untuk
evaluasi pengobatan
3. Menurunkan resiko
terjadinya infeksi
nosokomial.
4. Melindungi pasien dari
kontaminasi silang selama
penggantian balutan.
Balutan basah bertindak
memeriksa adanya infeksi
sebagai sumbu retrograd,
yang terjadi.
menyerap kontaminan
7. Kolaborasi : berikan
antibiotic sesuai petunjuk
eksternal.
5. Untuk mencegah terjadinya
kontaminasi atau infeksi.
6. Gangguan pada integritas
kulit atau dekat dengan
lokasi operasi adalah
sumber kontaminasi luka.
Menggunting/bercukur
secara berhati-hati adalah
imperatif untuk mencegah
abrasi dan penorehan pada
kulit.
7. Dapat diberikan secara
profilaksis bila dicurigai
terjadinya infeksi
8
4) Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan ketidak
mampuan menelan makanan, nyeri area rahang
Intervensi
1. Kaji keluhan mual, tidak
Rasional
1. Dengan mengalami keluhan
napsu makan, dan muntah
pasien dapat membantu
yang dialami pasien.
intervensi selanjutnya.
2. Pemberian makanan yang
2. Membantu mengurangi
mudah ditelan seperti :
kelelahan pasien dan
bubur, tim, dan hidangkan
meningkatkan asupan
selagi masih hangat.
makanan karena mudah
3. Pemberian makanan dalam
porsi kecil dengan frekuensi
sering.
4. Pantau masukan dan
keluaran.
5. Timbang berat badan setiap
hari.
6. Kolaborasi dengan ahli gizi.
ditelan
3. Untuk menghindari mual
dan muntah.
4. Memberikan deteksi dini
adanya ketidak seimbangan
kebutuhan nutrisi.
5. Penimbangan berat badan
yang tepat dapat mendeteksi
status gizi klien.
6. Membantu dalam membuat
rencana diet untuk
memenuhi kebutuhan
individual
9
5) Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada area rahang
dan luka operasi.
Intervensi
1. Kaji kebiasaan sebelum dan
Rasional
1.
sesudah tidur
kebiasaan klien sebelum
2. Ciptakan lingkungan aman
dan sesudah tidur untuk
dan tenang
menentukan tindakan
3. Batasi pengunjung
4. Rapikan tempat tidur klien
selanjutnya
2.
5. Atur posisi yang nyaman saat
beristirahat
Untuk mengetahui
Agar klien dapat
beristirahat dengan tenang
3.
Agar klien tidak terganggu
4.
Agar tidur klien merasa
nyaman
5.
Agar klien merasa nyaman
beristirahat
6) Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan adanya peradangan
di area mulut.
Intervensi
1. Kaji tipe/derajat disfungsi,
Rasional
1.
Membantu menentukan
seperti pasien tidak tampak
daerah dan derajat
memahami kata atau
kerusakan cerebral yang
mengalami kesulitan
terjadi dalam kesulitan
berbicara atau membuat
pasien dalam beberapa atau
pengertian sendiri.
seluruh tahap proses
komunikasi.
2. Berikan metode alternatif,
seperti menulis di papan
2.
Memberi komunikasi
tulis. Berikan petunjuk visual
tentang kebutuhan
(gerakan tangan, gambar-
berdasarkan dengan
gambar, daftar kebutuhan,
keadaan/ defisit yang
10
demonstrasi).
3. Bicaralah dengan nada
mendasarinya.
3.
Tidak perlu merusak
normal dan hindari
pendengaran pasien dan
percakapan yang cepat.
meninggikan suara dapat
Berikan pasien jarak waktu
menimbulkan marah
untuk berespon. Bicaralah
pasien/ menyebabkan
tanpa tekanan terhadap
kepedihan.
sebuah respon.
4.
Pengkajian secara
Kolaborasi : konsultasi
individual kemampuan
dengan/rujuk kepada ahli
bicara dan sensori, motorik
terapi wicara.
dan kognitif untuk
mengidentifikasi
kekurangan kebutuhan
terapi
11
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, R,S. Atlas Berwarna Saripati Kulit. Editor Huriawati Hartanta. Edisi 2.
Jakarta:EGC,2004.
Suzanne, C, Smeltzer, Brenda G Bare. Buku Ajar Keperawatan Medikal-Bedah
Bruner and Suddarth. Alih Bahasa Agung Waluyo. ( et,al) Editor bahasa
Indonesia :Monica Ester. Edisi 8 jakarta : EGC,2001.
12