Implementasi Metode Dempster Shafer dan Metode Bayes Untuk Mendiagnosa Lumpuh Otak (Cerebral Palsy) Pada Anak Berbasis Android

BAB 2
LANDASAN TEORI

2.1. Sistem Pakar
Sistem pakar merupakan salah satu cabang dari kecerdasan buatan (Artificial
Intelligence) yang secara luas dapat diartikan sebagai penggunaan dan Knowledge
dalam arti khusus. Knowledge dalam sistem pakar dapat berupa sumber pengetahuan
atau seorang ahli yang memiliki keahlian khusus dalam bidang tertentu yang
kemampuannya tersebut tidak dimiliki atau diketahui orang lain sedangkan pengguna
merupakan penyampai fakta atau informasi untuk sistem pakar dan kemudian
memperoleh jawaban atau saran dari seorang ahli (Arhami, 2005).
Sistem pakar dirancang untuk meniru atau mendekati keahlian manusia pada
suatu domain tertentu. Hasil yang didapat dari suatu sistem pakar merupakan solusi
dari permasalahan yang rumit beserta penjelasan terhadap langkah yang diambil dan
memberikan alasan terhadap kesimpulan yang ditemukannya (Kusrini,2006).

2.1.1.

Ciri-ciri Sistem Pakar

Sistem pakar memiliki ciri-ciri yang dapat membedakannya dengan sistem yang lain

antara lain sebagai berikut (Kusrini, 2006):
1. Terbatas pada bidang yang spesifik.
2. Dapat memberikan penalaran untuk data-data yang tidak lengkap atau tidak
pasti.
3. Dapat mengemukakan rangkaian alasan yang diberikannya dengan cara yang
dapat dipahami.
4. Berdasarkan rule atau kaidah tertentu.
5. Dirancang untuk dapat dikembangkan secara bertahap.
6. Outputnya tergantung dari dialog dengan user.
7. Outputnya bersifat nasihat atau anjuran.
8. Knowledge base dan inference engine terpisah.

Universitas Sumatera Utara

10

2.1.2.

Konsep Dasar Sistem Pakar


Menurut Arhami (2005) konsep dasar sistem pakar dapat dijelaskan pada Gambar 2.1.
yaitu user atau pegguna bertugas menyampaikan fakta atau informasi untuk sistem
pakar dan kemudian pakar akan memberikan umpan balik berupa saran atau jawaban.
Sistem pakar memiliki 2 komponen utama, yaitu knowledge base yang berisi
knowledge dan mesin inferensi yang menggambarkan kesimpulan. Kesimpulan
tersebut merupakan respon dari sistem pakar atas permintaan pengguna.

Knowledge Base

Fakta
USER

Keahlian
Mesin Inferensi

Sistem Pakar

Gambar 2.1. Konsep Dasar Sistem Pakar

2.1.3. Komponen Sistem Pakar

Komponen sistem pakar dapat dilihat pada gambar 2.2. berikut ini:
MESIN INFERENSI
BASIS PENGETAHUAN
(KAIDAH)

MEMORI KERJA
(FAKTA)
AGENDA

FASILITAS AKUISISI
PENGETAHUAN

FASILITAS PENJELASAN

ANTAR MUKA PENGGUNA

Gambar 2.2. Komponen Sistem Pakar
(Sumber: Giarratano dan Rilley, 1995)

Universitas Sumatera Utara


11

Menurut (Giarratano dan Rilley, 1995) dalam buku (Hartati & Iswanti 2008)
membangun komponen sistem pakar terdiri dari:
a) Antar muka pengguna yaitu mekanisme dimana antara pemakai dan sistem
dapat berkomunikasi.
b) Basis pengetahuan (kaidah) merupakan kumpulan pengetahuan seorang pakar
dalam bidang tertentu atau sumber-sumber pengetahuan yang lainnya. Basis
pengetahuan bersifat dinamis karena sifat pengetahuan yang selalu bertambah
dari waktu ke waktu.
c) Mesin inferensi merupakan otak dari sistem pakar, berupa perangkat lunak
atau program komputer yang menyediakan metodologi untuk melakukan
penalaran tentang informasi pada basis pengetahuan pada memori kerja, serta
untuk merumuskan kesimpulan-kesimpulan.
d) Memori kerja (fakta) merupakan tempat penyimpanan fakta-fakta yang didapat
saat dilakukannya proses konsultasi. Mesin inferensi bertugas megolah
sekumpulan fakta berdasarkan pengetahuan yang disimpan dalam basis
pengetahuan


untuk

menentukan

keputusan

pemecahan

masalah.

Kesimpulannya dapat berupa hasil diagnosa, tindakan dan akibat.
e) Fasilitas penjelasan berperan sebagai pemberi informasi kepada pemakai
mengenai jalannya penalaran sehingga dihasilkan suatu keputusan. Bentuk
penjelasan dapat berupa suatu pertanyaan yang diajukan.
f) Fasilitas akuisisi pengetahuan merupakan fasilitas yang digunakan sebagai
tempat proses pemutakhiran pengetahuan. Dengan adanya fasilitas ini seorang
pakar dapat dengan mudah menambahkan pengetahuan ataupun kaidah baru
pada sistem pakar.

2.1.4. Representasi Pengetahuan dalam Sistem Pakar

Menurut (Budiharto & Suhartono, 2014) Pengetahuan disebut juga sebagai
pemahaman mengenai sebuah domain atau objek tertentu baik secara teori dan
praktek. Dalam sistem pakar pengetahuan berupa serangkaian informasi mengenai
sebab-akibat, aksi-reaksi dari suatu domain tertentu. Berikut teknik representasi
pengetahuan yang sering digunakan anatara lain:

Universitas Sumatera Utara

12

1. Representasi logika (Representation Logic) yaitu merupakan suatu ilmu untuk
berfikir ataupun penalaran untuk menarik suatu kesimpulan yang benar.
Representasi logika memiliki aturan-aturan penalaran berupa nilai benar atau
salah. Reperesentasi logika dibagi menjadi dua yaitu: propositional logic dan
predicate logic
a. Propositional logic
Proporsi merupakan suatu pernyataan yang dapat bernilai benar (B) atau
salah (S). Misal proporsi ditunjukkan dengan simbol P dan Q. Dua atau
lebih proporsi tersebut digabungkan dengan operator logika seperti:
konjungsi, disjungsi, negasi, implikasi, ekuivalensi.

b. Predicate logic
Predicate logic digunakan untuk merepresentasikan hal-hal yang tidak
dapat direpresentasikan menggunakan propositional logic. Pada predicate
logic, fakta-fakta direpresentasikan kedalam suatu pernyataan. Misalnya


Cindy adalah seorang perempuan: A



Santi adalah seorang perempuan : B



Winda adalah seorang perempuan : C

Dengan logika predikat dapat dituliskan:
Perempuan (x)
Dimana perempuan merupakan variabel yang disubsitusikan dengan
Cindy, Santi dan Winda.

2. Kaidah Produksi (Production Rule) dalam kaidah produksi memiliki suatu
notasi yang digunakan untuk menjelaskan produksi yaitu BNF (BackusNormal Form).

Notasi ini merupakan metalanguage untuk menjelaskan

sintaks dari sebuah bahasa. Sintaks menjelaskan bentuk sedangakan semantik
menjelaskan arti. Contoh kaidah produksi dapat dilihat dibawah ini:
::=
Tanda kurung dan ::= adalah simbol metalanguage. Simbol “::=” dapat
diartikan sebagai panah. Term yang ada di dalam tanda kurung disebut nonterminal. Non-terminal adalah variabel yang merepresentasikan term yang
lainnya. Term yang lainnya bisa jadi non-terminal juga atau dapat merupakan
terminal. Terminal merupakan sebuah konstan yang tidak dapat digantikan

Universitas Sumatera Utara

13

oleh apapun. Contoh terminal dan non-terminal dapat dijelaskan sebagai
berikut:


→ I | You | We
→ left | came

→ . | ? |!
3. Jaringan Semantik (Semantic Network) merupakan teknik representasi yang
digunakan untuk informasi proposional. Proposisi merupakan deklarasi dari
pengetahuan yang menyatakan fakta. Biasanya jaringan semantik dibuat dalam
bentuk graph berarah dan diberi label. Node berhubungan antar node-node
lainnya yang ditandai dengan panah. Node merupakan representasi dari objek
dan panah yang merupakan representasi dari link atau edge.
Sister of

wife of

David
Carol

Bill
Ann


wife of

Husband of
Husband of
Mother of

Mother of

Father of

Father of
wife of

Tom
Husband of

Susan

Father of


Mother of

John

Gambar 2.3. Semantic Network
4. Bingkai (Frame) yaitu suatu skema yang membentuk struktur dari kumpulan
objek-objek yang khas pada situasi tertentu serta komponen-komponen yang
berhubungan dengan objek. Prinsipnya frame memberikan pandangan
menyeluruh fungsi setiap komponen yang saling berhubungan.

2.1.5. Sifat-sifat dan Kategori Masalah dalam Sistem Pakar
Sistem pakar merupakan program yang dikembangkan oleh manusia untuk
menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang khusus namun bersifat praktis dalam

Universitas Sumatera Utara

14

penggunaannya. Dalam menyelesaikan masalah-masalah sistem pakar harus
berdasarkan pada pengetahuan dan aturan. Berdasarkan hal tersebut sistem pakar
memiliki sifat:
1. Memiliki informasi yang handal.
2. Mudah dimodifikasi, yaitu dengan menambah atau menghapus suatu
kemampuan dari basis pengetahuannya.
3. Berdasarkan kaidah atau aturan tertentu.
4. Dapat digunakan dalam berbagai jenis komputer.
5. Terbatas pada bidang pengetahuan tertentu.
6. Hasil keluarannya dapat berupa kesimpulan, anjuran dll.
Menurut (Arhami, 2005) ada beberapa kategori permasalahan yang dapat
diselesaikan dengan sistem pakar seperti; interpretasi, prediksi, diagnosis, desain,
perencanaan, monitor, implementasi, instruksi, pengendalian, seleksi dan simulasi.

2.1.6. Membangun Sistem Pakar
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam membangun sebuah sistem pakar
menurut (Budiharto & Suhartono, 2014) yaitu:
1. Analisis, merupakan tahap identifikasi setiap permasalahan untuk membuat
aplikasi agar dapat berjalan lebih baik dari sebelumnya. Pada tahap ini
pengembang aplikasi harus menilai kesesuaian pengetahuan dengan rancangan
teknologi yang akan dibuat.
2. Spesifikasi, merupakan tahap pendefinisian kemampuan sistem pakar. dalam
tahap ini dibutuhkan kerja sama antar pengembang dan pakar untuk
pengembangan sistem. Pengembang harus memperoleh pengetahuan dari
ahli/pakar dan bagaimana cara ahli menangani permasalahan tersebut. Seorang
pengembang dalam tahap ini harus dapat meyakinkan seorang ahli bahwa
sistem pakar dibangun bukan untuk menggantikan para ahli melainkan untuk
pengembangan pengetahuan dari suatu keahlian yang teroganisir.
3. Pengembangan, merupakan tahap pengamatan bagi pengembang sistem
mengenai begaimana cara ahli mengakuisisi pengetahuan dalam berbagai
kasus.

Universitas Sumatera Utara

15

4. Penyebaran, merupakan tahap penyelesaian akhir pembuatan program dengan
melakukan pengujian terlebih dahulu terhadap sistem, jika pengujian berhasil
maka dapat didistribusikan kepada pengguna.

2.1.7. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Pakar
Sistem pakar diciptakan dalam satu paket pemrograman komputer yang dapat
membantu orang awam (user) dalam memecahkan suatu masalah atau penyedia
konsultasi pada suatu bidang tertentu (Arhami, 2005). Ada beberapa keuntungan bila
menggunakan sistem pakar, antara lain yaitu:
1. Menjadikan pengetahuan dan nasihat lebih mudah didapat.
2. Meningkatkan output dan produktivitas. Menyimpan keahlian dan kemampuan
pakar.
3. Meningkatkan penyelesaian masalah.
4. Meningkatkan reliabilitas.
5. Memberikan respon yang cepat.
6. Merupakan panduan yang cerdas.
7. Dapat bekerja dengan informasi yang kurang lengkap dan mengandung
ketidakpastian.
8. Basis data dapat diakses dengan cara cerdas.
Selain keuntungan yang dapat diperoleh dengan menggunakan sistem pakar
namun terdapat juga kelemahan sistem pakar anatara lain sebagai berikut:
1. Pengetahuan tidak selalu didapatkan dengan mudah, terkadang pakar dari
masalah yang kita buat tidak ada dan pendekatan atau pemikiran pakar bisa
berbeda-beda.
2. Biaya yang sangat besar untuk membuat dan mengembangkan sistem pakar
yang berkualitas tinggi.
3. Terkadang sistem pakar tidak dapat membuat keputusan.
4. Sistem pakar tidak selalu benar atau dapat dipercaya 100% karena itu perlu
diuji secara teliti sebelum digunakan.

Universitas Sumatera Utara

16

2.2.

Metode Dempster Shafer

Pada pertengahan tahun 1960 Arthur P Dempster mengembangkan sebuah teori
probabilitas. Teori yang dihasilkan merupakan suatu nilai pendekatan untuk
menjelaskan suatu nilai ketidakpastian dari seorang ahli. Sekitar sepuluh tahun
kemudian teori dempster diperbarui oleh Glenn Shafer sebagai teori evidence
matematika yang kemudian dikenal sebagai teori dempster shafer.

Suatu

ketidakpastian terjadi karena keterbatasan informasi yang tersedia. Adanya prefensi
dalam metode Dempster shafer merupakan suatu kelebihan dari metode dempster
shafer untuk mengatasi masalah ketidakpastian.
Menurut Yarni (2013) penggunaan metode dempster shafer untuk sistem pakar
mendiagnosa penyakit tulang memberi kesimpulan bahwa metode dempster shafer
sistem akan semakin cepat menentukan penyakit (diagnosa) apabila jumlah fakta-fakta
dan hipotesis semakin banyak karena dalam menghasilkan diagnosa metode dempster
shafer tidak hanya bertumpu pada aturan (rule) melainkan nilai kepercayaan yang
dianggap lebih akurat. Tingkat kepercayaan akan semakin besar jika pemilihan gejala
semakin banyak karena banyaknya informasi yang diinput. Sedangkan Prijodiprojo &
Wahyuni (2013) metode dempster shafer digunakan untuk mencari besarnya nilai
probabilitas dan persentase kemungkinan tingkat resiko terkena penyakit jantung
koroner. Berdasarkan penelitiannya hasil ujicoba 10 kasus dari rekam medis rumah
sakit menghasilkan nilai kebenaran 100% dari prediksi diagnosa yang sesuai dengan
pengetahuan pakar. Menurutnya sistem penalaran metode dempster shafer dapat
dijadikan solusi akibat adanya perubahan pengetahuan yang menghambat penentuan
kesimpulan dalam sistem pakar karena metode dempster shafer bekerja tidak
berpengaruh terhadap pengurangan atau penambahan fakta baru sehingga cocok dan
aman untuk pekerjaan seorang pakar. Secara umum Teori Dempster-Shafer ditulis
dalam suatu interval:
[Belief, Plausibility]
1. Belief (Bel) adalah ukuran kekuatan evidence (bukti) dalam mendukung suatu
himpunan proposisi. Jika bernilai 0 maka mengindikasikan bahwa tidak ada
evidence, dan jika bernilai 1 menunjukkan adanya kepastian. Dimana nilai
belief (Bel) yaitu (0 - 0.9).

Universitas Sumatera Utara

17

2. Plausability (Pl) dinotasikan sebagai:
Pl(s)=1-Bel(-s)
Plausability juga bernilai 0 sampai 1. Jika yakin ¬s, maka dapat dikatakan
bahwa:
Bel = (¬s) = 0.
Pada teorema Dempster Shafer kita mengenal adanya frame of
discernment yang dinotasikan dengan �. Frame ini merupakan semesta pembicaraan

dari sekumpulan hipotesis. Tujuannya adalah mengaitkan ukuran kepercayaan

elemen-elemen �. Tidak semua evidence secara langsung

mendukung tiap-tiap

elemen. Untuk itu perlu adanya probabilitas fungsi densitas (m). Nilai m tidak hanya
mendefinisikan elemen-elemen � saja, namun juga semua subsetnya. Sehingga jika �

berisi n elemen, maka subset � adalah 2n. Jumlah semua m dalam subset � sama

dengan i. Apabila tidak ada informasi apapun untuk memilih hipotesis, maka nilai
M{�}=1,0. Apabila diketahui X adalah subset dari �, dengan m1 sebagai fungsi

densitasnya, dan Y juga sebagai merupakan subset dari � dengan m2 densitasnya,

maka dapat dibentuk fungsi kombinasi m1 dan m2 sebagai m3 dengan rumus sebagai
berikut yaitu:

�3 (�) =

∑ � ⋂� = ��1 (�). �2 (�)
1−K

K = � � ⋂� = ��1 (�). �2 (�)

...........................(1)

............................(2)

Dimana :
m1 (X) adalah mass function dari evidence X
m2 (Y) adalah mass function dari evidence Y
m3 (Z) adalah mass function dari evidence Z
κ adalah jumlah conflict evidence

Universitas Sumatera Utara

18

2.3.

Metode Bayes

Teori bayes ditemukan oleh Reverend Thomas Bayes (1701-1761). Pada umumnya,
teori bayes digunakan untuk menghitung nilai kebenaran probabilitas dari suatu
evidence.
Teori probabilitas bayesian digunakan untuk menghitung probabilitas
terjadinya suatu peristiwa berdasarkan pengaruh yang didapat dari pengujian.
Probabilitas bayes menerangkan antara probabilitas terjadinya hipotesis Hi dengan
fakta (evidence) E telah terjadi dan probabilitas terjadinya E dengan syarat hipotesis
Hi telah terjadi (Budiharto,W & Suhartono, D. 2014).
Menurut Hartati & Nurmansyah (2013) dalam perancangan prototipe sistem
pakar penentu jenis gangguan psikologi klinis, proses bayes digunakan untuk
mengatasi hasil yang tidak memenuhi aturan produksi namun sistem tetap dapat
memberikan hasil jenis gangguan berdasarkan data klien jika diketahui lebih dari dua
gejala yang dimiliki. Ningrum (2013) metode bayes digunakan dalam pembuatan
sistem pakar untuk mendiagnosa penyakit epilepsi. Proses metode bayes
menghasilkan sebesar 76,67% kesamaan diagnosa dari data rekam medis rumah sakit.
Perhitungan nilai keyakinan menggunakan teorema bayes baik yang dilakukan manual
ataupun sistem terbukti valid.
Teori ini berprinsip jika terdapat informasi yang ditambahkan atau evidence,
maka nilai probabilitas dapat diperbaiki. Dengan adanya informasi tambahan atau
evidence tambahan tersebut teori ini bermanfaat untuk memperbaiki atau mengubah
nilai keyakinan yang ada. Probabilitas berupa nilai atau ukuran dari banyaknya suatu
kejadian. Probabilitas memiliki ukuran nilai 0 sampai 1, jika nilai probabilitas suatu
kejadian adalah 0 (nol) maka keadaan tersebut tidak akan terjadi sebaliknya jika nilai
probabilitas suatu kejadian adalah 1 (satu) maka keadaan tersebut diyakinkan dapat
terjadi. Persamaan teori bayes dapat ditulis dengan rumus sebagai berikut:
(� �|��∗� �� )
........(3)
�=1 〖� �|�� ∗� �� 〗

� ��| � = ∑�

Atau jika diketahui hipotesis ganda dan evidence ganda:

�(��|�1�2. . . ��) = ∑�

�(�1�2…�� |��)∗�( �� )

�=1

........(4)

� (�1�2…�� |�� )∗�( �� )

Universitas Sumatera Utara

19

Dimana:

p Hi|E = Probabilitas hipotesis Hi benar jika diberikan evidence (fakta) E.
p E|Hi = Probabilitas munculnya evidence (fakta) E jika diketahui hipotesis Hi benar.
p Hi

= Probabilitas hipotesis Hi tanpa memandang evidence (fakta) apapun.

n

= Jumlah hipotesis yang mungkin terjadi.

2.4.

Cerebral Palsy

2.4.1.

Definisi Cerebral Palsy

Cerebral Palsy pada awalnya diperkenalkan oleh William Jhon Little pada tahun 1843
dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari prematuritas atau asfiksia
neonatum (Soetjiningsih, 1995).
Sigmund Freud menyebutkan kelainan ini dengan istilah “Infantil Cerebral
Paralysis”. Sedangkan Sir William Osler adalah yang pertamakali memperkenalkan
istilah “Cerebral palsy”. Nama lainnya adalah “Static Encephalopathies of
Childhood”. (Soetjiningsih, 1995).
Cerebral palsy merupakan gangguan non progresif yang menyebabkan postur
dan gerakan tubuh menjadi cacat yang disebabkan gangguan pada sistem saraf pusat
(Nelson & Ellenberg, 1982).
Cerebral palsy adalah ensefalopatistatis yang mungkin di definisikan sebagai
kelainan postur dan gerakan non-progresif, sering disertai dengan epilepsi dan
ketidaknormalan bicara, penglihatan, dan kecerdasan akibat cacat atau lesi otak yang
sedang berkembang (Behrman, 1999).

2.4.2. Penyebab Cerebral Palsy
Penyebab pasti terjadinya cerebral palsy belum diketahui jelas, namun beberapa
tahapan perkembangan anak mulai dari janin hingga masa tumbuh kembangnya
dicurigai menjadi faktor penyebab cerebral palsy. Menurut (Ngastiyah, 2003)
penyebab cerebral palsy adalah sebagai berikut:

Universitas Sumatera Utara

20

1. Pranatal
Pranatal merupakan karakterisitik masa kehamilan. Dalam masa kehamilan
dapat terjadi keadaan-keadaan yang dapat menyebabkan cerebral palsy
misalnya: infeksi kandungan, Anoksia dalam kandungan, radiasi sinar-X dan
keracunan dalam masa kehamilan.
2. Perinatal
Perinatal merupakan keadaan yang terjadi saat masa persalinan hingga bayi
berusia satu bulan, antara lain sebagai berikut:
a. Anoksia/hipoksia
Cedera otak merupakan penyebab yang terbanyak ditemukan pada masa
perinatal. Keadaan inilah yang dapat menimbulkan anoksia. Hal ini dapat
menyebabkan bayi lahir abnormal, disproporsi selfalopelvik, partus lama,
plasenta previa, infeksi plasenta, partus menggunakan alat bantu lahir
dengan seksio sesar.
b. Perdarahan otak
Perdarahan dan anoksia dapat teradi bersamaan, sehingga sulit untuk
membedakannya. Jika perdarahan mengelilingi batang otak dapat
mengganggu pusat pernafasan dan peredaran darah sehingga terjadi
anoksia. Perdarahan dapat terjadi pada bagian-bagian otak seperti: jika
perdarahan terjadi di ruang subdural dapat menekan korteks serebri
sehingga dapat menimbulkan kelumpuhan spastis.
c. Prematuritas
Perdarahan otak biasanya banyak terjadi pada bayi kurang bulan
dibandingkan bayi yang cukup bulan. Hal ini disebabkan karena enzim
faktor pembekuan darah, pembuluh darah dan lain-lain belum sempurna.
d. Ikterus
Ikterus pada masa neonatus dapat menyebabkan kerusakan jaringan otak
yang kekal akibat masuknya bilirubin ke ganglia basal, misalnya pada
kelainan inkompatibilitas golongan darah.

Universitas Sumatera Utara

21

e. Meningitis purulenta
Meningitis purulenta pada masa bayi bila terlambat atau tidak tepat
pengobatannya akan mengakibatkan gejala sisa berupa cerebral palsy.
3. Pascanatal
Setiap kerusakan jaringan otak yang mengganggu perkembangan dapat
menyebabkan cerebral palsy misalnya pada trauma kapitis, meningitis,
ensefalitis dan luka parut pada otak pascaoperasi.

2.4.3. Klasifikasi Cerebral Palsy
Cerebral palsy dapat digolongkan menurut tingkat keparahan, gejala neurologis dan
gejala fisiologis gangguan gerak.
Tingkat keparahan cerebral palsy dapat diukur berdasarkan kemampuan
penderita untuk aktifitas normal. Tingkat keparahan atau disebut Gross Motor
Function System (GMFCS) (Rosenbaum, 2003)
1. Level 1
Anak dapat berjalan tanpa hambatan / alat bantu, dapat bersekolah dan
aktifitas sehari-hari dapat dilakukan sendiri. Keterbatasan terjadi pada gerakan
motorik kasar yang rumit.
2. Level 2
Berjalan dengan atau tanpa alat bantu mobilitas. Alat bantu mobilitas seperti
brace, tongkat ketiak. Kaki / tungkai masih dapat berfungsi sebagai
pengontrol gaya berat badan. Sebagian besar aktifitas kehidupan sehari–hari
dapat dilakukan sendiri dan dapat bersekolah.
3. Level 3
Berjalan dengan alat bantu mobilitas seperti kursi roda, Mampu untuk makan
dan minum sendiri, dapat duduk, merangkak atau mengesot, dapat bergaul
dengan teman–temannya sebaya dan aktif. Pengertian kejiwaan dan rasa
keindahan masih ada, aktifitas kehidupan sehari–hari perlu bantuan.
4. Level 4
kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat bantu gerak yang
cukup canggih untuk berada di luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
Memerlukan bantuan orang lain untuk aktifitas sehari-hari.

Universitas Sumatera Utara

22

5. Level 5
kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun sudah menggunakan
alat bantu yang canggih. Memerlukan bantuan orang lain untuk aktifitas
sehari-hari dan tidak dapat berkomunikasi.
Berdasarkan gejala neurologis dan fisiologis gangguan gerak menurut (Sanger et
al, 2003; Molnar GE, 1992; Nelson 1989) yaitu:
1. Spastik
Jenis ini sering ditemui pada kasus cerebral palsy pada bayi. Spastik ditandai
dengan adanya kekakuan pada sebagian atau seluruh otot. Letak kelainan jenis
ini terletak pada motor cortex (tractus pyramidalis). Anak cerebral palsy jenis
spastik dibedakan menjadi empat tipe, yaitu spastik hemiplegia, spastik
paraplegia, spastik diplegia, dan spastik quadriplegia.
2. Athetoid
Letak kelainannya pada basal ganglion. Cerebral palsy jenis ini tidak terdapat
kekakuan pada tubuhnya, tetapi terdapat gerakan-gerakan yang tidak terkontrol
(involuntary movement) yang terjadi sewaktu-waktu. Gerakan ini tidak dapat
dicegah, sehingga dapat mengganggu aktivitas. Gerakan otomatis tersebut
terjadi pada tangan, kaki, mata, tangan, bibir, dan kepala.
3. Ataksia
Letak kelainannya pada otak kecil (cerebellum). Penderita mengalami
gangguan keseimbangan. Otot-ototnya tidak kaku, tapi terkadang penderita
tidak dapat berdiri dan berjalan karena adanya gangguan keseimbangan
tersebut. Andaikan berjalan, langkahnya seperti orang mabuk, kadang terlalu
lebar atau terlalu pendek. Hal itu menyebabkan anak tidak dapat berjalan tegak
dan jalannya gontai. Koordinasi mata dan tangan tidak berfungsi, sehingga
anak mengalami kesulitan dalam menjangkau sesuatu ataupun akan mengalami
kesulitan ketika makan.
4. Campuran
Artinya pada anak cerebral palsy terdapat dua atau lebih kelainan. kerusakan
terjadi pada pyramidal, kelainannya berbentuk spastik. Apabila terjadi di
extrapyramidal kelainannya berbentuk athetoid.

Universitas Sumatera Utara

23

2.4.4. Gambaran Klinis Cerebral Palsy
Gambaran klinis dapat ditentukan berdasarkan gangguan motorik dan non motorik.
Gangguan motorik berupa kelainan fungsi dan lokalisasi. Kelainan fungsi motorik
terdiri dari (Ngastiyah, 2003):
1. Spastisitas
Golongan spastisitas meliputi 2/3 – 3/4 pasien cerebral palsy. Bentuk
kelumpuhan spastisitas tergantung pada letak dan besarnya kerusakan, yaitu:
monoplegia, kelumpuhan keempat anggota gerak. Tetapi salah satu anggota
gerak lebih hebat dari yang lainnya. hemiplegia, kelumpuhan lengan dan
tungkai di pihak yang sama. Diplegia, kelumpuhan keempat anggota gerak,
tetapi tungkai lebih hebat dari pada lengan. Tetraplegia, kelumpuhan keempat
anggota gerak, lengan lebih atau sama hebatnya dibandingkan dengan tungkai.
2. Tonus otot yang berubah
Terdapat 10-20% dari kasus cerebral palsy. kerusakan terletak di batang otak
dan disebabkan oleh asfiksia perinatal. Biasanya bayi golongan ini badannya
tampak lemas dan jika diberi rangsangan berubah menjadi spastik.
3. Ataksia
Terdapat sekitar 5% dari kasus cerebral palsy. Ataksia berupa gangguan
koordinasi. Bayi dalam golongan ini mengalami perkembangan motorik yang
lambat. Sulit menyeimbangkan badan saat belajar duduk atau berjalan.
Kerusakan terletak di sereblum.
4. Koreo-atetosis
Terdapat 5-15% dari kasus cerebral palsy. Refleks neonatal menetap dan
tampak adanya perubahan tonus otot. Dapat timbul juga gejala spastisitas dan
ataksi, kerusakan terletak di ganglia basal disebabkan oleh asfiksia berat atau
ikterus kern pada masa neonatus.
5. Gangguan pendengaran
Terdapat 5-10% dari kasus anak cerebral palsy. Sering terjadi pada golongan
koreoatetosis. Gangguan berupa kelainan neurogen terutama persepsi nada
tinggi, sehingga sulit menangkap kata-kata.
6. Gangguan bicara
Anak-anak cerebral palsy dengan gangguan bicara biasanya sering tampak
berliur. Gerakan refleks di bibir dan lidah menyebabkan anak sukar

Universitas Sumatera Utara

24

mengontrol otot-otot sehingga anak sulit membentuk kata-kata. Gangguan
bicara sering disertai dengan gangguan pendengaran atau retardasi mental.
7. Gangguan mata
Hampir 25% pasien cerebral palsy menderita kelainan mata. Jika sudah berat
dapat menimbulkan katarak. Gangguan mata biasanya berupa strabismus
konvergen dan kelainan refraksi.

2.4.5. Diagnosis Cerebral Palsy
Dalam mendiagnosis cerebral palsy yang paling sering dilakukan yaitu dengan
pengamatan secara klinis. Keadaan yang terjadi pada awal proses kelahiran sering
dicurigai sebagai pemicu cerebral palsy. Tanda-tanda utama yang secara keseluruhan
menjadi tanda awal cerebral palsy yaitu lambatnya pertumbuhan motorik anak,
pemerikasaan neurologis yang abnormal, adanya gerakan-gerakan kecil yang terus
menerus, postur tubuh abnormal. Hal ini penting untuk diingat bahwa salah satu gejala
fisik diatas dapat terindikasi menjadi cerebral palsy. Beberapa penjelasan mengenai
tanda-tanda awal cerebral palsy, antara lain sebagai berikut:
a) Keterlamabatan pertumbuhan motorik, dapat ditandai dengan:
1. Usia 6 bulan bayi belum bisa membalikkan badan.
2. Tangan masih mengepal di usia 5 bulan.
3. Usia 8 bulan bayi belum dapat duduk sendiri.
4. Belum bisa berjalan saat usia 15-18 bulan.
5. Ketidaksesuaian antara perkembangan intelektual dan motorik.
b) Perkembangan peningkatan atau penurunan kemampuan otot, dapat ditandai
dengan:
1. Bayi belum mampu mengangkat kepala pada usia 6 bulan atau lebih.
2. Sulitnya mengontrol keseimbangan.
3. Kaki berbentuk gunting.
4. Perkembangan gerak yang abnormal atau pola berjalan yang aneh.
c) Kelainan suara, gerakan dan postur
1. Perbedaan kemampuan fungsional antara kaki kiri dan kanan
2. Klonus bertahan hingga usia 12 bulan.
3. Tidak mampu menggenggam hingga usia 18 bulan
d) Perilaku anak yang ditandai sebagai cerebral palsy yaitu:

Universitas Sumatera Utara

25

1. Refleks moro yang berlebihan.
2. Mudah terkena iritasi.
3. Suka menangis berlebihan.
4. Gelisah.
5. Sulit tidur.
e) Fisik anak yang ditandai sebagai cerebral palsy yaitu:
1. Penurunan laju perkembangan kepala.
2. Sulit menghisap minuman.
3. Sulit mengunyah makanan.
4. Rendahnya berat badan.
Sumber: J Pediatr Health Care. 2007;21(3):146-152.

2.4.6. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan diagnostik yang sering dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pemeriksaan mata dan pendengaran segera dilakukan setelah diagnosis
paralisis serebral dilakukan.
2. Menyingkirkan kemungkinan penyebab suatu proses degeneratif pada cerebral
palsy.
3. Pemeriksaan EEG (Elektroensefalogram) dilakukan pada pasien kejang atau
pada golongan hemiparesis baik yang kejang maupun tidak.
4. Foto rontgen kepala.
5. Penilaian psikologis perlu dikerjakan untuk tingkat pendidikan yang
dibutuhkan.
6. Pemeriksaan metabolik untuk menyingkirkan penyebab lain dari retardasi
mental.

2.4.7. Penatalaksanaan Medis
Dalam menangani anak cerebral palsy dibutuhkan kerja sama

antara orang tua

pasien, guru sekolah, dokter anak, psikiater, fisioterapi,neurolog, dokter mata, dokter
THT, ahli ortopedi dan lain-lain (Ngastiyah, 2003). Beberapa perawatan yang perlu
dilakukan untuk merawat pasien cerebral palsy:

Universitas Sumatera Utara

26

1. Fisioterapi
Fisioterapi dilakukan untuk mencegah kontraktur perlu diperhatikan posisi
pasien pada waktu istirahat atau tidur. Tindakan ini harus dilakukan secara
disiplin dan terus menerus sebaiknya orang tua turut membantu program
latihan dirumah.
2. Tindakan bedah
Pembedahan otot, tendon atau tulang merupakan tindakan bedah yang sangat
dianjurkan untuk penderita dengan hipertonus otot atau hiperspastisitas guna
reposisi kelainan tersebut. Pasien dengan koreototosis yang berlebihan
dianjurkan untuk pembedahan streotaktik.
3. Obat-obatan
Obat-obatan perlu dikonsumsi oleh pasien cerebral palsy baik dengan gejala
motorik ringan, gejala penyerta yang banyak dan gejala motorik berat.
Semakin berat gejala motorik penderita berdampak buruk pada prognosisnya.

Universitas Sumatera Utara