Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam T2 092009110 BAB II

Bab Dua

Kearifan Lokal, Konservasi
Sumber Daya Alam, dan
Perlawanan Sosial
Pengantar
Semaraknya otonomi daerah di berbagai wilayah Indonesia,
mendorong pemerintah daerah terus membangun daerahnya.
Melakukan eksplorasi potensi-potensi daerah menjadi sangat penting
untuk menopang pembangunan. Potensi yang terdiri atas sumber daya
alam darat dan laut, menjadi modal besar dalam pembangunan. Di
tengah arus pembangunan yang semakin pesat, topik perbincangan
tentang ketahanan sumber daya alam pun menjadi sangat penting.
Eksplorasi sumber daya alam, yang kemudian berbuntut pada perilaku
eksploitasi menjadi momok yang menakutkan. Segala upaya pun
dilakukan untuk melindungi semua sumber daya alam yang dimiliki.
Upaya ini dilakukan, baik oleh masyarakat dan pemerintah tentu
dengan motif masing-masing.
Perlindungan terhadap sumber daya alam adalah upaya untuk
melindungi kekayaan alam agar tidak mengalami krisis sumber daya.
Pemerintah pun melakukan perlindungan dalam rangka melindungi

sumber daya alam agar terus dapat membangun, sedangkan masyarakat
melindungi sumber daya alam agar tetap bisa hidup sebab alam
9

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber
Daya Alam

menjadi dapur makanan bagi masyarakat. Salah satu cara yang
kemudian digunakan masyarakat untuk melindungi sumber daya
alamnya adalah lewat budaya atau kearifan lokal. Sedangkan
pemerintah menggunakan regulasi dengan konsep konservasi untuk
melindungi sumber daya alam.
Ketika sumber daya alam terancam dan masuk dalam masa
krisis, kecenderungan terjadinya konflik pasti ada. Konflik yang terjadi
disebabkan oleh karena pemenuhan kebutuhan dari sumber daya alam
semakin tinggi, sedangkan ketersediaan sumber daya alam justru
semakin berkurang. Di sinilah kecenderungan terjadinya perlawanan.
Pada bab satu ini, penulis akan menyampaikan tinjauan teori
tentang tiga konsep sebagai alat bedah untuk menganalisis hasil
penelitian lapangan. Yang pertama adalah konsep kearifan lokal,

dimana konsep ini akan dipakai untuk melihat objek penelitian yaitu
budaya sasi sebagai kearifan lokal. Yang kedua konsep konservasi,
konsep ini akan membantu kita untuk memahami objek penelitian
yaitu budaya sasi. Kemiripan antara konsep konservasi dan budaya sasi
adalah titik masuk untuk melihat dimanakah letak budaya sasi dalam
konsep konservasi. Yang ketiga konsep perlawanan sosial, dimana
konsep ini akan digunakan untuk melihat apakah budaya sasi adalah
bagian dari bentuk perlawanan sosial masyarakat terhadap pemerintah.

Kearifan Lokal
Kearifan lokal (local wisdom) dalam disiplin antropologi
dikenal juga dengan istilah local genius. Local genius ini merupakan
istilah yang mula pertama dikenalkan oleh Quaritch Wales.
(Ayatrohaedi, 1986). Para antropolog membahas secara panjang lebar
pengertian local genius ini. Antara lain Haryati Soebadio mengatakan
bahwa local genius adalah juga cultural identity, identitas/kepribadian
budaya bangsa yang menyebabkan bangsa tersebut mampu menyerap
dan mengolah kebudayaan asing sesuai watak dan kemampuan sendiri
(Ayatrohaedi, 1986:18-19). Sementara Moendardjito (dalam
Ayatrohaedi, 1986:40-41) mengatakan bahwa unsur budaya daerah

potensial sebagai local genius karena telah teruji kemampuannya untuk
10

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

bertahan sampai sekarang. Ciri-ciri kearifan lokal tersebut adalah
sebagai berikut:
1. Mampu bertahan terhadap budaya luar,
2. Memiliki kemampuan mengakomodasi unsur-unsur budaya luar,
3. Mempunyai kemampuan mengintegrasikan unsur budaya luar ke
dalam budaya asli,
4. Mempunyai kemampuan mengendalikan,
5. Mampu memberi arah pada perkembangan budaya.
Sibarani (2012: 112-113) juga dijelaskan bahwa kearifan lokal
adalah kebijaksanaan atau pengetahuan asli suatu masyarakat yang
berasal dari nilai luhur tradisi budaya untuk mengatur tatanan
kehidupan masyarakat. Kearifan lokal juga dapat didefinisikan sebagai
nilai budaya lokal yang dapat dimanfaatkan untuk mengatur tatanan
kehidupan masyarakat secara arif atau bijaksana.
Jadi, dapat dikatakan bahwa kearifan lokal terbentuk sebagai

keunggulan budaya masyarakat setempat berkaitan dengan kondisi
geografis dalam arti luas. Kearifan lokal merupakan produk budaya
masa lalu yang patut secara terus-menerus dijadikan pegangan hidup.
Meskipun kearifan lokal memiliki nilai lokal tetapi nilai yang
terkandung di dalamnya dianggap sangat universal.
Kearifan lokal merupakan pengetahuan yang eksplisit yang
muncul dari periode panjang yang berevolusi bersama-sama
masyarakat dan lingkungannya dalam sistem lokal yang sudah dialami
bersama-sama. Proses evolusi yang begitu panjang dan melekat dalam
masyarakat dapat menjadikan kearifan lokal sebagai sumber energi
potensial dari sistem pengetahuan kolektif masyarakat untuk hidup
bersama secara dinamis dan damai. Pengertian ini melihat kearifan
lokal tidak sekadar sebagai acuan tingkah-laku seseorang, tetapi lebih
jauh, yaitu mampu mendinamisasi kehidupan masyarakat yang penuh
keadaban.
Secara substansial, kearifan lokal itu adalah nilai-nilai yang
berlaku dalam suatu masyarakat. Nilai-nilai yang diyakini
11

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber

Daya Alam

kebenarannya dan menjadi acuan dalam bertingkah-laku sehari-hari
masyarakat setempat. Oleh karena itu, sangat beralasan jika dikatakan
bahwa kearifan lokal merupakan entitas yang sangat menentukan
harkat dan martabat manusia dalam komunitasnya. Hal itu berarti
kearifan lokal yang di dalamnya berisi unsur kecerdasan kreatifitas dan
pengetahuan lokal dari para elit dan masyarakatnya adalah yang
menentukan dalam pembangunan peradaban masyarakatnya.
Dalam masyarakat kita, kearifan-kearifan lokal dapat ditemui
dalam nyanyian, pepatah, sasanti, petuah, semboyan, dan kitab-kitab
kuno yang melekat dalam perilaku sehari-hari. Kearifan lokal biasanya
tercermin dalam kebiasaan-kebiasaan hidup masyarakat yang telah
berlangsung lama. Keberlangsungan kearifan lokal akan tercermin
dalam nilai-nilai yang berlaku dalam kelompok masyarakat tertentu.
Nilai-nilai itu menjadi pegangan kelompok masyarakat tertentu yang
biasanya akan menjadi bagian hidup tak terpisahkan yang dapat
diamati melalui sikap dan perilaku mereka sehari-hari.
Pengertian kearifan lokal (tradisional) menurut Keraf (2002)
adalah semua bentuk pengetahuan, keyakinan, pemahaman atau

wawasan serta adat kebiasaan atau etika yang menuntun perilaku
manusia dalam kehidupan di dalam komunitas ekologis.
Pengertian di atas memberikan cara pandang bahwa manusia
sebagai makhluk integral dan merupakan satu kesatuan dari alam
semesta serta perilaku penuh tanggung jawab, penuh sikap hormat dan
peduli terhadap kelangsungan semua kehidupan di alam semesta serta
mengubah cara pandang antroposentrisme ke cara pandang
biosentrisme dan ekosentrisme. Nilai-nilai kerarifan lokal yang
terkandung dalam suatu sistem sosial masyarakat, dapat dihayati,
dipraktikkan, diajarkan dan diwariskan dari satu generasi ke genarasi
lainnya yang sekaligus membentuk dan menuntun pola perilaku
manusia sehari-hari, baik terhadap sesama maupun terhadap alam.
Nababan (2003) menyatakan bahwa masyarakat adat umumnya
memiliki sistem pengetahuan dan pengelolaan lokal yang diwariskan
dan ditumbuhkembangkan terus-menerus secara turun temurun.
Pengertian masyarakat adat disini adalah mereka yang secara tradi
12

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial


sional tergantung dan memiliki ikatan sosio-kultural dan religius yang
erat dengan lingkungan lokalnya.
Menurut Ataupah (2004) kearifan lokal bersifat historis tetapi
positif. Nilai-nilai diambil oleh leluhur dan kemudian diwariskan
secara lisan kepada generasi berikutnya lalu oleh ahli warisnya tidak
menerimanya secara pasif dapat menambah atau mengurangi dan
diolah sehingga apa yang disebut kearifan itu berlaku secara situasional
dan tidak dapat dilepaskan dari sistem lingkungan hidup atau sistem
ekologi/ekosistem yang harus dihadapi orang-orang yang memahami
dan melaksanakan kearifan itu. Dijelaskan lebih lanjut bahwa kearifan
tercermin pada keputusan yang bermutu prima. Tolok ukur suatu
keputusan yang bermutu prima adalah keputusan yang diambil oleh
seorang tokoh/sejumlah tokoh dengan cara menelusuri berbagai
masalah yang berkembang dan dapat memahami masalah tersebut.
Kemudian diambil keputusan sedemikian rupa sehingga yang terkait
dengan keputusan itu akan berupaya melaksanakannya dengan kisaran
dari yang menolak keputusan sampai yang benar-benar setuju dengan
keputusan tersebut.

Konservasi Sumber Daya Alam

Pengertian Konservasi Sumber Daya Alam.
Konservasi diartikan sebagai upaya pengelolaan sumber
daya alam secara bijaksana dengan berpedoman pada asas
pelestarian. Sumber daya alam adalah unsur-unsur hayati yang
terdiri dari sumber daya alam nabati (tumbuhan) dan sumber daya
alam hewani (satwa) dengan unsur non hayati disekitarnya yang
secara keseluruhan membentuk ekosistem.10 Sedangkan menurut
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Konservasi Sumber Daya Alam
adalah pengelolaan sumber daya alam (hayati) dengan
pemanfaatannya secara bijaksana dan menjamin kesinambungan
persediaan dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas

10

KEHATI, 2000. “Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru
Betiri”, Hal. 8, Malang.

13

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber

Daya Alam

nilai dan keragamannya.11 Pengertian ini juga disebutkan dalam
Undang-Undang Republik Indonesia tentang Konservasi Sumber
Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya Pasal 1 Nomor 5 Tahun 1990.
Sasaran Konservasi
Berhasilnya konservasi sumber daya alam hayati dan
ekosistemnya berkaitan erat dengan tercapainya tiga sasaran
konservasi yaitu:
a) Menjamin terpeliharanya proses ekologis yang menunjang
sistem penyangga kehidupan bagi kelangsungan pembangunan
dan kesejahteraan manusia (perlindungan sistem penyangga
kehidupan).
b) Menjamin terpeliharanya keanekaragaman sumber genetik dan
tipe-tipe ekosistemnya sehingga mampu menunjang
pembangunan, ilmu pengetahuan dan teknologi yang
memungkinkan pemenuhan kebutuhan manusia yang
menggunakan sumber daya alam hayati bagi kesejahteraan.
c) Mengendalikan cara-cara pemanfaatan sumber daya alam
hayati sehingga terjamin kelestariannya. Akibat sampingan

penerapan ilmu pengetahuan dan teknologi yang kurang
bijaksana, belum harmonisnya penggunaan dan peruntukan
tanah serta belum berhasilnya sasaran konservasi secara
optimal, baik di darat maupun di perairan dapat
mengakibatkan timbulnya gejala erosi, polusi dan penurunan
potensi sumber daya alam hayati (pemanfaatan secara lestari).12
Tujuan dan Manfaat Konservasi
Secara hukum tujuan konservasi tertuang dalam UndangUndang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya yaitu bertujuan
mengusahakan terwujudnya kelestarian sumber daya alam hayati
11
12

14

Departemen Pendidikan Nasional, 2005. Kamus Besar Bahasa Indonesia Edisi
ketiga, cet.3, Hal. 589, Balai Pustaka, Jakarta.
Departemen Kehutanan, 2000. Himpunan Peraturan Perundang-Undangan Bidang
Konservasi Sumber daya Alam, Hal. 21 BKSDA Jawa Timur 1, Surabaya.


Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

serta keseimbangan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung
upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan
manusia.13 Selain tujuan yang tertera di atas tindakan konservasi
mengandung tujuan:
a) Preservasi yang berarti proteksi atau perlindungan sumber
daya
alam
terhadap
eksploitasi
komersial,
untuk
memperpanjang pemanfaatannya bagi keperluan studi, rekreasi
dan tata guna air.
b) Pemulihan atau restorasi, yaitu koreksi kesalahan-kesalahan
masa lalu yang telah membahayakan produktivitas pengkalan
sumber daya alam.
c) Penggunaan yang seefisien mungkin. Misal teknologi makanan
harus memanfaatkan sebaik-baiknya biji rambutan, biji
mangga, biji salak dan lain-lainnya yang sebetulnya berisi
bahan organik yang dapat diolah menjadi bahan makanan.
d) Penggunaan kembali (recycling) bahan limbah buangan dari
pabrik, rumah tangga, instalasi-instalasi air minum dan lainlainnya. Penanganan sampah secara modern masih ditunggutunggu.
e) Mencarikan pengganti sumber alam yang sepadan bagi sumber
yang telah menipis atau habis sama sekali. Tenaga nuklir
menggantikan minyak bumi.
f) Penentuan lokasi yang paling tepat guna. Cara terbaik dalam
pemilihan sumber daya alam untuk dapat dimanfaatkan secara
optimal, misalnya pembuatan waduk yang serbaguna di
Jatiluhur, Karangkates, Wonogiri, Sigura-gura.
g) Integrasi, yang berarti bahwa dalam pengelolaan sumber daya
diperpadukan berbagai kepentingan sehingga tidak terjadi
pemborosan, atau yang satu merugikan yang lain. Misalnya,
pemanfaatan mata air untuk suatu kota tidak harus
mengorbankan kepentingan pengairan untuk persawahan.14
13

Ibid., Hal. 5

14

Dwidjoseputro, 1994. Ekologi Manusia dengan Lingkungannya, cet.3 Hal. 32,
Erlangga, Jakarta.

15

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber
Daya Alam

Sumber daya alam flora fauna dan ekosistemnya memiliki
fungsi dan manfaat serta berperan penting sebagai unsur
pembentuk lingkungan hidup yang kehadirannya tidak dapat
digantikan. Tindakan tidak bertanggungjawab akan mengakibatkan
kerusakan, bahkan kepunahan flora fauna dan ekosistemnya.
Kerusakan ini menimbulkan kerugian besar yang tidak dapat
dinilai dengan materi, sementara itu pemulihannya tidak mungkin
lagi.
Oleh karena itu sumber daya tersebut merupakan modal
dasar bagi kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia
harus dilindungi, dipelihara, dilestarikan dan dimanfaatkan secara
optimal sesuai dengan batasbats terjaminnya keserasian,
keselarasan dan keseimbangan.
Pada dasarnya konservasi merupakan suatu perlindungan
terhadap alam dan makhluk hidup lainnya. Sesuatu yang mendapat
perlindungan maka dengan sendiri akan terwujud kelestarian.
Manfaat-manfaat konservasi diwujudkan dengan:
a) Terjaganya kondisi alam dan lingkungannya, berarti upaya
konservasi dilakukan dengan memelihara agar kawasan
konservasi tidak rusak.
b) Terhindarnya bencana akibat perubahan alam, yang berarti
gangguangangguan terhadap flora fauna dan ekosistemnya pada
khususnya serta sumber daya alam pada umumnya
menyebabkan perubahan berupa kerusakan maupun
penurunan jumlah dan mutu sumber daya alam tersebut.
c) Terhindarnya makhluk hidup dari kepunahan, berarti jika
gangguan-gangguan penyebab turunnya jumlah dan mutu
makhluk hidup terus dibiarkan tanpa upaya pengendalian akan
berakibat makhluk hidup tersebut menuju kepunahan bahkan
punah sama sekali.
d) Mampu mewujudkan keseimbangan lingkungan baik mikro
maupun makro, berarti dalam ekosistem terdapat hubungan
yang erat antara makhluk hidup maupun dengan
lingkungannya.
16

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

e) Mampu memberi kontribusi terhadap ilmu pengetahuan,
berarti upaya konservasi sebagai sarana pengawetan dan
pelestarian flora fauna merupakan penunjang budidaya, sarana
untuk mempelajari flora fauna yang sudah punah maupun
belum punah dari sifat, potensi maupun penggunaannya.
f) Mampu memberi kontribusi terhadap kepariwisataan, berarti
ciri-ciri dan obyeknya yang karakteristik merupakan kawasan
ideal sebagai sarana rekreasi atau wisata alam.15
Strategi Konservasi
Strategi pelestarian nasional memberi ringkasan mengenai
sumber daya alam terpulihkan dari negara tersebut yang berkenaan
dengan ekosistem, sumber daya genetik, sistem produksi alami
(hutan margasatwa, perikanan) hidrologi dan kawasan tangkapan
air, ciri-ciri estetika dan geologi, situs budaya dan potensi rekreasi.
Juga perlu diidentifikasi bagaimana suatu bangsa ingin
menggunakan sumber daya alamnya serta pola desain tata guna
lahan yang akan tetap menjaga ketersediaan sumber daya alam
secara umum memaksimalkan manfaat jangka panjang dalam batasbatas yang ditentukan oleh kebutuhan spesifik negara tersebut,
seperti ruang untuk hidup, lahan pertanian, hasil hutan, ikan,
energi dan industri. Strategi ini biasanya berupa keputusan untuk
menetapkan atau mempertahankan suatu sistem nasional kawasan
yang dilindungi, lebih disukai bila mencakup beberapa kategori
kawasan dengan tujuan pengelolaan yang berbeda. Strategi
Konservasi nasional yaitu:
a) Perlindungan Sistem Penyangga Kehidupan.
Berdasarkan fungsi utama kawasan dalam penataan
ruang, maka kawasan hutan lindung, kawasan bergambut,
kawasan resapan air, sempadan pantai, sempadan sungai,
kawasan sekitar danau atau waduk, kawasan sekitar mata air,
kawasan suaka alam, hutan bakau, taman nasional, cagar alam,
15

KEHATI, 2000. “Materi Kursus Inventarisasi flora dan fauna Taman Nasional Meru
Betiri”, Hal. 10-17, Malang.

17

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber
Daya Alam

taman wisata alam dan kawasan rawan bencana alam termasuk
dalam kawasan lindung yang kebradaanya perlu dijaga dan di
lindungi. Usaha-usaha dalam tindakan perlindungan sistem
penyangga kehidupan, antara lain:
1) Perlindungan daerah-daerah pegunungan yang berlereng
curam dan mudah terjadi erosi dengan membentuk hutanhutan dilindungi.
2) Perlindungan wilayah pantai dengan pengelolaan yang
terkendali bagi daerah hutan bakau dan hutan pantai serta
daerah hamparan karang.
3) Perlindungan daerah aliran sungai, lereng perbukitan dan
tepi sungai, danau dan ngarai (ravine) dengan pengelolaan
yang terkendali terhadap vegetasi.
4) Pengembangan daerah aliran sungai sesuai dengan rencana
pengembangan secara menyeluruh.
5) Perlindungan daerah hutan luas misalnya dijadikan taman
nasional, suaka marga satwa dan cagar alam.
6) Perlindungan tempat-tempat yang mempunyai nilai unik,
keindahan yang menarik atau memiliki ciri khas budaya
(cagar budaya).
7) Mengadakan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan
(AMDAL) sebagai suatu syarat mutlak untuk melaksanakan
semua rencana pembangunan.16
b) Pengawetan keanekaragaman jenis flora fauna beserta
ekosistemnya.
Pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dilakukan
dengan cara menetapkan jenis tumbuhan dan satwa yang
dilindungi. Perlindungan terhadap ekosistem dilakukan dengan
cara penetapan kawasan suaka alam.

16

18

Pamulardi, Bambang, 1995. Hukum Kehutanan dan Pembangunan Bidang
Kehutanan, cet.2, Hal. 179, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

c) Pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan
ekosistem.
Sumber daya alam hayati dan ekosistemnya dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
dan menigkatkan mutu kehidupan manusia. Pemanfaatan
secara lestari dilakukan melalui kegiatan:
1) Pemanfaatan kondisi lingkungan kawasan pelestarian alam
secara non-konsumtif seperti pariwisata, penelitian,
pendidikan dan pemantauan lingkungan.
2) Pemanfaatan jenis tumbuhan dan satwa liar antara lain
dengan pengembangan perikanan, kehutanan dan
pemunguntan hasil hutan secara lestari, pengaturan
perdagangan flora fauna melalui peraturan dan pengawasan
dalam menentukan jatah (quota) dan perijinan, memajukan
budidaya dan perbaikan selektif (permuliaan) semua jenis
yang mempunyai nilai langsung bagi manusia.17
Cara-cara Konservasi
Kekayaan flora fauna merupakan potensi yang dapat
dimanfaatkan sampai batas-batas tertentu yang tidak mengganggu
kelestarian. Penurunan jumlah dan mutu kehidupan flora fauna
dikendalikan melalui kegiatan konservasi secara insitu maupun
eksitu.
a) Konservasi insitu (di dalam kawasan) adalah konservasi flora
fauna dan ekosistem yang dilakukan di dalam habitat aslinya
agar tetap utuh dan segala proses kehidupan yang terjadi
berjalan secara alami. Kegiatan ini meliputi perlindungan
contoh-contoh perwakilan ekosistem darat dan laut beserta
flora fauna di dalamnya. Konservasi insitu dilakukan dalam
bentuk kawasan suaka alam (cagar alam, suaka marga satwa),
zona inti taman nasional dan hutan lindung. Tujuan konservasi
insitu untuk menjaga keutuhan dan keaslian jenis tumbuhan
dan satwa beserta ekosistemnya secara alami melalui proses
17

Ibid., h.11

19

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber
Daya Alam

evolusinya. Perluasan kawasan sangat dibutuhkan dalam upaya
memelihara proses ekologi yang esensial, menunjang sistem
penyangga kehidupan, mempertahankan keanekaragaman
genetik dan menjamin pemanfaatan jenis secara lestari dan
berkelanjutan.
b) Konservasi eksitu (di luar kawasan) adalah upaya konservasi
yang dilakukan dengan menjaga dan mengembangbiakkan jenis
tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan cara
pengumpulan
jenis,
pemeliharaaan
dan
budidaya
(penangkaran). Konservasi eksitu dilakukan pada tempattempat seperti kebun binatang, kebun botani, taman hutan
raya, kebun raya, penangkaran satwa, taman safari, taman kota
dan taman burung. Cara eksitu merupakan suatu cara
memanipulasi obyek yang dilestarikan untuk dimanfaatkan
dalam upaya pengkayaan jenis, terutama yang hampir
mengalami kepunahan dan bersifat unik. Cara konservasi
eksitu dianggap sulit dilaksanakan dengan keberhasilan tinggi
disebabkan jenis yang dominan terhadap kehidupan alaminya
sulit berdaptasi dengan lingkungan buatan.
c) Regulasi dan penegakan hukum adalah upaya-upaya mengatur
pemanfaatan flora dan fauna secara bertanggung jawab.
Kegiatan kongkritnya berupa pengawasan lalu lintas flora dan
fauna, penetapan quota dan penegakan hukum serta
pembuatan peraturan dan pembuatan undang-undang di
bidang konservasi.
d) Peningkatan peran serta masyarakat adalah upaya untuk
meningkatkan kepedulian masyarakat dalam konservasi
sumber daya alam hayati. Program ini dilaksanakan melalui
kegiatan pendidikan dan penyuluhan. Dalam hubungan ini
dikenal adanya kelompok pecinta alam, kader konservasi,
kelompok pelestari sumber daya alam, LSM dan lain lainnya.18

18

20

“Kumpulan Materi MBSC IX Meru Betiri Service Camp”, Hal. 49, Suka Made, 1997.

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

Perlawanan Sosial
Kekuasaan, sebagaimana yang dikemukakan Weber merupakan
kemampuan orang atau kelompok memaksakan kehendaknya pada
pihak lain walaupun ada penolakan melalui perlawanan. Perlawanan
akan dilakukan oleh kelompok masyarakat atau individu yang merasa
tertindas, frustasi, dan hadirnya situasi ketidakadilan di tengah- tengah
mereka.19 Jika situasi ketidakadilan dan rasa frustasi ini mencapai
puncaknya, akan menimbulkan (apa yang disebut sebagai) gerakan
sosial atau social movement, yang akan mengakibatkan terjadinya
perubahan kondisi sosial, politik, dan ekonomi menjadi kondisi yang
berbeda dengan sebelumnya.20 Scott mendefinisikan perlawanan
sebagai segala tindakan yang dilakukan oleh kaum atau kelompok
subordinat yang ditujukan untuk mengurangi atau menolak klaim
(misalnya harga sewa atau pajak) yang dibuat oleh pihak atau
kelompok superdinat terhadap mereka. Scott membagi perlawanan
tersebut menjadi dua bagian, yaitu: perlawanan publik atau terbuka
(public transcript) dan perlawanan tersembunyi atau tertutup (hidden
transcript).21
Kedua kategori tersebut, oleh Scott, dibedakan atas artikulasi
perlawanan; bentuk, karekteristik, wilayah sosial dan budaya.
Perlawanan terbuka dikarakteristikan oleh adanya interaksi terbuka
antara kelas-kelas subordinat dengan kelas-kelas superdinat. Sementara
perlawanan sembunyi-sembunyi dikarakteristikan oleh adanya
interaksi tertutup, tidak langsung antara kelas-kelas subordinat dengan
kelas-kelas superdinat. Untuk melihat pembedaan yang lebih jelas dari
dua bentuk perlawanan di atas, Scott mencirikan perlawanan terbuka
sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, organik, sistematik dan
kooperatif. Kedua, berprinsip atau tidak mementingkan diri sendiri.
Ketiga, berkonsekuensi revolusioner, dan/atau Keempat, mencakup
19
20

21

Zubir, Zaiyardam, 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Idiologi, Isu,
Strategi, dan Dampak Gerakan, Hal. 19, Insist Press, Yogyakarta.
Tarrow, Sidney, 2011. Power In Movement, Social Movement, Collective Action
and Politics, 3th Edition, Cambridge University Press, USA.
Scott, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara, Hal. 69, LP3ES, Jakarta.

21

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber
Daya Alam

gagasan atau maksud meniadakan basis dominasi.22 Dengan demikian,
aksi demonstrasi atau protes yang diwujudkan dalam bentuk unjuk
rasa, mogok makan dan lain- lain merupakan konsekuensi logis dari
perlawanan terbuka terhadap pihak superdinat.23 Menurut Fakih,
gerakan sosial diakui sebagai gerakan yang bertujuan untuk melakukan
perubahan terhadap sistem sosial yang ada. Karena memiliki orientasi
pada perubahan, dianggap lebih mempunyai kesamaan tujuan, dan
bukan kesamaan analisis. Mereka tidak bekerja menurut prosedur
baku, melainkan menerapkan struktur yang cair dan operasionalnya
lebih diatur oleh standar yang muncul saat itu untuk mencapai tujuan
jangka panjang. Mereka juga tidak memiliki kepemimpinan formal,
seorang aktivis gerakan sosial tampil menjadi pemimpin gerakan
karena keberhasilannya mempengaruhi massa dengan kepiawaiannya
dalam memahami dan menjelaskan tujuan dari gerakan serta memiliki
rencana yang paling efektif dalam mencapainya.24
Soekanto dan Broto Susilo memberikan empat ciri gerakan
sosial, yaitu: Pertama, tujuannya bukan untuk mendapatkan persamaan
kekuasaan, akan tetapi mengganti kekuasaan. Kedua, adanya
penggantian basis legitimasi, Ketiga, perubahan sosial yang terjadi
bersifat massif dan pervasive sehingga mempengaruhi seluruh
masyarakat, dan Keempat, koersi dan kekerasan biasa dipergunakan
untuk menghancurkan rezim lama dan mempertahankan
pemerintahan yang baru. Dan J. Smelser menyatakan, bahwa gerakan
sosial ditentukan oleh lima faktor. Pertama, daya dukung struktural
(structural condusiveness) di mana suatu perlawanan akan mudah
terjadi dalam suatu lingkungan atau masyarakat tertentu yang
berpotensi untuk melakukan suatu gerakan massa secara spontan dan
berkesinambungan (seperti lingkungan kampus, buruh, petani, dan
sebagainya). Kedua, adanya tekanan- tekanan struktural (structural
strain) akan mempercepat orang untuk melakukan gerakan massa
22
23

24

22

Ibid, hal. 58
Tarrow, Sidney, 2011. Power In Movement, Social Movement, Collective Action
and Politics, 3th Edition, Hal. 37, Cambridge University Press, USA.
Zubir, Zaiyardam, 2002. Radikalisme Kaum Pinggiran : Studi Tentang Idiologi, Isu,
Strategi, dan Dampak Gerakan, Hal. 25, Insist Press, Yogyakarta.

Kearifan Lokal, Konservasi Sumber Daya Alam, dan Perlawanan Sosial

secara spontan karena keinginan mereka untuk melepaskan diri dari
situasi yang menyengsarakan.25 Ketiga, menyebarkan informasi yang
dipercayai oleh masyarakat luas untuk membangun perasaan
kebersamaan dan juga dapat menimbulkan kegelisahan kolektif akan
situasi yang dapat menguntungkan tersebut. Keempat, faktor yang
dapat memancing tindakan massa karena emosi yang tidak terkendali,
seperti adanya rumor atau isu-isu yang bisa membangkitkan kesadaran
kolektif untuk melakukan perlawanan. Kelima, upaya mobilisasi
orang- orang untuk melakukan tindakan-tindakan yang telah
direncanakan.26
Sedangkan perlawanan sembunyi-sembunyi dapat dicirikan
sebagai perlawanan yang bersifat: Pertama, Tidak teratur, tidak
sistematik dan terjadi secara individual, Kedua, Bersifat oportunistik
dan mementingkan diri sendiri, Ketiga, Tidak berkonsekuensi
revolusioner, dan; atau Keempat, Lebih akomodatif terhadap sistem
dominasi. Oleh karena itu, gejala- gejala kejahatan seperti: pencurian
kecil- kecilan, hujatan, makian, bahkan pura- pura patuh (tetapi
dibelakang membangkang) merupakan perwujudan dari perlawanan
sembunyi-sembunyi. Perlawanan jenis ini bukannya bermaksud atau
mengubah sebuah sistem dominasi, melainkan lebih terarah pada
upaya untuk tetap hidup dalam sistem tersebut sekarang, minggu ini,
musim ini. Percobaan- percobaan untuk menyedot dengan tekun dapat
memukul balik, mendapat keringanan marjinal dalam eksploitasi, dapat
menghasilkan negosiasi-negosiasi tentang batas-batas pembagian, dapat
mengubah perkembangan, dan dalam peristiwa tertentu dapat
menjatuhkan sistem. Tetapi, menurut Scott, semua itu hanya
menunjukkan akibat- akibat yang mungkin terjadi, sebaliknya, tujuan
mereka hampir selalu untuk kesempatan hidup dan ketekunan.27

25

26
27

Sihbudi, Riza, dan Moch. Nurhasim, ed., 2001. Kerusuhan Sosial di Indonesia, Studi
Kasus Kupang, Mataram dan Sambas, Hal. 48, Grasindo, Jakarta.
Ibid, hal. 48-49
Scoot, James C. 1981. Moral Ekonomi Petani, Pergolakan dan Subsistensi di Asia
Tenggara, Hal. 60-61, LP3ES, Jakarta.

23

BUDAYA SASI: Perlawanan Negara dan Masyarakat Terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber
Daya Alam

Bagaimanapun, kebanyakan dari tindakan ini (oleh kelas-kelas
lainnya) akan dilihat sebagai keganasan, penipuan, kelalaian,
pencurian, kecongkakan singkat kata semua bentuk tindakan yang
dipikirkan untuk mencemarkan oran-gorang yang mengadakan
perlawanan. Perlawanan ini dilakukan untuk mempertahankan diri
dan rumah tangga. Dapat bertahan hidup sebagai produsen komoditi
kecil atau pekerja, mungkin dapat memaksa beberapa orang dari
kelompok ini menyelamatkan diri dan mengorbankan anggota
lainnya.28
Scott menambahkan, bahwa perlawanan jenis ini (sembunyisembunyi) tidak begitu dramatis, namun terdapat di mana- mana,
melawan efek-efek pembangunan kapitalis asuhan negara. Perlawanan
ini bersifat perorangan dan seringkali anonim. Terpencar dalam
komunitas- komunitas kecil dan pada umumnya tanpa sarana- sarana
kelembagaan untuk bertindak kolektif, menggunakan sarana
perlawanan yang bersifat lokal dan sedikit memerlukan koordinasi.
Koordinasi yang dimaksudkan di sini, bukanlah sebuah konsep
koordinasi yang dipahami selama ini, yang berasal dari rakitan formal
dan birokratis. Tetapi merupakan suatu koordinasi dengan aksi- aksi
yang dilakukan dalam komunitas dengan jaringan jaringan informasi
yang padat dan sub kultur-sub kultur perlawanan yang kaya.29

28

29

24

Scoot, James C. 1993. Perlawanan Kaum Tani, Hal. 27, Yayasan Obor Indonesia,
Jakarta.
Ibid, hal. 27

Dokumen yang terkait

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Doktrin sebagai Sumber Hukum T2 322014015 BAB II

0 1 20

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Peran Sumber Daya Manusia dalam Pengelolaan Aset Gereja T2 912011026 BAB II

0 0 43

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Relasi Negara dan Masyarakat di Rote D 902007003 BAB II

0 0 33

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hak Masyarakat dan Masyarakat Adat Terhadap Sumber Daya Tambang dalam Peraturan Perundangan di Indonesia T1 312006076 BAB II

0 0 6

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Christian Entrepreneurship T2 912010027 BAB II

0 1 59

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam T2 092009110 BAB I

0 0 8

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam T2 092009110 BAB IV

0 0 21

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam T2 092009110 BAB V

0 0 34

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam T2 092009110 BAB VI

0 0 29

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Budaya Sasi: Perlawanan Negara dan Masyarakat terhadap Eksploitasi dan Kerusakan Sumber Daya Alam

0 0 20