Analisis dan simulasi efektifitas alat penukar kalor tabung sepusat aliran berlawanan dengan variasi temperaturairpanas yang mengalir dalam tabung dalam (tube)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Teori Dasar Alat Penukar Kalor
Secara umum,alat penukar kalor adalah alat yang memindahkan panas diantara dua fluida yang memiliki temperatur yang berbeda tanpa mencampurkan kedua fluida tersebut dengan menggunakan suatu medium pembatas. Alat penukar kalor biasanya digunakan didalam aplikasi yang luas, seperti dalam kasus pemanasan, teknik pendingin dan sistem pengkondisian udara, proses-proses kimia, dan proses pembangkitan tenaga. Alat penukar kalor berbeda dengan ruangan pencampuran yakni alat penukar kalor tidak memperbolehkan kedua fluida bercampur. Sebagai contoh, pada radiator mobil, panas dipindahkan dari air panas yang mengalir melalui pipa yang terdapat pada radiator yang ditambahkan plat pada jarak yang kecil dengan melewatkan udara diantaranya.
Perpindahan panas pada alat penukar kalor biasanya terdiri dari konveksi di setiap fluida dan konduksi pada dinding yang memisahkan kedua fluida. Pada saat menganalisa alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggunakan koefisien perpindahan panas menyeluruh, U, yang memungkinkan untuk menghitung seluruh efek dari perpindahan panas. Laju perpindahan panas diantara kedua fluida terletak pada alat penukar kalor yang bergantung pada perbedaan temperatur pada suatu titik, yang bervariasi sepanjang alat penukar kalor. Pada saat menganalisis alat penukar kalor, biasanya bekerja dengan menggunakan
logarithmic mean temperature difference LMTD, yang sebanding dengan
perbedaan temperatur rata-rata diantara kedua fluida sepanjang alat penukar kalor. Ketika dua temperatur tidak diketahui maka dapat dianalisisdengan metode keefektifitasan-NTU.
2.2 Jenis Alat Penukar Kalor
Secara umum, alat penukar kalor dibagi berdasarkan fungsinya yakni : a. Kondensor, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan uap atau
campuran uap, sehingga berubah fasa menjadi cairan. Media pendingin yang dipakai biasanya air atau udara. Uap atau campuran uap akan melepaskan
(2)
panas atent kepada pendingin, misalnya pada pembangkit listrik tenaga uap yang mempergunakan condensing turbin, maka uap bekas dari turbin akan dimasukkan kedalam kondensor, lalu diembunkan menjadi kondensat.
b. Chiller, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan fluida sampai pada temperatur yang rendah. Temperatur fluida hasil pendinginandidalam chiller yang lebih rendah bila dibandingkan dengan fluida pendinginan yang dilakukan dengan pendingin air. Untuk chiller ini media pendingin biasanya digunakan amoniak atau Freon. Salah satu contohmya adalah water – cooled chiller yang dapat dilihat pada gambar 2.1
Gambar 2.1 :Water – Cooled Chiller
Sumber: : http://img.archiexpo.com/images_ae/photo-g/water-cooled-chiller-49317-1533487.jpg
c. Cooler, alat penukar kalor ini digunakan untuk mendinginkan cairan atau gas dengan mempergunakan air sebagai media pendingin. Disini tidak terjadi perubahan fasa, dengan perkembangan teknologi dewasa ini maka pendingin coler mempergunakan media pendingin berupa udara dengan bantuan fan (kipas).
(3)
d. Evaporator, alat penukar kalor ini digunakan untuk penguapan cairan menjadi uap. Dimana pada alat ini menjadi proses evaporasi (penguapan) suatu zat dari fasa cair menjadi uap. Yang dimanfaatkan alat ini adalah panas latent dan zat yang digunakan adalah air atau refrigerant cair.
e. Reboiler, alat penukar kalor ini berfungsi mendidihkan kembali (reboil) serta menguapkan sebagian cairan yang diproses. Adapun media pemanas yang sering digunakan adalah uap atau zat panas yang sedang diproses itu sendiri. Hal ini dapat dilihat pada penyulingan minyak pada gambar 2.1, diperlihatkan sebuah reboiler dengan mempergunakan minyak (665 °F) sebagai media penguap, minyak tersebut akan keluar dari boiler dan mengalir didalam tube.
Gambar 2.2 :Thermosiphon Reboiler [5]
Sumber :Kister, Henry Z
f. Heat Exchanger, alat penukar kalor ini bertujuan untuk memanfaatkan panas suatu aliran fluida yang lain. Maka akan terjadi dua fungsi sekaligus, yaitu:
1. Memanaskan fluida
(4)
Suhu yang masuk dan keluar kedua jenis fluida diatur sesuai dengan kebutuhannya. Pada gambar diperlihatkan sebuah heat exchanger, dimana fluida yang berada didalam tube adalah air, disebelah luar dari tube fluida yang mengalir adalah gas buangan yang semuanya berada didalam shell.
Gambar 2.3 : Konstruksi Heat Exchanger
Sumber :http://www.abprogetti.com/heat-exchangers.html
2.3 Klasifikasi Alat Penukar Kalor
1. Klasifikasi berdasarkan proses perpindahan panas a. Tipe kontak tidak langsung
1. Tipe dari satu fase 2. Tipe dari banyak fase
3. Tipe yang ditimbun (storage type) 4. Tipe fluidized bed
b. Tipe kontak langsung 1. Immiscible fluids 2. Gas liquid 3. Liquid vapor
2. Klasifikasi berdasarkan jumlah fluida yang mengalir a. Dua jenis fluida
b. Tiga jenis fluida
c. N – Jenis fluida (N lebih dari tiga)
3. Klasifikasi berdasarkan kompaknya permukaan
(5)
b. Tipe penukar kalor yang tidak kompak, Density luas permukaan < 700 m 4. Klasifikasi berdasarkan mekanisme perpindahan panas
a. Dengan cara konveksi, satu fase pada kedua sisi alirannya
b. Dengan cara konveksi pada satu sisi aliran dan pada sisi yang lainnya terdapat cara konveksi 2 aliran
c. Dengan cara konveksi pada kedua sisi alirannya serta terdapat 2
passaliran masingmasing
d. Kombinasi cara konveksi dan radiasi 5. Klasifikasi berdasarkan konstruksi
a. Konstruksi tubular (shell and tube) 1. Tube ganda (double tube)
2. Konstruksi shell and tube, Sekat plat (plate baffle), Sekat batang (rod
baffle)
3. Konstruksi tube spiral b. Konstruksi tipe pelat
1. Tipe pelat 2. Tipe lamella 3. Tipe spiral 4. Tipe pelat koil
c. Konstruksi dengan luas permukaan diperluas (extended surface) 1.Sirip pelat (plate fin)
2. Sirip tube (tube fin) 3.Heat pipe wall
4.Ordinary separating wall d. Regenerative
1. Tipe rotary
2. Tipe disk (piringan) 3 Tipe drum
4. Tipe matrik tetap
6. Klasifikasi berdasarkan pengaturan aliran a. Aliran dengan satu pass
(6)
2.Aliran Paralel 3.Aliran Melintang 4.Aliran Split
5.Aliran yang dibagi (divided)
b. Aliran multipass
a. Permukaan yang diperbesar (extended surface) 1.Alirancounter menyilang
2.Aliran paralel menyilang 3.Alirancompound
b. Multipass plat
Perlu diketahui bahwa untuk alat-alat ini terdapat suatu terminologi yang telah distandarkan untuk menamai alat dan bagian-bagian alat tersebut yang dikeluarkan oleh Asosiasi pembuat Heat Exchanger yang dikenal dengan Tubular
Exchanger Manufacture’s Association (TEMA). Standarisasi tersebut bertujuan
untuk melindungi para pemakai dari bahaya kerusakan atau kegagalan alat, karena alat ini beroperasi pada temperatur dan tekanan yang tinggi.
Didalam standar mekanik TEMA, terdapat dua macam kelas heat Exchanger, yaitu :
1. Kelas R, yaitu untuk peralatan yang bekerja dengan kondisi berat, misalnya untuk industri minyak dan kimia berat.
2. Kelas C, yaitu yang dibuat untuk general purpose, dengan didasarkan pada segi ekonomis dan ukuran kecil, digunakan untuk proses-proses umum industri.
Berikut ini akan dijelaskan beberapa alat penukar kalor yang umum digunakan dalam dunia industri :
1. Concentric Tube Heat Exchanger (Double Pipe)
Double pipe heat exchanger atau consentric tube heat exchanger yang
ditunjukkan pada gambar 1 di mana suatu aliran fluida dalam pipa seperti pada gambar 1 mengalir dari titik A ke titik B, dengan space berbentuk U yang mengalir di dalam pipa. Cairan yang mengalir dapat berupa aliran cocurrent atau
countercurrent. Alat pemanas ini dapat dibuat dari pipa yang panjang dan
(7)
exchangermerupakan
yang kecil.
Gam
content/uploads/201
Sumber : http://sur
Exchanger ini menye temperature crossing
yang moderat (range dalam :
- Single tube (d (multitube),
- Bare tubes, fin
- Straight tubes,
- Fixed tube she Double pipe heat exc
dipasang pada pipe-fi panas yang besar.Uku berikut :
an alat yang cocok dikondisikan untuk aliran de
ambar 2.4 : Aliran double pipe heat exchanger Sumber :http://www.engineeringexcelspread 2011/08/double-pipe-heat-exchanger_counterflo
Gambar 2.5 :Hairpin heat exchanger suryamanikam.com/products/peerless-mfg-co/h
alco
yediakan true counter current flow dan cocok
ing, tekanan tinggi dan rendah untuk kebutuha ge surface area: 1 – 6000 ft2). Hairpin heat exc
(double pipe) atau berbagai tabung dalam sua
finned tube, U-Tubes, es,
sheets
exchanger sangatlah berguna karena ini bisa fitting dari bagian standar dan menghasilkan
kuran standar dari tees dan return head diber
dengan laju aliran
eadsheets.com/wp-rflow-w-temps.jpg
o/heat-exchangers-co-and-bos-hatten/
cok untuk extreme uhan surface area
exchanger tersedia
suatu hairpin shell
isa digunakan dan an luas permukaan berikan pada tabel
(8)
Tabel 2.1 :Double Pipe Exchanger fittings
Outer Pipe, IPS Inner Pipe, IPS
3 2½ 3 4
1¼ 1¼ 2 3
Sumber : http://www.hed-inc.com/brochure.jpg
Double pipe exchangers biasanya dipasang dalam 12-, 15- atau 20-ft Panjang
efektif, panjang efektif dapat membuat jarak dalam each leg over di mana terjadi perpindahan panas dan mengeluarkan inner pipe yang menonjol melewati the
exchanger section.
Susunan dari concentric tube ditunjukan pada gambar di bawah ini. Aliran dalam type heat exchanger dapat bersifat cocurrent atau counter current dimana aliran fluida panas ada padainner pipe dan fluida dingin padaannulus pipe.
Gambar 2.6 : Double pipe heat exchanger aliran cocurrent dan counter current[9] Sumber : Cengel Pada susunan cocurrent maka fluida di dalam tube sebelah dalam (inner tubes) maupun yang di luar tube (dalam annulus), artinya satu lintasan tanpa cabang. Sedangkan pada aliran countercurrent, di dalam tube sebelah dalam dan fluida di
(9)
dalam annulus masing-masing mempunyai cabang seperti terlihat pada gambar 2.6 dan gambar 2.7.
Gambar 2.7 :Double-pipe heat exchangers in series
Sumber :http://1.bp.blogspot.com/-K4OCOtgarm0/Ux_j1-uvn-I/AAAAAAAAAE0/8fS3M6_Otp4/s1600/2.jpg
Gambar 2.8 :Double-pipe heat exchangers in series–parallel
Sumber:http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://byo.com/images/stories/ju ne13byo/finished%252520project.JPG&imgrefurl=http://byo.com/color/item/284 9-double-pipe Keuntungan dan kerugian penggunaan double pipe heat exchanger:
a) Keuntungan
1. Penggunaan longitudinal tinned tubesakan mengakibatkan suatu heat
exchanger untuk shell sides fluids yang mempunyai suatu low heat transfer coefficient.
(10)
2. Counter current flow mengakibatkan penurunan kebutuhan surface area permukaan untuk service yang mempunyai suatu temperature cross.
3. Potensi kebutuhan untuk ekspansi joint adalah dihapuskan dalam kaitan dengan konstruksi pipa-U.
4. Konstruksi sederhana dalam penggantian tabung dan pembersihan.
b) Kerugian
1. Bagian hairpin adalah desain khusus yang mana secara normal tidak dibangun untuk 14ndustry standar dimanapun selain ASME code.
2. Bagian multiple hairpin tidaklah selisih secara ekonomis bersaing dengan single shell dan tube heat exchanger.
3. Desain penutup memerlukan gasket khusus.
2. Shell And Tube Heat Exchanger
Shell and tube heat exchanger biasanya digunakan dalam kondisi tekanan
relatif tinggi, yang terdiri dari sebuah selongsong yang di dalamnya disusun suatu
annulus dengan rangkaian tertentu (untuk mendapatkan luas permukaan yang
optimal). Fluida mengalir di selongsong maupun di annulus sehingga terjadi perpindahan panas antara fluida dengan dinding annulus misalnya triangular
pitch(Pola segitiga) dan square pitch(Pola segiempat).
Gambar 2.9 :Bentuk susunan tabung [4]
(11)
Keuntungan square pitch adalah bagian dalam tube-nya mudah dibersihkan dan
pressure drop-nya rendah ketika mengalir di dalamnya (fluida)
Gambar 2.10 :Shell and tube heat exchanger[4]
Sumber: Incropera
Keuntungan dari shell and tube:
1. Konfigurasi yang dibuat akan memberikan luas permukaan yang besar dengan bentuk atau volume yang kecil.
2. Mempunyai lay-out mekanik yang baik, bentuknya cukup baik untuk operasi bertekanan.
3. Menggunakan teknik fabrikasi yang sudah mapan (well-astablished). 4. Dapat dibuat dengan berbagai jenis material, dimana dapat dipilih jenis
material yang digunakan sesuai dengan temperatur dan tekanan operasi. 5. Mudah membersihkannya.
6. Prosedur perencanaannya sudah mapan (well-astablished). 7. Konstruksinya sederhana, pemakaian ruangan relatif kecil.
8. Pengoperasiannya tidak berbelit-belit, sangat mudah dimengerti (diketahui oleh para operator yang berlatar belakang pendidikan rendah).
9. Konstruksinya dapat dipisah-pisah satu sama lain, tidak merupakan satu kesatuan yang utuh, sehingga pengangkutannya relatif gampang
Kerugian penggunaan shell and tube heat exchanger adalah semakin besar jumlah lewatan maka semakin banyak panas yang diserap tetapi semakin sulit perawatannya
(12)
3. Plate Type Heat Exchanger
Plate type heat exchanger terdiri dari bahan konduktif tinggi seperti stainless steel atau tembaga. Plate dibuat dengandesign khusus dimana tekstur permukaan plate saling berpotongan satu sama lain dan membentuk ruang sempit antara dua plate yang berdekatan. Jika menggabungkan plate-plate menjadi seperti
berlapis-lapis, susunan plate-plate tersebut tertekan dan bersama-sama membentuk saluran alir untuk fluida. Area total untuk perpindahan panas tergantung pada jumlah
plate yang dipasang bersama-sama seperti gambar dibawah
Gambar 2.11 :Plate type heat exchanger dengan aliran countercurrent Sumber :http://www.sptc.us/files/photo/3012141419921048567837018.jpg
4. Jacketed Vessel With Coil and Stirrer
Unit ini terdiri dari bejana berselubung dengan coil dan pengaduk, tangki air panas, instrumen untuk pengukuran flowrate dan temperatur. Fluida dingin dalam
vessel dipanaskan dengan mengaliri selubung atau koil dengan fluida panas.
Pengaduk dan baffle disediakan untuk proses pencampuran isi vessel. Volume isi tangki dapat divariasikan dengan pengaturan tinggi pipa overflow. Temperatur diukur pada inlet dan outlet fluida panas, vessel inlet dan isi vessel
(13)
Gambar 2.12 : Skema Dari Jacketed Vessel With Coil And Stirrer
Sumber :http://img.tradeindia.com/fp/1/418/239.jpg 2.4 Jenis-Jenis Perpindahan Panas
2.4.1 Konduksi
Terdapat sebuah batang silinder dengan material tertentu diisolasi pada sisi terluarnya dan pada kedua ujung permukaannya memiliki suhu yang berbeda yakni T1>T2 . Perbedaan temperatur tersebut menyebabkan
perpindahan panas secara konduksi pada arah x positif. Dapat diukur laju perpindahan panas qx, dan dapat ditentukan qx bergantung pada
variabel-variabel berikut : ∆T, yakni perbedaan temperatur ; ∆x, yakni panjang batang
; dan A, yakni luas penampang tegak lurus bidang.
Jika ∆T dan ∆x adalah konstan dan hanya memvariasikan A, maka dapat
dilihat bahwa qx berbanding lurus dengan A. Dengan cara yang sama, jika ∆T
dan A adalah konstan, dapat dilihat bahwa qx berbanding terbalik dengan ∆x.
Apabila A dan ∆x konstan, maka dapat dilihat bahwa qx berbanding lurus
dengan ∆T. Sehingga dapat disimpulkan bahwa qx ∞ A
∆
∆x (2.1)
Berikut ini adalah gambar perpindahan panas secara konduksi melalui sebuah percobaan.
(14)
Gambar 2.13 : Perpindahan Panas secara Konduksi [4]
Sumber : Incropera Dengan memperhatikan material batang, sebagai contoh plastik, akan ditemukan bahwa kesebandingan diatas adalah valid. Namun, juga ditemukan bahwa untuk nilai A,∆x,dan ∆Tyang sama, akan menghasilkan nilai qx yang lebih
kecil untuk plastik daripada bermaterial logam. Sehingga kesebandingan diatas dapat ditulis dalam bentuk persamaan dengan memasukkan koefisien yang dipengaruhi oleh material. Sehingga diperoleh,
qx = kA
∆
∆x (2.2)
k, adalah konduktivitas thermal (W/m.K), yang adalah merupakan sifat material
yang penting. Dengan menggunakan limit ∆x 0 didapatkan persamaan untuk
laju perpindahan panas,
qx = kA
dx (2.3)
atau persamaan flux panas menjadi, "= qx
A = - k dx
(2.4)
2.4.2 Konveksi
Ada beberapa mekanisme perpindahan panas yaitu konduksi, konveksi, dan radiasi. Konduksi dan konveksi adalah membutuhkan media perantara dalam proses perpindahan panasnya. Berbeda dengan konduksi, pada konveksi membutuhkan gerakan fluida untuk dapat memindahkan panas.
Penelitian menunjukkan bahwa perpindahan panas konveksi sangat bergantung pada sifat-sifat fluida seperti viskositas dinamis µ, konduktivitas
(15)
termal k, massa jenis ρ, dan spesifik panas Cp, dan dipengaruhi oleh
kecepatan fluida Ѵ. Konveksi juga bergantung pada bentuk dan kekasaran permukaan, dan bahkan juga dipengaruhi oleh tipe aliran seperti laminar atau turbulen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa perpindahan panas secara konveksi adalah kompleks karena bergantung pada banyak variabel. Oleh karena itu, konveksi adalah mekanisme perpindahan panas yang paling kompleks.
Gambar 2.14 : Pendinginan sebuah balok yang panas dengan konveksi paksa [9] Sumber : Cengel Meskipun konveksi adalah kompleks, setelah diamati bahwa laju perpindahan panas secara konveksi berbanding lururs dengan perbedaan temperatur dan dapat ditulis dengan Hukum Newton tentang pendinginan.
Qkonveksi = hAs (Ts - T∞) (2.5)
h merupakan koefisien perpindahan panas konduksi, As merupakan area
permukaan perpindahan panas, Ts merupakan temperatur permukaan benda, T∞ merupakan temperatur lingkungan sekitar benda.
2.4.3 Radiasi
Radiasi berbeda dengan mekanisme perpindahan panas secara konduksi dan secara konveksi. Perpindahan panas secara radiasi tidak membutuhkan kehadiran suatu material sebagai media perpindahan panas. Faktanya, energi yang ditransfer dengan radiasi adalah yang tercepat (secepat kecepatan cahaya) dan dapat terjadi pada ruangan vakum. Perpindahan panas secara konduksi dan konveksi terjadi dari temperatur yang tinggi ke temperatur yang
(16)
lebih rendah. Pada radiasi, perpindahan panas dapat terjadi pada 2 benda yang memiliki temperatur yang tinggi dan dipisahkan oleh benda yang memiliki temperatur yang lebih rendah.
Dengan menganggap permukaan benda yang kecil As, emisifitas ε, dan
kemampuan untuk menyerap α pada temperatur T yang terdiri dari
keisotermalan yang besar dalam bentuk yang tertutup pada benda
blackbody.Blackbody dapat didefenisikan sebagai pemancar dan penyerap
radiasi yang sempurna. Pada temperatur dan panjang gelombang tertentu, tidak ada permukaan yang dapat memancarkan energi yang lebih banyak daripada blackbody.Blackbody menyerap semua radiasi tanpa memperhatikan panjang gelombang dan arahnya. Blackbody juga memancarkan energi radiasi yang merata dalam segala arah dalam setiap unit area searah dengan arah emisi,yang disebut sebagai pemancar diffuse. Diffuse dapat diartikan sebagai arah yang bebas untuk berdiri sendiri. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut
Gambar 2.15 : Blackbody disebut sebagai pemancar dengan arah yang bebas [9] Sumber : Cengel Energi radisi yang dipancarkan oleh sebuah blackbody tiap satuan waktu dan tiap satuan luasan area ditetapkan secara eksperimental oleh Joseph Stefan pada tahun 1879 dan dapat dituliskan
Eb (T) = σT 4 (w/m2) (2.6) σ = 5,67 x 10-8 W/m2.K4 adalah konstanta Stefan-Boltzmann dan T adalah temperatur absolut dari suatu permukaan (K). Persamaan ini diverifikasi secara
(17)
teori pada tahun 1884 oleh Ludwig Boltzman. Eb merupakan kekuatan emisifitas blackbody.
2.5 Internal Flow (Aliran Dalam) 2.5.1 Aliran Di Dalam Pipa
Cairan atau gas yang melewati pipa atau duct biasanya digunakan dalam proses pemanasan ataupun pendinginan. Fluida yang digunakan dalam banyak aplikasi tersebut dipaksa untuk mengalir dengan menggunakan kipas ataupun pompa melalui sebuah pipa yang panjang yang diharapkan terjadi perpindahan panas. Pada aliran dalam dibatasi oleh luas permukaan bagian dalam pipa, dan terdapat batasan seberapa besar lapisan batas dapat berkembang. Aliran dalam adalah bukan aliran yang bebas sehingga kita membutuhkan suatu alternatif. Kecepatan fluida didalam pipa berubah dari nol pada permukaan karena tidak ada slip yang terjadi, sampai kecepatan maksimum pada pusat pipa. Disisi lain, sangat nyaman untuk menghitung dengan menggunakan kecepatan rata-rata u dengan asumsi bahwa aliran adalah inkompresibel pada saat luas permukaan pipa konstan.
Kecepatan rata-rata aktual pada saat kondisi pemanasan dan pendinginan dapat berubah karena perubahan massa jenis dengan temperatur. Secara praktis, kita menghitung sifat-sifat fluida pada temperatur rata-rata dan menganggapnya konstan. Persamaan untuk menghitung kecepatan rata-rata berasal dari hukum kekekalan massa, yakni
ṁ = ρuAc = Ac ρu(r,x)dAc (2.7)
ṁadalah laju aliran massa, ρadalah rapat massa, Ac adalah luas permukaan, dan u(r,x) adalah profil kecepatan. Sehingga kecepatan rata-rata untuk aliran
inkompresibel pada sebuah pipa dengan radius R adalah
u = Ac ρu(r,x)dAc
ρAc =
ρu(r,x)2rdr
0
ρR2 =
2
R2 0 u(r,x)rdr (2.8)
Aliran didalam pipa dapat berupa aliran laminar ataupun turbulen, bergantung pada kondisi aliran. Aliran fluida digambarkan dengan menggunakan garis arus dan pada kecepatan yang rendah terjadi aliran laminar, tetapi berubah menjadi aliran turbulen ketika kecepatannya meningkat melalui nilai kritis.
(18)
Transisi dari aliran laminar ke aliran turbulen tidak terjadi dalam waktu yang singkat, namun itu terjadi melalui rentang kecepatan yang fluktuatif diantara laminar dan turbulen sebelum aliran tersebut menjadi aliran yang turbulen. Kebanyakan aliran yang masuk kedalam pipa adalah turbulen. Aliran laminar terjadi ketika fluida yang mengalir memiliki viskositas yang tinggi seperti minyak yang mengalir didalam pipa yang memiliki diameter yang kecil, ataupun pada jarak yang dekat. Untuk aliran didalam pipa yang memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold didefenisikan sebagai
Re =
μ = v (2.9)
u adalah kecepatan rata-rata fluida, D adalah diameter pipa, dan v adalah
viskositas kinematik fluida.
Untuk aliran yang mengalir pada pipa yang tidak memiliki penampang lingkaran, bilangan Reynold bergantung pada diameter hidraulik Dhyang didefenisikan
sebagai
Dh = 4Ac
p (2.10)
p adalah keliling penampang pipa. Dengan menghitung bilangan Reynold, dapat
ditentukan jenis aliran yang terjadi
Re < 2300 aliran laminar 2300 ≤ Re ≤ 10000 aliran transisi
Re > 10000 aliran turbulen
Ketika perbedaan temperatur antara permukaan pipa dengan fluida kerja besar, sangat penting untuk menghitung variasi kekentalan dengan temperatur. Bilangan Nusselt rata-rata untuk aliran laminar yang berkembang pada sebuah pipa berpenampang lingkaran dapat ditentukan dengan persamaan Sieder dan Tate (1936) yakni
Nu = 1,86 Re Pr D
L
%
&/( μb
μs
%
0,14
(2.11)
Semua sifat fluida dihitung pada temperatur rata-rata fluida, kecuali µsdihitung
(19)
Untuk aliran turbulen berkembang penuh didalam pipa yang halus, sebuah persamaan sederhana untuk menghitung bilangan Nusselt dapat diperoleh yakni
Nu = 0,023 Re0,8 Pr1/3 (2.12)
dengan syarat bahwa : 0,7 ≤ Pr ≤ 160 Re > 10000
Persamaan diatas disebut Persamaan Colburn. Keakurasian persamaan diatas dapat ditingkatkan dengan memodifikasinya menjadi
Nu = 0,023 Re0,8 Pr n (2.13)
Untuk proses pemanasan digunakan n = 0,4 dan untuk proses pendinginan digunakan n = 0,3. Persamaan ini disebut Persamaan Dittus-Boelter (1930) dan persamaan ini lebih baik daripada persamaan Colburn.
2.5.2 Aliran Di Dalam Annulus Pipa
Beberapa peralatan pemindah panas terdiri dari dua pipa sepusat, yang biasanya disebut alat penukar kalor pipa ganda. Pada alat tersebut, salah satu fluida mengalir didalam pipa sedangkan fluida yang lainnya mengalir didalam ruang annulus. Persamaan pembentuk untuk kedua aliran adalah identik.
Dengan menganggap diameter dalam Di dan diameter luar Do, diameter
hidraulik annulus adalah
Dh = 4Ac
p =
4(Do2 – Di2)
(Do + Di) = Do - Di (2.14)
Pada alat penukar kalor tabung sepusat ini terdapat dua bilangan Nusselt, yakni pada permukaan dalam pipa Nui dan pada permukaan dalam pipa Nuo.
Bilangan Nusselt untuk aliran laminar yang berkembang penuh dengan permukaan yang temperaturnya konstan dan permukaan luarnya diisolasi, dapat dilihat pada tabel berikut :
(20)
Tabel 2.2 : Bilangan Nusselt untuk aliran laminar berkembang penuh didalam annulus dengan salah satu permukaan pipa isotermal dan permukaan lainnya adiabatik
Di/Do Nui Nuo
0 - 3,66
0,05 17,46 4,06
0,10 11,56 4,11
0,25 7,37 4,23
0,50 5,74 4,43
1,00 4,86 4,86
Sumber : Cengel Jika bilangan Nusselt diketahui, koefisien perpindahan panas untuk permukaan pipa bagian dalam dan bagian luar dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
Nui=
hiDh
k (2.15)
Nuo=
ho Dh
k 2.16)
2.6 Koefisien Perpindahan Panas Menyeluruh
Sebuah alat penukar kalor terdiri dari 2 fluida yang mengalir yang dipisahkan oleh sebuah dinding yang solid. Pertama sekali panas dipindahkan dari fluida panas ke dinding melalui konveksi, kemudian melewati dinding melalui konduksi, dan dari dinding ke fluida dingin lagi melalui konveksi. Efek radiasi apapun biasanya termasuk didalam koefisien perpindahan panas konveksi. Jaringan tahanan panas dihubungkan dengan proses perpindahan panas ini yang terdiri dari dua tahanan panas konveksi dan satu tahanan panas konduksi seperti yang ditunjukkan oleh gambar berikut
(21)
Gambar 2.20 : Jaringan tahanan panas yang dihungkan dengan alat penukar kalor tabung sepusat
Sumber : Cengel
Huruf kecil i dan o adalah permukaan dalam dan permukaan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung sepusat, Ai = DiL dan Ao = DoL, sehingga tahanan
termal dinding tabung adalah
Rdinding =
ln(Do/Di)
2kL
(
2.17)Gambar 2.21 : Dua luasan area alat penukar kalor untuk dinding tabung yang tipis
Di ≈Do dan Ai ≈Ao
Sumber : Cengel
k adalah konduktivitas termal dinding dan L adalah panjang tabung. Sehingga
tahanan termal total menjadi
R = Rtotal = Ri + Rdinding + Ro =
1
hi Ai
+ ln(Do/Di)
2kL +
1
ho Ao
(22)
Dalam menganalisis alat penukar kalor, sangat diperlukan untuk menggabungkan semua tahanan panas yang terjadi pada fluida panas sampai fluida dingin menjadi sebuah tahanan panas R, dan laju perpindahan panas diantara kedua fluida adalah
Q = ΔT
R= UA ∆T = UiAi∆T = UoAo ∆T (2.19)
U adalah koefisien perpindahan panas menyeluruh (W/m2°C). Rumus diatas menjadi :
1
UAs
= 1 Ui Ai
= 1 Uo Ao
= R = 1 hi Ai
+Rdinding +
1
ho Ao
(2.20)
Sebagai catatan bahwa UiAi = UoAo tetapi Ui ≠ Uo kecuali Ai = Ao
2.7 Faktor Kotoran ( Fouling Factor )
Penumpukan kotoran pada permukaan alat penukar kalor biasanya mengakibatkan performansi alat penukar kalor semakin menurun seirinng dengan bertambahnya waktu pemakaian sebagai akibat terjadinya. Lapisan kotoran tersebut menimbulkan hambatan tambahan pada proses perpindahan panas dan mengakibatkan penurunan laju perpindahan panas pada alat penukar kalor. Penumpukan kotoran pada alat penukar kalor disebut faktor kotoran Rfyang
menjadi ukuran dalam tahanan termal.
Faktor kotoran adalah nol untuk alat penukar kalor yang baru dan meningkat dengan meningkatnya lama pemakaian sehingga kotoran menempel pada permukaan alat penukar kalor. Faktor kotoran bergantung pada temperatur operasi dan kecepatan fluida, dan sebanding dengan panjang alat penukar kalor. Kotoran akan meningkat dengan meningkatnya temperatur dan menurunnya kecepatan.
Persamaan koefisien perpindahan menyeluruh telah diberikan sebelumnya yang berlaku untuk permukaan alat penukar kalor yang bersih. Persamaan sebelumnya perlu dimodifikasi sebagai efek dari kotoran pada permukaan dalam dan luar tabung. Untuk alat penukar kalor tabung cangkang yang tidak memiliki sirip, persamaan sebelumnya menjadi :
(23)
1
UAs
=
1 Ui Ai=
1Uo Ao
=
R = 1 hi Ai+Rf,i Ai
+ln(Do/Di)
2kL + Rf,o
Ao
+ 1 ho Ao
(2.21)
Ai = DiL dan Ao= DoL adalah luas area permukaan dalam dan luar alat penukar
kalor.
Rf,i dan Rf,o adalah faktor kotoran permukaan dalam dan luar alat penukar kalor.
Tabel 2.3 : Faktor kotoran untuk berbagai fluida [9]
Fluid Rr, m
2
, oC/W Distiled water, sea
water, river water, boiler feedwater: Below 50oC Above 50oC
0,0001 0,0002
Fuel oil 0,0009 Steam (oil free) 0,0001 Refrigerants
(liquid) 0,0002 Refrigerants
(vapor) 0,0004
Alcohol vapors 0,0001
Air 0,0004
Sumber : Cengel
2.8 Metode LMTD
Evaluasi performansi thermal sebuah alat penukar kalor pada keadaan tunak (steady)
a) Persamaan perpindahan panas lokal melalui elemen ds dari sebuah apk.
Jika Th dan Tc adalah suhu kedua fluida yang berada di elemen da dari
permukaan APK maka laju perpindahan panas diantara kedua fluida melalui elemen ds dituliskan dengan rumus
dq = U dA ( Th - Tc) (2.22)
Dimana :
dq = Laju perpindahan panas kedua fluida (W)
(24)
dA = luas penampang tabung (m2)
Th = Suhu fluida panas (°C)
Tc = Suhu fluida dingin (°C)
Gambar 2.18 distribusi suhu APK aliran sejajar
Sumber : Output Autocad 2007, Juni 2015
2.8.1 Metode LMTD Pada Aliran Paralel (Sejajar)
Metode ini dipakai dengan arah fluida panas dan fluida dingin pada arah yang sama. Artinya perpindahan panas antara kedua fluida di dalam APK sama besarnya baik ditinjau dari fluida panas atau pun dari fluida dingin. Sehingga didapatkan rumus dan dapat dituliskan sebagai berikut
dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (dtc) (2.23)
dimana : ṁh = laju aliran massa fluida panas (kg/s)
ṁc = laju aliran massa fluida dingin (kg/s)
Cph = panas jenis fluida panas (J/kg K)
Cpc = panas jenis fluida dingin (J/kg K)
Dari persamaan diatas dapat dilihat bahwa dTh< 0 dan dTc> 0
dan dituliskan sebagai berikut :
dTh = - ṁ 1
3453 ; dTc =
1
(25)
Kemudian persamaan diatas diturunkan, sehingga didapatkan :
dTh – dTc = d (Th – Tc) = -ṁ 1
3453 - 1
ṁ6786 (2.25)
dimana diketahui bahwa : 1
ṁ3783 = &
ṁ3783 dan
1 ṁ6786 =
&
ṁ6786 (2.26)
Lalu disubstitusikan persamaan 2.17 ke 2.16, maka akan didapatkan persamaan :
d (Th – Tc) = -dq ṁ &
3783 + &
ṁ6786% (2.27)
Kemudian mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.18, maka didapat:
d (Th – Tc) = -U dA ( Th - Tc) ṁ &
3783 + &
ṁ6786% (2.28)
setelah itu, persamaan 2.19 disederhanakan menjadi berikut: : (;< – ;>)
( ;< ? ;>) = - U dA ṁ3&783 + &
ṁ6786% (2.29)
Dengan mengintegralkan persamaan 2.20 dan menganggap bahwa U dan &
ṁ3783 + &
ṁ6786% adalah konstan dan batas integral ditunjukan pada gambar distribusi suhu maka didapatkan:
: (;< – ;>) ( ;< ? ;>)% 3@ 6@
3A 6A = −D
& ṁ3783 +
&
ṁ6786% EF G
H (2.30)
Maka hasil dari integral persamaan 2.21 didapat:
ln (Tho – Tco) – ln (Thi – Tci) = - U A ṁ &
3783 + &
ṁ6786% (2.31)
ln ;<I – ;>I
;<J – ;>J% = - U A & ṁ3783 +
&
ṁ6786% (2.32)
Berdasarkan neraca entalpi bahwa laju pindahan panas q :
(26)
ṁhCph = K
3A? 3@ ; ṁcCpc = K
6@? 6A (2.34)
dengan mensubstitusikan persamaan 2.25 ke 2.23 maka didapatkan
ln ;<I – ;>I
;<J – ;>J% = - U A 3A ? 3@ K + 6@
? 6A
K % (2.35)
q = U AL( 3A? 6A)?( 3@? 6@)
MNO3@PO6@O3APO6A Q (2.36)
Dimana berdasarkan gambar dari distribusi suhu :
∆Ta = RST− RUT (2.37)
∆Tb=RSV− RUV (2.38)
Jadi : q = U A∆;X?∆;Y
MN∆Z[∆ZY atau q = U A
∆;Y?∆;X
MN∆Z\∆ZX (2.39)
2.8.2 Metode LMTD Pada Aliran Berlawanan
Variasi dari temperatur fluida dingin dan fluida panas pada APK dengan arah aliran berlawanan ditunjukan pada gambar dibawah ini. Pada kasus ini fluida dingin dan panas mengalir pada arah yang berlawanan. Temperatur keluaran fluida dingin dapat melebihi temperatur keluaran fluida panas, namun hal seperti ini jarang dijumpai. Normalnya temperatur keluaran fluida dingin tidak melebihi temperatur keluaran fluida panas karena hal ini tidak sesuai dengan pernyataan hukum kedua dari temodinamika.
(27)
Gambar 2.19 distribusi suhu APK aliran berlawanan
Sumber : Output Autocad 2004, Mei 2015
Untuk temperatur masuk dan keluar fluida yang telah ditetapkan, harga dari LMTD untuk APK aliran berlawanan lebih besar dibandingkan dengan APK aliran sejajar dan untuk luasan pun APK aliran berlawanan lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan terlebih dahulu menentukan persamaan LMTD untuk aliran berlawanan berikut.
dq = ṁh Cph (-dTh) = ṁc Cpc (-dtc) (2.40)
pada persamaan 2.31 dapat dilihat bahwa nilai dari dTh dan dtc adalah
negatif hal ini berbeda dengan APK aliran sejajar maka dengan perbedaan tersebut dapat dilihat bahwa:
dTh = - ṁ ]
3453 ; dTc =-
]
ṁ6786 (2.41)
persamaan 2.32 kemudian diturunkan menjadi:
dTh – dTc = d (Th – Tc) = -ṁ ]
3453 - ]
ṁ6786 (2.42)
dimana berdasarkan persamaan 2.17 yang kemudian disubstitusikan ke persamaan 2.33, maka didapat:
(28)
d (Th – Tc) = -dq ṁ &
3783− &
ṁ6786% (2.43)
dan dengan mensubstitusikan persamaan 2.13 ke 2.34, didapat:
d(Th – Tc) =- U dA( Th - Tc) ṁ &
3783− &
ṁ6786% (2.44) : (;< – ;>)
( ;< ? ;>) = - U dA ṁ3&783− &
ṁ6786% (2.45)
Menurut neraca entalpi pada persamaan 2.23 dan 2.24 kemudian mengintegralkan persamaan 2.34 dengan menganggap U dan &
ṁ3783− &
ṁ6786% adalah konstan serta batas atas dan bawah yang ditunjukan pada gambar distribusi suhu APK aliran berlawanan maka didapat:
: (;< – ;>) ( ;< ? ;>)% 3@ 6A
3A 6^ =−D
& ṁ3783 +
&
ṁ6786% EF G
H (2.46) Maka hasil integral dari persamaan 2.37 didapat:
ln (Tho – Tci) – ln (Thi – Tco) = - U A ṁ &
3783− &
ṁ6786% (2.44) ln ;<I – ;>J
;<J – ;>I% = - U A ṁ3&783− &
ṁ6786% (2.47)
kemudian persamaan 2.39 diturunkan sehingga didapat:
ln ;<I – ;>J
;<J – ;>I% = -U A 3A ? 3@ K − 6@
? 6A
K % (2.48)
dengan mensubstitusikan persamaan 13 ke 28 maka didapat:
Q = U AL( 3@? 6A)?( 3A? 6@)
MNO3@PO6AO3APO6@ Q (2.49)
Berdasarkan gambar distribusi suhu:
∆Ta = RSV− RUT (2.50)
(29)
Dimana :
RSV = Suhu panas keluar (℃) RST = Suhu panas masuk (℃) RUV = Suhu dingin keluar (℃) RUT= Suhu dingin masuk (℃) Jadi : q = U A∆;X?∆;Y
MN∆Z[∆ZY atau q =U A
∆;Y?∆;X
MN∆ZX∆Z\ (2.50)
Berdasarkan penurunan rumus yang telah dibahas sebelumnya maka didapat:
LMTD = = ∆;X?∆;Y
MN∆Z[∆ZY =
∆;Y?∆;X
MN∆Z\∆ZX (2.52)
Untuk aliran sejajar : ∆Ta = RST − RUT ; ∆Tb = RSV − RUV (2.53) Untuk aliran berlawanan : ∆Ta = RSV − RUT ; ∆Tb = RST − RUV (2.54) Catatan:
Analisis diatas dibuat berdasarkan hipotesa berikut :
1. Panas jenis fluida dianggap konstan saat melewati APK. Dalam perhitungan praktis dicari panas jenis fluida pada suhu rata-rata didalam APK. Hal ini tidak jauh beda dengan kondisi sebenarnya. 2. Koefisien perpindahan panas menyeluruh U dianggap konstan
untuk sepanjang permukaan APK.
3. Jika ∆Ta tidak berbeda lebih dari 50% dari ∆Tb, maka LMTD dapat ∆TRL dapat diganti dengan ∆Tr aritmetik. Kesalahannya hanya dibawah 1%.
4. ∆TRL atau LMTD dapat juga dihitung dengan menggunakan grafik sebgai fungsi ∆Ta dan ∆Tb
5. APK aliran berlawanan lebih efektif dibandingkan APK aliran sejajar.
(30)
Pada pembahasan sebelumnya telah disinggung mengenai luas APK aliran sejajar yang lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar. Hal ini dapat dibuktikan dengan menganggap bahwa koefisien pindahan panas menyeluruh konstan nilai dari panas jenis fluida yang digunakan dan suhu masukkan dan keluaran kedua fluida baik fluida dingin maupun panas dianggap sama. Sebagai contoh temperatur fluida panas masuk dan keluaran berturut-turut adalah 180oC dan 100oC sedangkan temperatur fluida dingin masuk dan keluar berturut-turut adalah 40oC dan 80oC, maka dapat dilihat bahwa:
`MTabN Gcdbdba
bMTabN ecaMbfbNbN = gg= b ∆ hi be b ∆ hi bG
Dengan menghitung dari nilai dari masing-masing D F ∆R j pada setiap aliran maka didapat:
`Yk ∆ hi bG `YX ∆ hi be= 1 `Yk
`YX = ∆ hi bG ∆ hi be `Yk
`YX = lm,(& n&,nl `Yk
`YX = 1,27
Maka didapat perbandingannya yaitu:
Aas = 1,27Aab
dari perbandingan diatas dapat disimpulkan bahwa luas apk yang dibutuhkan untuk kondisi yang sama namun konfigurasi yang berbeda maka harga luas yang didapat pun berbeda. Dari perhitungan diatas didapat harga luas APK aliran berlawan jauh lebih kecil dibandingkan dengan APK aliran sejajar.
Untuk beberapa aliran, LMTD atau ∆R j perlu dikoreksi dengan mengalikannya dengan faktor koreksi F. aliran menyilang dalam hal ini yang
(31)
perlu dikalikan dengan factor koreksi f. sehingga untuk rumus perpindahan panas yang terjadi di dalam APK menjadi:
Q = U A F ∆R j (2.55)
Dimana harga F didapat melalui grafik fungsi P dan R:
P = oV?oT T?oT ; R = oV?oTT? V = (ṁ78)o(ṁU8) (2.56) Dimana:
Ti = suhu fluida masuk cangkang (℃ ) To= suhu fluida keluar cangkang (℃ ) ti = suhu fluida masuk tabung (℃ ) to= suhu fluida keluar tabung (℃ ) 2.9Metode NTU
Metode perhitungan dengan LMTD dapat digunakan bila keempat suhu dari 2 fluida diketahui, yaitu fluida masuk (fluida panas dan dingin), suhu fluida keluar (fluida panas dan dingin). Tetapi sering dalam persoalan APK yang diketahui suhu fluida panas dan dingin yang masuk. Maka dari itu digunakan metode NTU yang diperkenalkan oleh Nusselt.
Dalam hal ini diperkenalkan notasi dari keefektifan APK yang didefinisikan sebagai berikut:
Perpindahan laju pindahan panas real dengan perpindahan panas maksimum secara teori dapat terjadi dengan kondisi fluida masuk sama ke dalam APK (fluida, kapasitas, suhu sama)
Atau secara matematis dapat dituliskan sebagai berikut:
E = ]acbM
(32)
Gambar 2.20 distribusi suhu pada APK aliran sejajar
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Gambar 2.21 ∆Tmax saat Tco mendekati Thi
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Gambar 2.22 ∆Tmax saat Tho mendekati Tci
Sumber : Output Autocad 2007, Februari 2015
Dalam APK aliran sejajar, ∆Tmax tidak pernah tercapai. ∆Tmax tercapai untuk aliran berlawanan, dimana pada gambar B Tco mendekati Thi dan untuk gambar
(33)
C Tho mendekati Tci. Kemudian perkalian antara laju aliran massa dengan panas jenis disebut kapasitas panas yang dinotasikan dengan C.
C = ṁ.Cp (2.58)
Untuk kapasitas fluida panas dituliskan:
ṁh . Cph = Ch (2.59)
dan untuk kapasitas fluida dingin dituliskan:
ṁc . Cpc = Cc (2.60)
perpindahan panas maksimum yang terjadi berdasarkan teori dihitung dengan menggunakan rumus
qmax = (ṁ.Cp) min (Thi-Tci) (2.61)
Dimana :
qmax= Perpindahan panas maksimum (W)
ṁ = massa persatuan waktu ( Kg/s) r8sAt = Kapasitas panas minimum (
u qv℃) Thi = Suhu panas masuk (℃)
Tci = Suhu dingin masuk (℃)
Maka berdasarkan persamaan yang telah dituliskan keefektifan APK menjadi:
E = ṁ3U53( 3A? 3@)
wṁU5xpTN ( 3A? 6A) dan E =
ṁ6U56( 6@? 6A)
wṁU5xpTN ( 3A? 6A) (2.61)
Bila (ṁ.Cp)min = ṁh.Cph , maka keefektifan E menjadi,
E = 3A? 3@
6@? 6A (2.62)
(34)
E = 6@? 6A
3A? 3@ (2.63)
Sehingga dengan mengetahui keefektifan E dari APK, maka didapatkan laju pindahan panas Q,
q = E Cmin (Thi-Tci) dimana Cmin = (ṁ Cp)min (2.64)
2.8.1 Keefektifan APK Aliran Berlawanan
Pada saat dibahas metode perhitungan APK dengan metode LMTD, didapatkan persamaan yaitu:
ln ;<I – ;>I
;<J – ;>J% = - U a & ṁ3783−
&
ṁ6786% (2.65)
dimana Ch = ṁSryS dan Cc = ṁUryU maka didapatkan
ln ;<I – ;>I
;<J – ;>J% = - U a & z<−
&
z>% (2.66) ;<I – ;>I
;<J – ;>J% = { ? | } ~
•€? ••~% (2.67)
Sebelumnya telah diketahui bahwa,
dq = U dA ( Th - Tc) (2.68)
berdasarkan neraca entalpi bahwa dq adalah: dTh = - ṁ K
3453 ; dTc =
K
ṁ6786 (2.69) q = ṁh Cph (Thi – Tho) = ṁc Cpc (Tco – Tci) (2.70)
Dengan mensubstitusikan Ch dan Cc maka didapatkan,
Ch(Thi – Tho) = Cc(Tco – Tci) (2.71)
Tco = Tci + z>z<(Thi – Tho) (2.72)
Persamaan diatas diselesaikan dengan manipulasi matematika, dimana pada ruas kiri dan kanan masing-masing ditambahkan Tho-Tho dan Thi-Thi. maka didapatkan,
(35)
Tco + Tho - Tho = Tci + Thi –Thi + z<
z>(Thi – Tho) (2.73)
Dengan menyusun kembali persamaan diatas maka didapatkan, -(Tho – Tco) + Tho = -( Thi – Tci)+ Thi + z<
z>(Thi – Tho) (2.74)
-(Tho – Tco) = -( Thi – Tci) + Thi –Tho + z<
z>(Thi – Tho) (2.75)
Dengan membagi persamaan diatas dengan -(Thi – Tci) maka didapatkan,
(;<I – ;>I)
(;<J – ;>J) = 1 – ( ;<J –;<I)(;<J – ;>J) −z< z>(;<J – ;<I)(;<J – ;>J) (2.76) Diketahui bahwa : Ch = Cmin = ( ;<J –;<I)(;<J – ;>J)
Maka didapatkan, Exp ‚−ƒb
73 1 + 73
76%„ = 1 – E - z<
z> (E) (2.77) Exp ‚−ƒb
73 1 + 73
76%„ = 1 – E (1 + z<
z>) (2.78) Sehingga nilai E ( Efektivitas ) adalah:
E = &?…†‡ˆ? ‰Y
43 &Š 4346%‹
&Š •••€ˆ?‰Y43Œ&Š 4•43Ž‹ (2.79) Sedangkan untuk Cc = Cmin
Maka nilai E didapatkan,
E = &?…†‡ˆ? ‰Y
43Œ&Š 4346Ž‹
&Š •€••ˆ?‰Y43Œ&Š 4643Ž‹ (2.80) Maka dapat disimpulkan untuk nilai E dari aliran berlawanan yaitu :
E = &?…†‡ˆ? ‰Y
43 &Š 4sY•4sAt%‹
&Š 4sY•4sAtˆ?‰Y43 &Š 4sY•4sAt%‹ (2.81) Dimana:
E = Efektivitas
D• = Koefisien perpindahan panas menyeluruh (‘ p’℃) rS = Kapasitas panas pada fluida panas ( qvu ℃)
rpTN = Kapasitas panas minimum ( qvu ℃) rpb = Kapasitas panas maksimum ( u
(36)
Keefekt dengan bilangan t itu disebut dengan sebagai berikut,
Perbandinga hubungan dalam Perbandingan kap
Dapat dituli merupakan fungsi juga dituliskan seb
E = fun Adapun hub fungsi NTU dan c
Tabel 2.
ektifan dari sebuah alat penukar kalor mem n tanpa dimensi yaitu Ua/Cmin dimana bilangan
gan NTU atau Number of Tranfer Unit, bilanga
NTU = ƒb 7sAt =
ƒb (ṁ78)sAt
gan dari kapasitas panas atau Cmin/Cmax m penentuan nilai efektifitas dari ebuah alat apasitas panas dapat dituliskan sebagai berikut,
c = 7sAt 7sY•
uliskan juga bahwa efetifitas dari sebuah ala gsi dari NTU dan c dari sebuah alat penukar k sebagai berikut,
fungsi ƒb
(ṁ78)sAt, 7sAt
7sY•% = fungsi (NTU,c) hubungan antara alat efektifitas alat penuka n c dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
l 2.4 Hubungan efektifitas dengan NTU dan C [
S
emiliki hubungan gan tanpa dimensi ngan ini dituliskan
(2.82) ax juga memiliki lat penukar kalor. ut,
(2.83) alat penukar kalor
r kalor atau dapat
(2.84) kar kalor dengan
C [9]
(37)
Dengan melihat hubungan antara efektifitas sebagai fungsi dari NTU dan c, nilai dari efektifitas dapat ditentukan melalui grafik yang menunjukan hubungan tersebut.Adapun beberapa grafik efektifitas dari beberapa alat penukar kalor dpat dilihat dibawah ini.
Gambar 2.23 grafik efektifitas untuk aliran sejajar [9]
Sumber : Cengel
Gambar 2.24 grafik efektifitas untuk aliran berlawanan [9] Sumber : Cengel
(38)
2.10 Program Ansys 14.5
Program ANSYS adalah sebuah software analisis elemen hingga dengan kemampuan menganalisa dengan cakupan yang luas untuk berbagai jenis masalah ( Tim Langlais, 1999). ANSYS mampu memecahkan persamaan differensial dengan cara memecahnya menjadi elemen-elemen yang lebih kecil. Pada awalnya program ini bernama STASYS (Structural Analysis System), kemudian berganti nama menjadi ANSYS yang ditemukan pertama kali oleh Dr. John Swanson pada tahun 1970. ANSYS merupakan tujuan utama dari paket permodelan elemen hingga untuk secara numerik memecahkan masalah mekanis yang berbagai macam.Masalah yang ada termasuk analisa struktur statis dan dinamis (baik linear dan non-linear), distribusi panas dan masalah cairan, begitu juga dengan ilmu bunyi dan masalah elektromagnetik.Teknologi ANSYS mekanis mempersatukan struktur dan material yang bersifat non-linear.ANSYS multiphysic juga mengatasi masalah panas, struktur, elektromagnetik, dan ilmu bunyi.Program ANSYS dapat digunakan dalam teknik sipil, teknik listrik, fisika dan kimia.
Didalam program ansys 14.0 terdapat program Fluent yang digunakan untuk melakukan perhitungan secara simulasi. simulasi dengan menggunakan Fluent atau yang lebih dikenal yaitu CFD (computal fluid dynamic).
CFD adalah metode penghitungan, memprediksi, dan pendekatan aliran fluidasecara numerik dengan bantuan komputer. Aliran fluida dalam kehidupan nyata memiliki banyak sekali jenis dan karakteristik tertentu yang begitu kompleks, CFD melakukan pendekatan dengan metode numerasi serta menggunakan persamaan-persamaan fluida. Berikut ini beberapa contoh aliran fluida yang sering ditemui sehari-hari:
1. Bernafas, minum, pencernaan, mencuci, berenang merokok. 2. Laundry pakaian dan mengeringkannya.
3. Pemanas ruangan, ventilasi ruangan, memadamkan api dengan air. 4. Pembakaran bensin pada engine dan tentunya juga polusi.
5. Membuat sup, campuran minyak pada pembuatan plastik 6. Pesawat, parasut, berselancar, berlayar
(39)
CFD merupakan metode penghitungan dengan sebuah kontrol dimensi,luas dan volume dengan memanfaatkan bantuan komputasi komputer untuk melakukan perhitungan pada tiap-tiap elemen pembaginya. Prinsipnya adalah suatu ruang yang berisi fluida yang akan dilakukan penghitungan dibagi-bagi menjadi beberapa bagian, hal ini sering disebut dengan sel dan prosesnya dinamakan
meshing. Bagian-bagian yang terbagi tersebut merupakan sebuah kontrol
penghitungan yang akan dilakukan oleh aplikasi atau software. Kontrol-kontrol penghitungan ini beserta kontrol-kontrol penghitungan lainnya merupakan pembagian ruang yang disebutkan tadi atau meshing. Nantinya, pada setiap titik kontrol penghitungan akan dilakukan penghitungan oleh aplikasi dengan batasan domain dan boundary condition yang telah ditentukan. Prinsip inilah yang banyak dipakai pada proses penghitungan dengan menggunakan bantuan komputasi komputer. Contoh lain penerapan prinsip ini adalah Finite Element Analysis (FEA) yang digunakan untuk menghitung tegangan yang terjadi pada benda solid.
Sejarah CFD berawal pada tahun 60-an dan mulai terkenal pada tahun 70-an, awalnya pemakaian konsep CFD hanya digunakan untuk aliran fluida dan reaksi kimia, namun seiring dengan berkembangnya industri di tahun 90-an membuat CFD makin dibutuhkan pada berbagai aplikasi lain. Contohnya sekarang ini banyak sekali paket-paket software CAD menyertakan konsep CFD yang dipakai untuk menganalisa stress yang terjadi pada design yang dibuat. Pemakaian CFD secara umum dipakai untuk memprediksi:
1. Aliran dan panas. 2. Transfer massa.
3. Perubahan fasa seperti pada proses melting, pengembunan dan pendidihan.
4. Reaksi kimia seperti pembakaran. 5. Gerakan mekanis seperti piston dan fan. 6. Tegangan dan tumpuan pada benda solid. 7. Gelombang elektromagnet
CFD adalah penghitungan yang mengkhususkan pada fluida, mulai dari aliran fluida, heat transfer dan reaksi kimia yang terjadi pada fluida. Atas prinsip-prinsip
(40)
dasar mekanika fluida, konservasi energi, momentum, massa, serta species, penghitungan dengan CFD dapat dilakukan. Secara sederhana proses penghitungan yang dilakukan oleh aplikasi CFD adalah dengan kontrol-kontrol penghitungan yang telah dilakukan maka kontrol penghitungan tersebut akan dilibatkan dengan memanfaatkan persamaan-persamaan yang terlibat. Persamaan-persamaan ini adalah Persamaan-persamaan yang dibangkitkan dengan memasukkan parameter apa saja yang terlibat dalam domain. Misalnya ketika suatu model yang akan dianalisa melibatkan temperatur berarti model tersebut melibatkan persamaan energi atau konservasi dari energi tersebut. Inisialisasi awal dari persamaan adalah boundary condition. Boundary condition adalah kondisi dimana kontrol-kontrol perhitungan didefinisikan sebagi definisi awal yang akan dilibatkan ke kontrol-kontrol penghitungan yang berdekatan dengannya melalui persamaan-persamaan yang terlibat. Berikut ini skema sederhana dari proses penghitungan konsep CFD:
Gambar 2.25 Gambaran Umum Proses CFD
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
Hasil yang didapat pada kontrol point terdekat dari penghitungan persamaan yang terlibat akan diteruskan ke kontrol point terdekat lainnya secara terus menerus hingga seluruh domain terpenuhi. Akhirnya, hasil yang
(41)
didapat akan disajikan dalam bentuk warna, vektor dan nilai yang mudah untuk dilihat dengan konfigurasi jangkauan diambil dari nilai terbesar dan terkecil.
Secara umum proses penghitungan CFD terdiri atas 3 bagian utama:
1.Preposessor
2.Processor
3.Post processor
Prepocessor adalah tahap dimana data diinput mulai dari pendefinisian
domain serta pendefinisan kondisi batas atau boundary condition. Ditahap itu juga sebuah benda atau ruangan yang akan analisa dibagi-bagi dengan jumlah grid tertentu atau sering disebut juga dengan meshing. Tahap selanjutnya adalah processor, pada tahap ini dilakukan proses penghitungan data-data input dengan persamaan yang terlibat secara iteratif. Artinya penghitungan dilakukan hingga hasil menuju error terkecil atau hingga mencapai nilai yang konvergen. Penghitungan dilakukan secara menyeluruh terhadap volume kontrol dengan proses integrasi persamaan diskrit. Tahap akhir merupakan tahap postprocessor dimana hasil perhitungan diinterpretasikan ke dalam gambar, grafik bahkan animasi dengan pola-pola warna tertentu.
Hal yang paling mendasar mengapa konsep CFD (software CFD) banyak sekali digunakan dalam dunia industri adalah dengan CFD dapat dilakukan analisa terhadap suatu sistem dengan mengurangi biaya eksperimen dan tentunya waktu yang panjang dalam melakukan eksperimen tersebut. Atau dalam proses design engineering tahap yang harus dilakukan menjadi lebih pendek. Hal lain yang mendasari pemakaian konsep CFD adalah pemahaman lebih dalam akan suatu masalah yang akan diselesaikan atau dalam hal ini pemahaman lebih dalam mengenai karakteristik aliran fluida dengan melihat hasil berupa grafik, vektor, kontur dan bahkan animasi.
(42)
2.10.1 Persamaan-persamaan Konservasi
Dalam membuat model CFD diperlukan definisi dari model itu sendiri, apakah model tersebut memepertimbangkan faktor reaksi kimia, mass transfer, heat transfer atau hanya berupa aliran fluida non kompressible dan laminar. Definisi dari model sebenarnya adalah memilih persamaan mana yang akan diaktifkan dalam suatu proses CFD. Banyak sekali persamaan yang digunakan dalam konsep CFD secara umum karena semua persamaan tersebut merupakan pendekatan dari karakteristik fluida yang akan mendekatkannya pada kondisi real. Kembali ke CFD, berikut ini salah satu contoh persamaan-persamaan dasar yang terlibat dalam suatu aliran laminar tanpa melibatkan perpindahan kalor maupun spesies.
1. Persamaan Konservasi Massa
Persamaan konservasi massa atau persamaan kontinuiti yang digunakan dalam CFD adalah:
“ “o
+
“( )
“
+
“( ”) “•
+
“( f)
“–
= 0
(2.85)Dimana : — = Densitas
x,y,z = koordinat kartesian
u,v,w = komponen kecepatan vector pada sumbu x, y, z
Persamaan diatas merupakan persamaan umum dari konservasi massa dan valid untuk setiap aliran compressible dan incompressible.
2. Persamaan Konservasi Momentum
Persamaan konservasi momentum adalah persamaan yang mendefinisikan gerakan fluida ketika terjadi gaya-gaya pada partikel-partikelnya pada setiap elemen fluida yang didefiniskan di dalam model CFD. Untuk lebih jelasnya lihat gambar di bawah ini:
(43)
Gambar 2.26 Persamaan Konservasi Momentum
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
—˜ “™•• “ +
“š•› “• +
“œ• “– = —
“ “š+ •
“ “ + ž
“ “•+ Ÿ
“
“–% (2.86)
—˜•“™“•›+ “š“•››+ ““–œ›= — “”“š+ • ““”+ ž“”“•+ Ÿ“”“–% (2.87) —˜–“™“•œ+ “š“••œ+ ““–œœ= — “f“š + • “f“ + ž“f“• + Ÿ“f“–% (2.88) Dimana : gx,gy,gz = komponen dari percepatan gravitasi
— = densitas
x, y, z = loses kekentalan
Persamaan diatas adalah persamaan diferensial umum dari gerakan fluida. Kenyataannya persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk setiap continuum (solid atau fluid) ketika bergerak ataupun diam.
3. Persamaan Energi
Persamaan energi adalah persamaan yang digunakan untuk menganalisa setiap unsur energi yang terdapat pada suatu aliran.Dalam persamaan energi terdapat dua jenis compressible dan incompressible. Persamaan compressible energy yaitu:
(44)
“
“ow—r8RVx + “
“ w—r8RV¡ x + “
“•w—r8RV¡•x + “
“–w—r8RV¡–x = “ “ ¢ “ @ “ % + “ “• ¢ “ @ “•% + “ “– ¢ “ @
“–% + £¤+ ¥q+ ¦¤+ § +
Ҭ
“o (2.89)
Dimana : Cp = panas jenis
To = total temperatur
K = konduktivitas termal
WV = kerja kekentalan
QV = sumber panas volumetrik
Φ = kekentalan panas yang terjadi
Ek = energi kinetik
Persamaan incompressible energy yaitu: “
“ow—r8Rx + “
“ w—¡ r8Rx +
“
“•w—¡•r8Rx + “
“–w—¡–r8Rx = “ “ ¢ “ “ % + “ “• ¢ “ “•% + “ “– ¢ “
“–% + ¦¤ (2.90)
4. Boundary Conditions
Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada suatu daerah tertentu dengan keseimbangan antara aliran masuk dan keluar dan menentukan (secara kasar) efek-efek yang mempengaruhi aliran tersebut (seperti: gaya atau perubahan energi). Metode pertama adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah metode integral atau control volume. Boundary conditions adalah kondisi dari batasan sebuah kontrol volume tersebut. Dalam analisa menggunakan CFD seluruh titik dalam kontrol volume tersebut di cari nilainya secara
(45)
detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini, dengan memanfaatkan nilai-nilai yang telah diketahui pada boundary conditions. Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam, inlet dan oulet. Inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat dimana fluida memasuki domain (control volume) yang ditentukan. Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai dari kecepatan, komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variabel yang didefinisikan dan diextrapolasi dari titik atau sel sebelumnya. Di bawah ini salah satu contoh penerapan boundary conditions.
Gambar 2.27 Penerapan Boundary Condition
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/ 5.Solusi dari persamaan
Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui dimasukkan kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan operasi numerik. Ketika iterasi dimulai maka seluruh persamaan konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara bersamaan secara paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow charts dari salah satu aplikasi CFD (Fluent) dalam penyelesaian persamaan.
(46)
Gambar 2.28 Flowchart simulasi CFD
Sumber : Microsoft Visio,Juli 2015 2.11 Persamaan – Persamaan Yang Digunakan Dalam Perhitungan Teoritis
Sebelum menggunakan persamaan – persamaan di bawah,dimisalkan terlebih dahulu Tho dan Tco . Setelah itu, sifat – sifat termofisik kedua fluida pada
suhu – suhu tersebut dicari untuk dapat melengkapi penggunaan persamaan – persamaan di bawah.
ALIRAN DI PIPA DALAM (APK)
(47)
Re = ρ V D µ
ṁh = ρ Q
f = (0,790 ln Re – 1,64)-2
Nu = (f/8) (Re – 1000) Pr
1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)
hi =
k Nu D
ALIRAN DI ANNULUS
Q = A.V
Re = ρ V D µ
ṁc = ρ Q
Nu = (f/8) (Re – 1000) Pr
1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)
ho =
k Nu Dh
Rf,i= 0,0002 m2°C/W Rf,o= 0,0001 m2°C/W Ai = Di L
Ao = Do L
kpipa = 237 W/m.K (Pipa Aluminium)
1
UAs
=
1Ui Ai
=
1Uo Ao
=
R = 1hi Ai +Rf,i
Ai
+ln (Do/Di)
2kL +
Rf,o
Ao
+ 1
ho Ao U= 1
R As Ch= ṁh cp,h Cc= ṁc cp,c
(48)
- Jika Cc < Ch maka Cc menjadi Cmin Cmin
Cmax
= Ch Cc
= C
NTU = U A Cmin
ε=
1 - exp - NTUw1 - Cx% 1 - C ‚exp - NTUw1 - Cx%„
ε = (Th,i – Th,o)
(Th,i – Tc,i)
Ch(Th,i – Th,o)= Cc (Tc,o – Tc,i)
Setelah diperoleh Th,o dan Tc,o dilanjutkan kembali ke iterasi berikutnya
hingga Th,o dan Tc,o yang diandaikan mendekati atau sama dengan inputTh,o dan
(1)
Gambar 2.26 Persamaan Konservasi Momentum
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/
—˜ “™•• “ +
“š•› “• +
“œ• “– = —
“ “š+ •
“ “ + ž
“ “•+ Ÿ
“
“–% (2.86)
—˜•“™“•›+ “š“•››+ ““–œ›= — “”“š+ • ““”+ ž“”“•+ Ÿ“”“–% (2.87) —˜–“™“•œ+ “š“••œ+ ““–œœ= — “f“š + • “f“ + ž“f“• + Ÿ“f“–% (2.88) Dimana : gx,gy,gz = komponen dari percepatan gravitasi
— = densitas
x, y, z = loses kekentalan
Persamaan diatas adalah persamaan diferensial umum dari gerakan fluida. Kenyataannya persamaan tersebut dapat diaplikasikan untuk setiap continuum (solid atau fluid) ketika bergerak ataupun diam.
3. Persamaan Energi
Persamaan energi adalah persamaan yang digunakan untuk menganalisa setiap unsur energi yang terdapat pada suatu aliran.Dalam persamaan energi terdapat dua jenis compressible dan incompressible. Persamaan compressible energy yaitu:
(2)
“
“ow—r8RVx + “
“ w—r8RV¡ x + “
“•w—r8RV¡•x + “
“–w—r8RV¡–x = “ “ ¢ “ @ “ % + “ “• ¢ “ @ “•% + “ “– ¢ “ @
“–% + £¤+ ¥q+ ¦¤+ § + “¨
“o (2.89)
Dimana : Cp = panas jenis
To = total temperatur
K = konduktivitas termal WV = kerja kekentalan
QV = sumber panas volumetrik Φ = kekentalan panas yang terjadi Ek = energi kinetik
Persamaan incompressible energy yaitu:
“
“ow—r8Rx + “
“ w—¡ r8Rx + “
“•w—¡•r8Rx + “
“–w—¡–r8Rx = “ “ ¢ “ “ % + “ “• ¢ “ “•% + “ “– ¢ “
“–% + ¦¤ (2.90)
4. Boundary Conditions
Dalam menganalisa suatu aliran fluida terdapat dua metode yang dapat digunakan, yang pertama adalah mencari pola aliran secara detail (x, y, z) pada setiap titik atau yang kedua, mencari pola aliran pada suatu daerah tertentu dengan keseimbangan antara aliran masuk dan keluar dan menentukan (secara kasar) efek-efek yang mempengaruhi aliran tersebut (seperti: gaya atau perubahan energi). Metode pertama adalah metode analisa diferensial sedangkan yang kedua adalah metode integral atau control volume. Boundary conditions adalah kondisi dari batasan sebuah kontrol volume tersebut. Dalam analisa menggunakan CFD seluruh titik dalam kontrol volume tersebut di cari nilainya secara
(3)
detail, seperti yang telah di jelaskan di awal bab ini, dengan memanfaatkan nilai-nilai yang telah diketahui pada boundary conditions. Secara umum boundary conditions terdiri dari dua macam, inlet dan oulet. Inlet biasanya didefinisikan sebagai tempat dimana fluida memasuki domain (control volume) yang ditentukan. Berbagai macam kondisi didefinisikan pada inlet ini mulai dari kecepatan, komposisi, temperatur, tekanan, laju aliran. Sedangkan pada outlet biasanya didefinisikan sebagai kondisi dimana fluida tersebut keluar dari domain atau dalam suatu aplikasi CFD merupakan nilai yang didapat dari semua variabel yang didefinisikan dan diextrapolasi dari titik atau sel sebelumnya. Di bawah ini salah satu contoh penerapan boundary conditions.
Gambar 2.27 Penerapan Boundary Condition
Sumber : https://fauzanahmad.wordpress.com/ 5.Solusi dari persamaan
Setelah semua terdefinisi maka seluruh variabel yang diketahui dimasukkan kedalam persamaan dan diselesaikan menggunakan operasi numerik. Ketika iterasi dimulai maka seluruh persamaan konservasi yang didefinisikan diselesaikan secara bersamaan secara paralel. Disinilah peran komputer yang sebenarnya. Berikut ini flow charts dari salah satu aplikasi CFD (Fluent) dalam penyelesaian persamaan.
(4)
Gambar 2.28 Flowchart simulasi CFD
Sumber : Microsoft Visio,Juli 2015 2.11 Persamaan – Persamaan Yang Digunakan Dalam Perhitungan Teoritis
Sebelum menggunakan persamaan – persamaan di bawah,dimisalkan terlebih dahulu Tho dan Tco . Setelah itu, sifat – sifat termofisik kedua fluida pada
suhu – suhu tersebut dicari untuk dapat melengkapi penggunaan persamaan – persamaan di bawah.
ALIRAN DI PIPA DALAM (APK) Q = A.V
(5)
Re = ρ V D µ
ṁh = ρ Q
f = (0,790 ln Re – 1,64)-2
Nu = (f/8) (Re – 1000) Pr
1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)
hi = k Nu
D
ALIRAN DI ANNULUS Q = A.V
Re = ρ V D µ
ṁc = ρ Q
Nu = (f/8) (Re – 1000) Pr
1 + 12,7 (f/8)0,5 (Pr2/3 – 1)
ho = k Nu
Dh
Rf,i= 0,0002 m2°C/W Rf,o= 0,0001 m2°C/W Ai = Di L
Ao = Do L
kpipa = 237 W/m.K (Pipa Aluminium) 1
UAs
=
1 Ui Ai=
1 Uo Ao=
R = 1 hi Ai+Rf,i Ai
+ln (Do/Di) 2kL +
Rf,o
Ao
+ 1 ho Ao
U= 1 R As
Ch= ṁh cp,h Cc= ṁc cp,c
(6)
- Jika Cc < Ch maka Cc menjadi Cmin
Cmin
Cmax
= Ch
Cc
= C
NTU = U A
Cmin
ε=
1 - exp - NTUw1 - Cx% 1 - C ‚exp - NTUw1 - Cx%„
ε = (Th,i – Th,o) (Th,i – Tc,i)
Ch(Th,i – Th,o)= Cc (Tc,o – Tc,i)
Setelah diperoleh Th,o dan Tc,o dilanjutkan kembali ke iterasi berikutnya
hingga Th,o dan Tc,o yang diandaikan mendekati atau sama dengan inputTh,o dan