Kadar hs-CRP pada Pasien Dispepsia dengan Infeksi Helicobacter pylori Dibandingkan dengan tanpa nfeksi Helicobacter pyorii

4

BAB II
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.

Dispepsia
Kata dispepsia berasal dari bahasa Yunani yang terdiri dari dua

kata yaitu dys (jelek) dan peptein (pencernaan). Definisi dispepsia adalah
nyeri epigastrik yang persisten ataupun berulang atau rasa terbakar, atau
perasaan tak enak di perut seperti rasa penuh sehingga tidak mampu
menghabiskan makanan dengan porsi biasa, rasa terbakar di retrosternal,
terasa sampai ke leher (heartburn).9,10
Kejadian dispepsia pada orang dewasa sekitar 20-45%.11,12,13
Berdasarkan beberapa studi yang telah dilakukan, dilaporkan sekitar 29%
pasien tersebut terjadi simptom yang persisten dan rekuren selama tiga
bulan, sementara itu sekitar 34% dari populasi sampel tidak memiliki
gejala yang signifikan.12
Dispepsia bukanlah merupakan diagnosa, tetapi merupakan
simptom atau kompleks simptom yang berasal dari traktus gastrointestinal

bagian atas. Penyebab simptom ini biasanya tidak ganas, namun penyakit
serius

misalnya

kanker lambung

bisa juga

menjadi

salah

satu

penyebabnya.

2.1.2. Penyebab dispepsia
Sekresi asam memberi kontributor yang penting dalam timbulnya
dispepsia. Gangguan motilitas gastrointesitnal juga berperan dalam


Universitas Sumatera Utara

5

patogenesis dispepsia, namun bagaimana mekanisme terjadinya belum
jelas.11
Ada empat penyebab utama terjadinya dispepsia yaitu ulkus peptik
kronik, reflux gastroesofageal (dengan atau tanpa esofagitis), malignansi,
dan dispepsia fungsional. Simptom antara ulkus peptik dan dispepsia
fungsional sulit dibedakan, biasanya pada pemeriksaan non invasif
dispepsia fungsional tidak dijumpai infeksi HP dan tidak ada riwayat
pemakaian

obat-obat

anti

inflamasi


nonsteroid

(NSAID),

berarti

kemungkinan untuk ulkus peptik akan lebih jauh.14,15,16,17

2.1.3. Simptom
Berdasarkan komite penyelidikan klinik internasional (Rome III
Committee) menyatakan bahwa disebut dispepsia apabila ditemukan satu
atau lebih gejala berikut ini, yaitu rasa penuh setelah makan, tidak mampu
menghabiskan makanan dengan porsi biasa, nyeri epigastrik atau rasa
terbakar retrosternal.
Pemeriksaan diagnostik untuk dispepsia dapat dilakukan dengan
endoskopi gastrointestinal bagian atas, laboratorium, dan radiologi
menyatakan sekitar 40-60% berupa dispepsia fungsional, dan sisanya
masuk ke kelompok dispepsia struktural atau organik.18

Universitas Sumatera Utara


6

DISPEPSIA

DISPEPSIA ORGANIK



GERD



DISPEPSIA FUNGSIONAL

POSTPRANDIAL

SINDROMA

ULKUS PEPTIK


DISTRESS

NYERI



OBAT-OBATAN

SYNDROME

EPIGASTRIK



PENYAKIT
MALIGNANSI




LAIN-LAIN

Gb.2.1. Subgroup dispepsia menurut Rome III19

2.1.4. Dispepsia organik atau struktural
Ada tiga penyebab utama dispepsia organik atau struktural, yaitu
refluks gastroesofageal dengan atau tanpa esofagitis, ulkus peptik kronik
dan keganasan.19
Prevalensi terjadinya dispepsi pada refluks gastroesofageal sekitar
25%. 5-15% disebabkan oleh esofagitis erosiva yang terdeteksi dengan
endoskopi. Sekitar 5-15% pasien dispepsia disebabkan oleh ulkus peptik
20

,

sedangkan

keganasan

misalnya adenokarsinoma


gastrik atau

esofageal dijumpai kurang dari 2% dari seluruh pasien yang dirujuk ke
endoskopi untuk evaluasi dispepsianya.21

Universitas Sumatera Utara

7

Infeksi Helicobacter pylori menjadi salah satu penyebab sering
terjadinya ulkus peptik yang kemudian akan menjadi suatu keganasan.
Penyebab dispepsia organik lain yang agak jarang, misalnya
dispepsia yang disebabkan oleh kolik biliar, batu empedu, yang mana
dapat dibedakan dengan dispepsia berdasarkan gambaran klinisnya.
Selain itu obat-obatan juga merupakan salah satu penyebab dispepsia
organik, misalnya obat-obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID), antibiotik
(eritromisin, metronidazol)22.

2.1.5. Dispepsia fungsional

Dispepsia fungsional adalah dispepsia yang terjadi paling sedikit
tiga bulan, namun tidak dijumpai adanya kelainan penyakit organik,
sistemik ataupun metabolik23. Patofisiologi dispepsia fungsional belum
jelas. Mekanisme yang diduga berperan di sini mencakup gangguan
fungsi motorik dan sensorik gastrointestinal bagian atas.
Menurut ROME III simptom dispepsia fungsional dibagi menjadi
empat simptom spesifik, yaitu rasa penuh setelah makan (postprandial
fullness), ketidakmampuan menghabiskan makanan dengan porsi biasa
(early satiety), nyeri epigastrik, rasa terbakar epigastrik (epigastric
burning).
Diagnosa dispepsia fungsional ditegakan bila dijumpai salah satu
simptom di atas selama paling sedikit tiga bulan dengan onset paling
sedikit enam bulan sebelum diagnosa ditegakkan.

Universitas Sumatera Utara

8

Selain itu bisa juga timbul bersamaan dengan simptom lain
misalnya kembung, nausea, muntah, sendawa, dan heartburn.

Menurut ROME III, dispepsia fungsional dibagi menjadi dua
subgroup, yaitu
-

Postprandial distress syndrome yang dipicu oleh makanan, ciri
khasnya adalah rasa penuh setelah makan, dan tidak mampu
menghabiskan makanan dengan porsi biasa

-

Sindroma nyeri epigastrik, ciri khasnya adalah nyeri epigastrik
dan rasa terbakar di dada

Ada beberapa mekanisme patofisiologi timbulnya gejala dispepsia
fungsional, misalnya lambatnya waktu pengosongan lambung, gangguan
motilitas gastrik yang disebabkan oleh makanan, hipersensitifitas terhadap
distensi gastrik, perubahan sensitifitas duodenal terhadap lipid dan asam,
gangguan motilitas intestinal, dan disfungsi sistem syaraf pusat.24
Penyebab timbulnya simptom pada pasien dispepsia fungsional
belum diketahui dengan jelas, namun diduga berkaitan dengan faktor

genetik, infeksi dan faktor psikologi.24
Sebagai penyebab infeksi di sini yang paling sering adalah kuman
Helicobacter pylori (HP)4. Walaupun infeksi HP sering dikaitkan dengan
dispepsia organik, namun sekitar 30-65% pasien yang didiagnosa
dispepsia fungsional ternyata terinfeksi HP.25 Pada pasien dispepsia
fungsional dengan HP positif memiliki gejala seperti pada ulkus peptik
yaitu kembung, rasa penuh. Hal ini mungkin disebabkan oleh karena

Universitas Sumatera Utara

9

gangguan motilitas gastrik. Ada kemungkinan beberapa pasien seperti ini
mungkin didiagnosa sebagai ulkus peptik.25
Seperti pada penelitian yang dilakukan oleh Jari Koskenpato, tahun
2011 di Helsinki, di mana dia meneliti bagaimana pengaruh terapi
eradikasi HP terhadap dispepsia fungsional yang terinfeksi HP. Pada
penelitian ini populasi yang diambil adalah dispepsia fungsional dengan
positif infeksi HP.26
Menurut Byung LH, Nayoung K, 2011, hiperplasia lapisan otot

lambung dan gangguan waktu pengosongan lambung disebabkan oleh
infeksi HP dan hal ini mengganggu motilitas gastrik.25

2.2.

Helicobacter pylori
Orang pertama yang memperkenalkan kuman yang mirip dengan

Helicobacter yang hidup di dalam perut binatang adalah seorang ahli dari
Italia yang bernama Giulio Bizzozero pada tahun 1892, di Turin Medical
Academy. Pada tahun 1979, dr. Warren, seorang patologis yang berasal
dari Western Australia, pertama kali memperhatikan

organisme

Helicobacter dari spesimen jaringan yang diambil dari endoskopi penderita
gastritis kronik. Kemudian bersama dengan temannya dr. Marshall
melakukan serangkaian percobaan, dan terakhir dr. Marshall melakukan
percobaan terhadap dirinya sendiri. Dia mengambil spesimen biopsi
lambungnya sebelum menelan sampel kultur bakteri hidup yang diisolasi
dari salah satu pasiennya. Sesudah tujuh hari dia mulai merasakan gejalagejala, dan setelah beberapa kali muntah, dia diendoskopi kembali, dan

Universitas Sumatera Utara

10

ternyata di lambungnya terdapat gambaran bercak dan banyak didapati
sel-sel inflamasi dan penuh dengan bakteri. Dan ini dipercayai mereka
merupakan awal mula timbulnya ulkus.27
HP dikenal sebagai kuman patogen yang sering timbul bersamaan
dengan ulkus, juga karsinoma lambung dan gastrik limfoma. Pada tahun
1984, kuman HP ini dinobatkan sebagai karsinogen kelas I oleh
International Agency for Research on Cancer (IARC), group dari WHO.27

2.2.1. Epidemiologi
HP dapat dijumpai di lambung manusia di hampir seluruh bagian
dari dunia ini. Di negara sedang berkembang, 70-90% populasi terinfeksi
HP, hampir semua infeksi ini didapat sebelum umur 10 tahun. Di negara
maju, prevalensi infeksi ini lebih rendah, berkisar 25-50%. Dari data yang
diperoleh dari negara sedang berkembang juga menunjukkan bahwa
infeksi yang didapat ini yang paling sering terinfeksi adalah anakanak.28,29,30,31,32
Prevalensi infeksi HP berhubungan dengan status sosioekonomi
yang rendah terutama di negara sedang berkembang. Hampir semua
studi menunjukkan tidak ada perbedaan antara pria dan wanita.28,29,32
Di negara industri prevalensi infeksi HP lebih rendah pada anakanak dan akan meningkat seiring dengan peningkatan umur. Insidensi
infeksi HP baru pada orang dewasa di negara barat kurang dari 0.5% per

Universitas Sumatera Utara

11

tahun. Eliminasi aktif terhadap HP pada populasi dan peningkatan
higienitas memberi hasil penurunan angka infeksi baru pada anak-anak.32

2.2.2. Transmisi dan sumber infeksi
Mekanisme HP menginfeksi pada dasarnya belumlah diketahui
dengan jelas. HP dapat ditemukan pada manusia dan beberapa primata
lain dan jarang diisolasi dari binatang. Belum ada bukti yang menyatakan
transmisi HP via binatang, dan diperkirakan infeksi baru terjadi sebagai
akibat konsekuensi transmisi langsung manusia ke manusia, via oral-oral
atau fekal-oral ataupun keduanya, namun tidak ada bukti manakah yang
merupakan faktor utamanya. HP dapat dijumpai di air liur, muntahan,
refluks gastrik, dan feses. Dari studi-studi yang ada menyatakan bahwa
infeksi HP ini didapat sejak masa kanak-kanak dan kebanyakan berasal
dari anggota keluarga dekat.29
Jadi diperkirakan ada tiga jalur transmisi HP, yang pertama
iatrogenik, di mana penularan melalui alat endoskopi, atau alat yang
kontak dengan mukosa gaster seseorang ke orang lain. Yang kedua
transmisi fekal-oral, yang paling penting; di sini sumber infeksinya berasal
dari air yang terkontaminasi dengan feses, namun kuman ini belum
pernah diisolasi dari air. Penularan dari makanan belumlah terbukti. Dan
yang ketiga, transmisi oral-oral, ini teridentifikasi pada penelitian terhadap
wanita-wanita Afrika yang memberikan makanan kepada bayinya. Belum
ada bukti transmisi melalui hubungan seksual. Transmisi via aspirasi
muntahan merupakan suatu kemungkinan jalur penularan lain, namun

Universitas Sumatera Utara

12

belum terbukti. Sebagai kesimpulannya, HP ada di lambung hampir
setengah dari populasi dunia, namun kita belum mengerti dengan jelas
bagaimana mekanisme transmisinya.28,29

2.2.3. Morfologi
Bentuk HP spiral, bersifat mikroaerofilik, gram negatif, dengan
ujung berbentuk bulat tumpul. Panjangnya sekitar 2.5-5.0 µm dan
lebarnya 0.5-1.0 µm dengan 4 sampai 6 flagela unipolar yang penting
untuk motilitas bakteri. Setiap flagela memiliki panjang sekitar 30 µm dan
ketebalannya sekitar 2.5 µm. Ujung flagela memiliki terminal bulb yang
sebenarnya merupakan selaput pembungkus flagela yang terdiri dari dua
lapisan.28,29,32,31 Flagela ini penting dalam motilitas dan gerakan cepat
dalam larutan kental seperti lapisan mukosa yang melapisi permukaan
sel-sel epitel gaster.26

Gb.2.2. Morfologi HP (Marshal, B.J.
Gilman, R.H, Elsevier.2004)

Walaupun biasanya berbentuk spiral, bakteri ini kadang-kadang
bisa juga berbentuk kokoid, di mana bentuk kokoid ini timbul setelah
penanaman kultur yang terlalu lama secara in vitro atau pemakaian
antibiotika. Bentuk kokoid ini tidak dapat dapat dikultur secara in vitro dan
biasanya dianggap sebagai sel mati, walaupun sebenarnya sel ini diduga
masih viable namun tidak dapat dikultur (viable nonculturable state).26

Universitas Sumatera Utara

13

Tidak seperti bakteri gram positif, bakteri gram negatif memiliki
dinding luar yang disebut sebagai Lipopolisakarida (LPS). Lapisan ini
berfungsi sebagai lapisan pelindung di mana semua material harus
melalui lapisan ini sebelum memasuki ke dalam sel. Semua bakteri gram
negatif berbeda satu sama lain dalam hal komposisi LPS, terutama jenis
atau tipe spesifik yang muncul di membran. Di bawah lapisan LPS
terdapat ruang protektif yang disebut sebagai periplasmic space yang
diduga merupakan bagian yang penting bagi HP untuk bertahan dalam
lambung manusia. Di bawah lapisan ini terdapat peptidoglikan yang pada
umumnya terdiri dari protein dan polisakarida.25

2.2.4. Adaptasi HP terhadap asiditas lambung
Dalam keadaan normal, antrum merupakan bagian lambung yang
memiliki tingkat keasaman yang paling rendah dibandingkan dengan
corpus gaster, dan di bagian inilah HP sering berkolonisasi. Dari observasi
didapati bahwa pada dasarnya HP tidak menyukai suasana asam
lambung, di mana pada orang yang terinfeksi diberi obat untuk
mengurangi produksi asam lambung terutama di bagian corpus gaster,
distribusi kuman ini akan bergerak ke daerah tersebut. Ini menunjukkan
bahwa dalam keadaan normal, corpus gaster terlalu asam untuk kuman
bertahan hidup. Pada anak-anak di mana tingkat keasaman lambung tidak
seasam orang dewasa, sehingga lebih mudah terinfeksi.25,26,30
Oleh karena sifatnya yang intoleransi terhadap asam, Hp hidup di
lapisan dalam dari lapisan mukosa. Lapisan mukosa, merupakan cairan

Universitas Sumatera Utara

14

kental (viscous) dan tebal yang terdiri dari musin glikoprotein yang efektif
menetralisir lingkungan asam. Lapisan ini melindungi jaringan lambung
dari asam yang disekresinya sendiri.24,25
Hampir semua mikroorganisme susah berkoloni di lapisan mukosa
ini oleh karena viskositas dari musin tersebut sehingga tidak dapat
mempenetrasi lapisan ini, namun tidak halnya dengan HP yang memiliki
4-6 flagela yang memberi gerakan mendorong dan menarik, sehingga HP
dapat berenang dalam lingkungan cairan tersebut. Gerakan ini bersamaan
dengan bentuk HP seperti alur sekrup sehingga memungkinkan HP
menggali sampai ke dalam lapisan mukosa lambung untuk menghindari
keasaman di lambung. HP ini juga memproduksi protein yang berfungsi
membantu

penetrasi

lapisan

musin.

Protein

ini

disebut

sebagai

kolagenase yang diduga berfungsi mencerna atau mencairkan sebagian
musin,

sehingga

mengurangi

kekentalannya

dan

mempermudah

organisme untuk bergerak lebih bebas. Namun demikian, sebelum
memasuki lapisan musin HP harus bertahan terhadap lingkungan yang
asam. HP pada dasarnya lebih menyukai lingkungan dengan pH netral.
Untuk dapat beradaptasi dengan lingkungan yang asam HP mengubah
komposisi periplasmic spacenya dan membentuk busa di sekelilingnya
disebut sebagai zona buffer. Dengan adanya zona buffer ini, HP
terlindung dari lingkungan asam selama dia transit sebelum mencapai
lapisan musin.24,25,33

Universitas Sumatera Utara

15

Gb.2.3. Mekanisme bagaimana HP
menyebabkan abnormalitas
sekresi gaster (Harrison’s
Gastroenterology & Hepatology.
McGraw Hill 2010)

Selain itu HP juga memproduksi urease. Urease akan mengubah
urea menjadi amonia dan karbondioksida. Amonia merupakan senyawa
basa lemah yang akan menetralisir keasaman lambung. Reaksi ini
berlangsung di periplasmic space, sehingga HP secara efektif diselubungi
oleh larutan buffer.
Enzim lain yang diproduksi oleh HP adalah alpha-carbonic
anhydrase (α-CA), yang juga berperan dalam proses deasidifikasi, di
mana α-CA ini bekerjasama dengan urease dalam proses deasidifikasi
dengan mengkonversi karbondioksida yang diproduksi oleh urease
menjadi bikarbonat. Bikarbonat merupakan senyawa basa lemah yang
juga akan menetralisir asam lambung.34,35

Universitas Sumatera Utara

16

Gb.2.4. Natural History of HP
infection (Harrison’s
Gastroenterology &
Hepatology. McGrawHill 2010)

Walaupun HP berhasil menghindarkan diri dari asam lambung,
namun apabila tidak ada sesuatu yang membuat HP menempel ke
jaringan, maka HP ini akan terbuang ke duodenum mengikuti gerakan
peristaltik, sehingga di duodenum sering kita jumpai ulkus. Supaya dapat
melekat ke jaringan, HP memproduksi beberapa protein adhesif seperti
adhesin. Protein ini akan melekat pada lipid dan karbohidrat yang
normalnya ada pada permukaan sel-sel yang melapisi dinding lambung.
Protein adhesin diekspresikan di membran luar bakteri, berfungsi
sebagai jangkar yang mengikat bakteri tersebut ke dinding permukaan
lambung. Setiap adhesin yang diekspresikan pada permukaan HP
mempunyai afinitas hanya terhadap molekul spesifik pada permukaan
lambung. Oleh karena itulah sel-sel HP mengekspresikan adhesin yang
bervariasi dalam waktu yang sama. Salah satu contoh adhesin yang
diekspresikan HP adalah BabA. BabA mengenali polisakarida yang
berada di permukaan sel-sel mukosa, polisakarida ini disebut sebagai
Lewis b antigen. Antigen ini dapat dijumpai di sel-sel mukosa dan sel-sel
darah. Perlekatan HP dengan antigen ini akan meningkatkan respon imun

Universitas Sumatera Utara

17

tubuh, sehingga akan terbentuk antibodi yang akan melawan sel-sel
parietal lambung sendiri (respon autoimun). Ini akan merusak jaringan
lambung.27,35

2.2.5. Patogenesa
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan apabila HP menginfeksi
lambung atau duodenum yaitu HP harus mempenetrasi lapisan mukosa,
melekat ke permukaan sel-sel epitel, dan mencukupi nutrisi untuk
pertahanan diri.27,29
Ketika HP melekat di permukaan sel-sel mukosa, organisme ini
memproduksi produk lain yang memberi konsekuensi jelek terhadap
jaringan. Pada beberapa strain HP yang mengekspresikan protein CagA
(cytotoxin-associated gene A) sangat berkaitan dengan timbulnya ulkus
dan kanker lambung. CagA ini akan diinjeksikan oleh bakteri ke dalam sel
mukosa dengan menggunakan bagian dari struktur tubuhnya yaitu
pilus.32,36
Di dalam sel, CagA akan merusak epitel dengan cara merusak tight
junction yang merupakan barrier (pembatas) yang impermeabel dan
berfungsi mencegah molekul-molekul besar lewat (seperti protein dan
polisakarida) dari lumen lambung ke lapisan jaringan di bawahnya.
Dengan terbukanya tight junction, HP akan mengambil nutrisi seperti
protein dan polisakarida yang dibutuhkannya untuk tumbuh dan bertahan
hidup, dan ini akan membuat terjadinya destruksi struktur jaringan,
terutama lapisan protektif dari jaringan.35,36

Universitas Sumatera Utara

18

Gb.2.5. Patogenesa HP dan respon imunnya (Portal-Celhay,C, Perez-Perez, GM,
Immune Responses of Helicobacter pylori colonization mechanism and clinical outcomes.
Clinical Science (2006) 110, 305-14)

Selain itu, HP juga memproduksi protein VacA (vacuolating
cytotoxin A) . VacA ini dilepaskan di luar dari tubuh bakteri dan kemudian
akan melekat di outer membrane (membran luar) sel-sel lambung dan
membentuk pori-pori sehingga nutrisi dalam sel akan keluar, atau akan
membentuk struktur gelembung atau vakuola di dalam sel. Vakuola ini
berisi beberapa zat yang berguna untuk bakteri, seperti protein,
polisakarida, ion-ion, dan garam. VacA juga akan melewati membran
mitokondria, sehingga mitokondria akan pecah dan mengeluarkan isinya
dan akhirnya sel pun mati.37,38
Destruksi sel ini akan mengubah sistem imun, di mana sitokinsitokin yang diproduksi oleh sel-sel yang rusak atau terluka, akan memberi
sinyal kepada sel-sel sistem imun untuk berinfiltrasi ke dalam jaringan.

Universitas Sumatera Utara

19

Jaringan ini menjadi inflamasi, di mana di jaringan yang terinfeksi menjadi
merah, bengkak, dan akumulasi sel-sel imun. Kondisi ini sering kita sebut
sebagai gastritis yang berpotensi menimbulkan ulkus. Sel-sel imun yang
berinfiltrasi ini merupakan senjata yang kuat untuk melawan invasinya
kuman ke dalam jaringan, namun seiring dengan perlawanan ini
kerusakan sel epitel mukosa juga tak bisa dihindari.35
Siklus kolonisasi dan inflamasi ini akan berjalan terus-menerus dan
menyebabkan hilangnya sel-sel permukaan, yang akan diikuti oleh
berkurangnya lapisan protektif mukosa. Sebagai akibatnya timbul area
yang lemah di lapisan epitel mukosa, sehingga zat asam dan enzim-enzim
pencernaan dapat melewati sel-sel epitel. Zat asam dan enzim-enzim ini
akan mengiritasi dan mendegradasi sel-sel lapisan epitel mukosa dan
menyebabkan luka terbuka yang disebut sebagai ulkus.
Ulkus ini bisa terjadi di lambung ataupun di duodenum, dan apabila
ulkus ini terjadi lebih dalam lagi dan hampir meliputi seluruh ketebalan
dinding lambung akan timbul ulkus perforasi dan keadaan ini merupakan
kasus emergensi. Pasien dengan ulkus perforasi bisa saja tidak
merasakan sakit, tapi sebagai akibatnya, bakteri, asam lambung, dan
enzim-enzim pencernaan akan masuk ke rongga abdomen, dan
menyebabkan infeksi yang luas (peritonitis). Ulkus juga dapat terjadi di
daerah yang dekat dengan pembuluh darah yang mensuplai darah ke
dinding lambung dan duodenum, dan apabila dalam keadaan berat, dapat
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah dan terjadi pendarahan
ulkus.

Universitas Sumatera Utara

20

Yang terjadi setelah teinfeksi HP adalah timbulnya gastritis akut
dengan infiltrasi neutrofil ke permukaan epitel dan terjadi perubahan
degeneratif epitelial. Pada umumnya HP mengakibatkan infeksi persisten.
Fase akut berakhir satu sampai empat minggu dan masuk ke fase kronik.
Di fase kronik sel-sel mononuklear akan infiltrasi ke lamina propria.
Gastritis aktif ditandai dengan neutrofil bercampur dengan sel-sel
mononuklear di mukosa gaster. Gastritis kronik aktif terjadi pada sebagian
besar individu yang terinfeksi dan terjadi degenerasi epitel, infiltrasi
neutrofil persisten di epitel dan lamina propria dan infiltrasi mononuklear
(limfosit dan sel plasma) di lamina propria. Selain itu juga terjadi
hiperplasia limfoid di mukosa gaster.
Antigen HP ini akan merangsang epitel gaster untuk mensekresi
sitokin-sitokin sehingga menimbulkan reaksi inflamasi di mukosa gaster.
Interleukin-8 (IL-8), leukotrin, komplemen, berfungsi sebagai kemoatraktan
terhadap sel-sel neutrofil dan limfosit. Selain itu, infeksi HP akan
menyebabkan respon imun dominan oleh T helper 1 (Th1) di mukosa
gaster yang ditandai dengan adanya Interferon gamma (IFN-gamma).
Respon imun ini dihasilkan dari peran dari sitokin-aitokin proinflamasi
seperti Il-12 dan Il-18 dan tumor necrosis factor alpha (TNF-).

2.2.6. Diagnosa HP
Diagnosa HP sangatlah penting, di mana proses patologi infeksi HP
menyebabkan baik ulkus duodenal ataupun kanker gastrik akan berujung

Universitas Sumatera Utara

21

pada terjadinya gastritis atrofi. Sekali pasien terinfeksi HP kronik, akan
terjadi atrofi gastrik dan susah disembuhkan.
Untuk diagnosa HP, ada beberapa test yang dapat dipakai,39,40
antara lain:
1. Tes serologi
Merupakan salah satu tes non invasif. Respon sistemik berperan
dalam meningkatnya IgM yang kemudian diikuti oleh peningkatan
imunoglobulin spesifik yaitu IgA dan IgG yang akan bertahan
selama

terjadinya

infeksi.

Untuk

mendeteksi

antobodi

ini

menggunakan metode ELISA (Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay)

atau

latex agglutination.

Test seperti ini

biasanya

menggunakan serum, walaupun IgG juga dapat dideteksi dengan
akurat di urine. Beberapa laboratorium menggunakan sampel
saliva, namun deteksi IgA atau IgG dengan saliva kurang sensitif
dibandingkan dengan menggunakan sampel serum. Pada metaanalisis 21 penelitian terhadap serologi ELISA didapati rata-rata
sensitivitas 85% dan spesifisitas 79%. Keuntungan dari test ini
adalah dapat dipakai dengan mudah dengan sampel darah dari
ujung jari, dan hasil selesai dalam waktu 5-10 menit.15,40,41
2. Urea Breath Test (UBT)
Test yang memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi untuk
mendeteksi infeksi HP. Namun berbalikan dengan test serologi, di
mana UBT tidak dapat membedakan infeksi lama dan baru. Cocok
dipakai untuk melihat perkembangan setelah periode pengobatan

Universitas Sumatera Utara

22

(4-6 minggu setelah akhir pengobatan) karena memiliki nilai
prediktif yang baik untuk eradikasi bakteri. Merupakan test non
invasif dan mudah dilaksanakan.40,41,43,44
3. Stool test
Pertama kali dilaporkan berhasil mendeteksi antigen HP dalam
feses pada tahun 1997 dengan metode ELISA, menggunakan
poliklonal anti H. pylori antibodi yang melapisi microwell untuk
menangkap antigen HP. Test ini disebut sebagai Helicobacter
pylori stool antigen test (HpSA). Stool antigen test ini memiliki
batasan,

di

mana

dengan

pengobatan

agen

mukolitik

N-

acetylcysteine akan menurunkan sensitifitas dan spesifisitas test
ini.42,43,44,45
4. Urease test.
Merupakan test yang sederhana, cepat dan murah untuk
mendeteksi infeksi HP. Untuk mempertahankan lingkungan di
mukosa gaster dengan konsentrasi urea rendah, HP memproduksi
enzim urease. Di spesimen biopsi yang mengandung H. pylori
dimasukkan ke dalam media yang kaya urea, urease akan
memecah urea menjadi karbondioksida dan amonia. Ion amonia ini
akan meningkatkan pH, dan pH indikator, seperti phenol red,
berubah warna, dalam hal ini dari warna kuning menjadi ungu.
Ada studi mengatakan sisi gaster yang paling baik untuk diambil
sebagai spesimen adalah di angulus gaster, di mana di daerah

Universitas Sumatera Utara

23

tersebut memiliki sensitifitas yang tinggi untuk mendeteksi HP
dibandingkan dengan daerah peripyloric dan corpus gaster.40,41
5. Kultur
Merupakan metode yang tidak bisa diragukan, cara yang paling
spesifik untuk mendiagnosa HP, namun sensitifitasnya sangat
bervariasi di antara beberapa pusat penelitian. Perbedaan ini
mungkin berhubungan dengan teknik kultur.
Kultur HP tidak dilakukan untuk diagnosa rutin infeksi HP karena
pemeriksaan invasif lain sudah bisa menegakkan diagnosa HP.
Kelebihan dari metode ini adalah dapat dilakukan bersamaan
dengan uji sensitifitas terhadap obat-obat yang dipakai untuk
pengobatan.
Spesimen yang diambil untuk kultur sebaiknya dari dua tempat
untuk menghindari adanya kesalahan dalam pengambilan sampel,
yaitu biasanya dari antrum ataupun corpus gaster. Faktor lain yang
mempengaruhi keberhasilan kultur adalah transpor sampel dari
ruangan endoskopi ke laboratorium. Untuk itu diperlukan media
transpor khusus untuk HP.
Untuk media, dipilih media selektif yang dibutuhkan untuk
mempercepat pertumbuhan kuman dari sampel biopsi, namun
dapat mensupresi bakteri kontaminan baik yang endogen maupun
eksogen. Media selektif yang memiliki tingkat isolasi yang tinggi
adalah agar BHI (Brain Heart Infusion) yang disuplementasi dengan
10% darah domba, polymixin B, vancomycin, trimethoprim dan

Universitas Sumatera Utara

24

amphotericin B. Namun demikian, lebih baik kombinasi paling
sedikit satu media selektif dan satu media nonselektif, karena tidak
ada satupun media kultur yang menjamin 100% pertumbuhan HP
dan juga kontaminasi kultur terjadi sekitar 25% dari kasus.
Kegagalan pendeteksian HP dengan kultur mungkin disebabkan
oleh

kurangnya

durasi

inkubasi.

Direkomendasikan

periode

inkubasi selama lebih dari 10 hari untuk mengoptimalisasi isolasi
kultur, terutama paska pengobatan.40,44
6. Polymerase Chain Reaction (PCR)
PCR

dianggap

sebagai

teknik

yang

paling

sensitif

untuk

mengidentifikasi mikroorganisme. Deteksi HP dengan sampel
biopsi gaster ataupun aspirasi cairan lambung dengan PCR
memiliki sensitifitas dan spesifisitas lebih dari 95% dibandingkan
dengan metode invasif yang lain. Oleh karena sesitifitasnya yang
tinggi, test ini sangat berguna untuk diagnosa paska pengobatan di
mana mungkin pada saat itu jumlah bakteri sangat sedikit, juga
memiliki peluang memberi hasil positif palsu yang kemungkinan
terjadi karena residu DNA HP pada fiberoptik endoskopi karena
kurang bersih setelah dipakai.41

Universitas Sumatera Utara

25

TEST
Sensitivity/Specificity, %
Invasive (memerlukan endoskopi/biopsi)
Rapid urease
80-95/95-100

Histologi

80-90/>95

Kultur

-/-

Non-invasif
Serology

>80/>90

Urea
Test

Breath

Stool antigen

>90/>90

>90/>90

Komentar
Sederhana, dengan pemakaian
PPI, antibiotik atau bismuth akan
timbul nilai positif palsu,
Memerlukan proses patologi dan
pewarnaan; memberikan informasi
histologi, sensitifitasnya sangat
bergantung pada pengalaman
Memerlukan waktu, mahal, sangat
bergantung pada pengalaman;
namun
dapat
dilakukan
uji
sensitifitas
Tidak mahal, nyaman, tidak dipakai
untuk deteksi awal
Sederhana, cepat; dapat dipakai
untuk deteksi awal, positif palsu
kalau bila bersamaan dengan
terapi; terekspos dengan radiasi
14
C test dosis rendah
Murah, nyaman, berguna untuk
follow-up setelah terapi

Tabel 2,1. Test untuk mendeteksi H. pylori (Atherton, J.C, Blaser, M.J.
Helicobacter pylori infections, Harrison’s Gastroenterology and Hepatology,
McGraw-Hill 2010)

2.3. C-reactive protein
Merupakan akut fase reaktan yang berasal dari hati. CRP memiliki
efek klinis dan biologi yang dapat digunakan untuk mendiagnosa dan
memfollow-up berbagai proses inflamasi dan traumatik.46
Pertama kali ditemukan pada tahun 1930 oleh Tillet dan Francis
dalam penelitian mereka terhadap pasien-pasien dengan pneumonia akut.
CRP adalah anggota dari famili protein pentraxin, terdiri dari 5
subunit polipeptida nonglikosilasi yang identik di mana setiap subunit
mengandung 224 residu asam amino dengan berat molekul monomer
25106 Da (dalton).47

Universitas Sumatera Utara

26

Gb. 2.6. Struktur pentamerik dari CRP 47
CRP memiliki kemampuan mengenali patogen asing dan sel-sel
yang rusak pada host dan akan mengeliminasinya dengan berinteraksi
dengan sistem efektor humoral dan selular di dalam darah.47 Sehingga
kadar protein ini akan meningkat dengan pesat selama terjadinya respon
fase akut terhadap kerusakan jaringan, infeksi, dan rangsangan inflamasi.
Peningkatan kadar CRP dalam darah setelah trauma jaringan
sangat cepat, dengan peningkatan bisa lebih dari 1000 kali lipat dari nilai
baseline dalam 24 jam. Oleh karena itulah pengukuran CRP sangat
berguna

untuk

menentukan

perkembangan

atau

efektifitas

pengobatan.46,47,48.
Dengan berkembangnya teknologi, kadar CRP yang rendah dalam
darah dapat terdeteksi pada pasien yang sehat sekalipun dengan
menggunakan high-sensitivity CRP assay. 45
Hal-hal yang mempengaruhi nilai CRP antara lain merokok, infeksi,
umur, jenis kelamin, kadar lipid, dan tekanan darah, obesitas, dan genetik.
Nilai median konsentrasi CRP pada orang dewasa sehat adalah 0.8
mg/l, dengan rangsangan fase akut,nilai itu akan meningkat menjadi 500 mg/l atau sekitar 10000 kali lipat. Sintesa CRP terjadi
sangat cepat setelah stimulus, konsentrasi serum meningkat >5mg/l

Universitas Sumatera Utara

27

dalam waktu 6 jam dan memuncak dalam waktu 48 jam. Waktu paruh
plasma CRP sekitar 19 jam dan konstan dalam segala kondisi dan
kesehatan. Kadar plasma CRP akan menurun dengan tajam jika proses
inflamasi atau kerusakan jaringan telah berkuarang, di mana dalam 24-48
jam akan mencapai nilai normalnya kembali.
Pada

hampir

semua

penyakit,

nilai

CRP

dalam

sirkulasi

merefleksikan sedang terjadinya proses inflamasi atau rusaknya jaringan
lebih akurat dibandingkan dengan parameter laboratorium seperti laju
endap darah. Nilai CRP menunjukan tidak ada variasi diurnal dan tidak
dipengaruhi oleh makan.46,48,49

2.3.1. Fungsi penentuan kadar CRP
CRP merupakan akut fase reaktan yang paling sensitif dan
konsentrasinya

akan

meningkat

dengan

cepat

selama

proses

peradangan. Kompleks CRP akan mengaktivasi sistem komplemen dan
kemudian akan merangsang terjadinya opsonisasi dan fagositosis sel-sel
yang terinfeksi, namun sebenarnya fungsi utamanya adalah mengikat dan
mendetoksifikasi substansi endogen yang toksik yang diproduksi sebagai
akibat dari kerusakan jaringan.
Beberapa studi dari berbagai bagian dunia menyatakan bahwa
CRP juga dapat digunakan untuk memprediksi resiko terjadinya penyakit
kardiovaskular pada pasien yang sehat.46,48,50,51,52

Universitas Sumatera Utara

28

2.3.2. Cara pemeriksaan hs-CRP
Dapat dilakukan dengan reagen Tina-quant CRP (latex)-Roche
dengan teknik imunoturbidimetri.
Prinsip dasar pemeriksaan ini mirip dengan pemeriksaan kadar
protein lain secara turbidimetri, di mana CRP dalam serum akan mengikat
antibodi spesifik terhadap CRP sehingga membentuk suatu kompleks
imun. Kemudian diukur turbiditas yang terjadi dengan fotometer.52
Untuk pengambilan sampel pasien, pasien sebaiknya dipuasakan
8-10 jam, oleh karena serum yang lipemik akan memberikan hasil positif
palsu dan sebaiknya segera dilakukan pemeriksaan segera setelah darah
diambil dari vena cubiti.52

2.3.3. Nilai referensi
-

Neonatus (0-3 minggu): 0.1-4.1 mg/L

-

Anak-anak (2 bulan-15 tahun): 0.1-2.8 mg/L

-

Dewasa: 10 mg/L.52

Universitas Sumatera Utara

29

2.4. Kerangka konsep

Dispepsia dengan
infeksi HP (+)

Innate immunity

Adaptive immunity

Kontak bakteri

Neutrofil, sel T, sel B

dengan antigen

limfosit, sel plasma,

presenting cells

makrofag

Monosit, sel dendritik

Produksi sitokin
Produksi sitokin

proinflamasi

proinflamasi

IL-1, IL-6, TNF-, IL-

TNF-, IL-1β, IL-8

8

Sel-sel hepatosit terangsang
mensintesa CRP (golden
marker of inflammation)

Universitas Sumatera Utara

30

2.5.

Batasan Operasional
1. Dispepsia
Pasien-pasien dispepsia yang rawat inap atau rawat jalan di
Departemen / SMF Ilmu Penyakit Dalam RSUP. HAM, yang
ditandai dengan adanya nyeri berulang, bersifat kronik dan rasa tidak
nyaman di daerah perut atas yang dapat berupa mual, muntah, rasa
penuh di perut terutama setelah makan, cepat kenyang, sendawa, dan
kadang beberapa klinisi menyatakan disertai rasa terbakar/tidak nyaman
didaerah retrosternal yang terasa sampai ke leher (heartburn).

2. HP positif
Pasien dengan HP positif yang ditentukan dengan pemeriksaan
antigen HP dengan memakai sampel feses.
3. Hs-CRP
Kadar hs-CRP yang diukur dari serum penderita dispepsia yang
terinfeksi

ataupun

tidak

terinfeksi

HP

dengan

metude

imunoturbidimetri dengan mengunakan alat cobas c501.

Universitas Sumatera Utara