Analisis Risiko Paparan Hidrogen Sulfida Pada Masyarakat Sekitar Kawasan Industri Medan Di Kecamatan Medan Labuhan Tahun 2016

9

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Tinjauan Tentang Hidrogen Sulfida
2.1.1. Karakteristik Hidrogen Sulfida
Hidrogen sulfida atau H2S adalah senyawa kimia gas yang tidak berwarna,
lebih berat daripada udara, flammable, explosive, corrosive, dan sangat berbahaya,
beracun, dengan bau khas" telur busuk". (IPCS,1985). Struktur Kimia dari hidrogen
Sulfida adalah sebagai berikut :
Rumus Kimia

: H2S

Berat Molekul

: 34,1g/mol

Titik didih


: -77°C (760 mmHg)

Titik Lebur

: -82°C

Berat Jenis

: 1,2 g/ml

Tekanan Uap

: 1740 kPA (pada 20°C)

Bentuk

: Gas (Pada Suhu Kamar)

Kelarutan


: Sedikit Larut dalam air

2.1.2. Sumber dan kegunaan H2S
Sumber dari Hidrogen sulfida atau H2S terbagi menjadi dua yaitu sumber
alamiah dan aktifitas manusia.secara alamiah hidrogen sulfida

dihasilkan

oleh

proses alam seperti letusan gunung berapi.adapun sumber yang berasal dari aktifitas
manusia adalah berasal dari industri dan limbahnya (IPCS, 2000).
9

Universitas Sumatera Utara

10

Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari suatu proses produksi baik
industri maupun domestik (rumah tangga), yang kehadirannya pada suatu saat dan

tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.
Bila ditinjau secara kimiawi, limbah ini terdiri dari bahan kimia organik dan
anorganik. Dengan konsentrasi dan kuantitas tertentu, kehadiran limbah dapat
berdampak negatif terhadap lingkungan terutama bagi kesehatan manusia, sehingga
perlu dilakukan penanganan terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang
ditimbulkan oleh limbah tergantung pada jenis dan karakteristik limbah. Berdasarkan
karakteristiknya, limbah industri dapat digolongkan menjadi empat antara lain:
1) Limbah cair
2) Limbah padat
3) Limbah gas dan partikel
4) Limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun)
Namun dari kegiatan industri yang dilakukan terdapat dampak negatif berupa
hasil sampingan , dimana cukup menyedot perhatian publik yaitu berupa limbah.
Mengingat pentingnya menjaga ekosistem lingkungan sehinggga sangat perlu untuk
melakukan penanganan limbah dengan tujuan menghindari terjadinya kehilangan
keseimbangan alam yang dapat menimbulkan berbagai ancaman dimasa yang akan
datang. Dalam penanganan limbah terdapat dua alternatif dalam menangani limbah
yaitu melakukan penanganan dengan tujuan mereduksi bahan-bahan limbah sampai
dengan batas baku mutu limbah yang aman untuk dibuang atau dengan melakukan
proses pengolahan menjadi bahan atau produk yang dapat dimanfaatkan (Suharto,

2010).

Universitas Sumatera Utara

11

H2S adalah gas yang tersebar di lingkungan sepert di air sumur, saluran air
buangan dan udara sekitar pabrik kertas, industri tekstil gudang pupuk serta tempat
pembusukan limbah organik. Tubuh manusia juga memproduksi H2S di dalam mulut
dan usus, tetapi dalam konsentrasi sangat kecil.
Besar

Risiko

dipengaruhi

oleh

banyak


faktor

diantaranya

waktu

paparan,durasi paparan, berat badan dan konsentrasi dari bahan pencemar.jumlah
intake ditentukan oleh variabel tersebut yang akan mengakibatkan besar risiko akan
semakin besar (Sianipar 2009)
2.1.3. Media Paparan H2S
1.

Media Air
H2S memiliki berat jenis lebih berat dibandingkan udara, hal ini menyebabkan

H2S sering terkumpul di udara pada lapisan bawah dan sering terdapat pada air
permukaan dan dapat sedikit larut dalam air. Senyawa H2S dapat menguap dari air
permukaan kembali ke udara sehingga konsentrasi hidrogen sulfida kecil.
2.


Media Udara
Manusia dapat mengidentifikasi bau H2S ini pada konsentrasi 0,0005 ppm

sampai dengan 0,3 ppm. Pada konsentrasi tinggi menyebabkan seseorang kehilangan
kemampuan penciuman. Hidrogen sulfida dilepaskan dari sumbernya terutama
sebagai gas dan menyebar di udara. Gas ini dapat bertahan di udara rata-rata 18 jam –
3 hari. Selama waktu itu H2S dapat berubah menjadi sulfur dioksida (SO2).

Universitas Sumatera Utara

12

Konsentrasi H2S dalam udara (ambien) di Amerika Serikat berkisar antara
0,11 – 0,33 ppb. Sedangkan pada daerah yang belum berkembang dilaporkan 0,02 –
0,07 ppb.
Kasus yang disebabkan oleh paparan H2S adalah Peristiwa yang terjadi di
Pozta Rica pada tahun 1950 disebabkan kesalahan penanganan gas di dalam industri
kilang minyak di Mexico dekat Gulf of Mexico. Paparan H2S yang disebabkan
kebocoran pipa berlangsung 20-25 menit memungkinkan gas tersebut masuk ke udara
bebas dan ke daerah pemukiman (udara tak bebas). Penyakit timbul 10 – 20 menit

sejak mulai kebocoran. Dari 320 orang yang terserang, 22 orang meninggal.
3.

Media Makanan
Paparan H2S melalui jaur ingesti lewat makanan relatif kecil, masuknya gas

H2S ke dalam tubuh diabaikan.
Proses dekomposisi zat organik yang terkandung di dalam limbah dapat
berlangsung baik secara aerobik dan anaerobik. Jika kadar oksigen cukup, maka
penguraian berlangsung secara aerob, sehingga akan terbentuk gas-gas H2S, CO2,
NH3, PO4 dan SO4. Jika kadar oksigen rendah, maka penguraian limbah akan
berlangsung secara anaerob sehingga akan dihasilkan gas-gas NH3, CH4 dan H2S
yang berbau tidak enak (Suriawiria,1985).
Selain faktor oksigen, faktor lain yang mempengaruhi dekomposisi limbah
adalah kelembaban dan suhu. Hal inilah yang mengakibatkan jika pada musim hujan
proses dekomposisi akan meningkat sehingga diperlukan oksigen yang cukup besar.

Universitas Sumatera Utara

13


Jika kebutuhan oksigen tersebut tidak terpenuhi, maka proses dekomposisi limbah
akan berlangsung secara anaerob.
2.2. Toksikokinetik
Toksikokinetik H2S adalah pergerakan H2S di dalam tubuh manusia yang akan

mengalami 4 fase yaitu absorbsi,distribusi,metabolisme dan ekskresi (ATSDR,2000)
2.2.1. Absorbsi
Laju absorbsi H2S tergantung terhadap konsentrasi dan daya larutnya, lebih
banyak dan lebih cepat diabsorbsi melalui inhalasi dari pada paparan lewat oral. H 2S
yang terserap melalui kulit sangat kecil (ATSDR, 2000).
Absorbsi H2S dari paparan inhalasi terutama akibat ukuran partikel H2S yang
kecil dapat mencapai saluran nafas bagian bawah. Partikel dengan ukuran kecil akan
mengalami penetrasi pada sacus alveolaris yang sebagian dari partikel akan
mengalami pembersihan oleh macrrophage dan sebagian lainnya akan diabsorbsi
dalam darah. Zona alveolar merupakan bagian dalam paru dengan permukaan seluas
50 sampai 100 m². Gas pada alveoli hampir selalu menyatu dengan aliran darah yang
tergantung pada kelarutan gas tersebut. ( Mukono, 2005).
Jalur inggesti/oral merupakan jalur sangat minimum dari absorbsi paparan
H2S, karena kelarutannya dalam air kecil dan mudah menguap serta tidak ada laporan

dari ilmuwan bahwa orang-orang yang keracunan H2S mengalami diare. Jalur
paparan hidrogen sulfida melalui kulit relatif kurang baik / impermeable dan sebagai
pelindung yang baik untuk mempertahankan fungsi kulit manusia dari pengaruh
lingkungan. Kulit tidak dapat melakukan pertukaran zat dengan darah. Perpindahan

Universitas Sumatera Utara

14

bahan dari luar lapisan yang terserap ke dalam sistem vaskuler sangat lambat. Hal
tersebut karena luas pori hanya sekitar > 100 µm. Jika penyerapan secara perlahan
maka kulit berperan penting dalam efek lolos pertama (first pass effect).
2.2.2. Distribusi
H2S yang terabsorbsi melalui tiga jalur masuk kedalam tubuh manusia, akan
didistribusikan keseluruh tubuh melalui sistem peredaran darah. Kadar H2S yang
terkandung dalam darah tergantung pada cairan plasma, cairan interstitial dan cairan
intracelular.
Menurut ATSDR 2000, H2S didistribusikan melalui plasma darah dimana
pada sel darah merah Hidrogen sulfida berikatan dengan Haemoglobin sehingga
dapat meningkatkan konsentrasi H2S dalam darah untuk kemudian diangkut dan

diedarkan ke seluruh tubuh manusia.
2.2.3. Metabolisme
Saat masuk kedalam tubuh H2S akan mengalami metabolisme. H2S akan
menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil oksigen sel. Metabolisme
anaerobik menyebabkan akumulasi asam laktat yang mendorong ke arah
ketidakseimbangan asam-basa.Sistem jaringan saraf berhubungan dengan jantung
terutama sekali peka kepada gangguan metabolisme oksidasi.
2.2.4. Ekskresi
Ginjal merupakan organ yang efisien dalam mengeliminasi H2S dari tubuh.
Pada kondisi suhu badan dapat juga diekskresi melalui paru-paru.

Universitas Sumatera Utara

15

2.3. Mekanisme Kerja Hidrogen Sulfida
Kemampuan H2S menghambat enzim cytochrome oxidase sebagai penghasil
oksigen sel mengakibatkan berkurangnya kadar oksigen didalam darah.Pada kondisi
normal seseorang bernafas dengan menghirup oksigen.Oksigen sangat dibutuhkan
manusia untuk proses oksidasi didalam tubuh.Oksigen yang masuk keparu-paru akan

dibawa oleh darah keseeluruh tubuh termasuk ke otak.Jika seseorang menghirup
udara yang telah bercampur dengan H2S maka komposisi oksigen yang masuk
kedalam tubuh akan berkurang sehingga kinerja otak akan terganggu.Tingkat
konsentrasi H2S di otak yang semakin tinggi akan mengakibatkan lumpuhya saraf
penciuman dan hilangnya fungsi kontrol otak dan paru-paru.Akibat fatalnya adalah
paru-paru akan melemah dan berhenti bekerja sehingga seseorang dapat hilang
kesadaran dan meninggal dalam waktu tertentu (US EPA, 2003).
2.4. Efek Hidrogen Sulfida terhadap Kesehatan
2.4.1. Efek Akut
Menurut IPCS, 1995 efek yang ditimbulkan H2S sesuai dengan konsentrasi
paparan. Pada paparan mendekati 50 ppm akan timbul gejala perasaan mengantuk
dan sakit kepala. Pada konsentrasi 50 – 100 ppm akan terjadi iritasi pada hidung,
tenggorokan dan saluran pernafasan. Pada paparan dengan konsentrasi sekitar 100
ppm dapat menyebabkan fatigue dan pusing, paparan H2S lebih dari 200 ppm dapat
menyebabkan gejala-gejala mabuk (pusing berat), mati rasa dan mual. Dan paparan
H2S lebih dari 500 ppm dapat menyebabkan kelainan mental serta adanya gangguan
koordinasi.

Universitas Sumatera Utara

16

Paparan jangka pendek H2S dengan konsentrasi tinggi (misalnya, 600 ppm)
dapat menghasilkan kelelahan, pusing, sakit kepala, kehilangan koordinasi, mual, dan
pingsan sedangkan paparan 1000 ppm dapat menyebabkan kematian akibat kegagalan
pernapasan (ATSDR, 2001).
2.4.2. Efek kronis
Efek Kronis yang diakibatkan oleh Paparan H2S dapat dilihat pada Sebuah
studi pabrik kertas di Finlandia, diperoleh dampak kronis karena polutan H 2S pada
konsentrasi rendah. Nilai rata-rata konsentrasi H2S di Varkaus, Finlandia dilaporkan
1,4 – 2,2 ppb (2-3 µg/m³), 17,3 ppb (24 µg/m³) dan 109,4 ppb (152 µg/m³)
maksimum selama 24 jam. Dilaporkan di Varkaus kejadian batuk, infeksi pada
saluran pernafasan dan sakit kepala lebih tinggi dibandingkan dengan daerah
tetangganya (Parti-Pellinen, et al.1996).
Tabel 2.1 Hubungan Dosis –Respon Akut Pajanan Hidrogen Sulfida
Dosis
0,13
4,60
10
27
100

ppm
ppm
ppm
ppm
ppm

200-300 ppm
500-700 ppm
1000-2000 ppm

Respon
Bau Minimal
Mudah Terdeteksi, bau sedang
Iritasi pada mata
Bau tidak enak
Batuk,iritasi mata, kehilangan sensasi bau
setelah paparan 2-5 menit
Radang mata,iritasi saluran nafas (1 jam
paparan)
Hilang Kesadaran, henti nafas kematian dalam
30-60 menit
Hilang Kesadaran dengan segera,henti nafas
dan kematian dalam beberapa menit

Sumber : IPCS,1985

Universitas Sumatera Utara

17

2.5. Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL)
2.5.1. Konsep dan Definisi
Risiko adalah dampak yang merugikan kesehatan pada suatu organisme,
sistem, atau (sub) populasi yang disebabkan oleh pajanan suatu agen dalam jumlah
dan dengan jalur pajanan tertentu. Risiko kesehatan adalah dampak negative yang
hanya bisa dikelola tetapi tidak dapat dihilangkan. assessment), manajemen risiko
(risk management) dan komunikasi risiko (risk communication ) (IPCS, 2004).
Analisis risiko sebagai proses yang dimaksudkan untuk menghitung atau
memperkirakan risiko pada suatu organisme sasaran, sistem atau populasi, termasuk
identifikasi ketidakpastian-ketidakpastian yang menyertainya, setelah terpapar oleh
agent tertentu, dengan memperhatikan karakteristik yang melekat pada agent yang
menjadi menjadi perhatian dan karakteristik sistem sasaran yang spesifik. Risiko itu
sendiri didefenisikan sebagai probabilitas suatu efek yang merugikan pada suatu
organisme, sistem atau populasi yang disebabkan oleh pemaparan suatu agent dalam
keadaan tertentu (Rahman,2005).
Analisa risiko digunakan untuk menilai dan menaksir risiko kesehatan
manusia yang disebabkan oleh paparan bahaya lingkungan. Bahaya adalah sifat yang
melekat pada suatu risk agent atau situasi yang memiliki potensi menimbulkan efek
merugikan jika suatu organisme, sistem atau populasi terpapar oleh risk agent itu.
Bahaya lingkungan terdiri dari tiga risk agent yaitu chemical agents (bahan-bahan
kimia), physical agents (energi berbahaya dan biological agents (makhluk hidup atau
organisme). Analisis risiko bisa dilakukan untuk pemaparan bahaya lingkungan yang

Universitas Sumatera Utara

18

telah lampau (post exposure), dengan efek yang merugikan sudah atau belum terjadi,
bisa juga dilakukan sebagai suatu prediksi risiko untuk pemamparan yang akan
datang (Rahman, 2005)
Tujuan analisis risiko adalah untuk menilai dan memperkirakan risiko
kesehatan manusia yang disebabkan oleh pajanan bahaya lingkungan. Analisis dapat
dilakukan pada pemajanan lingkungan yang telah terjadi dengan efek merugikan yang
sudah atau belum terjadi. Dengan efek merugikan yang sudah atau belum terjadi.
Hasil dari analisis risiko ini sangat bermanfaat terutama bagi para pengambil
keputusan untuk melakukan manajemen pengendalian risiko kesehatan yang ada atau
mungkin timbul di kemudian hariserta berguna untuk dasar melakukan komunikasi
risiko kepada seluruh sector yang terkait. (Rahman, 2005)
2.5.2. Langkah-Langkah
Langkah-langkah dalam analisis risiko kesehatan menurut Louvar and louvar
(1998) dan Kolluru (1996) menggambarkan analisis risiko kesehatan terdiri dari 4
langkah utama yaitu : 1) Identifikasi Bahaya (Hazard Identification ), 2) Analisis
Pemaparan (Exposure assessment), 3) Analisis Dosis Respon (Dose Response
Assessment), 4) Karakteristik Risiko (Risk Characterization). IPCS (2004), sedang

mengharmonisasikan berbagai model analisis risiko yang berbeda-beda dari berbagai
negara. Gambar 2.1. merupakan draft harmonisasi IPCS (2004), sebagai rangkuman
dari berbagai model yang ada. (Rahman, 2005)
Pada dasarnya model yang telah diharmonisasikan ini terdiri dari empat
langkah, sebagaimana model yang telah digambarkan oleh Louvar (1998) dan Koluru

Universitas Sumatera Utara

19

(1996), hanya ditambah dengan perumusan masalah. Sebagai langkah awal,
perumusan masalah sangat menentukan apakah analisis risiko diperlukan. Perumusan
masalah sekurang-kurangnya membutuhkan beberapa pertimbangan awal mengenai
identifikasi bahaya, karakterisasi bahaya dan analisis pemaparan. Langkah ini
diharapkan menghasilkan : a) Pertanyaan-pertanyaan tersurat (eksplisit) yang harus
dijawab dalam karakterisasi risiko untuk memenuhi kebutuhan manajemen risiko, b)
Penetapan sumber-sumber data tersedia yang diperlukan, dan c) Waktu yang
dibutuhkan untuk menyelesaikan analisis risiko.

Identifikasi Bahaya

Identifikasi Sumber

Analisis Pajanan

Analisis Dosis Respon

Karakteristik Risiko

Manajemen Risiko
Komunikasi Risiko
Gambar 2.1. Langkah-langkah dalam Analisis Risiko Kesehatan

Universitas Sumatera Utara

20

Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan biasanya dilakukan karena adanya
peristiwa yang menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan tertentu
meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum, bisa juga karena kebutuhan
tertentu meskipun tidak atau belum menjadi perhatian umum. Kasus-kasus muncul
karena dua masalah utama, yaitu indikasi pencemaran atau indikasi gangguan
kesehatan. Masyarakat awam biasanya memakai identifikasi inderawi sebagai dasar
kepedulian meraka, maka kalangan profesional atau akademisi harus menggunakan
data dan informasi ilmiah sebagai basis untuk menilai keberadaan masalah
lingkungan dan kesehatan. Morbiditas dan mortalitas penyakit-penyakit berbasis
lingkungan, insiden dan prevalen, hasil-hasil monitoring kualitas lingkungan atau
studi epidemiologi kesehatan lingkungan, merupakan sumber data yang lazim dipakai
untuk merumuskan masalah. Keberadaan risk agent dapat disimpulkan dari gangguan
kesehatan yang teramati (disease oriented ), tingkat pencemaran (agent oriented,
contohnya yang melampaui baku mutu), atau keduanya.
2.5.2.1 Identifikasi Bahaya (hazard identification)
Identifikasi bahaya adalah upaya untuk mengenali struktur dan komposisi
yang melekat dalam risk agent serta efek yang merugikan kesehatan (Louvar, 1998).
Efek-efek ini bisa diketahui dari studi-studi pada populasi manusia berupa human
epidemiology, baik disain eksperimental seperti clinical trial atau community trial

maupun disain observasional seperti case control dan cohort, molecular
epidemiology, studi toksikologi berbasis hewan (uji hayati atau bioassay), studi

toksikologi in-vitro, atau studi hubungan struktur dengan keaktifan biologis. Respon

Universitas Sumatera Utara

21

tubuh terhadap bahan-bahan kimia beracun tergantung pada lama / panjang dan
jumlah pajanannya. Pajanan jangka pendek dengan konsentrasi bahan kimia yang
rendah boleh jadi tidak menimbulkan efek nyata tetapi bila jangka waktu pajanannya
lama maka bahan kimia tersebut dapat menimbulkan bahaya. .Dalam studi-studi ini
bisa jadi diperoleh banyak efek, namun yang dapat digunakan untuk mengenal
bahaya adalah efek-efek yang merugikan kesehatan (Rahman, 2005).
2.5.2.2 Analisis Pemaparan (exposure assessment)
Analisis pemaparan merupakana tahap kegiatan analisis risiko yang memiliki
ketidakpastian (BPOM RI, 2001). Oleh karena itu pengukuran konsentrasi pemaparan
akan mengurangi ketidakpastian dalam analisis pemaparan.
Pemaparan adalah proses yang menyebabkan organisme kontak dengan
bahaya. Pemaparan adalah penghubung antara bahaya dan risiko. Pemaparan dapat
terjadi karena risk agent terhirup dalam udara, tertelan bersama air atau makanan,
terserap melalui kulit atau kontak langsung dalam kasus radiasi (Kolluru et al, 1996).
Analisis pajanan dilakukan untuk mengdentifikasi tentang dosis atau jumlah
yang diterima seseorang. Jalur intake (asupan) agen risiko harus diketahui dahulu
melalui analisis pajanan ini antara lain jalur masuk melalui ingesti (saluran
pencernaan), melalui jalur inhalasi atau pernapasan maupun melalui air. Selain itu
juga dibutuhkan data mengenai waktu, frekuensi, lama pemajanan, karakteristik
manusia sasaran (antropometri) dan pola aktifitas sasaran.

Universitas Sumatera Utara

22

Intake (asupan) adalah jumlah asupan yang diterima individu per berat badan

per hari. Perhitungan mengenai intake (asupan) digunakan persamaan (Louvar and
Louvar, 1998) sebagai berikut :

I
Keterangan :
I

CxRxtxFxDt
WbxtAvg

……………….………(1)

= asupan (intake), jumlah risk agent (toluen) yang masuk ke dalam
tubuh manusia per berat badan per hari (m3/kg/hari)

C

= konsentrasi risk agent ,udara (mg/m3), makanan (mg/kg) dan
minuman (mg/L)

R

= laju (rate) asupan, makanan (kg/hari), udara (m3/hari), minuman
(L/hari)

te

= waktu pajanan harian ( jam/hari)

fe

= frekuensi pajanan (hari/tahun)

Dt

= durasi pajanan (tahun), realtime atau proyeksi 30 tahun

Wb = berat badan manusia / responden (kg)
tavg = periode waktu rata-rata untuk efek non karsinogenik 30 tahun x 365
hari/tahun atau 70 tahunx365 hari/tahun untuk efek karsinogenik
Dalam analisis risiko kesehatan manusia ( risk health risk assessment ),
berbagai jalur pajanan sering diintegrasikan untuk menetapkan Asupan Harian Total
(Total Daily Intake ) yang dinyatakan sebagai ( mg/kgBB/hari ).

Universitas Sumatera Utara

23

Tabel 2.2. Aspek-aspek yang Perlu Diperhatikan dalam Analisis Paparan
No
1 Agent

Aspek

2

Sumber

3
4

Media Pembawa
Jalur Paparan

5

Konsentrasi paparan

6
7

Rute Paparan
Durasi

8
9

Frekuensi
Latar paparan

10
11

Populasi terpapar
Lingkup Geografis

12

Kerangka waktu

Keterangan
Biologis,kimia dan Fisika
Agent tunggal,berganda dan campuran
Antropogenik/non
antropogenik,area/titik,bergerak/diam,indoor/outdoor
Udara,air,tanah,debu,makanan dan produk
Menghirup udara
yanterkontaminasi,makanan,menyentuh permukaan
benda
g/m3 (udara) , mg/kg (Makanan),mg/Liter (air),%
berat
Inhalasi,KOntak Kulit,Ingesti,rute berganda
Detik,menit,jam,hari,minggu,bulan,tahun,seumur
hidup
Kontiniu, Intermiten,bersirkulasi,acak
Pemukiman/bukan pemukiman,lingkungan
kerja/bukan lingkungan kerja,indoor/outdoor.
Populasi umum,sub populasi,individu
Tempat/sumber
spesifik,local,regional,nasional,internasional,global
Masa lalu,sekarang,masa depan,tren

Sumber :Human Exposure Asssment,Enviromental Health Criteria (WHO,2000)

2.5.2.3. Analisis Efek (effect assesment)
Menurut (BPOM RI, 2001) Analisis efek adalah perkiraan hubungan antara
dosis atau tingkat paparan pada suatu organisme, dengan insidensi dan tingkat efek
yang dialibatkannya. Termasuk deskripsi hubungan kuantitatif antara derajat paparan
terhadap suatu bahan kimia dengan derjaat efek toksik.
Hubungan dosis-respon yang berbeda dapat diamati pada bahan yang sama,
karena efek toksik yang dipengaruhi oleh jumlah asupan bahan kimia atau dosis yang
diabsorbsi, frekuensi paparan dan waktu. Pada analisis risiko kesehatan manusia,

Universitas Sumatera Utara

24

risiko yang dikaji hanya terpusat pada manusia. Oleh karena itu ketidakpastian dalam
analisis risiko manusia hanya terbatas pada variasi jalur paparan dan perbedaan
sensitivitas setiap individu (BPOM RI, 2001). Sehingga konsep risiko mengandung
pengertian probabilitas yang disebut dengan RfC ( Reference Consentration ). RfC
bukan konsentrasi yang acceptable melainkan hanya acuan saja, jika dosis yang
diterima manusia melebihi RfC maka probalitas mendapatkan risiko juga bertambah
(Rahman, 2005).
Dosis-respon atau efek dosis suatu zat toksik menunjukkan tingkat toksisitas
zat tersebut dan dinyatakan sebagai : 1) Tingkat paparan paling tinggi yang efek
biologinya tidak teramati (NOAEL). 2) Tingkat paparan paling rendah yang efek
biologinya teramati (LOAEL). 3) Efek-efek temporer dan permanen atau dosis
efektif, seperti iritasi mata atau saluran pernafasan. 4) Luka permanen. 5) Efek
fungsional kronis. 6) Efek mematikan.
Reference consentration ditetapkan dengan membagi NOAEL ( No Observed
Adverse Effect Level ) dengan UF (Uncertainty Factor ) x MF (Modifying Factor )

(Kolluru et al, 1996).

RfC 

NOAEL
UF  MF

2.5.2.4. Analisis Dosis-Respon untuk Efek Non-Karsinogen H2S
Tahap analisis risiko ini menyangkut identifikasi jenis efek merugikan yang
berhubungan dengan pajanan zat toksik yang telah diidentifikasi juga menyangkut
hubungan besar pajanan dengan efek yang merugikan.

Universitas Sumatera Utara

25

Tujuan analisis dosis respon adalah untuk menduga apakah risk agent yang
terpilih berpotensi menimbulkan efek yang merugikan pada populasi yang berisiko.
Tujuan lainnya adalah untuk membuat estimasi hubungan kuantatif tingkat
pemajanan dengan peningkatan efek merugikan kesehatan. Analisis dosis respon
merupakan satu kesatuan dengan analisis pajanan.). Konsentrasi acuan (RfC)
ditentukan berdasarkan infomasi studi tikus percobaan yang tepapar H2S secara
inhalasi sehingga timbul penyakit subkronis seperti perubahan suara tikus menjadi
sengau dan radang pada mukosa penciuman tikus. Nilai RfC untuk H2S yang
terdaftar di EPA-IRIS adalah 0,001 mg/m³. Asal- usul RfC didasarkan pada suatu
nilai NOAEL = 1 mg/m³ dengan nilai LOAEL = 2,6 mg/m³ dengan suatu faktor
ketidakpastian 1.
Dengan demikian, perhitungan untuk RfC paparan kronik H2S dari udara
adalah sebagai berikut (US EPA,2003) :

RfC 

1mg/m 3
 0,001 mg/m 2  hari
11000

dimana : 1mg/m³ = nilai NOAEL
1

= nilai faktor ketidakpastian (uncertainry factor, UF)

1000

= nilai rekomendasi faktor ketidakpastiakn untuk paparan dalam
udara

2.5.2.5.Karakteristik Risiko (risk characterization)
Karakteristik risiko adalah perkiraan suatu risiko yang merugikan yang dapat
terjadi pada manusia akibat dari pajanan yang dinyatakan dengan Risk Quotient (RQ).
Perkiraan tersebut dapat dilakukan melalui estimasi risiko, yaitu kuantifikasi

Universitas Sumatera Utara

26

probabilitas terjadinya risiko berdasarkan identifikasi bahaya, analisis efek dan
analisis pajanan.
Karakterisasi risiko adalah penghubung antara risiko dengan manajemen
risiko. Asupan manusia (intake) dibandingkan dengan konsentarsi acuan (RfC). Rasio
antara asupan dengan RfC dikenal dengan bilangan risiko (Risk Quetients), disingkat
RQ. Dalam Analaisa Risiko Kesehatan Lingkungan (ARKL), RQ menyatakan
kemungkinan risiko yang potensial terjadi. Semakin besar RQ di atas 1, semakin
besar pula kemungkinan risiko iru terjadi. Dan sebaliknya jika nilai RQ kurang 1,
maka semakin kecil kemungkinan risiko kesehatan itu terjadi (Kolluru et al, 1996).
K arakteristik risiko didapat dengan perhitungan perkiraann tingkat risiko dengan
persamaan perhitungan RQ (Kolluru, 1996) adalah sebagai berkut :
Risk Quotients (RQ) = Intake (m3/kg-hari) …………………. (2)
RfC/ RfD (m3/kg-hari)

Apabila RQ < 1 menunjukkan indikasi tidak adanya kemungkinan terjadinya risiko
efek yang merugikan, tetapi segala kondisi tetap dipertahankan sehingga nilai RQ
tidak melebih satu. Sedangkan RQ > 1 menunjukkan indikasi adanya kemungkinan
terjadinya risiko efek yang merugikan yang juga berarti semakin besar pajanan risk
agent berakibat semakin besar menimbulkan risiko kesehatan sehingga perlu

dilakukan pengendalian risiko terhadap efek pajanan tersebut.
2.5.2.6. Manajemen Risiko
Menurut Mansyur M tahun 2007 manajemen risiko kesehatan adalah proses
yang bertahap dan berkesinambungan. Manajemen risiko adalah upaya yang
didasarkan pada informasi tentang risiko kesehatan yang diperoleh melalui suatu

Universitas Sumatera Utara

27

analisis risiko, untuk mencegah, menanggulangi, atau memulihkan efek yang
merugikan kesehatan oleh paparan zat toksik. Hasil dari karakterisasi risiko kemudian
digunakan untuk memutuskan upaya-upaya pengendalian dengan memperhatikan
faktor-faktor lain, seperti ketersediaan teknologi, perangkat hukum dan perundangan,
sosial, ekonomi dan informasi politik.
Formula untuk manajemen risiko adalah membuat berbagai macam scenario
sedemikian rupa sehingga intake suatu risk agent sama dengan RfC-nya. Caranya
adalah dengan mengurangi masa paparan atau waktu kontak atau konsentrasinya.
Upaya-upaya pengendalian risiko pada dasarnya ada tiga, yaitu :
1) Pengendalian secara administratif (legal)
2) Pengendalian Pajanan Bahan Kimia
3) Pendidikan dan Pelatihan
1.

Pengendalian Secara Administratif (legal)
Salah satu bentuk pengendalian secara administratif atau legal ádalah

penetapan standar kualitas atau Baku Mutu Lingkungan (BML). Dalam pengendalian
secara teknik, aspek-aspek teknologi sangat penting karena pemilihan teknologi yang
tepat dapat menjamin ketaatan legal dan administratif (Rahman, 2005).
2.

Pengendalian Pajanan Bahan Kimia
Pengendalian dapat dilakukan dengan berbagai cara, tergantung keadaan pada

saat tersebut. Hirarki yang disarankan dalam pengendalian secara umum adalah;
pengendalian secara teknis, pengendalian secara administratif, dan yang terakhir
adalah penggunaan alat pelindung diri (personal protective equipment) . Pengendalian
pajanan ditujukan untuk mencegah terjadinya pajanan bahaya kesehatan, atau

Universitas Sumatera Utara

28

menurunkan tingkat pajanan sampai pada tingkat yang dapat diterima (acceptable
level).

Pada kasus pajanan kimia maka hirarki yang disarankan adalah: substitusi
bahan yang berbahaya dengan yang tidak atau kurang berbahaya, pengendalian teknik
seperti penyempurnaan ventilasi, perbaikan prosedur kerja dengan tujuan
menurunkan pajanan, dan penggunaan alat pelindung diri.
3.

Pendidikan dan Pelatihan
Menurut Suyono (1993) kegiatan komunikasi, informasi dan edukasi

termasuk

penyampaian

instruksi

dan

pelatihan,

perlu

dilakukan

secara

berkesinambungan. Pendidikan dan latihan merupakan komponen penting dalam
perlindungan kesehatan. Tujuan utama pendidikan dan latihan ini adalah agar pekerja:
1) Mengerti, paling tidak pada tingkat dasar, bahaya kesehatan yang terdapat di
lingkungan masyarakat
2) Mempunyai kebiasaan sehat dan selamat serta hygiene perorangan yang baik
3) Mengenal gejala dini gangguan kesehatan akibat pajanan bahaya tertentu
4) Melakukan pertolongan pertama apabila terjadi gangguan kesehatan sesegera
mungkin
2.6. Gas Hidrogen Sulfida dan Pengaruhnya terhadap Kualitas Udara
Pengaruh limbah terhadap kesehatan dapat dikelompokkan menjadi efek yang
langsung dan tidak langsung. Yang dimaksud efek langsung adalah efek yang
disebabkan karena kontak yang langsung dengan limbah tersebut. Misalnya, limbah
beracun, limbah korosif terhadap tubuh, teratogenik dan lain-lain.

Universitas Sumatera Utara

29

Pengaruh tidak langsung dapat dirasakan masyarakat akibat proses
pembusukan, pembakaran, dan pembuangan limbah. Dekomposisi limbah biasanya
terjadi secara aerobik, dilanjutkan secara fakultatif, dan secara anaerobik apabila
oksigen telah habis. Dekomposisi anaerobik akan meng hasilkan gas H 2S, N2, H2 dan
NH3 ( Soemirat, 2004).
Gas H2S yang dilepaskan dari limbah mempengaruhi kualitas udara
disekitarnya. H2S ini bersifat racun bagi tubuh juga berbau busuk sehingga secara
estetis tidak dapat diterima. Jadi penumpukan limbah yang membusuk tidak dapat
dibenarkan.
2.7. Kerangka Teori
Analisa Risiko Kesehatan Lingkungan terdiri dari empat langkah sebagai
berikut ( Yassi et al.,2001)
1. Identifikasi Bahaya
Identifikasi bahaya dilakukan terhadap kandungan H2S dalam udara yang dihirup
oleh masyarakat di sekitar KIM dengan mengukur konsentrasi H2S.
2. Analisis Dosis-Respon
Analisis dosis-respon tidak dilakukan dalam penelitian ini. Dosis-respon H2S
diperoleh dari US EPA (2003) yang menyatakan konsentrasi acuan ( Reference
Concentration, RfC ) untuk paparan asam sulfida secara inhalasi adalah 0,001

mg/m³.

Universitas Sumatera Utara

30

3. Analisis Paparan
Analisis paparan dilakukan dengan pengukuran besarnya paparan, yaitu dengan
mengestimasi jumlah asupan udara yang dihirup setiap harinya dengan
memperhitungkan konsentrasi H2S dalam udara, frekuensi paparan, durasi
paparan, dan berat badan.
4. Karakteristik Risiko
Karaktersitik risiko adalah perkiraan risiko secara numerik, melalui estimasi
risiko dengan kuantitatif probabilitas yaitu perbandingan antara asupan dengan
konsntrasi acuan (RfC). Tingkat risiko dinyatakan dengan bilangan risiko ( Risk
Quetients). Semakin besar nilai RQ > 1, semakin besar kemungkinan risiko

kesehatan yang potensial terjadi. Sebaliknya semakin kecil nilai RQ < 1, semakin
kecil kemungkinan risiko kesehatan itu untuk terjadi ( Kollura et al.,1996).
Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan sebelumnya maka
disusunlah suatu kerangka teori yang akan meringkas semua hal-hal yang
berkaitan dengan H2S dalam analisis risiko. Kerangka teori yang disajikan
diadopsi dari Louvar dan Louvar (1998)

Universitas Sumatera Utara

31

Analisis Risiko
Identifikasi Bahaya
Asam Sulfida Memiliki Sifat Sifat :
Rumus Molekul :H2S
Berat Molekul
: 34,1
Bentuk
: gas (Pada suhu kamar)
Warna
:Tidak Berwarna
Bau
: Bau Telur Busuk
Titik didih
: -77  C (760 mmHg)
Kerapatan gas
:1,2
Kelarutan
: Sedikit larut dalam air
Identifikasi Sumber
Air ,Udara, Makanan

Analisis Paparan
Paparan dari udara melalui inhalasi
Paparan dari makanan dan air
melalui ingesti
Paparan dari air dan konta

Analisis Dosis Respon
Dosis acuan (RFD)
Secara Oral : 0,003 mg/kg-hari
KonsentrasiAcuan (RFC)
Secara Inhalasi : 0,001 mg/kg-hari
Karakteristik Risiko
Tingkat Risiko tinggi (RQ>1)
Tingkat Risiko rendah (RQ≤ 1)
Manajemen Risiko

Gambar 2.2.Alur Analisis Risiko Paparan H2S
Sumber :Louvar FL dan Louvar BD,1998

2.8. Kerangka Konsep Penelitian
Berdasarkan tinjauan kepustakaan yang telah diuraikan pada bab sebelumnya
maka disusun suatu kerangka teori yang merupakan modifikasi hasil ringkasan dari

Universitas Sumatera Utara

32

IPCS 1985, ATSDR 2000 dan Louvar 1998 yang dianalisis mulai dari sumber,
mekanisme absorsi ke dalam tubuh manusia hingga efek terhadap kesehatan.

Konsenterasi
Hidrogen Sulfida:
-Radius 300 m
-Radiun 800 m
Sekitar Kawasan
industri Medan di
Kecamatan Medan
Labuhan

Besar Risiko Kesehatan
(RQ) akibat Pajanan
Hidrogen Sulfida

Efek
Hidrogen
Sulfida

RQ >1
Risiko Tinggi
RQ