Resolusi Konflik Lingkungan PT Kawasan Industri Medan (PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan

(1)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI

MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN

TANGKAHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN

KOTA MEDAN

TESIS

Oleh

M. ASRI ARIEF

067004010/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009

S

E K O L

A

H

P A

S C

A S A R JA N


(2)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI

MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN

TANGKAHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN

KOTA MEDAN

TESIS

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan

pada Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara

Oleh

M. ASRI ARIEF

067004010/PSL

SEKOLAH PASCASARJANA

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2009


(3)

Judul Tesis : RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN

INDUSTRI MEDAN (PT. KIM) DENGAN

MASYARAKAT KELURAHAN TANGKAHAN

KECAMATAN MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN Nama Mahasiswa : M. Asri Arief

Nomor Pokok : 067004010

Program Studi : Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL)

Menyetujui: Komisi Pembimbing

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS) Ketua

(Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS) Anggota

(Dr. Ir. Tavi Supriana, MS) Anggota

Ketua Program Studi

(Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS)

Direktur

(Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc)


(4)

Telah diuji pada Tanggal 30 Maret 2009

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS

Anggota : 1. Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS 2. Dr. Ir. Tavi Supriana, MS 3. Prof. Dr. Badaruddin, MS 4. Dr. Ir. Zahari Zein, M.Sc


(5)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN TANGKAHAN

KECAMATAN MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN

ABSTRAK

Dalam suasana euforia reformasi, eskalasi konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya semakin meningkat. Segala aspek konflik (frame of conflict) seperti konflik lingkungan, merupakan tantangan bagi perusahaan untuk membangun konsep kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya yang lebih baik dan akomodatif pada masa yang akan datang. Konflik lingkungan yang terjadi antara PT KIM dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan (Masyarakat Tangkahan), merupakan suatu bukti konkrit kurang harmonisnya sebuah kawasan industri dengan masyarakat sekitarnya. Padahal konstribusi PT KIM dalam berbagai bentuk seperti partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan serta berbagai dukungan (multiplier effect) terhadap perekonomian Masyarakat Tangkahan sudah sering dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan, konstribusi PT KIM tersebut tidak menyurutkan protes-protes dari masyarakat.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan bagaimana model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan untuk mengetahui model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Kelurahan ini dipilih karena konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan terjadi di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data Statistik Deskriptif, yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah dibuangnya limbah cair perusahaan ke parit/drainase yang berada di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan, menyebarnya bau busuk, banyaknya sumur penduduk yang tercemar limbah cair, kurangnya penyerapan tenaga kerja dari warga Kelurahan Tangkahan dan rendahnya community development di Kelurahan Tangkahan.

Model resolusi konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah Resolusi Konflik Lingkungan berbasis Prilaku Adaptif, suatu penekanan prilaku yang berorientasi pada pelaksanaan kesepakatan atau tindaklanjut rekomendasi yang didasari oleh itikad baik PT KIM dan kekuatan positif atau kearifan lokal dari masyarakat untuk ikut berperan serta menjaga kelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial yang kondusif. Pada model ini menuntut pentingnya PT KIM dan Masyarakat Tangkahan melakukan transformasi prilaku yang ditopang oleh beberapa faktor internal maupun eksternal.


(6)

ENVIRONMENTAL CONFLICT RESOLUTION PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) WITH VILLAGE PEOPLE SUB TANGKAHAN

LABUHAN MEDAN KOTA MEDAN

ABSTRACT

In the euphoric atmosphere of reform, the escalation of conflict between the company and its surrounding communities is increasing. All aspects of the conflict (the frame of conflict), such as conflict environment, a challenge for companies to develop the concept of partnership between the company and surrounding communities a better and accommodating in the future. Environmental conflicts that occur between PT KIM with the Public Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan (Community Tangkahan), is a concrete evidence of lack of harmony an industrial area with the surrounding community. Whereas PT KIM contribution in various forms such as participation in social activities as well as various support (multiplier effect) on the economy Tangkahan Communities have often implemented. But the reality on the ground, the contribution of PT KIM does not dampen the protests from the public.

The problem in this study is whether the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and how the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan? The purpose of this study was to determine the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and to know the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan.

Location determined by purposive research in Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan. Villages were selected because of environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan occur in the environment of I-XII Kelurahan Tangkahan. The analysis of the data used in this research is data analysis Descriptive statistics, which describe or give a picture of the object under study through a sample or population data as it is.

The results showed that the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan wastewater company was thrown into a ditch/drainage in the Environment I-XII Kelurahan Tangkahan, spreading the stench, the number of wells contaminated wastewater population, lack of the employment of citizens and low Tangkahan Village community development in the Village Tangkahan.

Model of conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan is based Environmental Conflict Resolution Adaptive Behaviours, a behavior-oriented emphasis on implementation agreement or follow recommendations based on good faith PT KIM and positive forces or local knowledge of the community to participate and maintain the environment living and social environment conducive. In this model requires the importance of PT KIM and Society Tangkahan transformation behavior that is supported by several internal and external factors.


(7)

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan anugerah dan hidayah-Nya, sehingga penulisan tesis ini dapat diselesaikan. Tesis ini berjudul “Resolusi Konflik Lingkungan PT Kawasan Industri Medan (PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan

Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan, penulisan tesis ini dimaksudkan untuk

memenuhi sebagian persyaratan guna mencapai gelar Magister Sains pada Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara (SPs-USU) Medan.

Terima kasih yang sedalam-dalamnya penulis ucapkan kepada yang terhormat

Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS selaku Ketua Komisi Pembimbing, Prof. Dr. Suwardi Lubis, MS dan Dr. Ir. Tavi Supriana, MS selaku Anggota Komisi

Pembimbing, Prof. Dr. Badaruddin, MS dan Dr. Ir. Zahari Zein, MSc selaku Dosen Pembanding karena kesediaannya memberikan bimbingan, petunjuk serta saran kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada:

1. Prof. dr. Chairuddin P. Lubis, DTM&H, Sp.A(K), selaku Rektor Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. Ir. T. Chairun Nisa B, M.Sc, selaku Direktur Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.


(8)

3. Prof. Dr. Alvi Syahrin, SH, MS, selaku Ketua Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

4. Prof. Dr. Erman Munir, M.Sc, selaku Sekretaris Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

5. Para Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

6. Para Karyawan dan Karyawati Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara. 7. Rekan-rekan Mahasiswa Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan (PSL) Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.

8. Ayahanda Drs. HM. Arief S dan Ibunda Hj. Haniah tercinta, Bapak dan Ibu Mertua tercinta HM. Asnawi Said dan Hj. Musliman (almarhumah), Istri tersayang dan buah hati pelipur lara ketika gundah melanda jiwa Dra. Hj. Rostina Asri dan Rina Afdhaliah Asri.

9. Seluruh Direksi, Staf maupun karyawan PT KIM terutama Manager

Pengendalian Lingkungan Hidup Bapak David Manurung, atas segala bantuan ketika melaksanakan penelitian.

10. Kepala Kecamatan Medan Labuhan beserta Staf dan Kepala Kelurahan Tangkahan beserta Staf yang tidak mengenal lelah membantu dan mengantarkan penulis berkeliling mengumpulkan data di Kelurahan Tangkahan.


(9)

11. Rekan-rekan seperjuangan di Lembah Tidar Magelang dan para senior di Markas Komando Pangkalan Utama TNI AL I (Mako Lantamal I) yang selalu memberikan semangat dengan pertanyaannya: “Kapan Menyelesaikan Tugas Belajar?”

12. Rekan-rekan yang tergabung dalam Kelompok Diskusi Wartawan Maritim, terutama kepada para senior dan rekan-rekan di Harian Analisa dan Harian

Waspada yang selama ini memberikan kesempatan kepada penulis untuk

mengisi rubrik “Opini”.

13. Semua pihak yang telah banyak membantu, terutama yang telah memberikan doa dan dukungan moril tetapi tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari bahwa tesis ini masih banyak kekurangan, maka dengan segala kerendahan hati penulis sangat mengharapkan masukan dan saran yang bersifat konstruktif dari semua pihak untuk kesempurnaan penulisan tesis ini.

Akhirulkalam, berbekal suatu harapan, semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak terutama bagi mereka yang menghabiskan waktu dan perhatiannya pada penanganan konflik lingkungan. Amin.

Wassalamu Alaikum Wr Wb.

Medan, Maret 2009


(10)

RIWAYAT HIDUP

Nama : M. Asri Arief

Tempat/Tgl Lahir : Ujung Pandang, 07 Oktober 1968 Alamat : Komplek TNI AL “Macan Tutul

Jalan Bengkalis AL 21 Belawan

Pendidikan : 1. SD Negeri Inpres Tappanjeng Kab Bantaeng Sulsel (1981) 2. SMP IMMIM Putera Makassar (1984)

3. SMA IMMIM Putera Makassar (1987)

4. Fak. Hukum Jurusan Hukum Internasional UNHAS (1993) Pekerjaan : 1. Perwira Staf Operasi Lantamal I (1997)

2. Perwira Staf Intelijen Lantamal I (2001)

3. Perwira Staf Minlog Satroltas Lantamal I (2003) 4. Perwira Staf Personel Lantamal I (2009)


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK……….

ABSTRACT………

KATA PENGANTAR………

RIWAYAT HIDUP………

DAFTAR ISI ………

i ii iii vi vii

DAFTAR TABEL ………

DAFTAR GAMBAR...

DAFTAR LAMPIRAN……….

xi xii xiii

I. PENDAHULUAN ………. 1

1.1. Latar Belakang ………

1.2. Perumusan Masalah ………

1.3. Tujuan Penelitian ………

1.4. Manfaat Penelitian ………..

1.5. Landasan Teori………..

1.5.1. Teori-Teori Penyebab Konflik…………..………

1.5.2. Pendekatan Penanganan Konflik..………..………....

1.6. Kerangka Berfikir……….

1 5 5 5 6 6 9 12


(12)

II. TINJAUAN PUSTAKA ………. 13 2.1. Pengertian Lingkungan... 2.2. Proses Pencemaran Lingkungan... 2.3. Pengertian Konflik dan Resolusi Konflik... 2.3.1. Pengertian Konflik ... 2.3.2. Resolusi Konflik………...

2.4. Beberapa Kasus Konflik Lingkungan... 13 15 16 16 20 27

III. METODOLOGI PENELITIAN ………. 30

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………...

3.1.1. Lokasi Penelitian………..……….

3.1.2. Waktu Penelitian……….……….…..

3.2. Teknik Pengumpulan Data………..

3.3. Populasi dan Sampel...……….

3.4. Analisis Data ...………..………

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN………...

30 30 30 31 31 34 35


(13)

4.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu... 4.1.2. Sarana Air Bersih di Kelurahan Tangkahan... 4.2. Gambaran Umum PT Kawasan Industri Medan (PT KIM)... 4.2.1. Sejarah Berdirinya PT KIM... 4.2.2. Visi dan Misi PT KIM... 4.2.3. Objek dan Strategi PT KIM... 4.2.4. Luas Wilayah PT KIM... 4.2.5. Dokumen Pengelolaan Lingkungan Hidup PT KIM... 4.2.6. Berbagai Kegiatan di Sekitar PT KIM... 4.2.7. Sarana dan Fasilitas PT KIM…...

4.2.8. Pengolahan Air Limbah PT KIM... 4.3. Faktor-Faktor Penyebab Terjadinya Konflik Lingkungan... 4.3.1. Keberadaan PT Kawasan Industri Medan (PT KIM)... 4.3.2. Kualitas Lingkungan di Kelurahan Tangkahan... 4.3.3. Pencemaran Limbah Cair... 4.3.4. Korban Pencemaran Limbah Cair... 4.3.5. Penyakit yang Dialami Masyarakat... 4.3.6. Tanggung Jawab PT KIM terhadap Pencemaran Limbah Cair.... 4.3.7. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan PT KIM... 4.3.8. Negosiasi PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan... 4.4. Resolusi Konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan... 4.4.1. Pengolahan Air Limbah Sebelum Dibuang...

35 37 38 38 40 40 40 41 41 43 45 47 48 49 51 52 53 53 55 56 59 62


(14)

4.4.2. Pembangunan Parit Permanen... 4.4.3. Penggantian Sumur Masyarakat yang Tercemar... 4.4.4. Perawatan Parit Secara Rutin... 4.4.5. Pembangunan Pintu Klep Air... 4.4.6. Prioritas Putra-Putri Tangkahan Bekerja di PT KIM... 4.4.7. Pengobatan Gratis... 4.4.8. Mendukung Kegiatan Sosial dan Keagamaan... 4.5. Model Resolusi Konflik Lingkungan... 4.5.1. Prilaku Adaptif PT KIM... 4.5.2. Prilaku Adaptif Masyarakat Tangkahan... 4.5.3. Beberapa Faktor Eksternal... 4.5.4. Harmoni Lingkungan...

64 65 66 67 68 69 69 71 73 75 79 81

V. KESIMPULAN DAN SARAN………..……….. 84

5.1 Kesimpulan ... 5.2 Saran-saran ... DAFTAR PUSTAKA...

84 84 86


(15)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1. Tipe-Tipe Konflik... 18

3.1. Jadwal Penelitian... 30

3.2. 3.3. Data Kependudukan Kelurahan Tangkahan... Jumlah Sampel di Setiap Lingkungan……… 32 33 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu………… 35

4.2. Sarana Air Bersih Kelurahan Tangkahan……….………. 37

4.3. Tanggapan tentang Keberadaan PT KIM...……… 48

4.4. Kualitas Lingkungan di Kelurahan Tangkahan…….……… 50

4.5. Kondisi Lingkungan di Kelurahan Tangkahan……….……… 51

4.6. Korban Pencemaran Limbah Cair….……… 52

4.7. Penyakit yang Dialami Masyarakat Tangkahan……… 53

4.8. Tanggung Jawab PT KIM atas Pencemaran Limbah Cair…………. 54

4.9. Kegiatan Sosial Kemasyarakatan PT KIM……….... 55

4.10. Negosiasi PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan……….. 56

4.11. Keterlibatan Masyarakat Bernegosiasi dengan PT KIM….…... 57

4.12. Kesepakatan PT KIM dengan Masyarakat………... 58


(16)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

1.1. 4.1. 4.2.

Kerangka Berfikir... Skema Proses Pengolahan Air Limbah Tahap... Model Resolusi Konflik Lingkungan Berbasis Prilaku Adaptif...

12 45 71


(17)

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Judul Halaman

1. 2.

Kuisioner………...

Dokumentasi Penelitian... 89 95


(18)

RESOLUSI KONFLIK LINGKUNGAN PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) DENGAN MASYARAKAT KELURAHAN TANGKAHAN

KECAMATAN MEDAN LABUHAN KOTA MEDAN

ABSTRAK

Dalam suasana euforia reformasi, eskalasi konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya semakin meningkat. Segala aspek konflik (frame of conflict) seperti konflik lingkungan, merupakan tantangan bagi perusahaan untuk membangun konsep kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya yang lebih baik dan akomodatif pada masa yang akan datang. Konflik lingkungan yang terjadi antara PT KIM dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan (Masyarakat Tangkahan), merupakan suatu bukti konkrit kurang harmonisnya sebuah kawasan industri dengan masyarakat sekitarnya. Padahal konstribusi PT KIM dalam berbagai bentuk seperti partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan serta berbagai dukungan (multiplier effect) terhadap perekonomian Masyarakat Tangkahan sudah sering dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan, konstribusi PT KIM tersebut tidak menyurutkan protes-protes dari masyarakat.

Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan bagaimana model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan? Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan dan untuk mengetahui model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Kelurahan ini dipilih karena konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan terjadi di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan. Adapun analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis data Statistik Deskriptif, yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah dibuangnya limbah cair perusahaan ke parit/drainase yang berada di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan, menyebarnya bau busuk, banyaknya sumur penduduk yang tercemar limbah cair, kurangnya penyerapan tenaga kerja dari warga Kelurahan Tangkahan dan rendahnya community development di Kelurahan Tangkahan.

Model resolusi konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah Resolusi Konflik Lingkungan berbasis Prilaku Adaptif, suatu penekanan prilaku yang berorientasi pada pelaksanaan kesepakatan atau tindaklanjut rekomendasi yang didasari oleh itikad baik PT KIM dan kekuatan positif atau kearifan lokal dari masyarakat untuk ikut berperan serta menjaga kelestarian lingkungan hidup dan lingkungan sosial yang kondusif. Pada model ini menuntut pentingnya PT KIM dan Masyarakat Tangkahan melakukan transformasi prilaku yang ditopang oleh beberapa faktor internal maupun eksternal.


(19)

ENVIRONMENTAL CONFLICT RESOLUTION PT KAWASAN INDUSTRI MEDAN (PT KIM) WITH VILLAGE PEOPLE SUB TANGKAHAN

LABUHAN MEDAN KOTA MEDAN

ABSTRACT

In the euphoric atmosphere of reform, the escalation of conflict between the company and its surrounding communities is increasing. All aspects of the conflict (the frame of conflict), such as conflict environment, a challenge for companies to develop the concept of partnership between the company and surrounding communities a better and accommodating in the future. Environmental conflicts that occur between PT KIM with the Public Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan (Community Tangkahan), is a concrete evidence of lack of harmony an industrial area with the surrounding community. Whereas PT KIM contribution in various forms such as participation in social activities as well as various support (multiplier effect) on the economy Tangkahan Communities have often implemented. But the reality on the ground, the contribution of PT KIM does not dampen the protests from the public.

The problem in this study is whether the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and how the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan? The purpose of this study was to determine the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan and to know the model of environmental conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan.

Location determined by purposive research in Kelurahan Kecamatan Medan Labuhan Tangkahan Medan. Villages were selected because of environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan occur in the environment of I-XII Kelurahan Tangkahan. The analysis of the data used in this research is data analysis Descriptive statistics, which describe or give a picture of the object under study through a sample or population data as it is.

The results showed that the factors that lead to environmental conflicts between PT KIM with the Public Tangkahan wastewater company was thrown into a ditch/drainage in the Environment I-XII Kelurahan Tangkahan, spreading the stench, the number of wells contaminated wastewater population, lack of the employment of citizens and low Tangkahan Village community development in the Village Tangkahan.

Model of conflict resolution between PT KIM with the Public Tangkahan is based Environmental Conflict Resolution Adaptive Behaviours, a behavior-oriented emphasis on implementation agreement or follow recommendations based on good faith PT KIM and positive forces or local knowledge of the community to participate and maintain the environment living and social environment conducive. In this model requires the importance of PT KIM and Society Tangkahan transformation behavior that is supported by several internal and external factors.


(20)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Memasuki era reformasi dan transformasi kehidupan sosial politik, paham demokratisme dijalankan secara konstruktif sejak tahun 1998. Seiring dengan itu, perjalanan kehidupan bermasyarakat dan bernegara di Indonesia memasuki tahapan baru antara lain dengan meningkatnya kuantitas dan kualitas konflik sosial yang melanda berbagai lapisan masyarakat. Segala aspek konflik (frame of conflict) dalam kehidupan bermasyarakat seperti konflik lingkungan, konflik sumberdaya alam dan berbagai jenis konflik lainnya, berakibat pada disintegrasi sosial yang seringkali disertai dengan musnahnya aneka aset material dan non-material. Kehancuran aset non-material yang paling sering ditemukan berwujud dekapitalisasi modal sosial yang ditandai dengan hilangnya kepercayaan (trust) diantara pihak yang bertikai, rusaknya jaringan (networking) komunikasi antar warga dan hilangnya pentaatan (compliance) pada tata aturan norma dan tatanan sosial. Keberadaan konflik yang selama tiga puluh tahun lalu ditabukan oleh masyarakat maupun negara, sekarang menjadi tindakan yang seakan mendapatkan legitimasi dalam sistem tata kehidupan berazaskan demokrasi (Dharmawan, 2007).

Meningkatnya intensitas konflik memang menarik perhatian berbagai pihak, karena sejarah stereotipe bangsa Indonesia selama ini lebih banyak ditandai dengan ciri-ciri sebagai bangsa yang ramah tamah atau bangsa yang penuh toleransi, tetapi sekarang berubah dan justru menunjukkan karakter sebagai bangsa yang beringas


(21)

dengan taraf kekerasan (degree of violence) yang menembus batas-batas kemanusiaan.

Dalam suasana euforia reformasi itu, eskalasi konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya pun semakin meningkat. Beberapa konflik yang terjadi, tidak sekedar menuntut ganti rugi tetapi telah memunculkan tindakan kekerasan seperti pengrusakan aset perusahaan dan penutupan saluran pembuangan limbah. Dari berbagai konflik lingkungan yang terjadi, mencerminkan adanya indikasi bahwa hubungan industrial dengan masyarakat sekitarnya dewasa ini kurang harmonis. Tuntutan perubahan paradigma manajamen perusahaan semakin vokal, pada sisi lain masyarakat semakin berani melakukan protes-protes atau demonstrasi yang bersifat destruktif terhadap aset perusahaan.

Maraknya konflik lingkungan yang terjadi, merupakan tantangan bagi perusahaan untuk membangun konsep kemitraan antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya yang lebih baik dan akomodatif untuk masa yang akan datang. Konflik lingkungan yang terjadi antara PT Kawasan Industri Medan (selanjutnya disebut PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan (Masyarakat Tangkahan), merupakan suatu bukti kongkrit kurang harmonisnya sebuah kawasan industri dengan masyarakat sekitarnya. Padahal konstribusi PT KIM dalam berbagai bentuk seperti partisipasi dalam kegiatan sosial kemasyarakatan dan berbagai dukungan (multiplier effect) terhadap perekonomian Masyarakat Tangkahan sudah sering dilaksanakan. Namun kenyataan di lapangan, konstribusi PT KIM tersebut tidak menyurutkan protes-protes dari masyarakat.


(22)

Konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan berawal dari adanya indikasi beberapa perusahaan yang membuang limbah cair langsung ke parit (drainase) yang berada di Kelurahan Tangkahan. Data dari PT KIM secara transparan menyebutkan bahwa 29 (dua puluh sembilan) perusahaan menghasilkan limbah cair, 17 (tujuh belas) perusahaan mengalirkan limbah cair ke IPAL (Instalasi Pengolahan Air Limbah) terpadu PT KIM dan 12 (dua belas) perusahaan lainnya tidak mengalirkan limbah cair ke IPAL terpadu melainkan langsung ke parit yang berada di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Pada akhir tahun 2006, Masyarakat Tangkahan mengajukan tuntutan ke PT KIM karena terjadi pencemaran air sumur penduduk, banyak warga yang terjangkit penyakit gatal-gatal dan menyebarnya bau busuk.

Indikasi pencemaran lingkungan oleh beberapa perusahaan PT KIM tersebut, ditanggapi Masyarakat Tangkahan dengan melakukan perlawanan dan unjuk rasa memprotes pembuangan limbah cair ke lingkungan masyarakat, bahkan masyarakat

melakukan penutupan (penyumbatan) saluran pembuangan limbah yang

mengakibatkan banjir di beberapa lokasi dalam areal PT KIM.

Berbagai upaya penanganan konflik telah dilaksanakan, bahkan Tripika Kecamatan Medan Labuhan telah mempertemukan PT KIM dengan perwakilan Masyarakat Tangkahan. Namun pertemuan tersebut justru memunculkan konflik baru di kalangan Masyarakat Tangkahan yang mengklaim bahwa warga yang hadir pada pertemuan itu tidak sepenuhnya mewakili Masyarakat Tangkahan, karena telah


(23)

disusupi oleh "oknum" yang berpihak pada kepentingan kelompok tertentu dan kepentingan perusahaan.

Penolakan damai Masyarakat Tangkahan tersebut patut dicermati, karena perluasan konflik yang mengarah pada tindakan kekerasan biasanya berawal dari tidak adanya kesepahaman yang berlarut-larut dari pihak yang berkonflik. Dalam konteks konflik antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan, telah tercipta perluasan konflik yang cenderung meningkat. Hal ini dapat diprediksi sejak munculnya konflik tersembunyi yang ditandai dengan munculnya "pemimpin politik" di tingkat lingkungan, kemudian berkembang menjadi konflik disertai kekerasan yang bercirikan gerakan penduduk atas nama "akibat". Tahapan yang lebih frontal, berupa aksi penutupan saluran pembuangan limbah.

Susskind dan Secunda (1998), menegaskan bahwa penyelesaian konflik perlu pendekatan konsensual secara konsisten karena lebih efisien dan lebih stabil dibandingkan dengan pendekatan-pendekatan konvensional. Tuntutan untuk menemukan upaya-upaya penanganan konflik yang efektif dan efisien sejalan dengan eskalasi konflik sosial yang semakin meningkat, apalagi konflik-konflik lingkungan di era reformasi ini menunjukkan bentuk yang semakin beragam. Konflik yang terjadi tidak sebatas masyarakat dengan masyarakat, tetapi konflik antara masyarakat dengan dunia usaha terus muncul dengan intensitas yang lebih tinggi.

Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis meyakini perlunya melakukan penelitian secara mendalam terhadap permasalahan tersebut yang dirangkum dalam sebuah judul: “Resolusi Konflik Lingkungan PT Kawasan Industri


(24)

Medan (PT KIM) dengan Masyarakat Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan”.

1.2. Perumusan Masalah

1. Apakah faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan?

2. Bagaimana model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan?

1.3. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

2. Untuk mengetahui model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

1.4. Manfaat Penelitian

1. Kepentingan praktis, hasil penelitian ini diharapkan menjadi masukan dalam menyelesaikan konflik lingkungan yang terjadi antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan.

2. Kepentingan akademis, sebagai bahan kajian bagi perkembangan ilmu pengetahuan di bidang penyelesaian konflik lingkungan.


(25)

3. Kepentingan peneliti lainnya, sebagai bahan kajian dan referensi untuk penelitian sejenis maupun penelitian lanjutan.

1.5. Landasan Teori

1.5.1. Teori-teori Penyebab Konflik

Fisher, et al (2000), mengungkapkan dalam buku “Working with Conflict: Skills & Strategies for Action” bahwa ada 6 (enam) teori penyebab timbulnya konflik, yaitu:

1. Teori Hubungan Masyarakat

Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh polarisasi yang terus terjadi, ketidakpercayaan dan permusuhan diantara kelompok yang berbeda dalam suatu masyarakat. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a. Meningkatkan komunikasi dan saling pengertian antara kelompok-kelompok yang mengalami konflik.

b. Mengusahakan toleransi agar masyarakat dapat saling menerima keragaman yang ada di dalamnya.

2. Teori Negosiasi Prinsip

Teori ini menganggap bahwa konflik disebabkan oleh posisi-posisi yang tidak selaras dan perbedaan pandangan tentang konflik oleh pihak-pihak yang mengalami konflik. Sasaran yang ingin dicapai teori ini adalah:

a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk memisahkan perasaan pribadi dengan berbagai masalah yang ada dan mengupayakan kemampuan


(26)

mereka untuk melakukan negosiasi berdasarkan kepentingan-kepentingan mereka sendiri.

b. Melancarkan proses pencapaian kesepakatan yang menguntungkan kedua belah pihak.

3. Teori Kebutuhan Manusia

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh kebutuhan dasar manusia seperti fisik, mental dan sosial yang tidak terpenuhi atau dihalangi. Keamanan, identitas, pengakuan dan partisipasi sering merupakan inti pembicaraan. Sasaran yang ingin dicapai dalam teori ini adalah:

a. Membantu pihak-pihak yang mengalami konflik untuk mengidentifikasi dan mengupayakan bersama kebutuhan mereka yang tidak terpenuhi dan menghasilkan pilihan-pilihan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan itu. b. Mengupayakan pihak-pihak yang mengalami konflik mencapai kesepakatan

untuk memenuhi kebutuhan dasar semua pihak. 4. Teori Identitas

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh identitas yang terancam, sering berakar pada hilangnya sesuatu atau penderitaan di masa lalu yang tidak terselesaikan. Sasaran yang ingin dicapai oleh teori ini adalah:

a. Melalui fasilitasi lokakarya dan dialog antara pihak-pihak yang mengalami konflik, diharapkan dapat mengidentifikasi ancaman-ancaman dan ketakutan yang mereka rasakan untuk membangun empati dan rekonsiliasi antara mereka.


(27)

b. Meraih kesepakatan bersama yang mengakui kebutuhan identitas pokok semua pihak.

5. Teori Kesalahpahaman antar Budaya

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh ketidakcocokan dalam cara berkomunikasi diantara berbagai budaya yang berbeda. Sasaran yang ingin dicapai oleh teori ini adalah:

a. Menambah pengetahuan pihak-pihak yang mengalami konflik mengenai budaya pihak lain.

b. Mengurangi stereotip negatif yang mereka miliki tentang pihak lain. c. Meningkatkan keefektifan komunikasi antarbudaya.

6. Teori Transformasi Konflik

Teori ini berasumsi bahwa konflik disebabkan oleh masalah ketidaksetaraan dan ketidakadilan yang muncul sebagai masalah-masalah sosial, budaya dan ekonomi. Sasaran yang ingin dicapai dalam teori ini adalah:

a. Mengubah berbagai struktur dan kerangka kerja yang menyebabkan ketidaksetaraan dan ketidakadilan, termasuk kesenjangan ekonomi.

b. Meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang diantara pihak yang mengalami konflik.

c. Mengembangkan berbagai proses dan sistem untuk mempromosikan

pemberdayaan, keadilan dan perdamaian.

Berdasarkan teori-teori yang disebutkan di atas, maka penulis mengemukakan satu konsep yaitu Teori Konflik Lingkungan. Suatu teori yang berasumsi bahwa


(28)

konflik lingkungan terjadi karena adanya perseteruan atau perdebatan-perdebatan terhadap penguasaan elemen-elemen alam dalam suatu lingkungan. Umumnya berupa udara, air, lahan dan masalah pengelolaan limbah. Dari konsep Teori Konflik Lingkungan dihubungkan dengan tuntutan Masyarakat Tangkahan, maka dapat dikemukakan bahwa konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan berawal dari kekeliruan pengelolaan limbah perusahaan PT KIM sehingga menimbulkan pencemaran lingkungan.

Sasaran teori ini antara lain diarahkan pada itikad baik pihak pengelola industri untuk mengelola limbah sesuai kaidah atau prinsip pengelolaan limbah industri secara kontinu dan konsisten. Tidak sebatas sebuah tuntutan yuridis dalam kerangka perlindungan lingkungan dari pencemaran, tetapi sesungguhnya tersirat suatu sikap luhur dan tanggung jawab moral dari kalangan pengelola industri untuk bertindak profesional mewujudkan kondisi realitas lingkungan hidup yang tetap terjaga dalam determinasi dan rutinitas kegiatan usahanya. Teori ini juga bertujuan meningkatkan jalinan hubungan dan sikap jangka panjang diantara pihak yang mengalami konflik melalui pengembangan berbagai proses dan sistem untuk pemberdayaan, keadilan dan perdamaian antara sebuah kawasan industri dengan masyarakat di sekitarnya.

1.5.2. Pendekatan Penanganan Konflik

Menanggapi eskalasi kuantitas dan kualitas konflik, berbagai penelitian dan usaha praktis telah dilakukan untuk mengurangi sekaligus menangani berbagai


(29)

konflik. Fisher, et al (2000), menyebutkan beberapa pendekatan penanganan konflik yaitu:

1. Pencegahan konflik bertujuan mencegah timbulnya konflik yang keras. 2. Penyelesaian konflik bertujuan mengakhiri prilaku kekerasan melalui

suatu persetujuan perdamaian.

3. Pengelolaan konflik bertujuan membatasi dan menghindari kekerasan dengan mendorong perubahan prilaku positif bagi pihak yang terlibat. 4. Resolusi konflik bertujuan menangani sebab-sebab konflik dan berusaha

membangun hubungan baru yang dapat bertahan lama diantara kelompok yang bermusuhan.

5. Transformasi konflik bertujuan mengatasi sumber-sumber konflik sosial dan politik yang lebih luas dan berusaha mengubah kekuatan negatif dari peperangan menjadi kekuatan sosial dan politik yang positif.

Berdasarkan pendekatan penanganan konflik di atas, penulis menilai bahwa pendekatan resolusi konflik sangat tepat diterapkan pada konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan. Kesepakatan yang ada antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan selama ini belum mengakomodir kedua pihak secara optimal, sehingga perlu pendekatan penanganan yang lebih efektif dan efisien. Resolusi konflik lebih menekankan pada keinginan untuk membangun kerjasama antara kedua pihak secara teknis sehingga masing-masing merasa menjadi bagian yang tak terpisahkan, bentuk kerjasama pun tidak sebatas pernyataan yang bersifat


(30)

hukum dan mengikat melainkan lebih bersifat rekomendasi yang harus ditindaklanjuti.

Dari perpaduan teori konflik lingkungan dengan pendekatan penanganan konflik yang diuraikan di atas, penulis akan menggambarkan sebuah model resolusi konflik lingkungan yang mampu mengakomodir kepentingan jangka panjang dari para pihak yang berkonflik. Model resolusi konflik lingkungan tersebut bersifat menyeluruh, sehingga menjadi abstraksi dari sebuah realitas konflik yang terjadi. Dalam model resolusi konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan, dijelaskan secara sistematis berbagai faktor penyebab terjadinya konflik lingkungan, serta berbagai faktor penunjang yang secara eksternal diharapkan mampu mewujudkan suatu kesepahaman dari kedua pihak dalam upaya penanganan konflik lingkungan secara optimal dan menyeluruh.

Model resolusi konflik lingkungan yang penulis kemukakan berbasis Prilaku

Adaptif, sebuah konsep model yang menuntut kearifan dan ketulusan para pihak yang

berkonflik untuk melakukan tranformasi prilaku. Kebiasaan dan prilaku yang cenderung tidak berpihak pada citra pembangunan yang ramah lingkungan, harus ditinggalkan agar tidak menjadi preseden buruk dalam kehidupan bermasyarakat. Penekanan dari transformasi prilaku, berorientasi pada upaya untuk membangun hubungan yang saling menguntungkan dalam menjaga relativitas kelestarian lingkungan hidup, termasuk daya tampung dan daya dukung lingkungan serta lingkungan sosial yang kondusif.


(31)

1.6. Kerangka Berfikir

Gambar 1.1. Kerangka Berfikir

PT KIM Masyarakat Tangkahan

Konflik Faktor Penyebab

Terjadinya Konflik Lingkungan

Solusi Konflik

Resolusi Konflik


(32)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Lingkungan

Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup menyebutkan pengertian lingkungan adalah kesatuan ruang

dengan semua benda, daya, keadaan dan makhluk hidup termasuk manusia dan prilakunya yang mempengaruhi kelangsungan perikehidupan dan kesejahteraan manusia serta makhluk hidup lain (Pasal 1 ayat 1).

Menurut Supardi (2003), lingkungan atau sering juga disebut lingkungan hidup adalah jumlah semua benda hidup dan benda mati serta seluruh kondisi yang ada di dalam ruang yang kita tempati. Secara garis besar ada 2 (dua) macam lingkungan yaitu lingkungan fisik dan lingkungan biotik. Pertama, lingkungan fisik adalah segala benda mati dan keadaan fisik yang ada di sekitar individu misalnya batu-batuan, mineral, air, udara, unsur-unsur iklim, kelembaban, angin dan lain-lain. Lingkungan fisik ini berhubungan erat dengan makhluk hidup yang menghuninya, sebagai contoh mineral yang dikandung suatu tanah menentukan kesuburan yang erat hubungannya dengan tanaman yang tumbuh di atasnya. Kedua, lingkungan biotik adalah segala makhluk hidup yang ada di sekitar individu baik manusia, hewan dan tumbuhan. Tiap unsur biotik, berinteraksi antar biotik dan juga dengan lingkungan fisik atau lingkungan abiotik.


(33)

Lingkungan biotik maupun abiotik selalu mengalami perubahan, baik secara tiba-tiba maupun secara perlahan. Perubahan ini berhubungan erat dengan ekosistemnya yang mempunyai stabilitas tertentu. Semakin besar aneka ragam ekosistem semakin besar daya stabilitasnya, misalnya hutan di daerah tropis yang mengandung begitu banyak ragam tumbuh-tumbuhan dan hewan, walaupun tanpa perawatan tetap akan dapat mempertahankan stabilitas kehidupannya. Sebaliknya, sawah atau ladang yang hanya terdiri dari beberapa jenis tumbuh-tumbuhan, mempunyai stabilitas yang kecil sehingga tanpa perawatan maka stabilitasnya akan terganggu.

Bagi manusia, daya dukung lingkungan sangat penting bagi kehidupan. Daya dukung yang dimaksud adalah seberapa banyak jumlah unsur, baik biotik maupun abiotik yang dapat dimanfaatkan dan menjamin kehidupan sejumlah penduduk yang mendiami suatu lingkungan. Pada suatu saat, lingkungan tidak dapat lagi memenuhi syarat kehidupan penghuninya karena daya dukung mulai berkurang atau akibat menurunnya kualitas lingkungan akibat ulah manusia atau adanya pencemaran.

Menurut Supardi (2003), upaya menghalangi atau mengurangi terjadinya penurunan kualitas lingkungan, maka perlu adanya suatu pedoman untuk mempertahankan kelestarian lingkungan yaitu:

1. Manusia hendaknya selalu memelihara dan memperbaiki lingkungan untuk generasi mendatang.

2. Dalam pemanfaatan sumber-sumber daya yang non renewable (yang tidak dapat diganti) perencanaan dan pengelolaannya harus efektif dan efisien.


(34)

3. Pembangunan ekonomi dan sosial hendaknya ditujukan selain untuk kesejahteraan umat juga untuk memperbaiki kualitas lingkungan.

4. Dalam mengadakan kebijaksanaan lingkungan, hendaknya diarahkan kepada peningkatan potensi pembangunan bukan sebatas untuk masa kini tetapi juga untuk masa yang akan datang.

5. Ilmu dan teknologi yang diterapkan untuk pemecahan masalah lingkungan harus ditujukan demi kegunaan seluruh umat manusia.

6. Perlu adanya pendidikan, pelatihan maupun pengembangan secara ilmiah tentang pengelolaan lingkungan sehingga semua problem-problem lingkungan dapat ditanggulangi.

7. Ada kerjasama yang baik dari semua pihak dalam rangka mempertahankan kelestarian dan mencegah terjadinya kerusakan atau kemusnahan.

2.2. Proses Pencemaran Lingkungan

Pencemaran lingkungan hidup adalah masuknya atau dimasukkannya makhluk hidup, zat, energi dan/atau komponen lain ke dalam lingkungan hidup oleh kegiatan manusia sehingga kualitasnya turun sampai ke tingkat tertentu yang menyebabkan lingkungan hidup tidak dapat berfungsi sesuai dengan peruntukannya (Pasal 1 angka 12 UU No. 23/1997).

Proses pencemaran lingkungan dapat terjadi secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu bahan pencemar tersebut langsung berdampak meracuni sehingga mengganggu kesehatan manusia, hewan dan tumbuhan atau


(35)

mengganggu keseimbangan ekologis baik air, udara maupun tanah. Proses tidak langsung yaitu beberapa zat kimia bereaksi di udara, air maupun tanah, sehingga menyebabkan pencemaran.

Dampak pencemaran ada yang langsung terasa, misalnya berupa gangguan kesehatan langsung (penyakit akut) atau gangguan kesehatan yang akan dirasakan setelah jangka waktu tertentu (penyakit kronis). Sebenarnya alam juga memiliki kemampuan sendiri untuk mengatasi pencemaran (selfrecovery), namun alam memiliki keterbatasan (www.tlitb.org/plo/index.html, 2007).

Pencemaran dari kegiatan industri pada umumnya bersumber dari: 1. Kegiatan produksi dan penambangan.

2. Kegiatan pengadaan energi dan uap yang meliputi pembakaran bahan fosil atau penggunaan bahan-bahan.

3. Usaha jasa pemeliharaan atau pembersihan peralatan industri, proses produksi, sarana produksi dan lain-lain (http://www.gorontaloprov.go.id).

2.3. Pengertian Konflik dan Resolusi Konflik

2.3.1. Pengertian Konflik

Dalam istilah asing, pengertian konflik (conflict) dibedakan dengan pengertian sengketa (dispute). Hadi (2006), menyebutkan bahwa dalam sengketa menyangkut konflik sedangkan konflik belum tentu mengandung sengketa. Dalam Kamus Bahasa Indonesia, kedua istilah tersebut diartikan sebagai perselisihan. Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga Penyedia Jasa


(36)

Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan (PP No. 54/2000),

menyebutkan bahwa sengketa lingkungan merupakan perselisihan antara dua pihak atau lebih yang ditimbulkan oleh adanya atau diduga adanya pencemaran dan atau perusakan lingkungan hidup.

Aplikasi di lapangan, definisi konflik sebagaimana yang disebutkan dalam PP Nomor 54/2000 berkembang lebih luas. Tidak sebatas adanya pencemaran dan perusakan lingkungan tetapi juga mencakup perubahan tata guna lahan, kewenangan pemanfaatan termasuk perebutan hak pemanfaatan. Definisi konflik yang begitu luas, menunjukkan bahwa konflik dapat terjadi pada diri individu dalam hubungannya dengan individu lain, individu dengan institusi atau kelompok masyarakat dengan institusi/organisasi.

Lacey (2003), mendefinisikan konflik sebagai "a fight, a collision, a struggle,

a contest, opposition of interest, opinion or purposes, mental strife, agony" (suatu

pertarungan, benturan, pergulatan, pertentangan kepentingan-kepentingan, opini-opini atau tujuan-tujuan, pergulatan mental, penderitaan batin). Konflik memang melekat erat dalam dinamika kehidupan, sehingga manusia dituntut selalu berjuang dengan konflik.

Zein (2007), menyatakan bahwa konflik adalah:

a. Sebuah perdebatan atau pertandingan untuk memenangkan sesuatu.

b. Ketidaksetujuan terhadap sesuatu, argumentasi, pertengkaran atau perdebatan. c. Perjuangan, peperangan atau konfrontasi.


(37)

Tipe konflik dan karakteristiknya sebagaimana disebutkan dalam A Manual

on Alternative Conflict Management Based Natural Resource Projects in The South Pacific dapat dilihat pada Tabel 2.1:

Tabel 2.1. Tipe-Tipe Konflik

Tipe Karakteristik Contoh

Struktural (Social) Ketimpangan, ketidakadilan, tidak terwakili secara struktur sosial

- Perbedaan level pendidikan

- Tidak berkelanjutan karena over eksploitasi terhadap sumberdaya Struktural (Legal) Sistem hukum bias kepada

stakeholder tertentu

Hanya mengenal pemilik lahan saja tapi tidak menyebut pengguna lain Struktural

(Economi)

Kekuatan ekonomi bias terhadap kelompok stakeholder tertentu

- Ekonomi dan kekuatan politik dari perusahaan - Kebijakan yang

mengabaikan norma adat dalam pemilikan tanah

Identitas (Cultural) Perbedaan nilai dari berbagai kelompok masyarakat tertentu dalam mendefinisikan identitas mereka

- Perbedaan nilai terhadap lahan dan sumberdaya alam

- Rasial, agama, suku, etnis dan bahasa

- Terlalu kuat pandangan emosional

Sumber: Overseas Development Institute, 1998.

Menurut Supadi (2001), secara umum konflik adalah “prilaku anggota

organisasi yang dilakukan berbeda dengan anggota lainnya”. Konflik timbul

disebabkan oleh beberapa faktor antara lain: perbedaan persepsi, perbedaan cara merealisasikan tujuan, perbedaan kepentingan atau suatu pihak melakukan sabotase terhadap yang lain. Dua penyebab yang pertama merupakan jenis konflik yang dapat


(38)

menjadikan organisasi dinamis bila di-manage dengan tepat, cepat dan profesional. Penyebab lainnya merupakan dampak dari mis-management sehingga konflik semacam itu sedapat mungkin dihindari atau diselesaikan secepatnya sebelum menimbulkan dampak kontra-produktif bagi organisasi.

Konflik pada hakikatnya dapat didefinisikan sebagai segala macam interaksi pertentangan atau antagonis antar dua atau lebih kepentingan (Chaidir, 2001). Robbins, salah seorang pakar ilmu prilaku organisasi merumuskan konflik sebagai berikut: "sebuah proses atau upaya yang sengaja dilakukan oleh seseorang atau

lebih untuk menghalangi usaha yang dilakukan orang/pihak lain dalam berbagai bentuk hambatan (blocking) yang menjadikan orang lain tersebut merasa frustasi dalam usahanya mencapai tujuan yang diinginkan". Sehingga yang dimaksud dengan

konflik adalah proses pertikaian yang terjadi sedangkan peristiwa yang berupa gejolak dan sejenisnya adalah salah satu manifestasinya. Lebih jauh Robbins menegaskan, setiap membahas konflik maka eksistensi konflik selalu diasosiasikan sebagai oposisi (lawan) dan blokade. Dapat juga terjadi bahwa situasi-situasi yang sebenarnya dapat dianggap "bernuansa konflik" ternyata tidak dianggap sebagai konflik karena anggota-anggota kelompok tidak menganggapnya sebagai konflik. Sebaliknya, ada konflik yang hanya dibayangkan "ada" sebagai sebuah persepsi, ternyata tidak riil sebagai sebuah konflik (Syamsuddin, 2004).

Dua orang penulis dari Amerika Serikat, Cathy A Constantino dan Chistina Sickles Merchant dalam Syamsuddin (2004), mengatakan dengan kata-kata yang lebih sederhana bahwa konflik pada dasarnya adalah: "sebuah proses


(39)

mengekspresikan ketidakpuasan, ketidaksetujuan atau harapan-harapan yang tidak terealisasi". Kedua penulis tersebut sepakat dengan Robbins bahwa konflik pada

dasarnya adalah sebuah proses.

Sebagian besar masyarakat masih cenderung memandang konflik sebagai hal yang harus dihindari bukan sebagai realita yang harus di-manage. Padahal dinamika kehidupan berorganisasi dalam bentuk, jenis dan ukuran apapun tidak akan terjadi tanpa adanya konflik. Perlu mempersepsikan konflik sebagai realita yang tidak perlu dihindari apalagi ditakuti sehingga menjadikan kehidupan organisasi menjadi stagnan. Sebaliknya, konflik harus diterima sebagai “mesin” dinamika organisasi

yang harus dikelola secara cerdas, karena dalam kenyataannya konflik tidak selamanya bersifat destruktif. Dalam konteks pemikiran seperti yang disebutkan di atas, konflik tidak identik dengan kegagalan atau kemunduran, tetapi merupakan awal sebuah dinamika karena di tengah terjadinya konflik sebenarnya sedang berlangsung pula proses reparadigming.

2.3.2. Resolusi Konflik

Sebuah fabel Cina kuno, menceritakan jika dua pihak tidak mau mengalah dalam menyelesaikan suatu masalah maka kedua pihak akan menuai kerugian. Fabel itu mengisahkan, seekor Tiram berjemur diri di pantai dengan kedua kulitnya yang terbuka lebar. Ketika seekor Bangau menghampiri dan mematuk dagingnya, tiba-tiba sang Tiram mengatupkan dirinya sambil menjepit paruh panjang sang Bangau, tidak satu pun yang ingin mengalah. Akhir kisah, seorang nelayan mendekati dan menangkap keduanya.


(40)

Pelajaran yang dapat ditarik dari fabel tersebut, bahwa yang besar tidak selamanya memperoleh kemenangan terhadap pihak yang kecil. Pada sisi lain, selemah-lemahnya pihak yang kecil, selalu ada kekuatan tersendiri untuk melakukan perlawanan. Oleh karena itu, jangan meremehkan yang kecil, sebaliknya yang kecil pun hendaknya tahu diri dan tidak memaksakan kehendak untuk mendapatkan sesuatu.

Dalam hubungan industrial, ajaran kisah di atas sudah dikenal, namun aplikasinya jarang dilaksanakan. Pada tingkat nasional, didambakan hubungan industrial yang mampu menciptakan perkembangan ekonomi dan hubungan yang harmonis diantara para pelakunya. Pada tingkat perusahaan didasari pula bahwa hubungan yang serasi dan sehat antara pengusaha, pekerja serta hubungan dengan masyarakat sekitarnya akan menciptakan ketenangan usaha dan ketentraman kerja yang pada gilirannya dapat mendorong produktivitas.

Dorcey (1986), menegaskan bahwa dalam banyak situasi terdapat lebih dari satu akar konflik yang akan muncul yaitu:

a. Perbedaan pengetahuan atau pemahaman dapat mengarah pada timbulnya konflik. b. Konflik dimungkinkan muncul karena perbedaan nilai.

c. Perbedaan kepentingan dapat menimbulkan konflik, meskipun berbagai kelompok menerima fakta dan interpretasi yang sama serta mempunyai kesamaan nilai. d. Konflik dapat muncul karena adanya persoalan pribadi atau latar belakang


(41)

Hendricks (2006), menyebutkan lima gaya manajemen konflik yang dapat dipilih sebagai upaya untuk menyelesaian konflik. Pertama, penyelesaian konflik dengan mempersatukan (integrating). Penyelesaian konflik dengan cara mempersatukan mendorong tumbuhnya creative thinking (berfikir kreatif), mengembangkan alternatif merupakan kekuatan dari gaya integrating. Kedua, penyelesaian konflik dengan kerelaan untuk membantu (obliging), strategi ini berperan dalam menyempitkan perbedaan antar kelompok dan mendorong para pihak untuk mencari persamaan dasar. Ketiga, penyelesaian konflik dengan cara mendominasi (dominating), merupakan kebalikan dari cara obliging. Strategi ini dapat menjadi reaksioner, digerakkan oleh mekanisme mempertahankan diri. Keempat, penyelesaian konflik dengan menghindar (avoiding), aspek negatif cara ini diantaranya adalah menghindar dari tanggungjawab. Kelima, penyelesaian konflik dengan kompromi (compromising), cara ini dianggap paling efektif apalagi menghadapi isu yang kompleks. Kompromi dapat menjadi pemecah perbedaan atau pertukaran konsesi, cara ini hampir selalu dijadikan sarana oleh semua kelompok yang berselisih untuk mendapatkan jalan keluar atau pemecahan masalah.

Manajemen konflik dapat berjalan maksimal, jika mampu mengembangkan pendekatan yang dapat dipercaya untuk melaksanakan manajemen konflik itu sendiri. Manajemen konflik membutuhkan keputusan yang jelas, manajemen konflik memerlukan toleransi terhadap perbedaan, manajemen konflik mengurangi agresi, manajemen konflik mengurangi prilaku pasif dan manajemen konflik memerlukan pengurangan prilaku manipulatif.


(42)

Konflik hendaknya dianggap sebagai suatu faktor yang konstruktif, bukan semata destruktif di dalam perencanaan dan pengambilan keputusan dalam kerangka pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan (Mitchell, et al, 2007). Memandang konflik sebagai suatu faktor yang konstruktif sejalan dengan tujuan pengelolaan lingkungan hidup yaitu tercapainya keselarasan, keserasian dan keseimbangan antara manusia dan lingkungan hidup. Konflik lingkungan yang terjadi antara masyarakat dengan pihak industri misalnya, tidak bermakna harus menyingkirkan masyarakat atau memindahkan industrinya (Syahrin, 2006).

Mengelola konflik merupakan salah satu kunci utama meraih “performance” yang optimal dalam setiap organisasi. Namun sering dalam praktek, persepsi demikian tampaknya masih timpang. Selama ini organisasi tanpa konflik selalu dipersepsi sebagai kondisi ideal dan harmonis. Konflik jarang dipandang sebagai

“vitamin” kehidupan organisasi, tetapi justru sebagai virus pembawa “penyakit”.

Padahal jika konflik dikelola secara cerdas akan sangat dekat korelasinya dengan kehidupan organisasi yang dinamis dan efektif. Sangat mustahil, sebuah organisasi hidup tanpa konflik mengalami dinamika yang membangun.

Sebagaimana diketahui bahwa nilai-nilai sosial yang diajarkan dan dianut dalam masyarakat selalu bersifat anti konflik. Nilai-nilai persatuan, kesatuan, kerjasama dan gotong royong selalu ditekankan untuk dapat mencapai tujuan bersama. Di lain pihak, nilai-nilai demokrasi, musyawarah untuk mufakat dan sikap menghargai perbedaan pendapat tidak jarang dikorbankan secara tidak proporsional demi menjaga kelestarian nilai-nilai sosial tersebut. Oleh karena itu, resolusi konflik


(43)

adalah bagaimana mengklasifikasikan jenis konflik dinamis kemudian di-manage, bukan menghindari ataupun menghilangkan konflik karena dari perbedaan pendapat itulah sering timbul kebenaran. Resolusi konflik juga menangani sebab-sebab konflik dan berusaha membangun hubungan baru yang dapat bertahan lama diantara kelompok-kelompok yang bermusuhan (Fisher, et al, 2000).

Pada hakekatnya terdapat dua pandangan utama dalam memandang konflik, yaitu pandangan tradisional dan interaksional. Dalam pandangan tradisional, konflik dianggap mengganggu kerjasama untuk mencapai tujuan organisasi. Dalam konsep pemikiran demikian, konflik selalu mengandung pengertian negatif, jelek dan destruktif. Sebaliknya, dalam pandangan interaksional, konflik justru mendorong terjadinya efektivitas organisasi dalam bentuk perubahan dan pengambilan keputusan yang lebih baik. Tanpa konflik, suatu organisasi akan statis, apatis dan tidak responsif. Namun, agar konflik dapat fungsional maka harus dikendalikan secara cerdas dan profesional, sehingga efektivitas organisasi akan optimal (Supadi, 2001).

Nilai-nilai sosial yang berlaku selama ini dimana konflik ditempatkan dalam

dectructive zone perlu direformasi, konflik yang nyata-nyata bersifat destruktif harus

segera dicarikan solusinya. Sebaliknya, konflik yang bersifat positif harus di-manage secara tepat agar aspek organisasi ini dapat menstimulasi peningkatan performance dan dinamika organisasi melalui proses sustainable reparadigming. Ketidakmampuan ataupun kegagalan menerapkan resolusi konflik akan bermuara pada kehidupan organisasi yang apatis, stagnan dan disfungsional. Diperlukan kemampuan mengimplementasikan resolusi konflik secara cerdas dan berdasarkan visi, misi dan


(44)

strategi praktis yang design-nya sanggup menyulap konflik sebagai “mesin” dinamika

organisasi. Sehingga, format organisasi tersebut akan selalu match dengan lingkungan strategisnya (Supadi, 2001).

Dharmawan (2007), menegaskan bahwa secara umum resolusi konflik seharusnya dimulai dengan pengetahuan yang mencukupi tentang peta atau profil konflik sosial yang terjadi di suatu kawasan. Berbekal peta tersebut, segala kemungkinan dan peluang resolusi konflik diperhitungkan dengan cermat, sehingga setiap manfaat dan kerugiannya dapat dikalkulasikan dengan baik. Seringkali dijumpai banyak kasus bahwa sebuah pilihan penyelesaian atau tindakan rasional untuk menangani konflik sosial, tidak mampu menghapuskan akar persoalan konflik secara tuntas dan menyeluruh. Pada kasus yang demikian maka resolusi konflik sepantasnya dikelola (conflict management) pada derajat dan suasana yang sedemikian rupa sehingga ledakan berupa “clash social” yang berdampak sangat

destruktif dapat dihindarkan.

Menurut Lamuru (2007), upaya resolusi konflik adalah: 1. Melakukan upaya-upaya penyelesaian konflik tanpa kekerasan.

2. Fasilitasi (pemberdayaan kelompok lokal atau masyarakat terkena dampak). 3. Mediasi (lobbing dan negosiasi para pihak yang berkepentingan).

4. Informasi dan komunikasi (inamisasi penerapan upaya penyelesaian konflik). 5. Mendorong upaya-upaya untuk kolaborasi penyelesaian konflik bersama


(45)

Sejalan dengan itu, menyelesaikan sebuah konflik, terlebih dahulu harus memahami apa sebenarnya konflik itu. Menurut Zein (2007), ada tiga tahap dalam memahami konflik, yaitu:

1. Jangan selalu dilihat sebagai ancaman kekerasan, tetapi lebih luas sebagai ekspresi dari perubahan sosial yang terjadi. Misalnya perubahan teknologi, komersialisasi milik publik, privatisasi, konsumerisme, kebijakan pemerintah pada sumber daya alam, tekanan-tekanan kepada buruh atau masyarakat dan sebagainya.

2. Konflik akan selalu dihadapi dan tidak dapat dihindari atau ditekan dalam dinamika kehidupan.

3. Konflik harus dapat diterima, dikelola dan ditransformasikan menjadi perubahan sosial yang positif.

Tujuan dari resolusi konflik lingkungan, yaitu: 1. Untuk mencegah konflik berkembang tidak terkendali. 2. Untuk mencegah konflik laten muncul kembali.

3. Mencari kemungkinan mentransformasi konflik menjadi kekuatan perubahan sosial yang positif.

Chaidir (2001), menyatakan ada tiga metode penyelesaian konflik yang lazim dipergunakan yaitu metode dominasi atau penekanan, metode kompromi dan metode pemecahan masalah interaktif. Metode dominasi tidak mengharamkan aturan mayoritas melalui pemungutan suara atau voting.


(46)

Metode kompromi adalah penyelesaian konflik melalui pencarian jalan tengah yang dapat diterima kedua belah pihak dan menerima tawaran kompensasi (dalam banyak kasus, metode ini seringkali dimanfaatkan oleh para "calo reformasi" yakni kelompok yang pintar menangguk di air keruh). Berbeda dengan dua metode sebelumnya, penyelesaian konflik melalui pemecahan masalah secara interaktif maka konflik antarkelompok diubah menjadi masalah bersama yang dapat diselesaikan melalui teknik-teknik pemecahan masalah. Apa pun teori dan teknik penyelesaiannya, hal yang diperlukan adalah kejujuran dan keikhlasan semua pihak.

2.4. Beberapa Kasus Konflik Lingkungan

Dalam banyak kasus penyelesaian konflik lingkungan, seringkali bermuara pada kesepakatan bersifat rekomendasi yang harus ditindaklanjuti. Beberapa kasus konflik lingkungan adalah:

a. Konflik Lingkungan antara Masyarakat Tangerang dengan Pabrik Tekstil

Sumber konflik adalah limbah cair yang keluar dari saluran pembuangan dan mencemari Kali Sabi, secara sederhana upaya penyelesaian melalui perundingan, para pihak pun bersedia berunding dan Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang sebagai mediator.

Dua pelajaran yang dapat dipetik dari kasus ini adalah: Pertama, kunci penyelesaian terletak pada respon yang cepat dari instansi pengelola lingkungan hidup dan itikad baik dari pihak industri. Kedua, posisi Dinas Lingkungan Hidup dalam kasus ini sangat dilematis, karena timbulnya pencemaran limbah cair juga


(47)

disebabkan oleh kelalaian melaksanakan pengawasan pada kegiatan industri. Oleh karena itu, pengaduan masyarakat diharapkan menjadi umpan balik bagi instansi yang bersangkutan.

b. Konflik Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bantargebang

Konflik TPA akan menjadi fenomena menonjol terutama di kota-kota besar, seiring meningkatnya volume sampah dan manajemen pengelolaan sampah. Konflik ini muncul karena Pemerintah Kota (Pemko) pada umumnya mengelola sampah tidak berdasarkan prinsip sanitary landfill, sebatas melakukan pengangkutan dan pembuangan (open dumping).

Selain menimbulkan pencemaran terhadap lingkungan di sekitarnya, TPA Bantargebang seluas 108 ha tersebut tidak sesuai dengan ketentuan izin lokasi seperti yang ditegaskan dalam Keputusan Gubernur Jawa Barat dan pengangkutan sampah juga menimbulkan gangguan bagi masyarakat yang wilayahnya dilalui armada angkutan sampah. Masyarakat Kota Bekasi menuntut kepedulian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta terhadap pencemaran di Bantargebang. Jika upaya penyelesaian hanya berupa ganti rugi, dikhawatirkan akan timbul tuntutan kambuhan.

c. Konflik Lingkungan Masyarakat Dukuh Tapak dengan Pihak Industri

Konflik lingkungan ini berawal dari pembuangan limbah cair beberapa perusahaan di wilayah industri Tugu Kota Semarang ke Kali Tapak. Kasus ini menarik perhatian dan diliput secara luas berbagai media massa karena masyarakat Dukuh Tapak dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) pendamping mengadukan kasus pencemaran ke LBH (Lembaga Bantuan Hukum), kemudian


(48)

pihak LBH melanjutkan kasus pencemaran ini ke Menteri Perindustrian dan Menteri Negara Lingkungan Hidup.

Upaya perundingan dan butir-butir kesepakatan cukup optimal, namun dari pemantauan berbagai pihak ditemukan adanya beberapa kesepakatan yang tidak ditindaklanjuti oleh pihak industri. Beberapa catatan hasil pemantauan menyebutkan bahwa dari 14 (empat belas) butir kesepakatan, pihak industri hanya menindaklanjuti pemberian ganti rugi, pembinaan dan penyuluhan kepada masyarakat.

Penyelesaian ketiga kasus konflik lingkungan yang disebutkan di atas, hanya sebatas perundingan atau musyawarah yang menghasilkan beberapa butir kesepakatan tetapi tindak lanjut kesepakatan tidak sepenuhnya dilaksanakan. Oleh karena itu, langkah perundingan sebagai upaya penanganan konflik lingkungan perlu didukung oleh unsur eksternal berupa “tekanan” yang merupakan bentuk “power

untuk mengawasi pelaksanaan kesepakatan itu sendiri.


(49)

III. METODOLOGI PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

3.1.1. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ditetapkan secara purposive di Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan. Kelurahan ini dipilih karena konflik lingkungan PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan terjadi pada 12 (dua belas) lingkungan kelurahan.

Selain melakukan aksi penutupan saluran pembuangan limbah PT KIM, pada tanggal 21 Desember 2006 Masyarakat Tangkahan kembali melakukan aksi unjuk rasa ke DPRD Tk I Sumatera Utara menuntut pertanggungjawaban PT KIM.

3.1.2. Waktu Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini selama 3 (tiga) bulan, dapat dilihat pada Tabel 3.1:

Tabel 3.1. Jadwal Penelitian

No. Kegiatan

Bulan

Jul Agt Sep Okt Nop Des

1. Persiapan/Kolokium

2. Pengumpulan Data

3. Penulisan Tesis

4. Seminar Hasil


(50)

3.2. Teknik Pengumpulan Data

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah Metode Deskriptif, selain membuat gambaran mengenai situasi atau kejadian berdasarkan akumulasi data dasar, juga membuat prediksi untuk mendapatkan makna serta implikasi dari suatu masalah yang ingin dipecahkan (Nazir, 1999). Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan secara field riset atau langsung mengumpulkan data di lapangan dengan menggunakan instrumen observasi langsung, wawancara yang mendalam dan penelaahan terhadap dokumen tertulis (Lubis, 1999).

Data yang diperoleh melalui observasi langsung terdiri dari perincian tentang kegiatan, prilaku, tindakan orang-orang serta keseluruhan kemungkinan interaksi interpersonal dan proses penataan yang merupakan bagian dari pengalaman manusia yang dapat diamati. Melalui wawancara mendalam dan terbuka diperoleh data yang terdiri dari kutipan langsung dari orang-orang tentang pengalaman, pendapat, perasaan dan pengetahuannya. Data yang diperoleh dari penelaahan dokumen tertulis berupa aturan perundang-undangan, terbitan dan laporan resmi serta jawaban tertulis yang terbuka terhadap kuesioner dan survei.

3.3. Populasi dan Sampel

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh jumlah Kepala Keluarga (KK) yang berdomisili di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan yang berjumlah 2.998 KK, data kependudukan Kelurahan Tangkahan dapat dilihat pada Tabel 3.2:


(51)

Tabel 3.2. Data Kependudukan Kelurahan Tangkahan

No. Lingkungan Jumlah Penduduk Jumlah

Kepala Keluarga (KK)

1. I 677 148

2. II 526 104

3. III 728 136

4. IV 1.326 292

5. V 1.488 317

6. VI 2.215 417

7. VII 1.250 273

8. VIII 1.935 387

9. IX 1.610 407

10. X 1.348 301

11. XI 231 55

12. XII 715 161

Jumlah 14.049 2.998

Sumber: Kelurahan Tangkahan, 2008.

Penetapan jumlah sampel menggunakan rumus Yamane (1979) sebagai berikut:

Keterangan:

n = Jumlah Sampel N = Jumlah Populasi d = Presisi (10 %)

Dari rumus tersebut, jumlah Kepala Keluarga (KK) yang menjadi sampel adalah:

N

n

=

N (d)² + 1

2.998


(52)

= 97 KK

Pada Tabel 3.3 menjelaskan jumlah KK yang dijadikan sebagai sampel di masing-masing lingkungan:

Tabel 3.3. Jumlah Sampel di Setiap Lingkungan

No. Lingkungan Jumlah Kepala Keluarga (N) Jumlah Sampel (n)

1. I 148 5

2. II 104 3

3. III 136 4

4. IV 292 9

5. V 317 10

6. VI 417 14

7. VII 273 9

8. VIII 387 13

9. IX 407 13

10. X 301 10

11. XI 55 2

12. XII 161 5

Jumlah 2.998 97

Setelah menghitung besarnya sampel dalam penelitian ini, selanjutnya penulis menggunakan metode Insidential Sampling yaitu penarikan sampel secara kebetulan. Maksudnya, setiap KK yang ditemukan pada lokasi penelitian di masing-masing lingkungan dijadikan sampel tanpa menentukan suatu kriteria. Alasan menggunakan metode ini karena anggota populasi dianggap homogen dan tidak berstrata.

2.998 =


(53)

3.4. Analisis Data

Analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah analisis data Statistik

Deskriptif, yaitu mendeskripsikan atau memberi gambaran terhadap obyek yang

diteliti melalui data sampel atau populasi sebagaimana adanya (Sugiyono, 2005).


(54)

IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

4.1. Gambaran Umum Kelurahan Tangkahan

Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan Kota Medan terdiri dari 12 (dua belas) lingkungan, Pemerintah Kota (Pemko) Medan rencana melaksanakan pemekaran lingkungan, namun sampai penelitian ini selesai dilaksanakan, belum ada penetapan Lingkungan XIII.

Luas Kelurahan Tangkahan adalah 600,5 ha. Total jumlah penduduk pada tahun 2008 sebanyak 14.049 jiwa yang terdiri dari 2.998 Kepala Keluarga (KK). Secara geografis, batas-batas wilayah Kelurahan Tangkahan adalah:

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kelurahan Sungai Mati. b. Sebelah Selatan berbatasan dengan KIM II.

c. Sebelah Timur berbatasan dengan Desa Pematang Johar. d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kelurahan Besar.

4.1.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu

Karakteristik individu dari responden dapat dilihat pada Tabel 4.1:

Tabel 4.1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Individu

Variabel Jumlah %

Umur

25-30 Tahun 10 10

31-34 Tahun 32 33

>35 Tahun 55 57


(55)

Variabel Jumlah %

Jenis Kelamin

Laki-laki 87 90

Perempuan 10 10

Total 97 100

Pendidikan

Tidak Sekolah 10 10

SD/Sederajat 13 13

SMP/Sederajat 37 38

SMA/Sederajat 30 32

Akademik/Perguruan Tinggi 7 7

Total 97 100

Pekerjaan

PNS 7 7

Karyawan KIM 11 11

Nelayan 20 21

Pegawai Swasta 14 15

Pedagang 37 38

Lain-lain 8 8

Total 97 100

Lama Tinggal/Domisili

5-10 Tahun 32 33

11-20 Tahun 41 42

21-30 Tahun 24 25

Total 97 100

Penghasilan

Rp.1.500.000,- 11 11

Rp.1.000.000,- Rp.1.500.000,- 43 45 Rp.500.000,- Rp.1.000.000,- 40 41 Rp.350.000,- Rp.500.000,- 3 3

Total 97 100

Berdasarkan Tabel 4.1 diketahui bahwa umur responden >35 tahun mendominasi kepala keluarga di Kelurahan Tangkahan yaitu sekitar 57%. Jenis kelamin laki-laki mendominasi sekitar 90% responden, 10 responden berjenis kelamin perempuan adalah janda yang telah ditinggal mati dan/atau cerai suami.

Pendidikan responden tingkat SMP/Sederajat dan SMA/sederajat

mendominasi pendidikan responden sekitar 38% dan 32%. Pekerjaan sebagai pedagang mendominasi pekerjaan responden sekitar 38%. Responden yang tinggal


(56)

di Kelurahan Tangkahan selama 11-20 tahun lebih dominan berjumlah sekitar 42%. Masyarakat Tangkahan diketahui hidup dalam taraf ekonomi menengah ke bawah, karena 45% responden berpenghasilan antara Rp.1.000.000.- sampai Rp.1.500.000,- dan sekitar 41% berpenghasilan antara Rp.500.000.- sampai Rp.1.000.000.-

4.1.2. Sarana Air Bersih di Kelurahan Tangkahan

Sarana air bersih yang digunakan oleh Masyarakat Tangkahan dapat dilihat pada Tabel 4.2:

Tabel 4.2. Sarana Air Bersih Kelurahan Tangkahan

No. Sarana Air Bersih Jumlah

Fasilitas

Pengguna (KK)

1. Sumur Gali 1.208 1.208

2. Sumur Pompa/Bor 897 1.115

3. PAM 554 554

4. Hidran Umum 4 121

Total 2.663 2.998

Berdasarkan Tabel 4.2 diketahui bahwa sumur gali merupakan sarana air bersih terbanyak yang digunakan oleh Masyarakat Tangkahan. Sumber air bersih, sesuai dengan standar minimal kesehatan masyarakat adalah sarana PAM dan sumur pompa/bor yang berjarak >10m dari pembuangan air atau kakus. Kenyataan di lapangan, sumur gali masyarakat masih ada yang tidak berdinding semen dan dibangun sangat dangkal serta berada tidak jauh dari sarana MCK (Mandi, Cuci dan Kakus). Sarana hidran umum pun masih sangat kurang, bahkan masih ditemukan sarana hidran umum yang rusak dan kualitas airnya tidak layak konsumsi.


(57)

4.2. Gambaran Umum PT Kawasan Industri Medan (PT KIM)

4.2.1. Sejarah Berdirinya PT KIM

Dalam Company Profile PT KIM disebutkan sejarah berdirinya PT KIM sejak timbul ide sampai pada tahap beroperasi, yaitu:

Tahun 1970 : Timbul ide/gagasan berdirinya PT KIM.

Tahun 1971 : Dibentuknya tim penyusun dan perencanaan di Departemen

Perindustrian.

Tahun 1972 : Hasil penelitian tim, disampaikan kepada Ketua Panitia Teknik Perencanaan Modal. Bappenas menetapkan Tim

Beca Carrer Nollings and Partner Ltd dari Selandia Baru

bekerjasama Central Development Inter Price sebagai

counter dalam negeri untuk melaksanakan Feseability Study.

Tahun 1975 : Hasil studi disampaikan pada Bappenas.

Tahun 1976 : Tanggal 27 Juli 1976 Presiden RI menyetujui proyek

Industrial Estate Medan, kemudian tanggal 28 Agustus 1976 Bappenas berdasarkan surat Nomor: 2821/UK/VII/1976, menetapkan Mabar sebagai lokasi KIM.

Tahun 1988 : Tanggal 7 Oktober 1988, Proyek Industrial Estate Medan berubah menjadi Perusahaan Perseroan dengan nama PT Kawasan Industri Medan (PT KIM) berdasarkan Akte Notaris Soelaiman Ardjasasmita, SH.


(58)

Surat Keputusan Menteri Perindustrian Nomor: 230/M/SK/10/1993, mewajibkan setiap perusahaan kawasan industri membuat Tata Tertib Kawasan Industri. Tata Tertib Kawasan Industri, merupakan peraturan dan ketentuan yang khusus disusun oleh pengelola kawasan industri dengan maksud untuk merinci ketentuan-ketentuan, hak dan kewajiban masing-masing pihak terkait dalam hal ini PT KIM sebagai pihak pengelola dan setiap investor perusahaan sehingga terdapat keseragaman ketentuan di areal PT KIM. Tata Tertib Kawasan Industri, merupakan lampiran yang tidak terpisahkan dari surat perjanjian penggunaan tanah industri yang ditandatangani oleh kedua pihak.

PT KIM terletak pada dataran relatif datar dengan ketinggian 6,00 m – 8,00 m

di atas permukaan laut. Secara administratif, PT KIM terletak di Desa Mabar Kecamatan Medan Deli Kota Medan dan Desa Saentis Kecamatan Percut Sei Tuan Kabupaten Deli Serdang. Terletak di sebelah Utara pusat Kota Medan pada jalur regional dengan jarak 10,5 km dan 13 km dari Pelabuhan Belawan. Adapun secara geografis, batas-batas fisik lokasi PT KIM adalah:

Sebelah Timur : Pemukiman dan perkebunan campuran milik penduduk

Sebelah Utara : Pemukiman dan perkebunan campuran milik penduduk,

komplek industri dan pergudangan

Sebelah Barat : Jalur Kereta Api dan jalan raya Medan Belawan

Sebelah Selatan : Jalan Rumah Potong Hewan, pemukiman penduduk, industri dan tegalan


(1)

adaptif terhadap lingkungan hidup, mewujudkan kondisi harmoni (selaras) karena daya tampung dan daya dukung lingkungan hidup relatif lebih baik dan lingkungan sosial lebih kondusif. Harmoni lingkungan hidup dan lingkungan sosial akan mewujudkan suatu lingkungan yang safety and at home, betah untuk dihuni bagi generasi masa kini maupun generasi yang akan datang.


(2)

V. KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Faktor-faktor yang menimbulkan terjadinya konflik lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah:

a. Dibuangnya limbah cair perusahaan ke parit (drainase) yang yang berada di Lingkungan I-XII Kelurahan Tangkahan.

b. Menyebarnya bau busuk di Kelurahan Tangkahan. c. Banyaknya sumur penduduk yang tercemar limbah cair.

d. Kurangnya penyerapan tenaga kerja dari Masyarakat Tangkahan. e. Rendahnya Community Development di Kelurahan Tangkahan.

2. Model resolusi antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan adalah Resolusi Konflik Lingkungan berbasis Prilaku Adaptif, suatu penekanan prilaku yang berorientasi pada pelaksanaan kesepakatan atau tindak lanjut rekomendasi yang didasari oleh itikad baik PT KIM dan kekuatan dari masyarakat lokal.

5.2. Saran-saran

Beberapa saran yang dapat dikemukakan dalam penelitian ini adalah:

1. Pelaksanaan negosiasi seharusnya melibatkan masyarakat yang benar-benar menjadi perwakilan masyarakat dan memahami aspirasi masyarakat secara


(3)

menyeluruh, kesepakatan yang dibangun pun harus dilaksanakan secara konsisten dan tepat waktu.

2. Pihak PT KIM diharapkan lebih tegas dan berani memberikan sanksi terhadap perusahaan yang melanggar aturan atau melakukan pencemaran lingkungan, sanksi yang dikenakan harus memiliki efek jera misalnya pengusulan pencabutan izin operasional perusahaan.

3. PT KIM diharapkan mengembangkan pelaksanaan Corporate Social

Responsibility (CSR) dan Community Development (CD) terhadap masyarakat

sekitarnya terutama terhadap Masyarakat Tangkahan.

4. Kinerja Tim Pemantau Pengawasan Pengelolaan Lingkungan PT KIM yang melibatkan lintas instansi agar dimaksimalkan, tim ini juga seharusnya diberi kewenangan langsung ke perusahaan.

5. Model Resolusi Konflik Lingkungan antara PT KIM dengan Masyarakat Tangkahan berbasis Prilaku Adaptif sepatutnya diterapkan dengan melibatkan lintas instansi. Dalam hal ini, Pemda Sumut diharapkan membentuk tim khusus penanganan konflik lingkungan dengan keanggotaan yang lintas sektoral.


(4)

DAFTAR PUSTAKA

Anonimous. 1997. Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan

Lingkungan Hidup.

Anonimous. 2000. Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2000 tentang Lembaga

Penyedia Jasa Penyelesaian Sengketa Lingkungan di Luar Pengadilan.

Chaidir. 2001. Memelihara Konflik, Tabloid Mingguan Serantau, Edisi 16 - 22 Maret. Dharmawan, AH. 2007. Konflik-Sosial dan Resolusi Konflik: Analisis Sosio-Budaya

(Dengan Fokus Perhatian Kalimantan Barat). Makalah disusun dan disajikan

pada Seminar dan Lokakarya Nasional Pengembangan Perkebunan Wilayah Perbatasan Kalimantan, dengan tema: “Pembangunan Sabuk Perkebunan Wilayah Perbatasan Guna Pengembangan Ekonomi Wilayah dan Pertahanan Nasional”, Pontianak 10-11 Januari.

Djajadiningrat, ST dan Famiola, M. 2004. Kawasan Industri Berwawasan

Lingkungan (Eco-Industrial Park), Cetakan Pertama, Rekayasa Sains,

Bandung.

Dorcey, AHJ. 1986. Bargaining in the Governance of Pacific Coastal Resources:

Research and Reform, Vancouver BC, University of British Columbia,

Westwater Research Centre.

Fandeli, Ch. 2004. Analisis Mengenai Dampak Lingkungan Prinsip Dasar dalam

Pembangunan, Edisi Ketiga, Cetakan Pertama, Penerbit Liberty, Yogyakarta.

Fisher, S; Dekha IA; Jawed, L; Richard, S; Steve, W and Sue W. 2000. Mengelola

Konflik: Keterampilan & Strategi untuk Bertindak, The British Council,

Indonesia.

Hadi. 2006. Resolusi Konflik Lingkungan, Badan Penerbit Universitas Diponegoro, Semarang.

Hendricks, W. 2006. Bagaimana Mengelola Konflik, Diterjemahkan oleh Arif Santoso, Bumi Aksara, Jakarta.

http://www.damandiri.or.id/detail.php.id/diakses pada tanggal 15 Februari 2008. http://www.gorontaloprov.go.id/diakses pada tanggal 15 Februari 2008.


(5)

http://www.tlitb.org/plo/index.html. Pencemaran Lingkungan Online Sabtu, 10 Februari 2007.

Lacey, H. 2003. How to Resolve Conflict, Diterjemahkan oleh Bern Hidayat, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.

Lawrence, ES, dan Secunda J. 1998. Environmental Conflict Resolution, Edited By Christoper Napier, Cameron May, London.

Lubis, S. 1999. Metode Penelitian Sosial, USU Press, Medan.

Lumuru, RR. 2007. Konflik Sosial “Tantangan untuk Sustainable Palm Oil”.

Mitchell, BB, Setiawan dan Dwita HR. 2007. Pengelolaan Sumberdaya Alam dan

Lingkungan, Cetakan Ketiga, Penerbit Gadjah Mada University Press,

Yogyakarta.

Nazir, M. 1999. Metode Penelitian. Cetakan Keempat, Ghalia Indonesia, Jakarta. Overseas Development Institute. 1998. A Manual on Alternative Conflict

Management for Community-Based Natural Resource Projects in the South Pacific, Portland House, London.

Santoso, I. 2007. Pengembangan Model Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat Petani Tepian Hutan, Jurnal Wawasan, Edisi Februari, Volume 12 Nomor 3.

Sugiyono. 2005. Statistika untuk Penelitian, Cetakan Ketujuh, Penerbit Alfabeta, Bandung.

Supadi (Pusdatin). 2001. Konflik: Perlu Dihindari atau Dikendalikan?, Buletin Pengawasan No. 28 & 29, Jakarta.

Supardi, I. 2003. Lingkungan Hidup dan Kelestariannya, Edisi Kedua Cetakan Kedua, Penerbit Alumni, Bandung.

Syahrin, A. 2006. Kumpulan Materi Kuliah "Hukum Lingkungan" PSL, SPs-USU, Medan.

Syamsuddin. 2004. Pengembangan Hubungan Industrial dalam Rangka Meningkatkan Produktivitas dan Kesejahteraan Pekerja, Majalah Informasi


(6)

PT (Persero) Kawasan Industri Medan. 1998. Analisis Dampak Lingkungan Kawasan

Industri Medan (ANDAL KIM), Medan.

Zein, Z. 2007. Kumpulan Materi Kuliah "Manajemen Konflik" PSL, SPs-USU, Medan.


Dokumen yang terkait

Analisis Dampak Keberadaan Kawasan Industri Medan (Kim) Belawan Terhadap Tingkat Kesejahteraan Masyarakat Sekitar Kim Belawan

31 145 75

Pemetaan Hujan Asam oleh Kegiatan Industri di Kecamatan Medan Deli, Kotamadya Medan, Kawasan Industri Medan (KIM)

3 90 41

Relokasi Pasar Tradisional (Studi Kasus di Pasar Tradisonal Yuka Kelurahan Tangkahan Kecamatan Medan Labuhan)

9 161 106

PELAKSANAAN TANGGUNG JAWAB SOSIAL PERUSAHAAN (CSR) PT KIM (PERSERO) TERHADAP MASYARAKAT KELURAHAN TANGKAHAN KECAMATAN MEDAN LABUHAN.

0 4 24

Pengaruh Implementasi Corporate Social Resposibility PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Kelurahan Tangkahan, Medan Labuhan)

0 0 12

Pengaruh Implementasi Corporate Social Resposibility PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Kelurahan Tangkahan, Medan Labuhan)

0 0 2

Pengaruh Implementasi Corporate Social Resposibility PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Kelurahan Tangkahan, Medan Labuhan)

0 0 5

Pengaruh Implementasi Corporate Social Resposibility PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Kelurahan Tangkahan, Medan Labuhan)

0 0 20

Pengaruh Implementasi Corporate Social Resposibility PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Kelurahan Tangkahan, Medan Labuhan) Chapter III V

0 0 50

Pengaruh Implementasi Corporate Social Resposibility PT. Kawasan Industri Medan (Persero) Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Pada Kelurahan Tangkahan, Medan Labuhan)

0 0 17