Efektivitas Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 1960 Tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Chapter III V
54
BAB III
PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1.
Sejarah Kabupaten Langkat
Pada masa pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus
keresidenan dan kesultanan atau kerajaan dengan pimpinan pemerintahan yang
disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten.
Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang- orang
asing saja sedangkan bagi orang-orang asli pribumi berada di tangan pemerintahan
kesultanan Langkat. Kemudian Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh Sultan
Haji Musa Almahadamsyah (1865 – 1892 ), Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik
Rakhmatsyah (1893 – 1927 ), dan Sultan Mahmud (1927 – 1946).
Dibawah
pemerintahan
Kesultanan
dan
Asisten
Residen
struktur
pemerintahan disebut “ Luhak “ dan dibawah luhak disebut Kejuruan atau Raja Kecil
dan Distrik, secara berjenjangan disebut Penghulu Balai atau Raja Kecil Karo yang
berada di desa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan
Kejuruan dipimpin oleh Datuk, dan Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala
Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan atau Datuk harus dipegang oleh penduduk
asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Kemudian pada masa pemerintahan
Kesultanan di Langkat dibagi menjadi 3 ( tiga ) kepala Luhak yaitu :
54
Universitas Sumatera Utara
55
1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran
Adil yang membagi wilayah ini menjadi 3 ( tiga ) kejuruan dan 2 ( dua )
distrik yakni:
a.
Kejuruan Selesai
b.
Kejuruan Bahorok
c.
Kejuruan Sei Bingai
d.
Distrik kwala
e.
Distrik Salapian
2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh
Pangeran Tengku Jambak/ T.Pangeran Ahmad yang kemudian membagi
wilayah ini menjadi 2 ( dua ) kejuruan dan 4
a.
Kejuruan Stabat
b.
Kejuruan Bingei
c.
Distrik Secanggang
d.
Distrik Padang Tualang
e.
Distrik Cempa
f.
Distrik Pantai Cermin
( empat ) distrik yakni :
3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh
Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar) yang kemudian membagi wilayah
ini menjadi 1 (satu) kejuruan dan 2 (dua) distrik yakni:
a.
Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.
b.
Distrik Pulau Kampai
Universitas Sumatera Utara
56
c.
Distrik Sei Lepan.
Pada awal tahun 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke
Pemerintahan Jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan hanya
sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang di pimpin oleh Syucokan kemudian
diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco setelah itu kekuasaan jepang ini
berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 ( tujuh
belas ) Agustus 1945.
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang
Gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status
keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh
Tengku Amir Hamzah, yang kemudian di ganti oleh Adnan Nur Lubis dengan
sebutan Bupati. Kemudian pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I dan
II dan Kabupaten Langkat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Pemerintahan Negara
Sumatera
Timur
(NST)
yang
berkedudukan
di
Binjai
dengan
Kepala
Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berkedudukan di Pangkalan Berandan yang di pimpin oleh Tengku Ubaidulah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1956 secara administratif
Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya
sendiri dengan kepala daerahnya ( Bupati ) Netap Bukit. Mengingat luas Kabupaten
Langkat maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 ( tiga ) kewedanan yaitu:
1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai
2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura
Universitas Sumatera Utara
57
3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.
Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas
administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Asisten Wedana (Camat)
sebagai perangkat terakhir. Kemudian untuk melaksanakan pembangunan yang
merata, Kabupaten Langkat dibagi atas 3 ( tiga ) wilayah pembangunan yaitu:
1. Wilayah Pembangunan I ( Langkat Hulu ) meliputi :
a.
Kecamtan Bahorok dengan 19 ( sembilan belas ) desa
b.
Kecamatan Salapian dengan 22 ( dua puluh dua ) desa
c.
Kecamatan Kuala dengan 16 ( enam belas ) desa
d.
Kecamatan Selesai dengan 13 ( tiga belas ) desa
e.
Kecamatan Binjai dengan 7 ( tujuh ) desa
f.
Kecamatan Sei Bingai dengan 15 ( lima belas ) desa
2. Wilayah Pembangunan II (Langkat Hilir) meliputi :
a.
Kecamatan Stabat dengan 18 (delapan belas) desa dan 1 ( satu ) kelurahan
b.
Kecamtan Secanggang dengan 14 ( empat belas ) desa
c.
Kecamatan Hinai dengan 12 ( dua belas ) desa
d.
Kecamatan Padang Tualang dengan 18 ( delapan belas ) desa
e.
Kecamtan tanjung Pura dengan 15 ( lima belas ) desa dan 1 ( satu )
kelurahan
3. Wilayah Pembangunan III ( Teluk Haru ) meliputi :
a.
Kecamatan Gebang dengan 9 ( sembilan ) desa
b.
Kecamtan Brandan Barat dengan 6 ( enam ) desa
Universitas Sumatera Utara
58
c.
Kecamtan Sei Lepan dengan 5 ( lima ) desan dan 5 ( lima ) kelurahan
d.
Kecamatan Babalan dengan 5 ( lima ) desa dan 3 ( tiga ) kelurahan
e.
Kecamatan Pangkalan Susu dengan 14 ( empat belas ) desa dan 2
(dua)
kelurahan
f.
Kecamatan Besitang dengan 8 ( delapan ) desa dan 3 ( tiga ) kelurahan.
Setiap wilayah pembangunan di pimpin oleh seorang pembantu Bupati.
Desamping itu dalam melaksanakan otonomi daerah Kabupaten Langkat di bantu atas
dinas-dinas otonom, Instansi Pusat baik Departemen maupun non Departemen yang
kesemuanya
merupakan
pembantu–pembantu
Bupati
dalam
melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan.
2.
Kondisi Wilayah
Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera
Utara. Kabupaten Langkat menempati area seluas lebih kurang 6.263,29 Km2
(626.329 Ha) yang terdiri dari 23 (dua puluh tiga) Kecamtan dan 240 ( dua ratus
empat puluh) desa serta 37 ( tiga puluh tujuh ) kelurahan definitif. Berdasarkan luas
daerah menurut kecamtan di Kabupaten Langkat, luas daerah tersebut adalah
Kecamatan Bahorok dengan luas 1.101,83 Km2 atau 17,59% diikuti Kecamtan
Batang Serangan dengan luas 899,38 Km2 atau 14,36%. Sedangkan luas daerah
terkecil adalah Kecamatan Binjai dengan luas 42,05 Km2 atau 0,67% dari total luas
wilayah Kabupaten Langkat. Secara geografis, daerah Kabupaten Langkat terletak
pada 3 º 14’ dan 4 º 13’ Lintang Utara, serta 93 º 51’ dan 98 º 45’ Bujur Timur
dengan batas – batas sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
59
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Prov.D.I.Aceh
b. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo
c. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang
d. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I.Aceh ( Aceh Tengah )
Secara topografi, Daerah Tingkat II Langkat dibedakan atas 3 ( tiga ) bagian
yaitu :
a. Pesisir Pantai dengan ketinggian 0 – 4 m diatas permukaan laut
b. Daratan rendah dengan ketinggian 0 – 30 m diatas permukaan laut
c. Daratan tinggi dengan ketinggian 30 – 1200 m diatas permukaan laut
3.
Sejarah singkat khusus Kecamatan Salapian
Kecamatan Salapian merupakan salah satu bahagian wilayah Kecamatan di
Kabupaten Langkat yang pada masa lalu Pemerintah Kecamatan Salapian berstatus
sebagai Distrik dibawah Pemerintah Kejuruan Bahorok yang berkedudukan di Bandar
Muda dan dipimpin oleh seorang Raja Kecil Kejuruan bernama Datok Tengku Bagi.
Dari catatan sejarah setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Pemerintahan
Kejuruan Muda terbagi menjadi dua Kecamatan yakni Kecamatan Kuta Mbaru, yang
berkedudukan di Maryke dan di pimpin oleh seorang Asisten Wedana yang bernama
Ranggut Sembiring dan Kecamatan Salapian yang berkedudukan di Tanjung Langkat
dan di pimpin oleh seorang Asisten Wedana bernama Terus Bangun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemuka masyarakat dan sekretaris
camat47 yang telah banyak mengikuti sejarah pemerintahan Kecamatan Salapian,
47
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Edy, selaku sekertaris camat di Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 09Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
60
diperoleh informasi bahwa pemberian nama kata “ Salapian “ ialah diangkat dari
nama sungai yaitu sungai Piam, dimana letak geografis sungai Piam tersebut melintas
sebahagian wilayah Ibukota Kelurahan Tanjung Langkat Kecamatan Salapian.
4.
Letak Geografis Kecamatan Salapian
Wilayah Kecamatan Salapian terletak di jalur lintas tujuan wisata Bukit
Lawang Kecamtan Bahorok, dengan luas wilayah lebih kurang 22,33 Km2 atau
sekitar 223,323Ha yang berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sirapit
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kuala
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutambaru
Dengan keadaan dimana letak atau iklim diatas ketinggian permukaan laut
yaitu 40 (empat puluh) Meter, Lintang Utara 3º 45-4 º 00, Bujur Timur 98 º 15-98 º
00, dengan suhu udara rata-rata 27 derajat celcius sampai dengan 29 derajat celcius.
Kecamatan Salapian terdiri dari 17 ( tujuh belas ) desa dan kelurahan yaitu desa
Ujung Bandar, desa Paranguam, desa Tambunan, desa Lau Tepu, desa Pama
Tambunan, desa Glugur Langkat, desa Bandar Telu, desa Turangi, desa Ujung Teran,
desa Minta kasih, desa Tanjung Langkat, desa Naman Jahe, desa Tanjung Keliling,
desa Ponco Warno, desa Adin Tengah, desa Lau Glugur, dan desa Pancor Ido.
Universitas Sumatera Utara
61
Tabel 1. Nama desa, Luas Wilayah, Jarak Ibukota Kecamatan ke Kantor
Kepala Desa dan Klasifikasi Desa di Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat Tahun 2016.
No
Desa
Luas ( km2)
Jarak ( km2)
Swadaya
Swakarya
swasembada
1
Ujung Bandar
39,11
17,0
-
-
2
Parangguam
28,11
15,0
-
√
3
Tambunan
9,34
7,0
-
-
4
Lau Tepu
5,31
7,0
-
√
7,16
8,0
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
Pama
5
Tambunan
6
Glugur Langkat
9,97
7,0
-
7
Bandar Telu
9,64
6,0
-
8
Turangi
8,57
3,0
-
9
Ujung Teran
8,87
5,5
-
10
Minta Kasih
6,23
0,0
-
5,20
2,5
-
19,12
1,5
-
17,75
5,0
-
Tanjung
11
Langkat
12
Naman Jahe
Tanjung
13
Keliling
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
-
-
14
Ponco Warno
10,63
6,0
-
15
Adin Tengah
17,89
17,5
-
16
Lau Glugur
15,94
7,5
-
17
Pancor Ido
2,89
5,5
-
√
Jumlah
221,73
-
-
17
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016
Dari tabel tersebut diatas bahwa keseluruhan desa dan kelurahan di
Kecamatan Salapian merupakan desa Swakarya.48 Ditinjau dari segi jumlah penduduk
48
Swadaya adalah Kekuatan ( tenaga ) sendiri, Swakarya ialah hasil kerja sendiri, dan
Swasembada adalah pencukupan k15ebutuhan sendiri; ( Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Universitas Sumatera Utara
62
maka Kecamatan Salapian memiliki kepadatan penduduk 187 jiwa/Km2 dimana
distribusi Jumlah Peduduk, Rumah Tangga dan Lapangan Pekerjaan setiap Desa atau
Kelurahan dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Lapangan Pekerjaan setiap
Desa atau Kelurahan di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Tahun 2016.
No
Desa
Jumlah
penduduk
Rumah Perta-nian Industri/
PNS/
Perda-
Ang-
Tangga
ABRI
gangan
kutan
keraji-nan
Buruh
Lain- Jumlah
nya
1 Ujung Bandar
1287
316
600
-
3
11
7
912
330
1,863
2 Parangguam
866
214
978
-
4
8
-
384
-
1,374
738
3
Tambunan
435
107
96
5
10
6
6
615
-
4
Lau Tepu
1653
407
484
6
15
20
10
459
25
1,019
5
Pama
1282
315
871
8
32
30
16
1878
45
2,880
Tambunan
6
Glugur langkat 616
152
169
1
4
12
3
550
-
739
7
Bandar Telu
1226
302
230
3
10
11
2
840
-
1,096
8
Turangi
1651
407
1120
2
15
10
10
579
20
1,756
9
Ujung Teran
1263
311
1050
13
24
56
14
109
35
1,301
10
Minta Kasih
1614
398
1388
6
34
21
14
490
5
1,958
11
Tanjung
3570
878
2326
20
83
348
31
321
75
3,204
Langkat
12
Naman Jahe
3716
914
2813
10
36
117
10
1070
100
4,156
13
Tanjung
3050
751
1730
10
67
16
20
1405
5
3,253
1,731
Keliling
14
Ponco Warno
1963
483
1227
-
5
10
4
470
15
15
Adin Tengah
670
164
429
-
2
3
1
284
-
719
16
Lau Glugur
664
163
378
2
8
10
-
1090
-
1651
17
Poncor Ido
1398
344
835
-
5
-
-
212
-
1,052
Jumlah
26924
6626
16724
86
357
689
148
11668
655
30,490
Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Pengembangan bahasa) Kamus Besar Bahasa In16donesia, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cetakan
Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 1990), hlm.877.
Universitas Sumatera Utara
63
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan
Salapian untuk tahun 2016 sebanyak 26.924 jiwa, dengan jumlah Rumah Tangga
sebanyak 6.626 Kepala Keluarga. Ditinjau dari sudut Rumah Tangga berdasarkan
lapangan pekerjaan yang dimiliki maka distributor terbesar terdapat pada lapangan
pekerjaan di bidang Pertanian yaitu 16,724 Rumah Tangga, dibidang Industri/
Kerajinan sebesar 86 Rumah Tangga, dibidang PNS/ABRI sebanyak 357 Rumah
Tangga, dibidang Perdagangan sebesar 689 rumah tangga, dibidang Angkutan
sebanyak 148 rumah tangga, di bidang Buruh Tani sebanyak 11.768 Rumah Tangga
dan lainnya sebanyak 655 rumah tangga. Dimana Jumlah Penduduk berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel berikut ini.
No
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Penggolongan Umur dan Jenis
Kelamin di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
Kelompok Umur
Laki – Laki
Perempuan
Jumlah
1
00-04
1499
1447
2946
2
05-09
1412
1350
2762
3
10-14
1348
1295
2643
4
15-19
1268
1207
2475
5
20-24
1148
1130
2278
6
25-29
1105
1090
2195
7
30-34
1030
1053
2083
8
35-39
972
992
1964
9
40-44
899
902
1801
10
45-49
807
815
1622
11
50-54
689
675
1364
12
55-59
529
502
1031
Universitas Sumatera Utara
64
13
60-64
319
319
638
14
65-69
200
229
429
15
70-74
152
180
332
16
75+
158
203
361
Jumlah
13,535
13,389
26.924
Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk jenis kelamin laki –
laki ada sebanyak 13,535 orang dan penduduk dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 13,389 orang. Ditinjau dari sudut jumlah penduduk berdasarkan
penggolongan umur maka distribusi terbesar diberikan oleh golongan umur 00-04
tahun yaitu sebesar 2,946 orang sedangkan distribusi terkecil terdapat pada golongan
umur 70-74 tahun yaitu sebesar 332 orang. Dalam hal ini terlihat bahwa penduduk di
Kecamtan Salapian Kabupaten Langkat mengikuti pola penggolongan umur piramida
yaitu semakin ke atas jumlah penduduknya semakin sedikit. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat setiap tahunnya
semakin meningkat. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa wilayah
Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat seluas 221,73 Km2 merupakan wilayah
daratan dan mayoritas dari jumlah penduduk di Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat adalah petani atau memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.
Mengenai
kondisi
wilayah
di
Kecamatan
Salapian
Kabupaten
Langkat
diklasifikasikan berdasarkan penggunaan tanahnya sebagaimana diuraikan sebagai
berikut.
Universitas Sumatera Utara
65
No
Tabel 4. Klasifikasi Luas Wilayah Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Menurut Desa / Kelurahan dan jenis Penggunaan Tanah Tahun 2016 ( Ha ).
Tanah
Tanah
Lain –
Desa / Kelurahan
Jumlah
Sawah
Kering
lain
1
Ujung Bandar
-
1932
1979
3911
2
Parangguam
-
1059
1752
2811
3
Tambunan
-
142
792
934
4
Lau Tepu
40
116
375
531
5
Pama Tambunan
-
357
359
716
6
Glugur Langkat
-
514
483
997
7
Bandar Telu
-
500
464
964
8
Turangi
-
445
412
857
9
Ujung Teran
184
2030
98
2319
10
Minta Kasih
-
293
331
623
11
Tanjung Langkat
35
155
330
520
12
Naman Jahe
-
158
1754
1912
13
Tanjung Keliling
-
542
1233
775
14
Ponco Warno
6
543
514
1063
15
Adin tengah
-
718
1071
1789
16
Lau Glugur
-
683
94
1594
17
Pancor Ido
-
121
168
289
Jumlah
268
10,307
12,209
23,605
Sumber :Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
66
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar Wilayah Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat terdiri dari tanah kering yakni seluas 10,307 Hektar dari
keseluruhan kecamatan Salapian Kabupaten Langkat tanah sawah seluas 268 Hektar
dan lainnya seluas 12,209 Hektar. Luasnya wilayah baik tanah sawah maupun tanah
kering menunjukkan bahwa daerah ini merupakan daerah yang masih banyak
dipergunakan untuk pertanian. Ditinjau dari sumber penghasilan utama di Kecamatan
Salapian kabupaten langkat dan petani pada tahun 2016 dapat dilihat dari tabel
sebagai berikut.
No
Tabel 5. Sumber Penghasilan Utama dan Jumlah Petani di Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada Tahun 2016.
Sumber Penghasilan
Petani
Desa / Kelurahan
Utama
1
Ujung Bandar
Pertanian
600
2
Parangguam
Pertanian
978
3
Tambunan
Pertanian
96
4
Lau Tepu
Pertanian
484
5
Pama Tambunan
Pertanian
871
6
Glugur Langkat
Pertanian
169
7
Bandar Telu
Pertanian
230
8
Turangi
Pertanian
1120
9
Ujung Teran
Pertanian
1050
10
Minta Kasih
Pertanian
1388
11
Tanjung Langkat
Pertanian
2326
12
Naman Jahe
Pertanian
2813
Universitas Sumatera Utara
67
13
Tanjung Keliling
Pertanian
1730
14
Ponco Warna
Pertanian
1227
15
Adin Tengah
Pertanian
429
16
Lau Glugur
Pertanian
378
17
Pancor Ido
Pertanian
835
Jumlah
16,724
Sumber :Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Dari tabel diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa wilayah di Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat merupakan wilayah yang merupakan wilayah yang
bermata pencaharian berasal dari pertanian. Ditinjau dari segi produksi tanaman
khususnya di daerah penelitian yaitu di Desa Ujung Teran, baik lahan sawah maupun
lahan kering dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 6. Jumlah Produksi tanaman padi, Palawija49 dan Sayuran di Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Tahun 2016.
Nama Desa
Padi (Ton )
Palawija (Ton) Sayuran (Ton)
No.
1
Ujung Teran
1.006,00
360,00
11,00
Jumlah
1.006,00
360,00
11,00
Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa tanaman padi yang diproduksi dari
lahan sawah maupun lahan kering memberikan kontribusi yang paling besar yaitu
sebesar 1.600,00 Ton apabila dibandingkan dengan produksi Palawija yaitu sebesar
418,00 Ton serta produksi Sayuran sebesar 11,00 Ton.
49
Yang dikategorikan tanaman palawija dalam hal ini adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kacang tanah, kacang hijau sedangkan produksi tanaman sayuran dijelaskan dalam dalam klasifikasi
tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
68
5.
Karakteristik Responden.
Pemaparan tentang karakteristik responden secara sistematik dapat dilihat
tabel frekuensi dibawah ini. sebagaimana disebutkan bahwa dalam penelitian ini
penentuan desa yang menjadi lokasi penelitian diambil dengan cara memilik. Dan
dari 17 (tujuh belas) desa atau kelurahan yang terdapat di Kecamatan Salapian dipilih
sebanyak 1 (satu) desa sebagai sampel yang juga ditentukan secara Purposive, dengan
menetapkan 25 (dua puluh lima) Kepala Keluarga sebagai responden. Hal ini dapat
dilihat dari tabel dibawah ini.
No.
1
Tabel 7. Jumlah Sampel pada Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian
berdasarkan Rumah Tangga. n=50
Nama Desa
Jarak ke ibukota (km2)
Pemilik
Penggarap
Ujung Teran
Jumlah
5,5
25
25
25
25
Sumber Data : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jarak daerah sampel ke
Ibukota Kecamatan adalah lebih kurang 5,5 Km2. Dari jarak sampel tersebut dapat
digolongkan menjadi desa yang jauh dari kota sehingga ada kemungkinan perbedaan
pola pikir dan tingkat kehidupan yang berpengaruh terhadap ikatan sosial dalam
masyarakat desa tersebut.
Adapun jumlah responden adalah pemilik tanah sebanyak 25 (dua puluh lima)
Kepala Keluarga dan penggarap sebanyak 25 (dua puluh lima) Kepala Keluarga,
jumlah ini disesuaikan dengan jumlah yang sudah ditetapkan sebagai responden yakni
Universitas Sumatera Utara
69
sebanyak 50 (lima puluh) Kepala Keluarga. Adanya jumlah responden sebanyak 50
(lima puluh) Kepala Keluarga tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah informasi
dari aparat Pemerintah, Aparat Desa dan juga Tokoh Masyarakat yang dipilih dari
daerah Penelitian, yang diharapkan dapat memberikan masukan dan gambaran
tentang masalah yang diteliti.
Dari data kuisioner yang disebar dapat diketahui jenis pekerjaan pemilik tanah
ataupun penggarap tanah yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pemilik dan Penggarap
di Desa Ujung Teran.
n=50
Pekerjaan
Pemilik
%
Penggarap
%
Jumlah
1
Petani Murni
10
40
21
84
31 ( 62% )
2
PNS/Pensiunan
7
28
-
-
7 ( 14% )
3
Dagang
4
16
2
8
6 ( 12 % )
4
Sopir
2
8
2
8
4 ( 8% )
5
Lain-lain
2
8
-
-
2 ( 4% )
Jumlah
25
100
25
100
50
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 8 ditas dapat diketahui bahwa jenis pekerjaan pemilik tanah
yang melaksanakan perjanjian bagi hasil secara berturut – turut yang paling banyak
adalah Petani murni sebanyak 10 (sepuluh) responden atau 40%, kemudian
PNS/Pensiunan sebanyak 7 (tujuh) responden atau 28%, dagang sebanyak 4 ( empat)
Universitas Sumatera Utara
70
responden atau 16%, sopir sebanyak 2 (dua) responden atau 8% dan lainnya sebanyak
2 (dua) responden atau setara dengan 8%.
Sedangkan jenis pekerjaan penggarap yang melaksanakan perjanjian bagi hasil
secara beturut-turut yang paling banyak adalah petani murni dengan 21 (dua puluh
satu) responden atau 84%, dagang dan sopir masing-masing sebanyak 2 (delapan)
responden atau setara dengan 8%. Diketahui bahwa penghasilan mayoritas penduduk
di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat adalah di sektor pertanian.
Dari wawancara dengan responden juga diketahui bahwa ada petani penggarap
yang bukan petani murni, menjadi penggarap karena di dorong dengan keinginan
untuk mandiri dan menikmati bagaimana bertani dan ingin mengkonsumsi hasil
panen sendiri, sedangkan yang pekerjaannya supir atau dagang motivasinya adalah
untuk mencari tambahan penghasilan. Dimana ditinjau dari segi tingkat usia, dapat
dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Umur Responden
di Desa Ujung Teran.
n= 50
Pemilik
%
Penggarap
%
No.
Umur
Jumlah
1
20-30
1
4
3
12
4 ( 8% )
2
31-40
5
20
11
44
16 ( 32% )
3
41-50
5
20
9
36
14 ( 28 % )
4
51-60
8
32
2
8
10 ( 20% )
5
61+
6
24
-
-
6 ( 12% )
Jumlah
25
100
25
100
50
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
71
Dari data tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa pemilik tanah maupun penggarap
tanah yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil di dominasi oleh usia produktif yakni
usia 20 (dua puluh) sampai dengan usia 57 (lima puluh tujuh) dimana pemilik tanah
hingga usia 57 (lima puluh tujuh) tahun 19 (sembilan belas) responden atau sama
dengan 76% dan sisanya adalah 61+ sebanyak 6 (enam) responden atau sama dengan
24%. Sedangkan penggarap tanah usia 20 (dua puluh) sampai dengan usia 57 ( lima
puluh tujuh ) tahun sebanyak 25 (dua puluh lima) responden atau sama dengan 100%,
sedangkan usia penggarap yang telah mencapai 60 (enam puluh) keatas sudah tidak
ada lagi. Dari sudut pendidikan, maka pemilik lahan dan penggarap lahan di Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian memiliki tingkat pendidikan yang dapat dilihat dari
tabel berikut ini.
No.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden. n=50
Pendidikan
Pemilik
%
Penggarap
%
Jumlah
1
Tidak Sekolah
2
8
7
28
9 ( 18% )
2
SD
5
20
8
32
13 ( 26% )
3
SMP
4
16
6
24
10 ( 20% )
4
SMA
11
44
4
16
15 ( 30% )
5
D3/Sarjana Muda
3
12
-
-
3 ( 6% )
Jumlah
25
100
25
100
50
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel 10 tersebut diatas dapat diketahui bahwa pemilik lahan yang
berpendidikan Sekolah Menengah Atas memiliki sebanyak 11 (sebelas) responden
Universitas Sumatera Utara
72
atau sama dengan 44% , Sekolah Dasar sebanyak 5 (lima) responden atau sama
dengan 20%, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 4 (empat) responden, Sarjana
Muda sebanyak 3 (tiga) responden atau sama dengan 12% dan yang tidak bersekolah
sebanyak 2 (dua) responden atau sama dengan 8%.
Sedangkan sebagai penggarap lahan yang pada umumnya memiliki pendidikan
Sekolah Dasar yaitu sebanyak 8 (delapan) responden atau setara dengan 32%, yang
tidak bersekolah sebanyak 7 (tujuh) responden atau sama dengan 28%, Sekolah
Menengah Pertama sebanyak 6 (enam) responden atau sama dengan 24%, dan
Sekolah Menengah Atas sebanyak 4 (empat) responden atau sama dengan 16%. Dari
wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa, pemilik dan penggarap lahan
yang bersekolah di Sekolah Dasar adalah pemilik dan penggarap lahan yang
bersekolah di sekolah rakyat atau Inpres.
B. Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat
1.
Latar Belakang Timbulnya Perjanjian Bagi Hasil
Lembaga bagi hasil berfungsi untuk sebagai lembaga sosial yang bertujuan
untuk menolong sesama terutama pada sanak keluarga. Biasanya sebelum dibelahken
kepada orang lain, maka lebih dahulu ditawarkan kepada keluarga yang tidak
mempunyai lahan untuk menggarapnya. Oleh sebab itu, keluarga tetap menjadi
prioritas utama, tetapi apabila tidak ada keluarga yang berminat untuk menggarapnya,
barulah ditawarkan atau diberikan kepada orang lain. Hubungan sanak keluarga ini
dimaksudkan oleh Holleman dengan apa yang disebut dengan Lingkungan dalam
Universitas Sumatera Utara
73
masyarakat pribumi yaitu lingkungan sanak keluarga dan diluarnya para tetangga dan
kenalan – kenalan yang baik.50
Tabel 11. Hubungan Keluarga antara Pemilik dan Penggarap Lahan di Desa Ujung
Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
No.
Keterangan
Jumah
%
1
Ada
15
30
2
Tidak ada
35
70
50
100
Jumah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, dalam perjanjian bagi hasil yang terjadi di
Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang diutamanakan
adalah sanak keluarga, hal ini terbukti dari jumlah hubungan antara pemilik dan
penggarap yang masih merupakan keluarga berjumlah 15 (lima belas) responden atau
sama dengan 30%. Selanjutnya apabila pihak keluarga yang tidak berminat untuk
menggarap tanah, baru kemudian diberikan kepada orang lain yang tidak mempunyai
hubungan keluarga.
Perjanjian bagi hasil merupakan suatu bentuk perjanjian yang dilaksanakan
diatas tanah pertanian yang sudah ada dan berkembang sejak dahulu. Perjanjian ini
pada dasarnya dilakukan untuk membantu perekonomian pihak yang lemah.
Mengenai perlaksanaan perjanjian bagi hasil ini terdapat faktor yang berkaitan
dengannya yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
50
Holleman, dalam Scheltema, Op.Cit,. hlm.273.
Universitas Sumatera Utara
74
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kesulitan Pemilik Tanah untuk mencari
Penggarap.
n=50
Keterangan
Jumlah
%
No.
1
Sulit
5
10
2
Tidak Sulit
45
90
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 12 diatas dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pemilik
tanah tidak kesulitan dalam mencari penggarap tanahnya dengan sistem perjanjian
bagi hasil, dimana terdapat 45 ( empat puluh lima ) responden atau sama dengan 90%
menyatakan tidak sulit dalam mencari penggarap dan sebanyak 5 ( lima ) responden
menyatakan sulit untuk mencari calon penggarap tanahnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden beserta Kepala Desa dapat
diketahui bahwa tidak sulit mencari penggarap tersebut adalah karena adanya
hubungan keluarga dan juga karena banyaknya masyarakat petani yang tidka
memiliki lahan, atau memiliki lahan namun luas lahannya tidak mencukupi untuk
menghidupi keluarganya.51
Pemilik tanah pada umumnya berasal dari tanah warisan dan penggarap yang
tidak memiliki lahan untuk dikerjakan dilatarbelakangi dengan beberapa faktor
dimana penggarap merupakan warga dari daerah lain yang pindah ke desa untuk
51
Hasil Wawancara yang dilakukan dengan para responden dan bpk. Surya Darma Sitepu
selaku Kepala Desa di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 12
Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
75
mencari pengahasilan untuk menghidupi keluarga. Pemilik tanah yang merasa agak
sulit dalam mencari penggarap dikarenakan oleh lokasi tanah jauh dari tempat tinggal
sehingga orang enggap untuk menggarapnya.
Tabel 13. Distribusi Jumlah Penggarap Kesulitan
Mencari Tanah Garapan.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Sulit
3
6
2
Kadang Sulit
7
14
3
Tidak Sulit
40
80
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 13 diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat kesulitan
penggarap untuk mencari tanah garapan tidaklah sama. Hal ini dapat dilihat dari
responden yang menjadi penggarap dalam perjanjian bagi hasil tersebut adalah
bervariasi, yakni 40 (empat puluh) responden atau sama dengan 80% menyatakan
tidak sulit dalam mencari tanah garapan, 7 (tujuh) responden atau sama dengan 14%
menyatakan kadang sulit mencari tanah garapan dan 3 (tiga) responden menyatakan
sulit mencari tanah garapan.
Berdasarkan hasil wawancaradengan para responden dapat diketahui bahwa
alasan yang menyebabkan tidak sulitnya penggarap mencari tanah garapan yaitu
karena pemilik sudah tidak dapat lagi mengerjakan sendiri tanahnya dikarenakan usia
yang sudah mulai tua dan tidak sanggup lagi untuk mengerjakan tanahnya, banyak
Universitas Sumatera Utara
76
pemilik yang sudah berada di daerah lain dan juga ada pemilik yang bukan petani
murni sehingga tidak dapat atau tidak tau dalam mengelolah tanahnya. Pemilik yang
tinggal di tempat lain diketahui bahwa sebelumnya tanah tersebut didapatkannya
dengan membeli namun tidak dapat mengerjakannya sendiri. Sedangkan penggarap
tanah yang kadang sulit mencari tanah garapan
merupakan
pendatang
di
desa
sehingga
disebabkan karena penggarap
pemilik
kurang
mengenal
dan
mempercayainya. Penggarap yang merasa sulit mencari tanah garapan untuk digarap
tersebut memiliki alasan karena di desa tersebut kebanyakan penduduk tidak
memiliki lahan pertanian dengan kata lain banyak calon penggarap namun lahan yang
tersedia sudah sangat terbatas.52
Selanjutnya alasan penggarap tidak sulit untuk
mencari tanah garapan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 14. Distribusi Jumlah Alasan Penggarap Tidak
Sulit mencari Tanah Garapan.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Pemilik Sudah Tua/Pensiunan
35
70
2
Pemilik memiliki banyak lahan
5
10
3
Pemilik bedara di daerah lain
10
20
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel 14 tersebut diatas dapat dilihat bahwa alasan penggarap merasa tidak
sulit untuk mendapatkan tanah garapan untuk digarapnya adalah karena pemilik lahan
52
Hasil wawancara yang dilakukan dengan para Responden di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 12 Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
77
sudah berumur tua sehingga tidak dapat mampu lagi mengerjakan sendiri tanahnya
sebanyak 35 (tiga puluh lima) responden atau sama denga 70%, pemilik tanah berada
pada daerah lain sebanyak 10 (sepuluh) responden atau sama dengan 20% dan
pemilik tanah memiliki banyak lahan sebanyak 5 (lima) responden atau sama dangan
10%.
No.
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Alasan Pemilik Lahan
memilih Sistem Bagi Hasil.
n=50
Keterangan
Jumalah
%
1
Berbagi walau masih mampu mengerjakan
7
14
2
Tidak ada waktu mengerjakan
9
18
3
Tidak mampu mengerjakan
24
48
4
Pemilik bukan petani
10
20
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 15 diatas dapat diketahui bahwa pada umumnya alasan
pemilik lahan membagihasilkan tanahnya kepada orang lain adalah karena pemilik
tanah sudah tidak mampu mengerjakan tanahnya sendiri dikarenakan faktor usia
sebanyak 24 (dua puluh empat) responden atau sama dengan 48%, dan alasan lainnya
yakni pemilik tidak ada waktu mengerjakannya karena ada pekerjaan lain yang tidak
dapat ditinggalkan sebanyak 9 (sembilan) responden atau sama dengan 18%, pemilik
yang bukan merupakan petani dan tidak tahu cara mengelola tanahnya sendiri
sebanyak 10 (sepuluh) responden atau sama dengan 20% dan pemilik yang ingin
Universitas Sumatera Utara
78
berbagi lahan dengan kerabat walaupun mampu mengerjakannya adalah sebanyak 7
(tujuh) atau sama dengan 14%. Sedangkan alasan penggarap memilih sistem bagi
hasil dapat dilihat dari tabel berikut ini:
No.
Tabel 16. Distribusi jumlah Alasan Penggarap
memilih sistem bagi hasil.
n=50
Keterangan
Jumlah
%
1
Luas Lahan tidak cukup memenuhi kebutuhan
6
12
2
Karena tidak mempunyai lahan
34
68
3
Mencari penghasilan tambahan
7
14
4
Terpaksa karena menunggu pekerjaan lain
-
-
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 16 diatas dapat diketahui bahwa alasan paling menonjol
dari penggarap untuk memilih sistem bagi hasil atas tanah orang lain adalah karena
tidak memiliki lahan yaitu sebanyak 34 (tiga puluh empat ) responden atau sama
dengan 68%, penggarap yang mencari penghasilan tambahan sebanyak 7 ( tujuh )
responden atau sama dengan 14%, dan pengarap yang luas lahannya tidak mencukupi
kebutuhan hidupnya adalah sebanyak 6 ( enam ) responden atau sama dengan 12%.
Dari hasil wawancara dengan para responden dapat diketahui bahwa bagi penggarap
Universitas Sumatera Utara
79
yang ingin mencari penghasilan tambahan lain adalah penggarap yang bekerja
sebagai supir dan angkutan.53
2.
Asas yang dipergunakan dalam Perjanjian Bagi Hasil
Di dalam seminar hukum adat dan Pembinaan Hukum yang diadakan di
Universitas Gajah Mada pada Januari 1975 oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
yang di hadiri oleh sebagian besar pakar hukum adat dari seluruh Indonesia
berkesimpulan sebagai berikut bahwa Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam
bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang mengandung unsur agama.
Selanjutnya diuraikan dalam kesimpulan seminar tersebut bahwa dalam penyusuanan
Hukum Nasional, maka pengambilan bahan-bahan dari Hukum Adat pada dasarnya
mengandung arti:
a.
Penggunaan konsepsi-konsepsi dan asas-asas dari hukum adat untuk dirumuskan
dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
b.
Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang dimodernisasi dan disesuaikan
dengan kebutuhan zaman.
c.
Memasukkan konsep-konsep dan asas-asas hukum adat kedalam lembaga –
lembaga hukum baru.54
Untuk mengetahui asas-asas hukum yang dipakai dalam perjanjian bagi hasil di
Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:
a.
Asas Konsensualisme
53
Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 15 Februari 2016.
54
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Hasil Seminar di Yogyakarta Tahun 1976, hlm.250.
Universitas Sumatera Utara
80
Dalam hukum adat tidak dikenal ketentuan sebagaimana disebut dalam
Pasal 1320 KUHPerdata, dimana sahnya suatu perjanjian diperlukan
adanya 4 (empat) syarat yaitu kesepakatan, kecakapan untuk bertindak,
sesuatu hal yang tertentu dan suatu sebab yang halal. Yang terpenting
dalam masyarakat adat adalah dalam pelaksanaan perjanjian bukan unsur
subjektif ataupun objektif, tetapi terlaksana atau terjadinya suatu
perjanjian itu didasarkan pada kesepakatan yang dikenal dengan
konsensualisme.
Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan dirinya adalah merupakan
pertemuan atau kesesuaian pendapat satu sama lain atas isi perjanjian. Hal
yang paling penting pada suatu transaksi adalah bahwa masing-masing
pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pihak lawannya.55 Asas
konsensualisme ini merupakan unsur esensial yang terdapat dalam
perjanjian bagi hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat karena tanpa adanya konsensus maka suatu perjanjian tidak akan
mungkin terlaksana.
b. Asas Kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus dapat
menimbulkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain
akan memenuhi prestasinya dikemudian hari, sebab tanpa ada unsur
55
Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Dasar Hukum Perjanjian ( Kontrak ), (Elips Projek,
Medan, 1993), hlm.42.
Universitas Sumatera Utara
81
kepercayaan, maka para pihak tidak akan mungkin melakukan suatu
perjanjian. Dengan adanya dasar kepercayaan ini, maka kedua belah pihak
mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian yang mempunyai kekuatan
mengikat dan merupakan undang-undang bagi mereka yang melakukan
perjanjian.
c. Asas Rukun
Asas ini merupakan asas yang intinya berhubungan erat dengan
pandangan dan sikap orang dalam menghadapi hidup bersama, dimana
didalam adat diterima sebagai suatu yang ideal yaitu masyarakat yang aman,
tentram
dan
sejahtera.
Asas
ini
terlihat
bahwa
dalam
kehidupan
bermasyarakat, hubungan itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya
saling bergantungan, sehingga asas ini akan mewujudkan dan melanggengkan
kehidupan bersama. Oleh karena itu tidak hanya tertuju kepada kehidupan dari
sisi untung ataupun rugi saja, tetapi diarahkan pula kepada keseluruhan
kehidupan yang ada pada seseorang dari semua perasaan, dengan segala
sentimennya, sebagai cinta, benci, simpati termasuk yang baik maupun yang
buruk.
d. Asas Musyawarah
Asas
musyawarah
sebagai
ciri
khas
bangsa
Indonesia
dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi, dalam menyelesaikan
sengketa yang terjadi dalam masyarakat. Penyelesaian sengketa dalam hukum
adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, di dalam keluarga, di
Universitas Sumatera Utara
82
dalam kekerabatan dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan.
Apalagi dalam menyelesaikan perselisihan antara satu dengan yang lain.
Dalam menyelesaikan suatu perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian
secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, di dalam keluarga,
di dalam kekerabatan dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan.
Apalagi dalam menyelesaikan perselisihan anatara satu dengan yang lain.
Menyelesaikan suatu perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian
secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, serta saling
memaafkan dan tidak secara emosional. Sesuatu sengketa langsung
diselesaikan
melalui
Pengadilan,
melainkan
mereka
terlebih
dahulu
menempuh jalan musyawarah untuk menyelesaikan sesuatu masalah dan
pengadilan itu adalah merupakan upaya terakhir bilamana musyawarah
mengalami jalan buntu.
e. Asas Keseimbangan
Asas ini merupakan asas umum yang dikenal dalam hukum adat.
Walaupun dalam perjanjian bagi hasil itu tidak selamanya terjadi pembagian
hasil secara seimbang namun ada kemungkinan pembagian hasil dengan cara
lain sesuai kesepakatan dan kebiasaan yang berlaku di sesuatu tempat.
Keadaan tersebut tidak terbatas sampai pada hubungan yang teratur saja,
melainkan berlaku juga terhadap tanah yang dipergunakan secara tidak sah
dan tidak terbatas hanya berlaku atas tanah pertanian yang ditanami saja.
3.
Bentuk Perjanjian Bagi Hasil
Universitas Sumatera Utara
83
Bentuk perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat pada Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 17. Distribusi bentuk perjanjian bagi hasil dan status tanah di Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
No.
Keterangan
Tanah
Tanak
Jumlah
%
Milik
Kontrakan
1
Lisan ada Saksi
9
-
9
18
2
Lisan Tanpa Saksi
40
-
40
80
3
Tertulis, ada Saksi
1
-
1
2
4
Tertulis dihadapan
pejabat
Jumlah
-
-
-
-
50
-
50
100
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Data dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat 40 ( empat puluh )
responden atau sama dengan 80% yang melakukan perjanjian bagi hasil baik pemilik
maupun penggarap menyatakan meraka tidak pernah membuat suatu perjanjian bagi
hasil dalam bentuk tertulis. Bagi mereka yang terpenting adalah adanya kepercayaan
diatara kedua belah pihak dan sepakat untuk melakukan suatu perjanjian. Jadi bentuk
perjanjian bagi hasil yang dilakukan pada umumnya adalah bersifat lisan, malahan
tanpa adanya saksi. Hal ini membuktikan bahwa unsur kepercayaan merupakan suatu
hal yang paling utama dalam melakukan suatu perjanjian. Bilamana telah tercapainya
suatu kesepakatan antara pemilik dan penggarap berarti telah melahirkan suatu
Universitas Sumatera Utara
84
persetujuan, dengan demikian penggarap sudah boleh menggarap tanah pemilik lahan
dan apabila penggarapan tanah itu tidak ditentukan dengan cara lain, maka antara
pemilik dan penggarap secara diam-diam telah terjadi persetujuan pengusahaan tanah
dengan sistem perjanjian bagi hasil. jadi dapat disimpulkan bahwa perjanjian bagi
hasil yang dilakukan oleh masyarakat pada Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian
adalah perjanjian yang dibentuk secara lisan dan tanpa adanya saksi.
No.
1
2
3
Tabel 18. Distribusi peran Kepala Desa dan Camat dalam Perjanjian Bagi
Hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
Pemberitahuan Pemilik
%
Penggarap
%
Jumlah
%
Diberitahukan
secara tidak
resmi/lisan
Diberitahukan
secara
resmi/tertulis
Dilakukan
secara diam –
diam
Jumlah
3
12
7
28
10
20
-
-
-
-
-
-
22
88
18
60
40
80
25
100
25
100
50
100
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Disamping perjanjian bagi hasil dibuat secara lisan, keberadaannya juga tidak
diberitahukan kepada para pejabat seperti Kepala Desa atau Camat. Selanjutnya dari
data pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang
memberitahukan secara resmi keberadaan perjanjian bagi hasil kepada Kepala Desa
dan 10 (sepuluh) responden atau sama dengan 20% memberitahukan perjanjian bagi
hasil ini kepada Kepala Desa secara tidak resmi atau lisan, dimana pemberitahuan itu
dilakukan hanya secara kebetulan, seperti berjumpa di jalan ataupun pada pesta adat,
Universitas Sumatera Utara
85
sedangkan yang tidak melaporkan sama sekali atau yang dilakukan secara diam –
diam jumlahnya sangat dominan yaitu sebanyak 40 ( empat puluh ) responden atau
setara dengan 80%.
Berdasarkan data temuan diatas, ternyata bentuk perjanjian bagi hasil atas tanah
pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat tidak sesuai
dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang
Perjanjian Bagi Hasil. perjanjian bagi hasil yang dilakukan di desa Ujung Teran tidak
dibuat dihadapan Kepala Desa dan tidak dalam bentuk tertulis juga, pada
kenyataannya ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 dengan jelas
telah menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil harus dibuat oleh pemilik dan
penggarap sendiri secara tertulis di hadapan Kepala Desa.
Tabel 19. Distribusi Jumlah Bentuk Imbalan Hasil
dalam Perjanjiang Bagi Hasil.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Hasil Panen
38
76
2
Uang
5
10
3
Hasil Panen dan Uang
7
14
Jumlah
50
100
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa bentuk imbalan pembagian hasil tersebut
umumnya 76% berwujud hasil panen. Akan tetapi ada pula yang berbentuk uang
yaitu 10% dan ada juga yang berbentuk gabungan hasil panen dan uang. Dari hasil
Universitas Sumatera Utara
86
wawancara dapat diketahui bahwa pembagian hasil dalam bentuk uang atau gabungan
uang dan hasil panen biasanya dilakukan oleh pemilik yang bertempat tinggal di luar
daerah, dan hasil panen tersebut diuangkan sesuai dengan harga pasar yang ada di
masyarakat.56
4.
Objek Perjanjian Bagi Hasil
Tabel 20. Distribusi Jenis Tanah dalam perjanjian.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Tanah Sawah
48
96
2
Tanah Kering
2
4
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jenis tanah yang digunakan dalam
pelaksanaan perjanjian bagi hasil tersebut mayoritas adalah tanah sawah yakni
sebanyak 48 (empat puluh delapan) responden atau sama dengan 96% dan sisanya
adalah tanah kering sebanyak 2 ( dua ) responden atau sama dengan 4%.
Dari hasil wawancara terhadap responden juga dari informan yakni tokoh
masyarakat dapat diketahui bahwa pada umumnya tanah yang digunakan atau yang
dijadikan objek perjanjian bagi hasil adalah tanah sawah, yang artinya yang dijadikan
objek perjanjian bukanlah tanah atau lahan itu sendiri melaikan sesuatu yang tumbuh
atau dan yang akan tumbuh dikemudian hari pada tanah tersebut. dan tanah sawah
56
Hasil wawancara dengan bpk. Surya Darma Sitepu selaku Kepala Desa Ujung Teran
Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat pada bulan 20 Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
87
tersebut yang ditanami padi dengan perhitungan dalam 1 ( satu ) tahun dengan 1
(satu) kali panen. Dengan kata lain tanah sawah tersebut apabila ditanami penggarap
dengan tanaman berumur pendek lainnya misalnya tanaman palawija maka hasil
tersebut sepenuhnya menjadi keuntungan penggarap tanah. Meskipun masyarakat
petani tersebut mewajibkan tanah yang dijadikan tempat dilaksanakannya perjanjian
bagi hasil tersebut yang ditanami padi.57
Tabel 21. Distribusi jumlah tanaman yang menjadi objek sesuai dengan jenis
tanah dalam perjanjian bagi hasil. n=50
No.
Keterangan
Jenis Tanaman
Jumlah
%
1
Tanah Sawah
Padi
48
96
2
Tanah Kering
Padi
2
4
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat 96% tanah sawah dalam
perjanjian bagi hasil ditanami padi dan tanah kering terdapat 4% yang ditanami padi
dan palawija. Dari hasil wawancara dengan responden juga diketahui bahwa apabila
ada tanaman palawija yang ditanam diatas tanah yang diperjanjikan tersebut, maka itu
sepenuhnya menjadi hak dari pada penggarap.58 Apabila dilihat dari segi luasnya
lahan yang diperjanjikan, dapat diketahui mayoritas luas lahan tersebut adalah kurang
dari 3 ( tiga ) hektar dan hanya terdapat beberapa responden yang merupakan pemilik
57
Hasil wawancara yang dilakukan dengan responden di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 5 Maret 2016.
58
Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 6 Maret 2016.
Universitas Sumatera Utara
88
tanah yang membagihasilkan tanahnya diatas 3 ( tiga ) hektar namun tanah tersebut
dibagihasilkan tidak dengan 1 (satu) penggarap tetapi dengan beberapa penggarap.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa luas tanah yang diperjanjikan dibawah 3
(tiga) hektar dan tidak melebihi batas yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang
Bagi Hasil.
Universitas Sumatera Utara
89
BAB IV
PERLINDUNGAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BAGI HASIL
TANAH PERTANIAN
A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Bagi Hasil
1.
Hak Pemilik dan Penggarap Lahan
Hak pemilik lahan merupakan kewajiban bagi penggarap dan atau sebaliknya.
Walaupun tidak diperjanjikan secara tertulis dalam perjanjian bagi hasil tersebut,
namun pemilik lahan dan penggarap lahan telah memahami apa yang menjadi hak
dan kewajiban untuk masing – masing pihak.
Tabel 22. Hak Pemilik dan Penggarap lahan dalam perjanjian bagi hasil lahan
pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
No.
Keterangan
Pemilik
%
Penggarap
%
1
25
100
Meneriman dan mengelolah
lahan dengan baik
2
25
100
Pengembalian lahan setelah
perjanjian bagi hasil
berakhir
3
25
100
25
100
Mendapatkan bagian
tertentu dari hasil panen
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa setelah perjanjian bagi hasil
disepakati, maka semua responden menyatakan, pemilik dan penggarap lahan sama –
sama mempunyai hak untuk memperoleh bagian dari hasil panen padi secara natura.
Kemudian setelah perjanjian bagi hasil berakhir, pemilik berhak atas pengembalian
lahannya dalam keadaan yang semula. Di samping itu penggarap juga berhak untuk
menerima dan mengelolah lahan dengan baik sebagimana yang telah disepakati
89
Universitas Sumatera Utara
90
bersama, walaupun kesepakatan itu dilakukan secara tegas dan atau diam – diam
sesuai dengan kebiasaan setempat.
Apabila dalam keadaan dimana penggarap tidak mengerjakan atau tidak
mengelolah lahan dengan baik, maka biasanya seteleh selesai panen dalam perjanjian
bagi hasil diakhiri dan lahan tersebut diminta kembali oleh pemilik lahan untuk
diserahkan kepada penggarap lahan yang lain. Berkaitan dengan hal ini, Bapak Surya
Darma Sitepu, selaku Kepala Desa Ujung Teran mengatakan bahwa jika dalam hal
terdapat penggarap yang tidak mengelolah lahan dengan baik dan sungguh-sungguh,
sehingga hasilnya kurang memuaskan atau gagal panen, maka biasanya pemilik lahan
akan mengambil kembali lahannya tersebut dari penggarap setelah selesai panen dan
dengan sendirinya perjanjian itu telah berakhir, sebaliknya apabila penggarap
sungguh-sungguh mengerjakan lahan dengan baik dan hasilnya pun sangat
memuaskan maka pemilik lahan akan terus mepertahankan penggarap tersebut untuk
mengusahakan tanah itu kembali.59
2.
Kewajiban Pemilik dan Penggarap Lahan
Tabel 23. Kewajiban Pemilik dan Penggarap pada Perjanjian Bagi
Hasil Lahan Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
Pemilik
Penggarap
Jumlah
%
No.
1
Menyediakan lahan dan
25
100
25
100
mengizinkan penggarap
untuk mengelolahnya
3
Mengerjakan
BAB III
PERJANJIAN BAGI HASIL TANAH PERTANIAN
A. Gambaran Umum Daerah Penelitian
1.
Sejarah Kabupaten Langkat
Pada masa pemerintahan Belanda, Kabupaten Langkat masih berstatus
keresidenan dan kesultanan atau kerajaan dengan pimpinan pemerintahan yang
disebut Residen dan berkedudukan di Binjai dengan Residennya Morry Agesten.
Residen mempunyai wewenang mendampingi Sultan Langkat di bidang orang- orang
asing saja sedangkan bagi orang-orang asli pribumi berada di tangan pemerintahan
kesultanan Langkat. Kemudian Kesultanan Langkat berturut-turut dijabat oleh Sultan
Haji Musa Almahadamsyah (1865 – 1892 ), Sultan Tengku Abdul Aziz Abdul Jalik
Rakhmatsyah (1893 – 1927 ), dan Sultan Mahmud (1927 – 1946).
Dibawah
pemerintahan
Kesultanan
dan
Asisten
Residen
struktur
pemerintahan disebut “ Luhak “ dan dibawah luhak disebut Kejuruan atau Raja Kecil
dan Distrik, secara berjenjangan disebut Penghulu Balai atau Raja Kecil Karo yang
berada di desa. Pemerintahan luhak dipimpin seorang Pangeran, Pemerintahan
Kejuruan dipimpin oleh Datuk, dan Pemerintahan Distrik dipimpin seorang kepala
Distrik, dan untuk jabatan kepala kejuruan atau Datuk harus dipegang oleh penduduk
asli yang pernah menjadi raja di daerahnya. Kemudian pada masa pemerintahan
Kesultanan di Langkat dibagi menjadi 3 ( tiga ) kepala Luhak yaitu :
54
Universitas Sumatera Utara
55
1. Luhak Langkat Hulu, yang berkedudukan di Binjai dipimpin oleh T.Pangeran
Adil yang membagi wilayah ini menjadi 3 ( tiga ) kejuruan dan 2 ( dua )
distrik yakni:
a.
Kejuruan Selesai
b.
Kejuruan Bahorok
c.
Kejuruan Sei Bingai
d.
Distrik kwala
e.
Distrik Salapian
2. Luhak Langkat Hilir, yang berkedudukan di Tanjung Pura dipimpin oleh
Pangeran Tengku Jambak/ T.Pangeran Ahmad yang kemudian membagi
wilayah ini menjadi 2 ( dua ) kejuruan dan 4
a.
Kejuruan Stabat
b.
Kejuruan Bingei
c.
Distrik Secanggang
d.
Distrik Padang Tualang
e.
Distrik Cempa
f.
Distrik Pantai Cermin
( empat ) distrik yakni :
3. Luhak Teluk Haru, berkedudukan di Pangkalan Berandan dipimpin oleh
Pangeran Tumenggung (Tengku Djakfar) yang kemudian membagi wilayah
ini menjadi 1 (satu) kejuruan dan 2 (dua) distrik yakni:
a.
Kejuruan Besitang meliputi Langkat Tamiang dan Salahaji.
b.
Distrik Pulau Kampai
Universitas Sumatera Utara
56
c.
Distrik Sei Lepan.
Pada awal tahun 1942, kekuasaan pemerintah Kolonial Belanda beralih ke
Pemerintahan Jepang, namun sistem pemerintahan tidak mengalami perubahan hanya
sebutan Keresidenan berubah menjadi SYU, yang di pimpin oleh Syucokan kemudian
diganti dengan Bunsyu dipimpin oleh Bunsyuco setelah itu kekuasaan jepang ini
berakhir pada saat kemerdekaan Indonesia diproklamasikan pada tanggal 17 ( tujuh
belas ) Agustus 1945.
Pada awal kemerdekaan Republik Indonesia, Sumatera dipimpin oleh seorang
Gubernur yaitu Mr.T.M.Hasan, sedangkan Kabupaten Langkat tetap dengan status
keresidenan dengan asisten residennya atau kepala pemerintahannya dijabat oleh
Tengku Amir Hamzah, yang kemudian di ganti oleh Adnan Nur Lubis dengan
sebutan Bupati. Kemudian pada tahun 1947-1949, terjadi agresi militer Belanda I dan
II dan Kabupaten Langkat terbagi menjadi 2 (dua) yaitu Pemerintahan Negara
Sumatera
Timur
(NST)
yang
berkedudukan
di
Binjai
dengan
Kepala
Pemerintahannya Wan Umaruddin dan Negara Kesatuan Republik Indonesia yang
berkedudukan di Pangkalan Berandan yang di pimpin oleh Tengku Ubaidulah.
Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 07 Tahun 1956 secara administratif
Kabupaten Langkat menjadi daerah otonom yang berhak mengatur rumah tangganya
sendiri dengan kepala daerahnya ( Bupati ) Netap Bukit. Mengingat luas Kabupaten
Langkat maka Kabupaten Langkat dibagi menjadi 3 ( tiga ) kewedanan yaitu:
1. Kewedanan Langkat Hulu berkedudukan di Binjai
2. Kewedanan Langkat Hilir berkedudukan di Tanjung Pura
Universitas Sumatera Utara
57
3. Kewedanan Teluk Haru berkedudukan di Pangkalan Berandan.
Pada tahun 1963 wilayah kewedanan dihapus sedangkan tugas-tugas
administrasi pemerintahan langsung dibawah Bupati serta Asisten Wedana (Camat)
sebagai perangkat terakhir. Kemudian untuk melaksanakan pembangunan yang
merata, Kabupaten Langkat dibagi atas 3 ( tiga ) wilayah pembangunan yaitu:
1. Wilayah Pembangunan I ( Langkat Hulu ) meliputi :
a.
Kecamtan Bahorok dengan 19 ( sembilan belas ) desa
b.
Kecamatan Salapian dengan 22 ( dua puluh dua ) desa
c.
Kecamatan Kuala dengan 16 ( enam belas ) desa
d.
Kecamatan Selesai dengan 13 ( tiga belas ) desa
e.
Kecamatan Binjai dengan 7 ( tujuh ) desa
f.
Kecamatan Sei Bingai dengan 15 ( lima belas ) desa
2. Wilayah Pembangunan II (Langkat Hilir) meliputi :
a.
Kecamatan Stabat dengan 18 (delapan belas) desa dan 1 ( satu ) kelurahan
b.
Kecamtan Secanggang dengan 14 ( empat belas ) desa
c.
Kecamatan Hinai dengan 12 ( dua belas ) desa
d.
Kecamatan Padang Tualang dengan 18 ( delapan belas ) desa
e.
Kecamtan tanjung Pura dengan 15 ( lima belas ) desa dan 1 ( satu )
kelurahan
3. Wilayah Pembangunan III ( Teluk Haru ) meliputi :
a.
Kecamatan Gebang dengan 9 ( sembilan ) desa
b.
Kecamtan Brandan Barat dengan 6 ( enam ) desa
Universitas Sumatera Utara
58
c.
Kecamtan Sei Lepan dengan 5 ( lima ) desan dan 5 ( lima ) kelurahan
d.
Kecamatan Babalan dengan 5 ( lima ) desa dan 3 ( tiga ) kelurahan
e.
Kecamatan Pangkalan Susu dengan 14 ( empat belas ) desa dan 2
(dua)
kelurahan
f.
Kecamatan Besitang dengan 8 ( delapan ) desa dan 3 ( tiga ) kelurahan.
Setiap wilayah pembangunan di pimpin oleh seorang pembantu Bupati.
Desamping itu dalam melaksanakan otonomi daerah Kabupaten Langkat di bantu atas
dinas-dinas otonom, Instansi Pusat baik Departemen maupun non Departemen yang
kesemuanya
merupakan
pembantu–pembantu
Bupati
dalam
melaksanakan
pemerintahan dan pembangunan.
2.
Kondisi Wilayah
Kabupaten Langkat merupakan salah satu daerah yang berada di Sumatera
Utara. Kabupaten Langkat menempati area seluas lebih kurang 6.263,29 Km2
(626.329 Ha) yang terdiri dari 23 (dua puluh tiga) Kecamtan dan 240 ( dua ratus
empat puluh) desa serta 37 ( tiga puluh tujuh ) kelurahan definitif. Berdasarkan luas
daerah menurut kecamtan di Kabupaten Langkat, luas daerah tersebut adalah
Kecamatan Bahorok dengan luas 1.101,83 Km2 atau 17,59% diikuti Kecamtan
Batang Serangan dengan luas 899,38 Km2 atau 14,36%. Sedangkan luas daerah
terkecil adalah Kecamatan Binjai dengan luas 42,05 Km2 atau 0,67% dari total luas
wilayah Kabupaten Langkat. Secara geografis, daerah Kabupaten Langkat terletak
pada 3 º 14’ dan 4 º 13’ Lintang Utara, serta 93 º 51’ dan 98 º 45’ Bujur Timur
dengan batas – batas sebagai berikut :
Universitas Sumatera Utara
59
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Selat Malaka dan Prov.D.I.Aceh
b. Sebelah Selatan berbatas dengan Dati II Karo
c. Sebelah Timur berbatas dengan Dati II Deli Serdang
d. Sebelah Barat berbatas dengan Dati D.I.Aceh ( Aceh Tengah )
Secara topografi, Daerah Tingkat II Langkat dibedakan atas 3 ( tiga ) bagian
yaitu :
a. Pesisir Pantai dengan ketinggian 0 – 4 m diatas permukaan laut
b. Daratan rendah dengan ketinggian 0 – 30 m diatas permukaan laut
c. Daratan tinggi dengan ketinggian 30 – 1200 m diatas permukaan laut
3.
Sejarah singkat khusus Kecamatan Salapian
Kecamatan Salapian merupakan salah satu bahagian wilayah Kecamatan di
Kabupaten Langkat yang pada masa lalu Pemerintah Kecamatan Salapian berstatus
sebagai Distrik dibawah Pemerintah Kejuruan Bahorok yang berkedudukan di Bandar
Muda dan dipimpin oleh seorang Raja Kecil Kejuruan bernama Datok Tengku Bagi.
Dari catatan sejarah setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Pemerintahan
Kejuruan Muda terbagi menjadi dua Kecamatan yakni Kecamatan Kuta Mbaru, yang
berkedudukan di Maryke dan di pimpin oleh seorang Asisten Wedana yang bernama
Ranggut Sembiring dan Kecamatan Salapian yang berkedudukan di Tanjung Langkat
dan di pimpin oleh seorang Asisten Wedana bernama Terus Bangun.
Berdasarkan hasil wawancara dengan pemuka masyarakat dan sekretaris
camat47 yang telah banyak mengikuti sejarah pemerintahan Kecamatan Salapian,
47
Hasil wawancara yang dilakukan dengan Bapak Edy, selaku sekertaris camat di Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 09Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
60
diperoleh informasi bahwa pemberian nama kata “ Salapian “ ialah diangkat dari
nama sungai yaitu sungai Piam, dimana letak geografis sungai Piam tersebut melintas
sebahagian wilayah Ibukota Kelurahan Tanjung Langkat Kecamatan Salapian.
4.
Letak Geografis Kecamatan Salapian
Wilayah Kecamatan Salapian terletak di jalur lintas tujuan wisata Bukit
Lawang Kecamtan Bahorok, dengan luas wilayah lebih kurang 22,33 Km2 atau
sekitar 223,323Ha yang berbatasan dengan:
a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kecamatan Sirapit
b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kecamatan Kuala
c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karo
d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kecamatan Kutambaru
Dengan keadaan dimana letak atau iklim diatas ketinggian permukaan laut
yaitu 40 (empat puluh) Meter, Lintang Utara 3º 45-4 º 00, Bujur Timur 98 º 15-98 º
00, dengan suhu udara rata-rata 27 derajat celcius sampai dengan 29 derajat celcius.
Kecamatan Salapian terdiri dari 17 ( tujuh belas ) desa dan kelurahan yaitu desa
Ujung Bandar, desa Paranguam, desa Tambunan, desa Lau Tepu, desa Pama
Tambunan, desa Glugur Langkat, desa Bandar Telu, desa Turangi, desa Ujung Teran,
desa Minta kasih, desa Tanjung Langkat, desa Naman Jahe, desa Tanjung Keliling,
desa Ponco Warno, desa Adin Tengah, desa Lau Glugur, dan desa Pancor Ido.
Universitas Sumatera Utara
61
Tabel 1. Nama desa, Luas Wilayah, Jarak Ibukota Kecamatan ke Kantor
Kepala Desa dan Klasifikasi Desa di Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat Tahun 2016.
No
Desa
Luas ( km2)
Jarak ( km2)
Swadaya
Swakarya
swasembada
1
Ujung Bandar
39,11
17,0
-
-
2
Parangguam
28,11
15,0
-
√
3
Tambunan
9,34
7,0
-
-
4
Lau Tepu
5,31
7,0
-
√
7,16
8,0
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
Pama
5
Tambunan
6
Glugur Langkat
9,97
7,0
-
7
Bandar Telu
9,64
6,0
-
8
Turangi
8,57
3,0
-
9
Ujung Teran
8,87
5,5
-
10
Minta Kasih
6,23
0,0
-
5,20
2,5
-
19,12
1,5
-
17,75
5,0
-
Tanjung
11
Langkat
12
Naman Jahe
Tanjung
13
Keliling
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
√
-
-
-
14
Ponco Warno
10,63
6,0
-
15
Adin Tengah
17,89
17,5
-
16
Lau Glugur
15,94
7,5
-
17
Pancor Ido
2,89
5,5
-
√
Jumlah
221,73
-
-
17
Sumber: Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016
Dari tabel tersebut diatas bahwa keseluruhan desa dan kelurahan di
Kecamatan Salapian merupakan desa Swakarya.48 Ditinjau dari segi jumlah penduduk
48
Swadaya adalah Kekuatan ( tenaga ) sendiri, Swakarya ialah hasil kerja sendiri, dan
Swasembada adalah pencukupan k15ebutuhan sendiri; ( Tim penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan
Universitas Sumatera Utara
62
maka Kecamatan Salapian memiliki kepadatan penduduk 187 jiwa/Km2 dimana
distribusi Jumlah Peduduk, Rumah Tangga dan Lapangan Pekerjaan setiap Desa atau
Kelurahan dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 2. Jumlah Penduduk, Rumah Tangga dan Lapangan Pekerjaan setiap
Desa atau Kelurahan di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Tahun 2016.
No
Desa
Jumlah
penduduk
Rumah Perta-nian Industri/
PNS/
Perda-
Ang-
Tangga
ABRI
gangan
kutan
keraji-nan
Buruh
Lain- Jumlah
nya
1 Ujung Bandar
1287
316
600
-
3
11
7
912
330
1,863
2 Parangguam
866
214
978
-
4
8
-
384
-
1,374
738
3
Tambunan
435
107
96
5
10
6
6
615
-
4
Lau Tepu
1653
407
484
6
15
20
10
459
25
1,019
5
Pama
1282
315
871
8
32
30
16
1878
45
2,880
Tambunan
6
Glugur langkat 616
152
169
1
4
12
3
550
-
739
7
Bandar Telu
1226
302
230
3
10
11
2
840
-
1,096
8
Turangi
1651
407
1120
2
15
10
10
579
20
1,756
9
Ujung Teran
1263
311
1050
13
24
56
14
109
35
1,301
10
Minta Kasih
1614
398
1388
6
34
21
14
490
5
1,958
11
Tanjung
3570
878
2326
20
83
348
31
321
75
3,204
Langkat
12
Naman Jahe
3716
914
2813
10
36
117
10
1070
100
4,156
13
Tanjung
3050
751
1730
10
67
16
20
1405
5
3,253
1,731
Keliling
14
Ponco Warno
1963
483
1227
-
5
10
4
470
15
15
Adin Tengah
670
164
429
-
2
3
1
284
-
719
16
Lau Glugur
664
163
378
2
8
10
-
1090
-
1651
17
Poncor Ido
1398
344
835
-
5
-
-
212
-
1,052
Jumlah
26924
6626
16724
86
357
689
148
11668
655
30,490
Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Pengembangan bahasa) Kamus Besar Bahasa In16donesia, (Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Cetakan
Ketiga, Balai Pustaka, Jakarta, 1990), hlm.877.
Universitas Sumatera Utara
63
Dari tabel tersebut diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk di Kecamatan
Salapian untuk tahun 2016 sebanyak 26.924 jiwa, dengan jumlah Rumah Tangga
sebanyak 6.626 Kepala Keluarga. Ditinjau dari sudut Rumah Tangga berdasarkan
lapangan pekerjaan yang dimiliki maka distributor terbesar terdapat pada lapangan
pekerjaan di bidang Pertanian yaitu 16,724 Rumah Tangga, dibidang Industri/
Kerajinan sebesar 86 Rumah Tangga, dibidang PNS/ABRI sebanyak 357 Rumah
Tangga, dibidang Perdagangan sebesar 689 rumah tangga, dibidang Angkutan
sebanyak 148 rumah tangga, di bidang Buruh Tani sebanyak 11.768 Rumah Tangga
dan lainnya sebanyak 655 rumah tangga. Dimana Jumlah Penduduk berdasarkan
kelompok umur dan jenis kelamin dapat dilihat dari tabel berikut ini.
No
Tabel 3. Jumlah Penduduk berdasarkan Penggolongan Umur dan Jenis
Kelamin di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
Kelompok Umur
Laki – Laki
Perempuan
Jumlah
1
00-04
1499
1447
2946
2
05-09
1412
1350
2762
3
10-14
1348
1295
2643
4
15-19
1268
1207
2475
5
20-24
1148
1130
2278
6
25-29
1105
1090
2195
7
30-34
1030
1053
2083
8
35-39
972
992
1964
9
40-44
899
902
1801
10
45-49
807
815
1622
11
50-54
689
675
1364
12
55-59
529
502
1031
Universitas Sumatera Utara
64
13
60-64
319
319
638
14
65-69
200
229
429
15
70-74
152
180
332
16
75+
158
203
361
Jumlah
13,535
13,389
26.924
Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa jumlah penduduk jenis kelamin laki –
laki ada sebanyak 13,535 orang dan penduduk dengan jenis kelamin perempuan
sebanyak 13,389 orang. Ditinjau dari sudut jumlah penduduk berdasarkan
penggolongan umur maka distribusi terbesar diberikan oleh golongan umur 00-04
tahun yaitu sebesar 2,946 orang sedangkan distribusi terkecil terdapat pada golongan
umur 70-74 tahun yaitu sebesar 332 orang. Dalam hal ini terlihat bahwa penduduk di
Kecamtan Salapian Kabupaten Langkat mengikuti pola penggolongan umur piramida
yaitu semakin ke atas jumlah penduduknya semakin sedikit. Hal ini menunjukkan
bahwa jumlah penduduk di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat setiap tahunnya
semakin meningkat. Sebagaimana yang telah diuraikan diatas bahwa wilayah
Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat seluas 221,73 Km2 merupakan wilayah
daratan dan mayoritas dari jumlah penduduk di Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat adalah petani atau memiliki sumber mata pencaharian dari sektor pertanian.
Mengenai
kondisi
wilayah
di
Kecamatan
Salapian
Kabupaten
Langkat
diklasifikasikan berdasarkan penggunaan tanahnya sebagaimana diuraikan sebagai
berikut.
Universitas Sumatera Utara
65
No
Tabel 4. Klasifikasi Luas Wilayah Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat
Menurut Desa / Kelurahan dan jenis Penggunaan Tanah Tahun 2016 ( Ha ).
Tanah
Tanah
Lain –
Desa / Kelurahan
Jumlah
Sawah
Kering
lain
1
Ujung Bandar
-
1932
1979
3911
2
Parangguam
-
1059
1752
2811
3
Tambunan
-
142
792
934
4
Lau Tepu
40
116
375
531
5
Pama Tambunan
-
357
359
716
6
Glugur Langkat
-
514
483
997
7
Bandar Telu
-
500
464
964
8
Turangi
-
445
412
857
9
Ujung Teran
184
2030
98
2319
10
Minta Kasih
-
293
331
623
11
Tanjung Langkat
35
155
330
520
12
Naman Jahe
-
158
1754
1912
13
Tanjung Keliling
-
542
1233
775
14
Ponco Warno
6
543
514
1063
15
Adin tengah
-
718
1071
1789
16
Lau Glugur
-
683
94
1594
17
Pancor Ido
-
121
168
289
Jumlah
268
10,307
12,209
23,605
Sumber :Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
66
Dari tabel diatas menunjukkan bahwa sebagian besar Wilayah Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat terdiri dari tanah kering yakni seluas 10,307 Hektar dari
keseluruhan kecamatan Salapian Kabupaten Langkat tanah sawah seluas 268 Hektar
dan lainnya seluas 12,209 Hektar. Luasnya wilayah baik tanah sawah maupun tanah
kering menunjukkan bahwa daerah ini merupakan daerah yang masih banyak
dipergunakan untuk pertanian. Ditinjau dari sumber penghasilan utama di Kecamatan
Salapian kabupaten langkat dan petani pada tahun 2016 dapat dilihat dari tabel
sebagai berikut.
No
Tabel 5. Sumber Penghasilan Utama dan Jumlah Petani di Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada Tahun 2016.
Sumber Penghasilan
Petani
Desa / Kelurahan
Utama
1
Ujung Bandar
Pertanian
600
2
Parangguam
Pertanian
978
3
Tambunan
Pertanian
96
4
Lau Tepu
Pertanian
484
5
Pama Tambunan
Pertanian
871
6
Glugur Langkat
Pertanian
169
7
Bandar Telu
Pertanian
230
8
Turangi
Pertanian
1120
9
Ujung Teran
Pertanian
1050
10
Minta Kasih
Pertanian
1388
11
Tanjung Langkat
Pertanian
2326
12
Naman Jahe
Pertanian
2813
Universitas Sumatera Utara
67
13
Tanjung Keliling
Pertanian
1730
14
Ponco Warna
Pertanian
1227
15
Adin Tengah
Pertanian
429
16
Lau Glugur
Pertanian
378
17
Pancor Ido
Pertanian
835
Jumlah
16,724
Sumber :Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Dari tabel diatas dapat di tarik kesimpulan bahwa wilayah di Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat merupakan wilayah yang merupakan wilayah yang
bermata pencaharian berasal dari pertanian. Ditinjau dari segi produksi tanaman
khususnya di daerah penelitian yaitu di Desa Ujung Teran, baik lahan sawah maupun
lahan kering dapat dilihat dari tabel berikut.
Tabel 6. Jumlah Produksi tanaman padi, Palawija49 dan Sayuran di Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat Tahun 2016.
Nama Desa
Padi (Ton )
Palawija (Ton) Sayuran (Ton)
No.
1
Ujung Teran
1.006,00
360,00
11,00
Jumlah
1.006,00
360,00
11,00
Sumber : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa tanaman padi yang diproduksi dari
lahan sawah maupun lahan kering memberikan kontribusi yang paling besar yaitu
sebesar 1.600,00 Ton apabila dibandingkan dengan produksi Palawija yaitu sebesar
418,00 Ton serta produksi Sayuran sebesar 11,00 Ton.
49
Yang dikategorikan tanaman palawija dalam hal ini adalah jagung, ubi kayu, ubi jalar,
kacang tanah, kacang hijau sedangkan produksi tanaman sayuran dijelaskan dalam dalam klasifikasi
tersendiri.
Universitas Sumatera Utara
68
5.
Karakteristik Responden.
Pemaparan tentang karakteristik responden secara sistematik dapat dilihat
tabel frekuensi dibawah ini. sebagaimana disebutkan bahwa dalam penelitian ini
penentuan desa yang menjadi lokasi penelitian diambil dengan cara memilik. Dan
dari 17 (tujuh belas) desa atau kelurahan yang terdapat di Kecamatan Salapian dipilih
sebanyak 1 (satu) desa sebagai sampel yang juga ditentukan secara Purposive, dengan
menetapkan 25 (dua puluh lima) Kepala Keluarga sebagai responden. Hal ini dapat
dilihat dari tabel dibawah ini.
No.
1
Tabel 7. Jumlah Sampel pada Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian
berdasarkan Rumah Tangga. n=50
Nama Desa
Jarak ke ibukota (km2)
Pemilik
Penggarap
Ujung Teran
Jumlah
5,5
25
25
25
25
Sumber Data : Statistik Daerah Kecamatan Salapian tahun 2016.
Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa jarak daerah sampel ke
Ibukota Kecamatan adalah lebih kurang 5,5 Km2. Dari jarak sampel tersebut dapat
digolongkan menjadi desa yang jauh dari kota sehingga ada kemungkinan perbedaan
pola pikir dan tingkat kehidupan yang berpengaruh terhadap ikatan sosial dalam
masyarakat desa tersebut.
Adapun jumlah responden adalah pemilik tanah sebanyak 25 (dua puluh lima)
Kepala Keluarga dan penggarap sebanyak 25 (dua puluh lima) Kepala Keluarga,
jumlah ini disesuaikan dengan jumlah yang sudah ditetapkan sebagai responden yakni
Universitas Sumatera Utara
69
sebanyak 50 (lima puluh) Kepala Keluarga. Adanya jumlah responden sebanyak 50
(lima puluh) Kepala Keluarga tersebut juga dilengkapi dengan sejumlah informasi
dari aparat Pemerintah, Aparat Desa dan juga Tokoh Masyarakat yang dipilih dari
daerah Penelitian, yang diharapkan dapat memberikan masukan dan gambaran
tentang masalah yang diteliti.
Dari data kuisioner yang disebar dapat diketahui jenis pekerjaan pemilik tanah
ataupun penggarap tanah yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil. Untuk lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini.
No.
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Pekerjaan Pemilik dan Penggarap
di Desa Ujung Teran.
n=50
Pekerjaan
Pemilik
%
Penggarap
%
Jumlah
1
Petani Murni
10
40
21
84
31 ( 62% )
2
PNS/Pensiunan
7
28
-
-
7 ( 14% )
3
Dagang
4
16
2
8
6 ( 12 % )
4
Sopir
2
8
2
8
4 ( 8% )
5
Lain-lain
2
8
-
-
2 ( 4% )
Jumlah
25
100
25
100
50
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 8 ditas dapat diketahui bahwa jenis pekerjaan pemilik tanah
yang melaksanakan perjanjian bagi hasil secara berturut – turut yang paling banyak
adalah Petani murni sebanyak 10 (sepuluh) responden atau 40%, kemudian
PNS/Pensiunan sebanyak 7 (tujuh) responden atau 28%, dagang sebanyak 4 ( empat)
Universitas Sumatera Utara
70
responden atau 16%, sopir sebanyak 2 (dua) responden atau 8% dan lainnya sebanyak
2 (dua) responden atau setara dengan 8%.
Sedangkan jenis pekerjaan penggarap yang melaksanakan perjanjian bagi hasil
secara beturut-turut yang paling banyak adalah petani murni dengan 21 (dua puluh
satu) responden atau 84%, dagang dan sopir masing-masing sebanyak 2 (delapan)
responden atau setara dengan 8%. Diketahui bahwa penghasilan mayoritas penduduk
di Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat adalah di sektor pertanian.
Dari wawancara dengan responden juga diketahui bahwa ada petani penggarap
yang bukan petani murni, menjadi penggarap karena di dorong dengan keinginan
untuk mandiri dan menikmati bagaimana bertani dan ingin mengkonsumsi hasil
panen sendiri, sedangkan yang pekerjaannya supir atau dagang motivasinya adalah
untuk mencari tambahan penghasilan. Dimana ditinjau dari segi tingkat usia, dapat
dilihat dari tabel berikut ini.
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Umur Responden
di Desa Ujung Teran.
n= 50
Pemilik
%
Penggarap
%
No.
Umur
Jumlah
1
20-30
1
4
3
12
4 ( 8% )
2
31-40
5
20
11
44
16 ( 32% )
3
41-50
5
20
9
36
14 ( 28 % )
4
51-60
8
32
2
8
10 ( 20% )
5
61+
6
24
-
-
6 ( 12% )
Jumlah
25
100
25
100
50
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Universitas Sumatera Utara
71
Dari data tabel 9 diatas dapat dilihat bahwa pemilik tanah maupun penggarap
tanah yang terlibat dalam perjanjian bagi hasil di dominasi oleh usia produktif yakni
usia 20 (dua puluh) sampai dengan usia 57 (lima puluh tujuh) dimana pemilik tanah
hingga usia 57 (lima puluh tujuh) tahun 19 (sembilan belas) responden atau sama
dengan 76% dan sisanya adalah 61+ sebanyak 6 (enam) responden atau sama dengan
24%. Sedangkan penggarap tanah usia 20 (dua puluh) sampai dengan usia 57 ( lima
puluh tujuh ) tahun sebanyak 25 (dua puluh lima) responden atau sama dengan 100%,
sedangkan usia penggarap yang telah mencapai 60 (enam puluh) keatas sudah tidak
ada lagi. Dari sudut pendidikan, maka pemilik lahan dan penggarap lahan di Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian memiliki tingkat pendidikan yang dapat dilihat dari
tabel berikut ini.
No.
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Pendidikan Terakhir Responden. n=50
Pendidikan
Pemilik
%
Penggarap
%
Jumlah
1
Tidak Sekolah
2
8
7
28
9 ( 18% )
2
SD
5
20
8
32
13 ( 26% )
3
SMP
4
16
6
24
10 ( 20% )
4
SMA
11
44
4
16
15 ( 30% )
5
D3/Sarjana Muda
3
12
-
-
3 ( 6% )
Jumlah
25
100
25
100
50
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel 10 tersebut diatas dapat diketahui bahwa pemilik lahan yang
berpendidikan Sekolah Menengah Atas memiliki sebanyak 11 (sebelas) responden
Universitas Sumatera Utara
72
atau sama dengan 44% , Sekolah Dasar sebanyak 5 (lima) responden atau sama
dengan 20%, Sekolah Menengah Pertama sebanyak 4 (empat) responden, Sarjana
Muda sebanyak 3 (tiga) responden atau sama dengan 12% dan yang tidak bersekolah
sebanyak 2 (dua) responden atau sama dengan 8%.
Sedangkan sebagai penggarap lahan yang pada umumnya memiliki pendidikan
Sekolah Dasar yaitu sebanyak 8 (delapan) responden atau setara dengan 32%, yang
tidak bersekolah sebanyak 7 (tujuh) responden atau sama dengan 28%, Sekolah
Menengah Pertama sebanyak 6 (enam) responden atau sama dengan 24%, dan
Sekolah Menengah Atas sebanyak 4 (empat) responden atau sama dengan 16%. Dari
wawancara dengan responden dapat diketahui bahwa, pemilik dan penggarap lahan
yang bersekolah di Sekolah Dasar adalah pemilik dan penggarap lahan yang
bersekolah di sekolah rakyat atau Inpres.
B. Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat
1.
Latar Belakang Timbulnya Perjanjian Bagi Hasil
Lembaga bagi hasil berfungsi untuk sebagai lembaga sosial yang bertujuan
untuk menolong sesama terutama pada sanak keluarga. Biasanya sebelum dibelahken
kepada orang lain, maka lebih dahulu ditawarkan kepada keluarga yang tidak
mempunyai lahan untuk menggarapnya. Oleh sebab itu, keluarga tetap menjadi
prioritas utama, tetapi apabila tidak ada keluarga yang berminat untuk menggarapnya,
barulah ditawarkan atau diberikan kepada orang lain. Hubungan sanak keluarga ini
dimaksudkan oleh Holleman dengan apa yang disebut dengan Lingkungan dalam
Universitas Sumatera Utara
73
masyarakat pribumi yaitu lingkungan sanak keluarga dan diluarnya para tetangga dan
kenalan – kenalan yang baik.50
Tabel 11. Hubungan Keluarga antara Pemilik dan Penggarap Lahan di Desa Ujung
Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
No.
Keterangan
Jumah
%
1
Ada
15
30
2
Tidak ada
35
70
50
100
Jumah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa, dalam perjanjian bagi hasil yang terjadi di
Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat, yang diutamanakan
adalah sanak keluarga, hal ini terbukti dari jumlah hubungan antara pemilik dan
penggarap yang masih merupakan keluarga berjumlah 15 (lima belas) responden atau
sama dengan 30%. Selanjutnya apabila pihak keluarga yang tidak berminat untuk
menggarap tanah, baru kemudian diberikan kepada orang lain yang tidak mempunyai
hubungan keluarga.
Perjanjian bagi hasil merupakan suatu bentuk perjanjian yang dilaksanakan
diatas tanah pertanian yang sudah ada dan berkembang sejak dahulu. Perjanjian ini
pada dasarnya dilakukan untuk membantu perekonomian pihak yang lemah.
Mengenai perlaksanaan perjanjian bagi hasil ini terdapat faktor yang berkaitan
dengannya yang dapat dilihat pada tabel berikut ini.
50
Holleman, dalam Scheltema, Op.Cit,. hlm.273.
Universitas Sumatera Utara
74
Tabel 12. Distribusi Frekuensi Kesulitan Pemilik Tanah untuk mencari
Penggarap.
n=50
Keterangan
Jumlah
%
No.
1
Sulit
5
10
2
Tidak Sulit
45
90
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 12 diatas dapat dijelaskan bahwa pada umumnya pemilik
tanah tidak kesulitan dalam mencari penggarap tanahnya dengan sistem perjanjian
bagi hasil, dimana terdapat 45 ( empat puluh lima ) responden atau sama dengan 90%
menyatakan tidak sulit dalam mencari penggarap dan sebanyak 5 ( lima ) responden
menyatakan sulit untuk mencari calon penggarap tanahnya.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden beserta Kepala Desa dapat
diketahui bahwa tidak sulit mencari penggarap tersebut adalah karena adanya
hubungan keluarga dan juga karena banyaknya masyarakat petani yang tidka
memiliki lahan, atau memiliki lahan namun luas lahannya tidak mencukupi untuk
menghidupi keluarganya.51
Pemilik tanah pada umumnya berasal dari tanah warisan dan penggarap yang
tidak memiliki lahan untuk dikerjakan dilatarbelakangi dengan beberapa faktor
dimana penggarap merupakan warga dari daerah lain yang pindah ke desa untuk
51
Hasil Wawancara yang dilakukan dengan para responden dan bpk. Surya Darma Sitepu
selaku Kepala Desa di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 12
Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
75
mencari pengahasilan untuk menghidupi keluarga. Pemilik tanah yang merasa agak
sulit dalam mencari penggarap dikarenakan oleh lokasi tanah jauh dari tempat tinggal
sehingga orang enggap untuk menggarapnya.
Tabel 13. Distribusi Jumlah Penggarap Kesulitan
Mencari Tanah Garapan.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Sulit
3
6
2
Kadang Sulit
7
14
3
Tidak Sulit
40
80
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 13 diatas dapat dijelaskan bahwa tingkat kesulitan
penggarap untuk mencari tanah garapan tidaklah sama. Hal ini dapat dilihat dari
responden yang menjadi penggarap dalam perjanjian bagi hasil tersebut adalah
bervariasi, yakni 40 (empat puluh) responden atau sama dengan 80% menyatakan
tidak sulit dalam mencari tanah garapan, 7 (tujuh) responden atau sama dengan 14%
menyatakan kadang sulit mencari tanah garapan dan 3 (tiga) responden menyatakan
sulit mencari tanah garapan.
Berdasarkan hasil wawancaradengan para responden dapat diketahui bahwa
alasan yang menyebabkan tidak sulitnya penggarap mencari tanah garapan yaitu
karena pemilik sudah tidak dapat lagi mengerjakan sendiri tanahnya dikarenakan usia
yang sudah mulai tua dan tidak sanggup lagi untuk mengerjakan tanahnya, banyak
Universitas Sumatera Utara
76
pemilik yang sudah berada di daerah lain dan juga ada pemilik yang bukan petani
murni sehingga tidak dapat atau tidak tau dalam mengelolah tanahnya. Pemilik yang
tinggal di tempat lain diketahui bahwa sebelumnya tanah tersebut didapatkannya
dengan membeli namun tidak dapat mengerjakannya sendiri. Sedangkan penggarap
tanah yang kadang sulit mencari tanah garapan
merupakan
pendatang
di
desa
sehingga
disebabkan karena penggarap
pemilik
kurang
mengenal
dan
mempercayainya. Penggarap yang merasa sulit mencari tanah garapan untuk digarap
tersebut memiliki alasan karena di desa tersebut kebanyakan penduduk tidak
memiliki lahan pertanian dengan kata lain banyak calon penggarap namun lahan yang
tersedia sudah sangat terbatas.52
Selanjutnya alasan penggarap tidak sulit untuk
mencari tanah garapan dapat dilihat pada tabel berikut ini.
Tabel 14. Distribusi Jumlah Alasan Penggarap Tidak
Sulit mencari Tanah Garapan.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Pemilik Sudah Tua/Pensiunan
35
70
2
Pemilik memiliki banyak lahan
5
10
3
Pemilik bedara di daerah lain
10
20
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel 14 tersebut diatas dapat dilihat bahwa alasan penggarap merasa tidak
sulit untuk mendapatkan tanah garapan untuk digarapnya adalah karena pemilik lahan
52
Hasil wawancara yang dilakukan dengan para Responden di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 12 Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
77
sudah berumur tua sehingga tidak dapat mampu lagi mengerjakan sendiri tanahnya
sebanyak 35 (tiga puluh lima) responden atau sama denga 70%, pemilik tanah berada
pada daerah lain sebanyak 10 (sepuluh) responden atau sama dengan 20% dan
pemilik tanah memiliki banyak lahan sebanyak 5 (lima) responden atau sama dangan
10%.
No.
Tabel 15. Distribusi Frekuensi Alasan Pemilik Lahan
memilih Sistem Bagi Hasil.
n=50
Keterangan
Jumalah
%
1
Berbagi walau masih mampu mengerjakan
7
14
2
Tidak ada waktu mengerjakan
9
18
3
Tidak mampu mengerjakan
24
48
4
Pemilik bukan petani
10
20
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 15 diatas dapat diketahui bahwa pada umumnya alasan
pemilik lahan membagihasilkan tanahnya kepada orang lain adalah karena pemilik
tanah sudah tidak mampu mengerjakan tanahnya sendiri dikarenakan faktor usia
sebanyak 24 (dua puluh empat) responden atau sama dengan 48%, dan alasan lainnya
yakni pemilik tidak ada waktu mengerjakannya karena ada pekerjaan lain yang tidak
dapat ditinggalkan sebanyak 9 (sembilan) responden atau sama dengan 18%, pemilik
yang bukan merupakan petani dan tidak tahu cara mengelola tanahnya sendiri
sebanyak 10 (sepuluh) responden atau sama dengan 20% dan pemilik yang ingin
Universitas Sumatera Utara
78
berbagi lahan dengan kerabat walaupun mampu mengerjakannya adalah sebanyak 7
(tujuh) atau sama dengan 14%. Sedangkan alasan penggarap memilih sistem bagi
hasil dapat dilihat dari tabel berikut ini:
No.
Tabel 16. Distribusi jumlah Alasan Penggarap
memilih sistem bagi hasil.
n=50
Keterangan
Jumlah
%
1
Luas Lahan tidak cukup memenuhi kebutuhan
6
12
2
Karena tidak mempunyai lahan
34
68
3
Mencari penghasilan tambahan
7
14
4
Terpaksa karena menunggu pekerjaan lain
-
-
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel 16 diatas dapat diketahui bahwa alasan paling menonjol
dari penggarap untuk memilih sistem bagi hasil atas tanah orang lain adalah karena
tidak memiliki lahan yaitu sebanyak 34 (tiga puluh empat ) responden atau sama
dengan 68%, penggarap yang mencari penghasilan tambahan sebanyak 7 ( tujuh )
responden atau sama dengan 14%, dan pengarap yang luas lahannya tidak mencukupi
kebutuhan hidupnya adalah sebanyak 6 ( enam ) responden atau sama dengan 12%.
Dari hasil wawancara dengan para responden dapat diketahui bahwa bagi penggarap
Universitas Sumatera Utara
79
yang ingin mencari penghasilan tambahan lain adalah penggarap yang bekerja
sebagai supir dan angkutan.53
2.
Asas yang dipergunakan dalam Perjanjian Bagi Hasil
Di dalam seminar hukum adat dan Pembinaan Hukum yang diadakan di
Universitas Gajah Mada pada Januari 1975 oleh Badan Pembinaan Hukum Nasional
yang di hadiri oleh sebagian besar pakar hukum adat dari seluruh Indonesia
berkesimpulan sebagai berikut bahwa Hukum Indonesia asli yang tidak tertulis dalam
bentuk perundang-undangan Republik Indonesia yang mengandung unsur agama.
Selanjutnya diuraikan dalam kesimpulan seminar tersebut bahwa dalam penyusuanan
Hukum Nasional, maka pengambilan bahan-bahan dari Hukum Adat pada dasarnya
mengandung arti:
a.
Penggunaan konsepsi-konsepsi dan asas-asas dari hukum adat untuk dirumuskan
dalam norma-norma hukum yang memenuhi kebutuhan masyarakat.
b.
Penggunaan lembaga-lembaga hukum adat yang dimodernisasi dan disesuaikan
dengan kebutuhan zaman.
c.
Memasukkan konsep-konsep dan asas-asas hukum adat kedalam lembaga –
lembaga hukum baru.54
Untuk mengetahui asas-asas hukum yang dipakai dalam perjanjian bagi hasil di
Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat adalah sebagai berikut:
a.
Asas Konsensualisme
53
Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 15 Februari 2016.
54
Badan Pembinaan Hukum Nasional, Hasil Seminar di Yogyakarta Tahun 1976, hlm.250.
Universitas Sumatera Utara
80
Dalam hukum adat tidak dikenal ketentuan sebagaimana disebut dalam
Pasal 1320 KUHPerdata, dimana sahnya suatu perjanjian diperlukan
adanya 4 (empat) syarat yaitu kesepakatan, kecakapan untuk bertindak,
sesuatu hal yang tertentu dan suatu sebab yang halal. Yang terpenting
dalam masyarakat adat adalah dalam pelaksanaan perjanjian bukan unsur
subjektif ataupun objektif, tetapi terlaksana atau terjadinya suatu
perjanjian itu didasarkan pada kesepakatan yang dikenal dengan
konsensualisme.
Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan dirinya adalah merupakan
pertemuan atau kesesuaian pendapat satu sama lain atas isi perjanjian. Hal
yang paling penting pada suatu transaksi adalah bahwa masing-masing
pihak menyatakan persetujuannya sesuai dengan pihak lawannya.55 Asas
konsensualisme ini merupakan unsur esensial yang terdapat dalam
perjanjian bagi hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten
Langkat karena tanpa adanya konsensus maka suatu perjanjian tidak akan
mungkin terlaksana.
b. Asas Kepercayaan
Seseorang yang mengadakan perjanjian dengan pihak lain harus dapat
menimbulkan kepercayaan diantara kedua belah pihak bahwa satu sama lain
akan memenuhi prestasinya dikemudian hari, sebab tanpa ada unsur
55
Mariam Darus Badrulzaman, Kerangka Dasar Hukum Perjanjian ( Kontrak ), (Elips Projek,
Medan, 1993), hlm.42.
Universitas Sumatera Utara
81
kepercayaan, maka para pihak tidak akan mungkin melakukan suatu
perjanjian. Dengan adanya dasar kepercayaan ini, maka kedua belah pihak
mengikatkan dirinya dalam suatu perjanjian yang mempunyai kekuatan
mengikat dan merupakan undang-undang bagi mereka yang melakukan
perjanjian.
c. Asas Rukun
Asas ini merupakan asas yang intinya berhubungan erat dengan
pandangan dan sikap orang dalam menghadapi hidup bersama, dimana
didalam adat diterima sebagai suatu yang ideal yaitu masyarakat yang aman,
tentram
dan
sejahtera.
Asas
ini
terlihat
bahwa
dalam
kehidupan
bermasyarakat, hubungan itu tidak dapat dipisahkan satu sama lain, artinya
saling bergantungan, sehingga asas ini akan mewujudkan dan melanggengkan
kehidupan bersama. Oleh karena itu tidak hanya tertuju kepada kehidupan dari
sisi untung ataupun rugi saja, tetapi diarahkan pula kepada keseluruhan
kehidupan yang ada pada seseorang dari semua perasaan, dengan segala
sentimennya, sebagai cinta, benci, simpati termasuk yang baik maupun yang
buruk.
d. Asas Musyawarah
Asas
musyawarah
sebagai
ciri
khas
bangsa
Indonesia
dalam
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi, dalam menyelesaikan
sengketa yang terjadi dalam masyarakat. Penyelesaian sengketa dalam hukum
adat mengutamakan adanya musyawarah dan mufakat, di dalam keluarga, di
Universitas Sumatera Utara
82
dalam kekerabatan dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan.
Apalagi dalam menyelesaikan perselisihan antara satu dengan yang lain.
Dalam menyelesaikan suatu perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian
secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, di dalam keluarga,
di dalam kekerabatan dan ketetanggaan, baik untuk memulai suatu pekerjaan.
Apalagi dalam menyelesaikan perselisihan anatara satu dengan yang lain.
Menyelesaikan suatu perselisihan selalu diutamakan jalan penyelesaian
secara rukun dan damai dengan musyawarah dan mufakat, serta saling
memaafkan dan tidak secara emosional. Sesuatu sengketa langsung
diselesaikan
melalui
Pengadilan,
melainkan
mereka
terlebih
dahulu
menempuh jalan musyawarah untuk menyelesaikan sesuatu masalah dan
pengadilan itu adalah merupakan upaya terakhir bilamana musyawarah
mengalami jalan buntu.
e. Asas Keseimbangan
Asas ini merupakan asas umum yang dikenal dalam hukum adat.
Walaupun dalam perjanjian bagi hasil itu tidak selamanya terjadi pembagian
hasil secara seimbang namun ada kemungkinan pembagian hasil dengan cara
lain sesuai kesepakatan dan kebiasaan yang berlaku di sesuatu tempat.
Keadaan tersebut tidak terbatas sampai pada hubungan yang teratur saja,
melainkan berlaku juga terhadap tanah yang dipergunakan secara tidak sah
dan tidak terbatas hanya berlaku atas tanah pertanian yang ditanami saja.
3.
Bentuk Perjanjian Bagi Hasil
Universitas Sumatera Utara
83
Bentuk perjanjian bagi hasil yang dilakukan oleh masyarakat pada Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat dapat dilihat pada tabel berikut
ini.
Tabel 17. Distribusi bentuk perjanjian bagi hasil dan status tanah di Desa
Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
No.
Keterangan
Tanah
Tanak
Jumlah
%
Milik
Kontrakan
1
Lisan ada Saksi
9
-
9
18
2
Lisan Tanpa Saksi
40
-
40
80
3
Tertulis, ada Saksi
1
-
1
2
4
Tertulis dihadapan
pejabat
Jumlah
-
-
-
-
50
-
50
100
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Data dari tabel diatas dapat dilihat bahwa terdapat 40 ( empat puluh )
responden atau sama dengan 80% yang melakukan perjanjian bagi hasil baik pemilik
maupun penggarap menyatakan meraka tidak pernah membuat suatu perjanjian bagi
hasil dalam bentuk tertulis. Bagi mereka yang terpenting adalah adanya kepercayaan
diatara kedua belah pihak dan sepakat untuk melakukan suatu perjanjian. Jadi bentuk
perjanjian bagi hasil yang dilakukan pada umumnya adalah bersifat lisan, malahan
tanpa adanya saksi. Hal ini membuktikan bahwa unsur kepercayaan merupakan suatu
hal yang paling utama dalam melakukan suatu perjanjian. Bilamana telah tercapainya
suatu kesepakatan antara pemilik dan penggarap berarti telah melahirkan suatu
Universitas Sumatera Utara
84
persetujuan, dengan demikian penggarap sudah boleh menggarap tanah pemilik lahan
dan apabila penggarapan tanah itu tidak ditentukan dengan cara lain, maka antara
pemilik dan penggarap secara diam-diam telah terjadi persetujuan pengusahaan tanah
dengan sistem perjanjian bagi hasil. jadi dapat disimpulkan bahwa perjanjian bagi
hasil yang dilakukan oleh masyarakat pada Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian
adalah perjanjian yang dibentuk secara lisan dan tanpa adanya saksi.
No.
1
2
3
Tabel 18. Distribusi peran Kepala Desa dan Camat dalam Perjanjian Bagi
Hasil di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
Pemberitahuan Pemilik
%
Penggarap
%
Jumlah
%
Diberitahukan
secara tidak
resmi/lisan
Diberitahukan
secara
resmi/tertulis
Dilakukan
secara diam –
diam
Jumlah
3
12
7
28
10
20
-
-
-
-
-
-
22
88
18
60
40
80
25
100
25
100
50
100
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Disamping perjanjian bagi hasil dibuat secara lisan, keberadaannya juga tidak
diberitahukan kepada para pejabat seperti Kepala Desa atau Camat. Selanjutnya dari
data pada tabel diatas, dapat diketahui bahwa tidak ada responden yang
memberitahukan secara resmi keberadaan perjanjian bagi hasil kepada Kepala Desa
dan 10 (sepuluh) responden atau sama dengan 20% memberitahukan perjanjian bagi
hasil ini kepada Kepala Desa secara tidak resmi atau lisan, dimana pemberitahuan itu
dilakukan hanya secara kebetulan, seperti berjumpa di jalan ataupun pada pesta adat,
Universitas Sumatera Utara
85
sedangkan yang tidak melaporkan sama sekali atau yang dilakukan secara diam –
diam jumlahnya sangat dominan yaitu sebanyak 40 ( empat puluh ) responden atau
setara dengan 80%.
Berdasarkan data temuan diatas, ternyata bentuk perjanjian bagi hasil atas tanah
pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat tidak sesuai
dengan apa yang telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 tentang
Perjanjian Bagi Hasil. perjanjian bagi hasil yang dilakukan di desa Ujung Teran tidak
dibuat dihadapan Kepala Desa dan tidak dalam bentuk tertulis juga, pada
kenyataannya ketentuan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 02 Tahun 1960 dengan jelas
telah menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil harus dibuat oleh pemilik dan
penggarap sendiri secara tertulis di hadapan Kepala Desa.
Tabel 19. Distribusi Jumlah Bentuk Imbalan Hasil
dalam Perjanjiang Bagi Hasil.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Hasil Panen
38
76
2
Uang
5
10
3
Hasil Panen dan Uang
7
14
Jumlah
50
100
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari data diatas dapat dilihat bahwa bentuk imbalan pembagian hasil tersebut
umumnya 76% berwujud hasil panen. Akan tetapi ada pula yang berbentuk uang
yaitu 10% dan ada juga yang berbentuk gabungan hasil panen dan uang. Dari hasil
Universitas Sumatera Utara
86
wawancara dapat diketahui bahwa pembagian hasil dalam bentuk uang atau gabungan
uang dan hasil panen biasanya dilakukan oleh pemilik yang bertempat tinggal di luar
daerah, dan hasil panen tersebut diuangkan sesuai dengan harga pasar yang ada di
masyarakat.56
4.
Objek Perjanjian Bagi Hasil
Tabel 20. Distribusi Jenis Tanah dalam perjanjian.
n=50
Keterangan
Jumlah
No.
%
1
Tanah Sawah
48
96
2
Tanah Kering
2
4
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari tabel diatas dapat kita lihat bahwa jenis tanah yang digunakan dalam
pelaksanaan perjanjian bagi hasil tersebut mayoritas adalah tanah sawah yakni
sebanyak 48 (empat puluh delapan) responden atau sama dengan 96% dan sisanya
adalah tanah kering sebanyak 2 ( dua ) responden atau sama dengan 4%.
Dari hasil wawancara terhadap responden juga dari informan yakni tokoh
masyarakat dapat diketahui bahwa pada umumnya tanah yang digunakan atau yang
dijadikan objek perjanjian bagi hasil adalah tanah sawah, yang artinya yang dijadikan
objek perjanjian bukanlah tanah atau lahan itu sendiri melaikan sesuatu yang tumbuh
atau dan yang akan tumbuh dikemudian hari pada tanah tersebut. dan tanah sawah
56
Hasil wawancara dengan bpk. Surya Darma Sitepu selaku Kepala Desa Ujung Teran
Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat pada bulan 20 Februari 2016.
Universitas Sumatera Utara
87
tersebut yang ditanami padi dengan perhitungan dalam 1 ( satu ) tahun dengan 1
(satu) kali panen. Dengan kata lain tanah sawah tersebut apabila ditanami penggarap
dengan tanaman berumur pendek lainnya misalnya tanaman palawija maka hasil
tersebut sepenuhnya menjadi keuntungan penggarap tanah. Meskipun masyarakat
petani tersebut mewajibkan tanah yang dijadikan tempat dilaksanakannya perjanjian
bagi hasil tersebut yang ditanami padi.57
Tabel 21. Distribusi jumlah tanaman yang menjadi objek sesuai dengan jenis
tanah dalam perjanjian bagi hasil. n=50
No.
Keterangan
Jenis Tanaman
Jumlah
%
1
Tanah Sawah
Padi
48
96
2
Tanah Kering
Padi
2
4
50
100
Jumlah
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Dari Tabel diatas dapat kita lihat bahwa terdapat 96% tanah sawah dalam
perjanjian bagi hasil ditanami padi dan tanah kering terdapat 4% yang ditanami padi
dan palawija. Dari hasil wawancara dengan responden juga diketahui bahwa apabila
ada tanaman palawija yang ditanam diatas tanah yang diperjanjikan tersebut, maka itu
sepenuhnya menjadi hak dari pada penggarap.58 Apabila dilihat dari segi luasnya
lahan yang diperjanjikan, dapat diketahui mayoritas luas lahan tersebut adalah kurang
dari 3 ( tiga ) hektar dan hanya terdapat beberapa responden yang merupakan pemilik
57
Hasil wawancara yang dilakukan dengan responden di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 5 Maret 2016.
58
Hasil wawancara yang dilakukan dengan para responden di Desa Ujung teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat pada tanggal 6 Maret 2016.
Universitas Sumatera Utara
88
tanah yang membagihasilkan tanahnya diatas 3 ( tiga ) hektar namun tanah tersebut
dibagihasilkan tidak dengan 1 (satu) penggarap tetapi dengan beberapa penggarap.
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa luas tanah yang diperjanjikan dibawah 3
(tiga) hektar dan tidak melebihi batas yang telah ditetapkan oleh Undang-Undang
Bagi Hasil.
Universitas Sumatera Utara
89
BAB IV
PERLINDUNGAN PARA PIHAK DALAM PERJANJIAN BAGI HASIL
TANAH PERTANIAN
A. Hak dan Kewajiban Para Pihak dalam Perjanjian Bagi Hasil
1.
Hak Pemilik dan Penggarap Lahan
Hak pemilik lahan merupakan kewajiban bagi penggarap dan atau sebaliknya.
Walaupun tidak diperjanjikan secara tertulis dalam perjanjian bagi hasil tersebut,
namun pemilik lahan dan penggarap lahan telah memahami apa yang menjadi hak
dan kewajiban untuk masing – masing pihak.
Tabel 22. Hak Pemilik dan Penggarap lahan dalam perjanjian bagi hasil lahan
pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
No.
Keterangan
Pemilik
%
Penggarap
%
1
25
100
Meneriman dan mengelolah
lahan dengan baik
2
25
100
Pengembalian lahan setelah
perjanjian bagi hasil
berakhir
3
25
100
25
100
Mendapatkan bagian
tertentu dari hasil panen
Sumber: Wawancara dengan kelompok tani di Desa Ujung Teran Tahun 2016.
Berdasarkan tabel diatas dapat dilihat bahwa setelah perjanjian bagi hasil
disepakati, maka semua responden menyatakan, pemilik dan penggarap lahan sama –
sama mempunyai hak untuk memperoleh bagian dari hasil panen padi secara natura.
Kemudian setelah perjanjian bagi hasil berakhir, pemilik berhak atas pengembalian
lahannya dalam keadaan yang semula. Di samping itu penggarap juga berhak untuk
menerima dan mengelolah lahan dengan baik sebagimana yang telah disepakati
89
Universitas Sumatera Utara
90
bersama, walaupun kesepakatan itu dilakukan secara tegas dan atau diam – diam
sesuai dengan kebiasaan setempat.
Apabila dalam keadaan dimana penggarap tidak mengerjakan atau tidak
mengelolah lahan dengan baik, maka biasanya seteleh selesai panen dalam perjanjian
bagi hasil diakhiri dan lahan tersebut diminta kembali oleh pemilik lahan untuk
diserahkan kepada penggarap lahan yang lain. Berkaitan dengan hal ini, Bapak Surya
Darma Sitepu, selaku Kepala Desa Ujung Teran mengatakan bahwa jika dalam hal
terdapat penggarap yang tidak mengelolah lahan dengan baik dan sungguh-sungguh,
sehingga hasilnya kurang memuaskan atau gagal panen, maka biasanya pemilik lahan
akan mengambil kembali lahannya tersebut dari penggarap setelah selesai panen dan
dengan sendirinya perjanjian itu telah berakhir, sebaliknya apabila penggarap
sungguh-sungguh mengerjakan lahan dengan baik dan hasilnya pun sangat
memuaskan maka pemilik lahan akan terus mepertahankan penggarap tersebut untuk
mengusahakan tanah itu kembali.59
2.
Kewajiban Pemilik dan Penggarap Lahan
Tabel 23. Kewajiban Pemilik dan Penggarap pada Perjanjian Bagi
Hasil Lahan Pertanian di Desa Ujung Teran Kecamatan
Salapian Kabupaten Langkat.
n=50
Pemilik
Penggarap
Jumlah
%
No.
1
Menyediakan lahan dan
25
100
25
100
mengizinkan penggarap
untuk mengelolahnya
3
Mengerjakan