Reformasi Birokrasi (RB) DPPKA DIY

APA ITU Reformasi Birokrasi (RB)?
Reformasi Birokrasi (RB) merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan
(organisasi), ketatalaksanaan (bussiness process) dan sumber daya
manusia aparatur.

Tujuan Reformasi Birokrasi (RB)
Membangun profil dan perilaku aparatur DPPKA DIY yang profesional
dalam kinerja, transparan dan akuntabel, taat hukum serta handal
informatif dan terbuka untuk menciptakan good Goverment dan Clean
Goverment.

Sasaran Reformasi Birokrasi (RB)
Terwujudnya DPPKA DIY yang :
1. Efektif dan efisien dalam penyelenggaraan pemerintahan;
2. Transparansi Pengelolaan Anggaran Keuangan Daerah;
3. Pelayanan Prima untuk publik ;
4. Bersih dan bebas KKN.

1


Keadaan Sebelum dan Sesudah
Reformasi Birokrasi (RB):
Sebelum RB

Sesudah RB

Pelayanan masih tersebar dan ego
sektoral masih kuat

Pelayanan sudah satu atap, dan
menghilangkan ego sektoral
dengan Komitmen bersama dengan
ISO

SDM Kurang Profesional

SDM Profesional dalam kinerja,
Transparan, dan Akuntabel


Respon Rate Rendah

Respon Rate Meningkat

2

REFORMASI BIROKRASI KEUANGAN DAERAH
DINAS PENDAPATAN, PENGELOLAAN KEUANGAN DAN ASET (DPPKA)
DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA (DIY)

A. PENDAHULUAN
Perubahan Reformasi Birokrasi adalah hal yang sangat urgent untuk berubah menjadi
lebih baik dalam kehidupan yang lebih meningkatsecara riil, baik dari segi cara berpikir positip,
tingkat kualitas hidup menjadi sehat, cerdas, dan sejahtera serta tagwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, tanpa terkecuali dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, ini bisa dimulai dari dalam diri
sendiri, keluarga, organisasi, dan Negara, maka dari itu kita semua menjadi agen suatu perubahan
itu.
Seperti halnya reformasi birokrasi, reformasi birokrasi adalah perubahan besar dan
mendasar dalam paradigma dan tata kelola pemerintahan Indonesia. Atas dasar makna reformasi
birokrasi itu muncul beberapa keinginan dari pemerintah antara lain sebagai upaya menata ulang

proses birokrasi dari tingkat Pemerintah Pusat hingga Pemerintah Daerah dan melakukan
terobosan baru dengan langkah-langkah bertahap, konkret, realistis, sungguh-sungguh, berfikir di
luar kebiasaan/rutinitas yang ada, upaya merevisi dan membangun berbagai regulasi,
memoderenkan berbagai kebijakan dan praktek manajemen pemerintah pusat dan daerah, dan
menyesuaikan tugas fungsi instansi pemerintah dengan paradigma dan peran baru.
Kesemuanya itu,menginginkan adanya perbaikan pelayanan dan perbaikan tata kelola
birokrasi, sebagai upaya menciptakan pemerintahan yang bersih (clean government) dan
kepemerintahan yang baik (good governance).
Pentingnya percepatan reformasi birokrasi antara lain: Penataan Struktur Organisasi,
Penataan jumlah, distribusi dan kualitas PNS, Sistem seleksi dan promosi secara terbuka,
Profesionalisasi

PNS,

Pengembangan

sistem

Elektronik


Pemerintah

(E-Gaverment),

Penyederhanaan Periinan Usaha, Pelaporan Harta Kekayaan Pegawai Negeri, Peningkatan
Kesejahteraan Pegawai Negeri, Efisiensi penggunaan fasilitas sarana dan prasarana kerja
pegawai negeri.

3

Adapun sasarannya reformasi birokrasi yaitu terwujudnya pemerintahan yang bersih dan
bebas KKN;Meningkatnya kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi; Meningkatnya kualitas
pelayanan publik.
Program Percepatan Reformasi Birokrasi bertujuan membangun birokrasi yang bersih,
kompeten dan melayanai yang bersih dari KKN dan politisasi;kompeten terhadap tugas dan
tanggung jawab yang diemban;melayani masyarakat dan dunia usaha/investasi.
Tujuan reformasi birokrasi ada 4 antara lain : 1). Efisiensi dan Efektivitas Pemerintahan
2). Pemerintahan terbuka berbasis IT 3). Pemerintahan melayani dan partisipatif 4). SDM
Aparatur yang kompeten dan kompetitif, sedangkan tujuan akhirnya adalah: Bebas KKN,
Akuntabel dan berkinerja, Pelayanan publik yang berkualitas

Adapun Program Percepatan Reformasi Birokrasi antar lain:
1. Penataan Struktur Birokrasi
2. Penataan Jumlah Dan Distribusi PNS
3. Sistem Seleksi Dan Promosi Secara Terbuka
4. Profesionalisasi PNS
5. Pengembangan Sistem Elektronik Pemerintah
6. Peningkatan Pelayanan Publik
7. Peningkatan Transparansi Dan Akuntabilitas Aparatur
8. Peningkatan Kesejahteraan Pegawai Negeri
9. Efisiensi Belanja Pegawai
Adapun 5 (Lima) Agenda Besar Terkait Reformasi Birokrasi:
1) Percepatan Reformasi Birokrasi9 (Sembilan) Langkah Percepatan danReformasi
Birokrasi Secara online;
2) Island of Integrity : Pakta Integritas, Zona Integritas, Wilayah Bebas dari Korupsi
(WBK), Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM);
3) Manajemen Berbasis Kinerja :

(SAKIP/LAKIP), Perencanaan Kinerja, Pengukuran

Kinerja, Laporan Kinerja, Evaluasi Kinerja, Hasil Kinerja, Pakta Integritas, Zona

Integritas, Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK), Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM);

4

4) Peningkatan Pelayanan Masyarakat: UU No. 25 Tahun 2009, PP No. 96 Tahun 2012
tentang Pelayanan Publik, R.Perpres Tentang Kewajiban Pembentukan unit Penanganan
Pengaduan Masyarakat;
5) Penyempurnaan Peraturan Perundang-undangan: RUU ASN, RUU Administrasi
Pemerintahan, RUU Sistem Pengawasan Internal Pemerintah, Revisi UU 32 Tahun 2003
Tentang Otonomi Daerah.
Kepemimpinan juga sebagai salah satu hal yang fundamental untuk merubah gaya
berpikir birokrat seperti halnya, Presiden RI Joko Widodo, Wapres Jusuf Kala, menteri
kelautan dan perikanan susi pudjiastuti,

Thaksin Shinawatra mantan PM Thailand dll.

dengan gaya CEO, pemimpin gaya entrepernur/pengusaha bukan hanya menghasilkan
kebijakan revolusioner, tetapi pemimpin yang turun ke lapangan untuk mengetahui kondisi
riil rakyatnya tidak perlu pencitraan dan mampu mentransformasi strategi bisnis dalam dunia

polkitik dengan slogan berpikir berbeda dan bertindak berbeda sepanjang untuk peningkatan
pelayanan public akan lebih baik, sedangkan Gubernur DIY dengan gaya kepemimpinan
Hasto Broto.
Leader ini bisa juga kita sebut sebagai Direktur Utama.Kerap kali direktur utama ini
juga disebut sebagai CEO.Kepanjangan dari Singkatan CEOadalahChief Executive
Officer. Chief berarti kepala atau yang memimpin. Executive berarti jajaran direksi.Definisi
dari CEO berarti seseorang yang dipercaya untuk memimpin jajaran direksi suatu
perusahaan.CEO diangkat oleh dewan komisaris, dan umumnya mempunyai siklus jabatan.
Betapa pentingnya arti Reformasi birokrasi sehingga menempatkan Birokrasi sebagai
wahana utama dalam penyelenggaraan negara dalam berbagai bidang kehidupan bangsa dan
dalam hubungan antar bangsa.Di samping melakukan pengelolaan pelayanan, birokrasi juga
bertugas menerjemahkan berbagai keputusan politik ke dalam berbagai kebijakan publik, dan
berfungsi melakukan pengelolaan atas pelaksanaan berbagai kebijakan tersebut secara
operasional.Sebab itu disadari bahwa birokrasi merupakan faktor penentu keberhasilan
keseluruhan agenda pemerintahan, termasuk dalam mewujudkan reformasi birokrasi
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN (clean government) dalam keseluruhan skenario
perwujudan kepemerintahan yang baik (good governce).Namun pengalaman bangsa kita dan
bangsa-bangsa lain menunjukan bahwa birokrasi, tidak senantiasa dapat menyelenggarakan
5


tugas dan fungsinya tersebut secara otomatis dan independen serta menghasilkan kinerja
yang signifikan.
Salah satu faktor dan aktor utama yang turut berperan dalam perwujudan
pemerintahan yang bersih (clean government) dan kepemerintahan yang baik (good
governance) adalah birokrasi, dalam posisi dan perannya yang demikian penting dalam
pengelolaan kebijakan dan pelayanan publik, birokrasi sangat menentukan efisiensi dan
kualitas pelayanan kepada masyarakat, serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan
pemerintahan dan pembangunan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh DPPKA DIY, baik dalam bentuk himbauan,
kebijakan dan bahkan seperangkat aturan hukum telah disiapkan pemerintah (daerah),
apalagi adanya tuntutan yang cukup deras dari masyarakat sebagai penerima layanan untuk
dilakukannya reformasi birokrasi dilingkungan pemerintahan (daerah), dengan adanya Grand
Design Reformasi Birokrasi yang dituangkan kedalam Permenpan No 20 Tahun 2010dan
Road Map Reformasi Birokrasi cukup membantu pemerintah Pusat dan daerah untuk
melakukan perubahan secara berkesinambungan.
Keuangan adalah sebagai urat nadi untuk pelaksanaan operasional dalam pembagunan
daerah tentu sangat penting adanya Reformasi Birokrasi demi kualitas pelayanan public dan
transparasi pengelolaan keuangan daerah. Dalam mewujudkan visi dan misi DPPKA yang
berprinsip mandiri, maju, adil, dan makmur dengan sasaran memantapkan pembangunan
secara menyeluruh dengan menekan pembangunan pada keunggulan kompetitif, berkualitas,

serta berteknologi, yang dinilai mampu mendorong Daerah untuk meningkatkan
kemakmuran bangsa. Perwujudan rencana tersebut turut didorong dengan hasil untuk
mewujudkan bekerja secara efektif, dan efisien.
Adapun tujuan yang hendak dicapai DPPKA DIY antara lain:
1. Meningkatkan

kemampuan

keuangan

daerah

untuk membiayai

pembangunandaerah
2. MeningkatkankontribusiPendapatanAsli DaerahbagiPemda
3. Mengoptimalkanpeningkatankinerja BadanUsahaMilikDaerah
4. Mewujudkanpengelolaankeuanganyang transparandanakuntabel.
Sedangkan sasarannya


merupakan penjabaran dari tujuan secara terukur yang akan

dicapai atau dihasilkan secara nyata oleh Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset.
6

Fokus utama sasaran adalah tindakan dan alokasi sumber daya yang tersedia dalam kegiatan
Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset beserta Unit Pelaksana Teknis Dinas.
B. LANDASAN TEORI
Reformasi birokrasi

pada hakikatnya

merupakan

upaya untuk

melakukan

pembaharuan dan perubahan mendasar terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan agar
lebih berdaya guna dan berhasil guna dalam mengemban tugas umum pemerintahan dan

pembangunan nasional.Selain itu dengan sangat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan,
teknologi informasi dan komunikasi serta perubahan lingkungan strategis menuntut birokrasi
pemerintahan untuk direformasi dan disesuaikan dengan dinamika tuntutan masyarakat.Oleh
karena itu, harus segera diambil langkah-langkah yang bersifat mendasar, komprehensif, dan
sistematik, sehingga tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan efektif
dan efisien. Reformasi di sini merupakan proses pembaharuan yang dilakukan secara
bertahap dan berkelanjutan, sehingga tidak termasuk upaya dan/atau tindakan yang bersifat
radikal dan revolusioner.
Reformasi birokrasi bermakna sebagai sebuah perubahan besar dalam paradigma dan
tata kelola pemerintahan Indonesia juga bermakna sebagai sebuah pertaruhan besar bagi
bangsa Indonesia dalam menyongsong tantangan abad ke-21. Jika berhasil dilaksanakan
dengan baik, reformasi birokrasi akan mencapai tujuan yang diharapkan, di antaranya:
mengurangi dan akhirnya menghilangkan setiap penyalahgunaan kewenangan publik oleh
pejabat di instansi yang bersangkutan; menjadikan negara yang memiliki most-improved
bureaucracy; meningkatkan mutu pelayanan kepada masyarakat; meningkatkan mutu
perumusan dan pelaksanaan kebijakan/program instansi; meningkatkan efisiensi (biaya dan
waktu) dalam pelaksanaan semua segi tugas organisasi; menjadikan birokrasi Indonesia
antisipatif, proaktif, dan efektif dalam menghadapi globalisasi dan dinamika perubahan
lingkungan strategis.
Grand Design Reformasi Birokrasi 2010-2025 dan Road Map Reformasi Birokrasi
2010-2014 merupakan penyempurnaan dari Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan
Aparatur Negara (Permenpan) Nomor : PER/15/M.PAN/7/2008 tentang Pedoman Umum
Reformasi Birokrasi dan Permenpan Nomor: PER/04/M.PAN/4/2009 tentang Pedoman
Pengajuan Dokumen Usulan Reformasi Birokrasi di Lingkungan Kementerian/ Lembaga/
Pemerintah Daerah.
7

Grand Design serta Road Map menentukan area perubahan yang menjadi tujuan
reformasi birokrasi meliputi seluruh aspek manajemen pemerintahan, seperti yang
dikemukakan pada tabel di bawah ini.
TABEL 1.
PROGRAM, KEGIATAN, AGENDA HASIL YANG DIHARAPKAN PADA TINGKAT SKPD
UNTUK PROGRAM SISTEM MANAJEMEN SDM APARATUR
Penataan Sistem Manajemen SDM Aparatur

Penataan Sistem rekruitmen pegawai.

Sistem rekruitmen yang terbuka, transparan dan
akuntabel

Analisis jabatan

Dokumen peta dan uraian jabatan

Evaluasi jabatan

Peringkat jabatan dan harga jabatan

Penyusunan standar kompetensi jabatan

Dokumen Kualifikasi jabatan

Asesmen individu berdasarkan kompetensi

Peta profil kompetensi individu

Penerapan sistem penilaian kinerja individu

Kinerja individu yang terukur

Pembangunan/pengembangan database pegawai

Ketersediaan data pegawai yang mutakhir dan
akurat

Pengembangan pendidikan dan pelatihan pegawai Pendidikan dan pelatihan pegawai berbasisi
berbasis kompetensi
kompetensi

Peningkatan kualitas pelayanan publik ( lebih
Penerapan Standar pelayanan pada unit kerja
cepat, lebih murah, lebih aman, dan lebih
masing-masing K/L dan Pemda
mudah dijangkau)

8

Peningkatan kualitas pelayanan dasar pada
kabupaten/ Kota

Penerapan SPM pada Kabupaten/Kota

Partisipasi Masyarakat dalam penyelenggaraan
Peningkatan partisispasi masyarakat
pelayanan Publik

Sedangkan pengertian Birokrasi adalah asal kata dari Bureau, digunakan pada awal abad
ke 18 di Eropa Barat bukan hanya untuk menunjuk pada meja tulis saja, akan tetapi lebih pada
kantor, semisal tempat kerja dimana pegawai bekerja. Makna asli dari birokrasi berasal dari
bahasa perancis berarti pelapis meja. Kata birokrasi sendiri kemudian digunakan segera setelah
Revolusi Perancis tahun 1789, dan kemudian tersebar ke negara lain. Kata imbuhan -kratia
berasal dari bahasa Yunani atau kratos yang berarti kekuasaan atau kepemimpinan. Birokrasi
secara mendasar berarti kekuasaan perkantoran ataupun kepemimpinan dari strata kepegawaian.
Di Cina, dinasti Song (960 AD) sebagai contoh membentuk birokrasi sentralistis dengan staf
berasal dari rakyat jelata yang terdidik. Sistem kepemimpinan ini kemudian mendorong
konsentrasi kekuasaan di dalam tangan kaisar dan birokrasi istana daripada yang diperoleh oleh
dinasti sebelumnya.
Teori Karl Marx tentang birokrasi berasal dari teori mengenai historical materialisme,
asal muasal birokrasi dapat ditemukan dalam empat sumber: agama, pembentukan negara,
perdagangan, dan teknologi. Kemudian, bentuk birokrasi paling awal terdiri dari tingkatan kasta
rohaniawan/tokoh agama, pegawai pemerintah dan pekerja yang mengoperasikan aneka ritual,
dan tentara yang ditugaskan untuk mentaati perintah. Di dalam transisi sejarah dari komunitas
egaliter primitif ke dalam civil society terbagi kelas-kelas sosial dan wilayah, muncul sekitar
10.000 tahun yang lalu, dimana kewenangan terpusat, dan dipaksakan oleh pegawai pemerintah
yang keberadaannya terpisah dari masyarakat.
Negara memformulasikan, memaksakan dan menegakkan peraturan, dan memungut
pajak,memberikan

kenaikan

kepada

sekelompok

pegawai

yang

bertindak

untuk

menyelenggarakan fungsi tersebut. Kemudian, negara melakukan mediasi bila terjadi konflik di
antara masyarakat dan menjaga konflik agar masih dalam batas kewajaran; negara juga mengatur
pertahanan wilayah. Terutama, hak umum perorangan untuk membawa dan menggunakan

9

senjata untuk mempertahankan diri sedikit demi sedikit dibatasi; memaksakan orang lain untu
berbuat sesuatu menjadi hak legal negara dan aparat pemerintah untuk melakukannya.
Teori Birokrasi Max Weber
Birokrasi berhubungan dengan organisasi masyarakat yang disusun secara ideal. Birokrasi
dicapai melalui formalisasi aturan, struktur, dan proses di dalam organisasi. Para teoritikus klasik
seperti Fayol (1949), Taylor (1911), dan Weber (1948), selama bertahun-tahun telah mendukung
model birokrasi guna meningkatkan efektivitas administrasi organisasi.Max Weber adalah sosok
yang dikenal sebagai bapak birokrasi. Menurut Weber (1948), organisasi birokrasi yang ideal
menyertakan delapan karakteristik struktural.
Pertama, aturan-aturan yang disahkan, regulasi, dan prosedur yang distandarkan dan arah
tindakan anggota organisasi dalam pencapaian tugas organisasi.Weber menggambarkan
pengembangan rangkaian kaidah dan panduan spesifik untuk merencanakan tugas dan aktivitas
organisasi.
Kedua, spesialisasi peran anggota organisasi memberikan peluang kepada divisi pekerja untuk
menyederhanakan aktivitas pekerja dalam menyelesaikan tugas yang rumit.Dengan memecah
tugas-tugas yang rumit ke dalam aktivitas khusus tersebut, maka produktivitas pekerja dapat
ditingkatkan.
Ketiga, hirarki otoritas organisasi formal dan legitimasi peran kekuasaan anggota organisasi
didasarkan pada keahlian pemegang jabatan secara individu, membantu mengarahkan hubungan
intra personal di antara anggota organisasi guna menyelesaikan tugas-tugas organisasi.
Keempat, pekerjaan personil berkualitas didasarkan pada kemampuan tehnik yang mereka
miliki dan kemampuan untuk melaksanakan tugas yang dibebankan kepada mereka.Para manajer
harus mengevaluasi persyaratan pelamar kerja secara logis, dan individu yang berkualitas dapat
diberikan kesempatan untuk melakukan tugasnya demi perusahaan.
Kelima, mampu tukar personil dalam peran organisasi yang bertanggung jawab memungkinkan
aktivitas organisasi dapat diselesaikan oleh individu yang berbeda.

Mampu tukar ini

menekankan pentingnya tugas organisasi yang relatif untuk dibandingkan dengan anggota
organisasi tertentu yang melaksanakan tugasnya-tugasnya.
Keenam, impersonality dan profesionalisme dalam hubungan intra personil di antara anggota
organisasi mengarahkan individu ke dalam kinerja tugas organisasi.Menurut prinsipnya, anggota
organisasi harus berkonsentrasi pada tujuan organisasi dan mengutamakan tujuan dan kebutuhan
10

sendiri.Sekali lagi, ini menekankan prioritas yang tinggi dari tugas-tugas organisasi di dalam
perbandingannya dengan prioritas yang rendah dari anggota organisasi individu.
Ketujuh,uraian tugas yang terperinci harus diberikan kepada semua anggota organisasi sebagai
garis besar tugas formal dan tanggung jawab kerjanya. Pekerja harus mempunyai pemahaman
yang jelas tentang keinginan perusahaan dari kinerja yang mereka lakukan.
Kedelapan, rasionalitas dan predictability dalam aktivitas organisasi dan pencapaian tujuan
organisasi membantu meningkatkan stabilitas perusahaan.Menurut prinsip dasarnya, organisasi
harus dijalankan dengan kaidah dan panduan pemangkasan yang logis dan bisa diprediksikan.
Adapun Kelebihan dan kekurangan Teori BirokrasiWeber :
1) Agar Fokus, Birokrasi harus dicerna sebagai satu fenomena sosiologis. Dan birokrasi
sebaiknya dipandang sebagai buah dari proses rasionalisasi.
2) Konotasi atau anggapan negatif terhadap birokrasi sebenarnya tidak mencerminkan birokrasi
dalam sosoknya yang utuh. Birokrasi adalah salah satu bentuk dari organisasi, yang diangkat
atas dasar alasan keunggulan teknis, di mana organisasi tersebut memerlukan koordinasi
yang ketat, karena melibatkan begitu banyak orang dengan keahlian-keahlian yang sangat
bercorak ragam.
3) Ada tiga kecenderungan dalam merumuskan atau mendefinisikan birokrasi, yakni:
pendekatan struktural, pendekatan behavioral (perilaku) dan pendekatan pencapaian tujuan
dari Max Weber
a. Apa yang telah dikerjakan oleh Max Weber adalah melakukan konseptualisasi sejarah
dan menyajikan teori-teori umum dalam bidang sosiologi. Di antaranya yang paling
menonjol adalah teorinya mengenai birokrasi.
b. Cacat-cacat yang seringkali diungkapkan sebenarnya lebih tepat dicerna sebagai
disfungsi birokrasi. Dan lebih jauh lagi, birokrasi itu sendiri merupakan kebutuhan
pokok peradaban modern. Masyarakat modern membutuhkan satu bentuk organisasi
birokratik. Pembahasan mengenai birokrasi mempunyai kemiripan dengan apa yang
diamati oleh teori organisasi klasik.
c. Dalam membahas mengenai otorita. Weber mengajukan 3 tipe idealnya yang terdiri dari:
otorita tradisional, kharismatik dan legal rasional. Otorita tradisional mendasarkan diri
pada pola pengawasan di mana legimitasi diletakkan pada loyalitas bawahan kepada
atasan. Sedang otorita kharismatik menunjukkan legimitasi yang didasarkan atas sifat11

sifat pribadi yang luar biasa. Adapun otorita legal rasional kepatuhan bawahan di
dasarkan atas legalitas formal dan dalam yurisdiksi resmi.
d. Kelemahan dari teori Weber terletak pada keengganan untuk mengakui adanya konflik
di antara otorita yang disusun secara hirarkis dan sulit menghubungkan proses
birokratisasi dengan modernisasi yang berlangsung di negara-negara sedang berkembang.
4). Ada tujuh hal penting yang perlu diperhatikan untuk mengembangkan organisasi birokratik
Pentingnya Birokrasi
a. Teori yang lama memandang birokrasi sebagai instrumen politik. Tetapi dalam
perkembangan selanjutnya, teori tersebut ditolak, dengan menyatakan pentingnya
peranan birokrasi dalam seluruh tahapan atau proses kebijakan publik.
b. Menurut Robert Presthus, pentingnya birokrasi diungkapkan dalam peranan-nya
sebagai "delegated legislation", "initiating policy" dan"internal drive for power, security
and loyalty".
c. Dalam membahas birokrasi ada tiga pertanyaan pokok yang harus diperhati-kan, (1)
bagaimana para birokrat dipilih, (2) apakah peranan birokrat dalam pembuatan
keputusan, dan (3) bagaimana para birokrat diperintah. Dalam hubungannya dengan
pertanyaan kedua, hal pertama yang perlu disadari adalah ada perbedaan antara proses
pembuatan keputusan yang aktual dengan yang formal. Dalam kenyataan birokrat
merupakan bagian dari para pembuat keputusan.
5). Pentingnya peranan birokrasi amat menonjol dalam negara-negara sedang berkembang
dimana mereka semuanya telah memberikan prioritas kegiatannya pada penyelenggaraan
pembangunan nasional. Di negara-negara ini kelemahan dan Problema dalam teori
Birokrasi weber.
a. Kelemahan

-

kelemahan

yang

ada

pada

birokrasi

terletak

dalam

hal:

1.

Penetapan standar efisiensi yang dapat dilaksanakan secara fungsional;

2.

Terlalu menekankan aspek-aspek rasionalitas, impersonalitas dan hirarki;

3.

Kecenderungan birokrat untuk menyelewengkan tujuan-tujuan organisasi;

4. Berlakunya pita merah dalam kehidupan organisasi.
b. Kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam birokrasi sebenarnya tidak berarti bahwa
birokrasi adalah satu bentuk organisasi yang negatif, tetapi seperti dikemukakan oleh K.

12

Merton lebih merupakan "bureaucratic dysfunction" dengan ciri utamanya "trained
incapacity''.
c. Usaha-untuk memperbaiki penampilan birokrasi diajukan dalam bentuk teori birokrasi
sistem perwakilan. Asumsi yang dipergunaksn adalah bahwa birokrat di pengaruhi oleh
pandangan nilai-nilai kelompok sosial dari mana ia berasal. Pada gilirannya aktivitas
administrasi diorientasikan pada kepen-tingan kelompok sosialnya. Sementara itu,
kontrol internal tidak dapat dijalankan. Sehingga dengan birokrasi sistem perwakilan
diharapkan dapat diterapkan mekanisme kantrol internal. Teori birokrasi sistem
perwakilan secara konseptual amat merangsang, tetapi tidak mungkin untuk diterapkan.
Karena teori ini tidak realistik, tidak jelas kriteria keperwakilan, emosional dan
mengabaikan peranan pendidikan.
Analisis Aktualitas Konsep Birokrasi
Birokrasi di Indonesia tercipta sebagai warisan dari sejarah masa penjajahan dan pasca
penjajahan kolonial. Pola kekuasaan dalam budaya Indonesia ( Ketimuran ) bercampur
dengan budaya administrasi pemerintahan Barat menempatkan pencitraan birokrasi
sebelum masa reformasi sebagai raja-raja kecil.
Belum lagi, di masa pemerintahan Orde Baru, birokrasi mendapatkan tempat paling
tinggi dalam tatanan masyarakat, bukan sebagai pelayan (pamong) rakyat, namun lebih
sebagai dilayani rakyat. Penguatan jajaran birokrasi terutama setelah dilegitimasikannya
PNS untuk masuk dalam arena politik, sebagai kendaraan partai Soeharto, Golkar,
memenangkan pemilihan umum sampai ke 7 kalinya.
Setelah memahami birokrasi, maka hubungan insitusi pusat dan daerah dapat kita
rumuskan.Pola hubungan sentralistis di masaOrde Baru, fokus pada pemerintah pusat.
Birokrasi di daerah merupakan perpanjangan tangan pemerintah pusat, sehingga sangat
jarang terdengar putra daerah menduduki jabatan strategis pemerintahan daerah, seperti
gubernur dan bupati. Namun, perubahan terjadi di era otonomi daerah tahun 1999, ketika
desentralisasi membuat kekuasaan tidak lagi berada di tangan pusat, namun di daerah.
Birokrasi di Indonesia pada dasarnya sulit untuk dirubah. Penolakan terhadap
perubahan oleh birokrat dikarenakan adanyan dominasi sistem birokrasi kerajaan yang
hingga saat ini masih melekat pada birokrat, sistem dimana para pejabat berhak
melakukan sesuka apa yang dinginkannya. Sebagai contoh banyak sekali para pejabat
13

diberbagai lingkungan departemen ataupun lembaga setingkat yang melakukan
penyelewengan anggaran yang tertangkap basah oleh Komisi Pemberantasan Korupsi
ataupun setelah bertahun tahun lamanya baru diketahui.
Kecenderungan birokrasi dan birokratisasi pada masyarakat modern benar-benar
dipandang memprihatinkan, sehingga digambarkan adanya ramalan mengenai makin
menggejalanya dan berkembangnya praktek-praktek birokrasi yang paling rasionalpun,
tidak bisa lagi dianggap sebagai kabar menggembirakan, melainkan justru merupakan
pertanda malapetaka dan bencana baru yang menakutkan yakni munculnya patologi
birokrasi. Hal itu dicirikan oleh kecenderungan patologi karena persepsi, perilaku dan
gaya

manajerial,masalah

hukum,keperilakuan,

dan

pengetahuan
adanya

dan

situasi

ketrampilan,

internal.

bahwa

tindakan
birokrasi

melanggar
memiliki

kecenderungan mengutamakan kepentingan sendiri (self serving), mempertahankan
statusquo dan resisten terhadap perubahan, dan memusatkan kekuasaan. Hal inilah yang
kemudian memunculkan kesan bahwa birokrasi cenderung lebih mementingkan prosedur
daripada substansi, lamban dan menghambat kemajuan.
Birokrasi di kebanyakan negara berkembang termasuk Indonesia cenderung
bersifat patrimonialistik: tidak efesien, tidak efektif (over consuming and under
producing), tidak obyektif, menjadi pemarah ketika berhadapan dengan kontrol dan
kritik, tidak mengabdi kepada kepentingan umum, tidak lagi menjadi alat rakyat tetapi
telah menjadi instrumen penguasa dan sering tampil sebagai penguasa yang sangat
otoritatif dan represif. Birokrasi di Indonesia ada kecenderungan berkembang kearah
“parkinsonian”, dimana terjadinya proses pertumbuhan jumlah personil dan pemekaran
struktur dalam birokrasi secara tidak terkendali. Pemekaran yang terjadi bukan karena
tuntutan fungsi, tetapi semata-mata untuk memenuhi tuntutan struktur. Disamping itu,
terdapat pula kecenderungan terjadinya birokrasi “orwellian” yakni proses pertumbuhan
kekuasaan birokrasi atas masyarakat, sehingga kehidupan masyarakat menjadi
dikendalikan oleh birokrasi. Akibatnya, birokrasi Indonesia semakin membesar (big
bureaucracy) dan cenderung tidak efektif dan tidak efesien.Pada kondisi yang demikian,
sangat sulit diharapkan birokrasi siap dan mampu melaksanakan kewenangan –
kewenangan barunya secara optimal.

14

Seperi dibahas sebelumnya sistem birokrasi yang berlaku di Indonesia sekarang
tidak dapat dilepaskan dari sejarah masa lalu dalam pemerintahan kerajaan, pemerintahan
kolonial dan pemerintahan Orde Lama.masing-masing tahap tersebut membawa corak
birokrasi sendiri. Dalam zaman kerajaan dimana feodalisme menjadi landasan birokrasi
maka dituntut kesetiaan dan kepatuhan sepenuhnya terhadap raja dan para punggawa
kerajaan, sebagai kelompok elit pemerintahan.Kepatuhan harus diwujudkan dengan
melaksanakan

segala

peraturan

dan

perintah

kerajaan

dan

tidak

untuk

mempertimbangkan untung rugi dan dampaknya. Sikap atau perilaku yang demikian
dibarengi dengan timbulnya perasaan dan kepercayaan rakyat bahwa pihak kerajaan akan
melindungi para kawula dari segala macam gangguan dan ancaman. Timbullah hubungan
ketergantungan pelindung dan yang dilindungi. Hubungan demikian dikategorikan
sebagai “patron-client relationship” Dalam birokrasi timbul hubungan “bapak-anak
buah” secara khusus sebagaimana berlaku di Indonesia setelah kemerdekaan
Demikian juga “patrimonial of leadership” timbul dalam kondisi yang
demikian.Didalamnya terdapat “traditional authority” dimana kepatuhan dan kesetiaan
terhadap pemimpin karena ditopang oleh kewenangan yang bersumber pada
tradisi.Birokrasi dalam kerajaan-kerajaan khususnya di Jawa atau birokrasi patrimonial
dalam banyak hal masih terasa sampai kini
Pada jaman kolonial kedaaan birokrasi kerajaan yang demikian itu tidak
mengalami perubahan yang berarti tetapi justru dimanfaatkan dan dimodifikasi
sedemikian rupa sehingga lebih efisien demi kepentingan penjajah.Dibuat peratuanperaturan yang memaksa dan dalam pelaksanaannya memperalat elit pribumi (para
bangsawan) dengan keuntungan sebesar-besamya. Pembentukan elit birokrasi yang
demikian itu sangat menonjol di Jawa .Oleh karena itu birokrasi patrimonial yang berakar
pada budaya Jawa tidak diubah tetapi ditambah bebannya oleh penjajah.
Kemudian setelah Indonesia merdeka sampai dengan runtuhnya Orde Lama
birokrasi patrimonial masih tetap melekat erat pada pemerintahan dan pembangunan.
Pengaruh feodalisme dan kolonialisme masih terus berlanjut dan pola hubungan “patronclient ” menjadi referensi utama dalam birokrasi. Dalam Orde Lama orientasi keatas
sangat kuat dan menentukan semua “Bapak” harus dihormati, ditaati dan pantang
ditentang. Berbeda pendapatpun sebaiknya jangan. Oleh karena itu pada jaman Orde
15

lama sang pemimpin atau birokrat menjadi tumpuan segala-galanya. Benih-benih tirani
hidup subur dan puncak penyelewengannya menimbulkan segala macam kesengsaraan
yang mendorong lahimya Orde baru.
Babak baru dalam pemerintahan dan pembangunan dimulai dengan tekad
melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen.Namun demikian
corak “birokrasi patrimonial” masih tetap menjadi warna yang dominant.Hubungan
“Bapak-Anak buah” mempengaruhi hampir setiap segi penting kehidupan politik di
Indonesia (termasuk strategi pembangunan ekonomi.
Adanya patrionalisme dalam birokrasi merupakan peninggalan sejarah politik dan
ekonomi di Indonesia yang sampai sekarang tidak lekang panas dan tidak lapuk karena
hujan. Hanya penerapannya yang berbeda sesuai dengan jamannya, prinsip dasarnya tetap
sama. “Bagaimanapun juga munculnya birokrasi patrimonial dalam sistem administrasi
negara dan sistem politik tidak dikarenakan masih kuatnya ikatan kultur tradisional yang
paternalistik.”Masalahnya adalah bagaimana kita mampu memanfaatkannya dalam
birokrasi pembangunan dan mencegah serta menanggulangi dampak negatif yang
ditimbulkannya.
Meskipun sudah menjadi gejala yang sangat umum, ternyata pada setiap konteks
sistem budaya masyarakat Indonesia, secara empirik birokrasi dan birokratisasi terlihat
dalam pola perilaku yang beragam.Gejala demikian menunjukkan bahwa birokrasi dan
birokratisasi tidak pernah tampil dalam bentuk idealnya. Beberapa alasan, mengapa
bentuk ideal birokrasi tidak nampak dalam praktek kerjanya antara lain: Pertama,
manusia birokrasi tidak selalu berada (exist) hanya untuk organisasi. Kedua, birokrasi
sendiri tidak kebal terhadap perubahan sosial.Ketiga, birokrasi dirancang untuk semua
orang.Keempat, dalam kehidupan keseharian manusia birokrasi berbeda-beda dalam
kecerdasan, kekuatan, pengabdian dan sebagainya, sehingga mereka tidak dapat saling
dipertukarkan untuk peran dan fungsinya dalam kinerja organisasi birokrasi.
Ada kecenderungan bahwa beberapa indikator birokrasi lebih Berjaya hidup di
dunia barat daripada di dunia timur.Hal ini dapat dipahami, karena di dunia barat
birokrasi telah berkembang selama beberapa abad misal pada abad pertengahan dan
seterusnya, perkembangan birokrasi semakin dipacu dan di dukung oleh masyarakat
industri.Oleh karena rasionalitas birokrasi cenderung berhubungan dengan gejala
16

industrialisasi, maka banyak negara yang bercita-cita menjadi masyarakatnya menjadi
masyarakat industri dan mengadopsi model birokrasi rasional di dalamnya.Namun
demikian, bagi masyarakat yang sedang berkembang termasuk Indonesia tidak semua
kemanfaatan birokrasi rasional dapat dipetik dan dirasakan.
Apalagi birokrasi menghadapi krisis kepercayaan dari masyarakat, maka kecaman
dan pesimisme semakin muncul karena banyak anggota masyarakat merasakan bahwa
berbagai pola tingkah laku yang telah merupakan kebiasaan dalam birokrasi tidak dapat
mengikuti

dan

memenuhi

tuntutan

pembangunan

dan

perkembangan

masyarakatnya.Sebagai contoh, di Indonesia adanya keadaan birokrasi publik di sektor
pemerintahan, pendidikan dan kesehatan dan sebagainya berada dalam suatu kondisi
yang dikenal dengan istilah organizational slackyang ditandai dengan menurunnya
kualitas pelayanan yang diberikannya.
Masyarakat pengguna pelayanan banyak mengeluhkan akan lambannya
penanganan pemerintah atas masalah yang dihadapi dan bahkan mereka telah
memberikan semacam public alarm agar pemerintah sebagai instansi yang paling
berwenang, responsif terhadap semakin menurunnya kualitas pelayanan kepada
masyarakat segera mengambil inisiatif yang cepat dan tepat untuk menanggulanginya.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan birokrasi publik mengalami organizational
slack yaitu antara lain pendekatan atau orientasi pelayanan yang kaku, visi pelayanan
yang sempit, penguasaan terhadap administrative engineering yang tidak memadai, dan
semakin bertambah gemuknya unit-unit birokrasi publik yang tidak difasilitasi dengan 3P
(personalia,

peralatan

dan

penganggaran)

yang

cukup

dan

handal

(viable

bureaucraticinfrastructure). Akibatnya, aparat birokrasi publik di Indonesia menjadi
lamban dan sering terjebak ke dalam kegiatan rutin, tidak responsif terhadap aspirasi dan
kepentingan publik serta lemah beradaptasi terhadap perubahan yang terjadi di
lingkungannya.Sebagai konsekuensinya, perlu dipertanyakan mengenai posisi aparat
pelayanan ketika berhadapan dengan masyarakat atau kliennya.

C. TANTANGAN DA PERMASALAHAN
C.1 Kondisi yang ada dan kondisi yang diharapkan
17

c.1.1 Kondisi yang ada:
1) Potensi pendapatan dari pajak PKB setiap tahun naik sehingga akan mengalami titik
jenuh mengakibatkan stagnan dan terus menurun, sehingga sumber PAD dari pajak
akan menurun;
2) Adanya pembatasan / kepemilikan KBM selain untuk menekan penggunaan BBM
karena luasan dan panjang lintasan jalan yang terbatas serta potensi polusi;
3) Penentuan harga satuan yang sangat cepat berubah sedangkan proses perundangan
membutuhkan waktu, sehingga antara target dan realisasi terdapat gap yang tinggi;
4) Regulasi tentang pengelolaan keuangan daerah sering berubah.

c.1.2 Kondisi yang diharapkan:
1)

Pertumbuhan ekonomi berakibat bertambahnya kendaran baru;

2)

Adanya fluktuasi harga BBM ;

3)

Tarif pungutan dalam Pengelolaan retribusi daerah dapat disesuaikan dengan
kemampuan masyarakat di daerah;

4)

Koordinasi, klarifikasi dan inventarisasi terhadap penggunaan barang milik
daerah;

5)

Badan Usaha Milik Daerah dapat dikembangkan dan ditingkatkan;

6)

Kualitas dan kapabilitas SDM pengelola keuangan dan aset masih bisa
dikembangkan.

C.2 Birisi tentang factor penghambat dan faktor pendukung
c.2.1 Birisi tentang faktor Penghambat:
1) Meningkatnya tunggakan pajak kendaraan bermotor yang tidak tertagih karena
terbatasnya SDM untuk penagihan tunggakan pajak KBM.
2) Lemahnya identifikasi potensi karena keterbatasan kewenangan pungutan
untuk retribusi daerah dan anggaran untuk sosialisasi dan promosi terbatas dan
sistem pengawasan retribusi kurang optimal

18

3) Kewenangan pemda sebatas peningkatan kinerja dan fasilitasi dalam
pengelolaan BUMD
4) Pengurus dan penyimpan barang belum optimal dalam pengoperasian aplikasi.
5) "Asset idle" pada SKPD belum teridentifikasi.
6) Pengadaan barang belum mengacu pada kebutuhan barang milik daerah,
pemeliharaan belum mengacu pada daftar kebutuhan pemeliharaan barang
milik daerah.
c.2.2 Birisi tentang faktor Pendukung:
1) Pajak Kendaraan Bermotor masih merupakan sumber pendapatan yang
mempunyai kontribusi terbesar dalam PAD;
2) Lokasi strategis dan pelayanan pajak dan retribusi-online mudah diakses oleh
masyarakat;
3) Potensi sumber-sumber PAD tersedia;
4) Pengembangan BUMD menjadi lokomotif perekonomian dan sumber PAD
DIY;
5) Sistem

informasi

pengelolaan

keuangan

daerah

untuk

perencanaan,

penganggaran, penatausahaan dan pelaporan yang efektif dan efisien,
transparan dan akuntabel;
6) Penyelenggaraan penatausahaan aset dengan sistem aplikasi menertibkan
administrasi pengelolaan Barang milik daerah;
7) Adanya website sebagai media informasi.
D. UPAYA-UPAYA PERBAIKAN YANG DILAKSANAKAN (REFORMASI)
d.1 Upaya yang sudah dilakukan
1. Mengoptimalkanpeningkatanpengelolaanpendapatandaerah
• Strategi
StrategiuntukmencapaisasaranMisiSatuadalahsebagai berikut :
1. Perbaikan manajemen terhadap semua potensi pendapatan
daerahdari pajak, retribusidanlain-lainpendapatan.
2. Intensifikasidanekstensifikasipendapatandaripajak,retribusidan
lain-lainpendapatan.
• Kebijakan
19

SedangkebijakanuntukmencapaisasaranMisiSatu
adalahPeningkatanKoodinasidanKualitasSDM
Pengelola
PendapatanDaerah.
• Program
Programyangditetapkanuntukmelaksanakan strategidan kebijakan guna
mencapai
sasarandantujuan
MisiSatuadalahprogram
PeningkatandanPengembanganPengelolaanKeuangan Daerah.
• Kegiatan
Kegiatan pada program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan
Keuangan
Daerah yang mendukung kebijakan dan strategi
untukmewujudkanMisiSatuyaitu:
1. Intensifikasi dan Ekstensifikasi Sumber-sumber Pendapatan Daerah
2. Pembinaan Pengelolaan Pajak Daerah
3. Pelayanan Kesamsatan
4. Pembinaan PengelolaanRetribusiDaerah
5. PerencanaandanPengendalianPendapatanDaerah
6. PenggalianSumber-sumberPotensiPendapatanDaerah
7. PenyusunanPerhitunganDasar PengenaanPKBdanBBNKB
8. Peningkatan Kualitas Pelayanan Pemungutan Pajak Daerah

2Mengoptimalkanpengelolaanaset daerah
• Strategi
Strategi untukmencapai sasaran Misi Dua adalah
verifikasi,
klasifikasidanpenilaian, monitoringdaninvestigasiaset daerah.
• Kebijakan
KebijakandaristrategiuntukmencapaisasaranMisiDuaadalah
pendayagunaankekayaandaerah.
• Program
Program yang ditetapkan untuk melaksanakan strategi dan
kebijakangunamencapai
sasarandantujuanMisiDuaadalah
ProgramPengembangan Investasidan Aset Daerah dan Program
Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah.
• Kegiatan
Kegiatan padaprogram Pengembangan InvestasidanAsetDaerah
yangmendukungstrategidan kebijakandalammewujudkanMisi Dua
yaitu:
1. PeningkatanManajemen Aset/BarangDaerah
20

2. Peningkatan StatusAtas Hak Tanah
3. Penatausahaan Barang Milik Daerah
Kegiatan pada program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan
Keuangan
Daerah
yang
mendukung
strategidan
kebijakandalammewujudkanMisi Dua yaitu :
Pembinaan dan Pengembangan Pelaksanaan Program SIMA
3MeningkatkandanmemperbaikikinerjaBUMD
• Strategi
StrategiuntukmencapaisasaranMisiTigaadalah:
1.Penataankelembagaan BUMD;
2.PengembanganmanajemenBUMD;
3.Penguatanmodal danpengembanganusaha.
• Kebijakan
Kebijakandaristrategi
adalahperubahanbentukbadan
manajemendanpenyehatanBUMD.
• Program

untukmencapaisasaranMisiTiga
hukum
danpenataan

Programyangditetapkanuntukmelaksanakan
strategidan
gunamencapaisasarandantujuanMisiTigaadalah
programPengembangandanPembinaanBUMDdanLKM.
• Kegiatan

kebijakan

Kegiatanpada programPengembangan dan Pembinaan BUMDdanLKM
yangmendukungstrategidankebijakan
dalammewujudkanMisiTiga,
adalah:
1.PeningkatandanPengembanganManajemenBUMDdan BUKP
2.PembinaanBUKP
4Mengembangkankapasitaspengelolaankeuangandaerah
• Strategi
StrategiuntukmencapaisasaranMisiEmpat
adalah
perencanaan
penganggaran,penatausahaandanpelaporan
keuangandaerah
sesuai
peraturanperundang-undanganyangberlaku.
• Kebijakan
Kebijakan
daristrategiuntukmencapaisasaranMisiEmpatadalah
ketepatanwaktu
prosespengelolaankeuangan,peningkatan
pelayanan,pemenuhan
sarpras
dansistem,pemberianpenghargaan
dansanksi.
21

• Program
Programyangditetapkanuntukmelaksanakan
strategidan
kebijakan
gunamencapaisasarandantujuanMisiEmpat yaitu:
a. Program Peningkatan Sistem Pengawasan Internal dan
PengendalianPelaksanaanKebijakanKepala Daerah
b. Program
Peningkatan
Kapasitas
Pengelolaan
Keuangan
Pemerintah Daerah.
c. Program Peningkatan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan
Daerah
• Kegiatan
Kegiatan pada programPeningkatan Sistem Pengawasan Internal dan
Pengendalian Pelaksanaan
Kebijakan KepalaDaerah yang
mendukungstrategidankebijakandalam mewujudkanMisi Empat adalah:
1. TindaklanjutHasilTemuanPengawasan
2. PengendalianManajemenPelaksanaan KebijakanKepalaDaerah
3. Tuntutan PerbendaharaandanTuntutanGanti Rugi
Kegiatan padaprogram Peningkatan Kapasitas Pengelolaan Keuangan
Pemerintah Daerah yang mendukung strategi dan kebijakandalam
mewujudkanMisiEmpat,adalah:
1. Pembinaan danPengembangan Sistem Informasi Pengelolaan
KeuanganDaerah.
Kegiatan padaprogram Peningkatan dan PengembanganPengelolaan
Keuangan Daerah yang mendukung strategi dan kebijakandalam
mewujudkanMisiEmpat,adalah:
1. Penyusunan Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
2. Penyusunan Raperda tentang APBD
3. Penyusunan Raperda tentang Perubahan APBD
4. Penyusunan Raperda tentang Pertanggungjawaban APBD
5. Penyusunan Rancangan Peraturan KDH tentang Penjabaran APBD
6. Penyusunan Rancangan Peraturan KDH tentang Penjabaran
Perubahan APBD
7. Penyusunan Rancangan Peraturan KDH tentang Penjabaran
Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
8. Bimtek Implementasi Paket Regulasi tentang PKD
9. Pembinaan dan Pengembangan Pengelolaan Keuangan Daerah
10. Pengesahan dan penetapan DPA
11. Pengesahan dan penetapan DPPA
12. Implementasi Standar Akuntansi Pemerintah Berbasis Akrual
13. Penatausahaan dan Pengendalian Gaji Pegawai Daerah
14. Pembinaan dan Pengembangan Program Gaji Pegawai Daerah
15. Pembinaan Pengelolaan Keuangan BLUD
16. Penyusunan Laporan Keuangan Dekonsentrasi dan Tugas
Pembantuan Daerah
17. Peningkatan Pelayanan Sistem Penerbitan SP2D
22

Penjelas:
1. Bidang Pendapatan:
Pendapatan daerah meliputi semua penerimaan uang melalui rekening kas umum daerah
yang menambah ekuitas dana sebagai hak pemerintah daerah dalam satu tahun anggaran dan
ridak perlu dibayarkan kembali oleh daerah. Pendapatan daerah merupakan perkiraan yang
terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan.
Pada Tahun Anggaran 2016, penerimaan pendapatan daerah diproyeksikan sebesar Rp 3,908
Trilyun, yang berasal dari komponen :
a. Pendapatan Asli Daerah sebesar Rp 1,553 Trilyun;
b. Dana Perimbangan sebesar Rp 1,189 Trilyun;
c. Lain-lain Pendapatan Daerah Yang Sah sebesar Rp 1,165 Trilyun.
Apabila dibandingkan dengan APBD Tahun 2015 setelah perubahan, Pendapatan Daerah yang
dianggarkan sebesar Rp 3,352 Trilyun sehingga mengalami kenaikan sebesar Rp 556,033 Milyar
atau naik sebesar 16,59 %, sebagaimana tersebut dalam tabel berikut :

Tabel 1 Proyeksi Pendapatan DIY Tahun Anggaran 2016
No.
1.
1.1

URAIAN
Pendapatan
Pendapatan Asli Daerah

TA. 2015
3.352.007.536.230,77
1.518.860.030.656,77

TA. 2016
3.908.041.304.127,00
1.553.180.369.527,00

SELISIH (Rp)
556.033.767.896,23
34.320.338.870,23

(%)
16,59
2,26

1.1.1

Pajak Daerah

1.347.894.743.697,00

1.377.156.182.800,00

29.261.439.103,00

2,17

1.1.2

Retribusi Daerah

43.088.502.025,00

36.998.728.297,00

(6.089.773.728,00)

(14,13)

1.1.3

Hasil Pengelolaan Kekayaan Daerah

52.604.081.931,77

57.398.373.585,00

4.794.291.653,23

9,12

1.1.4

Yang Dipisahkan

75.272.703.003,00

81.627.084.845,00

6.354.381.842,00

8,45

1.056.608.866.160,00

1.189.590.848.000,00

132.981.981.840,00

12,58
(1,61)

Lain-lain Pendapatan Asli Daerah
1.2

Yang Sah
Dana Perimbangan

1.2.1

Dana Bagi Hasil Pajak/Bukan Pajak

96.980.104.160,00

95.418.984.000,00

(1.561.210.160,00)

1.2.2

Dana Alokasi Umum

920.544.722.000,00

940.835.434.000,00

20.290.712.000,00

2,20

1.2.3
1.3

Dana Alokasi Khusus
Lain-lain Pendapatan Daerah Yang

39.084.040.000,00
776.538.639.414,00

153.336.430.000,00
1.165.270.086.600,00

114.252.390.000,00
388.731.447.186,00

292,32
50,06

Sah
Sumber : APBD-P 2015, KUA 2016, Diolah

23

Perubahan kebijakan Pemerintah Pusat terkait Dana Transfer ke Daerah di Tahun 2016
menjadi salah satu faktor utama meningkatnya penerimaan dana perimbangan dan lain-lain
pendapatan daerah yang sah pada Tahun Anggaran 2016. Komponen dana perimbangan
merupakan sumber penerimaan daerah yang sangat penting karena bertujuan untuk menciptakan
keseimbangan keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dan antar Pemerintah
Daerah. Naiknya besaran alokasi dana transfer daerah Tahun 2016 tidak lepas dari komitmen
Pemerintah Pusat dan DPR RI untuk melakukan reformulasi dan penguatan Dana Alokasi
Khusus (DAK) dalam rangka mendukung implementasi Nawacita dan pencapaian prioritas
nasional.
Dalam pengelolaan pendapatan daerah, sumber pendapatan yang berasal dari Pemerintah
Pusat melalui desentralisasi fiskal tersebut masih menempati proporsi yang paling besar terhadap
pendapatan daerah sekitar 30% sampai 50%. Sementara untuk meningkatkan kemandirian
daerah, Pemerintah Daerah perlu meningkatkan sumber-sumber pendapatan asli daerah yang
berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, serta sumber-sumber pendapatan lainnya.Hal ini
menjadi tantangan dan permasalahan sekaligus peluang bagi Pemerintah Daerah untuk terus
berupaya menggali sumber-sumber potensi pendapatan daerah yang baru. Tantangan yang
dihadapi yakni berupa :
1. Peningkatan manajemen pengelolaan semua potensi pendapatan daerah;
2. Dukungan kualitas sumberdaya manusia pengelola pendapatan daerah masih kurang;
3. Optimalisasi sumber-sumber pendapatan yang mendukung penerimaan pendapatan daerah;
4. Pengembangan dan penggalian sumber-sumber potensi pendapatan daerah yang baru;
5. Peningkatan pelayanan pajak dan non pajak sesuai tuntutan masyarakat yang mobile;
6. Sarana dan prasarana pendukung peningkatan pendapatan daerah.
Kebijakan umum pendapatan daerah diarahkan pada peningkatan kemampuan keuangan
daerah agar dapat mendorong peningkatan investasi dengan membangun iklim usaha yang
kondusif dan menghilangkan kendala yang menghambat pembangunan daerah, seringkali
dihadapkan pada beberapa permasalahan yang menjadi faktor penghambat dalam usaha untuk
meningkatkan pendapatan daerah, yakni :
1. Data base wajib pajak masih kurang valid karena tidak ada sensus kendaraan;
24

2. Lemahnya indentifikasi potensi retribusi karena keterbatasan kewenangan pungutan (closed
list);
3. Penentuan harga satuan yang sangat cepat berubah, sedangkan proses perundangan
membutuhkan waktu, sehingga antara target dan realisasi terdapat gap yang tinggi;
4. Belum ada peraturan perundangan tentang pendapatan dari lain-lain pendapatan yang
mengikat sebagai bahan pungutan;
5. Jenis dan ragam lain-lain pendapatan sangat banyak sehingga pemilahan juga harus
dikoordinasikan bersama dari pusat hingga kabupaten dan kota;
6. Ketergantungan terhadap mekanisme penyaluran dana transfer dari pusat sangat tinggi.

Dalam upaya peningkatan penerimaan pendapatan daerah, diperlukan dukungan seluruh
stakeholder pengelola pendapatan daerah di samping kejelasan regulasi sebagai dasar
pelaksanaan beberapa pungutan dan penerimaan terhadap sumber-sumber pendapatan. Beberapa
faktor pendukung peningkatan pendapatan daerah antara lain :
1. Pajak Kendaraan Bermotor masih merupakan sumber pendapatan yang mempunyai
kontribusi terbesar dalam peningkatan PAD;
2. Lokasi pelayanan pajak dan retribusi yang strategis, on-line dan mudah diakses oleh
masyarakat;
3. Potensi sumber-sumber pendapatan asli daerah tersedia;
4. Pertumbuhan ekonomi berakibat bertambahnya kendaraan baru;
5. Tarif pungutan dalam pengelolaan retribusi daerah dapat disesuaikan dengan masyarakat di
daerah;
6. Pengelolaan dana transfer terhadap program-program unggulan daerah yang menjadi
prioritas nasional.
2. Bidang Belanja:
Sebelum ini kita menerapkan sistem penganggaran yang bersifat
tradisional yaitu suatu sistem penganggaran yang disusun dengan
penekanan terhadap pengendalian atas pengeluaran. Pada sistem ini,
penganggaran hanya berorientasi pada pengendalian pengeluaran saja,
sementara aspek input, output danoutcome belum mendapatkan perhatian
secara maksimal.
25

Penggantinya penganggaran berbasis kinerja, bertujuan untuk
meningkatkan kualitas pelayanan publik dan memperkuat dampak dari
peningkatan pelayanan kepada publik.

3. Bidang Kasda:
Sebelum ini kita menerapkan sistem penganggaran yang bersifat
tradisional yaitu suatu sistem penganggaran yang disusun dengan
penekanan terhadap pengendalian atas pengeluaran. Pada sistem ini,
penganggaran hanya berorientasi pada pengendalian pengeluaran saja,
sementara aspek input, output danoutcome belum mendapatkan perhatian
secara maksimal.
Penggantinya penganggaran berbasis kinerja, bertujuan untuk meningkatkan
kualitas pelayanan publik dan memperkuat dampak dari peningkatan
pelayanan kepada publik

4. Bidang Bina Administrasi Keuangan Daerah (BAKD):
Tantangan dan Permasalahan
Kondisi BUMD di DIY yang ada dan yang diharapkan :
1. PT. Bank Pembangunan Daerah DIY
Kondisi yang ada :
PT. Bank Pembangunan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dahulu bernama Bank
Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.Didirikan pada tanggal 15
Desember 1961, berdasarkan akta notaris No. 11 oleh R.M. Soerjanto Partaningrat.
Berdasarkan akta notaris No. 2 tanggal 5 April 2013 yang dibuat dihadapan notaris
Mochammad Agus Hanafi, S.H., notaris di Yogyakarta, yang telah memperoleh pengesahan
dari Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI dengan Surat Keputusan No. AHU0044251.AH.01.09 Tahun 2013 tanggal 14 Mei 2013 dan diumumkan dalam Tambahan
Berita Negara RI tanggal 10 September 2013 No. 73, yang menetapkan perubahan bentuk
badan hukum Bank dan modal dasar pertama kali adalah sebesar Rp.1.000.000.000.000,yang terbagi atas 1.000.000 lembar saham, masing-masing dengan nilai nominal
Rp.1.000.000,- yang terbagi atas sebanyak 510.000 lembar saham akan dimiliki oleh
26

Pemerintah Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta dan sebanyak 490.000 lembar saham akan
dimiliki oleh Pemerintah Kota dan Pemerintah Kabupaten.
Komposisi modal dasar dan pemenuhan dari masing-masing pemegang saham per 31
Desember 2014 adalah sebagai berikut :
Modal Dasar
Pemerintah DIY
Pemerintah
Kab/Kota
dengan
perincian
sbb:
- Kota Yogyakarta