Analisis Pengaruh Kontaminan Terhadap Kekesatan (Skid Resistance) Pada Permukaan Perkerasan

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.

Umum
Perkerasan merupakan campuran antara agregat dan bahan pengikat yang

mendukung beban lalu lintas yang berada diatasnya. Berdasarkan bahan
pengikatnya maka perkerasan jalan dibagi atas dua jenis yaitu:
1.

Perkerasan lentur (Flexible pavement)

2.

Perkerasan kaku (Rigid pavement)
Perkerasan jalan harus memberikan kenyamanan, keamanan, dan

pelayanan yang efisien kepada pengguna jalan. Perkerasan juga harus memiliki
kapasitas struktural yang mampu mendukung berbagai beban lalu lintas dan tahan
terhadap dampak dari kondisi lingkungan (De Solminihac., 2001 dalam

Christopher R. Bennett., et al, 2007).
Untuk mengetahui kinerja suatu perkerasan pada titik tertentu dan pada
masa yang akan datang diperlukan dilakukannya evaluasi terhadap perkerasan
tersebut secara teratur. Evaluasi ini akan menganalisis kemampuan suatu
perkerasan jalan dalam memenuhi tiga fungsi dasar perkerasan jalan yaitu
kenyamanan, keamanan dan efisiensi pelayanan. Evaluasi ini ditinjau dari dua
aspek yaitu fungsional dan struktural. Pada Tabel 2.1. disajikan skema sederhana
fungsi dan karakteristik perkerasan berdasarkan evaluasinya.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.1 Fungsi perkerasan dan karakteristik perkerasan berdasarkan jenis evaluasi

Fungsi
Perkerasan

Karakteristik
Perkerasan

Pelayanan

(Serviceability)

Ketidakrataan
(Roughness)

Jenis Evaluasi

Evaluasi
Fungsional

Evaluasi
Struktural

Keamanan
(Safety)

Kapasitas
Struktural

Sistem

Referensi

Indikator dan
indeks
IRI
PSI
QI
Makrotekstur
Mikrotekstur
Koefisien skid
resistance
IFI

Tekstur
(Texture)
Kekesatan
(Skid Resistance)
Sifat Mekanik
Perkerasan


Deflections

Kerusakan Jalan

Cracking
Surface Defects
Profile
Deformations

(Data karakteristik dari
lokasi perkerasan)

Sumber : Data Collection Technologies for Road Management 2007. Version 2.0 East Asia
Pacific Transport Unit . The World Bank. Washington DC.

Evaluasi fungsional yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang

karakteristik


perkerasan jalan yang

secara

langsung

mempengaruhi keselamatan dan kenyamanan pengguna jalan serta pelayanan
jalan. Karakteristik utama yang disurvei pada evaluasi fungsional ini adalah dalam
hal fungsi keamanan (safety)yaitu kekesatan permukaan jalan (skid resistance)
dan tekstur permukaan jalan (surface texture). Sedangkan dalam hal fungsi
pelayanan (serviceability) yaitu ketidakrataan jalan (road roughness).
Evaluasi struktural yaitu evaluasi yang dilakukan untuk mendapatkan
informasi tentang kinerja struktur perkerasan terhadap beban lalu lintas dan
kondisi lingkungan. Karakteristik yang disurvei pada evaluasi struktural ini adalah
dalam hal kerusakan perkerasan dan mekanikal/struktural material. Hal yang
menjadi perhatian dan catatan penting adalah kerusakan perkerasan secara

Universitas Sumatera Utara

struktural secara tidak langsung akan mempengaruhi aspek fungsional perkerasan

seperti kegemukan pada perkerasan (pavement bleeding) akan mempengaruhi
kekesatan permukaan perkerasan (skid resistance)dan retak pada ruas perkerasan
akan mempengaruhi ketidakrataan jalan (road roughness). (Christopher R.
Bennett., et al, 2007)
Seiring dengan waktu yang terus berjalan dan bertambahnya beban yang
harus dipikul oleh perkerasan, kinerja dari perkerasan itu akan berkurang (Gambar
2.1). Pengurangan kinerja ini akan mempengaruhi dua aspek ini, yaitu aspek
fungsional dan struktural.

Serviceability

Beban Repetisi/Umur
Gambar 2.1 Grafik penurunan kinerja perkerasan

2.2.

Skid ResistancePada Permukaan Perkerasan
Skid

resistanceadalah


kemampuan

permukaan

perkerasan

untuk

memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga kendaraan tidak tergelincir
atau slip terutama pada kondisi basah.
Permukaan perkerasan memiliki nilai skid resistance cukup bila tahanan
gesek antara ban dan permukaan jalan tersedia cukup dan permukaan tidak licin
sehingga pada kondisi kering atau basah tidak mengakibatkan ban yang halus

Universitas Sumatera Utara

mudah slip. Permukaan perkerasan yang basah lebih berbahaya bagi kendaraan
dengan permukaan ban halus daripada kondisi permukaan kering. Nilaiskid
resistance disajikan pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Nilai skid resistance minimum yang disarankan

Kategori

Nilai skid
resistance

Tipe Lokasi
Lokasi-lokasi yang sulit seperti :
1. Bundaran
2. Belokan berjari-jari < 150 m pada jalan bebas
hambatan.
3. Kemiringan, 1:20 atau lebih curam, dengan panjang
> 100 m
4. Lengan pendekat simpang bersinyal pada jalan
bebas hambatan.
Jalan utama/cepat, menerus dan jalan kelas 1 dan jalan
berlalulintas berat di perkotaan (>2000 kendaraan per
hari)
Lokasi-lokasi lainnya


A

B
C

65

55
45

Sumber : ROAD RESEARCH LABORATORY (1969)
Instruction for using the Portable Skid Resistance Tester

Menurut Willey (1935) pada waktu kering semua jalan mempunyai nilai
skid resistance yang besar, sedangkan pada musim dingin bila permukaan jalan
tertutup lapisan lumpur, salju, es, atau lainnya maka nilai skid resistance tidak
memadai. Nilai skid resistance dipengaruhi oleh faktor-faktor seperti variasi
bentuk profil permukaan dan kondisi ban, tekstur permukaan jalan, kondisi cuaca
dan kondisi mengemudi. Skid resistance diperlukan untuk memberi tambahan

gaya traksi, gaya pengereman, kendali arah dan tahanan gaya ke samping. Nilai
skid resistance permukaan perkerasan bergantung juga pada jenis tekstur
permukaan. Tekstur yang kasar memberikan kekuatan yang lebih dibandingkan
permukaan

yang

licin.

Perkerasan

jalan

perlu

direncanakan

dengan

memperhatikan tekstur permukaan agar tersedia nilai skid resistance yang

memadai. Penelitian yang dilakukan TRRL (1977) menunjukkan bahwa tekstur

Universitas Sumatera Utara

permukaan mempengaruhi nilai skid resistance pada perubahan kecepatan antara
50 km/jam – 130 km/jam.
Skid resistance merupakan gaya yang menahan gerak relatif antara roda
kendaraan dan permukaan perkerasan. Gaya tahanan ini seperti yang di
ilustrasikan pada Gambar 2.2 dihasilkan melalui putaran roda atau luncuran di
atas permukaan perkerasan. (Hall, J. W., et al, 2009).

Gambar 2.2 Diagram gaya yang terjadi pada rotasi kendaraan
Sumber : Hall, J. W., et al, 2009

Nilai skid resistance juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut
Wallman dan Astrom (2001) faktor-faktor ini dapat dibagi menjadi empat kategori
yaitu : Karakteristik permukaan perkerasan, parameter pengoperasian kendaraan,
properti ban, dan lingkungan. Pada Tabel 2.3 faktor yang paling berpengaruh
dicetak tebal.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.3 Faktor yang mempengaruhi skid resistance perkerasan

Karakteristik
Parameter
Permukaan
Pengoperasian
Perkerasan
Kendaraan
• Tektur
• Slip Speed
 Kecepatan
Mikro
kendaraan
• Tekstur
 Gerak
Makro
pengereman
• Tekstur
Mega atau • Driving manuver
unevenness
• Properti
Material
• Temperatur

Properti Ban

Lingkungan

• Foot Print
• Desain
Tapak dan
kondisinya
• Komposisi
karet dan
kekerasann
ya
• Tekanan
udara
• Beban
• Temperatur

• Iklim
 Angin
 Temperatur
 Air (hujan,
kondensasi)
 Salju dan es
• Kontaminan
 Anti skid
material
(garam, pasir)
 Tanah, pasir,
runtuhan

Sumber : Modifikasi dari Wallman dan Astrom (2001) dalam Behrouz Mataei., et al. (2016)

Nilai skid resistance pada permukaan perkerasan dapat diukur melalui
beberapa cara dengan meninjau parameter tertentu. Pada penelitian Rahman, H.
(1998) mengukur skid resistance permukaan perkerasan dengan meninjau dua
parameter dari sudut pandang perkerasan. Adapun parameter tersebut yaitu:
a.

Parameter Skid Resistance Permukaan Langsung
Parameter skid resistance permukaan berikut diperoleh langsung dari
hasil pengukuran yang disesuaikan dengan prinsip dasar terjadinya gaya
gesek antara ban dan permukaan perkerasan. Beberapa parameter hasil
pengkuruan langsung yang umum dipergunakan antara lain :
1.

Sideway Force Coefficient (SFC)

yaitu

dengan

menggunakan

kombinasi sepeda motor (sidecar), dimana roda sampingnya dikunci
dengan sudut 20º dari arah perjalanan. Gaya antara ban dan lapisan
permukaan perkerasan kemudian diukur dan didefinisikan sebagai SFC

Universitas Sumatera Utara

2.

Braking Force Coefficient (BFC), diukur dengan mengunci roda
kendaraan yang bergerak dan mengukur torsi pengereman pada saat slip
terjadi. Dari pengukuran torsi tersebu, gaya antara ban dan lapisan
permukaan perkerasan diukur dan didefinisikan sebagai BFC. (Croney,
1992 dalam Rahman, H. 1998)

b.

Parameter Skid Resistance Permukaan Tak Langsung
Pada pengukuran skid resistancemenggunakan parameter tak langsung
nilai skid resistance dicari dengan menggunakan persamaan baku yang
diperoleh dari hasil penelitian terdahulu mengenai korelasi antara parameter
langsung dan tak langsung. Parameter tak langsung terdiri dari :
1.

Tekstur Mikro (Microtexture)
Microtexture adalah karakteristik permukaan dalam skala kecil dari
agregat dan mortar, biasanya digambarkan dengan dua kondisi ekstrim,
yaitu kesat dan licin. Jenis klasifikasi tekstur ini sesungguhnya
merupakan faktor utama dalam menciptakan kekuatan adhesi antara ban
karet dan permukaan perkerasan.
Tabel 2.4Kondisi tekstur dan kategori kecepatan

No

Ilustrasi

Skala Tekstur

Kecepatan

1

Kasar

Kesat

Baik

Sedang

2

Kasar

Kesat

Buruk

Buruk

3

Halus

Kesat

Sedang

Baik

4

Halus

Licin

Buruk

Buruk

Sumber: Rahman, H. (1998)

Universitas Sumatera Utara

2.

Tekstur makro (Macrotexture)
Macrotexture adalah profil permukaan perkerasan yang terlihat oleh
mata dan biasanya dibagi menjadi dua kondisi ekstrem yaitu halus dan
kasar. Macrotexture memegang peranan penting pada jalan dengan
kecepatan tinggi dalam menciptakan skid resistance yang baik antara
ban karet dan permukaan perkerasan, akibat tersedianya saluran
drainase yang baik, sehingga ban karet selalu berhubungan dengan
permukaan perkerasan.

3.

Polished Stone Value (PSV)
Polished Stone Value menggambarkan presentase batuan yang terpoles
dari batuan induk pada pemolesan tertentu. Di lapangan, nilai ini akan
menggambarkan kekuaran dari agregat utnuk melawan efek pemolesan
dari arus lalu lintas. Pada pelaksanaannya, uji PSV dilakukan dengan
memoles agregat dengan roda karet yang berputar dengan tambahan air
dan bahan pemoles. Dalam hal ini PSV mensimulasikan kondisi agregat
pada permukaan perkerasan setelah terekspos oleh arus lalu lintas.

2.3.

Pengaruh Lingkungan terhadap Skid Resistance
Pada waktu kering semua jalan mempunyai nilai skid resistance yang

besar dan memadai, sedangkan pada musim dingin bila permukaan tertutup
lapisan lumpur, salju, es, atau lainnya maka nilai skid resistancetidak memadai
(Willey., 1935 pada Suwardo 2003).
Nilai skid resistance permukaan perkerasan aspal sangat berpengaruh
ketika permukaan perkerasan ditutupi oleh kontaminan. Minyak pelumas

Universitas Sumatera Utara

memberikan pengaruh terburuk pada penurunan nilai skid resistance perkerasan
aspal. Pengaruh dari kontaminan pada nilai skid resistance meningkat ketika area
yang tertutupi kontaminan juga meningkat. Kontaminan merupakan ancaman
yang tidak dapat dihiraukan untuk keselamatan lalu lintas. Oleh karena itu pihak
yang berkaitan dengan pemeliharaan jalan harus membersihkan kontaminan yang
terdapat diatas permukaan perkerasan. (Ping Cao., et al. 2010)
Menurut J.W. Hall., et al, (2009) kondisi lingkungan merupakan faktor
yang sangat mempengaruhi nilai skid resistance dari permukaan perkerasan dan
roda kendaraan. Ada empat hal yang secara khusus mempengaruhi nilai skid
resistance, yaitu:
a.

Temperatur
Roda kendaraan terbuat dari bahan viskoelastis dan sifatnya yang dapat

dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan temperatur udara dan temperatur
permukaan perkerasan. Penelitian menunjukkan bahwa nilai skid resistance
umumnya menurun apabila temperatur meningkat.

Gambar 2.3Grafik regresi linear antara nilaiskid resistance (BPN) terhadap temperatur
Sumber : Bazlamit, SM., et al.2015

Universitas Sumatera Utara

Dari Gambar 2.3 kita dapat melihat bahwa nilai skid resistance(BPN)
semakin menurun ketika temperatur meningkat. Jenis material perkerasan dan
bahan pengikatnya juga berdampak terhadap penurunan nilai skid resistance
akibat temperatur. Perkerasan dengan agregat kasar batu gamping/kapur memiliki
nilai awal skid resistance yang lebih tinggi dibandingkan perkerasan dengan
agregat kasar kerikil. Tetapi tingkat penurunan nilai skid resistance perkerasan
dengan agregat batu gamping lebih tinggi dibandingkan perkerasan dengan
agregat kerikil ketika temperatur meningkat. (Bazlamit, SM., et al.2015).

b.

Air
Air dalam bentuk curah hujan atau kondensasi dapat bertindak sebagai

pelumas yang secara signifikan mengurangi gesekan antara roda kendaraan dan
permukaan perkerasan. Pengaruh ketebalan lapisan air (Water Film Thickness,
WFT) terhadap nilai skid resistance paling minimal pada kecepatan rendah (40
mil/jam atau 64 km/jam) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 2.4 koefisien
gesekan roda kendaraan diatas permukaan jalan yang basah berkurang secara
eksponensial ketika WFT meningkat. Selain itu, pengaruh dari WFT juga
dipengaruhi oleh desain dan kondisi roda kendaraan.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.4 Grafik pengaruh ketebalan lapisan air (WFT) pada nilai skid resistance permukaan
perkerasan
Sumber : Henry., (2000) dalam J.W. Hall., et al, (2009)

Hubungan antara nilai skid resistance permukaan perkerasan dan tingkat
kecelakaan juga dipengaruhi oleh permukaan perkerasan yang basah saat musim
hujan. Seperti yang dapat dilihat pada Gambar 2.5 ketika nilai skid resistance
permukaan perkerasan menurun akibat permukaan perkerasan yang basah saat
musim hujan maka tingkat kecelakaan meningkat. (Schulze, K., et al. 1977 dalam
Behrouz Mataei., et al. 2016).

Tingkat Kecelakaan
saatPermukaan
Perkerasan Basah

Nilai Skid Resistance
Gambar 2.5Grafik hubungan antara tingkat kecelakaan pada musim hujan dan nilai skid
resistance

Universitas Sumatera Utara

c.

Salju dan es
Keberadaan salju dan es diatas permukaan perkerasan menunjukkan

keadaan yang paling berbahaya untuk kendaraan pada saat pengereman atau saat
menikung. NCHRP Web Dokumen 53 (Al Qadi., et al, 2002) mencatat bahwa
performa nilai skid resistance antara roda kendaraan dan permukaan perkerasan
dapat secara drastis terdegradasi jika area roda kendaraan tidak mencapai
permukaan perkerasan karena salju atau es.

d.

Kontaminan
Kontaminan umumnya ditemukan di jalan raya. Material yang termasuk

kontaminan seperti minyak, pasir, tanah, air, salju, dan es. Setiap jenis
kontaminasi pada pertemuan antarmuka permukaan perkerasan dengan roda
kendaraan selalu memberikan pengaruh buruk terhadap gesekan antara permukaan
perkerasan dan roda kendaraan. Kontaminan bertindak seperti pelumas antara
piston dan silinder mesin yang mengurangi gesekan antara dua permukaan.
Semakin tebal atau kental kontaminan yang menutupi permukaan perkerasan
maka semakin besar pula penurunan gesekan antara permukaan perkerasan
dengan roda kendaraan.

2.4.

Alat Penguji Skid Resistance
Untuk mengukur nilai skid resistance permukaan perkerasan terdapat

beberapa alat uji yang biasa digunakan. Alat-alat uji tersebut memiliki metode
operasi dan kecepatan yang berbeda-beda seperti yang ditunjukkan pada Tabel 2.5

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.5 Alat-alat pengukur skid resistance permukaan perkerasan

Mode
Operasiona
l

% Slip
(Yaw
Angle )

Kecepata
n
(Km/Jam)

Locked
wheel

100

30-90

Slider

100

10

Locked
wheel

100

65

U.S.(NASA)

Slider

100

0-90

DWW Trailer

Fixed slip

86

30-90

Griptester

Fíxed slip
Variable
fixed slip
Locked
wheel
Variable
fixed slip
Locked
wheel

14.5

30-90

Japan
The
Netherlands
Scotland

0-100

30-90

France

100

30-90

Japan

10-30

30-60

Japan

100

40-90

France

13(7.5o
)

20-80

United
Kingdom

0-90

30-90

Norwey

0-90

30-90

Norwey

0-90
34
(20O)

30-60

Norwey

30-90

Belgium

100

30-90

Japan

15

30-90

United State

15
34
(20o)

30-90

Sweden
United
Kingdom

Alat

ASTM E-274 Trailer
British Portable Tester
Dagonal Braked Vehicle
(DBV)
DFTester

IMAG
Japanese Skid Tester
Komatsu Skid Tester
LCPC Adhera
MuMeter
Norsemeter Oscar

Norsemetel ROAR
NorsemeterSALTAR

Side force
Variable
slip, fixed
slip
Variable
slip, fixed
slip
Variable slip

Odoliograph

Side force

Polish SRT-3
Runway Fïction'Ièster

Locked
wheel
Fixed slip

Saab Friction Tester (SFT)

Fixed slip

SCRIM

Side force

30-90

Negara
Manufaktu
r
United
States
United
Kingdom

Universitas Sumatera Utara

Skiddo meter BV-l I

Locked
wheel
Fixed.slip

Stradograph

Side force

Skiddo meter BV-8

StuttgarterReibungsmesse
r
(SRM)

Locked
wheel, fixed
slip

100

30-90

Sweden

20
21
(12o)

30-90

Sweden

30-90

Denmark

100, 20

30-90

Germany

Sumber : Hendry J. J. (2000)

Ada dua alat uji yang umum digunakan untuk mengukur kekesatan (skid
resistance) permukaan perkerasan di laboratorium maupun di lapangan yaitu :
British Pendulum Tester (BPT) (AASHTO T 278 atau ASTM E 303) dan
Dynamic Friction Tester (DFT) (ASTM E 1911). Kedua perangkat ini mengukur
karakteristik gesekan dengan menentukan penurunan energi kinetik dari pendulum
yang berayun atau disk yang berputar ketika kontak dengan permukaan
perkerasan. Kedua metode tersebut sangat mudah untuk dilakukan. (Saito., et al,
1996).
Pada penelitian pengukuranskid resistance dilakukan menggunakan
British Pendulum Tester (BPT). British Pendulum Tester merupakan alat uji jenis
bandul (pendulum) dinamis, digunakan untuk mengukur energi yang hilang pada
saat karet di bagian bawah telapak bandul menggesek permukaan yang diuji. Alat
ini dimaksudkan untuk pengujian pada permukaan yang datar di lapangan atau
laboratorium, dan untuk mengukur nilai pemolesan (polishing value) pada benda
uji berbentuk lengkung. (SNI 4427:2008).

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.6British Pendulum Tester
Sumber : SNI 4427:2008

Satuan nilai skid resistanceyang diukur dengan alat BPT adalah British
Pendulum Number (BPN), baik untuk permukaan uji datar atau nilai pemolesan
untuk benda uji lengkung. Nilai ini mempresentasikan sifat-sifat hambatan atau
gesekan (frictional)

2.4.1. British Pendulum Tester (BPT)
British Pendulum Tester(BPT) adalah alat untuk mengukur nilai skid
resistancepermukaan perkerasan, dilengkapi dengan suatu ayunan atau pendulum
atau bandul pada kedudukan tertentu. Cara uji ini terdiri atas alat penguji jenis
pendulum yang dipasang karet peluncur standar untuk menentukan sifat-sifat
hambatan atau gesekan atau skid resistance permukaan perkerasan yang diuji.
British Pendulum Tester(BPT) dilengkapi dengan skala yang mengukur
ketinggian pendulum yang diperoleh. Hasil pembacaan skala tersebut disebut
British Pendulum Number (BPN) dengan skala 0 sampai 140. Karena slip

Universitas Sumatera Utara

speedpada British Pendulum Tester sangat rendah, British Pendulum Number
sangat tergantung pada microtexture, oleh karena itu nilai British Pendulum
Number dianggap mewakili microtexture. Hal ini sangat berguna karena
perhitungan microtexture secara langsung yang sulit dilakukan. (Henry J.J., 2000)

2.4.2. Ketentuan Penggunaan Alat
Pengujian ini dapat dilakukan dengan baik apabila ketentuan yang sudah
ditetapkan dipenuhi. Peralatan (British Pendulum Tester) harus dalam kondisi
sebagai berikut :
a.

British Pendulum Tester(BPT)

1.

Peralatan pendulum, peluncur dan pengaitnya, mempunyai berat (1500 ± 30)
gram.

2.

Jarak titik pusat pendulum dari pusat oskilasi (oscillation) adalah (411 ± 5)
mm.

Gambar 2.7 Sketsa British Pendulum Tester
Sumber : SNI 4427:2008

Universitas Sumatera Utara

Keterangan :
1. Piringan skala ukur
2. Tombol pelepas bandul
3. Lingkaran skala
kekesatan
4. Pengunci bandul
5. Baut diameter 0,95 cm
6. Pegangan penangkap
7. Baut penyetel
kedudukan datar pada
kaki depan
8. Baut pengunci naikturun
3.

9. Pegangan untuk pengangkat
alat
10. Baut pengatur naik-turun
11. Pengunci sepatu (peluncur)
12. Karet peluncur untuk
koefisien kekesatan
13. Baut penyetel kedudukan
datar pada kaki belakang
14. Penyipat datar (water pass)
15. Tombol kontrol untuk
kedudukan tegak

Alat uji disetel dan kedudukan kontak karet peluncurnya harus sepanjang 124
mm sampai 127 mm untuk pengujian pada permukaan yang rata, dan
sepanjang 75 mm sampai 78 mm untuk pengujian pemolesan pada benda uji
berbentuk lengkung.

4.

Berat per dan pengatur kontak peluncur atau berat dalam keadaan normal
rata-rata (2.500 ± 100) gram, serta menyentuh karet peluncur selebar 76 mm.

Gambar 2.8 Skema alat pendulum dan bidang kontak karet peluncur
Sumber : SNI 4427:2008

Universitas Sumatera Utara

b. Peluncur
Peluncur terdiri atas lempengan pelat karet ukuran 6 mm x 5 mm x 76 mm
yang direkatkan di bagian telapak bandul untuk pengujian pada permukaan datar,
atau pelat karet ukuran 6 mm x 25 mm x 32 mm untuk pengujian pemolesan.
Karet peluncur terbuat dari karet alam (British) sesuai dengan persyaratan dari
Road Research Lavoratory (RRL) – British, atau karet sintesis yang sesuai dengan
persyaratab dalam AASHTO M 261
1.

Peluncur baru harus dikondisikan sebelum digunakan, yaitu dengan
mengayunkan batang bandul 10 kali di atas lembaran ampelas dengan ukuran
No. 60 (silicon carbide cloth No. 60 atau sejenisnya) tahan air, dalam kondisi
kering.

2.

Keausan pada tepi karet peluncur tidak boleh lebih dari 3,2 mm pada
kedudukan mendatar atau 1,6 mm pada arah vertikal (Gambar 2.7)

Gambar 2.9 Karet peluncur dengan keausan tepi maksimum
Sumber : SNI 4427:2008

Universitas Sumatera Utara

c.

Peralatan tambahan

1.

Mistar pengukur panjang terdiri atas mistar tipis berskala untuk mengukur
panjang bidang kontak yang akan diuji, dengan jarak antara 124 mm dan 127
mm untuk permukaan uji datar, atau antara 75 mm dan 78 mm untuk benda
uji lengkung, sesuai dengan persyaratan dalam pengujian.

2.

Termometer permukaan, dengan kapasitas 10C sampai 600C.

3.

Peralatan lainnya antara lain tempat air dan kuas.

2.4.3. Benda Uji
a.

Di Lapangan
Benda Uji berupa permukaan perkerasan yang akan diuji di lapangan harus
bebas dari butiran-butiran lepas dan disiram dengan air bersih. Peralatan
untuk benda uji yang posisinya tidak mendatar atau turunan, dapat disiapkan
sehingga mendatar dengan mengatur sekrup sehingga kepala bandul
menyesuaikan kedudukannya dengan bebas di atas permukaan.

b. Di Laboratorium
Panel uji harus bersih dan bebas dari butiran-butiran lepas serta cukup kokoh
sehingga tidak bergerak akibat beban bandul yang diayunkan.
1. Contoh uji laboratorium harus mempunyai bidang permukaan uji paling
sedikit berukuran 89 mm x 152 mm
2. Benda uji untuk pemolesan harus mempunyai bidang permukaan uji
paling sedikit berukuran 45 mm x 90 mm, berbentuk lengkung dengan
diameter 406 mm.

Universitas Sumatera Utara

2.4.4. Persiapan Alat
a.

Posisi Mendatar
Letakkan alat uji perlahan-lahan di atas lokasi titik yang akan diuji
dengancara mengatur posisi mendatar alat uji secara tepat atau memutar
ketiga bautpengatur mendatar (Lihat Gambar 2.7, keterangan No. 7 dan No.
13), sampaiposisi gelembung air pada alat ukur penyipat datar (water pass)
berada ditengah-tengah.

b. Pengaturan angka nol
Pengaturan angka nol pada skala pengukuran dilakukan dengan cara
sebagaiberikut:
1. Tetapkan

batang

pendulum

atau

batang

penguji

pada

posisi

belumditurunkan.
2. Turunkan batang pendulum secara hati-hati dengan mengendorkantombol
pengunci naik-turun (No. 8) yang ada di belakang titik pusatpendulum,
dan putar baut pengatur naik-turun (No. 10), sehingga bilabandul
diayunkan dapat meluncur bebas pada permukaan yang akandiuji.
3. Biarkan peluncur karet menggantung bebas pada permukaan yang diuji.
4. Kencangkan tombol pengunci (No. 8).
5. Tempatkan

batang

pendulum

pada

posisi

terkunci

dan

siap

untukdiluncurkan, dan putar jarum penunjuk skala ukur berlawanan arah
jarumjam sampai menyentuh sekrup pembatas pada batang pendulum.
6. Tekan tombol pelepas bandul (No. 2) sehingga batang pendulum
terayunbebas dan segera tangkap kembali saat berayun berbalik ke arah

Universitas Sumatera Utara

yangberlawanan. Catat angka yang tertera pada skala ukur (No. 1)
yangditunjuk oleh jarum penunjuk.
7. Jika

pembacaan

belum

menunjukkan

angka

nol,

kendorkan

tombolpengunci naik-turun (No. 8) dan stel baut pengatur naik-turun (No.
10),ke atas atau ke bawah.
8. Ulangi kembali Butir (5) sampai dengan Butir(7) di atas sehingga
jarumpembacaan menunjukkan angka nol pada skala ukur (No. 1).

c.

Pengaturan panjang bidang kontak karet peluncur

1.

Persiapan
a. Dalam keadaan posisi batang pendulum menggantung bebas, selipkan
pelat pembatas (spacer) di bawah peluncur karet dengan cara mengangkat
handel alat.
b. Turunkan bandul peluncur sehingga tepi karet peluncur hanya menyentuh
permukaan yang akan diuji.
c. Kencangkan baut pengunci naik-turun (No. 8, pada Gambar 2.7), angkat
handel alat dan singkirkan pelat pembatas.

2.

Pengukuran panjang bidang kontak
a.

Angkat handel alat dan gerakan batang pendulum ke kanan, turunkan
bandul peluncur dan gerakan batang pendulum pelan-pelan ke kiri
sehingga karet peluncur menyentuh permukaan uji.

b.

Tempatkan mistar pengukur panjang bidang kontak di sebelah
karetpeluncur

sejajar

arah

gerakan

bandul

pendulum

untuk

memeriksapanjang bidang kontak.

Universitas Sumatera Utara

c.

Angkat karet peluncur dengan mengangkat handel alat, dan gerakanke
kiri, kemudian turunkan pelan-pelan sampai tepi karet peluncurberhenti
pada permukaan uji.

d.

Jika panjang bidang kontak belum mencapai antara 124 mm dan 127mm
untuk pengujian permukaan yang datar, atau antara 75 mm dan 78mm
untuk benda uji lengkung, atur baut pengatur datar bagian depanNo. 7).
Panjang bidang kontak dapat pula diatur dengan meninggikanatau
merendahkan batang pendulum dengan mengatur baut pengaturnaikturun (No. 10).

e.

Jika kedudukan alat

uji bergeser dan tidak

mendatar akibat

pengaturantersebut di atas, maka ulangi sesuai dengan Butir (1) dan (2).
f.

Angkat

batang

pendulum pada

posisi siap

diluncurkan,

putar

jarumpenunjuk pada posisi menyentuh sekrup pembatas batang
pendulum,dan alat siap untuk digunakan. Skema alat pendulum dan
bidangkontak karet peluncur ditunjukan pada Gambar 2.7.

2.4.6. Ketelitian dan Bias
a.

Hasil pengujian yang berulang-ulang menunjukkan bahwa deviasi standar
untuk pengujian yang menggunakan :
- Karet peluncur karet alam (karet British)

: 1.0 BPN

- Karet peluncur sesuai AASHTO M261

: 1.2 BPN

Kedua nilai deviasi standar tersebut mewakili nilai percentile ke 75 (upper
quartile) nilai-nilai deviasi standar hasil pengukuran yang menggunakan
peralatan pengukuran yang berfungsi baik.

Universitas Sumatera Utara

Karena tidak terdapat korelasi yang nyata antara deviasi standar dengan
nilai rata-rata aritmatik yang dihasilkan dari berbagai kelompok pengujian,
maka nilai-nilai deviasi standar tersebut dapat digunakan tanpa
dipengaruhi oleh tingkat skid resistance rata-rata yang sedang diukur.
b.

Faktor koreksi berdasarkan temperatur permukaan perkerasan
Tabel 2.6 Koreksi nilai BPN berdasarkan temperatur permukaan

Temperatur (ºC) Koreksi

c.

< 27

0

27-32

+1

32-37

+2

> 37

+3

Kesalahan pengukuran dapat dinyatakan sebagai berikut :

Dengan :

� =

�(�)
√�

E

: kesalahan pengukuran

t

: nilai variabel normal yang berhubungan dengan tingkat keyakinan
95% yaitu 1.96 (atau dibulatkan menjadi 2)

d.

σ

: adalah deviasi standar, BPN

n

: adalah jumlah pengujian (ukuran sampel)

Agar kesalahan pengukuran tidak melebihi 1.0 BPN dengan tingkat
keyakinan 95% (atau dengan t = 1.96 atau dibulatkan t = 2), maka
diperlukan jumlah pengujian (n) minimum sebagai berikut :
- Untuk karet alam (karet British)

:4

- Untuk karet peluncur sesuai dengan AASHTO M 261

:5

Universitas Sumatera Utara

2.5.

Penelitian Terdahulu

1. Ping Cao, Xinping Yan, Xiuqin Bai and Chengqing Yuan. 2010, Effects of
Contaminants on Skid Resistance of Asphalt Pavements.
Penelitian ini meneliti pengaruh kontaminan terhadap nilai skid
resistancepermukaan perkerasan aspal. Dalam penelitian ini dilakukan
pengujian pada berbagai jenis perkerasan aspal yang biasa digunakan di China.
Adapun perkerasan yang diuji adalah AC (Asphalt Concrete), SHRP
(Superpave in Strategic Highway Research Program), OGFC (Open Grade
Asphalt Friction Course), SMA (Stone Matrix Asphalt). Adapun kontaminan
yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak pelumas, pasir, tanah dan
air. Menurut penelitian ini pengaruh kontaminan akan meningkat apabila luas
permukaan perkerasan yang ditutupi oleh kontaminan juga meningkat. Hal ini
akan menyebabkan nilai skid resistancemenurun dan membuat potensi
ancaman terhadap keselamatan berkendara. Kontaminan yang memberikan
efek terburuk bagi nilai skid resistancepermukaan perkerasan adalah minyak
pelumas.
2. Jeffrey S. Kuttesch. 2007, Quantifying the Relationship between Skid
Resistance and Wet Weather Accidents for Virginia Data.
Penelitian ini meneliti tentang hubungan antara nilai skid resistancedan
kecelakaan yang terjadi pada musih dingin di Kota Virginia. Dari penelitian ini
didapat beberapa kesimpulan yaitu : Pada kondisi permukaan perkerasan basah
nilai skid resistancemenurun dan tingkat kecelakaan semakin meningkat,
tingkat kecelakaan lebih tinggi 44% ketika nilai skid resistanceberada pada
angka lebih kecil atau sama dengan 30 dibandikan dengan angka nilai skid

Universitas Sumatera Utara

resistanceyang lebih dari 30, tingkat kecelakaan lebih tinggi 57% ketika nilai
skid resistanceberada pada angka lebih kecil atau sama dengan 25
dibandingkan dengan angka skid resistanceyang lebih dari 25.

Gambar 2.10Grafik hubungan antara nilai skid resistancedan rasio kecelakaan lalu lintas pada
musim dingin di Virginia

3. Yinghai Miao, Dongwei Cao, and Qingquan Liu. 2010, Evaluating the
Relationship of Asphalt Pavement Skid Resistance to Slip Speed Using
Dynamic Friction Tester Measurements.
Penelitian

ini

menjelaskan

hubungan

skid

resistancepermukaan

perkerasan aspal dengan slip speed (kecepatan slip) dengan menggunakan alat
Dynamic

Friction

Tester.

Menurut

penelitian

ini

nilai

skid

resistancepermukaan perkerasan tergantung pada slip speed yang merupakan
faktor penting dan berdampak bagi keselamatan berlalu lintas. Pengujian
lapangan dilakukan menggunakan Dynamic Friction Tester (DFT) di 33 lokasi
uji dengan empat jenis permukaan perkerasan yaitu Asphalt Concrete (AC),

Universitas Sumatera Utara

Stone Matrix Asphalt (SMA), Slurry Seal (SS), dan Micro Surfacing (MS) pada
jalan raya yang terdapat di Beijing, China.

Gambar 2.11Grafik hubungan antara nilai skid resistance dan slip speed diukur menggunakan
DFT

4. Shahreena Melati Rhasbudin Shah and Mohd Ezree Abdullah. 2010, Effect of
Agregat Shape on Skid Resistance of Compacted Hot Mix Asphalt (HMA).
Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mengevaluasi pengaruh
karakteristik bentuk agregat kasar pada nilai skid resistancedari aspal hot mix
yang sudah dipadatkan. Berdasarkan penelitian ini ada beberapa kesimpulan
yang didapatkan yaitu : Nilai skid resistancetertinggi ditunjukkan oleh
campuran aspal dengan agregat kasar bentuk kubikal, kemudian campuran
aspal dengan agregat kasar bentuk lonjong dan terakhir campuran dengan
agregat kasar bentuk pipih dengan nilai skid resistanceterendah.

Universitas Sumatera Utara

Gambar 2.12Grafik hubungan antara nilai skid resistance dan bentuk agregat kasar pada
permukaan HMA kering

Gambar 2.13Hubungan antara nilai skid resistance dan bentuk agregat kasar pada permukaan
HMA basah

Universitas Sumatera Utara

5. Ibrahim M. Asi., 2005. Evaluating Skid Resistance of Different Asphalt
Concrete Mixes.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk membandingkan nilai skid
resistancedari campuran perkerasan yang berbeda. Berdasarkan temuan dari
hasil eksperiman ada beberapa kesimpulan yang didapat yaitu:
1. Nilai skid resistancepermukaan perkerasan aspal beton harus senantiasa
diperiksa sepanjang masa layan dari perkerasan tersebut dengan prosedur
pemeriksaan yang sudah ditetapkan seperti tes PSV.
2. Campuran aspal beton yang mengandung slag 30% memiliki nilai skid
resistancetertinggi diikuti oleh Superpave, SMA dan perkerasan dengan
campuran dan nilai marshall tertentu.

Gambar 2.14Grafik hubungan antara nilai skid resistance dan tipe campuran aspal beton
yang berbeda-beda

6. Rahman, H. 1998, Tinjauan Parameter Polished Stone Value (PSV) dan
Hubungannya Dengan Kekesatan Permukaan Perkerasan.
Dalam penelitian ini dibandingkan nilai skid resistancepermukaan
perkerasan dengan pengujian langsung dilapangan menggunakan Locked

Universitas Sumatera Utara

Wheel dengan nilai skid resistanceyang diprediksi menggunakan PSV dari
agregat yang digunakan. Selain membandingkan nilai skid resistance
menggunakan dua parameter tersebut, pada penelitian ini juga dibandingkan
nilai skid resistancepada permukaan perkerasan yang menggunakan
macroseal dan tanpa macroseal. Hasil dari penelitian ini didapat nilai skid
resistancepada perkerasan tanpa macroseal yang diukur langsung 2,5 kali
dari yang dihitung melalui parameter PSV. Sedangkan pada permukaan
menggunakan macroseal pengukuran nilai skid resistancesecara langsung 1,2
kali lebih besar dari yang dihitung melalui parameter PSV.

Universitas Sumatera Utara

Tabel 2.7 Tabulasi penelitian nilai skid resistancedan variabel lain pada penelitian
terdahulu

Variabel
Karakteristik Lingkungan Pengoperasian
Peneliti

Permukaan

kendaraan

Jenis

Polished

Perkerasan

Stone

Perkerasan

Value
(PSV)

Ping

Kontaminan

Cao., et al

(Minyak

Aspal

pelumas, air,
pasir, tanah)
Jeffrey S.

Musim

Jumlah

Kuttesch

Hujan

Kecelakaan

Yinghao

Slip Speed

Aspal

Miao., et
al.
Shahreena

Bentuk

Melati

Agregat Kasar

HMA

and Mohd
Ezree
Ibrahim

Campuran

M. Asi

aspal beton

Aspal beton

yang berbedabeda
Harmein

PSV

Rahman

Universitas Sumatera Utara