Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Keputihan
2.1.1. Definisi
Flour albus (keputihan) adalah cairan berlebihan yang keluar dari vagina

dan bukan berupa darah. Menurut Kusmiran (2012), keputihan adalah keluarnya
cairan selain darah dari liang vagina diluar kebiasaan, baik berbau atau tidak dan
disertai rasa gatal setempat (Badaryati, 2012).
Keputihan adalah cairan yang keluar dari alat genital yang tidak berupa
darah Keputihan atau Fluor Albus merupakan sekresi vaginal abnormal pada
wanita (Sulistianingsih, 2011). Keputihan adalah semacam slim yang keluar
terlalu banyak, warnanya putih seperti sagu kental dan agak kekuning-kuningan.
Leukorea (keputihan) yaitu cairan putih yang keluar dari liang senggama secara

berlebihan (Setyana, 2013).

2.1.6. Klasifikasi keputihan
Keputihan ada 2 macam, yaitu keputihan normal dan keputihan yang
disebabkan oleh suatu penyakit.

Keputihan normal: cairan yang keluar kadang-kadang berupa mukus yang
banyak mengandung epitel dengan leukosit yang jarang (Badaryati, 2012).
Keputihan normal apabila alat kelamin perempuan (vagina) pada saat-saat tertentu
mengeluarkan lendir (mucus), misalnya pada saat menjelang dan sesudah haid,
perempuan yang capek sehabis banyak berjalan, perempuan hamil, perempuan
sesudah melahirkan dan perempuan yang sedang mengalami rangsangan seksual
(Triyani, 2013).
Sedangkan keputihan yang tidak normal ialah cairan eksudat yang banyak
mengandung leukosit (Badaryati, 2012). Ciri-cirinya jumlahnya banyak, timbul
terus-menerus, warnanya berubah (misalnya kuning, hijau, abu-abu, menyerupai
susu/yoghurt) disertai adanya keluhan (seperti gatal, panas, nyeri) serta berbau
(apek, amis, dsb) (Sulistianingsih, 2011). Keputihan yang tidak normal. Apabila
perempuan mulai mengeluh karena vaginanya terlalu sering mengeluarkan lender

yang berlebihan disertai bau amis, terasa pedih waktu buang air, dan kadang
disertai rasa panas dan gatal (Triyani, 2013).
2.1.3. Etiologi
Penyebab fluor albus sampai sekarang masih sangat bervariasi sehingga
disebut multifaktorial. Mikroorganisme patologis dapat memasuki traktus
genitalia wanita dengan berbagai cara, seperti senggama, trauma atau perlukaan

pada vagina dan serviks, benda asing, alat-alat pemeriksaan yang tidak steril pada
saat persalinan dan abortus. (Setyana, 2013).
Ada empat penyebab utama yang dapat menyebabkan perubahan flora
normal dan memicu keputihan:

a. Faktor fisiologis
Keputihan yang normal hanya ditemukan pada daerah porsio vagina. Sekret
patologik biasanya terdapat pada dinding lateral dan anterior vagina. Keputihan
fisiologis terdiri atas cairan yang kadang-kadang berupa mukus yang mengandung
banyak epitel dengan leukosit yang jarang. Sedangkan pada keputihan patologik
terdapat banyak leukosit. Keputihan yang fisiologis dapat ditemukan pada:
1) Waktu sekitar menarche karena mulai terdapat pengaruh estrogen;
keputihan ini dapat menghilang sendiri akan tetapi dapat menimbulkan
kecemasan pada orang tua.
2) Wanita dewasa apabila ia dirangsang sebelum dan pada waktu koitus,
disebabkan oleh pengeluaran transudat dari dinding vagina.
3) Waktu sekitar ovulasi, dengan sekret dari kelenjar-kelenjar serviks
uteri menjadi lebih encer.
4) Pengeluaran sekret dari kelenjar-kelenjar serviks uteri juga bertambah
pada wanita dengan penyakit menahun, dengan neurosis, dan pada

wanita dengan ektropion porsionis uteri . (Setyana, 2013).

b. Faktor konstitusi
Faktor konstitusi misalnya karena kelelahan, stres emosional, masalah keluarga
atau pekerjaan, bisa juga karena penyakit seperti gizi rendah ataupun diabetes.
Bisa juga disebabkan oleh status imunologis yang menurun maupun obat-obatan.
Diet yang tidak seimbang juga dapat menyebabkan keputihan terutama diet
dengan jumlah gula yang berlebihan, karena merupakan faktor yang sangat
memperburuk terjadinya keputihan. (Setyana, 2013).

c. Faktor iritasi
Faktor iritasi sebagai penyebab keputihan meliputi, penggunaan sabun untuk
mencuci organ intim, iritasi terhadap pelican, pembilas atau pengharum vagina,
ataupun bisa teriritasi oleh celana. (Setyana, 2013).

d. Faktor patologis
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya keputihan antara lain benda asing
dalam vagina, infeksi vaginal yang disebabkan oleh kuman, jamur, virus, dan
parasit serta tumor, kanker dan keganasan alat kelamin juga dapat menyebabkan
terjadinya keputihan. Di dalam vagina terdapat berbagai bakteri, 95% adalah

bakteri lactobacillus dan selebihnya bakteri patogen. Dalam keadaan ekosistem
vagina yang seimbang, dibutuhkan tingkat keasaman pada kisaran 3,8-4,2, dengan
tingkat keasaman tersebut lactobacillus akan subur dan bakteri bakteri patogen
tidak akan mengganggu. Peran penting dari bakteri dalam flora vaginal adalah
untuk menjaga derajat keasaman (pH) agar tetap pada level normal. Pada kondisi
tertentu kadar pH bisa berubah menjadi lebih tinggi atau lebih rendah dari normal.
Jika pH vagina naik menjadi lebih tinggi dari 4,2, maka jamur akan tumbuh dan
berkembang. (Setyana, 2013).

2.1.4. Manifestasi klinis
Indikasi keputihan dapat dilihat dari jumlah cairan, warna, bau dan
konsistensi. Pada keputihan normal, jumlah cairannya sedikit, warnanya putih
jernih, bau yang ditimbulkan tidak menyengat dan khas dan dengan konsistensi
agak lengket. Sedangkan keputihan yang abnormal jumlahnya lebih banyak,
warnanya dapat kuning, coklat, kehijauan, bahkan bahkan kemerahan, baunya
dapat berbau asam, amis, bahkan busuk. Konsistensinya bisa cair atau putih kental
seperti kepala susu. (Setyana, 2013).
Gejala klinis yang dialami penderita keputihan patologis berupa rasa gatal,
lendir vagina berbentuk seperti kepala susu, dan berbau. Keluhan lain yang sering
muncul adalah nyeri vagina, rasa terbakar di bagian luar vagina (vulva), serta

nyeri saat senggama dan berkemih (Triyani, 2013).

2.1.5. Patogenesis
Keputihan yang fisiologis dapat berubah menjadi keputihan patologis
karena terinfeksi kuman penyakit, seperti jamur, parasit, bakteri, dan virus, maka
keseimbangan ekosistem vagina akan terganggu dan mengakibatkan pH vagina
menjadi basa sehingga kuman penyakit berkembang dan hidup subur dalam
vagina (Badaryati, 2012).

2.1.7. Diagnosis keputihan
a. Keputihan (Fluor Albus) Fisiologis
Keputihan (Fluor albus) Fisiologis biasanya lendirnya encer, muncul saat
ovulasi, menjelang haid dan saat mendapat rangsangan seksual. Keputihan normal
tidak gatal, tidak berbau dan tidak menular karena tidak ada bibit penyakitnya
(Saragih, 2010).

b. Keputihan (Fluor Albus) Patologis
Keputihan (Fluor Albus) patologis dapat didiagnosa dengan anamnese
oleh dokter yang telah berpengalaman hanya dengan menanyakan apa keluhan
pasien dengan ciri-ciri; jumlah banyak, warnanya seperti susu basi, cairannya


mengandung leukosit yang berwarna kekuning-kuningan sampai hijau, disertai
rasa gatal, pedih, terkadang berbau amis dan berbau busuk.
Pemeriksaan khusus dengan memeriksakan lendir di laboratorium, dapat
diketahui apa penyebabnya, apakah karena jamur, bakteri atau parasit, namun ini
kurang praktis karena harus butuh waktu beberapa hari untuk menunggu hasil.
Diagnosa klinik vaginosis bakterialis berdasarkan adanya tiga tanda-tanda berikut:
1. Cairan vagina homogen, putih atau keabu-abuan, melekat pada
dindingvagina.
2. Jumlah pH vagina lebih besar dari 4,5.
3. Sekret vagina berbau seperti bau ikan sebelum atau sesudah penambahan
KOH 10% (whiff test).
Adanya “clue cells” pada pemeriksaan mikroskop sediaan basah. Clue cell
merupakan sel epitel vagina yang ditutupi oleh berbagai bakteri vagina sehingga
memberikan gambaran granular dengan batas sel yang kabur karena melekatnya
bakteri batang atau kokus yang kecil. Penegakan diagnosis harus didukung data
laboratorium terkait, selain gejala dan tanda klinis yang muncul dan hasil
pemeriksaan fisik seperti pH vagina dan pemeriksaan mikroskopik untuk
mendeteksi blastospora dan pseudohifa ( Saragih, 2010).


2.1.8. Pencegahan keputihan
Menurut Wijayanti (2009) dalam Sulistianingsih, (2011)

bila ingin

terhindar dari keputihan, anda mesti menjaga kebersihan daerah sensitif itu.
Berikut hal-hal yang dapat dilakukan :

1) Bersihkan organ intim dengan pembersih yang tidak menggangu
kestabilan pH di sekitar vagina . Salah satunya produk pembersih yang
terbuat dari bahan dasar susu. Produk seperti ini mampu menjaga
keseimbangan pH sekaligus meningkatkan pertumbuhan flora normal dan
menekan pertumbuhan bakteri yang tak bersahabat. Sabun antiseptik biasa
umumnya bersifat keras dan terdapat flora normal di vagina. Ini tidak
menguntungkan bagi kesehatan vagina dalam jangka panjang.

2) Hindari pemakaian bedak pada organ kewanitaan dengan tujuan agar
vagina harum dan kering sepanjang hari. Bedak memiliki partikel-partikel

halus yang mudah terselip di sana sini dan akhirnya mengundang jamur

dan bakteri bersarang di tempat itu.

3) Selalu keringkan bagian vagina sebelum berpakaian.

4) Gunakan celana dalam yang kering. Seandainya basah atau lembab,
usahakan cepat mengganti dengan yang bersih dan belum dipakai. Tak ada
salahnya anda membawa cadangan celana dalam untuk berjaga-jaga
manakala perlu menggantinya.

5) Gunakan celana dalam yang bahannya menyerap keringat, seperti katun.
Celana dari bahan satin atau bahan sintetik lain membuat suasana di
sekitar organ intim panas dan lembab.

6) Pakaian luar juga diperhatikan. Celana jeans tidak dianjurkan karena poriporinya sangat rapat. Pilihlah seperti rok atau celana bahan non jeans agar
sirkulasi udara di sekitar organ intim bergerak leluasa.

7) Ketika haid sering-seringlah berganti pembalut.

8) Gunakan panty liner di saat perlu saja. Jangan terlalu lama. Misalkan saat
bepergian ke luar rumah dan lepaskan sekembalinya anda di rumah.


Selain itu untuk mencegah keputihan, wanita pun harus selalu menjaga
kebersihan dan kesehatan daerah kewanitaannya. Antara lain adalah :
1) Selalu cuci daerah kewanitaan dengan air bersih setelah buang air, jangan
hanya di seka dengan tisu. Membersihkannya pun musti dilakukan dengan
cara yang benar yaitu dari depan ke belakang, agar kotoran dari anus tidak
masuk ke vagina. Hindari pemakaian sabun vagina berlebihan karena
justru dapat mengganggu keseimbangan flora normal vagina.

2) Jaga daerah kewanitaan tetap kering. Hal ini karena kelembapan dapat
memicu tumbuhnya bakteri dan jamur. Selalu keringkan daerah tersebut
dengan tisu atau handuk bersih setelah dibersihkan. Karena tidak semua
toilet menyediakan tisu, bawalah tisu kemana pun anda pergi. Selain itu
buatlah celana dalam yang terbuat dari katun agar dapat menyerap keringat
dan gantilah secara teratur untuk menjaga kebersihan.

3) Bila sedang mengalami keputihan atau menstruasi tinggal sedikit, boleh
saja menggunakan pelapis celana panty liner. Tetapi sebaiknya tidak
digunakan setiap hari. Panty liner justru dapat memicu kelembapan karena
bagian dasarnya terbuat dari plastik. Pilih panty liner yang tidk

mengandung parfum, terutama buat yang berkulit sensitif.

4) Hindari bertukar celana dalam dan handuk dengan teman atau bahkan
saudara kita sendiri karena berganti-ganti celana bisa menularkan
penyakit.

5) Bulu yang tumbuh di daerah kemaluan bisa menjadi sarang kuman bila
dibiarkan terlalu panjang. Untuk menjaga kebersihan, potonglah secara
berkala bulu di sekitar kemaluan dengan gunting atau mencukurnya
dengan hati-hati.

2.1.9. Pengobatan keputihan
Penatalaksanaan keputihan meliputi usaha pencegahan dan pengobatan
yang bertujuan untuk menyembuhkan seorang penderita dari penyakitnya, tidak
hanya untuk sementara tetapi untuk seterusnya dengan mencegah infeksi
berulang.

a. Terapi farmakologi
Pengobatan keputihan yang disebabkan oleh Candidiasis dapat diobati dengan
anti jamur atau krim. Biasanya jenis obat anti jamur yang sering digunakan adalah

Imidazol yang disemprotkan dalam vagina sebanyak 1 atau 3 ml. Ada juga obat
oral anti jamur yaitu ketocinazole dengan dosis 2x1 hari selama 5 hari. Apabila
ada keluhan gatal dapat dioleskan salep anti jamur. Pengobatan Fluor albus yang
disebabkan oleh Trichomoniasis mudah dan efektif yaitu setelah dilakukan
pemeriksaan dapat diberikan tablet metronidazol (Flagy) atau tablet besar
Tinidazol (fasigin) dengan dosis 3x1 hari selama 7-10 hari. Pengobatan keputihan
(Fluor albus) yang disebabkan oleh vaginitis sama dengan pengobatan infeksi
Trichomoniasis, yaitu dengan memberikan metronidazol atau Tinidazol dengan
dosis 3x1 selama 7- 10 hari. Pengobatan kandidiasis vagina dapat dilakukan
secara topikal maupun sistemik. Obat anti jamur tersedia dalam berbagai bentuk
yaitu: gel, krim, losion, tablet vagina, suppositoria dan tablet oral. Nama obat
adalah sebagai berikut: (1) Derivat Rosanillin, Gentian violet 1-2 % dalam bentuk
larutan atau gel, selama 10 hari. (2) Povidone – iodine, Merupakan bahan aktif
yang bersifat antibakteri maupun anti jamur. (3) Derivat Polien; Nistatin 100.000
unit krim/tablet vagina selama 14 hari. Nistatin 100.000 unit tablet oral selama 14
hari. (4) Drivat Imidazole: Topical( Mikonazol : 2% krim vaginal selama 7 hari,
100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3 hari, 1200 mg
tablet vaginal dosis tunggal. Ekonazol 150 mg tablet vaginal selama 3 hari.
Fentikonazol 2% krim vaginal selama 7 hari, 200 mg tablet vaginal selama 3 hari,
600 mg tablet vaginal dosis tunggal. Tiokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari,
6,5 % krim vaginal dosis tunggal. Klotrimazol 1% krim vaginal selama 7 – 14
hari, 10% krim vaginal sekali aplikasi, 100 mg tablet vaginal selama 7 hari, 500

mg tablet vaginal dosis tunggal. Butokonazol 2% krim vaginal selama 3 hari.
Terkonazol 2% krim vaginal selama 3 hari). Sistemik ( Ketokanazol 400 mg
selama 5 hari. Trakanazol 200 mg selama 3 hari atau 400 mg dosis tunggal.
Flukonazol 150 mg dosis tunggal. (Saragih, 2010).

b. Terapi Nonfarmakologi
1) Perubahan tingkah laku keputihan (Fluor albus) yang disebabkan oleh
jamur lebih cepat berkembang di lingkungan yang hangat dan basah maka untuk
membantu penyembuhan menjaga kebersihan alat kelamin dan sebaiknya
menggunakan pakaian dalam yang terbuat dari katun serta tidak menggunakan
pakaian dalam yang ketat. Keputihan bisa ditularkan melalui hubungan seksual
dari pasangan yang terinfeksi oleh karena itu sebaiknya pasangan harus mendapat
pengobatan juga.
2) Memperhatikan personal hygiene terutama pada bagian alat kelamin
sangat membantu penyembuhan, dan menjaga tetap bersih dan kering, seperti
penggunaan tisu basah atau produk panty liner harus betul-betul steril. Bahkan,
kemasannya pun harus diperhatikan. Jangan sampai menyimpan sembarangan,
misalnya tanpa kemasan ditaruh dalam tas bercampur dengan barang lainnya.
Karena bila dalam keadaan terbuka, bisa saja panty liner atau tisu basah tersebut
sudah terkontaminasi. Memperhatikan kebersihan setelah buang air besar atau
kecil. Setelah bersih, mengeringkan dengan tisu kering atau handuk khusus. Alat
kelamin jangan dibiarkan dalam keadaan lembab.
3) Pengobatan psikologis dan pendekatan psikologik penting dalam
pengobatan keputihan. Tidak jarang keputihan yang mengganggu, pada wanita
kadang kala pemeriksaan di laboratorium gagal menunjukkan infeksi, semua
pengujian telah dilakukan tetapi hasilnya negatif namun masalah atau keluhan
tetap ada. Keputihan tersebut tidak disebabakan oleh infeksi melainkan karena
gangguan psikologi seperti kecemasan, depresi, hubungan yang buruk, atau
beberapa masalah psikologi yang lain yang menyebabkan emosional. Pengobatan
yang dilakukan yaitu dengan konsultasi dengan ahli psikologi. Selain itu perlu
dukungan keluarga agar tidak terjadi depresi. (Saragih, 2010).

2.2. Hygiene Organ Reproduksi
2.2.1. Pengertian Perilaku Hygiene Organ Reproduksi
Hygiene adalah berbagai usaha untuk mempertahankan atau memperbaiki

kesehatan, jadi perilaku hygiene organ reproduksi adalah usaha untuk
mempertahankan atau memperbaiki kesehatan dengan memelihara kebersihan
organ reproduksi (Murti, 2010).

2.2.2. Organ Reproduksi Wanita
Anatomi perempuan mempunyai organ reproduksi yang berfungsi sebagai
jalan masuk sperma ke dalam tubuh perempuan dan sebagai pelindung organ
kelamin dalam dari berbagai organisme penyebab infeksi. Organisme penyebab
infeksi dapat masuk ke organ dalam perempuan karena saluran reproduksi
perempuan memiliki lubang yang berhubungan dengan dunia luar, sehingga
mikroorganisme penyebab penyakit bisa masuk dan menyebakan infeksi. Anatomi
organ reproduksi perempuan terdiri atas vulva, vagina, serviks, rahim, saluran
telur, dan indung telur (Murti, 2010).

1) Vulva
Vulva merupakan suatu daerah yang menyelubungi vagina. Vulva terdiri
atas mons pubis, labia (labia mayora dan labia minora), klitoris, daerah
ujung luar vagina dan saluran kemih.

2) Vagina
Vagina merupakan saluran elastis, panjangnya sekitar 8-10 cm, dan
berakhir

pada

rahim.

Vagina

dilalui

oleh

darah

pada

saat

menstruasi dan merupakan jalan lahir. Karena terbentuk dari otot,
vagina bisa melebar dan menyempit. Vagina ditutupi oleh selaput tipis
yang disebut selaput dara.

3) Serviks
Serviks dikenal

juga

sebagai

bagian

dari

rahim

terdepan

mulut
yang

rahim. Serviks merupakan
menonjol

ke

dalam

vagina

besar

dalam

sehingga berhubungan dengan vagina.

4) Rahim (uterus)
Uterus

merupakan

organ

yang

memiliki

peranan

reproduksi perempuan, yakni saat menstruasi hingga melahirkan.
Uterus terdiri dari 3 lapisan, yaitu : lapisan perimetrium, lapisan
myometrium dan lapisan endometrium.

5) Saluran telur (tuba fallopi)
Tuba fallopi membentang sepanjang 5-7 cm, 6 cm dari tepi atas rahim
kearah ovarium. Ujung dari tuba kiri dan kanan membentuk corong
sehingga memiliki lubang yang lebih besar agar sel telur jatuh kedalamnya
ketika dilepaskan dari ovarium.

6) Indung telur (ovarium)
Ovarium atau indung telur tidak menggantung pada tuba falllopi tetapi
menggantung dengan bantuan sebuah ligamen. Sel telur bergerak di
sepanjang tuba fallopi dengan bantuan silia (rambut getar) dan otot pada
dinding tuba. Sejak pubertas setiap bulan secara bergantian ovarium
melepas satu ovum dari folikel de graaf (folikel yang telah matang)
(Murti, 2010).

2.3 Penyakit dan Infeksi yang menyebabkan keputihan
a) Vaginitis
Penyebabnya adalah pertumbuhan bakteri normal yang berlebihan
pada vagina. Dengan gejala cairan vagina encer, berwana kuning
kehijauan, berbusa dan bebau busuk, vulva agak bengkak dan
kemerahan, gatal, terasa tidak nyaman serta nyeri saat berhubungan
seksual dan saat kencing (Saragih, 2010).

b) Vaginosis bakterialis
Gambaran klinisnya adalah keluarnya sekret yang berbau, encer,
putih sampai abu-abu dan melekat ke dinding vagina dan introitus.
Tidak terjadi peradangan (Sylvia A., 2005).
Pada perempuan dengan vaginosis bakterial dapat dijumpai duh
tubuh vagina yang banyak dengan bau yang khas seperti bau ikan,
terutama waktu berhubungan seksual. Bau tersebut disebabkan
adanya amino yang menguap bila cairan vagina menjadi basa
(Prawirohardjo, 2010).

c) Kandidiasis
Kandidiasis adalah penyakit jamur yang menyerang kulit, kuku,
selaput lender, dan alat dalam yang disebabkan oleh berbagai
spesies Candida (Parasitologi Kedokteran FK UI, 2011).
Gejalanya adalah keputihan berwarna putih susu, begumpal seperti
susu basi, disertai rasa gatal dan kemerahan pada kelamin dan
disekitarnya. Infeksi jamur pada vagina paling sering disebabkan
oleh Candida,spp, terutama Candida albicans (Saragih, 2010).
Pada perempuan, gejala paling mencolok adalah pruritus dan iritasi
hebat pada vulva dan vagina. Dapat timbul edema, eritema, dan
fisura pada vulva, sering terdapat sekret vagina seperti keju lembut
(Sylvia A., 2005)..
Farmakologi: nistatin (Farmakologi dan Terapi FK UI, 2011).

d) Trikomoniasis
Berasal dari parasit yang disebut Trichomonas vaginalis. Gejalanya
keputihan

berwarna

kuning

atau

kehijauan,

berbau

dan

berbusa,kecoklatan seperti susu, biasanya disertai dengan gejala
gatal dibagian labia mayora, nyeri saat kencing dan terkadang sakit
pinggang. Trikomoniasis merupakan penyakit infeksi protozoa
yang disebabkan oleh Trichomonas vaginalis, biasanya ditularkan
melalui

hubungan

seksual

dan

sering menyerang traktus

urogenitalis bagian bawah (Prawirohardjo, 2010). Pada wanita
sering tidak menunjukan keluhan, bila ada biasanya berupa duh
tubuh vagina yang banyak, berwarna kehijauan dan berbusa yang
patognomonic (bersifat khas) untuk penyakit ini. Pada pemeriksaan
dengan kolposkopi tampak gambaran “Strawberry cervix” yang
dianggap khas untuk trikomoniasis (Saragih, 2010). Trichomonas
vaginalis dapat diidentifikasi sewaktu pemeriksaan prenatal pada

hingga 20% wanita (Cunningham, 2012).

e) Klamidiasis
Klamidiasis genital adalah infeksi yang disebabkan oleh bakteri
Chlamydia trachomatis. Perempuan hamil yang terinfeksi dengan
C. trachomatis menunjukkan gejala keluarnya sekret vagina,

perdarahan, disuria, dan nyeri panggul (Prawirohardjo, 2010).
Tanda utama infeksi klamidia pada perempuan adalah sekret
serviks mukopurulen dan ektopi, edema, dan rapuhnya serviks
( Sylvia A., 2005).
Farmakologi: doksisilin, tetrasiklin, eritromisin (Farmakologi dan
Terapi FK UI, 2011).
Infeksi klamidia merupakan penyakit infeksi tersering yang
dilaporkan di Amerika Serikatdengan lebih dari satu juta kasus
dilaporkan pada tahun 2006 (Cunningham, 2012).

f) Gonore
Gonore adalah semua infeksi yang disebabkan oleh Neisseria
gonorrhoeae. Keluhan traktus genitourinarius bawah yang paling

sering adalah bertambahnya duh tubuh genital, disuria, dan
menoragia (Prawirohardjo, 2010).
Gejala klinis gonore adalah disuria, uretritis, servisitis, dengan
keputihan yang banyak seperti nanah encer berwarna kuning atau
kuning-hijau (Sofian, Amru, 2011).
Pada perempuan gejala dan tanda timbul dalam 7 sampai 21 hari,
dimulai dengan sekret vagina (Sylvia A., 2005).
Farmakologi gonore: seftriakson, fluorokuinolon (Farmakologi dan
Terapi FK UI, 2011).
Angka tertinggi pada wanita dari semua kelompok etnik adalah
kelompok usia 15 sampai 24 tahun (Cunningham, 2012).

Dokumen yang terkait

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

3 18 72

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 0 12

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 0 2

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 0 3

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 0 4

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-Ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Marelan Tahun 2015

0 1 23

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 11

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 2

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 5

Hubungan Perilaku Mengenai Keputihan dengan Riwayat Kejadian Keputihan pada Ibu-ibu Nelayan di Kelurahan Bagan Deli Kecamatan Medan Belawan

0 0 16